REVIEW MATERI 5
D. Metode Seleksi
1. Metode Pedigree
Metode Pedigree atau metode seleksi silsilah biasanya dipakai untuk seleksi
pada karakter kualitatif ataupun kuantitatif yang memiliki heritabilitas yang tinggi
dan biasanya dilakukan pada generasi awal. Seleksi pedigree, yaitu seleksi dilakukan
pada generasi awal dan dengan pencatatan sehingga silsilah galur diketahui. Seleksi
pedigree didasarkan pada penampilan individu terbaik dari famili terbaik
(Andriani,D., dkk. 2019). Tujuan dari metode silsilah (pedigree) adalah untuk
mendapatkan varietas baru dengan dengan mengkombinasikan gen-gen yang telah
diinginkan. Seleksi pedigree mempunyai kelebihan, antara lain :
a. Seleksi lebih efektif karena sejak generasi awal genotip yang tidak diinginkan
sudah dibuang.
b. Pengamatan genetic setiap galur dapat dilakukan semenjak awal seleksi , sehingga
akan memaksimumkan keragaman genetik diantara galur-galur sesama seleksi.
Prosedur Silsilah (pedigree) dimulai dari persilangan sepasang tetua homosigot yang
berbeda dan diperoleh generasi F1 yang seragam. Dengan penyerbukan sendiri
diperoleh generasi F2 yang bersegregasi. Mulai generasi inilah seleksi dimulai
kemudian dilanjutkan pada generasi-generasi berikutnya.
2. Metode Bulk
Seleksi bulk adalah seleksi yang melibatkan seleksi alam sejak generasi awal
sampai dilakukan seleksi oleh pemulia pada generasi lanjut. Metode ini memberikan
keuntungan besar jika diterapkan dalam pemuliaan untuk memiliki sifat-sifat
kuantitatif yang memerlukan suatu seleksi pada generasi selanjutnya. Metode populasi
bulk juga dapat memberikan seleksi awal berupa tekanan seleksi bagi genotipe-
genotipe yang kurang dapat beradaptasi dan memiliki nilai agronomi yang buruk pada
saat pembentukan bulk dimana genotipe akan ditanaman dengan kerapatan yang
tinggi sehingga dapat menimbulkan persaingan antar genotip sebagai tekanan suatu
seleksi alam.
3. Metode Silang Balik
Metode silang balik (backros) merupakan prosedur yang digunakan untuk
memperbaiki galur yang sudah ada tetapi perlu ditambah karakter yang lain, Galur
yang hendak diperbaiki yaitu tetua pengulang (recurrent parent) karakter-karakternya
tetap dipertahankan kecuali karakter yang hendak diintrogressikan dari tetua donor.
Galur A (tetua pengulang) disilangkan dengan galur donor X, selanjutnya F1 atau F2
disilangkan kembali dengan galur A. Dengan beberapa silang balik dengan galur A
akan diperoleh galur A yang karakternya sama dengan galur tetapi mengandung gen
yang diinginkan yang berasal dari galur X. Dalam silang balik harus jelas karakter
yang diinginkan sehingga dapat diikuti selama proses seleksi (Wahyu,dkk. 2014).
4. Single Seed Descent
Metode ini dimulai dengan suatu persilangan dua tetua berbeda. Pada satu biji
secara acak dari setiap tanaman pada beberapa genenaman pada beberapa generasi.
Pengambilan biji dan penanamannya tidak menggunakan seleksi. Pengambilan biji
dan penanamannya dihentikan apabila dianggap telah diperoleh banyak galur
homosigot. Masing-masing lini kemudian diperbanyak sehingga dapat ditumbuhkan
dengan jarak tanam komersial pada beberapa lokasi guna pengujian terhadap berbagai
macam lingkungan. Bila mungkin pengujian sebaiknya diulang 2-3 tahun.
Tipe ideal atau ideol adalah karakter-karakter ideal yang menunjang produktivitas
tinggi. Berdasarkan ideotipe tanaman yang akan dikembangkan tersebut, pemulia mulai
menyusun tahapan – tahapan yang tepat agar diperoleh varietas yang diinginkan. Yang
dimaksud varietas ini adalah varietas agronomi atau kultivar. Varietas agronomi adalah
sekelompok tanaman yang memiliki satu atau lebih ciri yang dapat dibedakan secara
jelas, dan tetap mempertahankan ciri-ciri khas ini ini jika direproduksi (secara seksual
maupun aseksual). Contoh varietas agronomi adalah varietas padi Oryza sativa
'Cisadane'. Varietas agronomi berbeda dengan varietas botani. Varietas botani adalah
suatu populasi tanaman dalam satu spesies yang menunjukkan ciri berbeda yang jelas.
Penulisan namanya dicetak miring dan didahului dengan singkatan "var". Contoh
varietas botani adalah Oryza sativa var. indica.
F. Heritabilitas
Heritabilitas adalah parameter genetik yang digunakan untuk mengukur tingkat
keterwarisan suatu karakter dalam populasi tanaman atau suatu pendugaan yang
mengukur sejauh mana variabilitas penampilan suatu karakter dalam populasi yang
disebabkan oleh peranan faktor genetik (Poehlman et al., 1995).
Pendugaan nilai heritabilitas berguna untuk mengetahui pengaruh genetik yang
dapat diwariskan kepada keturunannya. Dengan mendapatkan nilai heritabilitas akan
dapat pula menduga tingkat kemajuan genetik untuk memperbaiki daya hasil pada
seleksi berikutnya. Semakin tinggi nilai heritabilitas dan diiringi oleh nilai kemajuan
genetik yang tinggi maka seleksi akan berjalan efektif.
Nilai heritabilitas dalam arti luas dapat dihitung dengan rumus :
2 o2 f −o2 p
h =
o2 f
Keterangan :
h2 = nilai heritabilitas dalam arti luas
o2f = nilai ragam fenotip pada populasi F2
o2p = rerata penjumlahan dari ragam tetua
Kemajuan genetik harapan dan persentase kemajuan genetik harapan diduga dengan
menggunakan rumus :
2
KG = h .i.of
KG
% KGH = ( )× 100%
X
Keterangan :
KG = kemajuan genetik
KGH = kemajuan genetik harapan
h2 = heritabilitas dalam arti luas
i = intensitas seleksi 10%
of = simpangan baku fenotip
x¯ = rerata
a. Karakter kuantitatif, adalah karakter yang memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu
diameter buah, jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman. Karakter yang
memiliki nilai heritabilitas dengan kriteria sedang adalah tinggi tanaman, lebar
tajuk, tinggi dikotomus, diameter batang, panjang buah, tebal daging buah, dan
bobot per buah termasuk dalam kategori rendah. Karakter buah merupakan karakter
kuantitatif yang biasanya memiliki nilai duga heritabilitas rendah, karena dalam
pewarisannya banyak dipengaruhi oleh lingkungan (Rostini et al., 2006). Selanjutnya
karakter seperti umur berbunga, umur panen buah, panjang daun, dan lebar daun
termasuk dalam kategori heritabilitas tinggi. Zen (1995) mengemukakan bahwa
seleksi terhadap populasi yang memiliki heritabilitas tinggi akan lebih efektif
dibandingkan dengan populasi dengan heritabilitas rendah.
Nilai heritabilitas merupakan suatu petunjuk seberapa besar suatu karakter
atau sifat dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan (Herawati et al., 2009).
Nilai heritabilitas dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keterwarisan sifat tetua
kepada keturunannya dan untuk mengetahui proporsi genetik terhadap fenotip.
Menurut Putri et al. (2009) nilai duga heritabilitas yang tinggi untuk suatu karakter
menggambarkan karakter tersebut penampilannya lebih ditentukan oleh faktor
genetik dibandingkan dengan faktor lingkungan.
Kemajuan genetik menggambarkan sejauh mana keefektifan proses seleksi.
Seleksi akan efektif jika populasi tersebut mempunyai kemajuan genetik yang tinggi
dan heritabilitas yang tinggi (Syukur et al., 2011). Menurut Hartati et al. (2012)
meskipun kemajuan genetik tinggi namun heritabilitasnya rendah dan sedang kurang
baik untuk dijadikan seleksi.
b. Karakter Kualitatif, Menurut Pinaria et al. (1996), karakter kualitatif suatu populasi
tergantung pada populasi tersebut merupakan generasi bersegregasi dari suatu
persilangan, pada generasi ke berapa dan bagaimana latar belakang genetiknya.
Karakter yang terdapat pada F2 dapat mirip dengan salah satu tetua maupun
perpaduan antara kedua tetuanya. Sifat kualitatif dapat dibedakan secara tegas karena
dikendalikan oleh sedikit gen, sehingga dalam penampilannya faktor lingkungan
tidak terlalu berpengaruh.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, D. W. (2019). Efektivitas Metode Seleksi Pedigree dan Modified Bulk pada Tiga
Populasi Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench). Jurnal Agronomi Indonesia 47 (3),
275-282.
Ardian. 2013. Keragaan Keragaman dan Heritabilitas Karakter Agronomi Pada Tanaman.
Lampung: UL Press.
Dewi, Elvira Sari. 2016. Buku Ajar Pemuliaan Tanaman. Aceh: UM Press.
Elvira Sari. 2016. Buku Ajar Pemuliaan Tanaman. Aceh : Fakultas Agroteknologi
Universitas Malikussaleh.
Herawati, R., B.S. Purwoko dan I.S. Dewi. 2009. Keragaman Genetik dan Karakter
Agronomi Galur Haploid Ganda Padi Gogo dengan Sifat-sifat Tipe Baru Hasil Kultur
Antera. J. Agronomi Indonesia. 37(2):87-94
Putri, L.A.P., Sudarsono, H. Aswidinnoor, dan D. Asmono, 2009. Keragaan Genetik dan
Pendugaan Heritabilitas pada Komponen Hasil dan Kandungan -Karoten Porgeni
Kelapa Sawit. J. Agronomi Indonesia. 37(2):145-151.
Poehlman, J.M., D.A. Sleeper. 1995. Breeding Field Crops. Iowa State University Press.
USA.
Rostini, N., E. Yulianti, dan N. Hermiati. 2006. Heritabilitas, Kemampuan Genetik dan
Korelasi Karakter Daun Dengan Buah Muda, Heritabilitas pada 21 Genotip Nenas.
Zuriat. 17(2):114- 121.
Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, dan D.A. Kusumah. 2011. Pendugaan Ragam
Genetik dan Heritabilitas Karakter Komponen Hasil Beberapa Genotipe Cabai. J.
Agrivigor. 10(12):148-156.
Wahyu, G. W. (2014). Analisis Nilai Tengah Generasi untuk Umur Panen Keturunan
Persilangan Tiga Varietas Kedelai. Penelitian pertanian tanaman pangan. 34(1), 37-41.