Anda di halaman 1dari 5

KEPRIBADIAN MUSLIM

A. Aspek-Aspek Kepribadian
Di lihat dari segi pengertiannya, kepribadian mempunyai pengertian yang cukup banyak,
bahkan para ahli juga tidak sepakat dalam memutuskan batasan pengertian dari
kepribadian itu sendiri.
Secara definisi kepribadian sendiri adalah meliputi kwalitet keseluruhan dari seseorang.
Kwalitet itu akan tampak dalam cara-caranya berbuat, cara-caranya berpikir, cara-
caranya mengeluarkan pendapat, sikapnya, minatnya, filsafat hidupnya, serta
kepercayaannya.
Pada garis besarnya aspek-aspek kepribadian itu dapat digolongkan dalam tiga hal, yaitu
:
1. Aspek-aspek kejasmanian
2. Aspek-aspek kejiwaan
3. Aspek-aspek kerohanian yang luhur
Dari keseluruhan itulah kepribadian seseorang dinilai, misalnya : kepribadian si A
menyenangkan, kepribadian si B buruk atau kurang menyenangkan. Tentu saja menurut
ukuran si penilai berdasar nilai-nilai tertinggi yang diyakininya. Dari keseluruhan inilah
muncul nama-nama kepribadian nasional, kepribadian Kristen, kepribadian muslim, dan
lain-lain.

B. Proses Pembentukan Kepribadian Muslim


Pengertian kepribadian muslim adalah kepribadian yang menunjukkan tingkah laku luar,
kegiatan-kegiatan jiwa, dan filsafat hidup serta kepercayaan seorang Islam. Lebih
lengkapnya definisi kepribadian muslim itu sendiri ialah kepribadian yang seluruh
aspek-aspeknya baik tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat
hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan penyerahan dirinya
kepada-Nya.
Pembentukan kepribadian itu berlangsung secara berangsur-angsur, bukanlah hal yang
sekali jadi, melainkan sesuatu yang berkembang. Oleh karena itu, pembentukan
kepribadian merupakan suatu proses. Akhir dari perkembangan itu kalau berlangsung
dengan baik akan menghasilkan suatu kepribadian yang harmonis.
Kepribadian itu disebut harmonis kalau segala aspek-aspeknya seimbang, kalau tenaga-
tenaga kerja seimbang pula sesuai dengan kebutuhan.
Pada segi lain kepribadian yang harmonis dapat dikenal, pada adanya keseimbangan
antara peranan individu dengan pengaruh lingkungan sekitarnya.
Perlukah seorang Islam memiliki kepribadian yang harmonis? Dalam Al-Qur’an
dinyatakan bahwa orang-orang Muslimin haruslah memiliki kepribadian yang harmonis,
adapun bunyi ayatnya :
Artinya :
“Dan demikianlah Kami jadikan kamu suatu umat yang seimbang, adil, dan harmonis,
supaya kamu menjadi pengawas bagi manusia dan Rasul menjadi pengawas atas kamu.”
(Qs. Al-Baqarah :143)
Bagaimana proses pembentukan kepribadian itu menuju harmonisme?
Proses ini merupakan suatu jalan yang panjang. Banyak taraf-taraf yang harus dilalui.
Dengan kata lain, proses pembentukan kepribadian terdiri atas tiga taraf, yakni :
Pembiasan
Pembentukan pengertian, sikap dan minat
Pembentukan kerohanian yang luhur
1. Pembiasan
Pembagian ini sesuai pula dengan salah satu dasar-dasar perkembangan manusia, bahwa
pembinaan yang lebih banyak memerlukan tenaga-tenaga kepribadian yang lebih
”rendah” (jasmaniyah) akan lebih mudah dan lebih dahulu dapat mulai dilaksanakan
daripada yang memerlukan tenaga-tenaga yang lebih ”tinggi” (rohaniah). Caranya
dengan mengontrol dan mempergunakan tenaga-tenaga kejasmanian (terutama) dan
dengan bantuan-bantuan tenaga kejiwaan, kita membiasakan sisterdidik dalam amalan-
amalan yang dikerjakan dan yang diucapkan, sesuai dengan rangka-rangka pembinaan
Islam bagian C (rangka-rangka yang ditugaskan anggota pelaksananya).
Dengan ini, sampailah kita kepada alat-alat pendidikan (alat-alat pembiasan). Alat-alat
pembiasan dapat dibagi atas dua golongan :
Alat-alat langsung, ialah alat-alat yang secara garis lurus searah dengan maksud
pembentukan, meliputi :
Teladan
Anjuran-anjuran, suruhan, perintah, dan sejenisnya
Latihan-latihan
Hadiah dan sejenisnya
Kompetisi dan kooperasi
Alat-alat tidak langsung bersifat pencegah, penekan (repressi) hal-hal yang akan
merugikan maksud pembentukan, meliputi :
Koreksi (pemeriksaan) dan pengawasan
Larangan-larangan dan sejenisnya
Hukuman dan sejenisnya

2. Pembentukan pengertian, sikap dan minat


Pembentukan pada taraf ini bersifat : formil, materiil, dan intensiil (pengarahan).
Formil
Pada taraf ini diberilah pengetahuan dan pengertian. Dalam taraf ini perlu ditanamkan
dasar-dasar kesusilaan yang rapat hubungannya dengan kepercayaan. Pembentukan
secara formil dilaksanakan dengan latihan-latihan cara berpikir, penanaman minat yang
kuat dan sikap (pendirian) yang tepat. Tujuan dari pembentukan formil ini adalah :
Terbentuknya cara berpikir yang baik, dapat menggunakan metode berpikir yang tepat
serta mengambil kesimpulan yang logis.
Terbentuknya minat yang kuat
Terbentuknya sikap yang tepat
Materiil
Pembentukan ini berupa pemberian ilmu pengetahuan. Kalau diibaratkan pembentukan
formil itu membuat wadahnya, menyusun dan menempanya agar kuat dan mempunyai
bentuk yang tertentu, maka pembentukan materiil memberi isinya. Isi yang terutama
adalah pengetahuan-pengetahuan mengenai ilmu-ilmu duniawi, ilmu-ilmu kesusilaan,
dan ilmu-ilmu keagamaan.
Dalam pembentukan materiil berupa pemberian ilmu-ilmu duniawi, hendaklah pendidik
jangan berlaku picik, pergunakan sumber ilmu dari mana pun juga. Anak-anak didik
telah cukup besar untuk dapat menepis mana yang berguna bagi mereka dan mana yang
tidak. Oleh karena itu, anak harus dilatih berpikir kritis.
Artinya :
”Dan janganlah engkau turut saja apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan
atasnya, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati itu seuanya akan
ditanya tentang itu.” (Qs. Bani Israil :36)
Pembentukan Intensiil
Pembentukan intensiil ialah pengarahan dan wadah yang telah berisi ini digerakkan,
digulingkan (ibarat bola) kearah yang tertentu. Bagi pendidikan Islam, arah itu sudah
jelas, yaitu kearah terbentuknya kepribadian Muslim; yang secara intensif dan berhasil
akan berlangsung, terutama pada taraf pembentukan ketiga nanti. Kepribadian yang
dibentuk diarahkan kepada penyerahan diri secara sempurna kepada-Nya. Untuk itu
maka dalam taraf kedua, pemberian pengetahuan, tetapi juga tentang nilai-nilai.
Jadi, disamping ilmu pengetahuan umum, etika dan religi ditekankan sudah pemilihan
akan nilai-nilai kemasyarakatan, etnis, dan keagamaan. Jadi bukan hanya merupakan
pemberian perlengkapan, tetapi juga pemberian tujuan kearah mana perlengkapan akan
dibawa.
3. Pembentukan Kerohanian yang Luhur
Pembentukan ini menanamkan kepercayaan yang terdiri atas :
Iman kepada Allah SWT
Iman kepada Malaikat - malaikat-Nya
Iman kepada Kitab - kitab-Nya
Iman kepada Rasul - rasul-Nya
Iman kepada Qadha’ dan Qadar
Iman kepada Hari Kesudahan
Alat yang utama ialah tenaga Budhi (inti tenaga dalam taraf pembentukan ini) dan
tenaga-tenaga kejiwaan sebagai alat tambahan. Pikiran dengan disinari oleh Budhi
mendapatkan pengenalan akan Allah SWT. Hasilnya ialah adanya kesadaran dan
pengertian yang mendalam. Budhi pulalah justru yang dibentuk dalam taraf ini. Budhi
yang dapat bekerja dengan baik, akan mendapat pengaruh dari alam-alam gaib, dari
alam-alam jin mukmin, alam Malakut, dan alam Luhut.
Budhi dapat berhubungan dengan alam-alam ini jika pengaruh tenaga-tenaga yang lebih
rendah telah dapat dibatasi dan ditekan. Budhi yang luhur mendapat penyinaran-
penyinaran berupa Nur Muhammad dan Nur Ilahi. Budhi ini dapat memimpin tenaga-
tenaga yang lebih rendah dan menghasilkan keseimbangan dalam kepribadian.
Kepribadian inilah yang disebut kepribadian muslim, kepribadian yang harmonis.
Pembentukan kepribadian muslim ada dua macam :
Pembentukan Kepribadian kemanusiaan
Proses ini dapat pula dibagi dua, yaitu :
Proses pembentukan kepribadian muslim secara perorangan, dapat dilakukan melalui
tiga macam pendidikan, antara lain :
Prenatal Education (Tarbiyah Qabl al-Wiladah)
Education by Another (Tarbiyah ma’a Gairih)
Self Education (Tarbiyah al-Nafs)
Proses pembentukan kepribadian muslim secara ummah (bangsa / negara), dilakukan
dengan memantapkan kepribadian individu muslim (karena individu bagian dari
ummah), juga dapat dilakukan dengan menyiapkan kondisi dan tradisi sehingga
memungkinkan terbentuknya kepribadian (akhlaq) ummah. Tujuan utama pembentukan
ini adalah untuk merealisasikan diri dan ummah sebagai pengabdi Allah SWT yang
setia, yang akan menjadi dasar tujuan yang akan dicapai.
Pembentukan Kepribadian samawi
Proses pembentukan kepribadian ini dapat dilakukan dengan cara membina nilai-nilai
keislaman dalam hubungan dengan Allah SWT. Nilai-nilai keislaman dalam hubungan
dengan Allah SWT dapat dilakukan dengan cara :
Beriman kepada Allah SWT
Mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya
Bertaqwa kepada-Nya
Mensyukuri nikmat Allah SWT dan tidak terputus harapan terhadap rahmat-Nya
Berdo’a kepada-Nya, selalu mensucikan, membesarkan, dan mengingat-Nya
Menggantungkan segala perbuatan masa depan kepada-Nya.

C. Kepribadian Muslim Yang Kaffah


Teori kepribadian muslim dari para cendekiawan muslim harus dapat mengungkapkan
apa pengertian ”kepribadian muslim” dan tidak perlu menjiplak sarjana psikologi barat
karena mereka berteori yang kreatif tetapi ”ngawur”.
Untuk mengantisipasi teori psikologi barat tersebut, Dr. Fadhil al-Jamaly
menggambarkan kepribadian muslim yang kaffah, yaitu sebagai muslim yang berbudaya
dan tanpa akhir ketinggiannya. Dia hidup dalam lingkungan yang luas tanpa batas ke
dalamnya, dan tanpa akhir ketinggiannya. Dia mampu menangkap makna ayat yang
menyatakan ”Aku akan menunjukkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran-Ku di ufuk
langit dan didalam dirinya sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Allah Swt itu
benar (Muslim Sajadah :41). Kepribadian muslim seperti digambarkan di atas
mempunyai hubungan erat dalam suatu lingkaran hubungan yang meliputi :
Allah Swt
Alam, dan
Manusia
Dengan membentuk kepribadian muslim yang kaffah, manusia banyak menggambarkan
dirinya dengan bimbingan petunjuk Ilahi dalam rangka mengemban tugasnya sebagai
khalifah Allah Swt di muka bumi, dan selalu melaksanakan kewajiban sebagai hamba
Allah melakukan pengabdian kepada-Nya.
Kepribadian yang seperti itu tidak ditemui dalam teori barat. Karena psikologi barat
banyak dipengaruhi oleh filsafat materialistis yang menjadi tujuan hidup. Kalaupun ada
mereka menyebut Tuhan, agama, dan keyakinan akan tetapi semuanya itu terpisah dari
pergaulan dan tata laksana kegiatan duniawi.
Berangkat dari kepribadian muslim yang kaffah, maka kepribadian tersebut terbagi dua
macam, yaitu :
Kepribadian kemanusiaan (basyariyah)
Kepribadian kemanusiaan dibagi dua bagian, yakni :
Kepribadian individu, yaitu meliputi ciri khas seseorang dalam bentuk sikap dan tingkah
laku.
Kepribadian ummah, yang meliputi ciri khas kepribadian muslim sebagai suatu ummah
(bangsa / negara) muslim yang meliputi sikap dan tingkah laku ummah muslim yang
berbeda dengan ummah lainnya.
Kepribadian Samawi
Yaitu corak kepribadian yang dibentuk melalui petunjuk wahyu dalam kitab suci al-
Qur’an yang antara lain difirmankan oleh Allah Swt sebagai berikut :
Artinya :
”Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia,
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu menceraikan
kamu dari jalannya; yang demikian itu diperintahkan Allah Swt supaya kamu bertaqwa.”
Dari penjelasan yang sudah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa membentuk
muslim yang kaffah dapat dikatakan mudah dan dapat pula dikatakan sulit. Mudah
disaat muslim tersebut :
Mau atau tetap menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangan-Nya.
Mempunyai kepribadian, watak, sikap yang baik terhadap sesamanya.
Memiliki sifat sosialisasi yang tinggi kepada sesamanya
Memiliki akhlaq yang baik
Menjaga keharmonisan, karena secara tidak langsung keharmonisan memberikan
peranan yang banyak di dalam pembentukan muslim yang kaffah.
Pembentukan muslim yang kaffah menjadi sulit disaat semua muslimnya melenceng
dari hal yang disebutkan diatas.

Marimba, D. Ahmad. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. 1989. (PT. Al Ma’arif;


Bandung)

Anda mungkin juga menyukai