Anda di halaman 1dari 12

DASAR PEMULIAAN TANAMAN

REVIEW MATERI 5

Disusun Oleh Kelompok V

Anggota : 1. Fahira Nisa Aini 19025010142


2. Muhammad Farhan Hasby 19025010147
3. Maryam 19025010149
4. Muhammad Hanif Bashor 19025010152
5. Aldrien Andriansyah 19025010153
6. Taufik Hidayat 19025010159
7. Sabitha Shafwa Clarissa Fiqri 19025010173
8. Adrian Gautama Putera 19025010176

Program Studi Agroteknologi D


Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Tahun Akademik 2020/2021
A. Dasar Genetik
Varietas unggul merupakan komponen teknologi yang mudah diadopsi petani
apabila benihnya tersedia. Umur genjah dan potensi hasil tinggi merupakan karakter
penting yang berhubungan dengan pola tanam dan peningkatan pendapatan petani.
Sejumlah varietas telah mempunyai karakter unggul, namun masih terdapat beberapa
kelemahan, diantaranya adalah umur sedang hingga dalam, ukuran biji kecil hingga
sedang, dan potensi hasil rendah. Varietas yang berpotensi hasil tinggiakan digunakan
sebagai tetua dalam penelitian para pemulia tanaman. Pemilihan individu superior,
diharapkan dapat memperbaiki daya hasil dari varietas tersebut.Pemuliaan tanaman
merupakan suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi
suatu bentuk yang lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Tujuan pemuliaan tanaman adalah merakit varietas unggul yang semakintinggi
hasilnya, stabil terhadap berbagai perubahan dan tekanan lingkungan serta memenuhi
kebutuhan petani. Penggunaan varietas diarahkan semakin spesifik lingkungan dan
spesifik guna. Program pemulian tanaman meliputi dua tahapan,yaitu tahapan
evolusioner yang bertujuan untuk terbentuknya atau bertambahnya keragaman genetik,
dan tahapan evaluasi, dimana seleksi dilakukan terhadap genotipe-genotipe yang
diinginkan dari beberapa populasi yang dimiliki. Pemuliaan tanaman meliputi tiga fase
kegiatan, yaitu: a)menciptakan variabilitas genotipe dalam suatu populasi tanaman, b)
seleksi. genotipe yang memiliki gen-gen pengendali karakter target, c) Melepas varietas
terbaik untuk produksi pertanian (Yakubet al. 2012).

B. Metode Pemuliaan Tanaman


Metode pemuliaan tanaman sendiri dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Introduksi : mendatangkan tanaman dari luar negeri untuk dijadikan varietas atau
sebagai bahan pemuliaan. Tanaman introduksi ini dapat dikembangkan menjadi
varietas baru dengan cara, langsung dijadikan varietas baru setelah melalui proses
adaptasi, melalui seleksi, dan sebagai bahan pemuliaan.
2. Seleksi (Terhadap Populasi Alamiah)
- Populasi Dasar / Bahan Seleksi : Memanfaatkan keragaman populasi alamiah
misalnya : varietas lokal (campuran sejumlah galur murni) (AABBcc; AAbbCC,
aaBBCC, AABBCC)
- Seleksi : Memilih sejumlah tanaman dari populasi dasar dan menanam kembali
tanaman-tanaman terpilih. Metode ini dibedakan atas,
a. Seleksi Galur Murni
 Pemilihan dan penanaman kembali tanaman-2 terpilih memperhatikan asal-
usulnya (dipisah)
 Hasil akhir seleksi galur murni : populasi homosigot dan seragam (satu galur
murni).
b. Seleksi Massa :
 Pemilihan dan penanaman kembali tidak memperhatikan asal-usulnya (tidak
dipisah)
 Hasil seleksi massa : populasi yang homosigot tetapi tidak seragam
(campuran beberapa galur murni).
3. Hibridisasi : Penyerbukan silang antara tetua yang berbeda susunan genetiknya. Pada
tanaman menyerbuk sendiri hibridisasi merupakan langkah awal pada program
pemuliaan setelah dilakukan pemilihan tetua. Umumnya program pemuliaan tanaman
menyerbuk sendiri dimulai dengan menyilangkan dua tetua homozigot yang berbeda
genotipenya. Pada tanaman menyerbuk silang, hibridisasi biasanya digunakan untuk
menguji potensi tetua atau pengujian ketegaran hibrida dalam rangka pembentukan
varietas hibrida. Selain itu, hibridisasi juga dimaksugkan untuk memperluas
keragaman.

Tujuan utama melakukan persilangan adalah


1. Menggabungkan semua sifat baik ke dalam satu genotipe baru
2. Memperluas keragaman genetik
3. Memanfaatkan vigor hibrida
4. Menguji potensi tetua (uji turunan)
Dari keempat tujuan utama ini dapat disimpulkan bahwa hibridisasi memiliki
peranan penting dalam pemuliaan tanaman, terutama dalam hal memperluas keragaman
dan mendapatkan varietas unggul yang diinginkan.

C. Sumber Keragaman Karena Persilangan


Menurut Citra (2015), Sumber Keragaman adalah perbedaan yang ditimbulkan dari
suatu penampilan sumber populasi tanaman. Keragaman genetik merupakan salah satu
faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemuliaan tanaman. Adanya
keragaman genetik dalam suatu populasi berarti terdapat variasi nilai genotipe antar
individu dalam populasi tersebut. Sumber keragaman genetik didapat dari introduksi,
persilangan, mutasi, atau melalui proses transgenik. Pada sumber keragaman yang
berasal dari hasil persilangan merupakan sumber keragaman yang umum dilakukan
dibandingkan menciptakan sumber keragaman dengan cara lainnya.
Menurut Ardian (2013), Persilangan yang merupakan salah satu cara menghasilkan
Sumber Keragaman Genetik dalam pelaksanaannya, persilangan tanaman berasal dari
species –species yang sama atau berbeda species atau berbeda genera atau genus dan
sesuai dengan hubungan kekeluargaan tanaman yang disilangkan. Akibatnya, persilangan
akan mengakibatkan timbul populasi keturunan yang bersegregasi. Adanya segregasi ini
berarti ada perbedaan genetik pada populasi, sehingga merupakan bahan baik untuk
seleksi guna peningkatan sifat. Generasi keturunan yang bersegregasi dapat berbeda.
Menurut Dewi (2016), Ada tiga macam jenis persilangan pada tanaman yang
menyerbuk sendiri yakni :
1. Persilangan Sepasang Tetua
Adalah persilangan antar satu individu dengan individu lain yang masih satu
tanaman yang sama yang individu tersebut berperan sebagai tetua. Biasanya, tetuanya
merupakan individu bunga yang berbeda yang di silangkan dengan individu tetua
bunga lain yang kemudian akan menghasilkan F1 hanya sampai 1 generasi saja.
Contoh :
Tetua : AxB CxD ExF GxH
F1 : AB CD EF GH
2. Persilangan lebih dari sepasang tetua
Adalah persilangan antar keturunan (F) dari satu individu tetua dengan individu
tetua lain dengan keturunan (F) tetua lain yang masih satu tanaman yang sama.
Biasanya, persilangan ini terjadi dalam lintas generasi antar generasi F1 dengan F2
dan F seterusnya. Hal ini di karenakan keturunannya yang di silangkan dengan
keturunan lain masih satu tanaman yang kemudian keturunan selanjutnya, di
silangkan lagi dengan keturunan generasi selanjutnya dari satu tanaman yang sama
hingga di peroleh sifat yang di inginkan atau di amati. Keturunannya (F) biasanya
merupakan individu dengan sifat gabungan tetua dari beberapa generasi
sebeleumnya.
Contoh :
Tetua : AxB CxD ExF GxH
F1 : AB x CD x EF x GH
F2 : ABCD x EFGH
F3 : ABCDEFGH
3. Persilangan Campuran Tetua
Adalah persilangan antar satu individu tetua dengan individu tetua lain yang
masih satu tanaman yang sama, tetapi para tetua nya merupakan individu tetua
campuran yang memiliki lebih dari 1 macam sifat genotipe berbeda yang dapat di
turunkan ke keturunannya (F). Biasanya, tetuanya merupakan individu bunga yang
berbeda yang di silangkan dengan individu tetua bunga lain yang kemudian akan
menghasilkan F1 hanya sampai 1 generasi saja. Hasil persilangannya akan
menghasilkan tanaman baru yang menunjukkan kombinasi sifat yang ekonomis lebih
baik dari gabungan sifat 2 tetua nya yang merupakan individu campuran yang
memiliki genotipe berbeda.
Contoh :
Tetua : aaBBccDD x AabbCCdd
F1 :
F1 a B c D
A Aa AB Ac AD
B ab Bb bc bD
C aC BC Cc CD
D ad BD dc dD

D. Metode Seleksi
1. Metode Pedigree
Metode Pedigree atau metode seleksi silsilah biasanya dipakai untuk seleksi
pada karakter kualitatif ataupun kuantitatif yang memiliki heritabilitas yang tinggi
dan biasanya dilakukan pada generasi awal. Seleksi pedigree, yaitu seleksi dilakukan
pada generasi awal dan dengan pencatatan sehingga silsilah galur diketahui. Seleksi
pedigree didasarkan pada penampilan individu terbaik dari famili terbaik
(Andriani,D., dkk. 2019). Tujuan dari metode silsilah (pedigree) adalah untuk
mendapatkan varietas baru dengan dengan mengkombinasikan gen-gen yang telah
diinginkan. Seleksi pedigree mempunyai kelebihan, antara lain :
a. Seleksi lebih efektif karena sejak generasi awal genotip yang tidak diinginkan
sudah dibuang.
b. Pengamatan genetic setiap galur dapat dilakukan semenjak awal seleksi , sehingga
akan memaksimumkan keragaman genetik diantara galur-galur sesama seleksi.
Prosedur Silsilah (pedigree) dimulai dari persilangan sepasang tetua homosigot yang
berbeda dan diperoleh generasi F1 yang seragam. Dengan penyerbukan sendiri
diperoleh generasi F2 yang bersegregasi. Mulai generasi inilah seleksi dimulai
kemudian dilanjutkan pada generasi-generasi berikutnya.
2. Metode Bulk
Seleksi bulk adalah seleksi yang melibatkan seleksi alam sejak generasi awal
sampai dilakukan seleksi oleh pemulia pada generasi lanjut. Metode ini memberikan
keuntungan besar jika diterapkan dalam pemuliaan untuk memiliki sifat-sifat
kuantitatif yang memerlukan suatu seleksi pada generasi selanjutnya. Metode populasi
bulk juga dapat memberikan seleksi awal berupa tekanan seleksi bagi genotipe-
genotipe yang kurang dapat beradaptasi dan memiliki nilai agronomi yang buruk pada
saat pembentukan bulk dimana genotipe akan ditanaman dengan kerapatan yang
tinggi sehingga dapat menimbulkan persaingan antar genotip sebagai tekanan suatu
seleksi alam.
3. Metode Silang Balik
Metode silang balik (backros) merupakan prosedur yang digunakan untuk
memperbaiki galur yang sudah ada tetapi perlu ditambah karakter yang lain, Galur
yang hendak diperbaiki yaitu tetua pengulang (recurrent parent) karakter-karakternya
tetap dipertahankan kecuali karakter yang hendak diintrogressikan dari tetua donor.
Galur A (tetua pengulang) disilangkan dengan galur donor X, selanjutnya F1 atau F2
disilangkan kembali dengan galur A. Dengan beberapa silang balik dengan galur A
akan diperoleh galur A yang karakternya sama dengan galur tetapi mengandung gen
yang diinginkan yang berasal dari galur X. Dalam silang balik harus jelas karakter
yang diinginkan sehingga dapat diikuti selama proses seleksi (Wahyu,dkk. 2014).
4. Single Seed Descent
Metode ini dimulai dengan suatu persilangan dua tetua berbeda. Pada satu biji
secara acak dari setiap tanaman pada beberapa genenaman pada beberapa generasi.
Pengambilan biji dan penanamannya tidak menggunakan seleksi. Pengambilan biji
dan penanamannya dihentikan apabila dianggap telah diperoleh banyak galur
homosigot. Masing-masing lini kemudian diperbanyak sehingga dapat ditumbuhkan
dengan jarak tanam komersial pada beberapa lokasi guna pengujian terhadap berbagai
macam lingkungan. Bila mungkin pengujian sebaiknya diulang 2-3 tahun.

E. Pemuliaan Tanaman Jalur Khusus


Pemuliaan tanaman jalur khusus akan membahas beberapa variates dengan
penyilangan tertentu, antara lain variates hibdrida, variates campuran gilir, dan tipe ideal.
1. Variates Hibrida
Hibridisasi atau persilangan merupakan proses penyerbukan silang antara tetua
yang berbeda susunan genetiknya. Kegiatan hibridisasi bertujuan untuk menyilangkan
atau menggabungkan semua sifat baik atau yang diinginkan ke dalam satu genotipe
baru, memperluas keragaman genetik, dan menguji potensi tetua atau memanfaatkan
vigor hibrida. Hibridisasi merupakan cara lain untuk menghasilkan rekombinasi gen.
Beberapa tahapan dari kegiatan ini adalah penentuan parental atau tetua, persiapan
alat, identifikasi bunga betina, penentuan waktu pelaksanaan persilangan, isolasi
polinasi, pembungkusan, dan pemberian label.
Pemilihan tetua baik jantan maupun betina sangatlah penting dalam penentuan
keberhasilan hibridisasi. Dalam pemilihan tetua yang akan digunakan, perlu
menentukan sumber plasma nutfah untuk persilangan. Beberapa sumber plasma
nutfah yang dapat dijadikan sumber antara lain, Varietas komersial, Galur elit
pemuliaan, Galur pemuliaan dengan satu atau beberapa sifat superior, Spesies
introduksi, dan Spesies liar.
Berikut beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menentukan tetua dalam
hibridisasi.
1. Pemilihan tetua berdasarkan data fenotip
2. Pemilihan tetua berdasarkan kombinasi data morfologi dan analisis molekuler
Hibrida dibuat dengan mempersilangkan dua inbrida yang unggul. Karena itu
pembuatan inbrida unggul merupakan langkah pertama dalam pembuatan hibrida.
2. Variates Campuran Galur
Varietas galur majemuk terdiri dari campuran dua galur isogenik atau lebih.
Galur-galur isogenik adalah galur-galur yang susunan genetiknya sama, kecuali satu
gen tertentu, misalnya gen untuk tahan penyakit yang berbeda. Varietas campuran
adalah campuran dari dua varietas murni atau lebih yang sengaja dicampur dengan
perbandingan tertentu. Varietas murni yang akan dicampur dipilih yang memiliki
sifat-sifat morfologi yang hampir sama, terutamaumur panen, warnadan ukuran biji,
dan tinggi tanaman.
Kelebihan pupulasi campuran galur :
 Beradaptasi pada lingkungan beragam, sehingga produktivitasnya lebih baik.
 Produksinya lebih stabil bila lingkungan beragam
Kekurangan populasi campuran yakni :
 Lebih sulit mengidentifikasi benih dalam program sertifikat benih.
 Biasanya produksinya lebih rendah disbanding produksi galur terbaik dari
campuran itu.

Tipe ideal atau ideol adalah karakter-karakter ideal yang menunjang produktivitas
tinggi. Berdasarkan ideotipe tanaman yang akan dikembangkan tersebut, pemulia mulai
menyusun tahapan – tahapan yang tepat agar diperoleh varietas yang diinginkan. Yang
dimaksud varietas ini adalah varietas agronomi atau kultivar. Varietas agronomi adalah
sekelompok tanaman yang memiliki satu atau lebih ciri yang dapat dibedakan secara
jelas, dan tetap mempertahankan ciri-ciri khas ini ini jika direproduksi (secara seksual
maupun aseksual). Contoh varietas agronomi adalah varietas padi Oryza sativa
'Cisadane'. Varietas agronomi berbeda dengan varietas botani. Varietas botani adalah
suatu populasi tanaman dalam satu spesies yang menunjukkan ciri berbeda yang jelas.
Penulisan namanya dicetak miring dan didahului dengan singkatan "var". Contoh
varietas botani adalah Oryza sativa var. indica.

F. Heritabilitas
Heritabilitas adalah parameter genetik yang digunakan untuk mengukur tingkat
keterwarisan suatu karakter dalam populasi tanaman atau suatu pendugaan yang
mengukur sejauh mana variabilitas penampilan suatu karakter dalam populasi yang
disebabkan oleh peranan faktor genetik (Poehlman et al., 1995).
Pendugaan nilai heritabilitas berguna untuk mengetahui pengaruh genetik yang
dapat diwariskan kepada keturunannya. Dengan mendapatkan nilai heritabilitas akan
dapat pula menduga tingkat kemajuan genetik untuk memperbaiki daya hasil pada
seleksi berikutnya. Semakin tinggi nilai heritabilitas dan diiringi oleh nilai kemajuan
genetik yang tinggi maka seleksi akan berjalan efektif.
Nilai heritabilitas dalam arti luas dapat dihitung dengan rumus :

2 o2 f −o2 p
h =
o2 f

Keterangan :
h2 = nilai heritabilitas dalam arti luas
o2f = nilai ragam fenotip pada populasi F2
o2p = rerata penjumlahan dari ragam tetua

Kriteria heritabilitas menurut Mangoendidjojo (2003 ):


h2< 0,2 = Nilai heritabilitas rendah
0,2 < h2< 0,5 = Nilai heritabilitas sedang
h2> 0,5 = Nilai heritabilitas tinggi

Kemajuan genetik harapan dan persentase kemajuan genetik harapan diduga dengan
menggunakan rumus :
2
KG = h .i.of
KG
% KGH = ( )× 100%
X

Keterangan :
KG = kemajuan genetik
KGH = kemajuan genetik harapan
h2 = heritabilitas dalam arti luas
i = intensitas seleksi 10%
of = simpangan baku fenotip

x¯ = rerata

a. Karakter kuantitatif, adalah karakter yang memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu
diameter buah, jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman. Karakter yang
memiliki nilai heritabilitas dengan kriteria sedang adalah tinggi tanaman, lebar
tajuk, tinggi dikotomus, diameter batang, panjang buah, tebal daging buah, dan
bobot per buah termasuk dalam kategori rendah. Karakter buah merupakan karakter
kuantitatif yang biasanya memiliki nilai duga heritabilitas rendah, karena dalam
pewarisannya banyak dipengaruhi oleh lingkungan (Rostini et al., 2006). Selanjutnya
karakter seperti umur berbunga, umur panen buah, panjang daun, dan lebar daun
termasuk dalam kategori heritabilitas tinggi. Zen (1995) mengemukakan bahwa
seleksi terhadap populasi yang memiliki heritabilitas tinggi akan lebih efektif
dibandingkan dengan populasi dengan heritabilitas rendah.
Nilai heritabilitas merupakan suatu petunjuk seberapa besar suatu karakter
atau sifat dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan (Herawati et al., 2009).
Nilai heritabilitas dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keterwarisan sifat tetua
kepada keturunannya dan untuk mengetahui proporsi genetik terhadap fenotip.
Menurut Putri et al. (2009) nilai duga heritabilitas yang tinggi untuk suatu karakter
menggambarkan karakter tersebut penampilannya lebih ditentukan oleh faktor
genetik dibandingkan dengan faktor lingkungan.
Kemajuan genetik menggambarkan sejauh mana keefektifan proses seleksi.
Seleksi akan efektif jika populasi tersebut mempunyai kemajuan genetik yang tinggi
dan heritabilitas yang tinggi (Syukur et al., 2011). Menurut Hartati et al. (2012)
meskipun kemajuan genetik tinggi namun heritabilitasnya rendah dan sedang kurang
baik untuk dijadikan seleksi.
b. Karakter Kualitatif, Menurut Pinaria et al. (1996), karakter kualitatif suatu populasi
tergantung pada populasi tersebut merupakan generasi bersegregasi dari suatu
persilangan, pada generasi ke berapa dan bagaimana latar belakang genetiknya.
Karakter yang terdapat pada F2 dapat mirip dengan salah satu tetua maupun
perpaduan antara kedua tetuanya. Sifat kualitatif dapat dibedakan secara tegas karena
dikendalikan oleh sedikit gen, sehingga dalam penampilannya faktor lingkungan
tidak terlalu berpengaruh.
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, D. W. (2019). Efektivitas Metode Seleksi Pedigree dan Modified Bulk pada Tiga
Populasi Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench). Jurnal Agronomi Indonesia 47 (3),
275-282.

Ardian. 2013. Keragaan Keragaman dan Heritabilitas Karakter Agronomi Pada Tanaman.
Lampung: UL Press.

Citra, Carmelia. 2015. Keragaman Pada Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Grasindo.

Dewi, Elvira Sari. 2016. Buku Ajar Pemuliaan Tanaman. Aceh: UM Press.

Elvira Sari. 2016. Buku Ajar Pemuliaan Tanaman. Aceh : Fakultas Agroteknologi
Universitas Malikussaleh.

Hartati, S.Rr., A. Setiawan, B. Heliyanto, dan Sudarsono. 2012. Keragaman Genetik,


Heritabilitas, dan Korelasi Antar Karakter 10 Genotipe Terpilih Jarak Pagar
(Jatropha curcas L.). Jurnal Pertanian.

Herawati, R., B.S. Purwoko dan I.S. Dewi. 2009. Keragaman Genetik dan Karakter
Agronomi Galur Haploid Ganda Padi Gogo dengan Sifat-sifat Tipe Baru Hasil Kultur
Antera. J. Agronomi Indonesia. 37(2):87-94

Pinaria. A.. A. Baihaki.. R. Setiamihardja. dan A. A. Daradjat. 1996. Variabilitas Genetik


dan Heritabilitas Karakterkatakter Biomassa 53 Genotip Kedelai. Zuriat. 6(2):88-92.

Putri, L.A.P., Sudarsono, H. Aswidinnoor, dan D. Asmono, 2009. Keragaan Genetik dan
Pendugaan Heritabilitas pada Komponen Hasil dan Kandungan -Karoten Porgeni
Kelapa Sawit. J. Agronomi Indonesia. 37(2):145-151.

Poehlman, J.M., D.A. Sleeper. 1995. Breeding Field Crops. Iowa State University Press.
USA.

Rostini, N., E. Yulianti, dan N. Hermiati. 2006. Heritabilitas, Kemampuan Genetik dan
Korelasi Karakter Daun Dengan Buah Muda, Heritabilitas pada 21 Genotip Nenas.
Zuriat. 17(2):114- 121.

Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, dan D.A. Kusumah. 2011. Pendugaan Ragam
Genetik dan Heritabilitas Karakter Komponen Hasil Beberapa Genotipe Cabai. J.
Agrivigor. 10(12):148-156.

Wahyu, G. W. (2014). Analisis Nilai Tengah Generasi untuk Umur Panen Keturunan
Persilangan Tiga Varietas Kedelai. Penelitian pertanian tanaman pangan. 34(1), 37-41.

Yakub, S., A. M. Kartina., Isminingsih, S., M. L. Suroso. 2012. Pendugaan Parameter


Genetik Hasil dan Komponen Hasil Galur-Galur Padi Lokal Asal Banten. Jurnal
Agrotopika. Vol 17(1):1-6
Zen, S. 1995. Heritabilitas, Korelasi Genotipik dan Fenotipik Karakter Padi Gogo. Zuriat.
6(1):25-31.

Anda mungkin juga menyukai