Memajukan Pesantren
Kebijakan strategis yang pertama kali diambil K.H. Ali Maksum selaku
salah satu pengasuh yang dibebani tugas mengatasi kemunduran tersebut ialah
melakukan pengkaderan calon-calon ulama’ dari kalangan keluarga pesantren
(para putra dan menantu K.H.M. Munawwir) dan beberapa santri senior dari
luar keluarga yang nantinya diharapkan dapat menjadi motor penggerak
perubahan dalam usaha mengembangkan dan memajukan pesantren di masa-
masa mendatang, tanpa harus menggantungkan bantuan tenaga dari luar
pesantren.
Agar usaha tersebut dapat berjalan secara efektif dan sukses, K.H. Ali
Maksum mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menutup aktifitas pesantren untuk sementara waktu. Pesantren tidak menerima
pendaftaran santri baru, sementara para santri yang tersisa dipulangkan, kecuali
beberapa orang santri dari tetangga pesantren yang diperlukan sebagai kader
untuk memajukan pesantren.
b. Mengkonsentrasikan diri pada pengkaderan dan pembinaan terhadap para
kader ulama’ tersebut.
c. Setelah dipandang cukup, para kader tersebut diberi tugas dan didorong untuk
mengajar, mengelola lembaga pendidikan dan mengembangkannya menurut
kemampuan dan bidangnya masing-masing demi kemajuan pesantren.
Setelah dua tahun dikader, mereka diberi tugas untuk ikut membantu K.H.
Ali Maksum dalam pengajaran Kitab Kuning, mendirikan lembaga pendidikan,
mengelola pesantren dan mengembangkannya sesuai dengan bidang keahlian
masing-masing. Bekal ilmu yang diperoleh dari K.H. Ali Maksum tersebut
menjadi landasan bagi para kader untuk memperdalam berbagai disiplin
keilmuan secara mandiri (autodidak) pada masa-masa berikutnya. Buah dari
ketekunan mereka di kemudian hari diantaranya, bahwa mereka akhirnya
menjadi kiai-kiai yang alim, meskipun mereka tidak menambah wawasan
keilmuan dari pesantren lain. Sebut saja K.H. Zainal Abidin yang menjadi tangan
kanan K.H. Ali Maksum dan selalu aktif mengembangkan pengajian Kitab
Kuning; K.H. Habib Dimyati yang membantu K.H. Ali Maksum mengajarkan
kitab Dahlan (syarah Alfiyah Ibnu Malik) dan setelah pulang kampung, beliau
dipercaya sebagai pengasuh pesantren Tremas menggantikan posisi kakaknya
yang telah wafat; K.H.A. Warson yang menekuni dan mengembangkan ilmunya
di bidang penulisan “Kamus Lengkap Al-Munawwir Arab-Indonesia” yang sangat
terkenal itu, disamping juga mengembangkan pengajian Kitab Kuning; K.H.
Mufid Mas’ud dan K.H. Nawawi Abdul Aziz membantu mengembangkan
pengajaran Al-Qur’an dan pada akhirnya mereka berdua mendirikan pesantren
sendiri diluar Krapyak.[14] Dari sisi ini, maka K.H. Ali Maksum dapat dipandang
sebagai “Sesepuh” Krapyak setelah wafatnya K.H.M. Munawwir.[15]
PENGAJARAN AL-QUR’AN
PENGAJARAN KITAB KUNING
(Tabel 1)
Prosentase Kitab-kitab yang Dikaji di PP Al-Munawwir Berdasarkan
jenis/bidang keilmuannya:
(Tabel 2)
Prosentase Kitab-kitab yang Dikaji di PP Al-Munawwir Berdasarskan Klasifikasi
Zamakhsyari Zhofier
Cabang keilmuan Jumlah kitab (jilid) Prosentase
1. ilmu lughah (nahwu, shorof, insya’ dll) 24 24,24 %
2. ilmu fiqih 18 18,18 %
3. ilmu usul fiqh dan qowa’idul fiqh 4 4,04 %
4. ilmu tafsir 7 7,07 %
5. Ilmu hadis 7 7,07 %
6. Ilmu tauhid 11 11,11 %
7. ilmu akhlak dan tasawwuf 15 15,15 %
8. cabang lain : balaghah dan tarikh 13 13,13 %
JUMLAH 99 100 %
(Tabel 3)
Prosentase Kitab-kitab Klasik dan Modern Yang Dikaji di Pesantren Al-
Munawwir :
Macam Kitab Tingkatan Judul Juml %
1 2 3 4 5
Bercorak Klasik 5/5 6/6 7/7 3/3 18/18 39 39 39,39
Bercorak Modern / 12/21 14/1 9/9 9/13 2/2 42 60 60,60
kontemporer 5
[2] Hal ini sesuai dengan fungsi pesantren seperti yang dikategorikan oleh Azyumardi Azra, bahwa
ada ada tiga fungsi pesantren tradisional: Pertama, transmisi dan transfer ilmu-ilmu
keislaman; kedua, pemeliharaan tradisi Islam, dan ketiga, reproduksi ulama. (Azyumardi
Azra, Pesantren: Kontuitas dan Perubahan, dalam Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren :
Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta : Paramadina, 1997, halm xxi)
[3] Fachry Ali lebih jauh mengatakan, bahwa berdirinya pesantren pada mulanya merupakan
lembaga pendidikan umat Islam pedesaan yang berfungsi untuk konservasi tradisi keagamaan
yang dijalankan oleh umat Islam tradisionalis. Status keberadaan pesantren masih status
quo, disebabkan orientasi misinya mempertahankan paham tradisionalisme Islam, serta untuk
mengurangi penetrasi gerakan modernisme Islam di pedesaan. Tradisi keagamaan (Ahlussunnah
waljama’ah) yang dikonservasikan, dipertahankan dan dilestarikan oleh pesantren ini merupakan
satu sistem ajaran yang berakar pada perpaduan antara teologi skolastisisme Asy’ariyah dan
Maturidiyah dengan ajaran tasawuf (mistisisme Islam) yang telah lama mewarnai corak
keislaman di Indonesia. Pondok pesantren sebagai lembaga konservasi ini, kata Abdurrahmad
Wahid, kemudian berkembang menjadi subkultur tersendiri. (Baca: M. Dawam Rahardjo
(ed.), Pergulatan Dunia Pesantren : Membangun Dari bawah, Jakarta: LP3ES, 1988, hlm., 3 dan
39)
[4] K.H. Ali Makshum, Ajakan suci: Pokok-pokok pikiran tentang NU, Pesantren dan Ulama’,
Yogyakarta : LTN NU DIY, 1993, cet.1. halm. 82-83.
Pada kesempatan lain, beliau menyatakan bahwa pesantren adalah “pabrik pencetak ulama”.
(Ibid., halm. 97)
“… Pesantren harus menyadari bahwa missi yang dibawanya adalah “mencetak ulama”. Missi
lain adalah sampingan saja. Karena itu, pesantren tidak usah gusar dengan pengaruh situasi
perkembangan persekolahan. Toh, missinya sudah jelas. Karena missinya mencetak ulama,
maka dapatlah dimaklumi kiranya jika pihak pesantren tidak harus mengkaitkan kegiatan
alamiahnya (mencetak ulama. – red.) dengan prospek formal. Kita maklumi, bila pesantren
menganggap begitu penting adanya ijazah negeri bagi lulusannya. Ini tidak berarti bahwa
pengakuan formal semacam ijazah menjadi tidak penting lagi, tidak begitu. Itu tetap penting,
hanya dalam memperolehnya tidak perlu dengan cara-cara yang dapat mempengaruhi misi
pokok pesantren, yaitu mencetak ulama……”.
[9] Ibid., halm. 24; Djunaidi, Sejarah dan Perekembangan…. . Juga hasil wawancara dengan K.H.A.
Warson Munawwir, 03-09-2010.
[10] Penguasaan kitab kuning merupakan syarat mutlak bagi calon-calon ulama’, karena kitab kuning
merupakan sumber berbagai macam cabang ilmu agama : Aqidah, syari’ah dan akhlak/tasawwuf.
Menurut K.H. Ali Maksum, yang disebut ulama’ adalah orang yang luas ilmunya dan dengan ilmu
itu ia memiliki kadar ketaqwaan / khosyyah yang tinggi. Orang yang sama sekali tidak
memiliki syari’ah atau memilikinya dalam kadar yang sangat minim, maka tidak mungkin memiliki
rasa khosyyah dan taqwa kepada Allah, sehingga ia tidak bakal menjadi ulama’. (Baca : K.H. Ali
Makshum, Ajakan suci: pokok-pokok pikiran tentang NU, Pesantren dan Ulama’, Yogyakarta :
LTN NU DIY, 1993, cet.1. halm. 119-120).
[13]Semua peserta harus mentaati instruksi dan tata aturan Kiai Ali. Yang melanggar akan kena
hukuman. K.H.A. Warson pernah dihukum berdiri sambil diikat di tiang masjid sampai pengajian
selesai, gara-gara beliau tidak menghafalkan bait-bait alfiyah. (Wawancara dengan K.H.A.
Warson Munawwir, 04-09-2010).
[14] K.H. Mufid Mas’ud mendirikan pesantren “Sunan Pandanaran” di Candi Kaliurang Sleman
Yogyakarta dan K.H. Nawawi Abdul Aziz mendirikan pesantren “An-Nur” di Ngrukem Bantul
Yogyakarta. Kedua pesantren ini sama-sama mengelola pendidikan Al-Qur’an dan madrasah.
[16] Samsul Munir Amin, Percik Pemikiran Para Kiai, Yogyakarta: Pustaka Peantren, 2009, cet.1,
halm. 186.
[17] Para pengasuh pesantren berikut ini merupakan alumni pada periode ini, diantaranya : KH Abdul
Manan (Singosari Malang); K.H. Dahlan Basuni (Peneleh Surabaya); K.H. Ridhwan Abdurrozaq
(Kodran Kediri); K.H. Jablawi (popongan Klaten); K.H. Umaira Baqir (Kranji Bekasi); K.H.
Abdullah (Bentengan Demak); K.H. Ardani (Mangkuyudan Solo); K.H. Umar (Pare Kediri); K.H.
Ashim Ma’lum (Kauman Tulungagung); K.H. Ibnu Hajar (Kretek Wonosobo); Nyai Hj. Sofiah
Syafii (PP Putri AN-Nur di Maron Purworwjo). (Baca : Djunaidi dkk, Sejarah & Perkembangan ….,
halm. 39-40).
[22] Muatan Kurikulum selengkapnya dapat dilihat pada bab III sub bab B.2.d.2)
[23] Muatan kurikulum selengkapnya dapat dilihat pada bab III sub bab B.2.d.2)
[24] Muatan Kurikulum selengkapnya dapat dilihat pada bab III sub bab B.2.d.2)
[25] Muatan Kurikulum selengkapnya dapat dilihat pada bab III sub bab B.2.d.4)
[26] Muatan Kurikulum selengkapnya dapat dilihat pada bab III sub bab B.2.d.4)
[27] Wawancara dengan K.H. Zainal Abidin Munawwir dan K.H.A. Warson Munawwir, 03-09-2010