Anda di halaman 1dari 20

ARTIKEL ANTROPOLOGI

1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KAJIAN ANTROPOLOGI

2. ANTROPOLOGI: ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, AKSIOLOGI

3. SEJARAH ANTROPOLOGI

4. ANTROPOLOGI BUDAYA

5. KESIMPULAN DAN ANALISIS KRITIS

DISUSUN SEBAGAI TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH ANTRIOPLOGI

DOSEN PENGAMPUH :

DR.TAUFIQ RAMDANI S.TH.I.,M.SOS

Disusun Oleh :

Nama : Reny Arsita

Nim : L1C020083

Fakultas/prodi : FSIPOL/SOSIOLOGI

Semester : 1 ( SATU )

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

UNIVERSITAS MATARAM

T.A 2020 / 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
terstruktur mata kuliah Antropologi ini yang membahas tentang Ruang Lingkup Kajian

Antropologi

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas segala nikmat dan karunianya yang membawa kita dari alam kegelapan menuju
alam yang terang benderang ini.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Antropologi yang telah memberikan
pengaajaran yang baik serta motivasi untuk kita semua.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat di kemudian hari bagi kita semua
yang mengerjakannya.

Penyusun, Mataram 25 Oktober 2020

Nama : RENY ARSITA

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................iii

BAB I.Pengetian dan Ruang Lingkup Kajian Antropologi ..................................................1

A. Pengertian Antropologi ...........................................................................................1

B. Ruang lingkup Antropologi .....................................................................................2

C. Obyek Antropologi ..................................................................................................3

D. Fungsi Antropologi ..................................................................................................3

E. Tujuan Antropologi .................................................................................................3

BAB II.Antropologi:Ontologi,Epitimologi,Aksiologi ..............................................................5

A. Pengertian Ontologi ................................................................................................5

B. Pengertian Epistimologi ..........................................................................................6

C. Pengertian dan Aspek Aksiologi ............................................................................7

BAB III.Sejarah Antropologi ................................................................................................11

A. Sejarah Perkembangan Antropologi ......................................................................11

BAB IV.Antropologi Budaya ...............................................................................................13

A. Pengertian Antropologi Budaya .............................................................................13

B. Fungsi dan Kegunaan ............................................................................................13

C. Klasifikasi Kebudayaan ..........................................................................................14

D. Teori kebudayaan ...................................................................................................

BAB V.Kesimpulan dan Analisi Kritik .................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................17

LAMPIRAN .........................................................................................................................

iii
BAB 1

PENGERTIAN DAN RUANG LINKUP KAJIAN ANTROPOLOGI

1. PENGERTIAN ANTROPOLOGI

Sebelum Anda mempelajari lebih jauh tentang antropologi maka Anda terlebih dulu
harus mengetahui pengertian dari antropologi. Nah, sekarang kita mulai dengan arti
dari kata “Antropologi”. Antropologi adalah sebuah D 1.4 pengantar antropologi ilmu
yang mempelajari makhluk manusia (anthropos). Secara etimologi, antropologi berasal
dari kata anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Dalam antropologi, manusia
dipandang sebagai sesuatu yang kompleks dari segi fisik, emosi, sosial, dan
kebudayaannya. Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusia dan
kebudayaannya. Antropologi mulai banyak dikenal orang sebagai sebuah ilmu setelah
diselenggarakannya simposium pada tahun 1951 yang dihadiri oleh lebih dari 60 tokoh
antropologi dari negara-negara di kawasan Ero-Amerika (hadir pula beberapa tokoh
dari Uni Soviet). Simposium yang dikenal dengan sebutan International Symposium on
Anthropology ini telah menjadi lembaran baru bagi antropologi, terutama terkait dengan
publikasi beberapa hasil karya antropologi, seperti buku yang berjudul “Anthropology
Today” yang di redaksi oleh A.R. Kroeber (1953), “An Appraisal of Anthropology
Today” yang di redaksi oleh S. Tax, dkk. (1954), “Yearbook of Anthropology” yang
diredaksi oleh W.L. Thomas Jr. (1955), dan “Current Anthropology” yang di redaksi
oleh W.L. Thomas Jr. (1956). Setelah simposium ini, antropologi mulai berkembang di
berbagai negara dengan berbagai tujuan penggunaannya. Di beberapa negara
berkembang pemikiran-pemikiran antropologi mengarah pada kebutuhan
pengembangan teoritis, sedangkan di wilayah yang lain antropologi berkembang dalam
tataran fungsi praktisnya. Pengertian lainnya disampaikan oleh Harsojo dalam bukunya
yang berjudul “Pengantar Antropologi” (1984). Menurut Harsojo, antropologi adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari umat manusia sebagai makhluk masyarakat.
Menurutnya, perhatian antropologi tertuju pada sifat khusus badani dan cara produksi,
tradisi serta nilai-nilai yang akan membedakan cara pergaulan hidup yang satu dengan
pergaulan hidup yang lainnya. Sementara itu Koentjaraningrat dalam bukunya yang
berjudul “Pengantar Antropologi I ” (1996) menjelaskan bahwa secara akademis,
antropologi adalah sebuah ilmu tentang manusia pada umumnya dengan titik fokus
kajian pada bentuk fisik, masyarakat dan kebudayaan manusia. Sedangkan secara
praktis, antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari manusia dalam
beragam masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa

1
tersebut. ISIP4210/MODUL 1 1.5 Secara awam sering kali dipahami bahwa bidang
kajian dari antropologi adalah masyarakat “primitif”, yang dianggap mempunyai
kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan masyarakat Eropa. Pemahaman
seperti ini tentu saja tidak benar, karena sejauh ini bidang kajian antropologi telah
berkembang jauh memasuki wilayah masyarakat modern.
(http://www.culturalportraits.com/photos/Dani%20 Koteka-L-jpg) Di lain pihak
Masinambow, ed. dalam bukunya yang berjudul “Koentjaraningrat dan Antropologi di
Indonesia” (1997) menjelaskan bahwa antropologi adalah disiplin ilmu yang mengkaji
masyarakat atau kelompok manusia. Conrad Philip Kottak dalam bukunya berjudul
“Anthropology, the Exploration of Human Diversity” (1991) menjelaskan bahwa
antropologi mempunyai perspektif yang luas, tidak seperti cara pandang orang pada
umumnya, yang menganggap antropologi sebagai ilmu yang mengkaji masyarakat
nonindustri. Menurut Kottak, antropologi merupakan studi terhadap semua masyarakat,
dari masyarakat yang primitif (ancient) hingga masyarakat modern, dari masyarakat
sederhana hingga masyarakat yang kompleks. Bahkan antropologi merupakan studi
lintas budaya (komparatif) yang membandingkan kebudayaan satu masyarakat dengan
kebudayaan masyarakat lainnya.

B. RUANG LINGKUP ANTROPOLOGI

Antropologi sebagai salah satu cabang ilmu sosial mempunyai bidang kajian sendiri
yang dapat dibedakan dengan ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu
politik, kriminologi dan lain-lainnya. Antropologi juga dapat dikelompokkan ke dalam
cabang ilmu humaniora 1.6 pengantar antropologi karena kajiannya yang terfokus
kepada manusia dan kebudayaannya. Seperti halnya yang terjadi di Universitas
Indonesia, di mana pada masa awal terbentuknya Jurusan Antropologi ini berada di
bawah Fakultas Sastra. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, ketika muncul
anggapan bahwa antropologi cenderung memiliki fokus pada masalah sosial dari
keberadaan manusia, maka jurusan antropologi ini pun pada tahun 1983 pindah di
bawah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Saat ini beberapa universitas di Indonesia
mempunyai Jurusan Antropologi, di antaranya adalah di Universitas Padjadjaran
(UNPAD), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Andalas (Unand), Universitas
Cendrawasih (Uncen), dan Universitas Udayana (Unud). Sebagaimana sudah
dijelaskan bahwa, secara umum dapat dikatakan antropologi merupakan ilmu yang
mempelajari manusia dari segi keragaman fisiknya, masyarakatnya, dan
kebudayaannya, namun demikian, di beberapa tempat, negara, dan universitas,

2
antropologi sebagai ilmu mempunyai penekanan-penekanan tertentu sesuai dengan
karakteristik antropologi itu sendiri dan perkembangan masyarakat di tempat, negara,
dan universitas tersebut. Seperti yang pernah diungkapkan Koentjaraningrat bahwa
ruang lingkup dan dasar antropologi belum mencapai kemantapan dan bentuk umum
yang seragam di semua pusat ilmiah di dunia. Menurutnya, cara terbaik untuk
mencapai pengertian akan hal itu adalah dengan mempelajari ilmu-ilmu yang menjadi
pangkal dari antropologi, dan bagaimana garis besar proses perkembangan yang
mengintegrasikan ilmu-ilmu pangkal tadi, serta mempelajari bagaimana penerapannya
di beberapa negara yang berbeda.

C. OBYEK ANTROPOLOGI

Obyek ilmu antropologi Obyek dari antropologi adalah manusia dalam kedudukannya
sebagai individu, masyarakat, suku bangsa, kebudayaan dan perilakunya. Para
antropolog memperhatikan banyak aspek kehidupan manusia. Antara lain perilaku
sehari-hari, ritual, upacara dan prosesnya yang mendefinisikan manusia sebagai
manusia. Antropologi mempertanyakan bagaimana masyarakat bisa menjadi sama
atau berbeda, bagaimana evolusi membentuk cara berpikir manusia, apa itu budaya,
adakah manusia yang universal dan lainnya. Para antropolog mengeksplorasi hal-hal
unik yang membuat manusia menjadi manusia. Antropolog bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman manusia tentang diri manusia itu sendiri dan satu sama
lain. Perhatian utama para antropolog adalah aplikasi atau penerapan pengetahuan
untuk solusi masalah manusia

D. FUNGSI ANTROPOLOGI

Fungsi ilmu antropologi Antropologi memanfaatkan dan membangun pengetahuan


dari ilmu sosial, biologi, humaniora dan fisik. Studi antropologi berkaitan dengan fitur
biologis yang menjadikan manusia dan aspek sosial manusia. Fitur biologis yang
dimaksud seperti fisiologi, susunan genetika, sejarah gizi dan evolusi. Sedangkan
aspek sosial seperti bahasa, budaya, politik, keluarga dan agama). Fungsi antropologi
adalah untuk mengembangkan pengetahuan tentang manusia baik secara fisik
(biologis) maupun secara sosio-kultural.

E. TUJUAN ANTROPOLOGI

Dikutip dari Discover Anthropology, Ruth Benedict (1887-1948) mengatakan tujuan


antropologi adalah untuk membuat dunia aman bagi perbedaan manusia. Sedangkan

3
menurut Koentjaraningrat dalam Pengantar Ilmu Antropologi (2002) tujuan antropologi
adalah:

1.Tujuan akademis: untuk mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada


umumnya dengan mempelajari berbagai bentuk fisiknya, masyarakat dan
kebudayaannya

2.Tujuan praktis: mempelajari manusia di berbagai masyarakat suku bangsa di dunia


guna membangun masyarakat itu sendiri.

4
BAB II

Antropologi: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi

A. Ontologi

Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari
metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat.

Obyek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu,
ontologi membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti
yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. 9
Setelah menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsafat manusia,
alam dunia, pengetahuan, kehutanan, moral dan sosial, kemudian 37 Sulesana
Volume 8 Nomor 2 Tahun 2013 disusunlah uraian ontologi.

Ditinjau dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris.11
Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indera manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang sudah berada
diluar jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat dibuktikan secara
metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri tersendiri yakni
berorientasi pada dunia empiris. Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu
pengetahuan dua macam:

1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh lapangan atau
bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.

2. Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik pandang
terhadap obyek material.

Untuk mengkaji lebih mendalam hakekat obyek empiris, maka ilmu membuat beberapa
asumsi (andaian) mengenai objek itu. Asumsi yang sudah dianggap benar dan tidak
diragukan lagi adalah asumsi yang merupakan dasar dan titik tolak segala pandang
kegiatan. Asumsi itu perlu sebab pernyataan asumtif itulah yang memberikan arah dan
landasan bagi kegiatan penelaahan.

Ada beberapa asumsi mengenai objek empiris yang dibuat oleh ilmu, yaitu :

Pertama, menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan antara yang satu


dengan yang lainnya, misalnya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya.

5
Kedua, menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka
waktu tertentu.

Ketiga, determinisme yakni menganggap segala gejala bukan merupakan suatu


kejadian yang bersifat kebetulan.

Asumsi yang dibuat oleh ilmu bertujuan agar mendapatkan pengetahuan yang bersifat
analitis dan mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang tertangguk dalam
pengalaman manusia. Asumsi itupun dapat dikembangkan jika pengalaman manusia
dianalisis dengan berbagia disiplin keilmuan dengan memperhatikan beberapa hal;
Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin
keilmuan. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis.
Kedua, asumsi harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan
“bagaimana keadaan yang seharusnya”. Asumsi pertama adalah asumsi yang
mendasari telaah ilmiah, sedangkan asumsi

kedua adalah asumsi yang mendasari moral. Oleh karena itu seorang ilmuan harus
benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab
mempergunakan asumsi yang berbeda maka berbeda pula konsep pemikiran yang
dipergunakan. Suatu pengkajian ilmiah hendaklah dilandasi dengan asumsi yang 38
Sulesana Volume 8 Nomor 2 Tahun 2013 tegas, yaitu tersurat karena yang belum
tersurat dianggap belum diketahui atau belum mendapat kesamaan pendapat.
Pertanyaaan mendasar yang muncul dalam tataran ontologi adalah untuk apa
penggunaan pengetahuan itu? Artinya untuk apa orang mempunyai ilmu apabila
kecerdasannya digunakan untuk menghancurkan orang lain, misalnya seorang ahli
ekonomi yang memakmurkan saudaranya tetapi menyengsarakan orang lain, seorang
ilmuan politik yang memiliki strategi perebutan kekuasaan secara licik.

B. Epistemologi

Terjadi perdebatan filosofis yang sengit di sekitar pengetahuan manusia, yang


menduduki pusat permasalahan di dalam filsafat, terutama filsafat modern.
Pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat, untuk membina filsafat yang
kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Maka sumber-sumber pemikiran
manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin
melakukan studi apa pun, bagaimanapun bentuknya.

6
Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses mendapatkan ilmu
pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan
yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya.

Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang,


bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan lainnya, jadi
berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu mengenai sesuatu hal.20 Jadi
yang menjadi landasan dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa yang
memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan
prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, apa yang
disebut dengan kebenaran ilmiah, keindahan seni dan kebaikan moral.

Dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan tidak cukup dengan
berpikir secara rasional ataupun sebaliknya berpikir secara empirik saja karena
keduanya mempunyai keterbatasan dalam mencapai kebenaran ilmu pengetahuan.
Jadi pencapaian kebenaran menurut ilmu pengetahuan didapatkan melalui metode
ilmiah yang merupakan gabungan atau kombinasi antara rasionalisme dengan
empirisme sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi.

Banyak pendapat para pakar tentang metode ilmu pengetahuan, namun penulis hanya
memaparkan beberapa metode keilmuan yang tidak jauh beda dengan proses yang
ditempuh dalam metode ilmiah Metode ilmiah adalah suatu rangkaian prosedur
tertentu yang diikuti untuk mendapatkan jawaban tertentu dari pernyataan yang
tertentu pula. Epistemologi dari metode keilmuan akan lebih mudah dibahas apabila
mengarahkan perhatian kita kepada sebuah rumus yang mengatur langkah-langkah
proses berfikir yang diatur dalam suatu urutan tertentu Kerangka dasar prosedur ilmu
pengetahuan dapat diuraikan dalam enam langkah sebagai berikut:

a. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah

b. Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan

c. Penyusunan atau klarifikasi data

d. Perumusan hipotesis

e. Deduksi dari hipotesis

f. Tes pengujian kebenaran (Verifikasi)

7
Keenam langkah yang terdapat dalam metode keilmuan tersebut masingmasing
terdapat unsur-unsur empiris dan rasional. Menurut AM. Saefuddin bahwa untuk
menjadikan pengetahuan sebagai ilmu (teori) maka hendaklah melalui metode ilmiah
yang terdiri atas dua pendekatan: Pendekatan deduktif dan Pendekatan induktif.
Kedua pendekatan ini tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan salah satunya
saja, sebab deduksi tanpa diperkuat induksi dapat dimisalkan sport otak tanpa mutu
kebenaran, sebaliknya induksi tanpa deduksi menghasilkan buah pikiran yang mandul.

c. Aksiologi

Kata Aksiologi berasal dari bahasa yunani axios yang memiliki arti nilai, dan logos yang
mempunyai arti ilmu atau teori. Jadi, Aksiologi adalah teori tentang nilai. Nilai yang
dimaksud adalah suatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai.

Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, pemakalah akan
menguraikan beberapa definisi tentang aksiologi, di antaranya:

1. Aksiologi yang terdapat di dalan bukunya Jujun S. suriasumantri filsafat ilmu sebuah
pengantar popular bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.

2. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu
tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic
expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-
political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan filsafst sosio-politik.

Aspek Aksiologi

Aspek aksiologis dari filsafat membahas tentang masalah nilai atau moral yang berlaku
di kehidupan manusia. Dari aksiologi, secara garis besar muncullah dua cabang filsafat
yang membahas aspek kualitas hidup manusia, yaitu etika dan estetika.

Mengapa dalam filsafat ada pandangan yang mengatakan nilai sangatlah penting, itu
karena filsafat sebagai philosophy of life mengajarkan nilai-nilai yang ada dalam
kehidupan yang berfungsi sebagai pengontrol sifat keilmuan manusia. Teori nilai ini
sama halnya dengan agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia.

1. Etika

8
Etika merupakan salah satu cabang ilmu fisafat yang membahas moralitas nilai baik
dan buruk, etika bisa di definisikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi
pegangan manusia atau masyarakat yang mengatur tingkah lakunya.

Etika berasal dari dua kata ethos yang berarti sifat, watak, kebiasaan, ethikos berarti
susila, keadaban atau kelakuan dan perbuatan yang baik.

Dalam istilah lain dinamakan moral yang berasal dari bahasa latin mores, jamak dari
mos yang berarti adat, kebiasaan. Dalam bahasa arab disebut akhlaq yang berarti budi
pekerti dan dalam bahasa Indonesia dinamakan tata susila.

Dalam hal ini ada berbagai pembagian etika yang dibuat oleh para ahli etika, beberapa
ahli membagi ke dalam dua bagian, yaitu etika deskriptif dan etika normative, ada juga
yang menambahkan yaitu etika metaetika.

a. Etika deskriptif

Etika deskriptif adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas seperti: adat
kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang di perbolehkan atau
tidak. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu, kebudayaan
atau sub-kultur tertentu. Oleh karena itu, etika deskriptif ini tidak memberikan penilaian
apapun, ia hanya memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral. Misalnya,
penggambaran tentang adat mangayau kepala pada suku primitive.

Etika deskriptif dibagi ke dalam dua bagian: pertama, sejarah moral, yang meneliti cita-
cita, norma-norma yang pernah di berlakukan dalam kehidupan manusia pada kurun
waktu dan suatu tempat tertentu atau dalam suatu lingkungan besar yang mencakup
beberapa bangsa. Kedua, fenomenologi moral, yang berupaya menemukan arti dan
makna moralitas dari berbagai fenomena moral yang ada.

b. Etika Normatif

Etika normatif mendasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat mempersoalkan norma


yang diterima seseorang atau masyarakat secara lebih kritis. Ia bisa mempersoalkan
apakah norma itu benar atau tidak. Etika normatif berarti sistem-sistem yang
dimaksudkan untuk memberikan petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan
yang menyangkut baik atau buruk.

9
Etika normatif kerap kali juga disebut filsafat moral atau juga disebut etika filsafati.
Etika normatif dapat dibagi kedalam dua teori, yaitu teori nilai dan teori keharusan.
Teori-teori nilai mempersoalkan sifat kebaikan, sedangkan teori keharusan membahas
tingkah laku. Adapula yang membagi etika normative kedalam dua golongan sebagai
berikut: konsekuensialis dan nonkonsekuensialis. Konsekuensialis berpendapat bahwa
moralitas suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensinya. Adapun nonkonsekuensialis
berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh sebab-sebab yang
menjadi dorongan dari tindakan itu, atau ditentukan oleh sifat-sifat hakikinya atau oleh
keberadaanya yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip tertentu.

2. Estetika

Estetika adalah cabang filsafat yang mempersoalkan seni dan keindahan. Istilah
estetika berasal dari kata Yunai yang mempunyai arti aesthesis, yang berati
pencerapan indrawi, pemahaman intelektual, atau bisa juga berati pengamatan
spiritual. Istilah art berasal dari kata latin ars, yang berarti seni, keterampilan, ilmu, atau
kecakapan.

Estetika adalah cabang filsafat yang memberikan perhatian pada sifat keindahan, seni,
rasa, atau selera, kreasi, dan apresiasi tentang keindahan. Secara ilmiahnya, ia
didefinisikan sebagai studi tentang nilai-nilai yang dihasilkan dari emosi-sensorik yang
kadang dinamakan nilai sentimentalitas atau cita rasa atau selera. Secara luasnya,
estetika didefinisikan sebagai refleksi kritis tentang seni, budaya, dan alam. Estetika
dikaitkan dengan aksiologi sebagai cabang filsafat dan juga diasosiasikan dengan
filsafat seni.

10
BAB III

SEJARAH ANTROPOLOGI

Sejarah perkembangan Antropologi menurut Koentjaraningrat (1996:1-3) terdiri dari


empat fase yaitu :

1. Fase Pertama (Sebelum 1800)

Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, suku-suku bangsa di benua Asia, Afrika,
Amerika, dan Oseania mulai kedatangan orang-orang Eropa Barat selam kurang lebih
4 abad. Orang-orang eropa tersebut, yang antara lain terdiri dari para musafir, pelaut,
pendeta, kaum nasrani, maupun para pegawai pemerintahan jajahan, mulai
menerbitkan buku-buku kisah perjalanan, laporan dan lain-lain yang mendeskripsikan
kondisi dari bangsa-bangsa yang mereka kunjungi. Deskripsi tersebut berupa adat
istiadat, susunan masyarakat, bahasa, atau cirri-ciri fisik. Deskripsi tersebut kemudian
disebut sebagai "etnografi" (dari kata etnosberarti bahasa.

2. Fase kedua (kira-kira Pertengahan Abad ke-19)pada awal abad ke-19, ada
usaha-usaha untuk mengintegrasikan secara serius beerapa karangan-karangan yang
membahas masyarakat dan kebudayaan di dunia pada berbagai tingkat evolusi.
Masyarakat dan kebudayaan di dunia tersebut mentangkut masyarakat yang dianggap
"primitiv" yang tingkat evolusinya sangat lambat, maupun masyarakat yang
tingkatannya sudah dianggap maju. Pada sekitar 1860, lahirlah antropologi setelah
terdapat bebarapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai
berbagai kebudayaan di dunia dalam berbagai tingkat evolusi.

3. Fase Ketiga ( Awal Abad ke-20)

Pada awal abad ke-20, sebagian besar Negara penjajah di Eropa berhasil
memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka. Dalam era colonial
tersebut, ilmu Antropologi menjadi semakin penting bagi kepentingan kolonialisme.

Pada fase ini dimulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-bangsa non Eropa
ternyata makin penting karena masyarakat tersebut pada umumnya belum sekompleks
bangsa-bangsa Eropa. Dengan pemahaman mengenai masyarakat yang tidak

11
kompleks, maka hal itu akan menambah pemahaman tentang masyarakat yang
kompleks.

4. Fase Keempat (Sesudah Kira-kira 1930)

Pada fase ini, antropologi berkembang pesat dan lebih berorientasi akademik.
Penembangannya meliputu ketelitian bahan pengetahuannya maupun metode-metode
ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap anti kolonialisme dan gejala makin
berkurangnya bangsa-bangsa primitive (yaitu bangsa-bangsa yang tidak memperoleh
pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) setelahPerang Dunia II.

Menyebabkan bahwa antropologi kemudian seolah-olah kehilangan lapangan. Oleh


karena itu sasaran dan objek penelitian para ahli antropologi sejak tahun 1930 telah
beralih dari suku-suku bangsa primitiv non Eropa kepada penduduk pedesaan,
termasuk daerah-daerah pedesaan Eropa dan Amerika. Secara akademik
perkembangan antropologi pada fase ini ditandai dengan symposium internasional
pada tahun 1950-an, guna membahas tujuan dan ruang lingkup antropologi oleh para
ahli dari Amerika dan Eropa.

12
BAB IV

ANTROPOLOGI BUDAYA

A .Pengertian Antropologi Budaya.

Antropologi budaya adalah salah satu cabang dari antropologi yang mempelajari
tentang asal usul kebudayaan manusia, penyebaran, dan sejarahnya. Secara umum,
antropologi budaya mempelajari tentang karakteristik tingkah laku manusia sebagai
hasil kebudayaan, baik dulu, sekarang, maupun yang akan datang.

B.Kajian Antropologi Budaya. Antropologi budaya, terbagi menjadi beberapa bagian


ilmu pengetahuan khusus, yang meliputi :

• Prehistori, yaitu bagian dari antropologi budaya yang mempelajari sejarah


penyebaran dan pekembangan budaya manusia dalam mengenal tulisan.

• Etnolinguistik antropologi, yaitu bagian dari antropologi budaya yang


mempelajari suku-suku bangsa yang ada di dunia.

• Etnologi, yaitu bagian dari antropologi budaya yang mempelajari asas


kebudayaan manusia pada kehidupan masyarakat suku bangsa yang ada di seluruh
dunia.

• Etnopsikologi (antropologi psikologi), yaitu dari antropologi budaya yang


mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam sebuah
proses perubahan dari adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang teguh pada
konsep psikologi.

C.Fungsi dan Kegunaan Antropologi Budaya.

Antropologi budaya mempunyai fungsi dan berguna untuk :

• menunjukkan perbedaan dan persamaan dalam berbagai hal yang terdapat


dalam berbagai suku bangsa atau bangsa di dunia.

• membantu membentuk kehidupan bersama yang bersahabat antara berbagai


suku bangsa di dunia.

• membantu pembangunan masyarakat pedesaan.

• menunjukkan suku bangsa-suku bangsa yang masih ada di daerah-daerah.

13
D.Proses Pembentukan Kebudayaan.

Kebudayaan atau unsur-unsur kebudayaan dapat terbentuk berdasarkan :

• 'discovery', yaitu penemuan sesuatu yang baru, yang sebelumnya tidak ada.

• 'invention', yaitu mendapatkan sesuatu yang baru dari orang atau tempat yang
lain.

E.Klasifikasi Kebudayaan,

Menurut Ralph Linton, kebudayaan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok,


yaitu :

1. Universals, merupakan pemikira-pemikiran, perbuatan, peraan dan artefak


yang dikenal oleh semua orang dalam suatu masyarakat.

2. Spesialisties, merupakan gejala yang dihayati hanya oleh anggota kelompok


masyarakat sosial tertentu.

3. Alternatives, merupakan gejala yang dihayati oleh sejumlah individu tertentu,


seperti kelompok profesi tertentu.

Sifat Kebudayaan. Kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat


mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

• organik dan superorganik. Karena berakar dari individu manusia dan


kebudayaan akan terus hidup melampaui generasi tertentu.

• terlihat (overt) dan tersembunyi (covert). Yang bersifat terlihat dapat ditemui
dalam tindakan dan benda, sedangkan yang bersifat tersembunyi terdapat dalam
aspek yang mesti diintegrasikan oleh setiap anggotanya.

• eksplisit dan implisit. Berupa tindakan yang tergambar langsung orang yang
melaksanakannya dan hal-hal yang dianggap telah diketahui dan tidak dapat
diterangkan.

• ideal dan manifest. Berupa tindakan yang harus dilakukannya serta tindakan-
tindakan yang aktual.

• stabil dan berubah. Hal tersebut diukur melalui elemen-elemen yang relatif
stabil terhadap elemen budaya.

14
F.Teori Kebudayaan.

Ada tiga pandangan tentang kebudayaan, yaitu :

1. Superorganik. Teori ini berpandangan bahwa kebudayaan merupakan sebuah


kenyataan sui generis, karena itu mesti dijelaskan dengan hukum-hukumnya sendiri.
Kebudayaan lebih dari hasiL kekuatan-kekuatan sosial dan ekonomi, kebudayaan
merupakan realitas yang menyebabkannya mungkin ada.

2. Konseptualis. Menurut teori ini kebudayaan bukanlah suatu entitas sama sekali,
tetapi sebuah konsep yang digunakan antropolog untuk menghimpun atau merangkai
serangkaian fakta-fakta yang terisah. Kebudayaan bukan dihasilkan dari kekuatan
super human karena kebudayaan mendapatkan semua kualitas dan interaksi dari
kepribadian.

3. Realis. Menurut teori ini, kebudayaan adalah semuah konsep dan entitas
empiris. Kebudayaan adalah konsep dari bangunan antropologis dan kebudayan
merupakan sebuah entitas empiris yang menunjukkan cara mengorganisir fenomena-
fenomena.

Demikian penjelasan berkaitan dengan antropologi budaya serta bidang kajian


antropologi budaya.

15
BAB V

KESIMPULAN DAN ANALISIS KRITIK

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal
dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya
yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan
melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang
merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal
daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih
menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

.us, Bustanuddin. 2006. Agama Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi


Agama. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Beatty Andrew, 2001. Variasi Agama di Jawa. Suatu Pendekatan Antropologi. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persad

Coleman, Simon. 1992 .Pengantar Antropologi. Alih Bahasa: Lala Herawati Dharma,

Bandung: Nuansa

Haviland, William A. 1999. Antropologi, Jilid 1, Alih Bahasa: R.G. Soekadijo, Jakarta:
Erlangga.

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru

Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi 1. Jakarta : Universitas Indonesia


Press

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Akasara Baru

Saebani, Beni Ahmad, 2012. Pengantar Antropologi. Bandung: CV Pustaka Setia

Koentjaraningrat. (1986). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

araningrat. (1999) Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

17

Anda mungkin juga menyukai