KUSTA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit
Menular
Disusun oleh :
Kelas C
UNIVERSITAS SILIWANGI
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kekhadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat dan karunia- Nya sehingga makalah ini yang berjudul
“Kusta” bisa selesai pada waktunya.
Kami harap semoga makalah ini bisa menambah wawasan serta pengetahuan
pembaca. Namun, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
sehingga kami mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ....................................................................................................21
B. Saran...............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi penyakit kusta?
2. Bagaimana klasifikasi penyakit kusta?
3. Bagaimana etiologi kusta?
4. Apa saja factor penularan kusta?
5. Apa saja tanda dan gejala kusta?
6. Bagaimana cara pengobatan kusta ?
7. Bagaimana cara pencegahan kusta ?
8. Bagaimana karakteristik daerah yang penduduknya rentan terkena kusta ?
9. Bagaimana kegiatan program kusta ?
10. Apa target dan strategi program kusta ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Menjelaskan definisi penyakit kusta.
2. Menjelaskan klasifikasi penyakit kusta.
3. Menjelaskan etiologi kusta.
4. Menjelaskan faktor penularan kusta.
5. Menjelaskan tanda dan gejala kusta.
6. Menjelaskan cara pengobatan kusta.
7. Menjelaskan cara pencegahan kusta.
8. Menjelaskan karakteristik daerah yang penduduknya rentan terkena kusta.
9. Menjelaskan kegiatan program kusta.
10. Menjelaskan target dan strategi program kusta.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar Mycobacterium
3
B. KLASIFIKASI PENYAKIT KUSTA
4
wajah singa (facies
leonina), ginekomastia
pada laiki-laki
C. ETIOLOGI
KUSTA
Kuman
penyebabnya
adalah
/’Kuman ini hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada
sel saraf (Schwan Cell)dan sel dari Retikulo Endotelial, waktu pembelahan
sangat lama, yaitu 2-3 minggu, diluar tubuh manusia (dalam kondisis tropis )
kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari (Desikan 1977,dalam
Leprosy Medicine in the Tropics Edited by Robert C. Hasting, 1985).
Pertumbuhan optimal kuman kusta adalah pada suhu 27º30º C ( Depkes, 2005).
5
Menurut teori cara masuknya kuman Mycobacterium Leprae kedalam
tubuh adalah melalui pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit. Masa
inkubasi kuman kusta rata-rata 2-5 tahun.
Saat sistem kekebalan tubuh sudah menyerang bakteri, barulah timbul gejala
kusta yang dapat dilihat pada tubuh, seperti munculnya bercak-bercak putih
pada kulit. Pada tahap ini, gejala kusta seperti mati rasa sudah mulai muncul.
Jika gejala kusta yang satu ini tidak segera ditangani, maka bakteri dengan
cepat akan menimbulkan berbagai gangguan lain di tubuh.
6
Meski begitu, bakteri penyebab penyakit lepra tetap menimbulkan kerusakan
di jaringan kulit dan menyebabkan mati rasa.
Sementara, pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, mungkin
akan lebih rentan untuk mengalami infeksi kulit. Biasanya, kondisi ini akan
menyebabkan infeksi kulit bagian saraf, mata, ginjal, otot, hingga pembuluh
darah.
7
Penyakit kusta dapat mengenai semua umur dan lebih banyak didapat
setelah pubertas, mengingat masa ingkubasi penyakit ini yang dari beberapa
tahun hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. Penyaki tkusta jarang ditemukan
pada bayi. Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan dari
pada orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada kelompok dewasa adalah usia
25-35 tahun sedangkan pada kelompok anak adalah usia 10-12 tahun.
(Mansjoer, 2000)
8
2. Tuberculoid leprosy
Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi datar yang di antaranya
berukuran besar dan mati rasa. Selain itu, beberapa saraf juga dapat
terkena.Tuberculoid leprosy dapat sembuh dengan sendirinya, namun bisa
berlangsung cukup lama atau bahkan berkembang menjadi jenis kusta
yang lebih parah.
4. Mid-borderline leprosy
Jenis kusta ini ditandai dengan plak kemerahan, kadar mati rasa
sedang, serta membengkaknya kelenjar getah bening. Mid-borderline
leprosy dapat sembuh, bertahan, atau berkembang menjadi jenis kusta
yang lebih parah.
9
5. Borderline lepromatous leprosy
Jenis kusta ini ditandai dengan lesi yang berjumlah banyak (termasuk
lesi datar), benjolan, plak, nodul, dan terkadang mati rasa. Sama
sepertimid-borderline leprosy, borderline lepromatous leprosy dapat
sembuh, bertahan, atau berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
6. Lepromatous leprosy
Ini merupakan jenis kusta paling parah yang ditandai dengan lesi yang
mengandung bakteri dan berjumlah banyak, rambut rontok, gangguan
saraf, anggota badan melemah, serta tubuh yang berubah bentuk.
Kerusakan yang terjadi padalepromatous leprosy tidak dapat kembali
seperti semula.
10
F. CARA PENGOBATAN KUSTA
Padatahu 1982 WHO merekomendasikan pengobatan kusta dengan Multi
Drug Therapy ( MDT) untuktipe PB maupun MB. Multi Drug Therapy adalah
kombinasi dua atau lebih obat anti kusta. Obat MDT terdiriatas :
1. DDS(Dapson)
Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulphon. Sediaan berbentuk tablet
warna putih 50 mg dan 100 mg. Bersifat Bakteriostatik (menghambat
pertumbuhan kuman). Dosis Dewasa 100 mg perhari, anak 50 mg perhari.
2. Lamprene (B663) atau disebut klofazimin
Sediaan berbentuk kapsul lunak 50 mg dan 100 mg berwarna coklat.
Bersifat bakteriostatik, bakteri sidal lemah dan anti inflamasi. Cara
pemberian secara oral diminum sesudah makan
3. Rifampisin
Sediaan berbentuk kapsul 150mg , 300mg 450 mg dan 600 mg.
bersifat bakterisidal 99% kuman kusta mati dalam satu kali pemberian.
Pemberian secara oral diminum setengah jam sebelum makan.
11
G. CARA PENCEGAHAN KUSTA
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang
belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena
beradadisekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita
dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang
kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit
kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan
masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran
penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita
dan masyarakat (Depkes RI, 2006).
b. Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer
penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil
penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi
BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar
50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan
terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum
12
menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa
negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut
(Depkes RI, 2006).
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pengobatan pada
penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan
penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya
cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy
pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut
merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).
3. Pencegahan tersier
a. Pencegahan cacat kusta
Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada
penderita. Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :
1) Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita
sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk
mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.
2) Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk
mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah
mengalami gangguan fungsi saraf.
b. Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi
penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita
cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang
penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi
adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga
memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat
yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006).
Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :
1) Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk
mencegah terjadinya kontraktur.
2) Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan
agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan.
3) Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.
4) Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan
normal terbatas pada tangan.
13
5) Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.
Gambar 2. Proporsi dan Tren Penderita Kusta Baru di Sepuluh Provinsi Tahun
2015-2017
14
Berdasarkan angka prevalensi berdasarkan kusta per 10.000 penduduk
menurut provinsi di tahun 2017 dimana provinsi Papua Barat berada diurutan
pertama dengan angka tinggi yaitu sebesar 11. 48 dan prevalensi terendah
Kalimantan Barat 0.04.
15
Tahun 2019 di Provinsi Jawa Barat terdapat 456 Kasus baru dengan
kasus terbanyak sebesar 115 kasus di Bogor dan terdapat 4 daerah yang tidak
ditemukan kasus baru kusta yaitu Kab. Bandung, Kota Sukabumi, Kota Banjar,
Kota Tasikmalaya, Kota Cimahi
Dinkes open data Kota Tasikmalaya Tahun 2018 dan baru di Up pada 31
Juli 2019 jumlah kasus kusta. Terdapat kasus 4 laki-laki yang terkena Multi
Basiler / Kusta basah di Cibeureum dan Indihiang dan 2 di Parakanya.
1. Tatalaksana Pasien
16
7 Diagnosis dan + + +
pengobatan reaksi
8 Penentuan dan + + +
penanganan reaksi
9 Pemantauan pengobatan + + + +
reaksi
10 PDD dan perawatan diri +/- + + +
11 Penyuluhan perorangan + + + +
Pendukung pelayanan
12 Stok MDT + + +
13 Pengisian kartu pasien + + + +
14 Register kohort pasien + + +
15 Pelaporan + + +
16 Penanggungjawab + +
program
2. Tatalaksana program
No Kegiatan Kabupaten/kota
Bebantin Bebanre Propinsi Pusat
ggi ndah
1 Rapid village survey + + +
2 Intensifikasi + +
pemeriksaan kontak
serumah & lingkungan
3 Pemeriksaan + + +
laboratorium pada
pasien dengan diagnosis
meragukan
4 Penyuluhan dan + + + +
advokasi
5 Pelatihan petugas + +
puskesmas & RS
6 Pelatihan wasor +
kabupaten/kota
17
7 Supervise + + + +
8 Pencataan dan + + + +
pelaporan
9 Monitoring dan + + + +
evaluasi
10 Stock logistic MDT + + + +
11 Rehabilitasi medic + + + +
social ekonomi
12 Seminar dengan FK + +
13 Seminar dengan + + + +
sekolah calon tenaga
kesehatan lain
e. POD
Pemeriksaan POD dilakukan oleh petugas di PRK/RSUD/wasor.
Bila dipandang mampu petugas puskesmas non PRK dapat
melaksanakan POD dengan bimbingan dari wasor.
f. Perawatan diri
18
Penyuluhan tentang perawatan diri diberikan oleh
PRK/RSUD/wasor. Dan dapat didelegasikan kepada petugas puskesmas
non PRK yang telah dilatih secara OJT tentang perawatan diri. Pasien
perlu mendapatkan informasi penting berkaitan dengan kecacatan yang
diderita dan cara perawatan diri dengan leaflet
g. Rujukan pasien dengan komplikasi
Rujukan pasien dengan komplikasi, misalnya alergi
DDS/komplikasi lain harus dilakukan ke PRK/RSUD/wasor. Jika
kondisi pasien sangat berat harus dirujuk ke RS kabupaten.
BAB II
TARGET DAN STRATEGI
Pasal 2
1. Dalam rangka penanggulangan kusta, pemerintah pusat menetapkan
target eliminasi kusta
2. Penanggulangan kusta bertujuan untuk mencapai eliminasi kusta tingkat
provinsi pada tahun 2019 dantingkat kabupaten/kota pada tahun 2004
3. Indicator pencapaian target eliminasi kusta sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 berupa angka prevalensi<1/10.000 penduduk.
Pasal 3
Strategi eliminasi kusta meliputi:
1. Penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sector
2. Penguatan peranserta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan
3. Penyediaan sumber daya yang mencukupi dalam penanggulangan kusta
4. Penguatan system surveilans serta pemantauan dan evaluasi kegiatan
penanggulangan kusta.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
19
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae yang bersifat obligat intraselular, menyerang saraf parifer,
kulit, organ lain seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati, sumsum tulang
kecuali susunan saraf pusat dan menahun. Kusta dibagi dalam 2 tipe, yaitu:
1. Tipe Pausibasiler
2. Tipe Multibasiler
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi penularan antara lain :
1. Faktor penderita.
2. Faktor kuman kusta.
3. Faktor daya tahan tubuh orang lain.
4. Keadaan lingkungan hidup.
5. Faktor imunitas.
6. Faktor umur.
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau dari
penyakit tersebut.
Berdasarkan tingkat keparahan gejala, kusta dikelompokkan menjadi
enam jenis, yaitu:
1. Intermediate leprosy
2. Tuberculoid leprosy
3. Borderline tuberculoid leprosy
4. Mid-borderline leprosy
5. Borderline lepromatous leprosy
6. Lepromatous leprosy
Pada tahun 1982 WHO merekomendasikan pengobatan kusta dengan
Multi Drug Therapy ( MDT) untuktipe PB maupun MB. Multi Drug Therapy
adalah kombinasi dua atau lebih obat anti kusta. Obat MDT terdiriatas :
1. DDS (Dapson)
2. Lamprene (B663) atau disebut klofazimin
3. Rifampisin
Pencegahan kusta dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
a. Penyuluhan kesehatan
b. Pemberian imunisasi
2. Pencegahan sekunder
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan :
a. Pencegahan cacat kusta
20
b. Rehabilitasi kusta
B. SARAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22