Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

MK. TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PANGAN BERKELANJUTAN

RESPON PERTUMBUHAN JAGUNG HIBRIDA


TERHADAP BERBAGAI PERLAKUAN
PEMBERIAN PUPUK HAYATI DAN PERBEDAAN JARAK TANAM

DISUSUN
OLEH

NAMA : NADIA PUTRI SRI TANJUNG


NIRM : 05.01.18.1441
KELAS : 2A

JURUSAN PERTANIAN
PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN GOWA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga makalah pembahasan
hasil penelitian yang berjudul “Respon Pertumbuhan Jagung Hibrida
Terhadap Berbagai Perlakuan Pemberian Pupuk Hayati Dan Perbedaan
Jarak Tanam” ini, dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak:
1. Ramli, SP, MP, selaku Dosen Matakuliah Pendidikan Orang Dewasa

2. Buhaerah, S.ST, MP, selaku Dosen Matakuliah Pendidikan Orang Dewasa

3. Ir. H. Abd Aziz, M.Si, Selaku Dosen Matakuliah Pendidikan Orang Dewasa

4. Syarifuddin, S.ST, selaku Dosen PLP Matakuliah Pendidikan Orang Dewasa

Atas bimbingan beliau dalam penyelesaian makalah ini baik


dukungan moril dan materi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
orang tua, teman-teman dan kerabat yang telah mendukung dalam
proses penyelesaian makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai tepat
waktu.

Makalah ini di dimaksudkan untuk memenuhi tugas matakuliah


Teknologi Produksi Tanaman Pangan Berkelanjutan yang diberikan.
Adapun penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat
penulis harapkan agar kedepannya dapat lebih sempurna. Terima Kasih.

Gowa, 21 juli 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan Manfaat ......................................................................................2
II.TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................3
III. BAHAN DAN METODE ..................................................................................10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................11
IV. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................16
A. Kesimpulan............................................................................................16
B. Saran .....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................17
LAMPIRAN JURNAL............................................................................................18

ii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jagung merupakan salah satu tanaman palawija yang paling utama di
Indonesia, jagung adalah sumber karbohidrat terbaik setelah beras (Gunawan,
2009). Tanaman jagung menghendaki tanah yang gembur, subur, berdrainase
baik dengan pH 5,6-7,2 serta membutuhkan air dan penyinaran matahari yang
cukup untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut
(Suprapto dan Marzuki, 2005).
Tanaman budidaya seperti jagung selain memerlukan unsur hara dalam tanah
juga memerlukan tambahan hara agar pertumbuhannya optimal. Tidak dapat
dipungkiri bahwa pemupukan mengambil peran yang cukup penting dalam
budidaya tanaman semusim (Gunawan, 2009).
Bahan organik merupakan sumber energi bagi fauna tanah. Penambahan
bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi
mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas
dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang
beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan
aktinomisetes (Atmojo, 2008).
Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan memberikan pengaruh positif
terhadap kesuburan tanah dengan terjadinya perbaikan sifat fisika, kimia dan
biologi tanah. Ma’ shum dkk. (2003), menyatakan bahwa bahan organik sangat
nyata mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah melalui perannya sebagai
penyedia sumber karbon dan energi.Bahan organik ini, dapat kita peroleh lewat
pengaplikasian pupuk hayati pada lahan pertanaman jagung kita.
Dalam Permentan No.2 tahun 2006, menggolongkan pupuk hayati kedalam
pembenah tanah. Pupuk hayati termasuk dalam pembenah tanah organik. Dalam
peraturan tersebut pupuk hayati didefinisikan sebagai sekumpulan organisme
hidup yang aktivitasnya bisa memperbaiki kesuburan tanah. Peran utama pupuk
hayati dalam budidaya tanaman, yakni sebagai pembangkit kehidupan tanah

1
(soil regenerator), penyubur tanah kemudian sebagai penyedia nutrisi tanaman
(Feeding the soil that feed the plant).
Selanjutnya, pengaturan jarak tanam juga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Hal ini berpengaruh terhadap
banyaknya sinar matahari yang diterima, sistem perakaran dan banyaknya
jumlah unsur hara yang diserap dari dalam tanah, sehingga akan berpengaruh
terhadap luas daun dan berat kering tanaman. Penggunaan jarak tanam yang
tepat akan meningkatkan hasil sedangkan penggunaan jarak tanam yang tidak
tepat akan menurunkan hasil (Williams and Joseph 1970, Indrayati 2010).
Budidaya untuk beberapa varietas jagung hibrida di Indonesia belum memiliki
acuan/rekomendasi teknik yang tepat sehingga makalah ini membahas kajian
penelitian tentang kombinasi antara pemupukan hayati dan jarak tanam untuk
mendapatkan teknik terbaik dalam budidaya varietas jagung hibrida yang
ditanam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara budidaya jagung hibrida.
2. Bagaimana budidaya jagung hibrida dengan berbagai perlakuan pemberian
pupuk hayati dan pengaturan jarak tanam berbeda.
3. Bagaimana respon pertumbuhan dan produksi jagung terhadap pemberian
pupuk hayati dan pengaturan jarak tanam yang berbeda.

C. TUJUAN MAKALAH
Makalah ini bertujuan untuk mempelajari dan mengulik kembali penelitian
mengenai respon pertumbuhan dan produksi tanaman jagung hibrida (zea
maysl.) pada pemberian pupuk hayati dengan jarak tanam berbeda. Juga sebagai
bahan bacaan dan referensi dalam pembelajaran mahasiswa.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. JAGUNG
Jagung atau Zea mays adalah salah satu jenis tanaman pangan penghasil
karbohidrat. Tanaman jagung memiliki tinggi yang bervariasi mulai dari 2 meter –
2,5 meter bahkan bisa mencapai ketinggian 12 m, tangkai batangnya beruas-ruas
dengan ukuran sekitar 20cm/ruas, daun jagung tidak memiliki tangkai tetapi
memiliki lebar sekitar 9 cm dengan panjang sekitar 120 cm.
Jagung hibrida merupakan jenis jagung keturunan langsung (F1) hasil
persilangan 2 atau lebih varietas jagung yang memiliki sifat unggul dari masing-
masing varietas yang disilangkan. Sifat unggul yang ditawarkan biasanya yaitu
mampu bertongkol 2, ukuran biji lebih besar, ukuran tongkol lebih besar, masa
panen lebih singkat dan lain sebagainya.

Klasifikasi Jagung
Susunan taksonomi jagung adalah sebagai berikut :
Kerajaan: Plantae
Sub Divisi: Angiospermae
Kelas: Monokotil
Ordo: Poales
Famili: Poaceae
Genus: Zea
Spesies: Z. mays

Budidaya Jagung

a). Pemilihan Benih Jagung

Pilihlah benih jagung hibrida yang telah bersertifikat. Pada setiap provinsi di
Indonesia telah tersedia benih jagung jenis unggul. Biasanya benih jagung telah

3
diberi perlakuan seed treatment, yaitu dengan melapisi fungisida pada benih
yang berfungsi agar tanaman terlindung dari berbagai serangan penyakit dan
mempermudah syarat tumbuh tanaman jagung.

b). Syarat Tumbuh Tanaman Jagung

Pada umumnya tanaman jagung dapat tumbuh di berbagai kondisi


lingkungan. Namun untuk hasil yang maksimum, ada beberapa syarat tumbuh
tanaman jagung. Iklim, media tanah, dan ketinggian merupakan 3 syarat tumbuh
tanaman jagung, yang diuraikan sebagai berikut :

 Iklim

 Beriklim subtropis atau tropis dan didaerah terletak antara 0-500 LU


hingga 0-400 LS.

 Curah hujan ideal adalah 85-200 mm/bulan dan harus merata.

 Suhu optimimum yang baik adalah 21-34 C

 Intensitas cahaya matahari langsung, minimal 8 jam per hari

 Tanaman jagung tidak ternaungi, agar pertumbuhan tidak terhambat


atau merusak biji bahkan tidak membentuk buah.

 Media Tanah

 Memiliki tekstur tanah yang gembur (lakukan proses pembajakan agar


tekstur tanah gembur).

 Mengandung cukup kandungan unsur hara.

4
 pH tanah 5,5-7,5 (apabila pH tanah asam atau < 5,5 sebaiknya taburkan
dolomit/kapur pertanian).

 Jenis tanah yang dapat ditoleran ditanami jagung adalah andosol,


latosol dengan syarat pH harus memadai untuk ditanami.

 Memiliki ketersediaan air yang cukup.

 Kemiringan tanah kurang dari 8%.

 Ketinggian : Memiliki Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan


ketinggian optimum antara 50-600 m dpl (diatas permukaan laut).

c). Waktu dan Cara Menanam Jagung Yang Benar

Pada kondisi musim yang normal, waktu yang tepat saat menanam jagung
adalah dibulan Mei-Juli. Karena pada saat itu intensitas curah hujan telah
berkurang bahkan telah selesai, sehingga pada bulan-bulan tersebut sangat
cocok untuk melakukan budidaya jagung.  Taburi lahan dengan pupuk
kandang/kompos/bokashi sebanyak 10-20 ton per hektar.Setelah itu lakukan
proses olah tanah saat 5 hari sebelum tanam, dengan cara dibajak/traktor
dengan kedalaman 20-30 cm, yang bertujuan untuk membalik dan membuat
struktur tanah agar menjadi gembur, menambah oksigen dalam tanah,
memudahkan perakaran tanaman masuk ke dalam tanah dan menyerap unsur
hara serta memperbaiki aerasi tanah.

d). Jarak Tanam Jagung

Pada kondisi tanah yang berjenis tanah becek, sebaiknya dibuatkan


bedengan/guludhan agar benih tidak tergenang air dan tidak busuk. Sehingga
benih akan tumbuh cepat dan maksimal. Lebar bedengan adalah 100 cm  dan
jarak antar bedengan adalah 50 cm. Sedangkan jarak didalam barisnya adalah 20-

5
25 cm, sehingga jarak tanam jagung, baik menggunakan bedengan ataupun yang
tidak mengunakan bedengan adalah 75cm x 25cm atau 75cm x 20cm. Setelah itu
buatlah lubang tanam dengan cara tugal sedalam 5-10 cm kemudian masukkan
benih jagung dan tutup dengan bokashi. Setelah itu, semprot dengan POC GDM
pada bekas lubang tanam. Ini berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan
tanaman dan melindungi tanaman dari serangan penyakit.

e). Pemupukan Tanaman Jagung

Setelah tanaman jagung tumbuh , lakukan  pemberian pupuk kimia diberikan


pada saat tanaman jagung berumur 10, 21 dan 50 HST dengan memberikan 400
Kg pupuk NPK dan 200-300 pupuk kandungan Nitrogen. Cara pemupukannya
yaitu dengan disebar lalu di timbun dengan tanah, kemudian di lakukan
pengairan.

f). Pemeliharaan Tanaman Jagung

Pemeliharaan tanaman jagung dapat dilakukan dalam berbagai tahap, yaitu:

1. Penjarangan dan Penyulaman : Proses ini dilakukan pada saat tanam ada dua
atau lebih benih jagung yang tertanam, sehingga tumbuh dua atau lebih
tanaman jagung. Oleh sebab itu, harus dilakukan penjarangan. Proses
penyulaman tanaman jagung dilakukan apabila ada tanaman yang mati
dengan mengantikan tanaman baru.

2. Penyiangan : Melakukan proses pembersihan tanaman yang pengganggu di


sekitar tanaman jagung, seperti rumput, krokot, keladi dan tanaman
pengganggu lainnya.

3. Pembumbunan : Pelaksanaannya dapat dilakukan secara bersamaan saat


proses penyiangan dengan tujuan memperkuat akar tanaman serta
membantu mempercepat pertumbuhan.

6
4. Pengairan : Pengairan tanaman jagung dilakukan pada saat setelah
pemupukan, dan 2 minggu sekali setelah pemupukan terakhir.

g). Panen Dan Pasca Panen

Tanaman jagung siap panen terlihat dari daun klobotnya yang mulai
mengering dan bewarna kecoklatan. Umumnya tanaman jagung bisa dipanen
sekitar 100 HST. Ciri-ciri tanaman jagung siap panen adalah sebagai berikut :

1. Tanaman jagung dapat di panen saat kondisi masak fisiologis berumur


100-110 HST pada dataran rendah dan tergantung dari jenis varietasnya.

2. Kulit klobotnya telah berwarna coklat.

3. Rambut jagung pada tongkol telah kering dan berwarna hitam.

4. Jumlah populasi untuk klobot kering mencapai 90%.

5. Tekstur keras pada biji jagung dengan ditandai apabila ditekan kuku tidak
hancur/keras.

6. Terdapat titik hitam (black layer) pada bagian ujung biji jagung.

Jika tanaman jagung sudah menunjukkan ciri-ciri siap panen, maka segera
lakukan pemanenan. Lakukan pemanenan dan perlakuan pasca penen dengan
baik, agar hasil panen terbebas dari serangan cendawan dan kerusakan hasil
pasca panen.

 Pasca Panen Jagung

Setelah panen, jagung harus dikeringkan terlebih dahulu. Cara mengeringkan


jagung yang paling umum yaitu dengan menjemurnya di ladang atau diatas
terpal. Kerusakan pada jagung masih bisa saja terjadi saat proses pengeringan,

7
terutama saat panen jagung dilakukan pada musim hujan. Jagung yang dalam
keadaan basah sangat rentan dengan serangan jamur atau cendawan. Serangan
jamur atau cendawan bisa merusak hasil panen jagung hingga lebih dari 50%.

B. PUPUK HAYATI

Pupuk mikrobiologis atau biofertilizer atau pupuk hayati adalah pupuk yang
mengandung mikroorganisme hidup yang ketika diterapkan pada benih,
permukaan tanaman, atau tanah, akan mendiami rizosfer atau bagian dalam dari
tanaman dan mendorong pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan nutrisi
utama dari tanaman.

Pupuk mikrobiologis bukanlah pupuk biasa yang secara langsung


meningkatkan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi ke dalam tanah.
Pupuk mikrobiologis bekerja melalui aktivitas mikroorganisme yang terdapat
dalam pupuk mikrobiologis tersebut. Jasad-jasad renik itu lah yang bekerja sesuai
dengan "keahlian" nya masing-masing. Mikroorganisme tsb, ada yg punya
"keahlian" menambat Nitrogen dari udara,ada yang punya "keahlian"
menguraikan Phospat dan Kalium yang terdapat dalam tanah, sehingga molekul
senyawa Phospate atau Kalium yang besar itu diuraikannya menjadi senyawa
Phospat dan Kalium sederhana, yang bisa diserap oleh tanaman. Tanpa
mikroorganisme ini, senyawa Phospate atau Kalium yang terdapat dalam tanah,
tidak akan bisa diserap oleh tanaman. Disamping itu ada mikroorganisme yang
"ahli" memproduksi zat pengatur tumbuh, atau "ahli" memproduksi zat anti
hama.

Mikroorganisme dalam pupuk hayati mengembalikan siklus nutrisi alami


tanah dan membentuk material organik tanah. Melalui penggunaan pupuk
hayati, tanaman yang sehat dapat ditumbuhkan sambil meningkatkan

8
keberlanjutan dan kesehatan tanah. Dan juga jenis-jenis mikroorganisme yang
dapat menyerap logam berat, sehingga sangat bagus dimanfaatkan untuk proses
bioremediasi lahan yang tercemar logam berat.

C. PENGATURAN JARAK TANAM

Pengaturan jarak tanam merupakan pengaturan kepadatan/kerapatan antar


tanaman dengan jarak tertentu bertujuan memberikan ruang pada tiap-tiap
tanaman agar mampu tumbuh dengan baik. Jarak tanam akan mempengaruhi
kepadatan dan efisiensi penggunaan cahaya, persaingan tanaman dalam
penggunaan air dan unsur hara sehingga akan mempengaruhi produksi tanaman.
Pada kerapatan rendah, tanaman kurang berkompetisi dengan tanaman lain,
sehingga penampilan individu tanaman lebih baik. Sebaliknya pada kerapatan
tinggi, tingkat kompetisi di antara tanaman terhadap cahaya, air dan unsur hara
semakin ketat sehingga tanaman dapat terhambat pertumbuhannya (Hidayat,
2008).

Secara fisiologis jarak tanam akan menyangkut ruang dan tempat tanaman
hidup dan berkembang, maka bila jarak tanam terlalu sempit akan terjadi
persaingan dalam memperoleh unsur hara, air, sinar matahari, dan tempat untuk
berkembang. Jarak tanam tidak hanya dipengaruhi oleh habitus tanaman dan
luasnya perakaran, tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi turunnya produktivitas tanaman sehingga akan merugikan petani
(Susanto, 1994).

Jarak tanam yang optimal atau jarak tanaman yang baik dipengaruhi berbagai
faktor. Faktor-faktor yang dipengaruhi di antaranya sifat klon yang ditanam,
bentuk wilayah (topografi), dan kerapatan tanaman yang dihendaki dan
sebagainya sehingga menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuhan. Pada
lahan yang datar dan agak landai digunakan jarak tanam tetapi untuk daerah

9
yang miring, di samping jarak tanam harus digunakan sistem kontur supaya tidak
terjadi kompetisi antar tanaman (Setyamidjaja, 2000).

Pengaturan jarak tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan


hasil tanaman. Hal ini berpengaruh terhadap banyaknya sinar matahari yang
diterima, sistem perakaran dan banyaknya jumlah unsur hara yang diserap dari
dalam tanah, sehingga akan berpengaruh terhadap luas daundanberat kering
tanaman. Penggunaan jarak tanam yang tepat akan meningkatkan hasil
sedangkan penggunaan jarak tanam yang tidak tepat akan menurunkan hasil
( Williams and Joseph 1970, Indrayati 2010).

10
III. BAHAN DAN METODE
Penelitian dimulai pada bulan Januari sampai April 2015, dilaksanakan di
kebun percobaan Kampus C Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Palembang, Dusun 1 Desa Pulau Semambu, Kecamatan Indralaya Utara,
kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Benih jagung hibrida
varietas pioneer, pupuk kandang kotor ayam, Bakteri pelarut fosfat (Bio P), Urea,
KCL, SP 36, Azospirilium sp.
Alat yang digunakan adalah cangkul, ember, timbangan, tali rafia, meteran,
handsprayer, jangka sorong, leaf area meter, arit, dan lain-lain.

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Terbagi (Split plot
Design). Sebagai perlakuan petak utama adalah jarak tanam dan anak petak
pemberian pupuk hayati dengan 3 ulangan.
Jarak Tanam (J)
J1 = 100 x 30 cm
J2 = 70 x 30 cm
J3 = 40 x 30 cm
Pupuk hayati (H)
H0 = Tanpa pupuk hayati H1 = Bio P
H2 = Azospirilium
H3 = Bio P + Azospiriliu
Adapun peubah yang diamati dalam penelitian ini antara lain: (1). Tinggi
tanaman (cm), (2). Jumlah daun (helai), (3). Panjang tongkol (cm), (4). Berat
tongkol (g), (5). Berangkasan kering (g). dan Berat 100 Biji (g).

11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Tabel 1. Hasil analisis keragaman pengaruh pupuk hayati dengan jarak tanam
berbeda terhadap peubah yang diamati.

Keterangan :
tn = berpengaruh tidak nyata
** = berpengaruh sangat nyata
* = berpengaruh nyata
J = Jarak tanam
H = Pupuk hayati
I = interaksi

B. PEMBAHASAN
Hasil analisis tanah sebelum penelitian di Laboratorium Nubika, Bogor
(2014), menunjukkan bahwa tanah yang digunakan pada penelitian ini tergolong
masam (pH H2O=4,60) dengan kapasitas tukar kation tergolong tinggi (26,79
cmol(+) kg-1), kandungan C organik 9,05 % tergolong sangat tinggi, Kandungan N-
total tergolong sedang (0,35 %) dan P Bray tergolong sangat tinggi (463,80 mg kg -
1
), basa tertukar seperti Ca-dd 0,56 cmol (+) kg-1 tergolong sedang, Na-dd 0,85
cmol(+) kg-1 tergolong tinggi, dengan Kejenuhan Basa 31,69 % tergolong rendah,
Al-dd 0,19 cmol(+) kg-1.
Salah satu kendala untuk mengatasi kendala kekahatan P selain dengan
penggunaan sumber-sumber P yang lebih efisien juga dengan penggunaan
mikroba pelarut fospat yang terdapat dalam pupuk hayati, yang berperan dalam
berbagai reaksi pelarutan P tanah sehingga P terikat berangsur-angsur lepas

12
menjadi P terlarut (Toro et al, 2007). Goenadi et al. (2000) mengemukakan
bahwa besarnya pengaruh terhadap kelarutan P atau peningkatan
pertumbuhan/hasil tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
sumber fospat dan BPF.

Tanah pada penelitian ini memiliki kesuburan tanah yang rendah dengan
ditunjukkan pH rendah dengan tingkat kejenuhan basa sangat rendah (31,69 %).
Selain itu kandungan P tersedia tinggi belum tentu tersedia pada pH rendah, hal
ini disebabkan P terserap dalam bentuk Al-P atau Fe-P pada tanah masam. Oleh
karena itu diharapkan dengan pemberian pupuk hayati dapat menyediakan
unsur hara yang terjerap (tidak tersedia) dapat tersedia kembali dengan bantuan
mikroorganisme yang ada didalam pupuk hayati.
Tindakan pemupukan dengan pupuk hayati diperlukan karena pupuk hayati
berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah, memacu pertumbuhan
tanaman, dan meningkatkan produksi jagung ( Wu et al. 2005).
Telah diketahui bahwa Azospirilium sp merupakan bakteri non simbiotik yang
dapat memfiksasi Nitrogen, dan Pseudomonas sp dan Bacillus sp merupakan
bakteri pelarut fospat dan kalium ( Isroi, 2007). Namun bakteri-bakteri tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal pada pertanian.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan jarak
tanam 100x30 cm menghasilkan pertumbuhan dan produksi tertinggi
dibandingkan dengan jarak tanam 70x30 dan 40x30, ini di tunjukkan berat
tongkol tertinggi (155,24 g), panjang tongkol tertinggi (14,95 cm), jumlah 100 biji
tertinggi (30 g), hal ini disebabkan tanaman mendapatkan cahaya serta unsur
hara yang cukup sehingga mampu tumbuh dan melakukan proses assimiasi
dengan lebih baik yang pada akhirnya mampu sehingga menghasilkan
pertumbuhan dan produksi yang tinggi.
Menurut Barri (2003) bahwa jarak tanam mempengaruhi cahaya, angin serta
unsur hara yang diperoleh tanaman yang pada akhirnya memberikan pengaruh
yang berbeda pada parameter pertumbuhan dan produksi jagung.

13
Jarak tanam yang tidak tepat akan menimbulkan pengaruh negatif dan
kerugian. Jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan pertumbuhan dahan
terhambat sehingga mahkota pohon yang tidak rimbun. Jarak tanam yang terlalu
rapat juga menyebabkan cahaya matahari tidak dapat diterima dengan baik oleh
tanaman sehingga proses fotosintesis terhambat dan produksi buah tidak
maksimal, meskipun tanaman diberikan pupuk yang cukup yang banyak
mengandung fosfor (Sarpian, 2003)
Pada perlakuan jarak tanam yang sempit 40x30 cm menghasilkan
pertumbuhan dan produksi yang kurang baik, karena jumlah populasi yang
banyak sehingga terjadi persaingan dalam perebutan unsur hara dan ruang
tumbuh/hasil.
Menurut hasil penelitian Warisno (2002), Penggunaan jarak tanam pada
tanaman jagung dipandang perlu, karena untuk mendapatkan pertumbuhan
tanaman yang seragam, distribusi unsur hara yang merata, efektivitas
penggunaan lahan, memudahkan pemeliharaan, menekan pada perkembangan
hama dan penyakit juga untuk mengetahui berapa banyak benih yang diperlukan
pada saat penanaman.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi
pupuk hayati Bio P + Azospirilium sp memberikan perlakuan yang terbaik
dibandingkan dengan perlakuan pupuk hayati Azospirilium sp, Bio P dan tanpa
pupuk hayati hal ini terlihat dari peubah pengamatan panjang tongkol
terpanjang (15,16 cm), panjang tongkol terpendek pada perlakuan H1 (14,50 cm)
dan berat tongkol terberat (152,42 g), berat tongkol teringan pada perlakuan H1
(149,17 g).
Interaksi jarak tanam dengan pengaruh Bio P + Azospirilium sp menghasil
pertumbuhan dan produksi tertinggi hal ini di tunjukkan pada peubah
pengamatan panjang tongkol (15,37 cm), berat 100 biji (31,38 g).
Pada penelitian ini telah terbukti bahwa pupuk hayati Bio P dan Azospirilium
merupakan pupuk hayati yang mampu dalam memberikan unsur hara bagi

14
tanaman, yang bersimbiosis dengan tanaman secara baik dan memiliki adaptasi
yang tinggi pada lahan.
Bio P adalah sebuah komponen yang mengandung mikroorganisme hidup
yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu menyediakan
unsur hara tertentu bagi tanaman. Fungsi bio P adalah untuk menjaga
mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah dan produksi tanaman
yang berkelanjutan. Kandungan yang terdapat pada bio P (Hetrotrop,
punrefaksi), pelarut mineral dan fosfat, fiksasi nitrogen, Autotrop (fotosintesis)
dan mikroba fermentasi serta mikroba penghubung.
Azospirilium sp. merupakan bakteri tanah penampat nitrogen nonsimbiotik.
Bakteri ini hidup bebas di dalam tanah, yang berada disekitar atau dekat dengan
perakaran (Akbar et. al, 2007). Azospirilium sp. sebagai penghasil fitohormon
sangat berguna bagi tumbuhan karena dengan adanya fitohormon tersebut
maka tanaman akan tumbuh dengan cepat. Fitohormon adalah hormon
tumbuhan yang berupa senyawa organik (Istamar Syamsuri, 2007).

Selain pupuk hayati Bio P + Azospirilium sp yang telah diteliti oleh Ilham
Wahyudi, Heniyati Hawalid, Erni Hawayanti. Yohanes P Situmeang dalam jurnal
internasional karyanya, yang diresmikan pada AASEC (Annual Applied Science
and Engineering Conference) Tahun 2018, berjudul “Soil quality in corn
cultivation using bamboo biochar, compost, and phonska”, menyatakan bahwa
Bamboo Biochar atau arang aktif dari bahan organik bamboo merupakan pupuk
hayati yang baik dalam memperbaiki mikroorganisme dalam tanah. Budidaya
jagung hibrida dengan pupuk kompos dan phonska juga terbukti dapat
meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung hibrida, juga memperbaiki
sturuktur tanah sebelum tanam.

Bamboo biochar adalah bahan arang aktif berbahan bamboo, yang digunakan
sebagai pembenah tanah, selain itu biochar ini juga mampu mengurangi
pencemaran lingkungan pertanian dan potensial dalam menjaga kesuburan

15
tanah. Pupuk kompos merupakan pupuk organik yang dibuat dengan cara
menguraikan sisa-sisa tanaman dan hewan dengan bantuan pengurai dari
organisme hidup. Organisme pengurainya bisa berupa mikroorganisme ataupun
makroorganisme. Pupuk kompos dapat meningkatkan kesuburan tanah,
membantu memperbaiki karakteristik dan struktur tanah, membantu
meningkatkan aktivitas mikroba pada tanah, membantu meningkatkan daya
serap air tanah, dan membantu meningkatkan kualitas hasil panen. Sedangkan
pupuk phonska disebut juga dengan sebutan pupuk majemuk NPK yang terdiri
dari beberapa unsur hara makro, yaitu nitrogen (N), phosphor (P), kalium (K) dan
sulfur (S). Persentase kandungan pupuk NPK Phonska ini mengandung unsure
nitrogen (N) sebesar 15%,phosphat (P) sebesar 15%,kalium (K) sebesar 15%,
sulfur (S) sebesar 10%, dan dengan kadar air maksimal sebesar 2%. Adapun
manfaat dari pupuk NPK Phonska ini dapat memacu pertumbuhan vegetatif dan
generative, menguatkan batang tanaman, memacu pertumbuhan akar tanaman,
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, meningkatkan daya
tahan tanaman terhadap serangan penyakit, membantu memperbesar buah,
umbi dan biji serta meningkatkan kandungan protein.

Dalam penelitiannya Yohanes P Situmeang menuliskan “The quality of the


soil prior to the study had a bad status (SQR 30) and after the biochar, compost
and NPK phonska studies had improved to moderate status (SQR 27) to good
(SQR 20)”. Ini berarti penambahan Biochar, kompos dan NPK Phonska pada
tanah dengan status awal tidak bagus dapat berubah menjadi berstatus bagus,
penambahan materi/bahan ini berpengaruh baik dalam pertumbuhan dan
produksi jagung yang ia teliti. Menurutnya, “Giving bamboo biochar 10.52 t ha-1
along with compost 20.22 t ha-1 and NPK phonska 313.37 kg ha-1 has yielded good soil
quality (SQR 20) or approaching highly sustainable status dry land cultivated corn crops.”
Artinya penambahan bamboo biochar sebanyak 10.52 t/ha¯¹ bersamaan dengan
pengaplikasian pupuk kompos dan NPK Phonska berturut-turut sebanyak 20.22 t/ha¯¹
dan 313.37 kg/ha¯¹, dapat meningkatkan kualitas lapisan tanah sampel atau dapat

16
mencapai keberlanjutan lahan lebih tinggi bagi lahan berstatus kering untuk
pembudidayaan tanaman jagung.

17
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Secara Tabulasi jarak tanam 100x30 cm menghasilkan pertumbuhan dan
produksi tertinggi.
2. Secara tabulasi pupuk Bio P + Azospirilium menghasilkan pertumbuhan
dan produksi tertinggi.
3. Secara tabulasi interaksi antara jarak tanam 100x30 cm dan pupuk
hayati Biop P + Azospirilium sp menghasilkan pertumbuhan dan produksi
tertinggi.
4. Menurut Penelitian Yohanes P Situmeang Bamboo Biochar, Kompos dan
NPK Phonska dapat memperbaiki struktur tanah menjadi berstatus layak
tanam/good soil, selain itu penggunaan bahan ini dapat meningkatkan
keberlanjutan lahan kering yang dijadikan lahan budidaya tanaman
jagung juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi budidaya
jagung hibrida.

B. SARAN
Jarak tanam 100x30 cm akan memberikan pengaruh tertinggi terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Kombinasi pupuk hayati Bio P +
Azospirilium sp memberikan pengaruh tertinggi terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung, ditambah dengan pengaplikasian bamboo biochar,
kompos dan NPK Phonska pada lahan tanam (terutama yang kering) untuk
memperbaiki struktur tanah agar layak ditanami. Sehingga teknik/metode ini,
sangat disarankan untuk diterapkan pada pembudidayaan jagung hibrida
kedepannya, karena telah dibuktikan secara ilmiah dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi jagung hibrida.

18
DAFTAR PUSTAKA

P Situmeang, Yohanes. 2018. Soil Quality In Corn Cultivation Using Bamboo


Biochar, Compost, And Phonska. MATEC Web of Conferences 197,
13001. AASEC 2018. [Internet] Tersedia di :

https://www.matec-
conferences.org/articles/matecconf/pdf/2018/56/matecconf_aasec2018
_13001.pdf.

Saleh, Bahrum. 2020. Cara Menanam / Budidaya Jagung Hibrida. Jayaloka.


[Internet] Tersedia di :
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/90907/Cara-Menanam-
budidaya-Jagung-Hibrida/

Unknown. 2017. Panduan Budidaya Jagung Hbrida Cepat Panen Bagi Pemula.
[Internet] Tersedia di :

https://www.pioneer.com/web/site/indonesia/Berita-Umum/Panduan-
Budidaya-Jagung-Hibrida-Cepat-Panen-Bagi-Pemula

Unknown. 2020. Budidaya Jagung Hibrida. [Internet] Tersedia di :


http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/90776/Budidaya-Jagung-
Hibrida/

Unknown. 2013. Budidaya Jagung. [Internet] Tersedia di :


https://semuatentangpertanian.blogspot.com/2013/05/makalah-
budidaya-jagung.html

Wahyudi, Ilham, dkk. 2016. Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman


Jagung Hibrida (Zea Maysl.) Pada Pemberian Pupuk Hayati Dengan Jarak
Tanam Berbeda Di Lahan Lebak. Klorofil Edisi XI-1. Hal 20-25.
Palembang. [Internet] Tersedia di :

jurnal.um-palembang.ac.id/klorofil/article/download/212/184

19
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG HIBRIDA (Zea
mays L.) PADA PEMBERIAN PUPUK HAYATI DENGAN JARAK TANAM
BERBEDA DI LAHAN LEBAK

Response growth and production of maize (Zea mays L.) in the provision of biological
fertilizer with different spacing of lowland

Ilham Wahyudi, Heniyati Hawalid, Erni Hawayanti


Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Palembang
ABSTRACT

Response growth and production of maize (Zea mays L.) in the provision
of biofertilizer with different spacing of lowland. This study aims to determine
the effect of biological fertilizer with several different plant spacing on growth
and production of maize in lowland. This research has been carried on in the land
Campus C Faculty of agriculture, University of Muhammadiyah Palembang,
Hamlet 1 Semambu Island Village, North Indralaya Subdistrict, Ogan Ilir South
Sumatra. This study was implemented from January s / d April 2015 This study
used a randomized design Divided (Split Plot Design) and each treatment was
rpeated 3 times. As the main plot treatment was planting distance, consisting of :
(J1): Spacing 100x30 cm, (J2): Spacing 70x30 cm, (J3): Spacing 40x30 cm.
Treatment subplot consisted of various types of fertilizers, comprising: (H0):
Inorganic Fertilizers, (H1): Biofertilizers Bio P, (H2): Azospirilium, (H3):
Biofertilizer Bio P + Azospirilium. As well as all units in the given treatments of
chicken manure 4 ton ha-1. The results showed that the treatment plant spacing
100x30 cm give the highest influence on the growth and production of maize in
lowland and tabulation fertilizer Bio P and Azospirilium combination provides
the highest influence on the growth and production of maize in loeland. As well
as the interaction spacing of 100x30 cm and Bio P + Azospirilium combination
gives the best effect on the growth and production of maize.

Key word : biofertilizer, different spacing, hybrid corn


ABSTRAK

Respon pertumbuhan dan produksi tanaman jagung hibrida (Zea mays L.) pada
pemberian pupuk hayati dengan jarak tanam berbeda dilahan lebak. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk hayati dengan beberapa
jarak tanam berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi jagung dilahan lebak.
Penelitian ini telah dilaksanakandi lahan Kampus C Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Palembang, Dusun 1 Desa Pulau Semambu,
Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Penelitian
ini dilaksanakan dari bulan Januari s/d April 2015. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Terbagi (Split Plot Design) dan masing-masing perlakuan
diulang 3 kali. Sebagai perlakuan petak utama adalah jarak tanam, terdiri dari :

20
(J1) : Jarak tanam 100x30 cm, (J 2) : Jarak tanam 70x30 cm, (J 3) : Jarak tanam
40x30 cm. Perlakuan anak petak terdiri dari berbagai jenis pupuk, terdiri : (H 0) :
Pupuk Anorganik, (H1) : Pupuk Hayati Bio P, (H2) : Azospirilium, (H3) : Pupuk
Hayati Bio P + Azospirilium. Serta semua unit perlakuan diberi pupuk kandang
ayam 4 ton ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam
100x30 cm memberikan pengaruh tertinggi terhadap pertumbuhan dan produksi
jagung dilahan lebak dan secara tabulasi pemberian pupuk kombinasi Bio P dan
Azospirilium memberikan pengaruh tertinggi terhadap pertumbuhan dan
produksi jagung dilahan lebak. Serta Interaksi jarak tanam 100x30 cm dan
kombinasi Bio P + Azospirilium memberikan pengaruh terbaik terhadap
pertumbuhan dan produksi jagung.

Kata kunci : pupuk hayati, jarak tanam, tanaman jagung hibrida.


I. PENDAHULUAN seiring dengan berkembangnya
A. Latar Belakang industri pakan dan industri
Keragaman laju pangan olahan berbahan baku
peningkatan tiga komoditi jagung. Selama periode tahun
pangan nasional, padi, jagung 1990-2001, penggunaan jagung
dan kedelai menunjukkan impor sebagai bahan baku
permasalahan produksi pangan industri pakan di dalam negeri
nasional yang disebabkan oleh meningkat cukup tajam dengan
(1) produktivitas tanaman laju sekitar 11,81% pertahun.
pangan yang masih rendah dan Mulai tahun 1994,
terus menurun (2) peningkatan ketergantungan pabrik
luas areal penanaman- panen
pakan terhadap jagung impor sangat
yang stagnan bahkan terus
tinggi, yaitu sekitar 40,29%.
menurun khususnya di lahan
Pada tahun 2000, penggunaan
pertanian pangan produktif di
jagung impor dalam industri
Pulau Jawa.
pakan sudah mencapai 47,04%,
Salah satu penyebab
sementara 52,96% sisanya
rendahnya tingkat produktifitas
berasal dari jagung produksi
komoditas pertanian, khususnya
dalam Negeri (Departemen
jagung dikarenakan kesuburan
Pertanian, 2005).
tanah yang menurun dan
Lahan rawa lebak
berkurangnya lahan pertanian.
diperkirakan mencapai areal
Peningkatan produksi pangan
seluas 13,3 juta hektar yang
menjadi perhatian utama karena
tersebar di Pulau Sumatera
pada saat ini lahan yang tersedia
seluas 2,8 juta ha, Pulau
untuk perluasan areal tanam
Kalimantan seluas 3,6 juta ha,
adalah lahan sub obtimal seperti
Sulawesi seluas 0,6 juta ha, dan
rawa lebak yang tersebar luas
Pulau Papua seluas 6,3 juta ha.
dibeberapa wilayah Indonesia
Berdasarkan tipologi lahan dapat
( Sirappa, 2003 ).
dibedakan menjadi 3 bagian
Permintaan jagung di
yang terdiri lebak dangkal seluas
pasar domestik maupun pasar
4,167 juta ha, lebak tengahan
dunia semakin meningkat
seluas 6,025 juta ha, dan lebak

21
dalam seluas 3,038 juta ha tanaman, pupuk hayati juga
(Aminuddin Daulay, 2003). dapat berfungsi sebagai proteksi
Rendahnya produtivitas tanaman, mengurai residu kimia
lahan rawa lebak untuk dan berbagai manfaat positif
budidaya tanaman selain lainnya. Pupuk hayati terdiri dari
dikarenakan rendahnaya kendala inokulan berbahan aktif
fisik berupa genangan air juga organisme hidup yang berfungsi
memiliki kendala kimia seperti untuk menambat hara tertentu
tingginya kemasaman tanah atau memfasilitasi tersedianya
keberadaan kation Al dan Fe hara dalam tanah bagi tanaman.
yang mengikat postur dan Pupuk hayati
miskin unsur hara. Selain itu (Biofertilizer) didefinisikan
menurut Alihamsyah dan Ar- sebagai inokulan berbahan aktif
riza (2006) tingkat kesuburan organisme hidup yang berfungsi
tanah dilahan rawa lebak dapat untuk menambat hara tertentu
dikatakan kurang, sehingga atau memfasilitasi tersedianya
untuk meningkatkan hara dalam tanah bagi tanaman.
produktivitas perlu dilakukan Memfasilitasi tersedianya hara
pemupukan (Organik hayati dan ini dapat berlangsung melalui
Pupuk Anorganik) Terhadap peningkatan akses tanaman
varietas jagung hibrida pupuk terhadap hara, misalnya oleh
organik hayati dan anorganik cendawan mikoriza arbuskular,
dosis rendah. pelarutan oleh mikroba pelarut
Lahan rawa pasang surut fosfat, maupun perombakan oleh
termasuk lahan marginal namun fungsi aktinomiset atau cacing
potensinya cukup menjanjikan tanah. Penyediaan hara ini
sebagai daerah pertanian yang berlangsung melalui hubungan
produktif seperti tanaman simbiotis atau nonsimbiotis
jagung. Badan Penelitian dan (Rasti dan Sumarno, 2006).
Pengembangan Pertanian Secara simbiotis berlangsung
(2005). dengan kelompok tanaman
Penggunaan Varietas tertentu atau dengan kebanyakan
unggul Pioneer merupakan salah tanaman, sedangkan
satu upaya yang dapat dilakukan nonsimbiotis berlangsung
untuk meningkatkan produksi melalui penyerapan hara hasil
tanaman jagung hibrida. pelarutan oleh kelompok
Produksi Varietas Pioner mikroba pelarut fosfat, dan hasil
mencapai 6,1 ton/ha ini dapat perombakan bahan organik oleh
bertahan pada kondisi lahan kelompok organisme perombak.
kering dan tahan juga terhadap Pupuk hayati
hama dan penyakit (Wijaya et Azospirilium mampu
al,. 2007). meningkatkan hasil panen
Pupuk hayati di yakini tanaman pada berbagai jenis
sebagai pupuk yang istimewa tanah maupun wilayah iklim
karena memiliki banyak fungsi, yang berbeda. Azospirilium
selain sebagai suplai hara mendorong pertumbuhan

22
tanaman, terutama merangsang penggunaan pupuk organik
perkembangan akar yang untuk menggantikan sebagian
menyebabkan bertambahnya atau seluruh fungsi pupuk
sistem perakaran, yaitu buatan agar lebih menjamin
memperbesar dan keberlajutan sistem pertanian,
memperpanjang jumlah akar utamanya pertanian di indonesia
dan rambut-rambut akar. Oleh yang memiliki ekosistem tropik
karenanya, daerah perakaran basah dan rawan terhadap
membesar yang berakibat degradasi. Pupuk organik hayati
adanya perbaikan dalam merupakan sumber nitrogen
penyerapan hara N, P, K, fosfat dan hara selain itu
elemen- elemen mikro, serapan perannya cukup besar terhadap
air, khususnya pada tahap awal perbaikan sifat fisik, kimia,
pertumbuhan tanaman (Okon, biologi tanah serta lingkungan
1996). (Simanungkalit et al. 2006).
Mikroorganisme pelarut fosfat. Menurut Karama et al.
Unsur fosfat (1990) dalam Suhartatik dan
(P) adalah unsur esensial kedua Simiyati, (2000) mengemukakan
setelah N yang berperan bahwa bahan organik memiliki
penting dalam proses fungsi-fungsi penting dalam
fotosintesis dan perkembangan tanah yaitu: fungsi fisika yang
air. Ketersediaan fosfat dalam dapat memperbaiki agregasi dan
tanah jarang melebihi 0,01% permeabilitas tanah fungsi kimia
dari total P. Sebagian besar dapat meningkatkan kapasitas
bentuk fosfat terikat dalam tukar kation (KTK) tanah,
koloid tanah sehingga tidak meningkatkan daya sangga
tersedia bagi pertumbuhan tanah dan meningkatkan
tanaman. Adanya pengikatan- ketersedian beberapa unsur
pengikatan fosfat tersebut hara serta
menyebabkan pupuk fosfat meningkatkan efisiensi
yang diberiakan tidak efisien, penyerapan P: dan fungsi
sehingga perlu diberiakan biologis sebagai sumber energi
dalam takaran tinggi. utama bagi aktivitas jasad renik
Pemberian pupuk fosfat tanah
kedalam tanah, hanya 15-20% Berdasarkan uraian
yang dapat diserap tanaman. diatas perlu kiranya diadakan
Sedangkan sisanya akan penelitian tentang Respon
terjerap diantara koloid tanah Pertumbuhan dan Produksi
dan sebagai residu dalam tanah Tanaman Jagung Hibrida (Zea
(Buckman dan Brady,1986). mays L.) Pada Pemberian Pupuk
Hal ini menyebabkan defisiensi Hayati Dengan Jarak Tanam
fosfat bagi pertumbuhan Berbeda di Lahan Lebak.
tanaman.
Salah satu upaya untuk B. Tujuan Penelitian
melestarikan keberlanjutan
1. Penelitian ini bertujuan untuk
pertanian yaitu dengan mengetahui dan mempelajari respon

23
pemberian pupuk hayati dengan 3
beberapa jarak tanam berbeda =
terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman jagung hibrida (Zea
4
mays L.) di lahan lebak. 0
2. Berdasarkan uraian diatas perlu x
dilakukan penelitian terhadap respon 3
pertumbuhan dan produksi tanaman 0
jagung hibrida (Zea mays L.) pada c
pemberian pupuk hayati dengan jarak m
tanam berbeda dilahan lebak.

II. PELAKSANAAN P
PENELITIAN u
p
Penelitian ini u
dilaksanakan di kebun k
percobaan Kampus C Fakultas h
Pertanian Universitas a
Muhammadiyah Palembang, y
Dusun 1 Desa Pulau Semambu, a
Kecamatan Indralaya Utara, ti
kabupaten Ogan Ilir Sumatera (
Selatan. Penelitian dimulai pada H
bulan Januari sampai April )
2015. H0 = Tanpa
Bahan yang digunakan pupuk
dalam penelitian ini adalah hayati H1
Benih jagung varietas pioneer, = Bio P
pupuk kandang kotor ayam, H2 = Azospirilium
Bakteri pelarut fosfat (Bio P), H3 = Bio P + Azospiriliu
Urea, KCL, SP 36, Azospirilium Adapun peubah yang diamati
sp. dalam penelitian ini antara lain:
Alat yang digunakan 1). Tinggi tanaman (cm), 2).
adalah cangkul, ember, Jumlah daun (helai), 3). Panjang
timbangan, tali rafia, meteran, tongkol (cm), 4). Berat tongkol
handsprayer, jangka sorong, leaf (g), 5). Berangkasan kering (g).
area meter, arit, dan lain-lain. dan Berat 100 Biji (g).
Metode penelitian yang
digunakan adalah Rancangan
Acak Terbagi (Split plot
Design). Sebagai perlakuan
petak utama adalah jarak tanam
dan anak petak pemberian
pupuk hayati dengan 3 ulangan.
Jarak Tanam (J)
J1 = 100 x 30 cm
J2 = 70 x 30 cm
J

24
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil analisis keragaman pengaruh pupuk hayati dengan jarak tanam berbeda terhadap peubah yang diamati

Keterangan :
tn = berpengaruh tidak nyata
** = berpengaruh sangat nyata
* = berpengaruh nyata
J = Jarak tanam
H = Pupuk hayati
I = interaksi
rendah (31,69 %). Selain itu kandungan P tersedia
B. Pembahasan tinggi belum tentu tersedia pada pH rendah, hal ini
disebabkan P terserap dalam bentuk Al-P atau Fe-
Hasil analisis tanah sebelum penelitian di P pada tanah masam. Oleh karena itu diharapkan
Laboratorium Nubika, Bogor (2014), dengan pemberian pupuk hayati dapat
menunjukkan bahwa tanah yang digunakan pada menyediakan unsur hara yang terjerap (tidak
penelitian ini tergolong masam (pH H2O=4,60) tersedia) dapat tersedia kembali dengan bantuan
dengan kapasitas tukar kation tergolong tinggi mikroorganisme yang ada didalam pupuk hayati.
(26,79 cmol(+) kg-1), kandungan C organik 9,05 % Tindakan pemupukan dengan pupuk hayati
tergolong sangat tinggi, Kandungan N-total diperlukan karena pupuk hayati berperan dalam
tergolong sedang (0,35 %) dan P Bray tergolong meningkatkan kesuburan tanah, memacu
sangat tinggi (463,80 mg kg-1), basa tertukar pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan
seperti Ca-dd 0,56 cmol(+) kg-1 tergolong sedang, produksi jagung ( Wu et al. 2005).
Na-dd 0,85 cmol(+) kg-1 tergolong tinggi, dengan Telah diketahui bahwa Azospirilium sp
Kejenuhan Basa 31,69 % tergolong rendah, Al-dd merupakan bakteri non simbiotik yang dapat
0,19 cmol(+) kg-1. Salah satu kendala untuk memfiksasi Nitrogen, dan Pseudomonas sp dan
mengatasi kendala kekahatan P selain dengan Bacillus sp merupakan bakteri pelarut fospat dan
penggunaan sumber-sumber P yang lebih efisien kalium ( Isroi, 2007). Namun bakteri-bakteri
juga dengan penggunaan mikroba pelarut fospat tersebut belum dimanfaatkan secara optimal pada
yang terdapat dalam pupuk hayati, yang berperan pertanian.
dalam berbagai reaksi pelarutan P tanah sehingga Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
P terikat berangsur-angsur lepas menjadi P bahwa perlakuan dengan jarak tanam 100x30 cm
terlarut (Toro et al, 2007). Goenadi et al. (2000) menghasilkan pertumbuhan dan produksi tertinggi
mengemukakan bahwa besarnya pengaruh dibandingkan dengan jarak tanam 70x30 dan
terhadap kelarutan P atau peningkatan 40x30, ini di tunjukkan berat tongkol tertinggi
pertumbuhan/hasil tanaman dipengaruhi oleh (155,24 g), panjang tongkol tertinggi (14,95 cm),
berbagai faktor antara lain sumber fospat dan jumlah 100 biji tertinggi (30 g), hal ini disebabkan
BPF. tanaman mendapatkan cahaya serta unsur hara
Tanah pada penelitian ini memiliki yang cukup sehingga mampu tumbuh dan
kesuburan tanah yang rendah dengan melakukan proses assimiasi dengan lebih baik
ditunjukkan pH rendah dengan tingkat kejenuhan yang pada akhirnya mampu sehingga
basa sangat menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang
tinggi. diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk
Menurut Barri (2003) bahwa jarak tanam membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi
mempengaruhi cahaya, angin serta unsur hara tanaman. Fungsi bio P adalah untuk menjaga
yang diperoleh tanaman yang pada akhirnya mempertahankan dan meningkatkan kesuburan
memberikan pengaruh yang berbeda pada tanah dan produksi tanaman yang berkelanjutan.
parameter pertumbuhan dan produksi jagung. Kandungan yang terdapat pada bio P (Hetrotrop,
Jarak tanam yang tidak tepat akan punrefaksi), pelarut mineral dan fosfat, fiksasi
menimbulkan pengaruh negatif dan kerugian. nitrogen, Autotrop (fotosintesis) dan mikroba
Jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan fermentasi serta mikroba penghubung.
pertumbuhan dahan terhambat sehingga mahkota Azospirilium sp. merupakan bakteri tanah
pohon yang tidak rimbun. Jarak tanam yang penampat nitrogen nonsimbiotik. Bakteri ini
terlalu rapat juga menyebabkan cahaya matahari hidup bebas di dalam tanah, yang berada disekitar
tidak dapat diterima dengan baik oleh tanaman atau dekat dengan perakaran. Azospirilium sp.
sehingga proses fotosintesis terhambat dan memiliki banyak manfaat didalam tanah dan
produksi buah tidak maksimal, meskipun tanaman tanaman (Akbar et. al, 2007).
diberikan pupuk yang cukup yang banyak Azospirilium sp. sebagai penghasil
mengandung fosfor (Sarpian, 2003) fitohormon sangat berguna bagi tumbuhan karena
Pada perlakuan jarak tanam yang sempit dengan adanya fitohormon tersebut maka
40x30 cm menghasilkan pertumbuhan dan tanaman akan tumbuh dengan cepat. Fitohormon
produksi yang kurang baik, karena jumlah adalah hormon tumbuhan yang berupa senyawa
populasi yang banyak sehingga terjadi persaingan organik (Istamar Syamsuri, 2007).
dalam perebutan unsur hara dan ruang
tumbuh/hasil. IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Menurut hasil penelitian Warisno (2002),
A. Kesimpulan
Penggunaan jarak tanam pada tanaman jagung
1. Secara Tabulasi jarak tanam 100x30 cm
dipandang perlu, karena untuk mendapatkan menghasilkan pertumbuhan dan produksi
pertumbuhan tanaman yang seragam, distribusi tertinggi.
unsur hara yang merata, efektivitas penggunaan 2. Secara tabulasi pupuk Bio P + Azospirilium
lahan, memudahkan pemeliharaan, menekan pada menghasilkan pertumbuhan dan produksi
perkembangan hama dan penyakit juga untuk tertinggi.
mengetahui berapa banyak benih yang diperlukan 3. Seacara tabulasi interaksi antara jarak tanam
pada saat penanaman. 100x30 cm dan pupuk hayati Biop P
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan + Azospirilium sp menghasilkan
bahwa perlakuan kombinasi pupuk hayati Bio P + pertumbuhan dan produksi tertinggi.
Azospirilium sp memberikan perlakuan yang
terbaik dibandingkan dengan perlakuan pupuk B. Saran
1. Jarak tanam 100x30 cm akan memberikan
hayati Azospirilium sp, Bio P dan tanpa pupuk
pengaruh tertinggi terhadap pertumbuhan
hayati hal ini terlihat dari peubah pengamatan dan produksi tanaman jagung.
panjang tongkol terpanjang (15,16 cm), panjang
2. Kombinasi pupuk hayati Bio P +
tongkol terpendek pada perlakuan H1 (14,50 cm)
Azospirilium sp memberikan pengaruh
dan berat tongkol terberat (152,42 g), berat tertinggi terhadap pertumbuhan dan
tongkol teringan pada perlakuan H1 (149,17 g). produksi tanaman jagung.
Interaksi jarak tanam dengan pengaruh
Bio P + Azospirilium sp menghasil pertumbuhan
dan produksi tertinggi hal ini di tunjukkan pada DAFTAR PUSTAKA
peubah pengamatan panjang tongkol (15,37 cm),
berat 100 biji (31,38 g). Admin. 2007. Tanaman Jagung Manis (Sweet
Pada penelitian ini telah terbukti bahwa Corn). (Online),
pupuk hayati Bio P dan Azospirilium merupakan (http://harizamrry.com/2007/11/tanaman-
pupuk hayati yang mampu dalam memberikan jagung-manis-sweet-corn/,
unsur hara bagi tanaman, yang bersimbiosis Diakses 16 Juni 2014
dengan tanaman secara baik dan memiliki Akbar et al. 2007 . Isolation and selection of
adaptasi yang tinggi pada lahan lebak. indigenous Azospirilium sp. and IAA of
Bio P adalah sebuah komponen yang superior strain on wheat roots . World
mengandung mikroorganisme hidup yang Journal OF Agricultur Sciences.
Alihamsyah ar – riza 2006 Potensi dan jagung.html, Diakses 16 Juni 2014.
Hatta,M., B.H. Sunarminto, B.D. Kertonegoro
Teknologi Pengguan lahan rawa lebak dan
untuk E. Hanudin. 2009. Upaya Pengelolahan
Pertanian Makalah utama Warkhop dan perbaikan lahan pada beberapa tipe
Nasional lahan rawa Pem-da Hulu luapan untuk meningkatkan produktifitas
Sungai. Dinas Pertanian Propinsi jagung di lahan rawa pasang surut. Jurnal
Kalimantan Selatan kandangan. Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 9 No 1
Aminuddin, daulay 2003. Penumbuhan Kantong (2009) p: 37-
Penyangga Padi Di Lahan Lebak 48.
Tahun 2003’’ Fabuari 2003, Deptan Iskandar, S. S. 2002. Pupuk Hayati Mikoriza
Barri, N. L. 2003. Pemerajaan Kepala Berbasis Untuk Pertumbuhan dan Adaptasi
Usaha Tani Polikultur Penopang Petani Tanaman di Lahan Marginal (Online).
Berkelanjutan. Makalah Falsafah Sains (http:w.w.w.iptek.Net.Id/Terapan).
(PPs 702) Program Pasca Sarjana/S3. Diakses 16 Juni 2014.
Institut Pertanian Bogor Desember 2003, Isroi. 2007. Bioteknologi Ikroba untuk
diakses 27 Pertanian Organik. Artikel Lembaga
Juli 2015. Perkebunan Indonesia. Hal 1.
Departemen Pertanian. 2005. Rencana Aksi Karama, A. S, A.R. Marzuki, dan I. Manwan.
Pemantapan Ketahanan Pangan 2005- 1990.
Penggunaan pupuk organik
2010. Departemen Pertanian,
Lingga, N. Dan Marsono 2006 Kajian
Jakarta.ganik pada tanaman pangan.
Pemberian Pupuk Organik dan Anorganik
Prosising Lokarya Nasional Efisiensi
Park, K. J. 2001. Corn Production in Asia.
Pupuk V. Cisarua 12 - 13Novemvember
Food and Fertilizer: Technology Center
1990.
for The Asia and Pasific, Taipei.
Garsoni, Sonson.2009. Pupuk Hayati 1
Okon Y, Kapulnik. 1996. Development an
fungction Of Azopirilium Inoculated
Bio Fertilizer 1Bakteri Pengurai Organik 1
Roots. Plant and Soil 90:2-16.
Aktivator.(Online).
Permentan, Departement Pertanian. 2009.
(http://indonetwork.co.id./pupuk
Peraturan Mentri Pertanian No
hayati/profile/pupuk-
28/SK1305/5/2009 Tentang Pupuk
hayati-1-bio-fertilizer-1-bakteri-
Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah
pengurai- organik-1.html,
Tanah. Jakarta.
Goenadi, H.D., Siswanto dan Y. Sugianto. 2000. Rasti dan Sumarno. 2006.
Bioactivation of poorly Soluble Phosphate http//wahyuaskari.wordpress.com/akadem
Roctiswite a Phosphate Solubilizing ik/b otani-jagung pupuk hayati bio
Fungis. Soil Sci. Soc. Am. J64: 927-932. fertilizer. Diakses 16 Juni
Hatta,M., B.H. Sunarminto, B.D. Kertonegoro dan
2014.
E. Hanudin. 2009. Upaya Pengelolahan Rukmana. H. R. 1997. Usaha Tani Jagung.
dan perbaikan lahan pada beberapa tipe Kanisius. Jogjakarta.
luapan untuk meningkatkan produktifitas Sarpian. T. 2003. Pedoman Berkebun Lada dan
jagung di lahan rawa pasang surut. Analisis Usaha Tani Kamsius Yogyakarta
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. Hal. 71
9 No 1 (2009) p: 37- 48. Sihotang, Benidiktus. 2010.
Http://genduuuinfo.blogspot.com./2013/05/biote Jagung. (Online).
kno logi-pupuk-Tanah. Program Studi (http://www.ideelok.com/budidaya-
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian tanaman-jagung, Diakses 16 Juni 2014).
Uviversitas Sumatera Utara.409 hlm. Simamora, 2006. Pengaruh Waktu Penyiangan
Diakses 16 Juni 2014. dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan
Hardman and Gunsolus. 1998. Corn Growth and dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays
Development. Exention Service L.) Varietas DK 3.
University of minesota. P.5. (Online),
Hasibuan, Arpan. 2011. Jagung (Zea mays L.). (http://repository.ussu.ac.id/bitstream/
(Online). 123456789/7568/1/09E00237. PDF,
(http://sahabattani.com/budidaya- Diakses
16 Juni 2014. Vessy, J.K. 2003. Plant Growth Promoting
Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Rhizobacteria as Biofertilisers. J. Plan Soil
Saraswati, D. Setyorini dan W.Hartatik. 255 : 571- 586.
2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Warisno, 2009. Tanaman Jagung
Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Hibrida. (Online),
Pertanian. Badan Penelitian dan (http://www.digilib.uns.ac.id/upload/d
Pengembangan Pertanian. Jakarta. okumen/173072312201007154.pdf,
Sirappa, M.P 2003. Penelitian Batas Kritis dan Diakses 16 Juni 2014.
Dosisis Pemupukan N Untuk Tanaman WU SC, Cao ZH. Cheng KC, Wong MH.
2005.
Jagung di Lahan Rawa. Jurnal Ilmu
Tanah dan Lingkungan. Pustaka Grafika Effec of Biofertilizer Containing N-Fixer,
Bandung. and K Solibilizer and AM Fungsi on Maze
Syamsuri, Istamar. 2007. Biologi Untuk SMA growth : a green House Trial : 125:155-
Kelas XII semester 1. Jakarta: Erlangga. 166.
Toro, M., R. Azcori and J.M. Borea. 2007. Zulkidaru. 2010. Syarat Tumbuh Tanaman
Improvement of Arbuscular Mycorhizal Jagung.(Online).
development by inoculation of still with (http://alversia.blogspot.com/2010/09/syar
Phosphate Solubilizing Rhizobecteria and at- tumbuh-tanaman-jagung.html.
Nutrient Cycling. App. Env.Nie-63: Diakses 16 Juni 2014.
4408-4412.
MATEC Web of Conferences 197, 13001 (2018) https://doi.org/10.1051/matecconf/2018197130
AASEC 2018 01

Soil quality in corn cultivation using bamboo biochar, compost,


and phonska
Yohanes P Situmeang1

1
Universitas Warmadewa, Agriculture Faculty, Denpasar-Bali, Indonesia

Abstract. This study aims to determine the status of soil quality after biochar treatment, compost, and phonska in the cornfield. Soil
samples were taken from 48 experimental plots after harvesting of maize. Assessment of soil quality is done by collecting selected indicator
data including soil physical and chemical properties to observe changes in soil due to land use and agricultural cultivation practices. The soil
quality status in this study was determined by calculating the value of soil quality rating (SQR) based on the weighting of 11 indicators of soil
quality. The results showed that soil quality before the research was bad (SQR 30) and improved to moderate (SQR 27) until a good (SQR 20)
after the research of biochar, compost and NPK phonska on the cornfield. Improved soil quality in biochar formulations 10.52 t ha-1,
compost, and phonska, due to improved soil physical properties such as porosity, bulk density, and soil moisture content, which has
encouraged the process of exchange and chemical reactions in the soil to release nutrients for the plant. Giving of bamboo biochar, compost,
and NPK phonska on dry land cultivated maize has resulted in good soil quality (SQR 20) or approaching sustainability status is very good
(highly sustainable).

*
Corresponding author: yohanes@warmadewa.ac.id

1 Introduction used in soil quality rating [2].


Currently, balanced fertilization using organic
Sustainable agriculture is an effort made to and inorganic fertilizers to maintain soil fertility is
maintain the productivity and quality of the still not fully applied to agricultural cultivation
land. Soil qualities are defined as soil capacity systems. Some research on balanced fertilization
to function in ecosystems and land use limits, application has been done, such as by [7-9], by
to maintain biological productivity, maintain using biochar, compost and NPK phonska in the
environmental quality, and plant and animal dry land can increase growth and yield of corn, and
health [1]. The quality of land in agriculture, can improve physical and chemical properties in
referring to the ability of the soil to maintain the soil. However, the dynamics of changes in soil
production. High soil quality is associated with properties still need to be assessed for soil quality
efficient water use, nutrition and pesticides, to determine the sustainability of land use and
water and air quality improvement, greenhouse agricultural systems. Based on the above
gas emissions mitigation, and increased description, this study aims to determine the status
agronomic production [2]. Soil quality cannot of soil quality and the sustainability of agricultural
be measured directly, but static or dynamic soil cultivation system on corn fields applied with
quality indicators or measurable land attributes biochar, compost, and Phonska.
are generally affected by land use and soil
management practices [3- 5].
Soil physical and chemical properties can be 2 Materials and methods
used as indicators of soil quality assessment The materials used in this research are bamboo
and sustainability of agricultural systems. biochar, compost, NPK phonska, and soil
Several sets of minimum data have been samples. The soil sample is taken from the dry
proposed to quantitatively assess the land of Sulahan Village, District of Susut,
sustainability of soil management practices [6]. Bangli Regency. Analysis of physical and
The criteria used for the sustainability of chemical properties of soil was carried out in
agricultural systems are based on the critical the laboratory of Soil Science, Agriculture
limits of the main soil properties in relation to Faculty, Udayana University and the laboratory
the threshold value beyond which productivity of Agricultural Faculty, Warmadewa
is greatly reduced or drastic environmental University.
impact [2, 5]. The determination of soil quality This research uses factorial randomized
rating (SQR) based on the sum of the value and block design with 2 factors. The first factor
weight of each soil quality indicator can be
2
MATEC Web of Conferences 197, 13001 (2018) https://doi.org/10.1051/matecconf/2018197130
AASEC 2018 01

was the dose of biochar observe changes in soil due to land use change
(D) with four levels (without biochar, 5.26 t and management practices with reference to
ha-1, 10.52 t ha-1, and 15.78 t ha-1). The [2]. The limiting factor and the relative
second factor is the type of fertilizer (P) weighting of the 11 minimum data sets (MDS)
with four types (without fertilizer, compost, indicator of soil quality are presented in Table
phonska, and compost+NPK phonska). The 1.
treatment was repeated three times to obtain
© The Authors, published by EDP Sciences. This is an open access
48 plot experiments. After harvesting the article distributed under the terms of the Creative Commons
maize [8], 48 of these experimental Attribution License 4.0
(http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/).
plots were taken soil samples for testing soil
properties in the laboratory and soil quality
assessments.
The land quality assessment is conducted by
collecting selected indicator data including
physical and soil chemistry data (Table 1) and
the use of such data to

Table 1. Relative weighting factors (RWF) and critical levels for some soil properties [2,10].

Indicator Limitation dan Relative weighting factors


(RWF)
None Slight Moderate Severe Extreme
1 2 3 4 5
1. Water content (%) >30 20-30 8-20 2-8 <2
2. Bulk Density (g.cm-3) <1.3 1.3-1.4 1.4-1.5 1.5-1.6 <1.6
3. Porosity (%) >20 18-20 15-18 10-15 <10
4. Soil Texture L SiL, Si, SiCL CL, SL SiC, LS S, C
5. pH 6-7 5.8-6.0 or 7.0- 5.4-5.8 or 7.4- 5.0-5.4 or 7.8- <5.0 or
7.4 7.8 8.2 >8.2
6. C-Organic (%) 5-10 3-5 1-3 0.5-1.0 <0.5
7. N-total (%) >0.75 0.51-0.75 0.21-0.50 0.1-0.2 <0.1
8. P-available (ppm) >35 26-35 16-25 10-15 <10
9. K-available (ppm) >390 234-390 156-195 78-117 <78
10. CEC (me100g-1) >40 25-40 17-24 5-16 <5
11. BS (%) >70 51-70 36-50 20-35 <20
L is loam; SiL is silt loam; SiCL is silty clay loam; CL is clay loam; SL is sandy loam; SiC is silty clay; LS is
loamy sand; C is clay; S is sand, CEC is cation exchange capacity, BS is base saturation.

The minimum data sets that are the key sustainable.


characteristics of soil quality in the topical
Table 2. The sustainability of the agricultural system is related to
area, consist of (1) physical characteristic: the SQR based on 11 MDS [2].
moisture content, volume weight, porosity, and
soil texture, (2) chemical identification: pH, C- Sustainability (soil quality) RWF SQR
organic, nutrient availability (P and K), CEC, Highly sustainable (very good) 1 <20
and BS. The soil quality indicator is selected Sustainable (good) 2 20-25
from soil properties indicating the capacity of Sustainable with high input 3 25-30
(moderate)
the soil function or limiting factor for crop Sustainable with another land use 4 30-40
yield. The limiting factor or relative weighting (bad)
factor (RWF) ranges from no limiting to Unsustainable (very bad) 5 >40
extreme factor with weighting on a scale of 1
to 5 (Tables 1 and 2). The upper limit (weight Soil quality status was determined by
5) for soil properties with many limiting factors calculating the value of soil quality rating (SQR)
means that the soil quality is very bad and based on the sum of the weight of the value of
unsustainable, and the lower limit (weight 1) each indicator of soil quality. Furthermore, the
for soil properties that do not have limiting SQR value associated with the sustainability of
factors means soil quality is very good and agricultural systems according to [2] compared to
the soil quality status criteria based on 11
3
MATEC Web of Conferences 197, 13001 (2018) https://doi.org/10.1051/matecconf/2018197130
AASEC 2018 01

Minimum Data Sets is presented in Table 2.


This SQR value ranges from 20-40, the lower
the SQR value the soil properties become the
limiting factor less so the better the soil quality. Table 4. Characteristics of biochar and compost [7].

3 Results Analysis Type Bioch


ar
Compos
t
pH 7.48 7.35
Characteristics of soil, bamboo biochar, EC (mmhos cm- 0.77 10.92
1
and compost )
C (%) 3.08 15.51
Sulahan Village, Susut Sub-district, Bangli N (%) 0.06 0.82
C/N 51.33 18.91
District was chosen as a research location
P (ppm) 451.7 650.14
because it has a large dry land potential to 8
be developed for food crops, especially K (ppm) 36.07 23.26
corn crops. Research location with soil type Ca (mg kg-1) 32.20 9.28
Mg (mg kg-1) 15.88 15.16
regosol humus with the altitude of place
Na (mg kg-1) 14.62 15.26
762 m asl, while characteristic of physical WC (%) 5.48 22.47
and chemical of soil location of research
before experiment presented in Table 3. Table 4 shows that biochar has a pH of H2O,
Table 3. Results of soil analysis, RWF, and SQR before C/N, K, Ca, and Mg relatively higher than in
the experiment [7]. compost, otherwise compost has EC, C-organic, N-
total, P-available, Na, and relative water content
Treatment Soil RWF higher than biochar. Both types of organic
WC (%) 6.19 4 materials, biochar and compost have different
Texture 9.60 3 characteristics, but these two materials have the
BD (g cm-3) 0.97 1 same purpose and complement each other in
Porosity (%) 63.54 1
pH 6.82 1 improving soil properties in dry land, ie increasing
C (%) 2.69 3 the ability of soil in storing water and nutrients,
N (%) 0.19 4 increasing porosity and decreasing the weight of
P (ppm) 31.08 2 volume soil, increase C- organic, N, P, K, CEC,
K (ppm) 31.75 5
CEC (cmol(+) kg- 16.10 4
and BS in the soil.
1
)
BS (%) 55.89 2 Soil quality rating (SQR)
SQR 30
The soil quality rating is calculated based on
The result of soil physical and chemical the total number of selected soil quality
properties analysis in Table 3 shows that indicators as the minimum data set [2]. A
the research field has bad soil quality with minimum data set consisting of
SQR value of 30. Poor soil quality status 11 selected soil physical and chemical
can be improved through the provision of properties determines the status of soil quality.
organic materials such as biochar and The results of the SQR measurements or the
compost or inorganic such soil quality ratings from each of the biochar
as phonska. The results of characteristic dose combination treatments and with the type
analysis of biochar and compost are presented of fertilizer (DP) on the soil after the study can
in Table 4. be seen in Table 5.

Table 5. Soil analysis, relative weighting factors (RWF), and soil quality rating (SQR) on biochar dosage treatment and type of
fertilizer after the experiment.

WC Texture BD Porosit pH C N P K CEC BS


Treatment y SQR
% g cm- % % % ppm ppm cmol(+) kg- %
3 1

D0P 7.04 11.6 0.99 62.66 6.62 3.35 0.13 30.4 444.07 15.46 23.83
0 (4) 8 (1) (1) (1) (2) (4) 9 (1) (4) (4) 27
(3) (2)

4
MATEC Web of Conferences 197, 13001 (2018) https://doi.org/10.1051/matecconf/2018197130
AASEC 2018 01

D0P 8.38 9.08 0.92 65.23 6.63 3.64 0.17 40.6 746.98 17.15 35.96
1 (3) (3) (1) (1) (1) (2) (4) 5 (1) (3) (4) 24
(1)
D0P 8.77 15. 0.97 63.58 6.66 3.84 0.19 35.9 331.41 17.18 49.76
2 (3) 72 (1) (1) (1) (2) (4) 8 (2) (3) (3) 24
(3) (1)
D0P 9.16 13.0 0.97 63.38 6.55 3.71 0.21 49.3 605.67 13.91 61.64
3 (3) 0 (1) (1) (1) (2) (3) 4 (1) (4) (2) 22
(3) (1)
D1P 8.64 8.72 0.91 65.56 6.72 3.82 0.16 32. 674.56 16.17 37.14
0 (3) (3) (1) (1) (1) (2) (4) 76 (1) (4) (3) 25
(2)
D1P 9.43 15.5 0.91 65.51 6.76 4.24 0.18 42.5 997.94 17.55 39.86
1 (3) 9 (1) (1) (1) (2) (4) 6 (1) (3) (3) 23
(3) (1)
D1P 8.96 10.3 0.95 64.07 6.77 3.87 0.18 64. 710.76 17.48 35.99
2 (3) 9 (1) (1) (1) (2) (4) 70 (1) (3) (3) 23
(3) (1)
D1P 9.36 9.08 0.93 64.99 6.63 4.08 0.18 37.0 934.42 16.87 65
3 (3) (3) (1) (1) (1) (2) (4) 9 (1) (4) .1 23
(1) 2
(
2
)
D2P 9.22 11.6 0.90 66.07 6.74 3.42 0.19 26.0 947.19 16.19 29
0 (3) 8 (1) (1) (1) (2) (4) 0 (1) (4) .6 26
(3) (3) 9
(
4
)
D2P 9.71 11.6 0.89 66.30 6.68 3.84 0.17 68. 1010.5 18.67 63.69
1 (3) 9 (1) (1) (1) (2) (4) 06 9 (3) (2) 22
(3) (1) (1)
D2P 9.87 9.09 0.89 66.45 6.75 3.83 0.20 38.9 695.08 17.57 47.69
2 (3) (3) (1) (1) (1) (2) (3) 9 (1) (3) (3) 22
(1)
D2P 10.41 11.2 0.89 66.57 6.79 3.80 0.20 63.3 1247.0 17.18 71.73
3 (3) 9 (1) (1) (1) (2) (3) 8 2 (3) (1) 20
(3) (1) (1)
D3P 9.61 12.9 0.88 66.84 6.56 3.41 0.19 38.1 1026.3 16.57 31.87
0 (3) 8 (1) (1) (1) (2) (4) 8 4 (4) (4) 25
(3) (1) (1)
D3P 10.40 12. 0.87 67.31 6.62 3.68 0.18 40. 1046.5 22.89 37.74
1 (3) 97 (1) (1) (1) (2) (4) 75 7 (3) (3) 23
(3) (1) (1)
D3P 9.03 12. 0.86 67.48 6.79 3.73 0.25 42.3 1018.3 18.04 46.49
2 (3) 98 (1) (1) (1) (2) (3) 0 4 (3) (3) 22
(3) (1) (1)
D3P 9.01 10. 0.87 67.29 6.74 3.77 0.24 41.3 1100.9 19.21 22.07
3 (3) 35 (1) (1) (1) (2) (3) 9 3 (3) (4) 23
(3) (1) (1)
D0 (without biochar), D1 (5.26 t ha-1), D2 (10.52 t ha-1), D3 (15.78 t ha-1), P0 (without fertilizer), P1 (compost 20.22 t ha-1), P2
(phonska 313.37 kg ha-1), dan P3 (compost+phonska), WC is water content, BD is bulk density, CEC is cation exchange capacity, BS
is base saturation, SQR: <20 = very good, 20-25 = good, 25-30 = moderate, 30-40 = bad, >40 = very bad.

4 Discussion obtained SQR 27 (moderate). The lower the


SQR score the better the sustainability index
Assessment of soil quality before the research for corn farming in the dry land, the higher
obtained SQR value 30 (Table 3) with bad the SQR value the worse the sustainability
status. This poor status after the trial can be index will be.
improved to moderate to good status with a Improved soil quality from moderate to
range of SQR values of 20-27 at various D0P0 treatment to good on D2P3 treatment is
biochar doses and fertilizer types (Table 5). In due to biochar and compost according to its
the treatment of D2P3 (Table 5), the value of characteristics (Table 4) is able to improve
SQR 20 (good) or close to the status of soil physical and chemical properties that
sustainability is very good (highly provide the balance and nutrient adequacy
sustainable), whereas in treatment D0P0 needed by corn crops. Improved soil quality

5
MATEC Web of Conferences 197, 13001 (2018) https://doi.org/10.1051/matecconf/2018197130
AASEC 2018 01

due to biochar CEC (r = -0.63*) (Table 6). This is in line


10.52 t ha-1, compost and phonska (D2P3) with [9, 11], that soil quality improvement
fertilizers into the soil, starting from due to biochar treatment is supported by the
improving the quality of soil physical physical characteristics of biochar
properties such as porosity, bulk density, and morphology in SEM 2000x enlargement with
soil moisture content, which encourages the the surface area and micropore structure
increasing process of exchange and reaction scattered on the biochar surface. These porous
chemical in the soil to provide nutrients for biochar pores lead to improved aeration and
plants. drainage systems, as well as increased soil
Improved soil moisture due to biochar and ability to absorb ions and water in the soil.
compost treatment resulted in soil porosity (r Furthermore [12] adds that bamboo biochar
= 0.65*) and K- available (r = 0.67*) was has a very microporous structure, with
positively and significantly correlated, but the adsorption efficiency about ten times higher
soil bulk density (r = -0.65*) was negatively than traditional wood biochar. Biochar
correlated. Improved soil porosity due to bamboo can improve aggregation and hold
biochar and compost treatment also caused K- the capacity of groundwater, pH, and CEC
available (r = 0.82**) to be positively and soil and increase soil biological activity [13,
highly correlated and CEC (r = 0.63*) was 14]. Biochar can improve soil carbon
positively and tangibly correlated, but capability, maintain soil ecosystem balance,
otherwise the bulk density was negatively and improve soil fertility, and can act as
correlated with K- is available (r = -0.82**) fertilizer, promote growth and crop yields by
and has a negative and real correlation with providing and maintaining nutrients in the soil
[15, 16].

Table 6. The coefficient of correlation between soil properties.

Water Textur BD Porosit pH C N P K CEC


content e y
Texture 0.10
BD -0.65* 0.11
Porosit 0.65* -0.11 -1.00
y
pH 0.18 -0.11 -0.36 0.36
C 0.34 0.07 -0.03 0.03 0.37
N 0.40 0.13 -0.55 0.55 0.35 0.16
P 0.41 -0.01 -0.07 0.07 0.23 0.34 0.10
K 0.67* -0.06 -0.82** 0.82** 0.32 0.15 0.44 0.32
CEC 0.49 0.08 -0.63* 0.63* 0.19 0.18 0.20 0.16 0.47
BS 0.50 0.03 0.03 -0.03 0.00 0.47 0.12 0.54 0.16 -0.12
r (0.05, 10, 1) = 0.576 r (0.01, 10, 1) = 0.708

5 Conclusions
The quality of the soil prior to the study had a bad status (SQR 30) and after the biochar, compost and
NPK phonska studies had improved to moderate status (SQR
27) to good (SQR 20). Giving bamboo biochar 10.52 t ha-1 along with compost 20.22 t ha-1 and NPK
phonska
313.37 kg ha-1 has yielded good soil quality (SQR 20) or approaching highly sustainable status dry land
cultivated corn crops.
Thanks to the Kemenristekdikti DRPM who helped fund the research in 2016. Thanks also to the students and laboratory analysts who
have helped this research.

References Defining Soil Quality for a Sustainable


1. J W Doran and T B Parkin, Defining and assessing Environment. SSSA Spec. Publ. No. 35, Soil
soil quality p. 3-21 In: J.W. Doran et al., (ed.) Sci. Soc. Am., Inc. and Am. Soc. Agron., Inc.,
6
MATEC Web of Conferences 197, 13001 (2018) https://doi.org/10.1051/matecconf/2018197130
AASEC 2018 01

Madison. (1994) 8. Y P Situmeang Doctoral dissertation p174


2. R Lal No. 631.4 L193m. 85p (Washington US: Soil (Universitas Udayana, 2017)
Management Support Services, 1994) 9. Y P Situmeang, Int. Research J of Engineering, IT &
3. C A Seybold, M J Mausbach, D L Karlen, and H H Scientific Research (IRJEIS) 3 3 p38-48 (2017)
Rogers, Quantification of soil quality p 387-404 10. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian
In: Pengembangan Pertanian p136 (Departemen
R. Lal, et al (Eds.) Soil Processes and the Pertanian. Bogor, 2009)
Carbon Cycle. (CRC Press, Boca Raton, 11. Y P Situmeang J of Biological and Chemical
Research 34 2 p704-712 (2017)
1998)
12. L Hua, W Wu, Y Liu, M B McBride, and Y Chen
4. M Sanchez-Maranon, M Soriano, G Delgado, and
Environmental Science and Pollution Research 16
R Delgado Soil Science Society of America Journal
p1–9 (2009)
66 3 p948-958 (2002)
13. K Y Chan, B L Van-Zwieten, I Meszaros, D Downie,
5. M K Shukla, R Lal, and M Ebinger, Soil Tillage
and S Joseph, Australian J of Soil Research 46
p437- 444 (2007)
Research 87 2 p194-204 (2006)
14. A Masulili, W H Utomo, and Syekhfani J of
6. W E Larson and F J Pierce, The dynamics of soil
Agriculture Science 3 p25-33 (2010)
quality as a measure of sustainable management
15. J Major, C Steiner, A Ditommaso, N P Falcao, and J
p37-51, (1994)
Lehmann, Weed Biol Manag 5 p69-76 (2005)
7. Y P Situmeang, I M Adnyana, I N N Subadiyasa,
16. C Steiner, W Teixeira, J Lehmann, T Nehls, J De-
and I N Merit, Int. J. on Advanced Science,
Macdo, W Blum, and W Zech, Plant and Soil 291
Engineering and Information Technology 5 6
p275-290 (Springer Netherlands, 2007)
p433- 439 (2015)

Anda mungkin juga menyukai