KONSPIRASI
KONSPIRASI
ADEGAN I
Di sore hari yang terasa murung, sepulang kerja Jiyan duduk melamun di teras rumah. Banyak
sekali yang ia pikirkan. Semenjak ibunya meninggal sebulan yang lalu hidupnya kacau, Ia
merasa tidak ada lagi tempat untuk mengadu.
Melihat keadaan Jiyan yang terlihat lelah, Gandis menghampiri dengan membawakan secangkir
the panas.
1. Gandis
Loh mas Jiyan sudah pulang. Kok nggak langsung masuk.
3. Gandis
Capek ya mas.
Ini Gandis buatkan teh panas
5. Gandis
Mas Jiyan capek banget ya, gimana tadi di kantor?
6. Jiyan
Iya dik, hari ini mas kena marah sama atasan karena nggak bisa kejar target kemarin. Jadi
harus kerja ekstra untuk kejar target.
7. Gandis
Oalah pantesan, nggak kaya biasanya, biasanya pulang-pulang langsung ngelus-ngelus si
ucok itu (menunjuk motor butut kesayangan Jiyan),
Ya udah mas, mandi terus siap siap sholat maghrib di masjid.
8. Jiyan
Mas sholat dirumah aja dik.
Oh iya, untuk persiapan empat puluh harian ibu besok gimana dik?
9. Gandis
Tadi Gandis sudah rembugan sama mbah Minah, untuk berkat nanti minta bantuan mbak
Sutri buat masak, jajanan suguhannya sudah Gendis pesankan di pasar.
10. Jiyan
Undangan buat tetangga sudah di sebar?
11. Gandis
Sudah mas, tadi yang nyebar mas surip sama mas nur.
12. Jiyan
Ya sudah.
Jiyan kembali melamun, ingatan-ingatan ketika ibu masih hidup kembai berputar. Bagaikan
cenayang, Gandis tahu apa yang sedang dipikirkan kakaknya itu
13. Gandis
Mas kangen ibu ya?
16. Jiyan
(tersenyum mengingat kenangan masa lalu) Mas Ingat dulu ketika itu kamu masih bayi.
Waktu itu mas masih kelas 2 smp dapat hadiah pertama dari ibu.
20. Ibu
Ya Allahhh pakkkk, sudahh pakkk sudahhh. (mengambil botol yang ada ditangan)
22. Ibu
Pakk! Itu juga anakmu pak, sadar pakk.
23. Bapak
Apa kamu bilang. Sadar! Lihat ini (menunjukan matanya yang merah) aku ini sadar,
(Tamparan keras ke ibu)
25. Sutri
(menagis, dan mencoba membantu ibu berdiri)
26. Ibu
Sutriii, buang botol ini di belakang.
27. Sutri
(mengangguk-ngangguk dan menangis dengan kegaguanya)
28. Ibu
Nakkk, ini ibu nakk, buka pintunya nakkk. Lee
Blackout
(Di depan rumah seperti semula)
29. Gandis
Mass yang sudah ya udahh mas.
Oh ya mas Gandis jadi ingat kalau ibu menyuapi, pasti dengan suapan besar. Segini
(memperagakan suapan ibu), alasannya biar cepat selesai. Makannya sekarang gandis subur
seperti ini. Hehehe
30. Jiyan (menyetujui perkataan Gandis)
Tapi kok mas tetap kurus ya dik? (mengejek Gandis)
31. Gandis
Mas Jiyankan kaya bapak, lihat foto bapak sewaktu muda, kurus. Tapi setelah menikah sama
ibu, jadi mbedah perutnya. Buncit. Hahaha
33. Gandis
Oohhh jadi tandanya kalau laki laki bahagia perutnya buncit?
35. Gandis
Ngomong-ngomong soal menikah, kapan mas mau melamar mbak Nirma? Masa sudah 5
tahun pacaran mas tidak melamar-lamar.
36. Jiyan
Sebenarnya mas sudah ada niatan untuk melamar Nirma. Tapi untuk sekarang mas belum
siap. Belum lagi ibu baru saja meninggal.
37. Gandis
Andai ibu bapak masih ada, pasti akan senang melihat mas menikah, punya anak. (menutup
mulut tersadar bahwa kata katanya membuat Jiyan sedih) aduh maaf mas Gandis Tidak
bermaksud membuat mas Jiyan sedih.
38. Jiyan
Tidak apa apa dik.
Jiyan menenangkan Gandis Suara bedug tanda waktu adzan magrib terdengar sayup
berkumandang.
39. Jiyan
Sudah maghrib dik. Ayo masuk.
40. Gandis
Ayo mas.
ADEGAN II
(Ruang tamu, Nur, Surip, Mbah minah)
Sehabis pengajian empat puluh harian ibu, Surip duduk diteras dan Nur keluar dari rumah
membawa karpet.
41. Nur
Ini karpetnya di taruh dimana Rip.
42. Surip
Udah taruh situ aja biar nanti saya yang kembalikan ke pak RT.
43. Nur
Mana kopiku?
44. Surip
Ini lo udah dibuatin mbah Minah.
45. Nur
Ahhhh seger tenan.
46. Surip
Eh nur.
47. Nur
Opo?
48. Surip
Aku jan belum menyangka kalo Bu Rini sudah meninggal.
49. Nur
Ya sama rip, tapi namanya takdir ya gimana lagi.
50. Surip
Padahal bu Rini masih keliatan sehat.
51. Nur
He Rip, jaman sekarang yang keliatan sehat belum jamin panjang umur, mau tau kuncinya
berumur panjang?
52. Surip
Halahh, ngga usah ngawur Nur, hidupmu itu loh paginya cuma sabung ayam, malem
begadang, sok sokan mau kasih teori.
53. Nur
Lohhhh, ini bukan soal keseharian rip, ini soal pengalaman dan pengetahuan.
54. Surip
Yowes ndang opo?
55. Nur
Nahh, gini rip, kuncinya panjang umur yang pertama itu disini (menunjuk ke dada) bahagia
dan ayem, Kamu tahu bu Rini, kelihatan sehat, masih agak muda, tapi lihat sekarang.
56. Surip
Hushhh jangan ngawur kamu nur, ini baru hari ke 40 nya loh, awas tiba-tiba nyekek kamu
dari belakang, mampus kamu.
57. Nur
Ngga usah nakut-nakutin rip, aku tuh ngga percaya sama hal-hal beginian (ketakutan dan
mendekati Surip)
58. Surip
(menendang Nur) ngapain ndempel-ndempel
59. Nur
Adem eh rip, hehe
(nur ketakutan melihat nenek-nenek, menghampiri dan lampu berkedip menuju mati)
60. Surip
Tapi bener juga katamu Nur, Nurr ngga usah mainin lampu!nurrr!
62. Surip
Ohh nggih mbah. Sastro?
67. Surip
Anu mas jiyan, saya pamit dulu, sudah di calling calling sama Sumi.
68. Jiyan
Oh iya mas surip. Maturnuwun sudah membantu. Salam buat mbak Sumi.
69. Surip
Nggih mas.
Eh nur ayo kita pulang.
70. Nur
Sekarang? Iki kopiku durung entek.
71. Surip
Weh la ayo udah malem Sumi udah kangen aku.
72. Nur
Yo yo sek tangung.
Duluan mas jiyan, pulang dulu.
73. Jiyan
Nggih mas Nur, nuwun.
Jiyan membetulkan lampu. Setelah lampu sudah beres jiyan dan mbah minah berdudukan di
depan teras.
74. Mbah minah
Sutri...
ini tolong bawa ke belakang. (menyerahkan piring kotor) terus kamu tidur aja udah
malem.
75. Sutri
(mengangguk mengiyakan)
76. Jiyan
Alhamdulillah udah bener mbah.
78. Jiyan
Nanti dulu mbah, jiyan masih mau dudukan dulu disini.
80. Jiyan
Nggakpapa mbah, jiyan hanya kangen sama ibu. Sampai detik ini jiyan masih merasa
kalau ibu masih didekat jiyan, tapi kalau jiyan sadar ibu sudah tidak ada...
81. Mbah minah
Sudah to le, biarkan ibumu pergi dengan tenang. Simbah percaya ibumu sudah bahagia
disana.
82. Jiyan
Kalau mengingat jerih payah ibu dulu setelah laki laki bejad itu meninggalkan ibu. Ingin
rasanya jiyan bunuh laki laki itu.
84. Jiyan
Bapak? Mana ada bapak yang meninggalkan tanggungjawabnya dan lebih memilih
mabuk mabukan dan berjudi tiap malam, menyiksa ibu dan aku. Aku mbah yang anak
kandungnya sendiri. (jiyan menahan amarahnya) dan satu lagi, mana ada bapak yang tega
menyakiti ibu dengan memperkosa Sutri! (amarah jiyan memuncak)
Blackout
(malam hari. depan rumah. Bapak, Sutri, mbah minah 1, Jiyan kecil)
Perkataannya membawa Jiyan kembali kemasa lalu, dimana bapaknya yang tega memperkosa
Surti dalam keadaan mabuk. Hati Surti hancur, Ia menangis di depan kamar. Bapak keluar dari
kamar.
89. Bapak
Ya tidak akan tau kalau ibu tidak ngasih tau.
91. Bapak
Apa ibu tidak sadar aku seperti ini karena siapa? Buat jatuh tidak jauh dari pohonnya.
92. Simbah
maksud kamu opo le?
Minuman keras telah menghilangkan akal sehat bapak. Perkataannya membuka luka lama Mbah
minah. Tamparan keras mendarat di pipi bapak.
95. Bapak
Ooo begitu? baiklah! ...
Jiyan yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan mbah minah dan bapak di samping rumah
menangis menghampiri mbah minah yang sedang memeluk Sutri.
Blackout
(seperti semula)
96. Jiyan (menahan tangis)
Jiyan ada di sana mbah. Jiyan lihat semuanya.
100. Jiyan
Mbah, wali itu gampang.
102. Jiyan
Bapak sudah mati mbah,
Adegan 3
(dalam rumah, Jiyan, Mbah Minah, Gandis. Bersih-bersih)
106. Gandis
Nggih mbah, kasian juga sutri habis belanja pasti Capek.
108. Gandis
Nggih mbah.
110. Jiyan
Mau bersihin kamar ibu mbah.
(didalam kamar jiyan tertuju pada sebuah lemari yang sudah diwanti wanti oleh ibunya
untuk tidak di buka, jiyan keluar kamar untuk menanyakan kepada Mbah Minah)
114. Jiyan
Mbah, itu kok lemari tidak pernah di buka to?
116. Gandis
Iya mbah, Padahal gandis sudah penasaran sejak dulu, setiap kali gandis ngintip kamar
ibu, lemari itu pasti selalu di gembok dan di rantai.
117. Jiyan
Apa kita buka saja ya mbah?
119. Jiyan
Sudahlah mbah, kan ibu juga sudah meningal.
121. Gandis
Ahh simbah
122. Jiyan
Yasudahlah. Ayo dik kita makan dulu.
(dari kejauhan suara khas tukang rongsok langganan Sutri datang untuk mengambil botol
bekas)
124. Sutri
(bergegas menghampiri tukang rongsok untuk memberikan botol.)
126. Sutri
Terimakasih pak. (mengucapkan dengan gagu.)
127. Tukang rongsok
Saya heran, kok bisa ibu nyetor botol formalin setiap 2 bulan sekali. Apa ibu itu jualan
bakso formalin? (clingukan) tapi saya lihat tidak ada gerobak bakso.
128. Sutri
Ngawur, taoi saya juga tidak tau. Saya Cuma di utus oleh bu Riri. (menjelaskan dengan
gagu.)
130. Sutri
Oke oke. (gagu)
(sutri masuk kedalam rumah. karena rasa penasaran Jiyan terhadap lemari sudah sangat
besar. Jiyan diam diam membuka lemari yang dilarang dibuka oleh ibunya saat Mbah
minah, Gandis dan Sutri makan.)
131. Jiyan
Mau sampai kapan lemari ini akan tertutup. Sebenarnya apa yang ada didalam lemari ini
sampai-sampai ibu melarang semua orang untuk membukanya.
(Jiyan berusaha membuka lemari dengan segala usaha, akhirnya menggunakan linggis
Jiyan dapat membuka lemari itu. Alangkah terkejutnya Ia ketika melihat isi dari lemari
yang selama ini ibunya jaga. Seorang mayat yang yang sudah terbujur kaku terbungkus
kain kafan dan wajahnya pucat.)
132. Jiyan
Mbah! simbah!
133. Mbah Minah (tergopoh-gopoh menghampiri Jiyan)
Ada apa to le kok teriak teriak? Ya Allah leeeeee kok ada mayat di sini?!
136. Jiyan
Bapak. (menangis dan tertawa menjauhi simbah dan gandis)
Itu cerita masalalu keluarga bajingan ini, dan cerita masalaluku yang semula wanita
dengan tidak ada keterbatasan, sebelum lidahku dipotong, tenggorokanku yang rusak, dan
gagu melekat menjadi peranku.
Balas dendam adalah kewjibanku dan konspirsi kematian adalah tugasku.