Anda di halaman 1dari 8

TUGAS RESUME BUKU FIQIH MUAMALAH

Nama : Yulita Tri Septi Mulyana

Kelas/Jurusan : MBS 2-D

NIM : 12405183161

Judul Buku : Fikih Muamalah

Tahun Terbit : 2017

Penulis : Prof. Dr. H. Ismail Nawawi, MPA, M.Si.

Tebal Buku : 340 Halaman

Editor : Zaenudin A. Naufal

Penerbit : Ghalia A. Naufal

Alamat Terbit : Bogor

Cetakan : Pertama

ASURANSI

A. Konsep Dasar Asuransi


Asuransi disebut pula takaful,ta’min, atau tadhamun, yaitu suatu usaha saling
melindungi dan saling tolong menolong di antara sejumlah orang melalui investasi
dala bentuk aset atau tabbaru’ melalui akad sesuai dengan syariah (Firdaus, 2005:60).
Pendapat lain dikemukakan oleh Fachrudin (1985:201), dia mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian keberuntungan.
Menurut pasal 246 Wectboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang
Perniagaan) bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetujuan yang
menyetujui bahwa pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk
menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan
diterima oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan
terjadi.
B. Landasan Hukum Asuransi
Dalil yang menjadi landasan hukum asuransi adalah firman Allah dalam
Alquran seperti dibawah ini:1

1
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia A. Naufal ,2017),hlm. 801
“hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakkan”.
(QS. Al – Hasyr [59]:18)
Adapun dalil yang bersumber dari beberapa hadits, antara lain adalah hadis
riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah yang artinya: “Orang yang melepaskan
seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di
hari kiamat,; dan Allah senantiasa menolong hamba-hamba-Nya selama dia (suka)
menolong saudaranya”. Juga hadits riwayat Imam Muslim dari Nu’man bin Basyir
yang artinya: “Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi
dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu);jikalau satu bagian menderita sakit, maka
bagian lain akan turut menderita”.
Sementara dalam kaidah ushul fiqh dikatakan bahwa: “Pada dasarnya, semua
bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali terdapat dalil yang mengharamkannya”.
Atau, “Pada mudarat harus dihindarkan sedapat mungkin”. Atau, “Segala mudarat
(bahaya) harus dihilangkan”.
C. Macam-Macam Asuransi
Menurut Fachrudin (1985:205-209) dan Suhendi (2008:307-309) menyebutkan
macam-macam asuransi berikut ini.
1. Asuransi Timbul Balik
Maksud dengan asuransi timbul balik adalah beberapa orang memberikan iuran
tertentu yang dikumpulkan dengan maksud meringankan beban seseorang dan
mereka saat mendapat kecelakaan. Jika uang yang dikumpulkan tersebut habis,
dipungut lagi iuran yang baru untuk persiapan selanjutnya.
2. Asuransi Dagang
Asuransi dagang adalah beberapa manusia yang senasib bermufakat dalam
mengadakan pertanggungjawaban bersama untuk memikul kerugian yang
menimpa salah seorang anggota mereka. Apabila timbul kecelakaan yang
merugikan, slah seorang anggota kelompoknya yang telah berjanji itu memikul
beban kerugian itu dengan cara memungut iuran yang telah ditetapkan atas dasar
kerja sama untuk meringankannya.2

3. Asuransi Pemerintah
2
Ibid, hlm. 802
Asuransi pemerintah adalah meminjam pembayaran harga kerugian kepada siapa
saja yang menderita di waktu terjadinya suatu kejadian yang merugikan tanpa
mempertimbangkan keuntungannya, bahkan pemerintah menanggung kekurangan
yang ada.
4. Asuransi Jiwa
Maksud asuransi jiwa adalah asuransi atas jiwa orang-orang yang menanggung
atas jiwa orang lain, penanggung (asurador) berjanji akan membayar sejumlah
uang kepada orang yang disebutkan namanya dalam polis apabila yang
menanggung (yang ditanggung) meninggal dunia atau sesudah melewati masa-
masa tertentu
5. Asuransi atas Bahaya yang Menimpa Badan
Maksudnya adalah asuransi dengan keadaan-keadaan tertentu pada asuransi jiwa
atau kerusakan diri seseorang, seperti asuransi mata, telinga, tangan, atau asuransi
atas penyakit tertentu.
6. Asuransi terhadap Bahaya Pertanggungjawaban Sipil
Maksudnya adalah asuransi yang diadakan terhadap benda-benda, seperti asuransi
rumah, perusahaan, mobil, kapal udara, kapal laut motor, dsb.3
D. Pandangan Ulama terhadap Asuransi
Diantara para ulama terdapat pendapat mengenai asuransi , baik asuransi jiwa
maupun asuransi kerugian. Perbedaan ini dapat dimaklumi karena masalah asuransi
merupakan lading ijtihadiah. Setidaknya ada tiga pendapat ulama tentang asuransi.
Pertama bahwa asuransi dalam segala aspeknya adalah haram, termasuk asuransi
jiwa. Pendapat ini didukung oleh para ulama, seperti sayid sabiq, Abdullah al-qalqali,
Muhammad yusuf qardawi dan Muhammad bakhtir al-muth'i. adapun alasan-alasan
mereka mengharamkan asuransi, antara lain:4
a. pada dasarnya asuransi itu sama atau serupa dengan judi
b. asuransi mengandung ketidakpastian
c. asuransi mengandung riba
d. asuransi bersifat exploitasi karena jika peserta tidak sanggup melanjutkan
pembayaran premi sesuai dengan perjanjian maka premi hangus/hilang atau
dikurangi secara tidak adil (peserta dizhalimi)

3
Ibid, hlm. 803
4
https://www.kompasiana.com/ulf/5acf802fbde57568553f5212/pendapat-ulama-tentang-asuransi?page=all
(diakses pada 23 Mei 2019, pukul 17.20)
e. premi yang diterima perusahaan diputar atau ditanam pada in vestasi yang
mengandung bunga/riba
f. asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar uang
dengan tidak tunai
Asuransi menjadi hidup mati seseorang sebagai objek bisnis yang berani
mendahului takdir Allah. Pendapat pertama ini mengarah pada praktik asuransi
konvensional yang mengandung gharar (ketidak pastian), maisir (untung-un tungan),
riba dan menempatkan posisi peserta sebagai pihak yang terzholimi karena adanya
lass premium. Kedua, pendapat yang membolehkan asuransi termasuk asuransi jiwa
dalam praktiknya sekarang, pendapat ini didukung oleh ulama seperti, abdul wahab
khallaf, Mustafa ahmad zarqa, Muhammad yusuf musa, dan Abdurrahman isa, alasan
mereka membolehkan adalah:
a. tidak ada teks dalam al-qur'an dan hadis yang melarang asuransi
b. ada kesepakatan atau kerelaan kedua belah pihak
c. mengandung kepentingan umum (maslahah amah)
d. asuransi termasuk akad mudharabah
e. asuransi termasuk koperasi (syirkah ta'awuniyah)
f. di qiyas kan (analog) dengan sistem pension.
Pendapat kedua ini lebih menitik beratkan pada jenis asuransi sosial, dan
koperasi yang dikelola oleh pemerintah dan bertujuan bukan komersial, melainkan
lebih pada kemaslahatan umat.
Ketiga pendapat bahwa asuransi bersifat syubhat. Para ulama berpendapat
seperti ini beralasan karna tidak ada dalil-dalil syar'I yang secara jelas mengharamkan
atau menghalalkan. Jika hukum asuransi dimasukkan dalam kata syubhad, kita harus
berhati-hati menghadapinya. Kita baru diperbolehkan menggunakan asuransi kalau
dalam keadaan darurat dan sangat dibutuhkan. Untuk saat ini setelah muncul asuransi
syariah tidak ada kata lagi istilah syubhat.
Nahdhotul ulama memutuskan bahwa asuransi jiwa hukumnya haram kecuali jika
memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
a. asuransi tersebut harus mengandung tabungan (saving)
b. peserta yang ikut asuransi harus berniat menabung
c. pihak perusahaan asuransi mengin vestasikan dana peserta dengan cara-cara
yang dibenarkan oleh syariah islam (bebas dari gharar, maisir, dan riba)
d. apabila peserta mengundurkan diri sebelum jatuh tempo, dan yang telah
dibayarkan pada pihak asuransi tidak hangus.
.Orang islam lain yang mengeluarkan fatwa tentang asuransi adalah persis atas
persatuan islam yang didirikan oleh A. hasan, bandung melalui majlis hisban dalam
siding ke 12 tanggal 26 juni 1995 di bandung, dikeluarkan fatwa bahwa:
a. semua asuransi konvensional yang ada ini mengandung unsur gharar, maisir,
riba.
b. sedangkan gharar, maisir, riba hukumnya haram
c. adapun takaful dapat dijadikan alternative pengganti (asuransi syariah) dengan
catatan takaful masih harus berusaha menyempurnakan apa yang telah ada.
Pendapat dari ketiga organisasi massa islam Indonesia tersebut mengarah pada praktik
asuransi syariah (takaful) karena hanya asuransi syariah yang memiliki sistem
operasional seperti yang disyariatkan oleh keputusan organisasi masyarakat islam.5
E. Asuransi dalam Sistem Islam
Menurut Shiddiqi (1987:60-62) bahwa rancangan asuransi yang dipandang sejalan
dengan nilai-nilai Islam diajukan sebagai berikut.
1. Semua asuransi yang menyangkut bahaya pada jiwa manusia, baik mengenai
anggota maupun kesehatan harus ditangani secara ekslusif di bawah pengawasan
negara. Jika nyawa anggota badan atau kesehatan manusia tertimpa akibat
kecelakaan pada industri atau ketika sedang melaksanakan tugas yang
diperintahkan oleh majikannya, beban pertolongan dan ganti rugi dibebankan
kepada pemilik pabrik atau majikannya.
2. Hendaknya sebagian besar bentuk asuransi yang berkaitan dengan jiwa,
perdagangan laut, kebakaran dan kecelakaan dimasukkan dalam sektor negara.
Beberapa diantaranya yang berurusan dengan kecelakaan tertentu, hak dan
kepentingan serta kontrak yang biasa diserahkan kepada sektor swasta.
F. Ketentuan Keabsahan Asuransi
Mengenai ketentuan pelaksanaan keabsahan Asuransi, Firdaus at al., (20055:64-
64) mengemukakan, Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) menetapkan bahwa
asuransi sah apabila sesuai dengan ketentuan-ketentuan berikut ini.
a. Asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah usaha saling melindungi
dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam

5
Ibid,
bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
b. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan
komersial. Dan dalam akad tijarah (mudharabah) perusahaan bertindak
sebagai mudharib (pengelola) dan peserta sebagai shahibu al-mal(pemegang
polis).jenis akad tijarah dapat diubah menjadi akad tabarru’.
c. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
kebajikan dan tolong menolong bukan semata tujuan komersial. Dalam akad
tabarru’ (hibah) peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk
menolong peserta lain yang terkena musibah, sedangkan perusahaan bertindak
sebagai pengelola dana hibah. Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi
tijarah.
d. Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberi asuransi sesuai
dengan kesepakatan dalam akad yang pembayarannya didasarkan atas jenis
tijarah dan tabarru’, premi yang berasal dari akad mudharabah dapat
diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-bagikan kepada peserta, dan
premi yang berasal dari akad tabarru’ dapat diinvestasikan.
e. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan
asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Klaim atas tijarah
sepenuhnya hak peserta dan merupakan kewajiaban perusahaan untuk
memenuhinya sedangkan klaim atas akad tabarru’ merupakan hak peserta dan
merpakan kewajiban perusahaan sebatas yang disepakati dalam akad.
f. Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang
berfungsi sebagai pemegang amanah.
G. Ketentuan Tambahan
Disamping berbagai ketentuan di atas, dalam pelaksanaan asuransi syariah juga
harus memerhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Implementasi dari fatwa ini masih selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS).6
2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara para pihak, penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitasi Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

6
Ibid, hlm. 806-808
3. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian
harinya ternyata terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
semestinya.
Oleh karena itu, pertimbangan DSN menetapkan keberadaan asuransi syariah sebagai
sistem Lembaga Keuangan Syariah, dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Dalam menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan
terjadinya resiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu
dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.
2. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut dapat dilakukan
melalui asuransi.
3. Bagi mayoritas umat Islam Indonesia, asuransi merupakan persoalan baru yang
masih banyak dipertanyakan, apakah status hukum maupun cara aktivitasnya
sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.
4. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan dan menjawab pertanyaan
masyarakat, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa
tentang asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah untuk dijadikan
pedoman oleh pihak-pihak yang memerlukannya.
H. Dampak Sosial Ekonomi Asuransi
Kegiatan asuransi merupakan usaha sosial dan ekonomi dalam perlindungan
terhadap bahaya yang menimpa pada kekayaan manusia bahkan pada jiwa manusia,
baik mengenai anggota badan maupun kesehatan. Bila hanya tertimpa bahaya,
misalnya, kebakaran, musibah dalam perdagangan laut, udara atau nyawa anggota
badan atau kesehatan manusia tertimpa akiat kecelakaan pada industri atau ketika
sedang melaksanakan tugas dalam proses industrialisasi beban pertolongan dan ganti
rugi dibebankan kepda pengusaha atau perusahaan.
Berkaitan dengan fenomena tersebut, individu harus diberi kebebasan
mengambil asuransi guna menanggulangi kerugian yang terjadi pada kepentingan
dirinya dan keluarganya oleh berbagai kecelakaan sehingga ia dapat memelihara
produktivitas ekonomi serta kelanjutan bisnisnya.7
LAMPIRAN

7
Ibid, hlm. 808

Anda mungkin juga menyukai