Anda di halaman 1dari 15

1.

LI 1 Memahami dan mempelajari sendi pada region genu


Sendi lutut merupakan sendi yang terbesar pada tubuh manusia. Sendi ini terletak pada
kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah. Pada dasarnya sendi lutut ini terdiri dari
dua articulatio condylaris diantara condylus femoris medialis, lateralis dan condylus
tibiae yang terkait dalam sebuah sendi pelana , diantara patella dan fascies patellaris
femoris.

1. Tulang pembentuk sendi lutut


         Sendi lutut dibentuk dari tiga buah tulang yaitu tulang femur, tulang tibia, tulang
fibula dan tulang patella.
a. Tulang femur
  Merupakan tulang panjang yang bersendi keatas dengan pelvis dan
kebawah dengan tulang tibia. Tulang femur terdiri dari epiphysis proksimal,
diaphysis dan epiphysis distalis. Pada tulang femur ini yang berfungsi dalam
persendian lutut adalah epiphysis distalis. Epiphysis distalis merupakan bulatan
sepanjang yang disebut condylous femoralis lateralis dan medialis.
      Dibagian proksimal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil yang
disebut epicondilus lateralis dan medialis. Bila dilihat dari depan, terdapat dataran
sendi yang melebar ke lateral yang disebut facies patelaris yang nantinya bersendi
dengan tulang patella. Dan bila dilihat dari belakang, diantara condylus lateralis
dan medialis terdapat cekungan yang disebut fossa intercondyloideal.
b. Tulang patella
         Merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia dengan bentuk
segitiga dan gepeng dengan aspex menghadap kearah distal. Pada permukaan
depan atau anterior tulang patella kasar sedangkan permukaan dalam atau dorsal
memiliki permukaan sendi yang lebih besar dan facies medial yang lebih kecil     
c. Tulang tibia
  Merupakan salah satu tulang tungkai bawah selain tulang fibula, tibia
merupakan tulang kuat satu-satunya yang menghubungkan  femur dan tumit kaki.
Seperti halnya tulang femur, tulang tibia dibagi tiga bagian, bagian ujung
proksimal, corpus dan ujung distal bagian dari tulang tibia yang membentuk sendi
lutut adalah bagian proksimal, dimana pada bagian ujung proksimal terdapat
condillus medialis dan tubercullum inter condiloseum lateral. Didepan dan
dibelakang eminentia terdapat fossa intercondilodea anterior dan posterior.
d. Tulang fibula
         Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang, terletak di sebelah lateral dari
tibia juga terdiri dari tiga bagian : epiphysis proximal, diaphysis dan epiphysis
distalis. Epiphysis proximalis membulat disebut capitulum fibula yang
keproximal.
2. Jaringan lunak sekitar sendi lutut
a. Meniscus
Meniscus merupakan jaringan lunak, meniscus pada sendi lutut
adalah meniscus latralis. Adapun fungsi meniscus adalah:

 Penyebaran pembebanan
 Peredam kejut (shock absorber)
 Mempermudah gerakan rotasi
 Mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan diserap
oleh meniscus dan diteruskan ke sebuah sendi.
b. Bursa
Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya
gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membrane synovial. Ada
beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain :

 bursa popliteus
 bursa supra patellaris
 bursa infra patellaris
 bursa subcutan prapatelaris
 bursa sub patellaris
c. Ligamen-ligamen Sendi Lutut
Ligamen mempunyai sifat yang cukup lentur dan jaringannya cukup kuat yang
berfungsi sebagai pembatas gerakan dan stabilitas sendi.
Ada beberapa ligamen sendi lutut yaitu :
1)  Ligamentum cruciatum anterior
Berjalan dari depan fossa intercondyloidea anterior ke permukaan medial
condilus lateralis femorisyang berfungsi menahan hiperekstensi  dan menahan
bergesernya tibia ke depan.
2)  Ligamentum cruciatum posterior
Berjalan dari facies lateralis condylus medialis femoris menuju ke fossa
intercondylodea tibia yang berfungsi menahan bergesernya tibia ke arah
belakang.
3)  Ligamentum collateral lateral
Berjalan dari epicondylus lateralis ke capitulum fibula yang berfungsi
menahan gerakan varus atau samping luar.
4)  Ligamentum collateral mediale
Berjalan dari epicondylus medial ke permukaan medial tibia
(epicondylus medialis tibia) yangberfungsi menahan gerakan valgus atau
samping dalam eksorotasi. Namun secara bersamaan fungsi – fungsi ligament
collateralle menahan bergesernya tibia ke depan pada lutut 90°.
5)  Ligamentum patella
Yang merupakan lanjutan dari tendon M. Quadriceps Femoris yang berjalan
dari patella ke tuberositas tibia.
6)  Ligamentum retinacullum patella lateral dan medial
Ligament ini berada disebelah lateral dari tendon M. Quadricep Femoris dan
berjalan menuju tibia, dimana ligamen-ligamen ini melekat dengan tuberositas
tibia.
7)  Ligamentum popliteum articuatum
Terletak pada daerah condylus lateralis femoris erat hubungannya dengan M.
Popliteum.
8)  Ligamentum popliteum oblicum
Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turun menyilang menuju
fascia popliteum yang berfungsi mencegah hyperekstensi lutut.

1.1. Anatomi Mikro


Pada waktu kondrosit mensekresikan bahan ekstra selular, kondrosit akan
terperangkap dalam matriks. Kondrosit dapat mengkerut sehingga
memperlihatkan suatu ruang (lacuna). Matriks tulang rawan mempunyai afinitas
terhadap zat warna basa. Unsur utama substansi dasar adalah proteoglikan yang
terdiri dari ikatan protein dengan karbohidrat kompleks seperti kondroitin sulfat.
Tulang rawan dibagi menjadi 3 jenis yaitu tulang rawan hialin, tulang rawan
elastis dan fibrosa.
1. Tulang rawan hilain
Merupakan tulang rawan yang tersebar luas, antara lain pada saluran
pernafasan (septum hidung, laring, trakea, dan bronkus), pada
permukaan sendi dan ujung tulang iga. Disekitar lacuna terlihat lebih
basophil karena konsentrrasi proteoglikan bersulfat lebih tinggi dari
sekitarnya (daerah teritorium). Sedangkan matriks diantara lacuna satu
sama lain yang terlihat lebih terang disebut interteritorium. Tulang
rawan hialin dibungkus oleh perikondrium.
2. Tulang rawan fibrosa (fibrokartilago)
Strukturnya merupakan bentuk antara tulang rawan hialin dan jaringan
penyambung padat. Terdapat pada diskus invertebralis, simphisis
pubis, beberapa sendi dan tendon. Fibrokartilago tidak mempunyai
perikondrium, kondrosit terlihat dalam lacuna, tersusun berderet-deret
diantara bundle-bundel serat-serat kolagen tebal. Dibagian tengah
terdapat nucleus pulposus (berupa massa berwarna merah kebiruan).

3. Tulang Rawan Elastis


Lebih elastis dan lebih fleksibel dari tulang rawan hialin. Matriks lebih
sedikit dibanding tulang rawan hialin. Matriks dipenuhi oleh serat-
serat elastin yang bercabang-cabang membentuk jaring-jaring yang
luas. Kondrosit terdapat di dalam lakuna terlihat lebih banyak dan
lebih rapat. Lakuna dikelilingi oleh daerah teritorium yang batasnya
tidak tegas. Tulang rawan ini dibungkus oleh perikondrium.
Kinesiology
Gerakan utama yang terjadi pada articulatio genus adalah fleksi dan ekstensi.
Sedikit gerakan rotasi dapat terjadi saat articulatio genus dalam keadaan fleksi
ataupun saat kaki sedang tidak menyangga beban.
Gerakan fleksi dan ekstensi terjadi pada bidang sagittal dengan poros pada
sumbu frontal. Pada articulatio genus tidak sesederhana sendi engsel lainnya.
Hal ini dapat dimengerti dengan melakukan demonstrasi menggunakan os femur
dan os tibia yang diposisikan dalam keadaan ekstensi cruris, dimana os tibia
ditahan dalam posisi statis dan os femur difleksikan (seperti posisi duduk atau
melakukan squat). Terjadi gerakan condylus femoris mengguling ke belakang
dan disaat yang bersamaan juga menggelincir ke depan (mempertahankan
kontak dengan menisci)
Dikarenakan perbedaan ukuran dan posisi yang tidak tepat paralel antara kedua
condylus femoris, terjadi sedikit gerakan rotasi pada fase inisiasi fleksi dan fase
akhir ekstensi. Dapat dilihat ketika genu dalam keadaan semifleksi kemudian
diekstensikan, os patella bergerak ke medial, menandakan adanya rotasi internal
os femur terhadap os tibia. Hal ini disebut ”screw home mechanism” articulatio
genus, dengan begitu articulatio genus menjadi struktur yang kokoh secara
mekanis. Sementara itu, pada saat kaki dalam keadaan tidak menyangga beban,
gerakan yang terjadi saat mengekstensikan articulatio genus adalah sebaliknya,
yaitu rotasi eksternal os tibia terhadap os femur. Rotasi internal dan eksternal ini
dapat terjadi sebesar ±10°.
otot-otot yang berperan dalam berbagai pergerakan articulatio genus:
- Fleksi: musculus biceps femoris, musculus semitendinosus, musculus
semimembranosus, musculus gracilis, musculus sartorius, dan musculus
popliteus
- Ekstensi: musculus quadriceps femoris yang diteruskan melalui ligamentum
patella
- Rotasi internal: musculus sartorius, musculus gracilis, dan musculus
semitendinosus
- Rotasi eksternal: musculus biceps femoris

2. LI 2 Memahami dan mempelajari Osteoarthritis (perbedaan dengan rheumatoid


arthritis)

Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya
kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang rawan
(kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk memudahkan
pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu
sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan gerakan pada sendi
(Nur, 2009).

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang melibatkan


kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan
pada sendi (CDC, 2014). Dalam Perhimpunan Reumatologi Indonesia Osteoartritis secara
sederhana didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi degeneratif yang terjadi karena
proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang yang ada disekitar sendi tersebut
(Hamijoyo, 2007). Sjamsuhidajat, dkk (2011) mendefinisikan OA sebagai kelainan sendi
kronik yang disebabkan karena ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada sendi,
matriks ekstraseluler, kondrosit serta tulang subkondral pada usia tua (Sjamsuhidajat
et.al, 2011).

Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun


sistemik (Symmons, 2006). Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling
umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008). Penyakit RA ini
merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung
kronik dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis) (Pradana, 2012).

Klasifikasi Osteoarthritis

Pada umumnya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada gabungan gejala klinik

dan perubahan radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan, oleh karena tidak semua

pasien dengan perubahan radiografi osteoarthritis mempunyai keluhan pada sendi.

Terdapat 4 kelainan radiografi utama pada osteoarthritis, yaitu: penyempitan rongga

sendi, pengerasan tulang bawah rawan sendi, pembentukan kista di bawah rawan sendi

dan pembentukan osteofit, sendi yang dapat terkena osteoarthritis antara lain:

1. Osteoarthritis sendi lutut.


2. Osteoarthritis sendi panggul.
3. Osteoarthritis sendi-sendi kaki.
4. Osteoarthritis sendi bahu
5. Osteoarthritis sendi-sendi tangan.
6. Osteoarthritis tulang belakang (Nur, 2009).

Klasifikasi osteoarthritis dapat dilihat pada tabel I seperti berikut:

Tabel I. Klasifikasi Osteoarthritis


Primer (Idiopatik) Sekund
er
Lokalisasi Trauma-akut/kronis
Mempengaruhi satu Gangguan sendi yang
atau dua sendi mendasari Lokal
General (Fraktur/Infeksi)
Memperngaruhi tiga Difusi (Rheumatoid arthritis)
atau lebih sendi Metabolik sistemik atau gangguan
Erosif endokrin Penyakit Hati Wilson
Menggambarkan Akromegali
adanya erosi dan tanda Hiperparatiroidi
proliferasi di sme
proksimal dan distal Hemokhromatos
sendi interfarangeal is Penyakit
tangan Paget Diabetes
mellitus
Obesitas
Gangguan neuropatik
Penggunaan intra-artikular kortikosteroid
yang berlebihan
Nekrosis
avaskular
Displasia
tulang
(Felson dkk, 2000 dan Mankin & Brandt,
2001)

Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis berdasarkan primer dan

sekunder. Pembagian osteoarthritis berdasarkan patogenesisnya dibagi menjadi

osteoarthritis primer yang disebut juga osteoarthritis idiopatik adalah osteoarthritis yang

kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun

proses perubahan lokal pada sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder adalah

osteoarthritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,

pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. osteoarthritis primer lebih sering ditemukan

dari pada osteoarthritis sekunder (Arissa, 2012).

Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam pemeriksaan radiologis


diklasifikasikan sebagai berikut:

 Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada radiologis.


 Grade 1: Ragu-ragu, tanpa osteofit.
 Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.
 Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang cukup besar.
 Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang lebar
dengan sklerosis pada tulang subkondral.
Etiologi Osteoarthritis

Penyebab Osteoarthritis secara pasti belum diketahui namun menurut Buku Ajar
Gangguan Muskuloskeletal yang disusun oleh Helmi tahun 2012, terdapat beberapa faktor
resiko:

1) Peningkatan usia.

Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita osteoarthritis
yang berusia di bawah 40 tahun. Usia rata−rata laki yang mendapat osteoartritis sendi lutut yaitu
pada umur 59 tahun dengan puncaknya pada usia 55 - 64 tahun, sedang wanita 65,3 tahun
dengan puncaknya pada usia 65 – 74 tahun. Presentase pasien dengan osteoarthritis berdasarkan
usia di RSU dr. Soedarso menunjukan bahwa pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia 49- 54 tahun
(16,06%), dan usia 55- 60 tahun meningkat (27,98%) (Arissa, 2012).

2) Obesitas.

Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang bekerja dengan lebih
berat, diduga memberi andil pada terjadinya osteoarthritis. Setiap kilogram penambahan berat
badan atau masa tubuh dapat meningkatkan beban tekan lutut sekitar 4 kilogram. Dan terbukti
bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi resiko terjadinya osteoarthritis atau
memperparah keadaan steoarthritis lutut (Meisser, 2005).

3) Jenis kelamin wanita.

Angka kejadian osteoartritis berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih tinggi pada
perempuan dengan nilai persentase 68,67% yaitu sebanyak 149 pasien dibandingkan dengan
laki-laki yang memiliki nilai persentase sebesar 31,33% yaitu sebanyak 68 pasien (Arissa, 2012).

4) Riwayat trauma.

Cedera sendi, terutama pada sendi – sendi penumpu berat tubuh seperti sendi pada lutut
berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut yang akut termasuk robekan
terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor timbulnya osteoartritis lutut
(Wahyuningsih, 2009).

5) Riwayat cedera sendi.

Pada cedera sendi perat dari beban benturan yang berulang dapat menjadi faktor penentu
lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi osteoarthritis dan berkaitan pula dengan
perkembangan dan beratnya osteoarthritis (Sudoyono, 2009)

6) Faktor genetik.
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen
prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen
dan proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis
(Wahyuningsih, 2009).

7) Kelainan pertumbuhan tulang

Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti penyakit perthes dan
dislokasi kongenitas tulang paha dikaitkan dengan timbulnya osteoarthrtitis paha pada usia muda
(Sudoyono, 2009)

8) Pekerjaan dengan beban berat.

Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan kondisi
geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari osteoarthritis lutut (Maharani, 2007). Dan
orang yang mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43 tahun, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadinya osteoarthritis dan akan meningkat tajam pada usia setelah 50 tahun (Martin,
2013).

9) Tingginya kepadatan tulang

Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi akibat tulang yang lebih padat atau keras tak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi (Sudoyono, 2009).

10) Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan.

Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi
penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata
tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga
dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada
timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi
(Wahyuningsih, 2009).

Patofisiologi Osteoarthritis
(Osteoartritis) Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan matriks
rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari
air, proteoglikan dan kolagen. Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 3
fase, yaitu sebagai berikut :

1) Fase 1
Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme kondrosit menjadi
terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases yang kemudian hancur
dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang mempengaruhi
proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.

2) Fase 2

Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.

3) Fase 3

Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi pada
sinovia. Produksi magrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor-alpha
(TNF-α), dan metalloproteinase menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik
pada kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya destruksi pada kartilago.
Molekul-molekul proinflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak terhadap
pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi
memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadi kondisi gangguan yang progresif
(Helmi, 2012).

-----

Reumatoid Artritis merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi. Reaksi
autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi dari proliferasi makrofag
dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel
endotel kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami
oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya
pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian
menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang Respon imunologi melibatkan peran sitokin,
interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan
komplikasi sistemik (Surjana, 2009).

Sel T dan sel B merupakan respon imunologi spesifik. Sel T merupakan bagian dari sistem
immunologi spesifik selular berupa Th1, Th2, Th17, Treg, Tdth, CTL/Tc, NKT. Sitokin dan sel
B merupakan respon imunologi spesifik humoral, sel B berupa IgG, IgA, IgM, IgE, IgD
(Baratwidjaja, 2012).

Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share epitop dari major
histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptida pada antigen-presenting cell (APC)
pada sinovium atau sistemik. Dan peran sel B dalam imunopatologis RA belum diketahi secara
pasti (Suarjana, 2009).
Manifestasi Osteoarthritis
Menurut Australian Physiotherapy Association (APA) (2003) dalam Nur (2009) penyakit
osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang biasanya menyulitkan bagi kehidupan penderitanya.
Adapun gejala tersebut antara lain:

1) Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint)

Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering-kali membawa penderita ke dokter,
walaupun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya. Biasanya nyeri sendi
bertambah dikarenakan gerakan dan sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan tertentu (misal
lutut digerakkan ke tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada osteoarthritis dapat menjalar
kebagian lain, misal osteoarthritis pinggang menimbulkan nyeri betis yang disebut sebagai
“claudicatio intermitten”. Korelasi antara nyeri dan tingkat perubahan struktur pada osteoarthritis
sering ditemukan pada panggul, lutut dan jarang pada tangan dan sendi apofise spinalis.

2) Kekakuan (stiffness)

Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama di kursi, di mobil,
bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita mengeluh kaku setelah berdiam pada posisi
tertentu. Kaku biasanya kurang dari 30 menit.

3) Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint)

Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai berat. Hambatan
gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi membengkok, perubahan bentuk. Hambatan
gerak sendi biasanya dirasakan pada saat berdiri dari kursi, bangun dari tempat berbaring,
menulis atau berjalan. Semua gangguan aktivitas tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan
sendi yang terkena.

4) Bunyi gemeretak (krepitasi)

Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar dibandingkan dengan
artritis reumatoid dimana gemeretaknya lebih halus. Gemeretak yang jelas terdengar dan kasar
merupakan tanda yang signifikan.

5) Pembengkakan sendi (swelling in a joint)

Sendi membengkak / membesar bisa disebabkan oleh radang sendi dan bertambahnya
cairan sendi atau keduanya.

6) Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak


Hambatan gerak atau perubahan cara berjalan akan berkembang sesuai dengan beratnya
penyakit. Perubahan yang terjadi dapat konsentris atau seluruh arah gerakan maupun eksentris
atau salah satu gerakan saja (Sudoyono, 2009).

7) Kemerahan pada daerah sendi (obvious redness or heat in a joint)

Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan sendi. Hal ini mungkin
dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis, dan biasanya tanda kemerahan ini tidak
menonjol dan timbul belakangan (Sudoyono, 2009)

2.1.
2.2. Etiologi
2.3. Klasifikasi ( primer, sekunder)
2.4. Faktor resiko chia
2.5. Patofisiologi (jelaskan perbedaannya dengan rheumatioid arthritilanus)
2.6. Manifestasi klinik chia
2.7. Diagnosis dan diagnosis banding

A. Anamnesis
- Nyeri dirasakan berangsur-angsur
(onset gradual)
- Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit,
bila disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan
tidak disertai kemerahan pada kulit)
- Tidak disertai gejala sistemik
- Nyeri sendi saat beraktivitas
- Sendi yang sering terkena:
Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC
I), Proksimal interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki:
Metatarsofalang (MTP) pertama.
Sendi lain: lutut, V. servikal, lumbal,
dan hip.
Faktor risiko penyakit :
- Bertambahnya usia
- Riwayat keluarga dengan OA generalisata
- Aktivitas fisik yang berat
- Obesitas
- Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang bersangkutan
2.8. Tata laksana (faramakologi dan nonfarmakologi)

Penanganan osteoatritis berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat
ringannya sendi yang terkena. Penanganannya terdiri dari 3 hal :

1) Terapi non-farmakologis:
a. Edukasi
b. Terapi fisik dan rehabilitasi
c. Penurunan berat badan
2) Terapi farmakologis :
a. Analgesik oral non-opiat
b. Analgesik topikal
c. NSAID
d. Chondroprotective
e. Steroid intra-artikuler
3) Terapi bedah :
a. Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb
b. Arthroscopic debridement dan joint lavage
c. Osteotomi
d. Artroplasti sendi total
Terapi fisik berguna untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi. Terapi fisik membuat penderita dapat beraktivitas seperti
biasanya sekaligus mengurangi resiko fisik yang tidak berfungsi dengan baik. Terapi fisik pada
penderita osteoartritis dapat berupa fisioterapi ataupun olahraga ringan seperti bersepeda dan
berenang. Terapi fisik ini berusaha untuk tidak memberikan beban yang terlalu berat pada
penderita (Nur, 2009).

a. Terapi Non-Farmakologis
Terapi pada Reumatoid artritis menurut Rekomendasi Ikatan Reumatologi Indonesia
tahun 2014 yaitu :

1) Edukasi Pasien. Edukasi pasien meliputi penjelasan mengenai penyakit RA


terhadap pasien, bagaimana perjalanan penyakitnya, dan kondisi pasien saat ini.
Pasien juga diberitahu tentang resiko dan keuntungan pemberian obat.
2) Diet dan terapi komplementer. Pengaruh diet tidak berpengaruh terhadap
perjalanan penyakit, namun disarankan untuk diet banyak makan sayuran, buah,
ikan serta mengurangi konsumsi lemak atau daging merah.
3) Latihan atau program rehabilitasi. Pada saat terdiagnosis RA direkomendasikan
untuk melakukan latihan fisik aerobik. Latihan fisik disesuaikan secara individual
berdasarkan kondisi penyakit dan komorbiditas yang ada. Terapi fisik dengan
menggunakan laser kekuatan rendah dan TENS (transcutaneos electrical nerve
stimulation), efektif mengurangi nyeri dalam jangka pendek. Terapi psikologis
yang diberikan seperti relaksasi, mengatasi stres, dan memperbaiki pandangan
hidup yang positif, dapat membantu pasien RA menyesuaikan hidup dengan
kondisi mereka.
b. Terapi Farmakologis
Tujuan dari pengobatan RA yaitu untuk (Suarjana, 2009) :

1) Menghilangkan gejala inflamasi baik lokal maupun sistemik.


2) Mencegah terjadinya destruksi jaringan.
3) Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar tetap
dalam keadaan baik.
4) Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang terlibat agar dapat
menjadi normal kembali.
Terapi RA harus dilakukan sedini mungkin supaya menurunkan angka perburukan
penyakit. Beberapa ahli menganjurkan untuk menggunakan pendekatan step down bridge dengan
menggunakan kombinasi beberapa jenis DMARD (Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs)
yang dimulai sejak dini kemudian dihentikan secara bertahap pada saat aktivitas RA sudah dapat
terkontrol (Suarjana, 2009).

c. Terapi DMARD
DMARD berfungsi mengurangi kerusakan sendi, mempertahankan integritas dan fungsi
sendi serta meningkatkan produktivitas pasien RA. Golongan DMARD yang sering digunakan
pada pengobatan RA yaitu MTX (metroteksat), sulfasalazin, leflunomid, klorokuin, siklosporin,
azatioprin. DMARD bersifat slow acting yang menghasilkan efek 1-6 bulan pengobatan.
Pemberian DMARD dapat diberikan tunggal atau kombinasi. Pada pasien yang tidak respon
dengan pengobatan DMARD dengan dosis dan waktu optimal, diberikan pengobatan DMARD
tambahan atau diganti dengan jenis DMARD lainnya (Perhimpunan Reumatologi Indonesia,
2014a).

Pencegahan

Meskipun osteoarthritis tidak dapat dicegah, penderita dapat meminimalisir potensi


mengalami kondisi yang lebih parah atau komplikasi yang dapat menyebabkan kelumpuhan
dengan melakukan beberapa hal, seperti:
 Melakukan olahraga secara rutin untuk menguatkan otot dan sendi.
 Menjaga postur tubuh saat duduk atau berdiri. Pastikan Anda meregangkan otot tubuh
sesering mungkin.
 Menjaga berat badan agar tidak mengalami obesitas.
Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteoarthritis dapat terjadi apabila penyakit
ini tidak ditangani dengan serius. Terdapat dua macam komplikasi yaitu:
1. Komplikasi akut berupa, osteonekrosis, Ruptur Baker Cyst, Bursitis, dan Symptomatic
Meniscal Tear
2. Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang terparah ialah terjadi
kelumpuhan
Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif yang memburuk dari waktu ke waktu.
Nyeri sendi dan kekakuan sendi akan memburuk dan akan terasa semakin sulit untuk
melakukan kegiatan sehari-hari. Beberapa orang tidak mampu bekerja terlalu lama.
Ketika nyeri sendi terlalu berat, dokter akan menyarankan operasi penggantian sendi.

Prognosis

Prognosis pasien dengan osteoarthritis primer bervariasi dan terkait dengan sendi yang
terlibat. Pasien dengan osteoarthritis sekunder, prognosisnya terkait dengan faktor penyebab
terjadinya osteoarthritis. Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-
obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan pembedahan, yaitu apabila
pengobatan dengan menggunakan obat tidak rasional pada pasien (Hansen & Elliot, 2005).

Anda mungkin juga menyukai