Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh Mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi pembaca untuk
menambah wawasan dan dapat bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan
ilmu pengetahuan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I. Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam 1
II. Sains dan Teknologi dan Al-Qur’an dan Al-Hadits 3
III. Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits 6
IV. Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits 9
V. Islam: Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum 12
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 19
iii
BAB I
Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam
1
2. Konsep Ketuhanan dalam Islam
Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap
yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh
manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di
dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah.
Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung,
pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti
dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:
Artinya: “Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai
tandingan terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai
Allah”.
Artinya: “Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan
bumi, dan menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah”.
2
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu
berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru layak dinyatakan
bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas
dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan
ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan
sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam ajaran Islam diajarkan
kalimat “la illaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan. Yaitu
“tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal ini
menunjukkan bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam
Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu
Allah.Sebagian umat Islam yang memilih aliran mana saja (yang ada dalam agama
Islam) sebagai teologi yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari Islam.
BAB II
Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
Kita semua tahu bahwa ilmu pengetahuan dan ilmu agama sama pentingnya
bagi kehidupan manusia, kedua ilmu itu saling mengisi dalam rangka kebahagiaan di
dunia maupun di akhirat. Albert Einstein juga mengatakan bahwa “science without
religion is blind and religion without science is lame”.
3
Ilmu pengetahuan tanpa dilandasi agama akan buta dan agama tanpa didasari
ilmu pengetahuan akan menjadi lumpuh. Pendapat Einstein ini sangat penting untuk
umat beragama, karena ilmu pengetahuan yang dikuasai dengan baik akan menjadi
bermanfaat bagi umat manusia berkat adanya tuntunan agama. Dalam hal ini agama
akan menjadi pelita yang menerangi pemanfaatan pengetahuan bagi kesejahteraan
umat manusia.
Dalam Al-Qur’an surat Al-‘Alaq ayat 1-5, Tuhan telah mengisyaratkan agar
manusia mau belajar menguasai ilmu pengetahuan. Perintah Tuhan ini dalam firman-
Nya berbunyi: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan.
Dia menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmu lah Yang Maha
Pemurah. Yang mengajari manusia dengan perantara kalam. Dia mengajari manusia
apa yang belum dikethuinya”.
Jadi, dalam Al-Qur’an selain beribadah Tuhan juga menyuruh kita untuk
membaca dan belajar atau mencari ilmu. Ilmu akan membawa manusia kepada
pengakuan akan kebesaran Allah SWT dan hanya orang-orang berilmu saja yang
mudah menerima kenyataan akan kebesaran Allah SWT tersebut.
4
Ayat-ayat dalam Al-Qur’an selalu merangsang akal manusia untuk berfikir lebih
lanjut tentang isi ayat-ayatnya yang banyak menyangkut tentang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Ayat-ayat Al-Qur’an juga tidak ada yang menghambat kemauan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bahkan sebaliknya Al-Qur’an selalu menantang manusia
untuk menggunakan akalnya agar mendapatkan pelajaran dari ayat-ayatnya, contoh
dalam surat Ar-Rahman 55:33 yang artinya: “Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu
sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak
dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.
Contoh ayat lainnya adalah dalam surah Al-Anbiyaa’ 21:80 yang artinya: “Dan
telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi (perisai) untuk kamu, guna
memelihara kamu dalam peperanganmu. Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada
Allah)”.
Masih banyak lagi pembahasan mengenai ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi
dalam Al-Qur’an yang pada zaman ini telah ditemukan dan dimanfaatkan. Karena tidak
ada satu kitab pun di dunia ini yang lengkap dan sempurna seperti halnya kitab Al-
Qur’an.
Beberapa sains dan ilmu pengetahuan sudah dikabarkan oleh Al-Qur’an jauh
sebelum manusia menyadarinya. Berikut beberapa ilmuwan yang memeluk agama
Islam setelah melakukan penelitian:
5
A. Jacques Yues Costeau, masuk Islam setelah ia menemukan beberapa
kumpulan mata air yang tidak bercampur antara satu dengan yang lain.
B. Maurice Bucaille, masuk Islam setelah meneliti jasad Fir’aun.
C. Prof. willian Brown,masuk Islam setelah meneliti suara halus yang keluar dari
tumbuhan.
D. Fidelma O’leary, mendapat hidayah dan memeluk agama Islam setelah meneliti
saraf otak manusia.
E. Leopold Werner Ehrenfels, masuk Islam setelah meneliti tentang wudhu yang
terkait dengan pusat-pusat saraf yang paling peka dari tubuh manusia.
F. Keith Moore, masuk Islam setelah membaca atikel bahwa Al-Qur’an sudah
menjelaskan tentang perkembangan janin sampai lahir.
G. Masaru Emoto, masuk Islam setelah meneliti air zam-zam.
H. Tagatat Tajasen, masuk Islam setelah melakukan penelitian dermatologi.
I. Carner, masuk Islam setelah menemukan fakta-fakta tentang malam Lailatul
Qadar dan Ka’bah.
J. Jon Dean, masuk Islam setelah mempelajari kehidupan muslin di Arab Saudi.
BAB III
Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits
Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi
yang diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir
diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan
memasuki Surga terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya.
6
- Generasi Terbaik Umat Islam
Inilah beberapa generasi terbaik yang beliau sebutkan dalam hadits tersebut :
1. Sahabat
Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam secara langsung serta membantu perjuangan beliau.
Menurut Imam Ahmad, siapa saja diantara orang beriman yang bertemu dan melihat
Rasulullah, baik sebulan, sepekan, sehari atau bahkan cuma sesaat maka ia dikatakan
sebagai sahabat. Derajatnya masing-masing ditentukan dengan seberapa lama ia
menyertai Rasulullah.
Para sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Diantara sahabat yang terbaik adalah para Khulafaur
Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat yang namanya disebutkan oleh Rasulullah yang
mendapatkan jaminan surga.
Dan berikut adalah 10 sahabat Nabi Muhammad SAW yang dijamin masuk
surga. Nabi Muhammad SAW memiliki banyak sahabat, dan ada 10 nama sahabat
nabi yang disebut sebagai Al Asyaratul Al Mubasysyaruna bil Jannati. Arti dari sebutan
untuk 10 sahabat nabi tersebut adalah 10 orang yang dijanjikan masuk surga.
Dalam sebuah hadits dijelaskan: “Dari Abdurrahman bin Humaid dari bapaknya,
bahwasanya Sa’id bin Zaid telah menceritakan kepadanya di suatu kesempatan.
Sungguh Rasulullah SAW bersabda, ‘Sepuluh (sahabat kelak) di surga. Abu Bakar di
surga, Umar di surga, Usman, Ali, Zubair, Thalhah, Abdurrahman, Abu Ubaidah bin Al-
Jarrah, Saad bin Abi Waqqash’. Ia (Humaid) berkata, lalu Sa’id menghitung Sembilan
sahabat ini,dan diam di hitungan kesepuluh. Lalu kaum pun berkata, ‘Kami minta
kepadamu agar engkau bersumpah atas nama Allah wahai Abu A’war, Siapakah yang
kesepuluh?’. Ia menjawab, ‘Kalian memintaku untuk bersumpah atas nama Allah, Abu
A’war di surge. Yakni Sa’id bin Zaid bin Amr bin Naufail’. Aku (Tirmidzi) mendengar
Muhammad berkata, ‘Hadits ini lebih shahih dari pada hadits yang pertama’.” (HR. At
Tirmidzi).
2. Tabi’in
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau
setelah beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat
para sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari
para sahabat Rasulullah.
7
Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah
mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat, tetapi
tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah disebutkan secara
langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi tapi terkenal di
langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali, untuk mencari
Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan orang yang memiliki doa
yang diijabah oleh Allah.
Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar
RasulullahShallallahu ‘alaihiwasallambersabda: “Sebaik-baik umatku adalah pada
masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu
orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)
Adapun diantara orang-orang yang tergolong generasi tabi’in yakni Abu
Hanifah, Al-Hasan al-Bashri, Ali bin al-Husain Zainal Abidin, 'Alqamah bin Qais an-
Nakha'I, Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq, IbnuAbiMulaikah,
Muhammad bin al-Hanafiyah, Muhammad bin Sirin, Muhammad bin Syihabaz-Zuhri,
Salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab, Said bin al-Musayyib, Rabi'ahar-Ra'yi,
Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz, Urwah bin az-
Zubair, Uwaisash-sha'b, Abdul Rahman bin abdillah, Abu Muslim al-Khawlani, Abu
Suhail an-Nafi' bin 'Abdul Rahman, Al-Rabi bin Khuthaym, Ali Akbar, Ali bin Abu Talha,
Ali bin Husayn (Zain al-'Abidin), Amir bin Shurahabil ash-sha'bi, Ata bin AbiRabah,
Atiyya bin Saad
3. Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau
setelah mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan
generasi tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan
ilmu dari para tabi’in.
Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Malik bin Anas,
Muhammad bin Idris Asy-Syafi'I, Ahmad bin Hanbal, Ja'far al-Sadiq, al-Qasim bin
Muhammad bin Abu Bakr as-Siddiq (w. 108 H), Sufyan al-Tsauri (97–161 H), Sufyan
bin ‘Uyainah (107-198 H), Al-Auza'i (w. 158 H), Al-Laits bin Saad, Abdullah bin Al-
Mubarak, Waki', Abdurrahman bin Mahdi, Yahya bin Said Al-Qathan, Yahya bin Ma'in,
Ali bin Al-Madini, Abd al-Rahman al-Ghafiqi, Tariq bin Ziyad, Abdurrahman Al-Aiza’i bin
Amru, Nafi bin Umar bin Abdullah, Fudhoilbin Iyadh, Abu Bakar bin Ayash, Abu Yusuf
al-Qadhi, Marwan bin Mu’awiyah, Agusi bin Al-Mustajabi.
8
Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat
muslim yang datang belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari kitab-kitab
yang telah mereka tuliskan. Semoga kita bisa mengikuti para generasi terbaik umat ini.
BAB IV
Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits
Menurut istilah (terminologi), kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik
dari ummat (Islam) ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para
Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat),
kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut
Tabi’in)”.
Menurut al-Qalsyani: “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini
yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan menjaga Sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani
Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menegak-kan agama-Nya…”
9
Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah,
akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri
kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut
Tabi’in.
10
Sedangkan lawan dari Ahlus Sunnah adalah Ahlul bid’ah yaitu orang-orang
yang tetap mengerjakan bid’ah sesudah ditegakkan hujjah atas mereka, baik
bid’ah i’tiqadiyyah (keyakinan) maupun bid’ah amaliyah (amalan), tetapi kemudian
mereka tetap istiqamah dengan bid’ahnya (lihat Lau Kaana Khairan, hal. 170). Kita
tidak boleh sembarangan dalam menghukumi seseorang atau jama’ah sebagai ahli
bid’ah. Syaikh Al Albani berkata, “Terjatuhnya seorang ulama dalam bid’ah tidaklah
secara otomatis menjadikannya sebagai seorang ahli bid’ah….” “…Ada dua
persyaratan agar seseorang dikatakan sebagai ahli bid’ah:
- Ia bukanlah seorang mujtahid, namun seorang pengikut hawa nafsu.
- Berbuat bid’ah merupakan kebiasaannya (Silsilah Huda wa Nur, kaset no. 785)
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad (Ahli hadits Madinah saat ini) berkata, “Tidak
semua orang yang melakukan bid’ah secara otomatis menjadi ahli bid’ah. Hanyalah
dikatakan ahli bid’ah bagi orang yang telah jelas dan dikenal dengan bid’ahnya.
Sebagian orang sangat berani dalam pembid’ahan sampai-sampai mentabdi’ orang
yang memiliki kebaikan dan memberi manfaat yang banyak bagi masyarakat.
Sebagian orang menyebut setiap orang yang menyelisihinya sebagai ahli bid’ah.”
(dinukil dari Ringkasan buku Lerai Pertikaian, Sudahi Permusuhan karya Ustadz Abu
Abdil Muhsin hafizhahullah).
Ahlus Sunnah wal Jama’ah memiliki sebutan lain di kalangan para ulama
yaitu: Ash-habul Hadits atau Ahlul Hadits (pengikut dan pembela hadits), Ahlul
Atsar (pengikut jejak salaf), Ahlul Ittiba’ (Peniti Sunnah Nabi), Al Ghurabaa’ (Orang-
11
orang yang terasing dari berbagai keburukan), Ath Thaa’ifah Al Manshurah (Kelompok
yang mendapatkan pertolongan Allah) dan Al Firqah An Najiyah (Golongan yang
selamat). Dan pada saat sekarang ini ketika banyak kelompok dalam tubuh umat Islam
yang mengaku sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan pengikut Al Kitab dan As
Sunnah namun ternyata praktik dan ajarannya jauh menyimpang dari prinsip-prinsip
Salafush Shalih maka bangkitlah para ulama untuk memberikan sebuah istilah
pembeda yaitu Salafiyun (para pengikut Salaf) (lihat Mujmal Ushul Ahlis Sunnah, hal.
6, Limadza hal. 36-38, Minhaaj Al Firqah An Najiyah, hal. 6-17 dan Syarah ‘Aqidah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hal. 7-14).
BAB V
Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum
12
Allah SWT juga berfirman dalam QS. Al-Ma’idah ayat 93 yang artinya: “Tidak
berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang
mereka makan (dahulu), apabila mereka bertakwa dan beriman, serta mengerjakan
kebajikan, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, selanjutnya mereka (tetap
juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan”.
Ketika telah meraih kesuksesan, kadang seseorang lupa daratan. Ketika bisnis
di puncak kejayaan, manusia pun lupa akan kewajiban dari harta yang mesti
dikeluarkan dan lupa untuk saling berbagi.
Mencurahkan harta, pikiran, tenaga, bahkan jiwa itulah berbagi. Berbagi adalah
cara kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Jika ingin kekayaan, maka
berbagilah dengan rezeki. Jika mendambakan kebahagiaan, maka berikanlah
kebahagiaan. Jika mendambakan cinta, maka harus memberikan cinta. Karena
dengan memberi, kita akan menerima. Berbagi memperkaya hidup kita.
13
Belum lagi kaidah hukum dalam hal perundang-undangan yang simpang
siur penerapannya (kasus Prita). Agar suatu kaidah hukum berfungsi maka bila
kaidah itu berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaidah tersebut
merupakan kaidah mati (dode regel), kalau secara sosiologis (teori kekuasaan),
maka kaidah tersebut menjadi aturan pemaksa (dwang maat regel). Jika berlaku
secara filosofi, maka kemungkinannya hanya hukum yang dicita-citakan yaitu ius
constituendum.4 Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri, apakah cukup
sistematis, cukup sinkron, secara kualitatif dan kuantitatif apakah sudah cukup
mengatur bidang kehidupan tertentu. Dalam hal penegakan hukum mungkin
sekali para petugas itu menghadapi masalah seperti sejauh mana dia terikat oleh
peraturan yang ada, sebatas mana petugas diperkenankan memberi
kebijaksanaan. Kemudian teladan macam apa yang diberikan petugas kepada
masyarakat. Selain selalu timbul masalah jika peraturannya baik tetapi petugasnya
malah kurang baik. Demikian pula jika peraturannya buruk, maka kualitas petugas
baik.
Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum
dan keadilan sosial. Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum
artinya setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Dengan kata
lain hukum harus diterapkan secara adil. Keadilan hukum ternyata sangat erat
kaitannya dengan implementasi hukum di tengah masyarakat. Untuk mencapai
penerapan dan pelaksanaan hukum secara adil diperlukan kesadaran hukum bagi para
penegak hukum.
14
keadilan hukum, bukan malah berlaku zalim terhadap rakyatnya. Keadilan sosial
terdapat dalam kehidupan masyarakat, terdapat saling tolong-menolong
sesamanya dalam berbuat kebaikan. Terdapat naluri saling ketergantungan satu
dengan yang lain dalam kehidupan sosial (interdependensi). Keadilan sosial itu
diwujudkan dalam bentuk upah yang seimbang, untuk mencegah diskriminasi
ekonomi. Keadilan sosial adalah persamaan kemanusiaan, suatu penyesuaian
semua nilai, nilai-nilai yang termasuk dalam pengertian keadilan. Kepemilikan
atas harta seharusnya tidak bersifat mutlak. Perlu dilakukan pemerataan,
distribusi kekayaan anggota masyarakat. Bagaimana pemilik harta seharusnya
menggunakan hartanya. Penimbunan atau konsentrasi kekayaan, sehingga tidak
dimanfaatkan dalam sirkulasi dan distribusi akan merugikan kepentingan umum.
Sebaiknya harta kekayaan itu digunakan sebaik mungkin dan memberikan
manfaat bagi pemiliknya maupun bagi masyarakat.
15
“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu
tidak berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang
kamu kerjakan”(QS.5:8).
Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat
tegak berdiri kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi
keadilan hukum di masyarakat dewasa ini banyak ditemui sandungan yang
menyolok atas pandangan lebih terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang
punya kekayaan melimpah, sehingga rakyat banyak telah menyimpan imej
bertahun-tahun bahwa di negeri ini keadilan itu dapat dibeli. Lebih jauh kesamaan itu
dijabarkan Rachman di bukunya Political Science and Government dalam Ramly
Hutabarat di bukunya Hukum dan Demokrasi (1999) yaitu, yakni:
a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality)
b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil
c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan
pekerjaan
d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik.
16
DAFTAR PUSTAKA
umma.id. Inilah Generasi Terbaik Umat Islam. Diakses pada 22 Oktober 2020,
pada https://umma.id/article/share/id/1002/272772
17
almanhaj.or.id. Definisi Salaf, Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Diakses
pada 22 Oktober 2020, pada https://almanhaj.or.id/3428-definisi-salaf-definisi-ahlus-
sunnah-wal-jamaah.html
18
LAMPIRAN
19