NIM : 19060084
Kelas : B1 PGSD 2019
Materi pertama oleh Ibu Prof. Dr. Euis Eti Rohaeti dengan judul “Pengembangan Potensi
Siswa SD di Era New Normal”.Untuk mengembangkan potensi siswa SD di era New Normal
kita harus mengetahui terlebih dahulu siswa SD sudah sampai dimana tahap berfikirnya.
Menurut Tahap Berfikir Piaget:
1. Tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun)
2. Tahap Praoperasional (umur 2-7 tahun)
3. Tahap Operasional Konkret (umur 7-11 tahun)
4. Tahap Operasional Formal (umur 11 tahun ke atas)
Siswa SD seharusnya berada di Tahap Operasional Konkret, tapi sayangnya beberapa
penelitian yang sudah dilakukan menunjukan bahwa siswa kelas 2 SMA di Indonesia tahap
berfikirnya masih Operasional Konkret.
Tahap berfikir siswa SD – Operasional Konkret
1. Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkan masalanya.
2. Reversibility
Mulai memahami bahwa jumlah atu benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke
keadaan awal
3. Klasifikasi
Mampu memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukuran atau karakteristik lainnya.
4. Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang atau jumlah benda-benda tidak berhubungan
dengan pengaturan atau tampilan benda tersebut.
5. Pengurutan
Kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran bentuk atau ciri lainnya.
6. Penghilangan Sifat Egosentrisme
Anak/Siswa sudah mampu melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Beberapa aspek yang dapat dipertimbangkan dalam mengembangkan potensi diri anak:
1. Kecakapan
Kecakapan merupakan kemapuan atau kemahiran dalam mengerjakan sesuatu.
a. Kecakapan Nyata
Kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan pada setiap saat karena merupakan
hasil belajar yang telah dijalani.
b. Kecakapan Potensial
Kecakapan yang masih terpendam, masih bisa berpotensi untuk dikembangkan dan
diperoleh melaui bawaan seperti Intelegasi, dan Bakat.
Faktor yang dapat mempengaruhi kecakapan seseorang:
1. Faktor G (General), faktor ini biasanya umum yang bersifat bawaan.
2. Faktor S (Spesial), faktor khusus yang bersifat hasil belajar.
3. Faktor C (Kelompok/ Community), tempat kita bergaul atau dengan siapa kita berteman
juga mempengaruhi faktor kecakapan.
Potensi Diri:
1. Potensi Fisik: Bentuk tubuh, wajah, ketahanan tubuh, warna kulit.
2. Potensi Psikis : IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient), AQ (Adversity
Quotient), SQ (Spiritual Quotient).
Cara mengenali potensi diri pada anak:
1. Apa yang anak kuasai? (anak ahli dalam bidang apa?)
2. Apa yang anak sukai? (tidak disuruh atau tidak dibayar pun anak tetap melakukannya)
3. Apa yang paling suka anak bicarakan?
4. Apa yang anak punyai?
5. Apa kata orang-orang tentang anak kita?
Langkah konkretnya untuk mengenali potensi pada anak:
1. Kita dapat melakukan tes,
2. Coba berbagai kegiatan,
3. Terbuka dengan berbagai alternative pengembangan,
4. Diskusi dengan orang-orang terdekat,
5. Fokus kepada bidang yang ia sukai bukan bidang yang kita inginkan.
Potensi Psikis:
1. IQ (Intelligence Quotient), merupakan kecerdasan intelektual hanay berpengaruhnya 7%
- 20% . Jadi jangan terlalu fokus kepada hasil tes anak.
2. EQ (Emotional Quotient), merupakan kemapuan mendengarkan bisikan emosi dan
menjadikan sebagai sumber informasi yang penting untuk memahami diri sendiri dan
orang lain untuk mecapai tujuan. Orang yang kecerdasan emosional memiliki :
a. Kendali diri
b. Empati
c. Pengaturan Diri
d. Motivasi
e. Keterampilam Sosial
3. SQ (Spiritual Quotient), kecerdasan rohaniah yang menuntun diri kita yang
memungkinkan kita utuh atau kecerdasan yang memiliki peran penting dalam
meningkatkan karakter seseorang. Ciri orang yang memiliki kecerdasan spirituasl:
a. Kemampuan bersifat fleksibel
b. Derajat kesabaran diri yang tinggi
c. Kecakapan untuk menghadapi penderitaan
d. Kecakapan menghadapi rasa takut
e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai
f. Enggan melakukan hal yang merugikan
g. Kecenderungan melihat keterkaitan berbagai hal
h. Ditandai kecenderungan bertanya ‘mengapa’, ’bagaimana jika’
i. Pemimpin yang penuh pengabdian dan bertanggung jawab
4. AQ (Adversity Quotient), merupakan kemapuan yang dimiliki seseorang dalam
mengamati kesulitan dan mengolah kesulitan terserbut dengan kecerdasan yang di miliki
sehinga menjadi sebuah tantangan untuk di selesaikan (Stolz, 2000). Ada 3 tibgkatan
kecerdasan adversity:
a. Quitters : Orang yang memilih keluar, mengindari kewajiban, mundur dan berhenti.
b. Campers : Orang yang telah berusaha sedikit kemudian merasa puas ata apa yang
dicapainya.
c. Climbers : Individu yang melakukan usaha sepanjang hidupnya.
“New Normal” dinarasikan menjadi “Adaptasi Kebiasaan Baru”. Anak di era New
Normal adalah anak bisa tetap bekerja, belajar dan beraktifitas dengan produktif di era Pandemi
Covid-19. Banyak sekali permasalahan yang dihadapi di era New Normal ini, misalnya:
1. Belajar di rumah dengan segala permasalahannya
Suasan yang tidak kondusif tanpa pendampingan guru secara fisik
Ketidaksiapan perangkat untuk belajar online
Beratnya tugas dari guru dengan tengat waktu yang sempit
Masalah jaringan internet
Masalah kuota internet
Konsentrasi untuk belajar onlie
Ketidakmampuan orang tua menggantikan peran seorang guru.
2. Keterbatasan aktivitas yang disesuaikan dengan protokol kesehatan:
Aktivitas berkumpul anak dibatasi
Bosan, karena sifat eksplorasi dibatasi
Stres karena di rumah dalam jangka waktu lama
Banyak kebiasaaan baru yang harus beradaptasi dengan cepat
Materi kedua oleh Prof. Dr. Patta Bundu dengan judul “Landasan Teori Kurikulum
Merdeka Belajar- Kampus Merdeka”. Paradigma pendidikan di Indnesia ketinggalan jauh (2000
= 30 tahun, 2017 = 60 tahun) oleh karena itu perlu di geser paradigmanya dengan Paradigam
baru pendidikan.
Pergeseran paradigma dalam pendidikan (Unesco 2012)
Old Education Indicator New Educatioan
Content Focus Process
Teacher Ownership Students
What Expectation Why/How
Expert Leadaership Facilitator
Passive Students Generator
Feared Mistakes Learning tools
Programmed Classis Flexible
Theory Emphases Doing
Bagaimana kita mengejar ketertinggalan itu? Kalo kita terus mengikuti negara yang
sudah maju, kita tidak akan pernah mendapatkan itu. Apa yang bisa kita lakukan? Kita dapat
melakukan inovasi-inovasi tertentu di bidang pendidikan negara kita.
Inovasi Merdeka Belajar – Kampus Merdeka yang dikembangkan oleh Menteri
Pendidikan Indonesia agar tidak teralalu tertinggal dengan negara-negara lain. Landasan Utama
dari Merdeka Belajar – Kampus Merdeka:
1. UU No.12 Tahun 2012: Sistem Pendidikan Tinggi
2. Permendikmud, No.3 Tahun 2020: SN-Dikti
3. Buku Panduan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka
Merdeka Belajar
“ Memberi kebebasan dan otonomi kepada lembaga pendidikan, dan merdeka dari
birokrasi, dosen dibebaskan dari birokrasi yang berbelit, serta mahasiswa diberikan kebebasan
untuk memilih bidang yang disukai” – Nadiem Anwar Makarim (Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan)
Menurut Prof. Patta, guru harus bebas mengembangkan kurikulum di sekolahnya
pengembangan kurikulum di sini bagaimana kurikulum yang ada bisa dikembangkan dan di
aplikasikan di kelas dengan sebaik mungkin ini adalah makna dari “Merdeka”.
Ada 8 Kegiatan Pembelajaran dalam Merdeka Belajar:
1. Pertukaran Pelajar
2. Magang/Praktik Kerja
3. Asistensi Mengajar di Satuan Pendidikan
4. Penelitian/Riset
5. Proyek Kemanusiaan
6. Kegiatan Wirausaha
7. Studi/Proyek Independen
8. Membangun Desa/ Kuliah Kerja Nyata Tematik
Implementasi, bagaimana kurikulum itu di kembangkan sebaik mungkin sehingga
mungkin dengan itu tidak ada lagi yang mengeluh tentang pergantian kurikulum. Bahawa apapun
kurikulumnya pembelajarannya adalah pembelajaran aktif, bagaimana siswa itu belajar dengan
aktif. Ini memerlukan suatu pengembangan bagi seorang guru atau dosen untuk mengelola
kurikulum yang ada supaya siswa/mahasiswanya aktif.
Landasan Pengembangan Kurikulum:
1. Filosofis : Tujuan, materi, strategi, evaluasi
2. Psikologis: Pengembangan belajar
3. Sosiologis: Masyarakat IPTEK
Model Pengembangan Kurikulum dari Zais (1976):
Philosophical Assumtion
a. Epistemology the nature of Knowledge
b. Society/culture Aims, Goals, Objectives, Content,
c. The Individual Learning, Evaluation
d. Learning Theort
Tujuan:
Sebaiknya SMART.
S – Specific
M – Measurable
A – Achieveable
R – Reasonable / Realistics
T – Timeline
Bagaimana kurikulum dikembangkan sesuai LO?
“Starting with a clear learning outcomes of what is important for students ti be able to do...”
Bila mau tujuannya bagus sekali maka perjelas hasil belajar yang mau dicapai, apa yang penting
bagi siswa yang bisa dia lakukan...
Karena terlalu banyak kita memberikan konten materi sehingga siswa pintarnya dibidang
Knowledge dalam pengetahuan tapi tidak bisa dilakukan apa yang ia ketahui.
- Clarity & High Expectation – HOST (Syamsul Arifin, 2019)
- Ingat Taxonomi Bloom, Modifikasi oleh Kartwhol & Anderson, 2001
“If You Don’t Know Where You are Going... May End Up Anywhere”.
1. Kognitif
a. Teori Perkmbangan Jeam Piaget (1896-1980)
Proses kognitif anak sangat berbeda-bedavdari orang dewasa -> Anak-anak berubah
melalui empat tahap perkembangan secara otonom dan mandiri -> Guru harus
memberikan tugas yang seusai tahapan perkembangan anak dan memelihara kemandirian
berpikir dan kreativitas -> Tahap akhir dari pendidikan adalah menciptakan manusia tang
dapat membuat sesuatu yang baru.
b. Teori Belajar menurut Jerome Bruner (1915-2016)
a. Tahap enaktif, melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami
lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitar anak
menggunakan pengetahuan motorik.
b. Tahap ikonik, seseorang memahami obyek-obyek atau dunianya melalui gambar
dan visualisai verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitar anya anak
belajar melalui bentuk perumpamaan (Tampil) dan perbandingan (komparasasi)
c. Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan
abstrak yang dipengaruhi oleh kekmpuannya dalam berbahasan dan berlogika.
c. Teori belajar mermakna David Ausuber (1918-2008)
a. Hirarki belajar
b. Analisis tugas
c. Subsumptive sequence
d. Kurikulum spiral
e. Teori skema
f. Webteaching
g. Teori elaborasi
2. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik anak usia SD mengikuti prinsip-perinsip yang berlaku umum
menyangkut: tipe perubagan, pola pertumbuhan fisik dan karakteristik perkembangan secara
perbedaaan individual. Perubahan dalam proporsi mencakup fisik anak tetap berlangsung. Anak
menjadi lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat, dan lebih banyak belajar dalam berabagai
keterampialan.
3. Perkembangan Sosial
Perkembangan aspek sosial diawali pada masa kana-kanak (usia 3-5 tahun). Anak
senang bermainbersama teman sebagayanya. Hubungan persebayaan ini berjalan terus adan agak
pesat pada masa sekolah (usia 11-12 tahun) dan sangat pesat pada masa remaja (usia 16-18
rahun). Perkembangan sosial pada masa kanak-kanak berlangsung melalui hubungan antar teman
dalam berbagai bentuk permainan.
4. Perkembangan Bahasa
Aspek bahasa berkembang dimuali dengan peniruan bunyi dan suara, berlanjut dengan
meraban. Pada awal masa sekolah dasar bekembang kemampuan berbahasa sosial yaitu bahsa
untuk memahami perintah, ajakan serta hubugan anak dengan temna-temannya atau orang
dewasa. Pada akhir masa sekolah dasar bekembang bahasa pengetahuan.
5. Perkembangan Afektif
Perkembangan aspek afektif atau perasaan berjalan konstan, kecuali pada masa remaja
awal (13-14 tahun) dan remaja tengah (15-16 tahun). Pada masa remaja awal ditandai dengan
optimisme dan keceriaan dalam hidupnya, diseklingi rasa bingung mengahdapai perubahan-
perubahan yang terjadi dalam dirinya. Pada masa remaja tengah, rasa senang datang silih
berganti dan rasa duka, kegembiraan berganti kesedihan, rasa akrab bertukar dengan
kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini berakhir pada masa remaja akhir pada usia 18-21
tahun.
6. Perkembangan Moral Keagamaan
Aspek moral dan keagamaan juga sudah berkembang sejak anak masih kecil. Peranan
lingkungan terutama lingkungan keluarga sangat dominan bagi perkembangan aspek ini. Pada
mulanya anak melakuakn perbuatan bermoral dan keagamaan karena menirumbaru kemudian
menjadi perbuatan atas prakarsa sendiri.
Tingkatan tertinggi dalam perkembangan moral adalah melakukan sesuatu bermoral
karena panggilan hati nurani, tanpa perintah, tanpa mengharapkan sesuatu imbalan atau pujian.
Secara potensial tingkatan moral ini dapat dicapai oleh individu pada masa akhir remaja, tetapi
berpengaruh terhadap pencapaiannya.