Anda di halaman 1dari 18

ARTIKEL KEISLAMAN

1. KEISTIMEWAHAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. GENERASI TERBAIK MENURUK AL-HADITS
4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)
5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN HUKUM
Mata Disusun sebagai terstruktur Kuliah: Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampuh:
Dr.Taufiq Ramdani, S.Th.I.,M.Sos

Disusun Oleh:
Nama : Dian Imanuddin
Nim : E1S020018
Fakultas &Prodi : Fkip&Pendidikan Sosiologi
Semester :1

PROGRAM STUDI PRNDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selsainya tugas ini dengan
tepat waktu tanpa kurang suatu apapun tak lupa penulis haturkan Shalawat serta salam
kepada junjungan NABI MUHAMMAD SAW semoga safaatnya mengalir ke kita di hari akhir
kelak Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr.Taufiq Ramdani,S.Th.I.,M.Sos
sebagai dosen pengampuh mata kuliah pendidikan agama islamBesar harapan saya tugas ini
akan memberikan manfaat agar dapat menjadi motivasi dalam kehidupan

Penyusun ,Mataram 16 Oktober 2020

Nama : Dian Imanuddin


Nim : E1S020018

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER……………………………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………… iii
I. Keistimewahan dan kebenaran konsep ketuhanan dalam islam……………. 1
II. Sains dan Teknologi dalam AL-Qur’an dan AL-Hadits…………………………….. 4
III. Generasi Terbaik Menurut AL-Hadits…………………………………………………….. 5
IV. Pengertian Salaf Menurut AL-Hadits……………………………………………………… 7
V. Islam Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum…………… 8

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………… 12

LAMPIRAN…………………………………………………………………………………………………………. 13

iii
I . Keistimewahan dan Konsep Ketuhanan Dalam islam

Istilah Tuhan dalam sebutan AL-Qur’an digunakan ilaahun,yaitu setiap yang menjadi penggerak
atau motivator, sehinggah dikagumi dan dipatuhi oleh manusia.orang yang mematuhi di sebut
abdun (hamba). Kata ilaah di dalam AL-Qur’an konotasinya ada dua kemungkinan yaitu Allah,
dan selain Allah. Subjektif ( hawah ) dapat menjadi ilaah ( tuhan ). Benda-benda seperti
patung, pohon, binatang dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilaah. Demikian seperti di
kemukakan dalam surat AL-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

‫ب اللَّ ِه‬
ِ ‫ُون اللَّ ِه أ َ ْندَاد ًا يُحِ بُّونَ ُه ْم َك ُح‬
ِ ‫اس َم ْن يَتَّخِ ذ ُ مِ ْن د‬
ِ َّ‫َومِ نَ الن‬

Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah,
mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
monoteisme. Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang
mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan
khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran
ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. Adanya nama Abdullah hamba Allah telah lazim
dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya
Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan
tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad,
Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah
mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa
Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian
kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-Quran
surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

َ‫س َو ْالقَ َم َر لَيَقُولُ َّن اللَّه ُ فَأَنَّى يُؤْ فَ ُكون‬ َّ ‫س َّخ َر ال‬
َ ‫ش ْم‬ َ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬
َ ‫ض َو‬ َّ ‫سأ َ ْلت َ ُه ْم َم ْن َخلَ َق ال‬
ِ ‫س َم َوا‬ َ ‫َولَئ ِْن‬

Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan menundukkan
matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

1
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu
beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang barulah dinyatakan bertuhan kepada Allah jika
ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang
Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan
sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

Pemikiran Umat Islam

Dikalangan umat Islam terdapat polemik dalam masalah ketuhanan. Satu kelompok
berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai
kekuatan mutlah yang menjadi penentu segalanya. Di lain pihak ada yang berpegang pada
doktrin Qodariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa manusialah yang menentukan
nasibnya. Polemik dalam masalah ketuhanan di kalangan umat Islam pernah menimbulkan
suatu dis-integrasi (perpecahan) umat Islam, yang cukup menyedihkan. Peristiwa al-mihnah
yaitu pembantaian terhadap para tokoh Jabariah oleh penguasa Qadariah pada zaman khalifah
al-Makmun (Dinasti Abbasiah). Munculnya faham Jabariah dan Qadariah berkaitan erat
dengan masalah politik umat Islam setelah Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai kepala
pemerintahaan, Abu Bakar Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut Rasulullah.
Berikutnya digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali.

Embrio ketegangan politik sebenarnya sudah ada sejak khalifah Abu Bakar, yaitu persaingan
segitiga antara sekompok orang Anshar (pribumi Madinah), sekelompok orang Muhajirin yang
fanatik dengan garis keturunan Abdul Muthalib (fanatisme Ali), dan kelompok mayoritas yang
mendukung kepemimpinan Abu Bakar. Pada periode kepemimpinan Abu Bakar dan Umar
gejolak politik tidak muncul, karena sikap khalifah yang tegas, sehingga kelompok oposisi tidak
diberikan kesempatan melakukan gerakannya.

Ketika khalifah dipegang oleh Usman Ibn Affan (khalifa ke 3), ketegangan politik menjadi
terbuka. Sistem nepotisme yang diterapkan oleh penguasa (wazir) pada masa khalifah Usman
menjadi penyebab adanya reaksi negatif dari kalangan warga Abdul Muthalib. Akibatnya
terjadi ketegangan,yang menyebabkan Usman sebagai khalifah terbunuh. Ketegangan semakin
bergejolak pada khalifah berikutnya, yaitu Ali Ibn Abi Thalib. Dendam yang dikumandangkan
dalam bentuk slogan bahwa darah harus dibalas dengan darah, menjadi motto bagi kalangan
oposisi di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pertempuran antara dua kubu tidak

2
terhindarkan. Untuk menghindari perpecahan, antara dua kubu yang berselisih mengadakan
perjanjian damai. Nampaknya bagi kelompok Muawiyah, perjanjian damai hanyalah
merupakan strategi untuk memenangkan pertempuran. Amru bin Ash sebagai diplomat
Muawiyah mengungkapkan penilaian sepihak. Pihak Ali yang paling bersalah, sementara
pihaknya tidak bersalah. Akibat perjanjian itu pihak Ali (sebagai penguasa resmi) tersudut.
Setelah dirasakan oleh pihak Ali bahwa perjanjian itu merugikan pihaknya, di kalangan
pendukung Ali terbelah menjadi dua kelompok, yaitu : kelompok yang tetap setia kepada Ali,
dan kelompok yang menyatakan keluar, namun tidak mau bergabung dengan Muawiyah.
Kelompok pertama disebut dengan kelompok SYIAH, dan kelompok kedua disebut dengan
KHAWARIJ. Dengan demikian umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok politik, yaitu: 1)
Kelompok Muawiyah (Sunni), 2) Kelompok Syi’ah, dan 3) Kelompok Khawarij.

Untuk memenangkan kelompok dalam menghadapi oposisinya, mereka tidak segan-segan


menggunakan konsep asasi. Kelompok yang satu sampai mengkafirkan kelompok lainnya.
Menurut Khawarij semua pihak yang terlibat perjanjian damai baik pihak Muawiyah maupun
pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak Muawiyah dikatakan kafir karena menentang pemerintah,
sedangkan pihak Ali dikatakan kafir karena tidak bersikap tegas terhadap para pemberontak,
berarti tidak menetapkan hukum berdasarkan ketentuan Allah. Mereka mengkafirkan Ali dan
para pendukungknya, berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah (5) : 44

‫الله ُ فَ ُأو َلئِكَ ُهمُ ْالكَافِ ُرو َن‬


َّ ‫َو َم ْن لَ ْم ي َ ْح ُك ْم ب ِ َما َأ ْنزَ َل‬

Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Quran),
maka mereka dalah orang-orang kafir.

3
II . Sains dan Teknologi dalam AL-Qur’an dan AL-Hadits

a. Pengertian Sains dan Teknologi


Sains adalah serapan dari kata bahasa inggris sciense yang diambil dari kata sciensia
yang berarti pengetahuan. Selain pengertian di atas "sains" juga diartikan sebagai ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dapat diuji dan dibuktikan kebenarannya. Sementara
itu teknologi diartikan sebagai ilmu atau studi tentang praktis atau industri, ilmu
terapan dan sebagainya.
b. Sain dan Teknologi dalam Islam
َ َ َ ‫َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ف َ َ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ ف ن‬ ََ َ َ َ َََ ‫َ ف َ ف‬
‫ََّ ََ َر ْ َمل َو‬ ِ ‫َِْننَ ْاف ٍّ َء ٍ َء َْ ال َلَ ِاْ ََِّ منلعْا اُاتْاتَا أقتا ااَاا مَْأا َلتَام‬
‫َس ْن اُرمَ َل ِي‬
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya
dahulu menyatu kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup berasal dari air, maka mengapa mereka tidak beriman?” (QS. Al-
anbiya: 30)
Ayat di atas berkaitan dengan Big bang theory, yaitu teori terbentuknya alam semesta
yang menyatakan bahwa pada awalnya alam semesta merupakan satu kesatuan,
kemudian terjadi ledakan besar yang menghasilkan pecahan-pecahan dan meluas.
Teori Big Bang ini adalah teori penciptaan bumi yang paling diakui di era modern.
Al Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan merupakan
sarana untuk mengaplikasikan segala sesuatu yang tertuang dalam ajaran Islam.
Bukti bahwa Islam merupakan agama yang menekankan pengembangan ilmu
pengetahuan adalah dengan ditemukan ratusan ayat yang membicarakan tentang
petunjuk untuk memperhatikan bagaimana cara kerja alam dunia ini. Contohnya
dalam Surat Ar-Rahman:(19-20)
َ ََ َ َ َ َ
‫ََ َْ َِ ََ ِان ا َا َرزر َا َمْ فن ََا َِعا ِت ََ ِان َل َْ ََ َج ََ لَّ ََ َج َر‬
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara
keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” (Q.S. Ar-Rahman:19-20)

4
III . Generasi Terbaik Menurut AL-Hadist

Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi yang diutus
sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir diantara umat-umat
lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan memasuki Surga terlebih dahulu
di bandingkan dengan umat-umat lainnya.

Allah telah memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dalam
firman-Nya :
‫ف‬ َ َ َ َ َ ‫ََفف‬ ‫ن َفَ ف َ َ ف َ َ ََََ َ َ َ َ َ ف‬ َََ َ َ َ ‫ََ ف‬ َ َ َ ََ ََ َ
‫ال َْ لر َنخ ْ ََ َم َ َر َر اْا َو‬ ِ ‫َررَ انلك ِل َِٰا كِ ِْ ْتل َََّْ ملن ِِفلع ِٱ مق َِْنن ِلَُْ لر ِ لَّ مقْننن ِِفلَلر‬
‫مٱ قنَرمن ِلعْ ل‬
‫ن‬ َ َ ‫ََ ف َ ف َََ َ َ ف‬
‫ل فنو‬ ‫ِلُ كِ ِتتنن فرت فو َمْ كأ ِل فَ َِْنن َْ فن فو‬

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..” (QS. Ali Imran : 110).

Tetapi diantara umat Rasulullah, terdapat beberapa generasi terbaik, sebagaimana beliau
sebutkan dalam sebuah hadits mutawatir, beliau bersabda :

“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku (yakni sahabat), kemudian orang-orang yang
mengiringinya (yakni tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yakni generasi
tabi’ut tabi’in).” (mutawatir. HR. Bukhari dan yang lainnya).

Generasi Terbaik dari Umat Islam

1. Sahabat
Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam secara langsung serta membantu perjuangan beliau. Menurut Imam
Ahmad, siapa saja diantara orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah, baik
sebulan, sepekan, sehari atau bahkan cuma sesaat maka ia dikatakan sebagai sahabat.
Derajatnya masing-masing ditentukan dengan seberapa lama ia menyertai Rasulullah.
Para sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Diantara sahabat yang terbaik adalah para Khulafaur
Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat yang namanya disebutkan oleh Rasulullah yang
mendapatkan jaminan surge.

5
2. Tabi’in
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau setelah
beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat para
sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para
sahabat Rasulullah. Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarni,
yang pernah mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi
sahabat, tetapi tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarni, pernah
disebutkan secara langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi
tapi terkenal di langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali,
untuk mencari Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan orang yang
memiliki doa yang diijabah oleh Allah.
3. Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau setelah
mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan generasi
tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari
para tabi’in. Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Imam
Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin Saad dan
yang lainnya.

6
IV . Pengertian Salaf Menurut AL-Hadist

Pengertian Salaf

Menurut bahasa etimologi, Salaf artinya yang terdahulu nenek moyang, yang lebih tua dan
lebih utama Salaf berarti para pendahulu. Menurut istilah terminologi, kata Salaf berarti
generasi pertama dan terbaik dari ummat Islam ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in,
Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun generasi/masa pertama
yang dimuliakan oleh Allah SWT , sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
َ َ َ ََ َ‫َ ََف َ ن َ َ فَ َ ََف َ َ ن َ ف‬
‫ال َ َر فر‬
‫ِعنَنو َل ِيََّ َّو ِعنَنو ََّل ِيَ َّو ْ ِرَء َلْ ل‬
“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini yaitu masa para Sahabat, kemudian yang
sesudahnya masa Tabi’in, kemudian yang sesudahnya masa Tabi’ut Tabi’in.”
Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-‘Aqiidatul Islamiyyah
bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah: “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya
dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut
pemahaman Salafush Shalih (tentang ‘aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk-pent.).
Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah mengenai
‘aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi
meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa
pendapatnya menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi
meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Ta-bi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

Salaf secara bahasa berarti orang yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
yang artinya,”Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu
kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut). Dan Kami jadikan mereka sebagai salaf dan
contoh bagi orang-orang yang kemudian.” (Az Zukhruf: 55-56), yakni kami menjadikan mereka
sebagai SALAF -yaitu orang yang terdahulu- agar orang-orang sesudah mereka dapat
mengambil pelajaran dari mereka (salaf). Sebagaimana yang di jelaskan dalam hadist:

“Salaf seseorang juga diartikan sebagai siapa saja yang mendahuluinya (meninggal lebih
dahulu), baik dari nenek moyang maupun sanak kerabatnya. Karenanya, generasi pertama dari
kalangan tabi’in dinamakan As Salafus Shaleh” (HR. Ibnu Atsir rahimahullah)

7
V . Islam Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum

a. Berbagi
Dalam manajemen pengetahuan knowledge sharing merupakan bagian penting yang
harus dimiliki dalam organisasi. Knowledge sharing merupakan salah satu cara
organisasi mampu meraih sukses karena dengan knowledge sharing merefleksikan
kemampuan individu di organisasi mau berbagi pengetahuan sehingga akan
meningkatkan nilai kompetitif dari organisasi tersebut, peningkatan ekonomi serta
peningkatan nilai dari perusahaan.
Islam sangat mendorong dan memotivasi perilaku Knowledge sharing sebagai mana
yang tercantum dalam Firman ALLAH SWT “Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” ( QS. An-Nahl: 43 )
Hadits Rasulullah yang menggambarkan pentingnya berbagi ilmu atau knowledge
sharing yang berbunyi “ Semoga ALLAH memuliahka seseorang yang mendengan
sesuatu dari kami lalu dia menyampaikan kepada yang lain sebagaimana yang ia
dengar maka kadang-kadang orang yang disampaikan ilmu lebih memahami dari pada
orang yang mendengarnya” ( HR. At-Tirmizi ).
b. Keadilan dan Penegakan Hukum
1. Keadilan
Seorang hakim dalam Islam memiliki kewenangan yang luas dalam melaksanakan
keputusan hukum dan bebas dari pengaruh siapapun. Hakim wajib menerapkan
prinsip keadilan dan persamaan terhadap siapapun. Al-Qur’an dalam surat an-Nisa
ayat 58 telah menetapkan garis hukum:

َ َ‫ن‬ َ َ َ ‫ُّ ف‬ َ ََ َ ََ َ ‫َ ف‬ َ َ ُّ ‫َ َ َ َ َ ف‬ َ َ‫ن‬


‫ال َا َر ََّ ٍَّت ََاو َم ِذإَ ْت ِع َنا ِٰٓل كَِ ِْ ََ كِْ كِ ِخ ۟مَق ْن َِن فَ فرم َو ِلعٱ ن‬
‫ِِفللْ ِٱ قَتَنَ ْن ِلْ ل‬
َ ‫ِٱ ِه ت‬
‫وِ ِلع َِ ِل ََا ِلعٱ ِٰٓن‬ ِِ
َ َ ‫َ َ َ مَ َ َ ن‬
‫ِ ِرررَ ا ََِلا اان ِلعٱ ِٰٓن‬
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. an- Nisa:58 ).

8
keputusan seorang hakim harus mencerminkan rasa keadilan hukum dengan tidak
memandang kepada siapa hukum itu diputuskan. Sikap ini didasarkan pada firman
Allah dalam surat al-Maidah ayat 8:
َ َ ‫ف َ َ َ َ ن َ َ َ ف ُّ َ َ ف ُّ ن‬ َ َ َ ‫َ َ ف‬ َ َ َ َ ُّ َ ُّ َ ‫َ َ َ ف َ ف‬
‫ََّ َْ َنا‬‫ِِفل ِت َت ِٱ ٍنَْْ ِلع ِٱ ْ كن َِرَّ انَنَ ََْْنَ ِل ِي‬ ‫ِِ ِْلنَ ق َل ِْلنَ ْا َِع كَِ ْ َن َو ٍْ ـِان َِ َم لر ََْك َو َما‬ ‫ْْرق نت‬
ََ ُّ ‫ن َ َ ف‬ َ َ‫َ َ ن‬ َ َ
‫ق َل ََعنن ِِ ََا َ ِ َرر ِلعٱ ِٰٓن ِلعٱ َمِقتنَ ِلعات َن كل‬
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( QS. Al-
Maidah:8)
Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap adil itu tidak akan memihak
kepada siapapun kecuali kepada kebenaran.
2. Penegakan Hukum
Dalam kaitannya dengan keberlangsungan hukum pra-Islam, Nabi Muhammad tidak
melakukan tindakan-tindakan perubahan terhadap hukum yang ada sepanjang hukum
tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang fundamental. Dengan
demikian Nabi Muhammad dalam kapasitasnya sebagai pembuat hukum dari sebuah
agama yang baru melegalkan hukum lama di satu sisi, dan mengganti beberapa hal
yang tampaknya tidak konsisten dengan prinsip-prinsip Hukum yang direvisi bahkan
dirombak oleh Rasulullah antara lain: perkawinan dengan ibu tiri, poliandri, menikahi
wanita tanpa batas jumlahnya, hubungan seksual yang tidak sah, aborsi, pembunuhan
terhadap bayi perempuan, balas dendam dalam hukum qisas, perlindungan pencuri
bagi bangsawan, perceraian berulang-ulang dan lain sebagainya.
hukum ketentuan ini di tuangkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 178 sebagai
berikut:
َ َ َ ‫َ َ َ ف ُّ ن‬ ََ ‫َ َ ف‬ ََ ََ َ َ ‫َ ف‬ َ َ ‫َف‬ َ ‫َف‬ َ ‫َف ف‬
‫ََّ َْنا‬ ‫اْ ِع ََك فو ا ِاْ ََْْنَ ِل ِي‬ ‫لٱل ِ ُِ ََ ا ََ ََّ ِِفَْأ كَ َمَِْأ كَ ِِفل َل َْ ِْ َمِل َل َْْ ِِفل فَر ِل فَر ِلتاعَ ِاَ ِل ِتر‬
َ َ َ ََ َ َ ‫ََ ََ ََ َ َ َ َ ف‬ َ ‫َ َك‬ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫َك‬
َِ ََّ ‫َٱ‬
ِ َِ ْ ََْ ٍ ‫مٱ افقْات‬
َ َ
ِ ‫إ ِلَٰ ِلْ ِِاْ كل اَ لَّ مأٍَّم أمكو ََّ قف َُِخ إ ِلَٰ ِا ِنٍّت كِ َِّ ِٰٓلَ ِٱ مَْْ۟ ِِفلَلر‬
‫ََ ف‬
‫اعٱل‬ َ ‫َْل‬
َ ‫َو َِ َي‬
‫َق‬ ِ

9
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan
dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa
yang sangat pedih. ( QS.al-Baqarah:178 ).
Menurut Imam al-Baidawi sebagaimana dikutip oleh as-Sayyid Sabiq, bahwa turunnya
ayat tersebut berkenaan dengan dua kabilah yang berhutang piutang. Salah satu lebih
kuat dari lainnya. Lalu Kabilah yang kuat bersumpah, “Kami harus membunuh orang
merdeka di antara kalian sebagai akibat terbunuhnya hamba sahaya kami, dan kami
akan membunuh laki-laki sebagai akibat terbunuhnya perempuan dari suku kami.
Dalam hukum hadd ditemukan adanya pembenahan sistem hukum, seperti dalam
kasus delik pencurian pada masa pra-Islam hukum yang diberlakukan sangat
diskriminasi terutama antara bangsawan dan rakyat biasa. Hadis di bawah ini dapat
dijadikan dasar pernyataan tersebut di atas ketika Uzamah binti Zaid kekasih
Rasulullah meminta maaf atas kesalahan Fatimah binti al-Aswad karena telah mencuri,
maka Rasulullah berkata, “Apakah kamu meminta syafa'at mengenai sesuatu dari
hukuman yang telah ditetapkan oleh Allah”. Kemudian Rasulullah bersabda:
“Bahwasanya yang menyebabkan kehancuran umat sebelum kamu sekalian ialah
karena apabila ada kaum bangsawan mencuri, mereka dibiarkan, tetapi sebaliknya jika
yang mencuri adalah kaum lemah, maka ditegakkan hukum yang seadil-adilnya, saya
bersumpah demi Allah seandainya Fatimah Putri Muhammad mencuri niscaya akan
kupotong tangannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03
http://www.journal.walisongo.ac.id/index.php/teologia/article/viewFile/405/371

https://umma.id/article/share/id/1002/272772

https://almanhaj.or.id/3428-definisi-salaf-definisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html

https://media.neliti.com/media/publications/284864-perilaku-berbagi-ilmu-menurut-
pandangan-12c0eb63.pdf

https://www.pta-padang.go.id/detailpost/ayat-sains-dan-teknologi

https://journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/mazahib/article/view/116/93

https://muslim.or.id/7259-ini-dalilnya-2-jadikan-manhaj-salaf-sebagai-
rujukan.htmlhttps://rumaysho.com/3105-mengenal-salaf-dan-salafi.html

https://poppyzuraiqah.wordpress.com/2012/06/12/nama-nama-generasi-sahabat-hingga-
ulama-salaf/

11
LAMPIRAN

Tambahan beberapa hadist dan al-qur’an tentang berbagi dan keadilan penegakkan
hokum:
Al-Qur,an
Berbagi
 Al-Baqarah (2) : 245.
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman
yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat
gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
 Al-Hadid ( 57 ): 7
“Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah sebagian dari hartamu
yang Allah menjadikan kamu mengusainya maka orang-orang yang beriman di
antara kamu dan menginfakkan ( sebagian ) dari hartanya memperoleh pahala
yang besar”

Al- Hadist

1. Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. bersabda, “Seandainya aku mempunyai emas
sebesar gunung Uhud, sungguh aku gembira apabila ia tidak tertinggal di sisiku selama
tiga malam, kecuali aku sediakan untuk membayar utang.” (Bukhari)
2. Dari Ali r.a. Rasulullah saw. Bersabda, “Segeralah bersedekah sesungguhnya
musibah tidak dapat melintas sedekah.” ( Razin )

Keadilan dan penegakkan hukum

Al-Hadist

“Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum

kalian adalah, apabila seorang bangsawan mencuri, mereka biarkan, tetapi bila ada

orang lemah dan miskin mencuri, mereka tegakkan hukuman kepadanya. Demi Allah,

andaikan Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.” (HR:

Ibnu Majah).

12
Al-Qur’an
َ َ ‫ف َف ن‬ َ ََ‫رَّ َل َنَل َْ ََََّ َْم َْ ََ فُتت َو َِ َعَ َم َل َن ل نعٱ فٍ َن َْ ََْ ِ َالت َتٱ َْ َن‬ َ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ
َ ‫َْ َْ َجم‬
‫ََّ َْ َنا َِا‬‫رَّ انَنَ اَْنَ َل ِي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ِ ل ل‬ ِ ‫ا ِتررَ ْم ا َِْا ََِّٰ ِٰٓن م‬
‫َ نف‬
‫االعٱ‬
َ َ ََ ََ َ ََ َ َ ََ َ ‫َ َ ن َ َ َ ف ف‬ َ َ َ
َ‫َ ِ َررَ ق َل ََعنن ِِ ََا اان َلعٱ ا ِنن ق َل لرْنَ ْ َم قع فنمَ َم ِذن ق َل ِْلنَ ْن َل َن َنل قُ ِْ فلنَ اف ِا ِن ََا ْ َمل‬

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu para penegak keadilan, menjadi saksi

karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap kedua orangtua dan

kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu

kemaslahatan (untuk kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu

karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata)

atau enggan untuk menjadi saksi, maka ketahuilah bahwa Allah Mahateliti terhadap

segala sesuatu yang kamu kerjakan. – (Q.S An-Nisa: 135)


َ َ‫ن‬ َ َ َ َ َ ‫َف‬ َ َ ََ َ َ َ َََ َ َ َ ‫ََ نف َ َََن‬
‫ء َمَل فََْٰ لر َلُ ََح ِاْ َِ لَّ َم ََْ َنَ َلت َر َاَ ِإذ َم ِذَا ِاْ َم َِا ٍَّ َت ِان ِِال َلْ ِٱ َِن فَ فر َلعٱ ِٰٓن‬
‫قيارمن كوللع ِ ِلعتو مَلَْ ل‬

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan,

memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang dari perbuatan keji,

kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberimu pengajaran agar kamu dapat

mengambil pelajaran. – (Q.S An-Nahl: 90)

13
Nama-nama generasi terbaik menurut al-hadist

Generasi sahabat

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq (wafat 13 H)

2. ‘Umar bin Khothob (wafat 23 H)

3. ‘Utsman bin ‘Affan (wafat 34 H)

4. ‘Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H)

5. Tholhah bin ‘Ubaidillah (wafat 36 H)

6. Zubair bin Awwam (wafat 36 H)

7. ‘Abdurrahman bun ‘Auf (wafat 36 H)

8. Sa’ad bin Abi Waqqosh (wafat 55 H)

9. Sa’ad bin Zaid (wafat 55/51 H)

10. Abu ‘Ubaidah ibnul Jarroh (wafat 18 H)

Generasi Tabi’in

1. Al-Qomah bin Qois bin Abdullah bin Malik (wafat 61 H)

2. Masruq bin ‘Ajda ‘Al-Hamdani (wafat 62 H)

3. Ubaidah bin Amru (wafat 72 H)

4. Asalam Maula ‘Umar bin Khothob (wafat 80 H)

5. Ummu Darda (wafat 80 H)

6. Sa’id bin Musayyid (wafat 94 H)

7. Urwah bin Zubair (wafat 91 H)

8. Abu Salamah bin Abdurrahman bin ‘Auf (wafat 94 H)

9. Abu Bakar Al-Mahzumi (wafat 93 H)

10. Muthorrif bin ‘Abdillah (wafat 95 H)

14
Generasi Tabi’ut Tabi’in

1. Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (wafat 150 H)

2. Abdurrahman Al-Aiza’i bin Amru (wafat 157 H)

3. malik bin Anas bin Malik (wafat 179 H)

4. nafi; bin ‘Umar bin ‘Abdullah (wafat 169 H)

5. Fudhoil bin Iyadh (wafat 167 H)

6. Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 187 H)

7. Abu Bakar bin Ayyash (wafat 193 H)

8. ‘Abdullah bin Mubarrok 9wafat 181 H)

9. Abu Yusuf al-Qadhi (wafat 182 H)

10. Marwan bin Mu’awiyah (wafat 193 H)

15

Anda mungkin juga menyukai