Anda di halaman 1dari 22

ARTIKEL KEISLAMAN:

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)
5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN
HUKUM

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Rizki Agustina


NIM : G1D020055
Fakultas&Prodi: Matematika FMIPA
Semester :1

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas


selesainya tugas ini. Berkat anugerah dari-Nya penulis mampu menyelesaikan Artikel
Keislaman ini dengan tepat waktu.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad


SAW yang telah menunjukan kepada kita jalan yang lurus, berupa ajaran agama yang
sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh Mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi pembaca untuk
menambah wawasan dan dapat bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan
ilmu pengetahuan.

Mataram, 16 Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I. Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam 1
II. Sains dan Teknologi dan Al-Qur’an dan Al-Hadits 3
III. Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits 6
IV. Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits 9
V. Islam: Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum 12
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 19

iii
BAB I
Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam

1. Filsafat Ketuhanan dalam Islam

Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk


menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya
dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yang artinya: “Maka pernahkah kamu melihat orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”

Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk


dirinya sendiri: “Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui
tuhan bagimu selain aku.”

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa


mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun
benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam
Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda
(mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak
mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,
berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut: “Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang
dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia
merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya”.

Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya


yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan
atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan
bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut: “Al-ilah ialah: yang


dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di
hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika
berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri,
meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat
mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya” (M.Imaduddin, 1989:56).

1
2. Konsep Ketuhanan dalam Islam

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap
yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh
manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di
dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu  Allah, dan selain Allah.
Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung,
pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti
dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

ِ ‫ُون هَّللا ِ أَ ْندَ ا ًدا ُي ِحبُّو َن ُه ْم َكحُبِّ هَّللا‬


ِ ‫اس َمنْ َي َّتخ ُِذ مِنْ د‬
ِ ‫َوم َِن ال َّن‬

Artinya: “Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai
tandingan terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai
Allah”.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep


tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-
ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu
Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar
15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat
Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di
kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah,
kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan
tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi
Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan
konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep
ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka
yakini tentu tidak demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan


dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

َ ‫ْس َو ْال َق َم َر َل َيقُولُنَّ هَّللا ُ َفأ َ َّنى ي ُْؤ َف ُك‬


‫ون‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
lَ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّشم‬ ِ ‫َولَئِنْ َسأ َ ْل َت ُه ْم َمنْ َخلَقَ ال َّس َم َوا‬

Artinya: “Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan
bumi, dan menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah”. 

2
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu
berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru layak dinyatakan
bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas
dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan
ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan
sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana


dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai
jawaban atas perintah yang dijelaskankan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya
jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah
disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai
Uswah hasanah.

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam ajaran Islam diajarkan
kalimat “la illaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan. Yaitu
“tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal ini
menunjukkan bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam
Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu
Allah.Sebagian umat Islam yang memilih aliran mana saja (yang ada dalam agama
Islam) sebagai teologi yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari Islam.

Manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan


logika didalam Al-Qur’an, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya.
Dengan begitu orang-orang komunis pada hakikatnya juga mempunyai Tuhan. Adapun
Tuhan mereka adalah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka sendiri.

BAB II
Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits

Kita semua tahu bahwa ilmu pengetahuan dan ilmu agama sama pentingnya
bagi kehidupan manusia, kedua ilmu itu saling mengisi dalam rangka kebahagiaan di
dunia maupun di akhirat. Albert Einstein juga mengatakan bahwa “science without
religion is blind and religion without science is lame”.

3
Ilmu pengetahuan tanpa dilandasi agama akan buta dan agama tanpa didasari
ilmu pengetahuan akan menjadi lumpuh. Pendapat Einstein ini sangat penting untuk
umat beragama, karena ilmu pengetahuan yang dikuasai dengan baik akan menjadi
bermanfaat bagi umat manusia berkat adanya tuntunan agama. Dalam hal ini agama
akan menjadi pelita yang menerangi pemanfaatan pengetahuan bagi kesejahteraan
umat manusia.

Dalam Al-Qur’an surat Al-‘Alaq ayat 1-5, Tuhan telah mengisyaratkan agar
manusia mau belajar menguasai ilmu pengetahuan. Perintah Tuhan ini dalam firman-
Nya berbunyi: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan.
Dia menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmu lah Yang Maha
Pemurah. Yang mengajari manusia dengan perantara kalam. Dia mengajari manusia
apa yang belum dikethuinya”.

Tuhan juga memberikan ilmu pengetahuan kepada manusia sejak awal


penciptaan manusia sebagai pembeda dengan makhluk lainnya. Hal ini dapat dilihat
pada surat Al-Baqarah ayat 31-33. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa Tuhan
mengajari (memberi) suatu ilmu kepada manusia yang tidak diberikannya kepada
malaikat. Tuhan mengetahui segala yang terlahir maupun yang tersembunyi (didalam
hati) dan ilmu Tuhan sangat luas, meliputi segala rahasia yang ada di langit dan di
bumi. Ilmu yang diberikan Tuhan kepada manusia hanya sebagian kecil saja dari
seluruh ilmu Tuhan, seperti yang tercermin dalam firman Allah: “…dan tidaklag kamu
diberi pengetahuan melainkan sedikit” (QS. Al-Isra’ 17:85).

Jadi, dalam Al-Qur’an selain beribadah Tuhan juga menyuruh kita untuk
membaca dan belajar atau mencari ilmu. Ilmu akan membawa manusia kepada
pengakuan akan kebesaran Allah SWT dan hanya orang-orang berilmu saja yang
mudah menerima kenyataan akan kebesaran Allah SWT tersebut.

Hubungan Al-Qur’n dengan ilmu pengetahuan dan teknologi kaitannya sangat


erat. Ilmu-ilmu yang terdapat dalam Al-Qur’an ada yang langsung mudah dipahami
karena tersurat langsung pada ayat-ayatnya, namun ada pula ilmu-ilmu yang dimaksud
harus direnungkan terlebih dahulu, perlu pemikiran lebih lanjut karena hanya tersirat
pada ayat-ayatnya.

4
Ayat-ayat dalam Al-Qur’an selalu merangsang akal manusia untuk berfikir lebih
lanjut tentang isi ayat-ayatnya yang banyak menyangkut tentang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Ayat-ayat Al-Qur’an juga tidak ada yang menghambat kemauan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bahkan sebaliknya Al-Qur’an selalu menantang manusia
untuk menggunakan akalnya agar mendapatkan pelajaran dari ayat-ayatnya, contoh
dalam surat Ar-Rahman 55:33 yang artinya: “Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu
sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak
dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.

Ayat diatas mengandung isyarat bahwa manusia harus mempunyai kekuatan


untuk mengalahkan gaya tarik bumi, mana kala manusia ingin menembus penjuru
langit meninggalkan bumi. Untuk manusia yang hidup pada zaman maju sekarang ini,
tentulah tidak sulit untuk mengatakan bahwa kekuatan yang dimaksudkan adalah
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang peroketan yang dapat
mengantarkan manusia ke luar angkasa.

Contoh ayat lainnya adalah dalam surah Al-Anbiyaa’ 21:80 yang artinya: “Dan
telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi (perisai) untuk kamu, guna
memelihara kamu dalam peperanganmu. Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada
Allah)”.

Ayat diatas menyiratkan mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi tentang


bagaimana mengerjakan logam (besi) agar bisa dibuat baju besi (perisai) sehingga
pemakainya tahan terhadap sabetan pedang dan juga tidak tembus panah. Pada saat
ini juga telah dibuat baju (rompi) tahan peluru yang dipakai pejabat negara dan
petugas keamanan demi keselamatan dari tembakan.

Masih banyak lagi pembahasan mengenai ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi
dalam Al-Qur’an yang pada zaman ini telah ditemukan dan dimanfaatkan. Karena tidak
ada satu kitab pun di dunia ini yang lengkap dan sempurna seperti halnya kitab Al-
Qur’an.

Beberapa sains dan ilmu pengetahuan sudah dikabarkan oleh Al-Qur’an jauh
sebelum manusia menyadarinya. Berikut beberapa ilmuwan yang memeluk agama
Islam setelah melakukan penelitian:

5
A. Jacques Yues Costeau, masuk Islam setelah ia menemukan beberapa
kumpulan mata air yang tidak bercampur antara satu dengan yang lain.
B. Maurice Bucaille, masuk Islam setelah meneliti jasad Fir’aun.
C. Prof. willian Brown,masuk Islam setelah meneliti suara halus yang keluar dari
tumbuhan.
D. Fidelma O’leary, mendapat hidayah dan memeluk agama Islam setelah meneliti
saraf otak manusia.
E. Leopold Werner Ehrenfels, masuk Islam setelah meneliti tentang wudhu yang
terkait dengan pusat-pusat saraf yang paling peka dari tubuh manusia.
F. Keith Moore, masuk Islam setelah membaca atikel bahwa Al-Qur’an sudah
menjelaskan tentang perkembangan janin sampai lahir.
G. Masaru Emoto, masuk Islam setelah meneliti air zam-zam.
H. Tagatat Tajasen, masuk Islam setelah melakukan penelitian dermatologi.
I. Carner, masuk Islam setelah menemukan fakta-fakta tentang malam Lailatul
Qadar dan Ka’bah.
J. Jon Dean, masuk Islam setelah mempelajari kehidupan muslin di Arab Saudi.

BAB III
Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits

Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi
yang diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir
diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan
memasuki Surga terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya.

Allah telah memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa


sallam, dalam firman-Nya : “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah..” (QS. Ali Imran : 110)

Tetapi diantara umat Rasulullah, terdapat beberapa generasi terbaik,


sebagaimana beliau sebutkan dalam sebuah hadits mutawatir, beliau bersabda :
“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku (yakni sahabat), kemudian orang-orang
yang mengiringinya (yakni tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yakni
generasi tabi’ut tabi’in).” (mutawatir. HR. Bukhari dan yang lainnya).

6
- Generasi Terbaik Umat Islam
Inilah beberapa generasi terbaik yang beliau sebutkan dalam hadits tersebut :

1. Sahabat
Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam secara langsung serta membantu perjuangan beliau.
Menurut Imam Ahmad, siapa saja diantara orang beriman yang bertemu dan melihat
Rasulullah, baik sebulan, sepekan, sehari atau bahkan cuma sesaat maka ia dikatakan
sebagai sahabat. Derajatnya masing-masing ditentukan dengan seberapa lama ia
menyertai Rasulullah.
Para sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Diantara sahabat yang terbaik adalah para Khulafaur
Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat yang namanya disebutkan oleh Rasulullah yang
mendapatkan jaminan surga.
Dan berikut adalah 10 sahabat Nabi Muhammad SAW yang dijamin masuk
surga. Nabi Muhammad SAW memiliki banyak sahabat, dan ada 10 nama sahabat
nabi yang disebut sebagai Al Asyaratul Al Mubasysyaruna bil Jannati. Arti dari sebutan
untuk 10 sahabat nabi tersebut adalah 10 orang yang dijanjikan masuk surga.
Dalam sebuah hadits dijelaskan: “Dari Abdurrahman bin Humaid dari bapaknya,
bahwasanya Sa’id bin Zaid telah menceritakan kepadanya di suatu kesempatan.
Sungguh Rasulullah SAW bersabda, ‘Sepuluh (sahabat kelak) di surga. Abu Bakar di
surga, Umar di surga, Usman, Ali, Zubair, Thalhah, Abdurrahman, Abu Ubaidah bin Al-
Jarrah, Saad bin Abi Waqqash’. Ia (Humaid) berkata, lalu Sa’id menghitung Sembilan
sahabat ini,dan diam di hitungan kesepuluh. Lalu kaum pun berkata, ‘Kami minta
kepadamu agar engkau bersumpah atas nama Allah wahai Abu A’war, Siapakah yang
kesepuluh?’. Ia menjawab, ‘Kalian memintaku untuk bersumpah atas nama Allah, Abu
A’war di surge. Yakni Sa’id bin Zaid bin Amr bin Naufail’. Aku (Tirmidzi) mendengar
Muhammad berkata, ‘Hadits ini lebih shahih dari pada hadits yang pertama’.” (HR. At
Tirmidzi).

2. Tabi’in
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau
setelah beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat
para sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari
para sahabat Rasulullah.

7
Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah
mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat, tetapi
tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah disebutkan secara
langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi tapi terkenal di
langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali, untuk mencari
Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan orang yang memiliki doa
yang diijabah oleh Allah.
Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar
RasulullahShallallahu ‘alaihiwasallambersabda: “Sebaik-baik umatku adalah pada
masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu
orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)
Adapun diantara orang-orang yang tergolong generasi tabi’in yakni Abu
Hanifah, Al-Hasan al-Bashri, Ali bin al-Husain Zainal Abidin, 'Alqamah bin Qais an-
Nakha'I, Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq, IbnuAbiMulaikah,
Muhammad bin al-Hanafiyah, Muhammad bin Sirin, Muhammad bin Syihabaz-Zuhri,
Salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab, Said bin al-Musayyib, Rabi'ahar-Ra'yi,
Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz, Urwah bin az-
Zubair, Uwaisash-sha'b, Abdul Rahman bin abdillah, Abu Muslim al-Khawlani, Abu
Suhail an-Nafi' bin 'Abdul Rahman, Al-Rabi bin Khuthaym, Ali Akbar, Ali bin Abu Talha,
Ali bin Husayn (Zain al-'Abidin), Amir bin Shurahabil ash-sha'bi, Ata bin AbiRabah,
Atiyya bin Saad

3. Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau
setelah mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan
generasi tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan
ilmu dari para tabi’in.
Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Malik bin Anas,
Muhammad bin Idris Asy-Syafi'I, Ahmad bin Hanbal, Ja'far al-Sadiq, al-Qasim bin
Muhammad bin Abu Bakr as-Siddiq (w. 108 H), Sufyan al-Tsauri (97–161 H), Sufyan
bin ‘Uyainah (107-198 H), Al-Auza'i (w. 158 H), Al-Laits bin Saad, Abdullah bin Al-
Mubarak, Waki', Abdurrahman bin Mahdi, Yahya bin Said Al-Qathan, Yahya bin Ma'in,
Ali bin Al-Madini, Abd al-Rahman al-Ghafiqi, Tariq bin Ziyad, Abdurrahman Al-Aiza’i bin
Amru, Nafi bin Umar bin Abdullah, Fudhoilbin Iyadh, Abu Bakar bin Ayash, Abu Yusuf
al-Qadhi, Marwan bin Mu’awiyah, Agusi bin Al-Mustajabi.

8
Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat
muslim yang datang belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari kitab-kitab
yang telah mereka tuliskan. Semoga kita bisa mengikuti para generasi terbaik umat ini.

BAB IV
Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits

Menurut bahasa (etimologi), Salaf artinya yang terdahulu (nenek moyang),


yang lebih tua dan lebih utama. Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan salaf
seseorang, maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.

Menurut istilah (terminologi), kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik
dari ummat (Islam) ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para
Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat),
kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut
Tabi’in)”.

Menurut al-Qalsyani: “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini
yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan menjaga Sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani
Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menegak-kan agama-Nya…”

Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-‘Aqiidatul


Islamiyyah bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah: “Penetapan istilah Salaf tidak cukup
dengan hanya dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Qur-an dan As-
Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (tentang ‘aqidah, manhaj, akhlaq dan
suluk-pent.). Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah
mengenai ‘aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut
Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa
pendapatnya menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi
meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Ta-bi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

9
Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah,
akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri
kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut
Tabi’in.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka


mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap
orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka -di
sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf
bukan kelompok atau golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi
merupakan manhaj (sistem hidup dalam ber-‘aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak
dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi, pengertian Salaf
dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan ‘aqidah dan manhaj menurut
apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat
Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H) berkata:


“Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan
menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu karena
manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.”

Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan


Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sunnah para sahabatnya dan juga
orang-orang yang mengikuti mereka dan menempuh jalan mereka dalam
berkeyakinan, berucap dan mengerjakan amalan, demikian pula orang-orang yang
konsisten di atas jalur ittiba’ (mengikuti Sunnah) dan menjauhi jalur ibtida’ (mereka-
reka bid’ah). Mereka senantiasa ada, eksis dan mendapatkan pertolongan (dari Allah)
hingga datangnya hari kiamat. Oleh sebab itu maka mengikuti mereka adalah hidayah
sedangkan menyelisihi mereka adalah kesesatan. Mereka itulah yang disebut dengan
istilah ‘salaf’ (lihat Al Wajiz fi ‘Aqidati Salafish Shalih, hal. 30, Panduan Aqidah
Lengkap hal. 40, baca juga definisi Ahlus Sunnah di dalam Ma’alim Ushul Fiqh ‘inda
Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 17-18, karya Syaikh Doktor Muhammad bin Husain Al
Jizani hafizhahullah).

10
Sedangkan lawan dari Ahlus Sunnah adalah Ahlul bid’ah yaitu orang-orang
yang tetap mengerjakan bid’ah sesudah ditegakkan hujjah atas mereka, baik
bid’ah i’tiqadiyyah (keyakinan) maupun bid’ah amaliyah (amalan), tetapi kemudian
mereka tetap istiqamah dengan bid’ahnya (lihat Lau Kaana Khairan, hal. 170). Kita
tidak boleh sembarangan dalam menghukumi seseorang atau jama’ah sebagai ahli
bid’ah. Syaikh Al Albani berkata, “Terjatuhnya seorang ulama dalam bid’ah tidaklah
secara otomatis menjadikannya sebagai seorang ahli bid’ah….” “…Ada dua
persyaratan agar seseorang dikatakan sebagai ahli bid’ah:
- Ia bukanlah seorang mujtahid, namun seorang pengikut hawa nafsu.
- Berbuat bid’ah merupakan kebiasaannya (Silsilah Huda wa Nur, kaset no. 785)

Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad (Ahli hadits Madinah saat ini) berkata, “Tidak
semua orang yang melakukan bid’ah secara otomatis menjadi ahli bid’ah. Hanyalah
dikatakan ahli bid’ah bagi orang yang telah jelas dan dikenal dengan bid’ahnya.
Sebagian orang sangat berani dalam pembid’ahan sampai-sampai mentabdi’ orang
yang memiliki kebaikan dan memberi manfaat yang banyak bagi masyarakat.
Sebagian orang menyebut setiap orang yang menyelisihinya sebagai ahli bid’ah.”
(dinukil dari Ringkasan buku Lerai Pertikaian, Sudahi Permusuhan karya Ustadz Abu
Abdil Muhsin hafizhahullah).

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: Siapakah yang dimaksud


dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah? Beliau menjawab, “Yang disebut sebagai Ahlus
Sunnah wal jama’ah hanyalah orang-orang yang benar-benar berpegang teguh
dengan As Sunnah (ajaran Nabi) dan mereka bersatu di atasnya. Mereka tidak
menyimpang kepada selain ajaran As Sunnah, baik dalam urusan keyakinan ilmiah
maupun dalam masalah amal praktik hukum. Oleh sebab inilah mereka disebut dengan
Ahlus Sunnah, yaitu karena mereka bersatu padu di atasnya (di atas Sunnah). Dan
apabila anda cermati keadaan ahlul bid’ah niscaya anda dapatkan mereka itu
berselisih dalam hal metode akidah dan amaliah, ini menunjukkan bahwa mereka itu
sangat jauh dari petunjuk As Sunnah, tergantung dengan kadar kebid’ahan yang
mereka ciptakan.” (Fatawa Arkanul Islam, hal. 21).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah memiliki sebutan lain di kalangan para ulama
yaitu: Ash-habul Hadits atau Ahlul Hadits (pengikut dan pembela hadits), Ahlul
Atsar (pengikut jejak salaf), Ahlul Ittiba’ (Peniti Sunnah Nabi), Al Ghurabaa’ (Orang-

11
orang yang terasing dari berbagai keburukan), Ath Thaa’ifah Al Manshurah (Kelompok
yang mendapatkan pertolongan Allah) dan Al Firqah An Najiyah (Golongan yang
selamat). Dan pada saat sekarang ini ketika banyak kelompok dalam tubuh umat Islam
yang mengaku sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan pengikut Al Kitab dan As
Sunnah namun ternyata praktik dan ajarannya jauh menyimpang dari prinsip-prinsip
Salafush Shalih maka bangkitlah para ulama untuk memberikan sebuah istilah
pembeda yaitu Salafiyun (para pengikut Salaf) (lihat Mujmal Ushul Ahlis Sunnah, hal.
6, Limadza hal. 36-38, Minhaaj Al Firqah An Najiyah, hal. 6-17 dan Syarah ‘Aqidah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hal. 7-14).

BAB V
Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum

Islam mengajarkan kita untuk selalu berbagi, memberi, menolong, serta


membantu orang lain. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 177 yang
artinya: “Kebijakan itu bukanlah menghadapkan wajahmu kea rah timur dan ke barat,
tetapi kebijakan itu ialah (kebijakan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan
(musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang
melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa”.

Islam menganjurkan kita untuk selalu berbagi. Berbagi merupakan kebaikan,


merupakan sikap yang terpuji. Maka, dalam hidup hendaknya kita saling berbagi dan
peduli terhadap orang lain. Berbagi tidak dapat dilepaskan dari peduli. Berbagi
merupakan kebaikan dan orang yang berbuat kebaikan akan dicintai oleh Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ali-Imran ayat 134 yang artinya: “(yaitu)
orang-orang yang berinfak, baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai
orang yang berbuat kebaikan”.

12
Allah SWT juga berfirman dalam QS. Al-Ma’idah ayat 93 yang artinya: “Tidak
berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang
mereka makan (dahulu), apabila mereka bertakwa dan beriman, serta mengerjakan
kebajikan, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, selanjutnya mereka (tetap
juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan”.

Berbagi mengindikasikan pengorbanan dan kerelaan untuk member. Semakin


banyak memberi, semakin tidak akan merasa kekurangan. Ketika yang dikorbankan
adalah harga diri sendiri untuk meningkatkan harga diri orang lain. Disinilah keindahan
berbagi daripada sekedar menerima.

Ketika telah meraih kesuksesan, kadang seseorang lupa daratan. Ketika bisnis
di puncak kejayaan, manusia pun lupa akan kewajiban dari harta yang mesti
dikeluarkan dan lupa untuk saling berbagi.

Mencurahkan harta, pikiran, tenaga, bahkan jiwa itulah berbagi. Berbagi adalah
cara kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Jika ingin kekayaan, maka
berbagilah dengan rezeki. Jika mendambakan kebahagiaan, maka berikanlah
kebahagiaan. Jika mendambakan cinta, maka harus memberikan cinta. Karena
dengan memberi, kita akan menerima. Berbagi memperkaya hidup kita.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum di suatu


Negara antara lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan Kesadaran
hukum warga Negara. Dalam pelaksanaannya masih tergantung pada sistem
politik Negara yang bersangkutan. Jika sistem politik Negara itu otoriter maka sangat
tergantung penguasa bagaimana kaidah hukum, penegak hukum dan fasilitas
yang ada. Adapun warga Negara ikut saja kehendak penguasa (lihat synopsis).
Pada sistem politik demokratis juga tidak semulus yang kita bayangkan. Meski
warga Negara berdaulat, jika sistem pemerintahannya masih berat pada eksekutif
(Executive heavy) dan birokrasi pemerintahan belum direformasi, birokratnya
masih “kegemukan” dan bermental mumpung, maka penegakan hukum masih
mengalami kepincangan dan kelambanan (kasus “hotel bintang” di Lapas).

13
Belum lagi kaidah hukum dalam hal perundang-undangan yang simpang
siur penerapannya (kasus Prita). Agar suatu kaidah hukum berfungsi maka bila
kaidah itu berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaidah tersebut
merupakan kaidah mati (dode regel), kalau secara sosiologis (teori kekuasaan),
maka kaidah tersebut menjadi aturan pemaksa (dwang maat regel). Jika berlaku
secara filosofi, maka kemungkinannya hanya hukum yang dicita-citakan yaitu ius
constituendum.4 Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri, apakah cukup
sistematis, cukup sinkron, secara kualitatif dan kuantitatif apakah sudah cukup
mengatur bidang kehidupan tertentu. Dalam hal penegakan hukum mungkin
sekali para petugas itu menghadapi masalah seperti sejauh mana dia terikat oleh
peraturan yang ada, sebatas mana petugas diperkenankan memberi
kebijaksanaan. Kemudian teladan macam apa yang diberikan petugas kepada
masyarakat. Selain selalu timbul masalah jika peraturannya baik tetapi petugasnya
malah kurang baik. Demikian pula jika peraturannya buruk, maka kualitas petugas
baik.

Fasilitas merupakan sarana dalam proses penegakan hukum. Jika sarana


tidak cukup memadai, maka penegakan hukum pun jauh dari optimal. Mengenai warga
negara atau warga masyarakat dalam hal ini tentang derajat kepatuhan kepada
peraturan. Indikator berfungsinya hukum adalah kepatuhan warga. Jika derajat
kepatuhan rendah, hal itu lebih disebabkan oleh keteladanan dari petugas hukum.

Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum
dan keadilan sosial. Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum
artinya setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Dengan kata
lain hukum harus diterapkan secara adil. Keadilan hukum ternyata sangat erat
kaitannya dengan implementasi hukum di tengah masyarakat. Untuk mencapai
penerapan dan pelaksanaan hukum secara adil diperlukan kesadaran hukum bagi para
penegak hukum.

Dengan demikian guna mencapai keadilan hukum itu, maka faktor


manusia sangat penting. Keadilan hukum sangat didambakan oleh siapa saja
termasuk penjahat (pembunuh, pemerkosa, dan koruptor). Jika dalam suatu
negara ada yang cenderung bertindak tidak adil secara hukum, termasuk hakim,
maka pemerintah harus bertindak mencegahnya. Pemerintah harus menegakkan

14
keadilan hukum, bukan malah berlaku zalim terhadap rakyatnya. Keadilan sosial
terdapat dalam kehidupan masyarakat, terdapat saling tolong-menolong
sesamanya dalam berbuat kebaikan. Terdapat naluri saling ketergantungan satu
dengan yang lain dalam kehidupan sosial (interdependensi). Keadilan sosial itu
diwujudkan dalam bentuk upah yang seimbang, untuk mencegah diskriminasi
ekonomi. Keadilan sosial adalah persamaan kemanusiaan, suatu penyesuaian
semua nilai, nilai-nilai yang termasuk dalam pengertian keadilan. Kepemilikan
atas harta seharusnya tidak bersifat mutlak. Perlu dilakukan pemerataan,
distribusi kekayaan anggota masyarakat. Bagaimana pemilik harta seharusnya
menggunakan hartanya. Penimbunan atau konsentrasi kekayaan, sehingga tidak
dimanfaatkan dalam sirkulasi dan distribusi akan merugikan kepentingan umum.
Sebaiknya harta kekayaan itu digunakan sebaik mungkin dan memberikan
manfaat bagi pemiliknya maupun bagi masyarakat.

Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu


penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyata-nyata berlaku
dalam kehidupan manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat
berkembang maju dalam berjama’ah (Society).

Man is born as a social being. Hidup perorangan dan hidup


bermasyarakat berjalin, yang satu bergantung pada yang lain. Kita mahluk sosial
harus berhadapan dengan berbagai macam persoalan hidup, dari persoalan
rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara, berantara negara,
berantar agama dan sebagainya, semuanya problematika hidup duniawi yang
bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad Saw, meletakkan beberapa kaidah
yang memberi ketentuan-ketentuan pokok guna memecahkan persoalan-persoalan.

Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan lanjut M.


Natsir. Tiap-tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian
masyarakat, maka bisa merusak kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan
keadilan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa diawali dengan kedaulatan
hukum yang ditegakkan. Semua anggota masyarakat berkedudukan sama di
hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum semuanya sama, mulai dari masyarakat
yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi dalam Negara.

15
“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu
tidak berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang
kamu kerjakan”(QS.5:8).

“Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan hukum


atasmu seseorang budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama
dijalankannya hukum Allah Swt”. (H.R.Buchori dari Anas)

Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat
tegak berdiri kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi
keadilan hukum di masyarakat dewasa ini banyak ditemui sandungan yang
menyolok atas pandangan lebih terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang
punya kekayaan melimpah, sehingga rakyat banyak telah menyimpan imej
bertahun-tahun bahwa di negeri ini keadilan itu dapat dibeli. Lebih jauh kesamaan itu
dijabarkan Rachman di bukunya Political Science and Government dalam Ramly
Hutabarat di bukunya Hukum dan Demokrasi (1999) yaitu, yakni:
a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality)
b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil
c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan
pekerjaan
d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik.

QS.4:135.”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang


tegak menegakkan keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun
terhadap dirimu sendiri atau ibu bapakmu atau kerabatmu”.

16
DAFTAR PUSTAKA

Wardana, Wisnu Arya, Al-Qur’an dan Energi Nuklir, Yogyakarta: Pustaka


Belajar, 2004

sites.google.com. Konsep Ketuhanan dalam Islam-Pendidikan Agama Islam.


Diakses pada 17 Oktober 2020, dari https://sites.google.com/site/ujppai/materi-
kuliah/materi-03

academia.edu. (2014). Konsep Ketuhanan Dalam Islam. Diakses pada 17


Oktober 2020, pada
https://www.academia.edu/9786940/Konsep_Ketuhanan_Dalam_Islam

kompasiana.com. 13 September 2016. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam


Al-Qur’an. Di akses pada 22 Oktober 2020, pada
https://www.kompasiana.com/alifah97/57d754f2db22bd1e0751ef9d/ilmu-pengetahuan-
dan-teknologi-dalam-al-quran?page=all

palembang.tribunnews.com. 27 Februari 2020. 10 Ilmuwan Ini Langsung


Bersyahadat Masuk Islam Jadi Mualaf Saat Penelitiannya Terjawab di Alquran.
Diakses pada 22 Oktober 2020, pada
https://palembang.tribunnews.com/2020/02/22/10-ilmuwan-ini-langsung-bersyahadat-
masuk-islam-jadi-mualaf-saat-penelitiannya-terjawab-di-alquran?page=all

umma.id. Inilah Generasi Terbaik Umat Islam. Diakses pada 22 Oktober 2020,
pada https://umma.id/article/share/id/1002/272772

newsmaker.tribunnews.com. 8 Juli 2020. PANTAS 10 Sahabat Nabi


Muhammad Ini Dijamin Masuk Surga, Ada yang Rela Nyawa Demi Rasulullah SAW.
Diakses pada 22 Oktober 2020, pada
https://newsmaker.tribunnews.com/2020/07/08/pantas-10-sahabat-nabi-muhammad-
ini-dijamin-masuk-surga-ada-yang-rela-nyawa-demi-rasulullah-saw

17
almanhaj.or.id. Definisi Salaf, Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Diakses
pada 22 Oktober 2020, pada https://almanhaj.or.id/3428-definisi-salaf-definisi-ahlus-
sunnah-wal-jamaah.html

muslim.or.id. 13 November 2008. Mari Mengenal Manhaj Salaf. Diakses pada


22 Oktober 2020, pada https://muslim.or.id/430-mari-mengenal-manhaj-salaf.html

wattpad.com. Motivasi dan Materi tentang Islam – Indahnya Berbagi – Wattpad.


Diakses pada 22 Oktober 2020, pada https://www.wattpad.com/620475266-motivasi-
dan-materi-tentang-islam-indahnya-berbagi#:~:text=Islam%20manganjurkan%20kita
%20untuk%20selalu,dan%20peduli%20terhadap%20orang%20lain.&text=Ya%2C
%20Berbagi%20merupakan%20kebaikan%20dan,akan%20dicintai%20oleh%20Allah
%20Swt.

18
LAMPIRAN

19

Anda mungkin juga menyukai