Fiqih
Fiqih
“Perempuan yang merdeka, baliq, akil ketika menikahkan dirinya sendiri dengan seorang laki-laki
atau mewakilkan kepada laki-laki lain dalam suatu pernikahan, maka pernikahan perempuan itu atau
suaminya diperbolehkan. Qaul Abi Hanifah, Zufar dan Abi Yusuf sama dengan yang awal,
perempuan itu boleh menikahkan dirinya sendiri dengan orang yang kufu’ atau yang tidak kufu’
dengan mahar yang lebih kecil atau rendah, ketika perempuan itu menikahkan dirinya sendiri dengan
seorang yang tidak kufu’, maka bagi para wali berhak menghalangi pernikahannya, bila
pernikahannya itu dengan mahar yang kecil.”
“Dari Aisyah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam bersabda, “perempuan
yang nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil. Jika sang laki-laki telah mencampurinya, maka ia
wajib membayar maskawin untuk kehormatan yang telah dihalalkan darinya, dan jika mereka
berselisih; maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.”(HR. Al-
Arba’ah)
“Dari Abu Burdah Ibnu Abu Musa, dari ayahnya Radhiyallahu Anhum bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,”Tidaklah sah suatu pernikahan kecuali dengan adanya wali.”(HR. Ahmad
dan Al-Arba’ah)
Hadits tersebut menjelaskan bahwa tidak ada suatu pernikahanpun yang dilaksanakan tanpa adanya
seorang wali dan pernikahan tanpa wali tersebut hukumnya tidak sah. Meskipun terdapat perbedaan
pendapat antara ulama, hukum pernikahan tanpa wali nikah tetaplah tidak diperbolehkan.
4. Berdasarkan Alqur’an
Memang tidak ada ayat al-Qur‟an yang menjabarkan dengan jelas tentang hukum pernikahan tanpa
adanya wali namun berdasarkan beberapa pendapat ulama maupun tafsir maka ada beberapa ayat
yang secara tidak langsung memberi pengertian bahwa seorang perempuan bisa menikah sendiri
tanpa adanya seorang wali. Hal ini disebutkan dalam Surat Al Baqarah berikut ini :
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali)
menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila Telah terdapat kerelaan di antara
mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu kepada Allah dan hari kemudian.itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui,
sedang kamu tidak Mengetahui. kawin lagi dengan bekas suami atau dengan laki-laki yang lain.”
Ayat diatas ditafsirkan bahwa ayat tersebut hanya menunjukkan tentang perintah Allah kepada para
wali untuk menikahkan anaknya perempuan mereka bukan perintah tentang harusnya keberadaan
dalam suatu pernikahan.
Meskipun demikian, masyarakat tetap berpegang bahwa seorang wanita harus menikah dengan izin
walinya dan nikah tanpa wali hukumnya tidak sah atau batal. Pernikahan sah jika semua rukun
dan syarat akad nikah terpenuhi dan wanita yang menikah tersebut bukanlah wanita yang haram
dinikahi oleh sang pria untuk menghindari adanya pernikahan sedarah.
Proses pernikahan tersebut boleh didahului oleh proses mengenal atau dalam islam
disebut ta’aruf dan kemudian bertunangan (baca tunangan dalam islam). Ada baiknya saat mencari
jodoh, kita mengetahui beberapa hal yang penting misalnya kriteria calon isteri maupun kriteria calon
suami yang baik agar nantinya tercipta pernikahan yang harmonis dan sesuai dengan kaidah islam.
Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak
mereka. (Fajar/pojoksatu)