Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN INTEGUMEN

Disusun Oleh :
ESTHER SANGKOY
106021920016

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS KLABAT
2020
LAPORAN PENDAHULUAN DERMATITIS

A. Definition of Diseases

Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis ) sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.
Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. (Djuanda Adhi, 2010).
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit yang ditandai dengan kulit kemerahan,
iritasi dan gatal, bengkak, serta kadang terdapat bercak kecil di daerah yang terkena.
Dermatitis muncul dalam beberapa bentuk, seperti dermatitis atopik, seborrheic, dan
dermatitis kontak. Peradangan dapat terbatas sesuai dengan luas kontak yang terjadi atau
menyebar ke daerah yang lebih luas.

Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang
kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).

Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh:
detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu), mikroorganisme (bakteri,
jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis etopik.
Klasifikasi dermatitis: (Djuanda Adhi, 2010).
1. Dermatitis kontak
Peradangan dikulit karena kontak dengan sesuatu yang dianggap asing oleh tubuh.
Terbagi menjadi 2: alergi dan iritan
2. Dermatitis atopic
Peradangan pada kulit kronis residif disertai gatal yang umumnya sering terjadi
selama masa bayi dan anak.
3. Neurodermatitis sirkumskripta.
4. Dermatitis numularis.
5. Dermatitis statis.
Manifestasi klinis
1. Dermatitis kontak
a. Lesi kemerahan yang muncul pada bagian kulit yang terjadi kontak.
b. Untuk dermatitis kontak alergi, gejala yang muncul sebelum 24-48 jam, bahkan
sampai 72 jam
c. Untuk dermatitis kontak iritan, gejala terbagi menjadi dua akut dan kronis. Saat
akut dapat tejadi perubahan warna kulit menjadi kemerahan sampai terasa perih
bahkan lecet. Saat kronis gejala dimuali dengan kulit yang mengering dan sedikit
meredang yang akhirnya menjadi menebal.
d. Pada kasus berat dapat terjadi bula (vesikel) pada lesi kemerahan tersebut.
e. Kulit terasa gatal bahkan terasa terbakar.
2. Dermatitis atopic (DA)
Ada 3 fase klinis DA yaitu:
a. Da infantil (2bulan – 2 tahun)
DA yang paling sering mucul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bulan
kedua. Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) berupa eritema, papul-
vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan akhirnya
terbentuk krusta. Lesi mulai meluas ke kepala, leher, pergelangan tangan dan
tungkai. Bila anak muali merangkak, lesi bias ditemukan didaerah ekstensor
ekstremitas. Sebagian besar penderita sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi
berlanjut ke fase anak.

b. DA anak (2-10 tahun)


dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri (denovo).
Lokasi lesi dilipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan tangan, kelopakmmata
dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit skuama, erosi, hyperkeratosis
dan mungkin infeksi sekunder, DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh
dapat mengganggu pertumbuhan.
c. DA pada remaja dan dewasa
Lokasi lesi pada remaja adalah lipatan siku/lutut, sampingleher, dahi, sekitar mata.
Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, seiring mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapat pula berlokasi setempat misalnya pada bibir (kering,
pecah, bersisik), vulva, putting susu, atau scalp. Kadang- kadang lesi meluas dan
paling parah di daerah lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak
menimbul, papul datar cenderung brtkonfluens menjadi plak likenifikasi dan
sedikit skuama. Bisa didapati ekskorasi dan eksudsi akibat garukan dan akhirnya
menjadi hiperpigmentasi. Umumnya DA remaja dan dewasa berlangsung lama
kemudian cendrung membaik setelah usisa 30 tahun, jarang sampai usia
pertengahan dan sebagian kecil sampai tua.
3. Neurodermatitis sirkumskripta
a. Kulit terasa gatal
b. Muncul tunggal di daerah leher, pergelangan tangan, lengan bawah, paha atau
mata kaki, kadang muncul pada alat kelamin
c. Rasa gatal sering hilang timbul. Sering timbul pada santai atau sedang tidur, akan
berkurang saat beraktifitas. Rasa gatal yang digaruk atau menabah berat rasa gatal
tersebut.
d. Terjadi perubahan warna kulit yang gatal, kulit yang bersisik akibat garukan atau
penggosokan sudah terjadi bertahun tahun.
4. Dermatitis numularis
a. Gatal yang kadang sangat hebat, sehingga dapat mengganggu
b. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0cm), kemudian membesar
dengan cara berkonfluensi atau meluas kesamping, membentuk satu lesi
karakteristik seperti uang logam (koin), eriteasoa, sedikit edematosa, dan berbatas
tegas.
c. Lambat laun vesikel pecah terjadi ekskudasi , kemudian mongering menjadi
krusta kekuningan.
d. Ukuran lesi bias mencapai garis tengah 5cm atau lebih, jumlah lesi dapat hanya
satu, dapat pula bnyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan ukuran
bervariasi dari miliar sampai nummular, bahkam plakat.
e. Tempat predileksi biasanya terdapat di tungkai bawah, badan, lengan termasuk
punggung.
5. Dermatitis statis.
a. Bercak-bercak berwarna merah yang bersisik.
b. Bintik-bintik berwarna merah dan bersisik.
c. Borok atau bisul pada kulit.
d. Kulit yang tipis pada tangan dan kaki.
e. Luka (lesi) kulit.
f. Pembengkakan pada tungkai kaki.
g. Rasa gatal di sekitar daerah yang terkena.
h. Rasa kesemutan pada daerah yang terkena.

Patofisiologi

- Fisik (Sinar, Suhu)


- Mikroorganisme Dermatitis Factor yang berhubungan
(bakteri, jamur) - Genetik
- Lingkungan
- Farmakologik
Factor dari - Imunologik
Factor dari luar
(Eksogen) dalam
(endogen)
Dermatitis kontak Berhubungan dg
(Sabun, detergen, Dermatitis peningkatan
zat kimia) kadar IgE dalam
serum

Asma bronchial, rhinitis


Allergen sensitizen Iritan primer alergik

Sel Langerhans dan Mengiritasi kulit Ketidakefektifan pola


makrofag nafas

Sel T
Peradangan kulit (les) Kerusakan integritas kulit

Sensitisasi sel T oleh


saluran limfe
Nyeri
Nyeri akut Gangguan citra tubuh
resiko infeksi
Reaksi hipersensitivitas IV
PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan
menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1.      Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung
tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang
panjang, penggunaan deterjen.
2.      Pengobatan
a.    Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering.
Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila
subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan
salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan
pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1)      Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada
sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya
molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi
penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi
sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses
dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah
hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat
penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap
hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi
akneiformis.
2)      Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem
imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan
menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat
mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji
antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi
peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi
ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan
infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme
yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang
jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1
pada keratinosit dan sel Langerhans.
3)      Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada
marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan
oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4)      Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus
dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5)      Imunosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM
981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi
sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini
akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping
sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti
inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid
klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-
valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%.
Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal
sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
b.   Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-
kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1)      Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin,
SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2)      Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena.
Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki
kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes
dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan
gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan
menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel
Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-
a dan MCAF.

3)      Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit,
makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4)      Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek
menghambat peradangan.
5)      FK 506 (Trakolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-
2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan
histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6)      Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7)      Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8)      SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga
diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin.

Pemeriksaan penunjang
1. Percobaan asetikolin (suntikan dalam intrakutan, solusio asetikolin 1/5000)
2. Percobaan histaminhostat disuntikan padalesi
3. Pric
Laboratorium
1. Darah: Hb, leucosit, hitung jenis, tombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin,
2. Urin: pemeriksaan histopatologi.

Komplikasi

1.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


2.      Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3.      hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4.      jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
a.       Identitas Pasien
b.      Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c.       Riwayat Kesehatan.
1)      Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
2)      Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
3)      Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
4)      Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress
yang berkepanjangan.
5)      Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah
pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
d.      POLA FUNGSIONAL GORDON
1)      Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien
langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas
pasien.
2)      Pola nutrisi dan metabolisme
         Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan malam )
         Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau
alergi
         Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
         Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang
mengandung vitamin antioksidant
3)      Pola eliminasi
         Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna  dan karakteristiknya
         Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
         Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu
untuk miksi dan defekasi.
4)      Pola aktivitas/olahraga
         Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit.
         Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya karena
yang terganggu adalah kulitnya
         Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
5)      Pola istirahat/tidur
         Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
         Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang
berhubungan dengan gangguan pada kulit
         Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?
6)      Pola kognitif/persepsi
         Kaji status mental klien
         Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu
         Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi
penyebab kecemasan klien
          Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
         Kaji apakah klien mengalami vertigo
         Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada kulit.
7)      Pola persepsi dan konsep diri
         Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah
kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
         Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau
takut
         Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
8)      Pola peran hubungan
         Tanyakan apa pekerjaan pasien
         Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman,
dll.
         Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit klien
9)      Pola seksualitas/reproduksi
         Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya
         Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan
menopause
         Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan
seks
10)  Pola koping-toleransi stress
         Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau perawatan
diri )
         Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya
(mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien
sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat.
11)  Pola keyakinan nilai
         Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama serta
seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih
berfikiran positif.
Data Analysis

“S” and “O” data Etiology Problem


Subjektif : Kekeringan pada kulit Kerusakan integritas
- Tidak ada Kulit
Objektif :
- Kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit
- Nyeri
- Perdarahan
- Kemerahan
- Hematoma
Subjektif : Penurunan imunitas Resiko Infeksi
- Tidak ada
Objektif :
- Gangguan peristaltik
- Kerusakan integritas
kulit
- Perubahan sekresi pH

Subjektif : Agen cedera biologis Nyeri Akut


- Mengeluh nyeri
Objektif :
- Tampak meringis
- Gelisah
- Frekuensi nadi
meningkat
- Sulit tidur

Subjektif : Penampakan kulit yang Gangguan citra tubuh


- Mengungkapkan tidak bagus
kecacatan/kehilanga
n bagian tubuh
- Menggungkapkan
perasaan negatif
tentang perubahan
tubuh
Objektif :
- Kehilangan bagian
tubuh
- Fungsi/struktur
tubuh berubah/hilang
- Hubungan social
berubah

XI. Nursing Diagnosis According to Priority

1. Kerusakan integritas Kulit b/d kekeringan pada kulit

2. Resiko Infeksi b/d penurunan imunitas


3. Nyeri Akut b/d agen cedera biologis
4. Gangguan citra tubuh b/d penampakan kulit yang tidak bagus
Form NCP

Planning
Nursing Diagnosis* Implementation
Goal* Interventions* Rationale*

Kerusakan integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan kulit: terapi 1. Mengevaluasi status 1. Memantau perkembangan
b/d kekeringan pada kulit keperawatan selama 6 jam di topical kerusakan kulit kulit pasien.
harapkan integritas kulit pasien Aktivitas: pasien setiap hari. 2. Menceegah penggunaan
tidak mengalami kerusakan kulit 1. Pantau perkembangan 2. Keadaan yang tidak linen berstekstur kasar dan
lebih jauh dan kulit pasien dapat kulit pasien setia hari. bersih dan lembab jaga linen tetap bersih, tidak
kembali normal dengan kriteria 2. Cegah penggunaan linen adalah tempat untuk lembab, dan tidak kerut.
hasil: berstekstur kasar dan perkembangbiakan 3. Melakukan perawatan kulit
Integritas jaringan: kulit dan jaga linen tetap bersih, kuman yang cepat secara aseptic 2 kali sehari.
membrane mukosa tidak lembab, dan tidak yang dapat 4. Pantau adanya tanda-tanda
- Temperatur kulit kerut. memperberat infeksi.
- Sensasi kulit 3. Lakukan perawatan kulit alergen. 5. Menggunakan sarung
- Elastisitas kulit secara aseptic 2 kali 3. Untuk menghindari tangan jika merawat lesi.
- Hidrasi kulit sehari. kuman 6. Melibatkan keluarga dalam
- Warna kulit (Kemerahan 4. Pantau adanya tanda- berkembangbiak dan memberikan bantuan pada
berkurang) tanda infeksi. meningkatkan pasien.
- Tekstur kulit (Derajat 5. Pergunakan sarung proses
pengelupasan kulit tangan jika merawat lesi. penyembuhan kulit.
berkurang) 6. Libatkan keluarga dalam 4. Untuk mengetahui
- Ketebalan kulit memberikan bantuan dan mencegah.
- Bebas lesi jaringan pada pasien. 5. Untuk mencegah
- Kulit intak (tidak ada tranmisi kuman
eritema dan nekrosis) sehingga tidak
- Kenyamanan pada kulit memperburuk
meningkat. kondisi pasien.
6. Agar keluarga
pasien mampu
meberikan
perawatan mandiri
di rumah.

Resiko Infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau adanya tanda- 1. Penanda proses 1. Memantau adanya tanda-
penurunan imunitas keperawatan selama 6 jam di tanda infeksi. infeksi. tanda infeksi.
harapkan tidak terjadi infeksi 2. Bersihkan lingkungan 2. Menghindari 2. Membersihkan lingkungan
dengan kriteria hasil: dan linen setelah dipakai terjadinya infeksi. dan linen setelah dipakai
1. Klien bebas dari tanda dan pasien. 3. Mencegah infeksi pasien.
gejala infeksi tanda vital 3. Batasi pengunjung jika sekunder. 3. Membatasi jumlah
dalam batas normal. perlu. 4. Mempercepat proses pengunjung.
RR:16-20 x/menit 4. Insruksikan pasien untuk penyembuhan. 4. Menginsruksikan pasien
N : 70-82 x/menit meminum antibiotic 5. Meningkatkan daya untuk meminum antibiotic
T : 37,6 C sesuai resep dan salep tahan tubuh pasien. sesuai resep dan salep kulit
TD : 120/80 mmHg kulit (Topikal sesuasi 6. Meningkatkan (Topikal sesuasi resep).
Tidak ditemukan tanda-tanda resep). pengetahuan pasien. 5. Meningkatkan masukan gizi
infeksi (kalor, dolor, rubor, 5. Tingkatkan masukan gizi yang cukup untuk pasien.
tumor, infusiolesa) yang cukup untuk 6. Memberikan PENKES
2. Mendeskripsikan proses pasien. tentang resiko infeksi.
penularan penyakit, faktor 6. Berikan PENKES
yang mempengaruhi tentang resiko infeksi.
penularan serta
penatalaksanaanya.
3. Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi.
4. Jumlah leukosit dalam batas
normal: hasil pemeriksaan
laboratorium dalam batas
normal Leukosit darah :
5000-10.000/mm3
Nyeri Akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keluhan nyeri, 1. Mengindikasikan 1. Mengkaji keluhan nyeri,
cedera biologis keperawatan selama 6 jam di perhatikan lokasi, kebutuhan untuk perhatikan lokasi, intesitas
harapkan nyeri pasien berkurang intesitas (skala 0-5), intervensi dan juga (skala 0-5), frekuensi, dan
atau terkontrol dengan kriteria frekuensi, dan waktu. tanda-tanda waktu. Menandai gejala
hasil: Menandai gejala perkembangan/ nonverbal misalnya gelisah,
1. Pasien menunjukan ekspresi nonverbal misalnya resolusi komplikasi. takikardia, dan meringis.
wajah rileks. gelisah, takikardia, dan 2. Dapat mengurangi 2. Mendorong pengungkapan
2. Pasien dapat tidur atau meringis. ansietas dan rasa perasaan pasien.
beristirahat secara adekuat. 2. Dorong pengungkapan takut, sehingga 3. Memberikan aktivitas
3. Pasien mengatakan nyerinya perasaan pasien. mengurangi persepsi hiburan, mis: membaca,
berkurang dari skala 5-3. 3. Berikan aktivitas akan intensitas rasa berkunjung dll.
4. Pasien tidak mengeluh hiburan, mis: membaca, sakit. 4. Melakukan tindakan
kesakitan. berkunjung dll. 3. Memfokuskan paliatif, mis: pengubah
4. Lakukan tindakan perhatian: mungkin posisi, messase, rentang
paliatif, mis: pengubah dapat meningkatkan gerak pada sendi yang sakit.
posisi, messase, rentang kemampuan untuk 5. Menginstruksikan pasien/
gerak pada sendi yang menanggulangi. dorong untuk menggunakan
sakit. 4. Meningkatkan visualisasi/ bimbingan
5. Instruksikan pasien/ relaksasi/menurunka imajinasi, relaksasi
dorong untuk n ketegangan otot. progresif, Teknik nafas
menggunakan 5. Meningkatkan dalam.
visualisasi/ bimbingan relaksasi dan 6. Kolaborasi dengan dokter
imajinasi, relaksasi perasaan sehat. untuk memberikan
progresif, Teknik nafas 6. Memberikan analgsik/antipiretik,
dalam. penurunan analgesic narkotik.
6. Kolaborasi dengan nyeri/tidak nyaman;
berikan mengurangi demam.
analgsik/antipiretik,
analgesic narkotik.
Gangguan citra tubuh b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji harapan cara tubuh 1. Untuk mengetahui 1. Mengkaji harapan cara
penampakan kulit yang keperawatan selama 6 jam di pasien berdasarkan tahap harapan pasien tubuh pasien berdasarkan
tidak bagus harapkan pasien tidak perkembangan. terhadap citra tahap perkembangan.
mengalami gangguan citra tubuh 2. Bantu pasien untuk tubuhnya sehingga 2. Membantu pasien untuk
dan pasien melakukan mendiskusikan penyebab dapat membantu mendiskusikan penyebab
pengembangan peningkatan perubahan yang terjadi menilai seberapa perubahan yang terjadi
penerimaan diri pada pasien karena penyakitnya. besar gangguan citra karena penyakitnya.
tercapai dengan kriteria hasil: 3. Monitor frekuensi diri yang dialami 3. Memonitor frekuensi
1. Pasien mengatakan bisa pernyataan mengkritik oleh pasien. pernyataan mengkritik diri.
menerima kondisi fisiknya. diri. 2. Dengan mengetahui 4. Mengidentifikasi strategi
2. Pasien mengungkapkan 4. Identifikasi strategi penyebab perubahan koping yang digunakan
kesesuaian antara body koping yang digunakan perubahan diri pasien terhadap dalam
reality, body ideal, dan body pasien terhadap dalam pasien karena merespon perubahan
presentation. merespon perubahan penyakitnya penampilan.
3. Mengikuti dan turut penampilan. diharaokan pasien 5. Membantu pasien dalam
berpartisipasi dalam tindakan 5. Bantu pasien dalam mengidentifikasi bagian
memahami proses
perawatan diri. mengidentifikasi bagian tubuh yang dipersepsikan
penyakitnya dan
4. Pasien mau berinteraksi tubuh yang positif.
dengan orang lain dan tidak dipersepsikan positif. menerima 6. Memfasilitasi kontak
merasa malu untuk 6. Fasilitasi kontak dengan kondisinya. dengan individu yang
berinteraksi dengan orang individu yang memiliki 3. Dengan memiliki perubahan pada
lain. perubahan pada citra menghintung citra tubuh yang sama
tubuh yang sama dengan frekuensi pasien dengan pasien.
pasien. dalam mengkritik
dirinya dapat
mengidentifikasi
dan mengevaluasi
beratnya gangguan
citra tubuh yang
dialami pasien.
4. Untuk mengetahui
koping pasien
terhadap perubahan
bentuk fisiknya.
5. Dengan mengetahui
dan dapat menilai
sisi positif dari
tubuh pasien
diharapkan pasien
tidak malu terhadap
dirinya.
6. Pasien dapat saling
berbagi dengan
individu yang
memiliki
pengalaman yang
sama sehingga
pasien dapat
menerima
kondisinya karena
tidak seorang diri
yang mengalami
kondisi seperti itu.

*LP and must be with reference(s) Reference(s):


Daftar Pustaka

Hembing Wijayakusuma (2008). Ramuan Lengkap Herbal taklukan penyakit. Jakarta:


Pustaka Bunda (Grup Puspa Swara), Anggota IKAPI
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogjakarta: Medication.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat.
LAPORAN PENDAHULUAN PSIORIASIS VULGARIS

A. Definisi
Psoriasis vulgaris atau psoriasis plak adalah psoriasis yang ditandai dengan lesi
(kulit pecah) dengan tampilan khas berupa plak atau bercak merah dengan sisik kulit
tebal yang terdiri dari lapisan kulit mati. Gejala ini terdistribusi secara simetris pada
bagian kulit tertentu, beberapa bagian yang paling sering terdampak adalah kulit kepala,
siku, lutut, dan bagian bawah punggung. Gejala psoriasis vulgaris termasuk sulit untuk
diatasi. Untungnya, terdapat berbagai pengobatan yang bisa dilakukan untuk
mengendalikan gejala
Psoriasis merupakan penyakit inflamasi non infeksius yang kronik pada kulit dimana
produksi sel-sel epidermis terjadi dengan kecepatan  ± 6 hingga 9 kali lebih besar dari
pada kecepatan yang normal. (Brunner & Suddarth, 2002).
Psoriasis adalah suatu dermatosis yang karonik residif dengan gambaran klinis yang
khas yaitu adanya makula eritamatosa yang berbentuk bulat atau tebal lonjong dengan
diatasnya ada skuama yang tebal, berlapis-lapis dan berwarna putih mengkilat. (Kapita
Selekta Kedokteran, 2001).
Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronik dan rekuren, yang khas
ditandai dengan papula atau plak eritematosa, kering, batas tegas dan tertutup skuama
tebal berlapis-lapis, berwarna putih keabu-abuan atau putih seperti perak / mika.

B. Etiologi
Secara pasti belum dapat diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi
yaitu :
1. Genetik/herediter
Penyakit ini diturunkan melalui suatu gen yang dominan
2. Defek pada epidermis
Ditemukan adanya peningkatan dari ribonuklease dan penurunan dari
deoxyribonuklease pada sel-sel epidermis
3. Defek enzim pada kulit.
Pada epidermis yang normal prpses keratinisasi berlangsung dalam 24 hari,
sedangkan pada psoriasis proses tersebut berlangsung dalam 3-4 hari.
4. Hormonal
Hal ini terlihat terutama pada wanita tetapi belum jelas hubungannya. Pada
wanita, insidens psoriasis meningkat pada masa pubertas dari pada masa
klimakterium.
5. Tekanan mental terutama pada orang dewasa.
6. Infeksi
Infeksi merupakan faktor pencetus dan faktor yang memperberat timbulnya
psoriasis, biasanya infeksi akut seperti tonsilitis. Pada anak-anak serung
ditemukan psoriasis yang timbul 2 minggu setelah tonsilitis.
7. Sinar matahari
Pada bangsa-bangsa yang sering terkena sinar matahari jarang terkena
psoriasis.

C. Risk Factor
Berikut ini adalah berbagai faktor yang dapat meningkatkan seseorang untuk
terkena psorisasis vulgaris: infeksi virus dan bakteri, stres, obesitas atau kelebihan
berat badan, luka atau gigitan serangga di kulit, perubahan hormon, konsumsi obat-
obatan tertentu seperti lithium, antimalaria, antiradang, dan beta blockers, perubahan
cuaca yang ekstrem Setiap penderita psoriasis bisa memiliki faktor pemicu yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk mengetahui faktor pemicu
apa yang menyebabkan kambuhnya gejala psoriasis.

D. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tamabahan.
Dimulai dengan makula dan papel eritematosa dengan ukuran mencapai lentikular
numular yang menyebar secara sentrifugal.
Pemeriksaan histopatologi pada biopsi kulit penderita psoriasis
menunjukkan adanya penebalan epidermis dan stratum korneum dan pelebaran
pembuluh-pembuluh darah dermis bagian atas. Jumlah sel-sel basal yang
bermitosis jelas meningkat. Sel-sel yang membelah dengan cepat itu bergerak
dengan cepat ke bagian permukaan epidermis yang menebal. Proliferasi dan
migrasi sel-sel epidermis yang cepat ini menyebabkan epidermis menjadi tebal dan
diliputi keratin yang tebal (sisik yang berwarna seperti perak). Peningkatan
kecepatan mitosis sel-sel epidermis ini agaknya antara lain disebabkan oleh kadar
nukleotida siklik yang abnormal, terutama adenosin monofosfat (AMP) siklik dan
guanosin monofosfat (GMP) sikli. Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada
penyakit ini. Peranan setiap kelainan tersebut dalam mempengaruhi pembentukan
plak psoriatik belum dapat dimengerti secara jelas. Akibat penyebaran yang seperti
ini dijumpai beberapa bentuk psoriasis. Bentuk titik (psoriasis pungtata), bentuk
tetes-tetes (psoriasis gutata), bentuk numular (psoriasis numular), psoriasis
folikularis atau psoriasis universalis (pada seluruh tubuh).

E. Sign and Symptoms


Lesi muncul sebagai bercak-bercak merah benjol pada kulit yang ditutupi
oleh sisik berwarna perak. Bercak-bercak bersisik tersebut terbentuk karena
penumpukan kulit yang hidup dan mati akibat peningkatan kecepatan pertumbuhn
serta pergantian sel-sel kulit yang sangat besar. Jika sisik tersebut dikerok, maka
terlihat dasar lesi yang berwarna merah gelap dengan titik-titik perdarahan. Bercak-
bercak ini tidak basa dan bisa terasa gatal atau tidak gatal.
Lesi dapat tetap berukuran kecil sehingga terbentuk psoriasis gutata.
Biasanya lesi melebar secara perlahan-lahan, tetapi setelah beberapa bulan
kemudian, lesi-lesi tersebut akan menyatu sehingga terbentuk bercak irreguler yang
lebar. Psoriasis dapat menimbulkan permasalahan mulai dari masalah kosmetika
yang mengganggu hingga keadaan yang menimbulkan cacat dan ketidak mampuan
fisi
Tempat-tempat tertentu pada tubuh cenderung terkena kelainan ini.
Termpat-tempat tersebut mencakup kulit kepala, daerah sekitar siku serta lutut,
punggung bagian bawah dan genitalia. Psoriasis  juga dapat ditemukan pada
permukaan ekstensor lengan dan tungkai, daerah disekitar sakrum serta lipatan
intergluteal. Distribusi simetri bilateral merupakan ciri khas psoriasis. Pada kurang
lebih seperempat hingga separuh dari pasien-pasien, kelainan tersebut mengenai
kuku  yang menyebabkan terjadinya pitting, perubahan warna kuku serta
penggumpalan pada ujung bebas dan pemisahan lempeng kuku.  Kalau psoriasis
terjadi pada telapak kaki dan tangan keadaan ini bisa menimbulkan lesi pustuler.
F. Komplikasi
1. Eritroderma
Beberapa psoriasis dapat berubah menjadi eritroderma. Hal ini disebabkan oleh
:
a. Tekanan mental
b. Obat-obatan diantaranya pemakaian obat-obat kuinidin (derivat dari
kinina)
c.  Terapi berlebihan.
d. Pemakaian preparat terapi yang berlebihan misal konsentrasi yang lebih
dari 20 %.
e. Fokal infeksi
Umumnya kalau terjadi komplikasi eritroderma prognosisnya kurang baik
dan sering sukar disembuhkan meskipun telah diberi bermacam-macam
pengobatan termasuk kortikosteroid.
2. Artritis
Dapat monoartritis maupun poliartritis dan dapat menyerang sendi kecil dan
sendi besar. Pada kedaan ini perlu di DD/ dengan artritis rematoid.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
1. Identitas klien
Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang meliputi:
nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, dan tanggal
pengkajian
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
Penderita biasanya mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat
predileksi, yakni pada kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka,
ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Penderita penyakit psoriasis menampakkan gejala Penderita biasanya
mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat predileksi, yakni pada
kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian
ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit
terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama
diatasnya. Eritema berbatas tegas dan merata. Skuama berlapis-lapis,
kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
b.  Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien mempunyai riwayat merokok, minuman beralkohol.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada atau tidak anggota keluarga yang pernah menderita penyakit psoriasis
Data dasar pengkajian pasien
Pengkajian 11 Pola Gordon:
1. Pola Persepsi Kesehatan
a. Adanya riwayat infeksi sebelumya.
b. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
c. Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
d. Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
e. Hygiene personal yang kurang.
f. Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
2. Pola Nutrisi Metabolik
a. Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari
makan.
b. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
c. Jenis makanan yang disukai.
d.  Napsu makan menurun.
e. Muntah-muntah.
f.  Penurunan berat badan.
g. Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
h. Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar
atau perih.
3. Pola Eliminasi
a. Sering berkeringat.
b. Tanyakan pola berkemih dan bowel.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
a. Pemenuhan sehari-hari terganggu.
b. Kelemahan umum, malaise.
c. Toleransi terhadap aktivitas rendah.
d. Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.
e.  Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
5. Pola Tidur dan Istirahat
a. Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
b. Mimpi buruk.
6. Pola Persepsi Kognitif
a. Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
b. Pengetahuan akan penyakitnya.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
a. Perasaan tidak percaya diri atau minder.
b. Perasaan terisolasi.
8. Pola Hubungan dengan Sesama
a. Hidup sendiri atau berkeluarga
b.  Frekuensi interaksi berkurang
c. Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola Reproduksi Seksualitas
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
b.      Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
a. Emosi tidak stabil
b. Ansietas, takut akan penyakitnya
c. Disorientasi, gelisah
11. Pola Sistem Kepercayaan
a. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
b.  Agama yang dianut
Pada saat pengkajian yang perlu ditanyakan :
a. Keluhan utama
b. Mulai kapan gejala timbul
c. Perjalanan penyakit
1) Terus menerus dari ringan, sedang, dan berat
2) Hilang timbul
3) Pada saat/musim tertentu
d. Sebelum gejala timbul, apakah klien mengkonsumsi obat-obatan tertentu
e. Pernahkah klien mendapatkan pengobatan sebelumnya dan bagaimana
hasilnya
f. Apakah dalam keluarga, ada yang mempunyai penyakit seperti yang diderita
klien
g. Bagaimana lingkungan tempat tinggal klien

Medical Procedure for Treat the Diagnosis


Penyebab psoriasis belum diketahui dengan pasti, maka belum ada obat pilihan
psoriasis sebaiknya diobati secara topikal, jika hasilnya tidak memuaskan baru
dipertimbangkan pengobatan sistemik, karena efek sampimg pengobatan sistemik
lebih banyak.
1. Terapi topikal
Ada beberapa obat yang dapat dianggap sebagai anti psoriasis yaitu :
a. Preparat ter, Ada 3 macam preparat ter yaitu :
2) Ter dari kayu : oleum cadini, pix liquid, oleum nisci
3)  Ter batu bara : liantral, liquor carbonis detergent
4) Ter fosil : Ictiol
Yang dipakai untuk pengobatan psoriasis adalah preparat ter dari
kayu dan batu bara. Preparat ter dari batu bara efeknya lebih kuat dari
0ada ter dari kayu tetapi daya erosi terhadap kulit lebih besar. Jadi untuk
psoriasis yang kronik dipakai preparat ter dari batu bara, sedang kasus
baru dipakai preparat ter dari kayu. Efek dari preparat ter adalah anti gatal,
keratolitik, vasokostriksi dan menaikkan ambang  ransang.
b. Mercury praecipitatum album
Preparat ini mengandung Hg yang dapat menimbulkan dermatitis
kontak dan bila dipakai terlalu banyak dan terlalu lama terjadi kelainanan
ginjal (Nefritis). Pada terapi topikal biasanya obat-obat tersebut diatas
digunakan dalam kombinasi. Disamping itu perlu pula dikombinasi
dengan Asam salisilat untuk memperkuat daya kerja pemakaian obat ini
sebaiknya sesudah mandi.
Bila lesi generalisata atau universal pemakaian obat tersebut dapat
secara parsial, misalnya hari I yang diobati muka dan ekstremitas atas, hari
II badan, hari III ekstremitas bawah, hari IV muka dan ekstremitas, dan
seterusnya.
Disamping itu harus diperiksa kadar protein urin tiap minggu. Hal
ini juga perlu dilakukan pada pemakaian pada pemakaian obat-obat
tersebut jangka panjang. Bila terjadi komplikasi eritroderma, pengobatan
dan preparat ter harus dihentikan kemudian diberi prednison tablet 3 x 10
mg/hari. Untuk melunakkan kulit dan menghilangkan squama dapat
diberikan lanolin 5 (10%) dan vaselin ad 50.
2. Terapi sistemik
Bisanya diberikan :
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada eritroderma psoriasis eritrodermik
dan psoriasis pustulosa generalisata. Dosis permulaan   40-60 mg
prednison sehari. Jika telah sembuh dosis diturunkan perlahan –lahan
b. Obat sitostatik yang biasanya digunakan adalah metotreksat. Indikasinya
ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis artritis dengan lesi
kulit, dan eritroderma karena psoriasis yang sukar terkontrol dengan obat
standar. Kontraindikasinya ialah jika terdapat kelainan hepar, ginjal,
sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya
Tuberkulosis), ulkus pepetikum, kolitis ulserosa dan psikosis.
c. Levodova
Levodova sebenarnya dipakai untuk penyakit parkinson. Diantaranya
penderita parkinson sekaligus juga menderita psoriasis, ada yang membaik
psoriasisnya dengan pengobatan levodova. Efek samping yaitu muntah,
mual, anoreksia, hipotensi, gangguan psikik dan pada jantung.
d. DDS
DDS (Diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan psoriasis
pustulosa tipe barber dengan dosis 2 x 1000 mg sehari. Efek samping yaitu
anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan agranulositosis.
e. Etretinat (tegison,  tigason)
            Obat ini merupakan retinoid aromatik, digunakan bagi psoriasis
yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek
sampingnya. Dapat pula digunakan untuk eritroderma psoriatik. Cara
kerjanya belum diketahui pasti. Pda psoriasis oba tersebut mengurangi
proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. Efek
sampingnya sangat banyak diantaranya; pada kulit (menipis), selaput
lendir pada mulut, mata dan hidung kering, peningkatan lipid darah,
gangguan fungsi hepar, hiperostosis dan teratogenik.
f. Siklospurin
Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kg BB sehari. Bersifat
nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik,
hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.

Diagnostic Test
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah dan
biopsi histopatologi. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium
darah dan biopsi histopatologi. Pemeriksaan penunjang yang paling umum
dilakukan untuk mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan
menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin.

Nursing Diagnosis
1. Gangguan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi
2. Ganguan citra tubuh b.d perasaan mau terhadap penampakan diri dan persepsi
dari tentang ketidak berhasian.
3. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan sekunder
akibat penyakit psoriasis
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan krisis kepercayaan diri
5. Kurang pengetahuan terhadap penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, kurang
informasi.

Nursing Care Plan


           Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit
Tujuan    : Menunjukkan regenerasi jaringan
Tindakan  : 1) Kaji ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan
nekrotik dan kondisi sekitar luka
2) Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol
infeksi
3) Evaluasi ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan
ada/tidaknya penyembuhan
 4)  Kolaborasi pemberian theraphi.
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan proses inflamasi, jaringan
terbuka
Tujuan      : Tidak terjadi defisit volume cairan dengan kriteria tidak ada
tanda dan gejala dehidrasi berat badan ideal.
Tindakan   : 1) Pantau intake dan output cairan
2) Timbang berat badan tiap hari
3) Pantau tanda dan gejala dehidrasi
4) Anjurkan klien banyak minum
5) Kolaborasi pemberian cairan parenteral
c. Ganguan citra tubuh b.d perasaan mau terhadap penampakan diri dan
persepsi dari tentang ketidak berhasian
Tujuan : Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima
keadaan Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan
perawatan diri.
 Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
Tindakan :
1. Kaji adanya gangguan citra diri(menghindari kontak rendahkan diri
sendiri).
2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya.
5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias,
merapikan.
6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002.  Keperawatan Medikal Bedah. Edisi VIII, EGC.

Carpenito, Lynda Jual, 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC

Djuanda, A. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


Edisi 5.
Jakarta: Penerbit FK UI

Doengoes, E, Marilynn. 2002. “Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokomentasian Perawatan Pasien ”. Edisi III, Jakarta : EGC

Mansur Aris. 2001. Kapita Selekta. Edisi III. Media Aeftulapiut.

Smeltzer, Suzanne. 2002. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”. Edisi 8, Volume 3.
Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR

A. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenajat,
2001). Luka bakar merupakan luka yang unik diantara luka lainnya karena luka tersebut
meliputi sejumlah bersar jaringan mati yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka
waktu yang cukup lama.
B. Klasifikasi Luka Bakar:
1. Menurut kedalamannya
a. Luka bakar derajat I
 Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
 Tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari
 Tidak dijumpai bullae
 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
 Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
 Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi.
 Dijumpai bulae.
 Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas
kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
 Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
 Tidak dijumpai bulae.
 Kulit yang terbakar berwarna putih hingga merah, coklat atau hitam
 Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eskar.
 Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian

2. Klasifikasi keparahan luka bakar menurut American Burn Association

No Derajat luka bakar Ringan/minor Sedang Mayor


1 Derajat 2 Dewasa Dewasa Dewasa
TBSA <15 TBSA 15-25 >25%
Anak Anak Anak
<10% 10-20% >20%
2 Derajat 3 <2% 2-10% 10%

Rule Of Nine

Head and neck = 9%

front = Head and neck = 18%


18%

front =
18%
Perinium = 1%

Right leg Leftleg =


= 14% 14%

Total: 100% Total: 100%


Usia>15 tahun Usia 0-1 tahun

Head = 10%
Head and neck = 14% HeadFront
and neck = 10%
and back

front = front =
18% 18%

Right leg Leftleg Right leg Leftleg


Pembagian Zona Kerusakan Jaringan
a. Zona koagulan
Terdiri dari jairngan yang mati membentuk sisa-sisa luka bakar yang berlokasi
pada pusat luka bakar yang berhubungan langsung dengan sumber panas
b. Zona statis
Terdiri dari jaringan yang berbatasan dengan luka yang nekrosis dan masih tetap
hidup tetapi ada risiko berupa defisiensi darahg yang terus menerus selama
penurunan perfusi
c. Zona hiperemia
Terdiri dari kulit normal yang mengalami vasodilatasi dan mengisi aliran pembuluh
darah akibat respon luka

Proses Penyembuhan Luka


1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadi luka sewaktu hari ke 5. Fase ini terjadi respon vaskuler
dan seluler yang terjadi akibat luka/cedera pada jaringan yang bertujuan untuk
menghentikan pendarahan, membersihan darah luka, benda asing, sel-sel mati dan
bakteri. Pada fase ini terputusnya pembuluh darah akan menyebabkan perdarahan
dan tubuh akan berusaha untuk menghentikannya (hemostatis) dimana dalam proses
itu terjadi:
a. Kontruksi pembuluh darah (vasokontriksi)
b. Agregasi (pelengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala=jala fibrin
c. Aktivitas serangkaian reaksi pembuluh darah
Proses tersebut berlengsung beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah,
penyuburan sel radang disertai vasodilatasi (pelebrana pembuluh darah) selain itu
juga terjadi rangsangan terhadap ujung saraf sensorik pada daerah luka sehingga
pada fase ini ditemukan tanda-tanda inflamasi yaitu seperti kemerahan, teraba
hangay, edema dan nyeri.
2. Fase proliferasi
Disebut juga fase fibroplasia yang berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai
dengan akhir minggu. Pada fase ini sel fibroplos berpoliferasi, fibroblas
menghasilkan mukopolisakarida asam amino dan protein yang merupakan bahan
dasar kolagen yang akan mempertemukan tepi luka. Fase ini dipengaruhi oleh
substansi yang disebabkan growth factors. Pada fase ini terjadi proses:
1. Angiogenesis: proses pembentukan kapiler baru untuk menghantarkan nutrisi
dan oksigen ke daerah luka. Angiogenesis di stimulasi oleh suatu growth factors
(Tnf αβ)
2. Granulasi: pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler pada
dasar luka dan permukaan yang bersisi jaringan halus
Kontraksi: pada fase ini terpi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang
disebabkan oleh kerja miofibrinoblas sehingga mengurangi luas luka, proses ini
kemungkinan dimediasi oleh TGF α
C. Etiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh
melalui kondusksi atau radiasi elektromagnetik, meliputi: Etiologi luka bakar dapat
dibagi menjadi Scald Burns, Flame Burns, Flash Burns, Contact Burns, Chemical
Burns, Electrical Burns, Frost Bite (Jeschke, 2007).
a. Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas, merupakan
kebanyakan penyebab luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C
menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan waktu hanya dalam 3
detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik (Jeschke,
2007).
b. Flame Burns
Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri termal.
Meskipun kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran rumah telah menurun
seiring penggunaan detektor asap, kebakaran yang berhubungan dengan
merokok, penyalahgunaan penggunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan
kendaraan bermotor dan kain terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan
juga bertanggung jawab terhadap luka terbakar (Jeschke, 2007).

c. Flash Burns
Flash burns adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas alam, propan,
butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain seperti
aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu. Flash burns memiliki
distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi
yang terkena (Jeschke, 2007).
d. Contact Burns
Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik, gelas
atau bara panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh
dengan tangan menyentuh setrika, oven dan bara kayu menyebabkan luka
bakar yang dalam pada telapak tangan (Jeschke, 2007).
e. Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat asam kuat
atau basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri yang memakai
bahan kimia sebagai bagian dari proses pengolahan atau produksinya.
Penanganan yang salah dapat memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi
dengan NS (NaCl 0.9%) atau akuabides atau cairan netral lainnya adalah
pertolongan terbaik, tidak dengan cara menetralisirnya (Jeschke, 2007).
f. Electrical Burns
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar dari
sejak arus masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk
adalah tempat aliran listrik memasuki tubuh, luka keluar adalah tempat
keluarnya arus dari tubuh menuju bumi/ground. Sulit secara fisik
menentukan berat ringannnya kerusakan yang terjadi, mengingat perlu
banyak pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya untuk mengevaluasi
keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal, kerusakan otot sangat mungkin
terjadi. Besarnya luka masuk atau luka keluar tidak berhubungan dengan
kerusakan jaringan sepanjang aliran luka masuk sampai keluar. Maka dari itu
setiap luka bakar listrik dikelompokan pada derajat III (Jeschke, 2007).
g. Frost Bite
Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer
mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan
telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis dan kerusakan yang permanen.
Untuk tindakan pertama adalah sesegera mungkin menghangatkan bagian
tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakan-gerakan untuk memperlancar
sirkulasi (Jeschke, 2007).

D. Perjalanan Penyakit
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas),
dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.

3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
E. Sign and Symptoms:
Manifestasi awal menurut Betz (2009)
- Takikardia
- Tekanan darah menurun
- Ekdtremitas dingin dan perfusi buruk
- Perubahan tingkat kesadaran
- Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunanurine, lidah dan kulit kering)
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat (tidak terjadi pada luka bakar derajat II dan III)
Menurut Grace (2007) menifestasi kronis adalah:
1. Umum :
- Nyeri
- Edema dan bula
2. Khusus:
- Inhalasi asap (gejala pada hidung/sputum, suara serak, luka bakar dalam mulut)
- Luka bakar pada mata/alis mata
- Luka bakar sirkum tersiol
Kedalaman Jaringan Penyebabya Karakteristik Nyeri Penyembuha
yang nglazim n
terkena
Ketebalan Kerusakan Sinar Kering : tidak Nyeri Sekitar 5 hari
superficial epitel matahari ada lepuh, merah
(derajat I) minimal pink, memutih
dengan tekanan

Ketebalan Epidermis, Kilat : cairan Basah : pink atau Nyeri : Sekitar 21


partial dermis hangat merah, lepuh hiperestetik hari, jaringan
(derajat minimal sebagian parut
IIA) memutih minimal
Ketebalan Keseluruha Benda Kering : pucat, Sensitif Berkepanjan
partial n epidermis, panas, nyala berlilin, tidak terhadap gan
dermal sebagian api, cidera memutih tekanan membentuk
dalam dermis radiasi jaringan
(derajat hipertrofik :
IIB) pembentukan
kontraktur
Ketebalan Semua yang Nyala api Kulit terkelupas Sedikit Tidak dapat
penuh di atas dan berkepanjan vascular, pucat nyeri beregenerasi
(derajat III) bagian gan, listrik, kuning sampai sendiri :
lemak kimia, dan coklat membutuhka
subkutan uap panas n tandur kulit
dapat
mengenai
jaringan
ikat, otot,
tulang

F. Komplikasi
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
d. Kedalaman luka bakar
e. Sifat kulit
f. Usia klien
g. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan warna
awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan jaringan parut terus
berlangsung dan warna berubah merah, merah tua dan sampai coklat  muda dan
terasa lebih lembut.
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat mecegah atau
mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan m
enekan timbulnya hipertrofi scar

3. Systemic Inflammatory Response Syndrome atau SIRS terdiri dari rangkaian


kejadian sistemik yang terjadi sebagai bentuk respons inflamasi. Respons yang
terjadi pada SIRS merupakan respons selular yang menginisiasi sejumlah mediator-
induced respons pada inflamasi dan imun (Burns M. & Chulay, 2006). SIRS
(Systemic Inflammatory Response Syndrome) adalah respon klinis terhadap
rangsangan (insult) spesifik dan nonspesifik 

4. Multiple Organ Dysfunction Syndrome/ MODS) didefinisikan sebagai adanya


fungsi organ yang berubah pada pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak
dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi. Disfungsi dalam MODS melibatkan >2
sistem organ 

ASUHAN KEPERAWATAN
Assesment
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer
umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan
(semua luka bakar).
c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan
bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik
(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.
h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal);
sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa
hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut
dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh;
ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam
setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif),
luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik
sehubungan dengan syok listrik).
Medical Procedure to Treat the Diagnosis

Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek
Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah:
terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum
yang hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk bernapas,
segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat
menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur
costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema, pada
luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang
luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan Formula
Baxter.
Formula Baxter
h. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
i. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam
berikutnya.
4. Obat - obatan:
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.

Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Formula Cairan 24 jam pertama Kristaloid 24 jam Koloid 24 jam
kedua ketiga
Baxter RL 4ml/kgBB/%LLB 20-60% estimate vol Memantau output
plasma urine 30ml/jam
Evans Larutan NS 50% vol cairan 50% vol cairan 24
(ml/kg/%LLB, 200ml 24jam pertama x jam pertama
DSW dan koloid 200ml/DSW
1mg/kg/%LLB)
Salter RL 2l/24jam + fresh 50% vol cairan 0% vol cairan
frozen plasma 24jam 24jam
7ml/kg/24jam 200ml DSW 1 fresh frozen
plasma
Broke RL = 1,5ml/kg/%LLB -
Koloid =
0,5ml/1/%LLB
200ml DSW
Modified RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
metrohealth RL + 50mEq NS, pantau output
sodiumbikarbonat urine
4ml/kg/%LLB

Diagnostic Test
1) Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran
darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida
(PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

Rumus Kebutuhan Cairan


A. DEWASA
RL
4 cc/24jam x kg BB x %LLB
24 jam pertama cairan dibagi:
b. 8 jam pertama diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
c. 16 jam kedua diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
d. 18 jam setelah kejadian ditambah cairan koloid sejumlah 500ml pada luka bakar
sedang, 1000ml pada luka bakar berat
24 jam kedua
a. Diberikan 50% dari kebutuhan cairan /24 jam
B. ANAK
2 cc x kg BB x % LLB + kebutuhan faal/24 jam
Kebutuhan Faal:
<  1 tahun    : BB x 100 ml
1-5 tahun  : BB x   75 ml
5-15 tahun  : BB x   50 ml
RL : koloid = 17:3
Cara pemberian
24 jam pertama dibagi 2:
- 8 jam = ½ kebutuhan cairan/24 jam
- 16 jam = ½ kebutuhan cairan/24 jam
24 jam kedua
Sesuai kebutuhan faal

Nursing Diagnosis
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen kimia / termal ditandai dengan melaporkan
nyeri secara verbal
2. Kerusakan integritas kulit b.d cidera termal ditandai dengan kerusakan integritas
kulit
3. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan defisiensi
volume cairan ditandai dengan penggunaan serum elektrolit

Perawatan di Unit Luka Bakar:

a) Perawatan luka umum


2. Pembersihan luka, cuci dengan savlon NaCL 0.9% 1:3 + buang jaringan
nekrotik
3. Topical dan tutup luka
 Tule
 Silver sulfoidiazin
 Tutup kasa tebal  evaluasi 5-7 hari balutan kotor
4. Ganti balutan
5. Hidroterapi
6. Terapi obat-obatan: antibiotic, analgesic, antacid
7. Debridement
8. Balutan luka biosintetik dan sintetik bio-brone/sufratulle
9. Penalaksanaan nyeri
10. Dukungan nutrisi
11. Fisioterapi/mobilisasi
12. Perawatan rehabilitasi

Nursing Care Plan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen kimia / termal ditandai dengan


melaporkan nyeri secara verbal
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit klien
menunjukkan kriteria hasil sesuai dengan skala NOC
NOC: Pain Level
Indikator 1 2 3 4 5
Level nyeri ≥7 5-6 3-4 1-2 0
Ekspresi
nyeri

TD Sistole >170 >161-170 151-160 140-150 <140


Diastole >120 110-120 100-109 90-99 <90
RR ≥ 32 29-32 25-28 21-24 12-20
NIC: Pain Management
1. Kaji klien secara komperehensif
2. Amati isyarat non verbal terkait keluhan nyeri
3. Monitor TTV terhadap nyeri
4. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti nyeri

2. Kerusakan integritas kulit b.d cidera termal ditandai dengan kerusakan


integritas kulit
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam integritas kulit
klien dapat membaik
Kriteria hasil sesuai skala NOC
NOC: Burn Healing
Indikator 1 2 3 4 5
Prosentase luka bakar >70% 60-70% 41-59% 20-40% <20%
Tanda-tanda infeksi Ya Tidak
Edema luka bakar Ya Tidak
Kemerahan jaringan Ya Tidak
TD Sistole <105 105-109 110-114 115-119 ≤ 120

TD Diastole < 40 40-59 60-69 70-79 ≤ 80

RR ≥ 32 29-32 25-28 21-24 12-20

Nadi >130x/mnt 121- 111- 101- 60-


130x/mnt 120x/mnt 110x/mnt 100x/mnt

Suhu >39 34,4-39 38-38,3 37,6-37,9 36,5-37,5

NIC: Wound care burn


1. Rawat luka
2. Monitor TTV klien (nadi, suhu, tekanan darah, RR)
3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada luka Berikan kenyamanan sebelum
mengganti balutan
4. Berikan nutrisi dan intake cairan adekuat
5. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat topikal dan pemeriksaan
penunjang
3. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
defisiensi volume cairan ditandai dengan penggunaan serum elektrolit
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit kebutuhan cairan
dan elektrolit klien terpenuhi
Kriteria Hasil : Sesuai Skala NOC
NOC: Electrolite Acid/bare balance
Indikator 1 2 3 4 5
Serum natrium <120 120-125 125-130 130-135 136-145
Serum kalium <2,3 2,3-2,6 2,6-3,0 3,1-3,4 3,5-5,5
Serum klorida <7,0 7,0 – 7,9 8,0 – 8,9 9,0 – 9,7 9,8 – 10,6
Albumin <2,0 2,0-2,4 2,5-2,9 2,0-3,4 3,5-5,0
Osmolalitas <1,5 1,5-1,8 1,9-2,5 2,6-2,9 3,0-4,7
urine

NIC: Fluid Electrolyte


1. Monitor serum elektrolit pasien
2. Monitor tanda-tanda kekurangan cairan dan elektrolit
3. Monitor tanda dan gejala retensi cairan
4. Monitor TTV
5. Kolaborasi dengan tim medis mengenai koreksi Elektrolit
Referensi

Broghers VL, 2003, Aplikasi dan patofisiologi: pemeriksaan dan manajemen ED 2.


Jakarta : EGC
Grace et al, 2007. At giance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga
Mancon, m, 2003. Manajemen Luka, Jakarta : EGC
Sabistan D, 2000. Buku Ajar Bedah, Jakarta : EGC
Sam, 2011. Asuhan Keperawatan dengan Combustio, Jakarta: EGC
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Stöppler, Melissa Conrad MD. Frost bite.
http://www.emedicinehealth.com/frostbite/article_em.htm#Frostbite Causes
Wahab, Abdul. 2011. Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar. PPT Fakultas Kedokteran
Universitas Hassanudin: Makassar.
Wim, de Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Bab 3 Luka Bakar Edisi 2. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai