Oleh
Nurul Hudha
041352845
Masalah kemiskinan memang sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendiri dan
implikasi permasalahan-nya dapat melibatkan berbagai segi kehidupan manusia. Dengan kata
lain bahwa kemiskinan ini merupa-kan masalah sosial yang sifatnya mendunia, artinya masalah
kemis-kinan sudah menjadi perhatian dunia, dan masalah tersebut ada di semua negara,
walaupun dampak dari kemiskinan berbedabeda.
Selain itu, kemiskinan dapat dilihat sebagai masalah multidimensi karena berkaitan
dengan ketidak-mampuan akses secara ekonomi, sosial, budaya, politik dan partisipasi dalam
masyarakat. Kemiskinan memiliki arti yang lebih luas dari sekedar lebih rendahnya tingkat
pendapatan atau konsumsi seseorang dari standar kesejahteraan terukur seperti kebutuhan kalori
minimum atau garis kemiskinan, akan tetapi kemiskinan memiliki arti yang lebih dalam karena
berkaitan dengan ketidakmampuan untuk mencapai aspek di luar pendapatan (non-income
factors) seperti akses kebutuhan minimun; kesehatan, pendidikan, air bersih, dan sanitasi.
Kompleksitas kemiskinan tidak hanya berhubungan dengan pengertian dan dimensi saja namun
berkaitan juga dengan metode yang digunakan untuk mengukur garis kemiskinan. Tulisan ini
mencoba memaparkan tentang kemiskinan berdasarkan konsep, model pengukuran dan alternatif
model dalam upaya mengentaskan kemiskinan.
II. KAJIAN PUSTAKA
Kemiskinan memiliki banyak definisi, dan sebagian besar sering mengaitkan konsep
kemiskinan dengan aspek ekonomi. Berbagai upaya untuk mendefinisikan kemiskinan dan
mengidentifikasikan kemiskinan sebenarnya menghasilkan suatu konsep pemikiran yang dapat
disederhanakan. Pertama, dari sudut pandang pengukuran, kemiskinan dibedakan menjadi dua
yaitu kemiskinan absolut dan relatif. Kedua dari sudut pandang penyebab, kemiskinan dapat
dikelompokkan menjadi kemiskinan alamiah dan struktural. Salah satu syarat penting agar suatu
kebijakan pengentasan kemiskinan dapat tercapai maka harus ada kejelasan mengenai kriteria
tentang siapa atau kelompok masyarakat mana yang masuk ke dalam kategori miskin dan
menjadi sasaran program. Salain itu ada syarat yang juga harus dipenuhi yaitu harus dipamahi
secara tepat mengenai penyebab kemiskinan itu sendiri di masing-masing komunitas dan
daerah/wilayah. Karena penyebab ini tidak lepas dari adanya pengaruh nilai-nilai lokal yang
melingkupi kehidupan masyarakatnya. Kemiskinan seringkali ditandai dengan tingginya tingkat
pengangguran dan keterbelakangan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan
berusaha dan terbatas aksesnya terhadap kegiatan ekonomi sehingga akan tertinggal jauh dari
masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi. Ukuran kemiskinan dilihat dari tingkat
pendapatan dapat dikelompokkan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif
(Kartasamita, Ginandjar: 1996: 234-235). Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila
pendapatannya lebih rendah dari garis kemiskinan absolut atau dengan istilah lain jumlah
pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum. Ukuran garis
kemiskinan yang digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) berdasarkan pendekatan kemiskinan
absolut, dengan mengacu pada definisi kemiskinan oleh Sayogyo (2000). Diukur dengan
menghitung jumlah penduduk yang memiliki pendapatan per kapita yang tidak mencukupi untuk
mengkonsumsi barang dan jasa yang nilainya ekuivalen dengan 20 kg beras per kapita per bulan
untuk daerah pedesaan, dan 30 kg beras untuk daerah perkotaan. Standar kecukupan pangan
dihitung setara 2.100 kilo kalori per kapita per hari ditambah dengan pengeluaran untuk
kebutuhan non makanan (perumahan, berbagai barang dan jasa, pakaian).
III. PEMBAHASAN
Kemiskinan merupakan salah satu masalah di negara indonesia yang masih belum bisa di
entaskan. Keadaan kemiskinan pada umumnya diukur dengan tingkat pendapatan Kemiskinan
merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang mencakup banyak segi, dan ditandai
dengan pengangguran dan keterbelakangan yang nantinya menjadi ketimpangan antar sektor,
wilayah dan antar kelompok atau golongan masyarakat (sosial). Kemiskinan dapat dimaknai
sebagai keadaan dari masyarakat yang hidup serba kekurangan, yang terjadi bukan karena dike-
hendaki oleh mereka..Dengan demikian kemiskinan merupakan masalah bersama antara
pemerintah, masyarakat dan segenap pelaku ekonomi
Kekeliruan kebijakan pemerintah adalah dengan menyerahkan pengelolaan Sumber Daya
Alam (SDA) Indonesia kepada pihak swasta (asing) dengan alasan demi efisiensi, kelancaran
dan persaingan yang kompetitif dalam mekanisme pasar. Dengan kebijakan tersebut,
sesungguhnya telah menjadi boomerang bagi negara sendiri. Karena otomatis perusahaan-
perusaan asing seperti Exxon Mobil Oil, Caltex, Newmount, Freeport dan yang lainnya bebas
mengeksploitasi kekayaan alam yang ada di Indonesia.
Akibatnya, bukan pemasukan negara yang bertambah, tetapi pemasukan asing yang bertambah.
Sedang pemasukan negara tidak juga bertambah (malah berkurang). Dalam kondisi yang seperti
ini, tampak jelas bahwa pemerintah sesungguhnya telah gagal dalam melindungi aset-aset atau
kekayaan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak, agar sepenuhnya tetap berada dalam
kekuasaan atau kepemilikan negara. Kalau setiap kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah
tidak juga memikirkan dampak buruknya terhadap tingkat kesejahteraan rakyat dan hanya
mementingkan kepentingan para pengusaha dengan tujuan mencari laba (keuntungan pihak-
pihak tertentu saja), rasanya kemiskinan akan sulit untuk dituntaskan. Karena dampak dari
kekeliruan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah imbasnya justru telah memporak-
porandakan kehidupan perekonomian masyarakat bawah yang selalu saja menjadi objek
penderita yang harus menerima segala kegagalan. Sehingga upaya pemerintah untuk
mengentaskan kemiskinan kini tak ubahnya seperti sebuah pertaruhan antara hidup dan
kematian.
Kemiskinan juga dapat disebabkan oleh keterbatasan kesempatan sebagian besar rakyat
Indonesia untuk mengakses sumber daya yang sebenarnya dapat berfungsi untuk menghasilkan
income (pendapatan), seperti keterbatasan modal dan asset untuk usaha dan keterbatasan akses
terhadap pelayanan sarana dan prasarana kesehatan dan sanitasi. Selain itu, tingginya tingkat
kemiskinan di negara kita juga disebabkan oleh rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM).
Dalam kaitannya dengan kualitas SDM, tentu kita dapat melihat bagaimana kondisi dunia
pendidikan kita. Apakah usaha pemerintah untuk melakukan pemerataan dan memajukan dunia
pendidikan di negara kita sudah benar-benar terwujud. Seperti kebijakan sertifikasi guru yang
telah ditetapkan pemerintah. Karena nyatanya hingga kini banyak guru yang mengajar di sekolah
(baik SD, SMP maupun SMU) kualitas keilmuannya masih sangat memprihatinkan.
Meskipun para guru telah mendapatkan kenaikan gaji dan tunjangan profesi guru. Lalu,
bagaimana kualitas SDM Indonesia akan meningkat, kalau SDM (tingkat keilmuan) gurunya saja
masih rendah. Tentu kondisi ini lagi-lagi akan menjadi kendala pemerintah untuk meningkatkan
kualitas SDM Indonesia. Padahal pendidikan merupakan modal terpenting untuk meningkatkan
taraf kesejahteraan hidup rakyat Indonesia. Maka tak salah kalau akhirnya Human Development
Indeks (HDI) yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional menunjukkan bahwa posisi
kualitas SDM Indonesia sangatlah rendah. Penyebab kemiskinan lain adalah budaya atau etos
kerja rakyat Indonesia yang kini sudah terdegradasi oleh pengaruh perkembangan zaman. Kini,
semangat untuk terus bekerja (melakukan apa saja) yang penting bisa menghasilkan uang
(penghasilan) dengan cara yang halal demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga telah beralih
pada etos kerja yang menghalalkan segala macam cara. Dan kini, budaya atau etos kerja itu telah
mengalami penurunan dan beralih menjadi budaya malas yang tahunnya hanya “meminta-minta
saja”. Makanya kini tidak heran kalau para pengemis, pengamen dan anak-anak jalanan kian
menjamur di kota-kota besar dan merupakan suatu bukti bagaimana pola pikir masyarakat kita
yang telah terdegradasi.
Maraknya tindakan korupsi di berbagai lembaga pemerintahan kita juga merupakan penyebab
lain, mengapa tingkat kemiskinan belum juga dapat ditekan. Karena miliaran hingga triliunan
uang negara yang telah diselewengkan oleh berbagai pejabat di pemerintahan kita telah
menimbulkan kerugian besar bagi keuangan negara. Di satu sisi negara ingin mengentaskan
kemiskinan dengan mengucurkan berbagai aliran dana kepada rakyat miskin. Tetapi di sisi lain,
ternyata banyak aliran dana yang malah diselewengkan oleh pejabat-pejabat kita di pemerintahan
hanya untuk kepentingan (memperkaya diri sendiri). Seharusnya dana yang diselewengkan oleh
para koruptor tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian di negara kita,
termasuk membantu rakyat miskin
Kemiskinan di indonesia, sampai saat sekarang masih banyak dan masih belum bisa ditangani
secara keseluruhan, makin bertambah dan banyak. Tapi semoga dengan adanya penangulangan
kemiskinan yang pemerintah adakan kemiskinan akan lebih bisa berkurang dan warga
masyarakat akan lebih sejahtera dan makmur.
IV. PENUTUP
Ada lima faktor yang diketahui berkorelasi dengan kemiskinan di Indonesia, yaitu
pendidikan, jenis pekerjaan, gender, akses terhadap pelayanan dasar dan infrastruktur serta lokasi
geografis. Perhatian pada faktor-faktor tersebut saat melakukan perumusan kebijakan akan
berdampak pada upaya pengentasan kemiskinan di setiap wilayah. Mengingat permasalahn
kemiskinan sangat kompleks, maka implementasi kebijakan dan program kemiskinan harus
dilakukan dengan cara konfrehensif dengan melibatkan semua unsur baik dari kalangan
masyarakat itu sendiri maupun dari pihak pemerintah maupun swasta, hal ini dapat dilakukan
dengan cara melakukan koordinasi, sehingga akan tercipta program yang berkesinambungan.
Yang pada akhirnya dapat membangkitkan penduduk miskin keluar dari kemiskinan.