Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KUSTA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit
Menular

Dosen Pembimbing : Kiki Korneliani,S.K.M., M.Kes.

Disusun oleh :

Kelas C

Neni Sayiddah Nurfitrianti 184101034


Nada Everesti Zahirrah 184101067
Annisa Ulfi Ayu Utami 184101073
Nenden Ribqotul Jannah 184101113
Delilah Rizky R 184101114

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SILIWANGI

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kekhadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat dan karunia- Nya sehingga makalah ini yang berjudul
“Kusta” bisa selesai pada waktunya.

Terimakasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi


dalam memberikan idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik.

Kami harap semoga makalah ini bisa menambah wawasan serta pengetahuan
pembaca. Namun, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
sehingga kami mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik

Tasikmalaya, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi penyakit kusta.....................................................................................3


B. Klasifikasi penyakit kusta.................................................................................4
C. Etiologi kusta....................................................................................................5
D. Factor penularan kusta......................................................................................7
E. Tanda dan gejala kusta......................................................................................8
F. Cara pengobatan kusta....................................................................................11
G. Cara pencegahan kusta....................................................................................12
H. Karakteristik daerah yang penduduknya rentan terkena kusta.......................14
I. Kegiatan program kusta..................................................................................17
J. Target dan strategi...........................................................................................20

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ....................................................................................................21
B. Saran...............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Derajat kesehatan di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang


cukup bermakna, hal ini ditunjukkan dengan makin menurunnya angka kematian
bayi dan kematian ibu, menurunnya prevalensi gizi buruk pada balita serta
meningkatnya umur harapan hidup. Namun demikian Indonesia masih
menghadapi beban ganda karena munculnya beberapa penyakit menular baru
sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan dengan tuntas. Salah
satu penyakit menular yang belum sepenuhnya dapat dikendalikan adalah
penyakit kusta.
Konon penyakit kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM dan telah
di kenal oleh peradaban Tiongkok Kuno, Mesir Kuno, dan India pada 1995.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua atau tiga juta
jiwa yang cacat permanen karena kusta. Pengobatan yang efektif pada kusta
ditemukan pada akhir 1940-an dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya.
Meskipun penyakit kusta saat ini dapat disembuhkan bukan berarti
Indonesia sudah terbebas dari masalah penyakit kusta. Hal ini disebabkan karena
dari tahun ke tahun masih ditemukan sejumlah kasus baru.
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang
menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan
hanya dari segi medis tapi meluas hingga masalah sosial, ekonomi, budaya,
keamanan dan ketahanan sosial.
Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara yang sedang
berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut untuk
memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan dan
kesejahteraan sosial serta ekonomi pada masyarakat.
Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga
termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan atau pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat
yang ditimbulkannya.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi penyakit kusta?
2. Bagaimana klasifikasi penyakit kusta?
3. Bagaimana etiologi kusta?
4. Apa saja factor penularan kusta?
5. Apa saja tanda dan gejala kusta?
6. Bagaimana cara pengobatan kusta ?
7. Bagaimana cara pencegahan kusta ?
8. Bagaimana karakteristik daerah yang penduduknya rentan terkena kusta ?
9. Bagaimana kegiatan program kusta ?
10. Apa target dan strategi program kusta ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Menjelaskan definisi penyakit kusta.
2. Menjelaskan klasifikasi penyakit kusta.
3. Menjelaskan etiologi kusta.
4. Menjelaskan faktor penularan kusta.
5. Menjelaskan tanda dan gejala kusta.
6. Menjelaskan cara pengobatan kusta.
7. Menjelaskan cara pencegahan kusta.
8. Menjelaskan karakteristik daerah yang penduduknya rentan terkena kusta.
9. Menjelaskan kegiatan program kusta.
10. Menjelaskan target dan strategi program kusta.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI PENYAKIT KUSTA

Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti


kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus
Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard
Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus
Hansen.

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang disebabkan dengan kuman


Mycobacterium lepraeyang bersifat intraselular obligat dan menahun. Saraf
tepi/perifer sebagai afinitas pertama, kemudian kulit dan mukosa saluran napas
bagian atas, kemudian dapat ke organ tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat.

Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan


permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan
seutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja
tetapi juga adanya masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam
keadaan ini warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat
dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap
kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat
mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan
ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau gangguan di
lingkungan masyarakat.

Gambar Mycobacterium

3
B. KLASIFIKASI PENYAKIT KUSTA

Pada tahun 1982, sekelompok ahli WHO mengembangkan klasifikasi


untuk memudahkan pengobatan di lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh pasien
kusta hanya dibedakan dalam dua tipe yaitu tipe Pausibasiler (PB)/Kusta Kering
dan tipe Multibasiler (MB)/ Kusta Basah. Dasar dari klasifikasi ini adalah
gambaran klinis dan hasil pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) melalui
pemeriksaan kerokan jaringan kuit.

Paucibacillary. Ada lesi kulit dengan kerokan kulit negatif.


Multibacillary. Ada lesi kulit dengan kerokan kulit postif. Kerokan kulit yang
positif maksudnya adalah ditemukan bakteri saat diperiksa di bawah mikroskop.

Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi menurut WHO (1995)


adalah sebagai berikut:
Tanda Utama PB MB
Lesi kulit (berbentuk Jumlah lesi 1-5 Jumlah lesi > 5
bercak datar, papul Hipopigmentasi atau
atau nodus) eritema
Distribusi asimetris Distribusi lebih simetris
Mati/kurang rasa jelas Mati/kurang rasa tidak
jelas
Kerusakan saraf Hanya satu saraf Lebih dari 1 saraf
(ditemukan adanya
mati/kurang rasa, dan
atau kelemahan otot
yang dipersarafi oleh
saraf yang terkena)

Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi


penyakit kusta adalah sebagai berikut :
Tanda Utama PB MB
Distribusi Unilateral atau bilateral Bilateral simetris
asimetris
Permukaan bercak Kering, kasar Halus, mengkilat
Batas bercak Tegas Kurang tegas
Mati rasa pada bercak Jelas Biasanya kurang jelas
Deformitas Proses terjadi lebih Terjadi pada tahap lanjut
cepat
Ciri-ciri khas - Madarosis, hidung pelana,

4
wajah singa (facies
leonina), ginekomastia
pada laiki-laki

C. ETIOLOGI
KUSTA

Kuman
penyebabnya
adalah

Mycobacterium Leprae yang ditemukan oleh G.A.Hansen pada tahun 1874 di


Norwegia, secara morfologik berbentuk pleomorf lurus batang panjang, sisi
paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-8 mikron.

/’Kuman ini hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada
sel saraf (Schwan Cell)dan sel dari Retikulo Endotelial, waktu pembelahan
sangat lama, yaitu 2-3 minggu, diluar tubuh manusia (dalam kondisis tropis )
kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari (Desikan 1977,dalam
Leprosy Medicine in the Tropics Edited by Robert C. Hasting, 1985).
Pertumbuhan optimal kuman kusta adalah pada suhu 27º30º C ( Depkes, 2005).

5
Menurut teori cara masuknya kuman Mycobacterium Leprae kedalam
tubuh adalah melalui pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit. Masa
inkubasi kuman kusta rata-rata 2-5 tahun.

Berikut beberapa tahapan perkembangan penyakit lepra

1. Bakteri masuk ke dalam tubuh

Mula-mula bakteri penyebab kusta akan masuk ke dalam hidung dan


kemudian organ pernapasan manusia. Setelah itu, bakteri akan berpindah
ke jaringan saraf dan masuk ke dalam sel-sel saraf. Karena bakteri penyebab
penyakit kusta suka dengan tempat yang bersuhu dingin, maka bakteri akan
masuk ke sel saraf tepi dan sel saraf kulit yang memiliki suhu yang lebih
dingin, misalnya saja di sekitar selangkangan atau kulit kepala.

Kemudian bakteri penyebab kusta akan menjadikan sel saraf sebagai


‘rumah’ dan mulai berkembang biak di dalamnya. Bakteri ini memerlukan
waktu 12-14 hari untuk membelah diri menjadi dua. Biasanya sampai di
tahap ini, seseorang yang terinfeksi belum memunculkan gejala kusta secara
kasat mata.

2. Sistem kekebalan tubuh pun bereaksi

Seiring berjalannya waktu, bakteri penyebab penyakit kusta akan


berkembang semakin banyak. Secara otomatis, sistem imun secara alami
memperkuat pertahannya. Sel-sel darah putih yang menjadi pasukan
pelindung utama tubuh pun diproduksi semakin banyak untuk menyerang
bakteri penyebab penyakit kusta.

Saat sistem kekebalan tubuh sudah menyerang bakteri, barulah timbul gejala
kusta yang dapat dilihat pada tubuh, seperti munculnya bercak-bercak putih
pada kulit. Pada tahap ini, gejala kusta seperti mati rasa sudah mulai muncul.
Jika gejala kusta yang satu ini tidak segera ditangani, maka bakteri dengan
cepat akan menimbulkan berbagai gangguan lain di tubuh.

Bakteri penyebab penyakit lepra memang secara otomatis diserang oleh


sistem kekebalan tubuh manusia. Namun, sistem kekebalan tubuh tiap orang
berbeda-beda. Ketika seseorang memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat,
maka bakteri mungkin tidak akan menyebabkan gejala yang terlalu parah.

6
Meski begitu, bakteri penyebab penyakit lepra tetap menimbulkan kerusakan
di jaringan kulit dan menyebabkan mati rasa.

Sementara, pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, mungkin
akan lebih rentan untuk mengalami infeksi kulit. Biasanya, kondisi ini akan
menyebabkan infeksi kulit bagian saraf, mata, ginjal, otot, hingga pembuluh
darah.

D. FAKTOR PENULARAN KUSTA


Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi penularan antara lain
sebagai berikut :
1. Faktor penderita
Penderita tipe Lepromatus yang tidak diobati merupakan penularan yang
penting.
2. Faktor kuman kusta
Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman-kuman kusta yang masih
utuh (Solid) bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan
dari pada kuman yang tidak utuh lagi. Lamanya kuman kusta di luar badan
manusia memegang peranan pula dalam hal penularan yaitu bila kuman keluar
dari badan penderita, maka kuman dapat bertahan 1-2 hari dan ada pula yang
berpendapat 1-7 hari. Hal ini tergantung dari suhu atau cuaca di luar, karena
makin panas suhu di luar makin cepat kuman kusta akan mati.
3. Faktor daya tahan tubuh orang lain
Tubuh manusia dan kerentangan tersendiri yaitu ada yang mempunyai
kerentangan tinggi atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga sesudah
kemasukan kuman kusta dapat timbul gejala penyakit kusta pada kulit dan
syaraf tepi.
4. Keadaan lingkungan hidup
Keadaan rumah yang berjejal yang biasanya berkaitan dengan kemiskinan
merupakan faktor penyebab tingginya angka kusta. Sebaliknya dengan
meningkatnya taraf hidup dan perbaikan sanitasi merupakan faktor utama
menghilangnya kusta di Eropa. Insidensi tertinggi pada daerah tropis dan sub
tropis yang panas dan lembab.
5. Faktor imunitas
Sebagian besar manusia mempunyai kekebalan alamiah terhadap kusta
dimana 90% orang dewasa menunjukkan lepromin positif dan faktor ini
sangat berpengaruh pada tipe kusta yang mungkin timbul.
6. Faktor umur

7
Penyakit kusta dapat mengenai semua umur dan lebih banyak didapat
setelah pubertas, mengingat masa ingkubasi penyakit ini yang dari beberapa
tahun hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. Penyaki tkusta jarang ditemukan
pada bayi. Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan dari
pada orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada kelompok dewasa adalah usia
25-35 tahun sedangkan pada kelompok anak adalah usia 10-12 tahun.
(Mansjoer, 2000)

E. TANDA DAN GEJALA KUSTA


Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat
atau dari penyakit tersebut. Gejala-gejala umum diantaranya:
1. Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia. Pada bercak
putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar
dan banyak.
2. Adanya bintik-bintik kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada
kulit.
3. Rasa kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka.
4. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan
mengkilat.
5. Alis rambut rontok.
6. Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina
(mukasinga).
7. Mati rasa karena kerusakan syaraf tepi.
8. Ada bagian tubuh tidak berkeringat.

Berdasarkan tingkat keparahan gejala, kusta dikelompokkan menjadi


enam jenis, yaitu:
1. Intermediate leprosy 
Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi datar yang kadang
sembuh dengan sendirinya, namun dapat berkembang menjadi jenis kusta
yang lebih parah.

8
2. Tuberculoid leprosy
Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi datar yang di antaranya
berukuran besar dan mati rasa. Selain itu, beberapa saraf juga dapat
terkena.Tuberculoid leprosy dapat sembuh dengan sendirinya, namun bisa
berlangsung cukup lama atau bahkan berkembang menjadi jenis kusta
yang lebih parah.

3. Borderline tuberculoid leprosy 


Lesi yang muncul pada kusta jenis ini serupa dengan lesi yang ada
pada Tuberculoid leprosy, namun berukuran lebih kecil dan lebih banyak.
Kusta jenis borderline tuberculoid leprosy dapat bertahan lama atau
berubah menjadi jenistuberculoid, bahkan berisiko menjadi jenis kusta
yang lebih parah lagi. Pembesaran saraf yang terjadi pada jenis ini hanya
minimal.

4. Mid-borderline leprosy
Jenis kusta ini ditandai dengan plak kemerahan, kadar mati rasa
sedang, serta membengkaknya kelenjar getah bening. Mid-borderline
leprosy dapat sembuh, bertahan, atau berkembang menjadi jenis kusta
yang lebih parah.

9
5. Borderline lepromatous leprosy
Jenis kusta ini ditandai dengan lesi yang berjumlah banyak (termasuk
lesi datar), benjolan, plak, nodul, dan terkadang mati rasa. Sama
sepertimid-borderline leprosy,  borderline lepromatous leprosy dapat
sembuh, bertahan, atau berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.

6. Lepromatous leprosy
Ini merupakan jenis kusta paling parah yang ditandai dengan lesi yang
mengandung bakteri dan berjumlah banyak, rambut rontok, gangguan
saraf, anggota badan melemah, serta tubuh yang berubah bentuk.
Kerusakan yang terjadi padalepromatous leprosy tidak dapat kembali
seperti semula.

10
F. CARA PENGOBATAN KUSTA
Padatahu 1982 WHO merekomendasikan pengobatan kusta dengan Multi
Drug Therapy ( MDT) untuktipe PB maupun MB. Multi Drug Therapy adalah
kombinasi dua atau lebih obat anti kusta. Obat MDT terdiriatas :
1. DDS(Dapson)
Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulphon. Sediaan berbentuk tablet
warna putih 50 mg dan 100 mg. Bersifat Bakteriostatik (menghambat
pertumbuhan kuman). Dosis Dewasa 100 mg perhari, anak 50 mg perhari.
2. Lamprene (B663) atau disebut klofazimin
Sediaan berbentuk kapsul lunak 50 mg dan 100 mg berwarna coklat.
Bersifat bakteriostatik, bakteri sidal lemah dan anti inflamasi. Cara
pemberian secara oral diminum sesudah makan
3. Rifampisin
Sediaan berbentuk kapsul 150mg , 300mg 450 mg dan 600 mg.
bersifat bakterisidal 99% kuman kusta mati dalam satu kali pemberian.
Pemberian secara oral diminum setengah jam sebelum makan.

11
G. CARA PENCEGAHAN KUSTA

1. Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang
belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena
beradadisekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita
dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang
kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit
kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan
masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran
penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita
dan masyarakat (Depkes RI, 2006).
b. Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer
penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil
penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi
BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar
50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan
terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum

12
menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa
negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut
(Depkes RI, 2006).

2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pengobatan pada
penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan
penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya
cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy
pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut
merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).

3. Pencegahan tersier
a. Pencegahan cacat kusta
Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada
penderita. Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :
1) Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita
sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk
mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.
2) Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk
mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah
mengalami gangguan fungsi saraf.

b. Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi
penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita
cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang
penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi
adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga
memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat
yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006).
Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :
1) Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk
mencegah terjadinya kontraktur.
2) Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan
agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan.
3) Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.
4) Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan
normal terbatas pada tangan.

13
5) Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.

H. KARAKTERISTIK DAERAH YANG PENDUDUKNYA RENTAN


TERKENA KUSTA
Berdasarkan data penderita penyakit kusta didapatkan bahwa peyakit
kusta dapat menyebar di daerah yang memiliki karakteristik seperti, jumlah
penduduk yang banyak, sanitasi lingkungan yang kurang, kesadaran masyarakat
yang masih rendah, dan fasilitas pelayanan kesehatan yang masih belum
memadai.
Pada tahun 2017 berdasarkan data info dari Kemenkes provinsi Jawa
Timur berada di urutan pertama yang memiliki penderita kusta sebanyak 3.373
dari jumlah kasus awal 4.013. Sulawesi Selatan berada di urutan kedua dengan
jumlah penderita ditahun 2017 sebesar 1.091. Papua berada diurutan ketiga
dengan jumlah penderita sebelumnya 1.267 dan ditahun 2017 mengalami
penurunan menjadi 868 penderita kusta.

Gambar 2. Proporsi dan Tren Penderita Kusta Baru di Sepuluh Provinsi Tahun
2015-2017

14
Berdasarkan angka prevalensi berdasarkan kusta per 10.000 penduduk
menurut provinsi di tahun 2017 dimana provinsi Papua Barat berada diurutan
pertama dengan angka tinggi yaitu sebesar 11. 48 dan prevalensi terendah
Kalimantan Barat 0.04.

sumber : Dinkes Provinsi Jawa Barat 2019

15
Tahun 2019 di Provinsi Jawa Barat terdapat 456 Kasus baru dengan
kasus terbanyak sebesar 115 kasus di Bogor dan terdapat 4 daerah yang tidak
ditemukan kasus baru kusta yaitu Kab. Bandung, Kota Sukabumi, Kota Banjar,
Kota Tasikmalaya, Kota Cimahi

Sumber : Dinkes Jabar 2019

Dinkes open data Kota Tasikmalaya Tahun 2018 dan baru di Up pada 31
Juli 2019 jumlah kasus kusta. Terdapat kasus 4 laki-laki yang terkena Multi
Basiler / Kusta basah di Cibeureum dan Indihiang dan 2 di Parakanya.

I. KEGIATAN PROGRAM KUSTA

1. Tatalaksana Pasien

No Kegiatan Kabupaten / Kota


Beban Rendah Beban Tinggi
Puskesmas PRK/RSUD wasor Semua
non PRK puskesmas
Pelayanan pasien
1 Penemuan suspek + + + +
2 Diagnosis - + + +
3 Penentuan regimen dan + + +
mulai pengobatan
4 Pemanfaatan pengobatan + + + +
5 Pemeriksaan kontak + + + +
6 Konfirmasi kontak + + +

16
7 Diagnosis dan + + +
pengobatan reaksi
8 Penentuan dan + + +
penanganan reaksi
9 Pemantauan pengobatan + + + +
reaksi
10 PDD dan perawatan diri +/- + + +
11 Penyuluhan perorangan + + + +
Pendukung pelayanan
12 Stok MDT + + +
13 Pengisian kartu pasien + + + +
14 Register kohort pasien + + +
15 Pelaporan + + +
16 Penanggungjawab + +
program

2. Tatalaksana program

No Kegiatan Kabupaten/kota
Bebantin Bebanre Propinsi Pusat
ggi ndah
1 Rapid village survey + + +
2 Intensifikasi + +
pemeriksaan kontak
serumah & lingkungan
3 Pemeriksaan + + +
laboratorium pada
pasien dengan diagnosis
meragukan
4 Penyuluhan dan + + + +
advokasi
5 Pelatihan petugas + +
puskesmas & RS
6 Pelatihan wasor +
kabupaten/kota

17
7 Supervise + + + +
8 Pencataan dan + + + +
pelaporan
9 Monitoring dan + + + +
evaluasi
10 Stock logistic MDT + + + +
11 Rehabilitasi medic + + + +
social ekonomi
12 Seminar dengan FK + +
13 Seminar dengan + + + +
sekolah calon tenaga
kesehatan lain

3. Catatan khusus untuk daerah beban rendah


a. Penemuan pasien (case finding)
Penemuan pasien dilaksanakan secara pasif, diikuti dengan
penanganan daerah focus yaitu pemeriksaan kontak keluarga dan
tetangga. Bila diperlukan dapat dilakukan kegiatan penemuan aktif
lainnya.
b. Diagnosis
Diagnosis ditegakan oleh petugas PRK/RSUD/wasor. Bila
puskesmas non PRK menemukan suspek, harus dirujuk ke
PRK/RSUD/wasor untuk konfirmasi diagnose atau sebaliknya.
Konfirmasi diagnose terhadap suspek yang dilaporkan, bila positif
langsung diadakan on the job training (OJT).
c. Pengobatan
Regimen pengobatan diberikan oleh petugas PRK/RSUD/wasor.
Pengobatan selanjutnya diberikan oleh puskesmas non PRK.
d. Pemantauan pengobatan (case holding)
Pemantauan pengobatan dilakukan oleh petugas puskesmas non
PRK dan pasien harus mendapatkan informasi penting berkaitan dengan
pengobatan.

e. POD
Pemeriksaan POD dilakukan oleh petugas di PRK/RSUD/wasor.
Bila dipandang mampu petugas puskesmas non PRK dapat
melaksanakan POD dengan bimbingan dari wasor.
f. Perawatan diri

18
Penyuluhan tentang perawatan diri diberikan oleh
PRK/RSUD/wasor. Dan dapat didelegasikan kepada petugas puskesmas
non PRK yang telah dilatih secara OJT tentang perawatan diri. Pasien
perlu mendapatkan informasi penting berkaitan dengan kecacatan yang
diderita dan cara perawatan diri dengan leaflet
g. Rujukan pasien dengan komplikasi
Rujukan pasien dengan komplikasi, misalnya alergi
DDS/komplikasi lain harus dilakukan ke PRK/RSUD/wasor. Jika
kondisi pasien sangat berat harus dirujuk ke RS kabupaten.

J. TARGET DAN STRATEGI


PERMENKES NOMOR 11 TAHUN 2019
TENTANG
PENANGGULANGAN KUSTA

BAB II
TARGET DAN STRATEGI

Pasal 2
1. Dalam rangka penanggulangan kusta, pemerintah pusat menetapkan
target eliminasi kusta
2. Penanggulangan kusta bertujuan untuk mencapai eliminasi kusta tingkat
provinsi pada tahun 2019 dantingkat kabupaten/kota pada tahun 2004
3. Indicator pencapaian target eliminasi kusta sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 berupa angka prevalensi<1/10.000 penduduk.

Pasal 3
Strategi eliminasi kusta meliputi:
1. Penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sector
2. Penguatan peranserta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan
3. Penyediaan sumber daya yang mencukupi dalam penanggulangan kusta
4. Penguatan system surveilans serta pemantauan dan evaluasi kegiatan
penanggulangan kusta.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

19
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae yang bersifat obligat intraselular, menyerang saraf parifer,
kulit, organ lain seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati, sumsum tulang
kecuali susunan saraf pusat dan menahun. Kusta dibagi dalam 2 tipe, yaitu:
1. Tipe Pausibasiler
2. Tipe Multibasiler
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi penularan antara lain :
1. Faktor penderita.
2. Faktor kuman kusta.
3. Faktor daya tahan tubuh orang lain.
4. Keadaan lingkungan hidup.
5. Faktor imunitas.
6. Faktor umur.
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau dari
penyakit tersebut.
Berdasarkan tingkat keparahan gejala, kusta dikelompokkan menjadi
enam jenis, yaitu:
1. Intermediate leprosy 
2. Tuberculoid leprosy
3. Borderline tuberculoid leprosy 
4. Mid-borderline leprosy
5. Borderline lepromatous leprosy
6. Lepromatous leprosy
Pada tahun 1982 WHO merekomendasikan pengobatan kusta dengan
Multi Drug Therapy ( MDT) untuktipe PB maupun MB. Multi Drug Therapy
adalah kombinasi dua atau lebih obat anti kusta. Obat MDT terdiriatas :
1. DDS (Dapson)
2. Lamprene (B663) atau disebut klofazimin
3. Rifampisin
Pencegahan kusta dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
a. Penyuluhan kesehatan
b. Pemberian imunisasi
2. Pencegahan sekunder
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan :
a. Pencegahan cacat kusta

20
b. Rehabilitasi kusta

B. SARAN

Untuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta, hendaknya pemeruntah


mengadakansuatu program pemberantasan kusta yang mempunyai tujuan sebagai
penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan
mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang
lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang endemi akan kusta
diberikan penyuluhan tentang, cara menghindari, mencegah dan mengetahui
gejala dini pada kusta untuk mempermudah pengobatannya.
Karena di dunia kasus penderita kusta juga masih tergolong tinggi maka
perlu diadakannya penelitian tentang penanggulangannya penyakit kusta yang
efektif.

21
DAFTAR PUSTAKA

Djupuri, Rita, Emmy Sudarmi Sjamsoe. 2015. Pedoman Nasional Program


Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Dinkes Jabar. 2019.Kasus Kusta di Jawa Barat Tahun 2019. Bandung: Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
Kemenkes.2018. Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Terhadap Kusta. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes.2019. Permenkes No. 11 Tahun 2019 Penanggulangan Kusta
[ Online].Tersedia:
www.jogloabang.com/permenkesno.11tahun2019tentangpenanggulanganku
sta . ( 28 Oktober 2019 )

22

Anda mungkin juga menyukai