Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Lahirnya wacana Good Governance berakar dari penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi pada praktik pemerintahan, seperti Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme (KKN). Penyelenggaraan urusan publik yang bersifat sentralistis, non-

partisipatif serta tidak akomodatif terhadap kepentingan publik, telah menumbuhkan

rasa tidak percaya dan bahkan antipati kepada rezim pemerintahan yang ada.

Komitmen dari pemerintah untuk memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

pada berbagai aspek dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan

pembangunan yang diamanatkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

dalam ketetapan No.XI/MPR/1998 dan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN sudah menjadi agenda

yang harus dilaksanakan guna tercapainya transparansi dan akuntabilitas publik. Hal

tersebut merupakan tantangan berat tugas pengawasan di masa depan yang harus

dihadapi dengan komitmen dan profesionalisme Aparat Pengawasan Intern

Pemerintah (APIP).

Besarnya harapan masyarakat akan terwujudnya penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang efektif, efisien, transparan, akuntabel dan bersih

membutuhkan peningkatan peran pengawasan internal dari Aparat Pengawas Intern

Pemerintah (APIP). Inspektorat Kota Palembang merupakan bagian dari Aparat

Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dan merupakan instansi yang melakukan

pengawasan internal atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kota Palembang

dan bertanggungjawab langsung kepada Walikota.

1
Dalam menjalankan pengawasan internal, Inspektorat Kota Palembang

didukung oleh pejabat fungsional auditor yang berpedoman terhadap Kode Etik

APIP serta komitmen instansi. Kode Etik APIP dalam Peraturan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara (PERMENPAN) Nomor PER/04/M.PAN/03/2008,

salah satu tujuannya adalah mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis,

sehingga terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam

pelaksanaan audit. Prinsip-prinsip perilaku yang berlaku bagi APIP antara lain

integritas dan independensi. Dalam melaksanakan tugasnya terdapat kemungkinan

bahwa auditor mengalami benturan kepentingan, atau tekanan dan pengaruh dari

pihak lain, yang berkepentingan dengan hasil audit, sehingga mempengaruhi kinerja

yang dihasilkan auditor.

Menurut Satwika (2015:65), kinerja auditor adalah kemampuan dari

seorang auditor dalam menghasilkan temuan atau hasil dari kegiatan pemeriksaan

atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan yang dilakukan oleh satu tim. Istilah

kinerja sering digunakan untuk menentukan suatu prestasi atau keberhasilan suatu

individu atau kelompok (Suseno,2013:33). Peningkatan suatu kinerja dapat

dipengaruhi oleh beberapa kondisi, yaitu kondisi yang berasal dari individu itu

sendiri yang disebut faktor individual dan kondisi yang berasal dari luar individu

yaitu faktor situsional (Ajibolade, 2013:17).

Salah satu faktor individual yang dapat mempengaruhi kinerja auditor

adalah integritas. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap

auditor harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi

mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya

pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan

2
publik dan merupakan patokan bagi auditor dalam menguji semua keputusan yang

diambilnya. Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap tegas, jujur,

dan adil tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.

Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan

merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang

diambilnya.Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, bersikap jujur dan

berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa, pelayanan dan

kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat

menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi

dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. (Mulyadi,2012 : 24).

Faktor individual lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja auditor yaitu

independensi. Independensi harus dimiliki oleh seorang auditor. Menurut Suariana,

dkk (2014:88) mengartikan independensi sebagai suatu sikap mental yang bebas dari

pengaruh orang lain, tidak dikendalikan oleh pihak lain, dan tidak tergantung pada

orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa independensi berarti seorang auditor

bersikap tidak memihak kepada salah satu pihak ketika melakukan proses

pemeriksaan, serta jujur dalam menyatakan dan merumuskan pendapatnya. Oleh

karena itu, untuk menghasilkan laporan audit yang baik dan berkualitas diperlukan

sikap independen dari auditor agar laporan audit tersebut dapat dipercaya dan

diandalkan. Dengan mengikuti peraturan dan standar yang berlaku saat melakukan

proses pemeriksaan, auditor dapat memberikan opini audit yang berkualitas,

sehingga kinerja auditor pun dapat meningkat. Auditor yang independen adalah

auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak

merugikan pihak manapun. Arens dkk (2008:76), menyatakan nilai auditing sangat

3
tergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi dalam audit

berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen

dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan

(independence in appearance).

Independensi menurut Standar Audit Intern Pemerintah adalah kebebasan

dari kondisi yang mengancam kemampuan aktivitas audit intern untuk

melaksanakan tanggung jawab audit intern secara objektif. Untuk mencapai tingkat

independensi dalam melaksanakan tanggung jawab aktivitas audit intern secara

efektif, pimpinan APIP memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan

pimpinan APIP (SAIPI, 2014). Jika Independensi ini terganggu maka dapat

dipastikan auditor tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik yang berakibat

pada menurunnya kinerja.

Disiplin kerja juga merupakan salah satu factor yang mempengaruhi

kinerja. Disiplin merupakan sikap ketaatan terhadap suatu aturan atau ketentuan

yang berlaku dalam organisasi yaitu menggabungkan diri dalam organisasi itu atas

dasarnya adanya kesadaran dan keinsyafan, bukan karena unsur paksaan

(Wursono, 2012 : 32). Sementara itu pendapat lain mengatakan bahwa suatu

kedisiplinan penting bagi suatu organisasi sebab adanya kedisiplinan akan dapat

ditaati oleh sebagian besar para karyawan akan dilakukan secara efektif. Bilamana

kedisiplinan tidak dapat ditegakkan maka kemungkinan tujuan yang telah

ditetapkan tidak dapat dicapai secara efektif dan efisien (Nitisemito, 2012 : 46).

Jadi dapat ditekankan pada unsur kesadaran dan penyesuaian diri secara sukarela

bukan atas dasar paksaan. Disiplin itu sendiri diartikan sebagai keadilan seseorang

yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peraturan yang

4
berlaku dalam organisasi. Dengan paradigma baru Pegawai Negeri harus lebih

mengutamakan kepentingan masyarakat dan wajib mentaati segala peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang

dipercayakan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab. Namun

demikian masih ada saja kendala untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang

berkualitas. Masih banyak yang bekerja sekedar untuk mencari nafkah guna

menghidupi keluarga. Bekerja sebagai formalitas dengan kegiatan apel pagi,

absensi, kemudian mangkir tanpa peduli dengan tugas dan tanggung jawabnya,

bekerja dengan malas-malasan, korupsi jam kerja, menggunakan fasilitas kantor

untuk keperluan pribadi dan/atau keluarga dan berbagai permasalahan lainnya

Inspektorat Kota Palembang memiliki susunan pegawai sebagai berikut:

Pejabat Struktural (eselon 2, 3 dan 4), Auditor (auditor madya, muda dan pertama),

Pengawas Pemerintahan Urusan Penyelenggaraan Daerah / P2UPD (P2UPD madya

dan pertama), serta staf fungsional umum. Jumlah total keseluruhan pegawai 64

orang termasuk didalamnya 58 orang tenaga pemeriksa dengan jabatan fungsional

auditor dan P2UPD di Tahun 2019

Fenomena yang ada di Inspektorat Kota Palembang antara lain masih

terjadi beberapa kasus auditornya yang menerima gratifikasi dari auditee/ pihak

yang sedang diperiksa, dan juga terdapat conflict of interest (benturan kepentingan)

yang terjadi karena hubungan kekerabatan antara auditor dengan auditee sehingga

berpotensi menurunkan kualitas hasil pemeriksaan di beberapa penugasan audit dan

berakibat dapat menghilangkan kepercayaan auditee dan masyarakat terhadap peran

dan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh APIP. Hal tersebut tentu saja

5
bertentangan dengan kode etik dan standar teknis pelaksanaan audit yang

seharusnya dilakukan oleh auditor/APIP.

Karena pada kasus yang dijelaskan diatas, auditor tidak memiliki tanggung

jawab dan sikap yang mudah dipengaruhi oleh konflik kepentingan yang membuat

ia menjadi tidak jujur dan juga dari kasus yang telah dijelaskan bahwa auditor tidak

bersikap independensi dan integritas. Sehingga, peneliti ingin menguji Kinerja APIP

di Inspektorat Kota Palembang untuk lebih memperhatikan standar yang ada dengan

independensi dan integritas. Salah satu alasan peneliti meneliti Inspektorat Kota

Palembang adalah untuk mengetahui apakah dari kasus tersebut masing-masing

variabel mempengaruhi kinerja auditor yang ada di Inspektorat Kota Palembang.

Berdasarkan dari kasus yang pernah terjadi pada Inspektorat Kota Palembang dapat

diketahui bagaimana kinerja auditor untuk lebih memperhatikan kode etik yang

berlaku.

Kurangnya disiplin kerja, terutama dalam mematuhi jadwal masuk dan

pulang kerja. Pasalnya, banyak pegawai yang tidak memperhatikan jam kerja,

masuk siang, dan pulang lebih awal. Harusnya pegawai disipilin agar dapat

melayani masyarakat dengan baik. Sebagian Pegawai pada pukul 08.00 WIB hari

kerja, masih sepi dan belum semua aparatur yang masuk kantor. Bahkan pada pukul

09.00 WIB, pegawai baru berdatangan ke kantor. Semangat kerja yang rendah

menyebabkan karyawan tidak disiplin, hal itu terlihat pada saat atasan sedang tidak

mengawasi karena kesibukan lain yang lebih urgent, saat jam kerja terdapat

karyawan melakukan korupsi waktu, yaitu pergi ke kantin, berbicara dengan rekan

kerja atau karyawan lain. Hal ini sangat membawa dampak yang buruk pada

tercapainya tujuan organisasi.

6
Pada dasarnya penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini sudah

banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, sehingga penelitian ini

merupakan pengembangan dari beberapa penelitian terdahulu dengan kajian yang

sama berkaitan dengan kinerja APIP di instansi Inspektorat antara lain yaitu: Reni

Yendrawati dan Nurwulan (2014); Muhajir, dkk (2015); Ulfa Indri (2015); Komang

Gunayanti dan I Dewa Nyoman (2015), Dwi Anjani dan M. Rafki (2015); Putu

Ryan dan I Ketut Budiartha (2018); dan Adi pratomo (2019).

Beberapa penelitian terdahulu menunjukan kesimpulan yang berbeda

terkait pengaruh integritas terhadap kinerja auditor/APIP. Penelitian yang dilakukan

Muhajir (2015); Ulfa Indri (2015); dan Komang Gunayanti (2015) menunjukan

bahwa secara parsial variabel integritas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja auditor/APIP. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Anjani dan M.

Rafki (2015) menunjukan bahwa secara parsial variabel integritas tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap kinerja auditor/APIP di Inspektorat Jenderal Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

Penelitian yang dilakukan Irma Istiarini (2018); dan Adi Pratomo (2019)

menunjukan bahwa secara parsial variabel independensi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja auditor/APIP. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Saputro dan Erma (2015) menunjukan bahwa secara parsial variabel independensi

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor/APIP.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putu Ryan dan I Ketut Budhiarta

(2018) menunjukkan bahwa secara parsial dan simultan variabel integritas dan

independensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor/APIP.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chandra dan Christia (2015) menunjukkan

7
bahwa secara parsial variabel integritas tidak berpengaruh secara signifikan namun

variabel independensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

auditor/APIP. Perbedaan hasil penelitian tersebut menjadi motivasi peneliti dalam

melakukan penelitian kembali mengenai pengaruh integritas dan independensi

terhadap kinerja auditor/APIP.

Mengacu pada beberapa fenomena yang ada di Inspektorat Kota Palembang

serta penelitian terdahulu dengan kajian yang sama tersebut, maka peneliti ingin

melakukan studi tentang kinerja auditor/APIP yang dipengaruhi oleh integritas dan

independensi karena adanya perbedaan tingkat signifikasi dari masing-masing

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja auditor/APIP (research gap). Selain itu

penelitian ini juga memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu dari subjek

penelitian, sampel penelitian, lokasi penelitian, hingga variabel penelitian yang

digunakan. Dengan penegakan integritas dan independensi diharapkan akan dapat

menghasilkan suatu pengaruh yang baik terhadap kinerja pegawai Inspektorat Kota

Palembang.

Bertitik tolak dari fenomena dan research gap tersebut, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tesis dengan judul “Pengaruh

Integritas, Independensi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja APIP di Inspektorat

Kota Palembang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas maka masalah

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

8
1. Bagaimana Integritas, Independensi dan Disiplin Kerja berpengaruh secara

bersama-sama terhadap kinerja APIP di Inspektorat Kota Palembang?

2. Bagaimana integritas berpengaruh terhadap kinerja APIP di Inspektorat

Kota Palembang?

3. Bagaimana independensi berpengaruh terhadap kinerja APIP di

Inspektorat Kota Palembang?

4. Bagaimana Disiplin Kerja berpengaruh terhadap kinerja APIP di

Inspektorat Kota Palembang?

C. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis dan

membuktikan pengaruh:

1. Untuk mengetahui pengaruh Integritas, Independensi dan Disiplin Kerja

secara bersama-sama terhadap kinerja APIP di Inspektorat Kota

Palembang.

2. Untuk mengetahui pengaruh integritas terhadap kinerja APIP di

Inspektorat Kota Palembang.

3. Untuk mengetahui pengaruh independensi terhadap kinerja APIP di

Inspektorat Kota Palembang.

4. Untuk mengetahui pengaruh Disiplin Kerja terhadap kinerja APIP di

Inspektorat Kota Palembang.

9
D. Signifikansi Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

peneliti, kalangan akademis, dan Inspektorat Kota Palembang sebagaimana

dijabarkan sebagai berikut :

1. Manfaat Praktis

Manfaat bagi Inspektorat Kota Palembang: sebagai masukan untuk

meningkatkan kinerja APIP dalam rangka mendukung terwujudnya visi,

misi, tujuan dan sasaran instansi melalui penegakan Integritas,

Independensi dan Disiplin Kerja.

2. Manfaat Akademis

Manfaat bagi kalangan akademis, antara lain :

a. Memberi masukan bagi penelitian di bidang SDM, khususnya yang

terkait dengan Integritas, Independensi, Disiplin Kerja dan Kinerja

APIP.

b. Menambah konsep baru yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan

penelitian lebih lanjut lagi bagi pengembangan ilmu manajemen.

c. Hasil penelitian ini mendorong penelitian selanjutnya, khususnya

terkait dengan kinerja karyawan di suatu perusahaan atau organisasi.

10
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoritis

1. Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Suatu organisasi atau perusahaan jika ingin maju atau berkembang maka

dituntut untuk memiliki pegawai yang berkualitas. Pegawai yang berkualitas

adalah pegawai yang kinerjanya dapat memenuhi target atau sasaran yang

ditetapkan oleh perusahaan. Suatu perusahaan memerlukan penerapan kinerja

untuk memperoleh pegawai yang memiliki kinerja baik.

Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja seseorang yang menggambarkan

kualitas dan kuantitas atas kerja yang telah dicapai oleh seseorang dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya. Kinerja antara satu

orang dengan yang lainnya dapat saja berbeda, karena faktor-faktor pendorong

yang berbeda. Kinerja seseorang dalam sebuah organisasi akan menentukan

efektif tidaknya kinerja organisasi tersebut.

Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2015:67) istilah kinerja berasal

dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi

sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Mahsun (2011:18) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat

pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan

11
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning

suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau

tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu.

b. Pengertian Kinerja Auditor

Kinerja Auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan

yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Kinerja Auditor

adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination)

secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain

dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan

secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua

hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan (Mulyadi,

2012:11).

Menurut Christina Gunaeka Notoprasetio (2012) Kinerja Auditor merupakan

tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor

dalam waktu tertentu. Penelitian yang dilakukan Anis Choiriah (2013)

menyebutkan bahwa Kinerja Auditor adalah hasil kerja yang bisa dicapai oleh

auditor sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, komitmen akan pekerjaannya

serta motivasi sebagai tolok ukur untuk mengukur kepuasan kerja masing-masing

auditor.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah yang

dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan

pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, yang terdiri dari Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat

Jenderal/Inspektorat/Unit Pengawasan Intern pada Kementerian/Kementerian

12
Negara, Inspektorat Utama/Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Kementerian,

Inspektorat/Unit Pengawasan Intern pada Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara

dan Lembaga Negara, Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Unit

Pengawasan Intern pada Badan Hukum Pemerintah lainnya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Sesuai dengan PP No. 60 Tahun 2008 pasal 52, salah satu tujuan dibentuknya

kode etik APIP adalah untuk menjaga perilaku pejabat yang mempunyai tugas

melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian

sebagai auditor. Pejabat tersebut wajib menaati kode etik APIP yang disusun oleh

organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan

pemerintah.

Kode etik APIP ini diberlakukan bagi seluruh auditor dan pegawai negeri sipil

yang diberi tugas oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk

melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjutnya. Peran APIP yang

efektif dapat terwujud jika didukung dengan Auditor yang profesional dan

kompeten dengan hasil audit intern yang semakin berkualitas. Dalam rangka

mewujudkan hasil audit intern yang berkualitas diperlukan suatu ukuran mutu

yang sesuai dengan mandat penugasan masing-masing APIP.

Kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang

telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Kinerja (prestasi

kerja) dapat diukur melalui pengukuran tertentu (standar), dimana kualitas adalah

berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan kuantitas adalah jumlah

hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, dan ketepatan waktu

adalah kesesuaian waktu yang telah direncanakan (Trisnaningsih, 2010:56).

13
Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan penentuan secara periodik

efektivitas operasional dalam organisasi dan personilnya berdasarkan sasaran,

standar, dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja berguna untuk

memperbaiki kinerja dimasa yang akan datang, memberikan nilai umpan balik

tentang kualitas untuk kemudian mempelajari kemajuan perbaikan yang

dikehendaki dalam kinerja. Dalam menjalankan fungsi audit internal, BPKP perlu

didukung oleh kinerja auditornya, sehingga hasil audit yang mereka laksanakan

menjadi berkualitas (Soraya, 2014:75).

Auditor dapat dikatakan sebagai karyawan yang bekerja pada suatu organisasi.

Organisasi yang dimaksud adalah Kantor Akuntan Publik. Dikutip dalam

penelitian Hameed dan Waheed (2011), “Employee Performance means employee

productivity and output as a result of employee development. Employee

performance will ultimately affect the organizational effectiveness”.

Menurut Sitio dan Anisykurlillah (2014:43), kinerja auditor merupakan hasil

dari kerja auditor dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

auditor itu. Kinerja auditor menjadi tolak ukur dari kerja auditor, apakah sudah

baik atau belum. Kinerja auditor adalah akuntan publik yang melaksanakan

penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan

suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah

laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan

dan hasil usaha perusahaan. Kinerja bisa melibatkan perilaku yang abstrak

(supervisi, perencanaan, pengambilan keputusan). Kinerja termasuk juga dimensi

14
kualitas dan kuantitas. Kinerja adalah fungsi dari usaha. Tanpa usaha, kinerja

tidak akan dihasilkan (Mulyadi, 2012:66)

Safitri (2015:23) berpendapat bahwa kinerja auditor adalah tingkat pencapaian

hasil kerja dan usaha yang dilakukan auditor atas pelaksanaan tugas dan

tanggungjawab yang dibebankan padanya yang dapat diukur secara kuantitatif,

kualitas dan ketepatan waktu. Kinerja seseorang dapat dikatakan baik apabila hasil

kerja individu tersebut dapat mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya

dan sesuai dengan standar yang berlaku.

Arifah (2012:44) berpendapat, untuk mengukur kinerja auditor, terdapat empat

dimensi personalitas, yaitu:

1. Kemampuan (ability), yaitu kecakapan seseorang dalam menyelesaikan

pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman kerja,

bidang pekerjaan, dan faktor usia.

2. Komitmen profesional, yaitu tingkat loyalitas individu pada profesinya.

3. Motivasi, yaitu keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong

keinginan individu untuk melakukan kegiatan – kegiatan tertentu untuk

mencapai suatu tujuan.

4. Kepuasan kerja, yaitu tingkat kepuasan individu dengan posisinya dalam

organisasi.

Menurut Abdullah, dkk (2012:62) pencapaian kinerja auditor yang lebih baik

harus sesuai dengan standar dan kurun waktu tertentu yaitu:

1. Kualitas kerja Mutu menyelesaikan pekerjaan dengan bekerja berdasar

pada seluruh kemampuan dan keterampilan, serta pengetahuan yang

dimiliki oleh auditor.

15
2. Kuantitas kerja Jumlah hasil kerja yang dapat diselesaikan dengan target

yang menjadi tanggung jawab pekerjaan auditor, serta kemampuan untuk

memanfaatkan sarana dan prasarana penunjang pekerjaan.

3. Ketepatan waktu Ketepatan waktu tersedia dan yang dapat diraih untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan.

Sedangkan, menurut Gultom (2014 :39), faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja karyawan adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas dan efisiensi dalam hubungannya dengan kinerja organisasi,

maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi.

Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dikatakan efesiensi bila hal itu

memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif

atau tidak. Artinya, efektivitas dari kelompok bila tujuan kelompok

tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan.

2. Otoritas dan tanggung jawab dalam organisasi yang baik wewenang dan

tanggung jawab telah didelegasikan dengan baik, tanpa adanya

tumpangtindih tugas. Masing - masing karyawan yang ada dalam

organisasi mengetahui apa yang menjadi haknya dan tanggung jawabnya

dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

3. Disiplin secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap

hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan

perusahaan. Disiplin merupakan ketaatan dan hormat terhadap perjanjian

yang dibuat antara perusahaan dan karyawan.

16
4. Inisiatif Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreatifitas dalam

bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan

organisasi.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Kinerja Auditor

adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh auditor sesuai dengan kemampuan yang

dimiliki, komitmen akan pekerjaannya serta motivasi sebagai tolok ukur untuk

mengukur kepuasan kerja auditor

c. Aspek Kinerja

Menurut Fabiola (2015:64) mengemukakan bahwa aspek-aspek kinerja

mencakup sebagai berikut:

1. Kualitas

Kualitas merupakan tingkatan di mana hasil akhir yang dicapai mendekati

sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang diharapkan.

2. Kuantitas

Kuantitas yang dihasilkan adalah jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan

dalam istilah sejumlah unit kerja ataupun merupakan jumlah siklus

aktivitas yang diharapkan.

3. Ketepatan waktu

Dimensi waktu juga menjadi pertimbangan di dalam mengukur kinerja

seseorang. Seorang dinilai mempunyai kinerja yang baik apabila dapat

menyelesaikan pekerjaan tepat waktu atau bahkan melakukan

penghematan waktu dengan tidak mengabaikan kualitas dan kuantitas

output yang harus dicapai.

17
4. Efektivitas

Efektivitas merupakan tingkat pengetahuan sumber daya organisasi

dengan maksud menaikkan keuntungan.

5. Kemandirian

Seseorang dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan dari

orang lain.

6. Komitmen

Komitmen berarti bahwa seseorang mempunyai tanggung jawab penuh

terhadap pekerjaannya.

d. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2015:16-17) terdapat dua faktor

yang mempengaruhi kinerja yaitu :

1. Faktor Individu (internal)

Faktor individu yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri masing-

masing individu. Secara psikologis, individu yang normal adalah individu

yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan

fisiknya (jasmaniah). Adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis

dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik.

Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu untuk mampu

mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam

melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai

tujuan organisasi.

18
2. Faktor Lingkungan Organisasi (eksternal)

Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Auditor

berasal dari lingkungan atau organisasi di mana auditor bekerja. Faktor

lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam

mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud

antara lain Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi, jabatan yang jelas,

target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan

kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan

fasilitas kerja yang relatif memadai

e. Indikator Kinerja

Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur Kinerja

Auditor dalam Anis Choiriah (2013:43) indikator tersebut yaitu:

a. Faktor kemampuan (Ability)

Secara psikologis kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi

(IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill). Pimpinan dan

karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang

memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan

sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

b. Komitmen profesional

Auditor dengan komitmen professional yang kuat berdampak pada

perilaku yang lebih mengarah kepada ketaatan aturan, dibandingkan

dengan auditor yang komitmen profesionalnya rendah. Komitmen juga

berkaitan dengan loyalitas dengan profesinya.

19
c. Faktor motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam

menghadapi situasi kerja. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap

situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya

jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan

menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud

adalah hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan,

pola kepemimpinan kerja, dan kondisi kerja.

d. Kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah sebagai tingkat kepuasan masing-masing auditor.

Kepuasan kerja merupakan tingkat kepuasan individu dengan posisinya

dalam organisasi tersebut.

2. Integritas

a. Pengertian Integritas

Dikutip dari penelitian Zade, Amirabadiyan, dan Mohseni (2013), “The

concept of integrity, ideally, is defined as a good character, and also takes it, not

fear it”. Baisary (2013:22) menyatakan bahwa integritas diperlukan agar auditor

dapat bertindak jujur dan tegas dalam melaksanakan audit.

Sedangkan menurut Yuskar dan Devisia (2011:19), untuk memelihara dan

meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung

jawab profesional dengan integritas yang tinggi, serta setiap anggota harus

mempertahankan obyektivitas dan bebas dari pertentangan kepentingan dalam

20
melakukan tanggung jawab profesional. Integritas terhadap profesi inilah yang

paling penting dipertahankan oleh auditor.

Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya kepercayaan

masyarakat dan tatanan nilai tertinggi bagi anggota profesi dalam menguji semua

keputusannya. Integritas mengharuskan auditor dalam segala hal, jujur dan

terusterang dalam batasan objek pemeriksaan. Pelayanan kepada masyarakat dan

kepercayaan dari masyarakat tidak dapat dikalahkan demi kepentingan dan

keuntungan pribadi.

Menurut Mulyadi (2012:56) : “Integritas adalah suatu elemen karakter yang

mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang

mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark)bagi anggota

dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan

seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan

bertanggung jawab dalam melaksanakan audit. Keempat unsur itu diperlukan

untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan

keputusan yang andal”.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dalam Agoes Sukrisno (2013:19)

menyatakan bahwa : “Integritas adalah unsur karakter yang mendasar bagi

pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya

kepercayaan masyarakat dan tatanan yang nilai tertinggi bagi anggota profesi

dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan auditor dalam

berbagai hal, jujur dan terus terang dalam batasan kerahasiaan objek pemeriksaan.

Pelayanan dan kepercayaan masyarakat tidak dapat dikalahkan demi kepentingan

dan keuntungan pribadi”.

21
Menurut Agoes Sukrisno (2013:229), seorang auditor harus memiliki

integritas sebagai berikut :

1. Memahami dan mengenali perilaku sesuai kode etik

a. Mengikuti kode etik profesi

b. Jujur dalam menggunakan dan mengelola sumber daya di dalam

lingkup atau otoritasnya

c. Meluangkan waktu untuk memastikan bahwa apa yang dilakukan itu

tidak melanggar kode etik.

2. Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai (value) dan

keyakinannya

a. Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai dan keyakinan

b. Berbicara tentang ketidaketisan meskipun hal itu akan menyakiti

kolega atau temandekat

3. Bertindak berdasakan nilai (value) meskipun sulit melakukan itu. Secara

terbuka mengakui telah melakukan kesalahan.

a. Berterus terang walaupun dapat merusak hubungan baik

4. Bertindak berdasarkan nilai (value) walaupun ada resiko atau biaya yang

cukup besar

a. Mengambil tindakan atas perilaku orang lain yang tiak etis, meskipun

ada resiko yang signifikan untuk diri sendiri dan pekerja

b. Bersedia untuk mundur atau menarik produk/jasa karena praktek bisnis

yang tidak etis.

Integritas tidak boleh membiarkan faktor salah saji material yang

diketahuinya. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik

22
dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya.

Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan

transparan,berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit.

Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan

dasar bagi pengambilan keputusan yang andal.

b. Prinsip Integritas

Prinsip integritas menurut IAPI (2011:66), adalah sebagai berikut:

1. Prinsip integritas mewajibkan setiap praktisi untuk tegas, jujur, dan adil

dalam hubungan profesional dan hubungan bisnisnya.

2. Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikasi, atau informasi

lainnya yang diyakini terdapat:

a. Kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan.

b. Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati – hati.

c. Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas

informasi yang seharusnya diungkapkan.

Seorang auditor yang mampu menjaga integritasnya dengan baik cenderung

akan berdampak terhadap kinerjanya yang senakin baik. Setiap orang dapat

menghadapi perbedaan kondisi antara teori dan praktik lapangan. Pada situasi ini,

seorang individu ada kemungkinan berhadapan dengan conflict of interest, di

mana terkadang auditor dihadapkan pada pilihan sulit yang mampu

menggoyahkan integritasnya sebagai seorang auditor. Pada kondisi ini, auditor

perlu secara tegas menggunakan wewenangnya dan tetap berpegang teguh pada

23
kode etik profesionalnya dalam menyelesaikan persoalan conflict of interest

tersebut (Yuskar dan Devisia, 2011).

c. Indikator Integritas

Berikut ini merupakan penjelasan dari indikator integritas auditor internal

menurut Mulyadi (2012:56), adalah sebagai berikut :

1. Kejujuran auditor ( jujur dan transparan) Jujur adalah sikap atau sifat

auditor yang menyatakan sesuatu dengan sesungguhnya dan apa adanya,

tidak ditambahi ataupun tidak dikurangi. Sedangkan transparan atau

transparansi merupakaan sifat keterbukaan yang berarti keputusan yang

diambil oleh auditor dan pelaksanaannya dilakukan dengan cara atau

mekanisme yang mengikut aturan atau regulasi yang ditetapkan oleh

lembaga.

2. Keberanian auditor Berani artinya auditor mempunyai hati yang mantap,

tidak takut dan memiliki rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi

bahaya kesulitan.

3. Sikap bijaksana auditor Bijaksana adalah sebuah penilaian terhadap suatu

pemikiran, ucapan dan perbuatan auditor yang didasarkan pada ruang

lingkup sekitarnya dengan tidak memaksakan kehendak pada apa dan

siapapun.

4. Tanggung jawab auditor Bertanggung jawab berarti auditor memiliki

kewajiban untuk menanggung dan memikul jawabannya dalam

pelaksanaan audit. Auditor wajib menanggung segala sesuatunya

mengenai laporan audit yang telah dilakukannya.

24
Indikator integritas seorang auditor dilandasi oleh kejujuran, keberanian

auditor, sikap bijaksana auditor dan tanggung jawab auditor. Jika keempat hal

tersebut sudah dimiliki oleh auditor maka auditor tersebut dapat di katakana

auditor yang berintegritas.

3. Independensi

a. Pengertian Independensi

Dikutip dari penelitian Nasution (2013:55), “independence is a cornerstone

of the viability of each auditor as well as the auditing profession as a whole. It is

also the most priceless asset of the auditing profession”. Menurut Suariana, dkk

(2014:82) mengartikan independensi sebagai suatu sikap mental yang bebas dari

pengaruh orang lain, tidak dikendalikan oleh pihak lain, dan tidak tergantung

pada orang lain.

Dikutip dalam penelitian Al Khaddash, Al Nawas dan Ramadan (2013:41)

“An independent audit committee enhances the independence of external auditor,

and ensures that auditor is free from management influence. The committee can

conduct informal and private meetings without the presence of the company’s

management to encourage the external auditor to be transparent on material

issues at an early stage”.

Sunu (2013:53) juga mengemukakan bahwa independensi adalah atribut

penting bagi seorang auditor. Auditor harus menjunjung tinggi sikap

independensi dalam pelaksanaan pekerjaannya. Auditor tidak boleh terpengaruh

oleh pihakpihak lain dalam proses pemeriksaan. Auditor dalam pelaksanaan

tugasnya akan menghadapi kemungkinan tekanan dari manajemen entitas yang

25
diperiksa, atau dari pihak lainnya yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan

independensi auditor. Menghadapi tekanan atau konflik tersebut, auditor harus

profesional, obyektif, berdasarkan fakta, dan tidak berpihak. Independensi auditor

mengacu pada kemampuan auditor eksternal untuk bertindak secara adil dan

mempunyai integritas di saat melaksanakan tugas audit (Akpom dan Dimkpah,

2013).

Menurut Institut Akuntan Publik Indonesia (2011) auditor harus bersikap

independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan

pekerjaannya untuk kepentingan umum, dibedakan dalam hal berpraktik sebagai

auditor internal. Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada

kepentingan siapapun, sebab sebagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang

ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting

untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Independensi akuntan publik

merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat terhadap perkembangan profesi

akuntan publik dan prasayarat penting dalam penilaian kualitas hasil kerja

auditor.

Menurut Yuskar dan Devisia (2011:77) akuntan profesional mempunyai

peran penting dalam dunia bisnis dan perkembangannya. Akuntan bukan hanya

sekedar ahli dalam bidangnya tetapi harus dapat melaksanakan pekerjaan

profesinya dengan due professional care dan selalu menjunjung tinggi kode etik

profesinya. Kurangnya independensi auditor dan maraknya rekayasa laporan

keuangan audit, sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan

kreditur mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak yang

independen.

26
Selain itu terdapat juga beberapa faktor yang mempengaruhi indpendensi

seorang auditor. Menurut Sapariyah (2011:31) keadaan yang seringkali

mengganggu sikap mental independen auditor adalah sebagai berikut:

1. Sebagai seorang yang melaksanakan audit secara independen, auditor dibayar

oleh kliennya atas jasanya tersebut.

2. Sebagai penjual jasa seringkali auditor mempuyai kecenderungan untuk

memuaskan keinginan kliennya.

3. Mempertahankan sikap mental independen seringkali dapat menyebabkan

lepasnya klien.

Selain itu, Tjun, dkk (2012) meneliti enam faktor yang mempengaruhi

independensi, yaitu:

1. Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien.

2. Jasa – jasa lainnya selain jasa audit.

3. Lamanya hubungan audit antara akuntan publik dengan klien.

4. Persaingan.

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak

dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain. Independensi

juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta

dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam

merumuskan dan menyatakan pendapatnya (Mulyadi, 2012: 26).

Menurut Hery (2010:73) yang dimaksud dengan independensi seorang

auditor adalah auditor harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang

27
diperiksa. Auditor dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya

secara bebas dan objektif.

Kemandirian auditor sangat penting terutama dalam memberikan penilaian

yang tidak memihak (netral). Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik

kesimpulan dari pengertian tentang independensi yaitu sikap tidak memihak

(netral) seorang auditor yang tidak dikendalikan oleh pihak lain. Independensi

berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi oleh kepentingan berbagai

pihak. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur kepada stakeholder.

Mempertahankan perilaku independen bagi auditor dalam memenuhi tanggung

jawab mereka adalah sangat penting, namun yang lebih penting lagi adalah

bahwa pemakai laporan keuangan memiliki kepercayaan atas independensi itu

sendiri.

b. Indikator Independensi

Menurut Agoes (2014:1) independensi dapat diukur berdasarkan tiga aspek

yaitu :

1. Independence in fact (independensi dalam fakta) Independensi dalam fakta

yaitu suatu keadaan di mana auditor memiliki kejujuran yang tinggi dan

melakukan audit secara objektif.

2. Independence in appearance (independensi dalam penampilan) Independensi

dalam penampilan merupakan pandangan pihak lain terhadap diri auditor

sehubungan dengan pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukannya

sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensi

dan objektivitasnya.

28
3. Independence in competence (independensi dari sudut keahlian) Independensi

dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional

auditor. Independensi dari sudut keahlian berhubungan dengan kompetensi

atau kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.

c. Pentingnya Independensi

Siti Nur Mawar (2010:47) membuat kesimpulan mengenai pentingnya

independensi akuntan publik sebagai berikut :

1. Independensi merupakan syarat yang sangat penting bagi profesi akuntan

publik untuk memulai kewajaran informasi yang disajikan oleh manajemen

kepada pemakai informasi.

2. Independensi diperlukan oleh akuntan publik untuk memperoleh kepercayaan

dari klien dan masyarakat, khususnya para pemakai laporan keuangan.

3. Independensi diperoleh agar dapat menambah kredibilitas laporan keuangan.

4. Jika akuntan publik tidak independen maka pendapat yang dia berikan tidak

mempunyai arti atau tidak mempunyai nilai.

5. Independensi merupakan martabat penting akuntan publik yang secara

berkesinambungan perlu diperhatikan.

d. Dimensi Independensi

Tuanakotta (2011:64) menekankan tiga dimensi dari independensi sebagai

berikut :

1. Programming independence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian atau

pengaruh orang lain) untuk memilih teknik dan prosedur audit dan beberapa

dalamnya teknik dan prosedur audit tersebut diterapkan.

29
2. Investigative independence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian atau

pengaruh orang lain) untuk memilih area, kegiatan, hubungan pribadi, dan

kebijakan manajerial yang akan diperiksa.

3. Reporting independence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian atau

pengaruh orang lain) untuk menyajikan fakta yang terungkap dari

pemeriksaan atau pemberian rekomendasi atau opini sebagai hasil

pemeriksaan.

4. Disiplin Kerja

a. Pengertian Disiplin

Secara etimologi, disiplin berasal dari bahasa latin “disipel” yang berarti

pengikut. Seiring dengan perkembangan jaman, kata tersebut mengalami

perubahan menjadi “disipline” yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata

tertib. Disiplin kerja adalah suatu sikap ketaatan seseorang terhadap

aturan/ketentuan yang berlaku dalam organisasi,yaitu: menggabungkan diri dalam

organisasi itu atas dasar keinsafan, bukan unsur paksaan. (Wursanto, 2011 : 147).

Disiplin adalah sikap dari seseorang/kelompok orang yang senantiasa

berkehendak untuk mengikuti/mematuhi segala aturan/keputusan yang ditetapkan.

(M.Sinungan 2012 : 135). Disiplin kerja adalah sikap mental yang tercermin

dalam perbuatan atau tingkah laku seseorang, kelompok masyarakat berupa

ketaatan (obedience) terhadap peraturan, norma yang berlaku dalam masyrarakat.

(Siagian 2012 : 145).

Disiplin diartikan sebagai suatu keadaan tertib dimana orang- orang

tergabung dalam organisasi tunduk pada peraturan yang telah ditetapkan dengan

senang hati. orang/sekelompok orang.Kedisiplinan adalah kesadaran dan ketaatan

30
seseorang terhadap peraturan perusahaan/lembaga dan norma sosial yang berlaku.

(Hasibuan, 2011 : 193). Dari beberapa pendapat itu dapat disimpulkan bahwa

disiplin kerja adalah sikap ketaatan dan kesetiaan seseorang/sekelompok orang

terhadap peraturan tertulis/tidak tertulis yang tercermin dalam bentuk tingkah laku

dan perbuatan pada suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

Pegawai Negeri Sipil disebutkan pada Pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan

disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk

mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan peraturan

perundang-undangan dijatuhi hukuman diisplin.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu

sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan pegawai terhadap peraturan

organisasi. Tujuan disiplin baik kolektif maupun perorangan yang sebenarnya

adalah untuk mengarahkan tingkah laku pada realita yang harmonis. Untuk

menciptakan kondisi tersebut, terlebih dahulu harus di wujudkan keselerasan

antara hak dan kewajiban pegawai/karyawan.

Jenis-jenis disiplin dapat dibedakan menjadi :

1) Self discipline

Disiplin ini timbul karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya dan telah

menjadi bagian dari organisasi, sehingga orang akan tergugah hatinya untuk

sadar dan secara sukarela mematuhi segala peraturan yang berlaku.

2) Command discipline

Disiplin ini tumbuh bukan dari perasaan ikhlas, akan tetapi timbul karena

adanya paksaan/ancaman orang lain (Terry, 2013 : 218).

31
Dalam setiap organisasi, yang diinginkan pastilah jenis disiplin yang

pertama, yaitu datang karena kesadaran dan keinsyafan. Akan tetapi kenyataan

selalu menunjukkan bahwa disiplin itu lebih banyak di sebabkan oleh adanya

semacam paksaan dari luar.

Proses atau hasil pengarahan, pengendalian keinginan, dorongan,

kepentingan demi suatu cita-cita atau mencapai tindakan yang lebih efektif

Handoko (2013 : 129).

Untuk mengetahui ada atau tidaknya disiplin kerja seorang

pegawai/karyawan dapat dilihat dari:

1) Kepatuhan karyawan/pegawai terhadap peraturan yang berlaku, termasuk

tepat waktu dan tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

2) Bekerja sesuai prosedur yang ada.

3) Pemeliharaan sarana dan perlengkapan kantor dengan baik.

b. Pendekatan Peningkatan Disiplin Kerja

Tipe-tipe kegiatan pendisiplinan ada tiga tipe yaitu :

1) Disiplin preventif yaitu kegiatan yang mendorong pada karyawan untuk

mengikuti berbagai standart dan aturan, sehingga penyelewengan dapat

dicegah. Sasaran pokok dari kegiatan ini adalah untuk mendorong disiplin diri

dari diantara para karyawan/pegawai. Dengan cara ini para karyawan/pegawai

bekerja dengan ikhlas, bukan karena paksaan manajemen.

2) Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran

yang dilakukan karyawan/pegawai terhadap peraturan yang berlaku dan

mencegah terjadinya pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa

32
bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan. Contohnya dengan

tindakan skorsing terhadap karyawan.

3) Disiplin progresif yaitu tindakan memberi hukuman berat terhadap

pelanggaran yang berulang. Contoh dari tindakan disiplin progresif antara

lain teguran secara lisan oleh atasan, teguran tertulis, skorsing dari pekerjaan

selama beberapa hari, diturunkan pangkatnya dan dipecat.

Dengan adanya tata tertib yang ditetapkan, dengan tidak sendirinya para

pegawai akan mematuhinya, maka perlu bagi pihak organisasi mengkondisikan

karyawannya dengan tata tertib kantor. Untuk mengkondisikan pegawai agar

bersikap disiplin, maka dikemukakan prinsip pendisiplinan (Soejono, 2013 : 67)

sebagai berikut :

1) Pendisiplinan dilakukan secara pribadi.


Pendisiplinan ini dilakukan dengan menghindari menegur kesalahan
dihadapan orang banyak, karena bila hal tersebut dilakukan menyebabkan
karyawan yang bersangkutan malu dan tidak menutup kemungkinan akan
sakit hati.

2) Pendisiplinan yang bersifat membangun


Selain menunjukkan kesalahan yang dilakukan karyawan,haruslah disertai
dengan memberi petunjuk penyelesaiannya, sehingga karyawan tidak merasa
bingung dalam menghadapi kesalahan yang dilakukan.
3) Keadilan dalam pendisiplinan
Dalam melakukan tindakan pendisiplinan, hendaknya dilakukan secara adil
tanpa pilih kasih serta tidak membeda-bedakan antar karyawan.
4) Pendisiplinan dilakukan pada waktu karyawan tidak absen.
Pimpinan hendaknya melakukan pendisiplinan ketika karyawan yang
melakukan kesalahan hadir, sehingga secara pribadi ia mengetahui
kesalahannya.
5) Setelah pendisiplinan hendaknya dapat bersikap wajar
Hal itu dilakukan agar proses kerja dapat berjalan lancar seperti biasa dan
tidak kaku dalam bersikap.

Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja adalah :

1) Ketepatan waktu
Para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan begitu
dapat dikatakan disiplin kerja baik.

33
2) Menggunakan peralatan kantor dengan baik.
Sikap hati- hati dalam menggunakan peralatan kantor, dapat menunjukkan
bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehinga peralatan kantor
dapat terhindar dari kerusakan.
3) Tanggungjawab yang tinggi.
Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang di bebankan kepadanya
sesuai dengan prosedur dan bertanggungjawab atas hasil kerja, dapat pula
dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik.
4) Ketaatan terhadap aturan kantor.
Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal/
identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari
disiplin yang tinggi (Soejono, 2013 : 67)

Ada beberapa pendekatan untuk meningkatkan disiplin kerja yaitu pertama

disiplin preventif yaitu merupakan tindakan yang dilakukan untuk mendorong

pegawai mentaati standar dan peraturan sehingga tidak terjadi pelanggaran, atau

bersifat mencegah tanpa ada yang memaksakan yang pada akhirnya akan

menciptakan disiplin diri (Mangkunegara, 2011 : 36).

Untuk mencapai tujuan ini, beberapa tahapan yang perlu dilakukan antara

lain pegawai mengetahui serta memahami standar, standar harus jelas,

menyertakan pegawai daam menyusun standar kerja, Standar atau aturan

dinyatakan secara positif, bukan negatif, dilakukan secara komprehensif dan

Menyatakan bahwa standar dan aturan yang dibuat tidak semata-mata untuk

kepentingan orang membuat peraturan, tetapi untuk kebaikan bersama dan yang

kedua disiplin korektif, memerlukan perhatian proses yang seharusnya, berarti

bahwa prosedur harus menunjukkan pegawai yang bersangkutan benar-benar

terlibat. Keperluan proses yang seharusnya itu dimaksudkan adalah suatu

prasangka yang tak bersalah sampai pembuktian pegawai berperan dalam

pelanggaran, hak untuk didengar dalam beberapa kasus terwakilkan oleh pegawai

lain dan disiplin itu dipertimbangkan dalam hubungannya dengan keterlibatan

pelanggaran.

34
c. Sanksi Pelanggaran Disiplin

Pelaksanaan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dengan memberikan

peringatan, harus segera, konsisten dan impersonal.

1) Pemberian Peringatan

Pegawai yang melanggara disiplin kerja perlu diberikan surat peringatan

pertama, kedua dan ketiga. Tujuan pemberian peringatan adalah agar pegawai

yang bersangkutan menyadari pelanggaran disiplin yang telah dilakukannya.

2) Pemberian Sanksi Harus Segera

Pegawai yang melanggar disiplin harus segera diberikan sanksi yang sesuai

dengan peraturan organisasi yang berlaku. Tujuannya adalah agar pegawai

yang bersangkutan memahami sanksi pelanggaran yang berlaku di perusahaan.

Kelalaian pemberian sanksi akan memperlemah disiplin yang ada.

3) Pemberian Sanksi harus Konsisten

Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus konsisten. Hal ini

bertujuan agar pegawai sadar dan menhargai peraturan-peraturan yang berlaku

pada organisasi.

4) Pemberian Sanksi Harus Impersonal

Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan

pegawai, tua muda, pria dan wanita tetap diberlakukan sama sesuai dengan

peraturan yang berlaku. Tujuannya agar pegawai menyadari bahwa disiplin

kerja berlaku untuk semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai

dengan peraturan yang berlaku dalam organisasi (Mangkunegara, 2011 : 83).

Dari pengertian disiplin kerja diatas dapat simpulkan bahwa disiplin kerja

adalah proses atau hasil pengarahan, pengendalian keinginan, dorongan,

35
kepentingan demi suatu cita-cita atau mencapai tujuan perusahaan. Secara

operasional disiplin pegawai terwujud dalam bentuk patuh terhadap tata tertib,

patuh terhadap peraturan-peraturan, mentaati semua pedoman kerja, memenuhi

standar kerja dan mempertahankan standar kerja secara konsisten.

d. Indikator Disiplin kerja

Menurut Hasibuan (2011: 193), indikator disiplin kerja terdiri dari 5 (lima)

yaitu:

1. Patuh terhadap tata tertib

2. Patuh terhadap peraturan-peraturan

3. Taat terhadap pedoman kerja

4. Memenuhi kebutuhan kerja

5. Mempertahankan standar kerja secara konsisten

Indikator disiplin kerja menurut Sutrisno (2016: 94) dibagi dalam 4

(empat) dimensi dengan 10 (sepuluh) indikator, yaitu:

1. Dimensi Ketaatan Pada Peraturan

a. Jam masuk kerja

b. Jam istirahat

c. Jam pulang kerja

d. Kehadiran

e. Cara berpakaian

f. Sopan santun

g. Kepatuhan

2. Dimensi Kesadaran Pribadi

a. Bertingkah laku

36
b. Tanggung jawab

Sesuai pendapat Hasibuan dan Sutrisno di atas, indikator yang digunakan

dalam penelitian ini untuk mengukur disiplin kerja pegawai adalah pada

dimensi taat terhadap aturan waktu

B. Kerangka Pemikiran

1. Pengaruh Integritas, Independensi dan Disiplin Kerja secara bersama-

sama terhadap Kinerja APIP di Inspektorat Kota Palembang

Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan

transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit.

Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan

dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. Integritas sangat diperlukan agar

auditor dapat bertindak jujur dan tegas dalam melaksanakan audit. Integritas juga

bisa dikatakan dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan

pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan prinsip. penelitian

Ardini (2010), independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus

dijaga oleh akuntan publik. Independen berarti akuntan publik tidak mudah

dipengaruhi, karena melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Akuntan

publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Kode Etik Akuntan

menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang

akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan

tugasnya.

37
2. Pengaruh Integritas terhadap Kinerja APIP di Inspektorat Kota

Palembang

Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia dalam Agoes (2013:5)

menyatakan integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya

pengakuan profesional.

Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan

merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan

yang diambilnya. Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya

kepercayaan masyarakat dan tatanan nilai tertinggi bagi anggota profesi dalam

menguji semua keputusannya. Seorang auditor harus bersikap jujur dan

transparansi, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit.

Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan

keputusan yang andal bagi pengambilan keputusan, sehingga kualitas audit akan

menjadi baik dan kinerja akan menjadi baik (Erina et al, 2012).

Maka apabila internal auditor memiliki integritas yang tinggi, pemeriksaan

akan dilakukan secara jujur, bijaksana dan bertanggungjawab untuk membangun

kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal.

Keputusannya akan mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari buktibukti yang

dikumpulkan. Dengan demikian jaminan atas keluaran yang diberikan dapat

dipercaya oleh semua pihak yang berkepentingan. Keluaran yang memiliki mutu

yang baik mencerminkan kinerja internal auditor baik

38
3. Pengaruh Independensi terhadap Kinerja APIP di Inspektorat Kota

Palembang

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak

dikendalikan oleh pihak lain, dan tidak tergantung pada orang lain. Akuntan

publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik

perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan

kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik.

Auditor dalam melaksanakan pemeriksaan, memperoleh kepercayaan dari

klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan

keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai

kepentingan yang berbeda, bahkan bertentangan dengan kepentingan para

pemakai laporan keuangan. Kepentingan pemakai laporan keuangan yang satu

dapat berbeda dengan pemakai lainnya.

Oleh karena itu dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan

keuangan yang diperiksa, akuntan publik harus bersikap independen terhadap

kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan

akuntan publik itu sendiri. Pada hubungannya dengan Kinerja Auditor, seorang

auditor yang memiliki sikap independen tinggi dalam melakukan audit, maka

hasil pemeriksaannya akan sesuai dengan fakta-fakta yang ada sehingga Kinerja

Auditor diharapkan semakin baik. Auditor yang menegakkan independensinya,

tidak akan terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal

dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam

pemeriksaan. Masyarakat akan dapat menilai sejauh mana auditor telah bekerja

sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya.

39
4. Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja APIP di Inspektorat Kota

Palembang

Kedisiplinan merupakan salah satu fungsi operasional manajemen sumber

daya manusia yang penting karena semakin baik disiplin kerja pegawai, semakin

baik kinerja yang dapat dicapai. Kedisiplinan merupakan faktor yang utama yang

diperlukan sebagai alat peringatan terhadap pegawai yang tidak mau berubah sifat

dan perilakunya. Sehingga seorang pegawai dikatakan memiliki disiplin yang baik

jika pegawai tersebut memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas yang

diberikan kepadanya. Kinerja memiliki kaitan yang sangat erat dengan disiplin

kerja pegawai.

Semakin baik disiplin pegawai maka semakin tinggi pula prestasi kerja yang

dapat dicapainya. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung

jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini

mendorong semangat kerja dan terwujudnya tujuan organisasi, pegawai dan

masyarakat. Oleh karena itu, setiap pimpinan selalu berusaha agar para

bawahannya memiliki disiplin kerja yang baik. Seorang pimpinan dikatakan

efektif dalam kepemimpinannya jika para bawahannya tersebut mempunyai

disiplin yang baik. (Hasibuan 2017: 193).

Disiplin kerja yang tinggi dan optimal merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kinerja karyawan langsung atau tidak langsung. Dengan disiplin

kerja yang tinggi akan membuat karyawan bekerja lebih giat dan menjiwai

pekerjaannya yang pada akhirnya akan dapat menjadi karyawan yang tangguh dan

bermutu serta mampu melaksanakan tugas atau kegiatan dengan baik yang pada

gilirannya akan menghasilkan kinerja yang tinggi (Vuspasari, 2012: 83).

40
Hubungan disiplin dan kinerja merupakan suatu hal yang sinergi. Tanpa

disiplin yang baik sulit bagi organisasi untuk mencapai hasil yang optimal.

Sebagai buktinya semakin tinggi disiplin kerja seseorang dalam bekerja, maka hal

tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja yang dikerjakannya. Seorang pegawai

yang memiliki dedikasi yang baik cenderung akan melakukan tugas yang

dibebankan dengan tepat waktu dan hasil yang optimal. Sehingga dari sini kita

dapat melihat kinerja seseorang pegawai dipengaruhi oleh faktor kedisiplinan

Kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Faktor-faktor
Lain (e)
Integritas (X1) 2

Independensi (X2) 3 Kinerja


(APIP (Y)

Disiplin Kerja 4
(X3)
1

Gambar 1. Kerangka Berpikir

41
C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, hipotesis penelitian yang akan

diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga ada Integritas, Independensi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja APIP

di Inspektorat Kota Palembang secara simultan.

2. Diduga ada Pengaruh Integritas terhadap Kinerja APIP di Inspektorat Kota

Palembang.

3. Diduga ada Pengaruh Independensi terhadap Kinerja APIP di Inspektorat Kota

Palembang.

4. Diduga ada Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja APIP di Inspektorat

Kota Palembang.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai Pengaruh Integritas, Independensi dan

Disiplin Kerja terhadap Kinerja APIP. Obyek penelitian ini adalah Kantor

Inspektorat Kota Palembang. Responden yang digunakan untuk penelitian ini

adalah Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Responden tidak dibatasi

oleh hierarki kedudukan atau jabatan di Inspektorat Kota Palembang. Responden

dapat terdiri dari auditor junior, auditor senior, dan partner. Namun, responden

tersebut harus memiliki pengalaman bekerja minimal satu tahun di Inspektorat

Kota Palembang

42
B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian

causal study. Causal Study adalah penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan penyebab dari satu atau lebih masalah (Sekaran dan Bougie,

2013). Dalam penelitian ini, causal study digunakan untuk menguji Pengaruh

Integritas dan Independensi terhadap Kinerja APIP di Inspektorat Kota

Palembang.

Menurut Sukmadinata (2010:55), penelitian Causal Study merupakan

penelitian yang meneliti hubungan sebab akibat yang tidak dimanipulasi atau

diberi perlakuan (dirancang dan dilaksanakan) oleh peneliti. Penelitian hubungan

sebab akibat dilakukan terhadap program, kegiatan atau kejadian yang telah

berlangsung atau telah terjadi. Adanya hubungan sebab akibat didasarkan atas

kajian teoritis, bahwa sesuatu variabel disebabkan oleh variabel tertentu atau

mengakibatkan variabel tertentu. Jenis penelitian ini merupakan penelitian dengan

mengidentifikasi fakta atau peristiwa sebagai variabel yang dipengaruhi (variabel

dependen) dan melakukan penyelidikan terhadap variabel yang mempengaruhi

(variabel independen). Penelitian ini menjelaskan pengaruh Integritas sebagai

(X1), Independensi (X2), Disiplin Kerja (X3), dan Kinerja APIP sebagai (Y)

variabel dependen.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei yang

bertujuan untuk mengumpulkan data sederhana dalam rangka menguji hubungan-

hubungan variabel yang terlebih dahulu dihipotesiskan. Sumber data diperoleh

43
dari data primer dengan menyebarkan kuesioner ke responden yang bekerja di

Inspektorat Kota Palembang.

C. Operasionalisasi Variabel

Sesuai masalah dan tujuan penelitian, variabel peneltiian ini terdiri dari :

1. Variabel terikat yaitu kinerja APIP

2. Variabel bebas yaitu meliputi Integritas, Independensi dan Disiplin Kerja

Uraian masing-masing variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1
Operasionalisasi Variabel
No Nama Variabel Definisi Indikator Skala
1 Kinerja (Y) Kinerja Auditor adalah 1. kemampuan Ordinal
suatu hasil kerja yang potensi (IQ)
dicapai oleh auditor 2. kemampuan
sesuai dengan reality
kemampuan yang (knowledge
dimiliki, komitmen dan skill)
akan pekerjaannya serta 3. Ketaatan
motivasi sebagai tolok Aturan
ukur untuk mengukur 4. Loyalitas
kepuasan kerja auditor. 5. Sikap kerja
6. Hubungan
Kerja
7. Iklim Kerja
8. Kepuasan
Individu
9. Rajin dalam
bekerja
2 Integritas (X1) Integritas adalah unsur 1. Transparan Ordinal
karakter yang mendasar 2. Tidak dapat
bagi pengakuan diintimidasi
profesional. Integritas 3. Percaya diri
merupakan kualitas 4. Tidak
yang menjadikan memihak
timbulnya kepercayaan 5. Menimbang
masyarakat dan tatanan masalah
yang nilai tertinggi bagi dengan
anggota profesi dalam seksama
menguji semua 6. Tanggung
keputusannya. jawab dengan

44
pekerjaan
7. Konsistensi
3 Independensi Independensi auditor 1. Independensi Ordinal
(X2) adalah sikap tidak penyusunan
memihak (netral) program
seorang auditor yang 2. Independensi
tidak dikendalikan oleh pelaksanaan
pihak lain. pekerjaan
Independensi berarti 3. Independensi
akuntan publik tidak pelaporan
mudah dipengaruhi
oleh kepentingan
berbagai pihak.
4 Disiplin Kerja Disiplin Kerja adalah 1. Datang dan Ordinal
(X3) sebagai kesanggupan pulang tepat
untuk mematuhi dan waktu
menjalankan peraturan 2. Memakai
yang telah ditetapkan atribut kantor
dan diberlakukan dalam 3. Taat pada
suatu organisasi peraturan
kepegawaian
4. Melakukan
tugas sesuai
dengan uraian
tugas
5. Memahami
pedoman
kerja
6. Melaksanakan
tugas
berdasarkan
standar kerja
7. Dalam
melaksanakan
tugas,
melakukan
evaluasi
proses dan
hasil kerja.
8. Dalam
melaksanakan
tugas,
melakukan
perbaikan
proses dan
hasil kerja

45
D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012 : 45).

Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Inspektorat Kota Palembang

sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan dijadikan objek

penelitian. Dalam penelitian ini jumlah populasi adalah 64 orang.

Tabel 2
Populasi Penelitian
No. Golongan / Ruang Jumlah (orang)
1 Golongan IV 17
2 Golongan III 15
3 Golongan II 24
4 Golongan I 8
Total 64
Sumber : Inspektorat Kota Palembang (2020)

2. Sampel dan Teknik Sampling

Pengertian sampel menurut Sugiyono (2012 : 116) adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini

sample yang diambil diharapkan dapat menggambarkan hasil yang sesungguhnya

dari populasi. Sample yang digunakan untuk penelitian ini adalah para pegawai

Inspektorat Kota Palembang.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Purposive

sampling yaitu dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan

tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.

46
Sejalan dengan pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini mengambil sebanyak

58 orang sebagai sampel penelitian yang merupakan pegawai dengan jabatan

fungsional auditor.

E. Metode, Instrumen Pengumpulan Data dan Jenis Data yang Digunakan

1. Metode Pengumpulan Data

Metode yang dipergunakan yaitu metode survey kuantitatif dengan

pendekatan deskriftif. Dalam hubungannya dengan teknik survey ini, Haryono

(2014 : 62) lebih lanjut menyatakan survey adalah sebuah teknik penelitian

dimana informasi dikumpulkan penggunaan kuisioner. Untuk mendapatkan data-

data yang berkaitan dengan pengaruh Integritas dan Independensi terhadap

Kinerja digunakan instrumen berupa kuesioner yang diserahkan secara pribadi

dengan langsung mendatangi Kantor Inspektorat Kota Palembang.

Pendekatan deskriptif dipandang paling tepat untuk melaksanakan

penelitian ini dengan pertimbangan bahwa informasi yang diharapkan diperoleh

yakni tentang gejala pada saat penelitian dilakukan. Analisis sebab akibat

diperlukan untuk menyelidiki pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat

sehingga hipotesis dapat teruji secara empirik dan melalui analisis statistik yang

akurat.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data

adalah kuesioner dan instrument yang digunakan adalah angket/kuesioner.

47
3. Jenis Data yang Digunakan

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Menurut Indrianto.N dan Supomo.B (2002: 146) data primer adalah data

yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak dari media perantara),

sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari

sumber asli (melalui media perantara). Hal senada juga dikemukakan oleh Sekaran

& Bougie (2013: 113) data primer mengacu pada informasi yang diperoleh dari

tangan pertama oleh peneliti dilakukan melalui penelitian lapangan dengan

menyusun daftar pertanyaan (kuesioner). Kuesioner merupakan daftar pertanyaan

tertulis yang telah dirumuskan sebelumnya yang akan dijawab oleh responden,

biasanya dalam alternative yang didefinisikan dengan jelas (Sekaran & Bougie,

2013: 113).

Menurut Sekaran & Bougie (2013: 113) mengemukakan bahwa data sekunder

adalah data yang sudah tersedia yaitu, data yang mengacu pada data yang telah

dikumpulkan dan dianalisis oleh orang lain. Data sekunder dapat diperoleh baik

data yang dipublikasikan atau tidak dipublikasikan. Data yang dipublikasikan

tersedia dalam bentuk:

a. berbagai publikasi dari pemerintah pusat dan daerah;

b. berbagai publikasi dari pemerintah asing atau badan-badan internasional dan

organisasi-organisasi;

c. buku, majalah, dan surat kabar;

d. laporan dan publikasi dari berbagai asosiasi yang berhubungan dengan bisnis

dan industri, bank, bursa saham, dll;

48
e. laporan yang disiapkan oleh para sarjana penelitian, perguruan tinggi,

ekonom, dll dalam berbagai bidang; dan

f. catatan public dan statistic, dokumen sejarah, dan sumber informasi yang

dipublikasikan

F. Metode Pengujian Data

Untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan Integritas,

Independensi dan Kinerja digunakan instrumen berupa kuesioner dengan

pengukuran menggunakan skala likert yang mempunyai lima tingkatan yang

merupakan skala jenis ordinal dengan perkiraan nilai jawaban pada setiap

pertanyaan yang diajukan kepada responden. Dengan menggunakan 3 instrumen

yaitu instrumen Integritas, Independensi dan Kinerja yang kemudian

dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan atau parameter yang akan diukur.

(Sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Kurang Setuju (KS) = 3, Tidak Setuju

(TS) = 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 1. Selanjutnya dari kuisioner-kuisioner

tersebut akan dilakukan uji validasi dan reliabilitas :

1. Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2012 : 124) Validitas menunjukkan sejauh mana alat

dapat mengukur sesuatu yang ingin diukur, jika peneliti kuesioner dalam

pengumpulan data, kuisioner yang telah disusun harus dapat mengukur apa yang

ingin diukur. Setelah kuisioner disusun dan diuji validitasnya, didalam prakteknya

belum tentu data yang dikumpulkan adalah data yang valid. Uji validitas yang

diperlukan agar diperoleh instrument yang tepat untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur. Uji Validitas dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan

49
skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor pertanyaan

yang dijawab oleh responden. Sebelum kuisioner digunakan untuk dua jenis

validitas mengumpulkan data, terlebih dahulu diuji validitasnya dengan

menggunakan rumus teknik korelasi item total Product Moment. Skor setiap

pertanyaan yang diuji validitasnya dikorelasikan dengan skor total seluruh item.

Kriteria pengujian instrumen dinyatakan valid jika rhitung > rtabel. Jika hasil pengujian

terasa item instrumen tidak valid, maka pertanyaan di drop (dibuang atau tidak

dipakai) untuk alat pengumpulan data penelitian.

2. Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2012 : 125) Bila alat ukur valid selanjutnya reliabilitas

alat ukur tersebut di uji reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan

konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama. Instrumen

dinyatakan reliabel bila Cronbach Alpa > 0,05.

Makin kecil kesalahan pengukuran makin reliable alat pengukur dan

sebaliknya. Berapa kesalahan pengukuran dapat diketahui dan nilai korelasi antara

hasil pengukuran pertama, kedua dan ketiga. Bila nilai korelasi (r) dikuadratkan

maka hasilnya disebut koefisien determinasi (coefficient of determination) yang

menampakkan petunjuk besar kecil hasil pengukuran yang sebenarnya. Semakin

tinggi angka korelasi maka semakin besar nilai koefisien determinasi dan semakin

rendah kesalahan pengukuran.

G. Rancangan Analisis Data

Statistik deskriftif berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai

karakteristik data selain penyajian tabel dan grafik untuk mengetahui deskrifsi

50
data diperlukan ukuran yang lebih eksak. Dua ukuran penting yang sering dipakai

dalam pengambilan keputusan adalah :

a) Mencari central tendency (kecenderungan terpusat) seperti mean, median dan

modus.

b) Mencari ukuran dispersioan seperti range, standar deviasi dan varians

Selain kedua ukuran diatas, ukuran lain yang bisa dipakai adalah skweness

dan kurtosis untuk mengetahui kemiringan data. Untuk bentuk grafik, dianjurkan

menggunakan histogram dengan kurva normalnya.

Setelah dilakukan tabulasi terhadap setiap butir pertanyaan/pernyataan

pada setiap variabel yang diteliti, maka dilakukan analisis butir

pertanyaan/pernyataan. Analisis ini dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata

dari setiap butir pertanyaan/pernyataan. Dengan dilakukannya analisis butir

pertanyaan maka dapat diketahui dimensi dan indikator mana yang masih lemah

dari setiap instrumen variabel yang diteliti.

1. Uji Data

Sebelum data dianalisis terlebih dahulu data tersebut harus memenuhi

syarat uji persyaratan sebagai berikut :

a. Uji Normalitas

Untuk melakukan uji normalitas distribusi data, penulis menggunakan uji

Kolmogorof Smirnov dari program SPSS. Normalitas distribusi data dihitung

dengan cara membandingkan nilai Asymtotic Significance yang diperoleh dengan

nilai α = 0,05. Apabila Asymp Sig > α= 0,05 maka data dinyatakan normal.

51
b. Uji Homogenitas

Sebagai salah satu persyaratan untuk melakukan analisis data dengan

menggunakan analisis regresi, data perlu di uji homogenitasnya. Uji homogenitas

perlu memastikan apakah data tersebut berasal dari populasi yang homogeny.

Pengujian homogenitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Uji

Cquare dengan menetapkan signifikansi 5% (α = 0, 05). Interpretasi homogenitas

data dihitung berdasarkan Asymtotic Significance yang diperoleh. Jika Asymp Sig

> α 0,05 maka data dinyatakan homogen.

c. Uji Linearitas

Uji ini dipergunakan untuk mengetahui apakah regresi yang diperoleh

“berarti” apabila dipergunakan untuk membuat kesimpulan antar variabel yang

sedang dianalisis, pengujian lineartitas variabel bebas dengan variabel terikat

dilakukan dengan menggunakan One Way Anova program SPSS. Pengujian

lineritas menggunakan taraf signifikansi 5% (α = 0,05). Interpretasi data

dilakukan dengan ketentuan jika F hitung F tabel maka variabel bebas dengan

variabel terikat tersebut mempunyai hubungan yang linear.

2. Model Analisis

a. Regresi Linier Berganda

Tujuan utama dalam penggunaan analisis itu adalah untuk meramalkan

atau memperkirakan nilai dari suatu variabel dalam hubungannya dengan variabel

yang lain. Dengan rumus sebagai berikut :

Ŷ = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 +e

Dimana :

52
Y : Variabel Kinerja APIP

a : Konstanta

X1 : Variabel Integritas

X2 : Variabel Independensi

X2 : Variabel Disiplin Kerja

b1, b2, b3, : Koefisien regresi

e : Residu

3. Uji Model

a) Uji Multikolinearitas

Multikoliniearitas merupakan situasi dimana terjadi korelasi berganda

yang sangat tinggi, jika salah satu dari variabel-variabel bebas berregresi terhadap

variabel bebas yang lain. Seperti dikatakan Rietvelt (2013 : 16). Multikolinieritas

memiliki arti adanya korelasi diantara dua atau lebih variabel bebas. Berarti jika

diantara variabel yang digunakan sama sekali tidak berkorelasi antara satu dengan

yang lain atau berkorelasi tetapi tidak lebih tinggi dari r, maka bisa dikatakan

tidak terjadi multikolinieritas. Uji asumsi multikolinieritas ini dilakukan dengan

cara menghitung nilai Variance Inflating Factor (VIF), apabila VIF lebih kecil

dari 5 maka berarti tidak terjadi multikolieritas (Santoso, 2014). Sementara itu

dalam referensi lain disebutkan nilai kritik untuk nilai VIF adalah 10.

b) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi

linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pasda periode t dengan kasalahan

pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem

53
autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.

Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji = 5%. Apabila D-WαDurbin-

Watson (D-W) dengan tingkat kepercayaan terletak antara -2 sampai +2 maka

tidak ada autokorelasi (Santoso, 2014)

c) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain, jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau

tidak terjadi heteroskedastisitas.

Uji Heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan Uji Glejer, yang

dilakukan dengan meregresikan nilai absolut residual yang diperoleh dari model

regresi sebagai variabel dependen terhadap variabel independen dalam model

regresi. Apabila nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas dalam

model regresi ini tidak signifikan secara statistik, maka dapar disimpulkan tidak

terjadi heteroskedasitistas (Sugiyono, 2012).

4. Uji Koefisien

a. Koefisien Korelasi

Pada kasus di atas, untuk mengetahui keeratan pengaruh Integritas,

Independensi dan Disiplin Kerja dengan kinerja digunakan besaran yang akan

dianalisis adalah korelasi (r). korelasi adalah salah satu teknik statistik yang

digunakan untuk mencari pengaruh dua variabel atau lebih. Dalam hal ini tidak

54
ditentukan variabel mana yang mempengaruhi variabel yang lainnya. Nilai

koefisien berkisar antara -1 dan 1. Semakin mendekati satu nilai absolute

koefisien korelasi maka pengaruh variabel tersebut semakin kuat sedangkan

semakin kecil (mendekati nol) nilai absolute koefisien korelasi maka pengaruh

antara variabel tersebut semakin lemah. Tanda positif atau negatif menunjukkan

arah hubungan.

Kuat dan lemahnya korelasi antara variabel tidak ada ukuran yang pasti,

ukuran korelasi diterjemahkan sebagai berikut :

a) 0,70 – 1,00 (baik positif atau minus) menunjukkan adanya derajat asosiasi

yang tinggi.

b) 0,40 - < 0,70 (baik positif atau minus) menunjukkan hubungan yang

substansial.

c) 0,20 – 0,40 (baik positif atau minus) menunjukkan adanya korelasi yang

rendah.

d) < 0,20 (baik positif atau minus) korelasi dapat diabaikan. Young (2012 : 317)

b. Koefisien Determinasi

Untuk mengambil seberapa jauh variabel bebas dapat menjelaskan

variabel terikat maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi atau penentuan

R2.

Nilai R2 ini berkisar antara 0 – 1, semakin mendekati 1 nilai R 2 tersebut

berarti semakin besar variabel independen (X) mampu menerangkan variabel

dependent (Y). analisis terhadap nilai R-square (R2) ini digunakan untuk

mengetahui sejauh mana variabel bebas (X1 dan X2) dapat menerangkan hubungan

55
perubahan variabel terikat (Y). sifat-sifat R-square sangat dipengaruhi oleh

banyak variabel bebas dimana semakin banyak variabel bebas semakin besar nilai

R-square.

Metode statistika deskriftif digunakan untuk mengemukakan beberapa ciri

tertentu suatu data. Sasaran utama metode statistik deskriftif adalah untuk

mereduksi kumpulan data menjadi sesuatu yang lebih sederhana dan lebih mudah

dipahami tanpa kehilangan banyak informasi. Untuk menganalisis data deskriftif

tentang nilai indikator dan item pertanyaan setiap variabel, dipergunakan skala

penafsiran sebagai berikut :

Tabel 3
Skala Penafsiran Nilai Indikator

No Interval Nilai Penafsiran


1 0 < 1,00 Tidak Baik
2 1,00 < 2,00 Kurang Baik
3 2,00 < 3,00 Cukup Baik
4 3,00 < 4,00 Baik
5 4,00 - 5,00 Sangat Baik

Metode statistika inferensi terdiri atas prosedur-prosedur untuk menarik

kesimpulan tentang ciri-ciri suatu populasi berdasarkan informasi yang

terkandung di dalam contoh yang diambil dari populasi bersangkutan (Juanda,

2013 : 6). Aspek utama dari statistik dari data contoh untuk mengambil

kesimpulan tentang parameter populasi. Perlunya analisis inferensia karena kita

hanya mengamati data contoh. Statistik inferensial dalam penelitian ini

dipergunakan untuk :

a) Mengetahui hubungan-hubungan variabel X1, X2 , X3 dengan Y. untuk

mengetahu hubungan ini dipergunakan Analisis Korelasi Parsial dan Analisis

Korelasi Multipel.

56
b) Untuk mengetahui pengaruh X1, X2 , X3 terhadap Y dipergunakan analisis

regresi berganda.

Untuk mengetahui pengaruh satu variabel dengan yang lain, digunakan

analisis korelasi. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 dan 1 atau -1 ≤ ryx ≤ 1.

Penafsiran koefisien korelasi sesuai pendapat Sugiyono (2012 : 216) adalah

sebagai berikut :

Tabel 4
Penafsiran Koefisien Korelasi

No Interval Nilai Penafsiran


1 0,00 < 1,999 Sangat Rendah
2 0,20 < 0,399 Rendah
3 0,40 < 0,599 Sedang
4 0,60 < 0,799 Kuat
5 0,80 -1,000 Sangat Kuat

Dalam menganalisis data ini digunakan analisis statistik deskriftif dan

analisis statistif inferensial.

c. Uji Statistik F (Uji F)


Pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan dilakukan dengan

uji Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel

independen yang terdapat di dalam model secara bersama‐sama (simultan)

terhadap variabel independen. Dengan tingkat signifikansi sebesar 5% nilai F ratio

dari masing‐masing koefisien regresi kemudian dibandingkan dengan niai t tabel.

Jika Frasio > Ftabel atau prob‐sig <a = 5% berarti bahwa masing‐ masing variabel

independen berpengaruh secara positif terhadap dependen. Langkah‐langkah yang

dilakukan adalah (Sugiyono 2012 : 136):


Pengujian Hipotesis I (Uji F)
1) Formula Pengujian :
H0: b1, 2,3  0 , Tidak terdapat pengaruh yang signifikan Integritas,

Independensi dan Disiplin Kerja secara bersama-sama terhadap

57
Kinerja APIP di Inspektorat Kota Palembang.
H1: b1, 2, 3 ≠ 0, Terdapatpengaruh yang signifikan Integritas, Independensi

dan Disiplin Kerja secara bersama-sama terhadap Kinerja

APIP di Inspektorat Kota Palembang.


2) Level of Significance 95% (  = 0,05)
3) Kriteria Pengujian :

- H0 diterima, apabila sig. F ≥ 0,05

- H0 ditolak, apabila sig. F < 0,05


Pengujian variable menggunakan bantuan program komputer SPSS versi 17.

d. Uji Statistik t (Uji t)


Pengujian terhadap koefisien regeresi secara parsial dilakukan dengan

uji t. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran secara parsial

antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan

bahwa variabel independen lain dianggap konstan. Dengan tingkat signifikansi

sebesar 95%, nilai t hitung dari masing‐masing koefisien regresi kemudian

dibandingkan dengan nilai t tabel. Jika t‐hitung > t‐tabel atau prob‐sig < α = 5%

berarti bahwa masing‐masing variabel independen berpengaruh secara positif

terhadap variabel dependen.


Pengujian Hipotesis II (Uji t)
1) Formula Pengujian :
H0: b1  0 , Tidak terdapat pengaruh yang signifikan Integritas terhadap

Kinerja APIP di Inspektorat Kota Palembang.


H1: b1 ≠ 0, Terdapat pengaruh yang signifikan Integritas terhadap Kinerja

APIP di Inspektorat Kota Palembang.


2) Level of Significance 95% (  = 0,05)
3) Kriteria Pengujian :

- H0 diterima, apabila sig. t ≥ 0,05

- H0 ditolak, apabila sig. t < 0,05

58
Pengujian Hipotesis III (Uji t)
1) Formula Pengujian :
H0: b2  0 , Tidak terdapat pengaruh yang signifikan Independensi

terhadap Kinerja APIP di Inspektorat Kota Palembang.


H1: b2 ≠ 0, Terdapat pengaruh yang signifikan Independensi terhadap

Kinerja APIP di Inspektorat Kota Palembang.


2) Level of Significance 95% (  = 0,05)

3) Kriteria Pengujian :

- H0 diterima, apabila sig. t ≥ 0,05

- H0 ditolak, apabila sig. t < 0,05

Pengujian Hipotesis IV (Uji t)


1) Formula Pengujian :
H0: b2  0 , Tidak terdapat pengaruh yang signifikanDisiplin Kerja

terhadap Kinerja APIP di Inspektorat Kota Palembang.


H1: b2 ≠ 0, Terdapat pengaruh yang signifikan Disiplin Kerja

terhadap Kinerja APIP di Inspektorat Kota Palembang.


2) Level of Significance 95% (  = 0,05)
3) Kriteria Pengujian :

- H0 diterima, apabila sig. t ≥ 0,05

- H0 ditolak, apabila sig. t < 0,05

59
DAFTAR PUSTAKA

Arifah, Nurul. 2012. Pengaruh Independensi Auditor, Komitmen Organisasi, dan


Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Auditor.

Anis Choiriah. (2013). “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan


Intelektual, Kecerdasan Spiritual, dan Etika Profesi Terhadap Kinerja
Auditor dalam Kantor Akuntan Publik (Studi Empiris pada Auditor
dalam Kantor Akuntan Publik di Kota Padang dan Pekanbaru)”. Skripsi.
Padang: Universitas Negeri Padang.

Abdullah, Zainuddinn, dkk. 2012. Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kinerja


Auditor Melalui Motivasi Kerja Sebagai Variabel Intervening Studi
Pada Auditor Intern Di Pemerintah Provinsi Aceh. Jurnal Akuntansi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Ajibolade, Solabomi O., Opeyemi Kehinde A. 2013. The Influence of


Organisational Culture and Budgetary Participation on Propensity to
Create Budgetary Slack in Public Sector Organisations.British Journal
of Arts and Social Sciences, 13 (1), pp: 69-83

Akpom, dan Young O. Dimkpah. 2013. Determinants of Auditor Independence: A


Comparison of the Perceptions of Auditors and Non-auditors in Lagos,
Nigeria. Journal of Finance and Accountancy.

Al Khaddash, Al Nawas dan Ramadan (2013:41Al Khaddash, Al Nawas, dan


Abdulhadi Ramadan. 2013. Factors Affecting The Quality Of Auditing:

60
The Case Of Jordanian Commercial Banks. International Journal of
Business and Social Science.

Baisary, Rizky Pasca. 2011. Pengaruh Integritas, Obyektivitas, Kerahasiaan,


Kompetensi, dan Komitmen terhadap Kinerja Auditor pada Kantor
Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Provinsi Sulawesi Tengah. Katalogis.

Gultom, Dedek Kurniawan. 2014. Pengaruh Budaya Organisasi Perusahaan Dan


Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Perusahaan Gas
Negara (Persero) Tbk Medan. Jurnal Ilmiah Manajemen & Bisnis.

Haryono, Siswoyo, 2014. Metodologi Penelitian Bisnis. Unanti, Palembang.

Hasibuan, 2011. Organisasi dan Motivasi : Dasar Peningkatan Produk, Jakarta.


Bumi Aksara.

Hery. (2010). Potret Profesi Audit Internal (di Perusahaan Swasta & BUMN
Terkemuka). Bandung: Alfabeta.

Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Pofesional Akuntan Publik.


Jakarta: Salemba Empat.

Indriantoro, Nur and Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis


Untuk Akuntansi & Manajemen. Edisi 1. Cetakan ke-12. Yogyakarta:
BPFE

Juanda. 2013. Metodologi Penelitian. Gunung Agung, Jakarta.

Mulyadi. (2012). Auditing. Buku Dua. Edisi Ke Enam. Jakarta: Salemba Empat

Mangkunegara, AA. P. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia (Cetakan ke-


V). Bandung, Indonesia: Remaja Resdakarya

Mangkunegara, 2011. Riset Sumber Daya Manusia dalam organisasi, Edisi


Revisi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

M.Sinungan 2012. Produktifitas, Apa dan Bagaimana. Bumi Aksara, Jakarta

Nasution, Damai. 2013. Essays on Auditor Independence. Åbo Akademi


University, School of Business and Economics, Accounting.

Nana Syaodih Sukmadinata. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

R.A. Fabiola. (2015). “Analisis Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan


Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan
(Studi kasus di hotel Horison Semarang)”. Tesis. Semarang: Universitas
Diponegoro.

61
Rietveld dan Sunaryanto. 2013. 87 Masalah Pokok dalam Regresi Berganda,
Andi Offset, Yogyakarta

Sunu, Gede Gangga Wiweka. 2013. Kompetensi, Independensi, Pemahaman


Sistem Informasi Akuntansi dan Kinerja Auditor BPK. E-jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, Bali.

Siagian, 2012. Organisasi Kepemimpinan Perilaku Administrasi. Gunung Agung.


Jakarta

Soejono, 2013. Sistem dan Prosedur Kerja. Bumi Aksara, Jakarta

Satwika, Adhi Nugraha dan Ramantha, I Wayan. 2015. Pengaruh


Profesionalisme, Etika Profesi, dan pelatihan Auditor Terhadap
Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Bali. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, 13(3): h:916-943

Sapariyah, Rina Ani. 2011. Pengaruh Good Governance dan Independensi


Auditor Terhadap Kinerja Auditor dan Komitmen Organisasi (Survey
pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta). Jurnal Ekonomi Bisnis dan
Perbankan, Mei, Vol. 19, No. 16

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Cetakan


Ke-IX). Bandung, Indonesia: Alfabeta.

Santoso, Singgih. 2014. SPSS Statistik Multivariat. Elik Media Komputindo,


Jakarta

Suariana, Ketut Dedik, dkk. 2014. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan


Independensi Terhadap Kinerja Auditor Eksternal (Studi Kasus pada
Kantor Akuntan Publik di Provinsi Bali). e-Journal S1 Ak Universitas
Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 2 No: 1 Tahun
2014)

Suseno, Novie Susanti. 2013. Literature Riview The Effect Of Indepedence, Size
Of Public Accountant Office Toward Audit Quality And Its Impact On
Public Accountant Reputation. Journal of Applied Sciences Researches.
9(1): p:62-66

Sukrisno Agoes. (2013). Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh


Akuntan Publik. Jilid 1. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat.

Suariana, Ketut Dedik dkk. 2014. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan


Independensi Terhadap Kinerja Auditor Eksternal. Ejournal SI AK
Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 2, No. 1.

Soraya, Siti Annisa. 2014. Pengaruh Penerapan Kode Etik APIP Terhadap
Kinerja Auditor Pemerintah Badan Pengawasan Keuangan Dan
Pembangunan (BPKP) Makassar Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makassar

62
Sekaran, Uma dan Bougie Roger. 2013. Research methods for business: a skill
building approach. Jakarta: Penerbit Salemba.

Sukrisno Agoes. (2014). Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh


Akuntan Publik. Jilid 1. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat.

Siti Nur Mawar Indah. (2010). “Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor
Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Auditor KAP Di
Semarang)”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro

Sitio, Ristina & Indah Anisykurlillah. 2014. Pengaruh Pemahaman Good


Governance, Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Struktur
Audit Terhadap Kinerja Auditor (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan
Publik di Kota Semarang). Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Safitri, Devi. 2015. Pengaruh Ambiguitas Peran Dan Motivasi Terhadap Kinerja
Auditor (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Pekanbaru,
Batam, Dan Medan). Jurnal Akuntansi (Media Riset Akuntansi &
Keuangan) 3.2: 160-173.

Trisnaningsih. (2010). “Independensi Auditor dan Komitmen Organisasi sebagai


Mediasi Pengaruh Pemahaman Good Governance, Gaya Kepemimpinan
dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Auditor”. Penelitian.
Simposium Nasional Akuntansi X. Unhas Makasar 26-28 Juli 2007.

Tjun, Marpaung, dan Santy Setiawan. 2013. Pengaruh Kompetensi dan


Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit. Jurnal Akuntansi, 4(1),
33-56.

Terry, 2013. Prilaku Organisasi, Salemba Empat, Jakarta.

T. Hani Handoko, 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. Liberty

Tuanakotta, Theodorus M. (2011). Berpikir Kritis dalam Auditing. Jakarta:


Salemba Empat.

Wursanto, 2011. Manajemen Kepegawaian. Kanisius, Yogyakarta

Young, 2012. Metodologi Penelitian. PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta

63
Lampiran 1
KUESIONER

IDENTITAS RESPONDEN
1. Usia Responden : ………………………………………………………
2. Jenis Kelamin : ………………………………………………………
3. Pendidikan :
………………………………………………………
4. Jabatan : ………………………………………………………

PETUNJUK PENGISIAN
Berilah tanda silang (x) pada pilihan jawaban yang tersedia, dimana menurut
Bapak/Ibu adalah paling tepat dari masing-masing pernyataan.
Jawaban :
SS : Sangat Setuju = 5
S : Setuju = 4
KS : Kurang Setuju = 3
TS : Tidak Setuju = 2

64
STS : Sangat Tidak Setuju = 1

VARIABEL KINERJA
PILIHAN
NO PERNYATAAN
SS S RR TS STS
1. Saya bisa menangani dengan baik setiap
tugas/kasus yang diberikan kepada saya.
2. Faktor usia sangat mempengaruhi kinerja
auditor dalam melaksanakan profesinya.
3. Hasil pekerjaan saya tidak memenuhi target
atau kualitas yang ditentukan.
4. Saya menyelesaikan pekerjaan/tugas saya
dengan meminta bantuan dari auditor lain.
5. Saya menjadikan etika profesi sebagai
pedoman saya dalam bekerja.
6. Saya menjadikan tugas/kasus yang saya
dapatkan sebagai prioritas utama.
7. Saya akan tetap bekerja sebagai auditor
meskipun gaji saya dipotong untuk
keperluan tugas auditor.
8. Pekerjaan yang saya lakukan memotivasi
saya untuk berbuat yang terbaik sebagai
auditor.
9. Saya menentukan target sebelum
melaksanakan suatu pekerjaan.
10. Saya ragu - ragu dalam mengerjakan /
menjalankan tugas yang saya peroleh.
11. Saya menyelesaikan pekerjaan lebih dari
target dengan tidak mengabaikan kualitas.
12. Saya menyelesaikan pekerjaan tepat waktu,

bahkan bisa lebih cepat dari waktu yang


ditentukan.
13. Saya tidak pernah merasa puas dengan hasil
kinerja saya.

VARIABEL INTEGRITAS

65
PILIHAN
NO PERNYATAAN
SS S KS TS STS
1. Auditor harus taat pada peraturan -
peraturan baik diawasi maupun tidak
diawasi.
2. Auditor harus bekerja sesuai keadaan yang
sebenarnya, tidak menambah maupun
mengurangi fakta yang ada.
3. Auditor tidak menerima segala sesuatu
dalam bentuk apapun yang bukan haknya.
4. Auditor tidak dapat diintimidasi oleh orang
lain dan tidak tunduk karena tekanan yang
dilakukan oleh orang lain guna
mempengaruhi sikap dan pendapatnya.
5. Auditor mengemukakan hal -hal yang
menurut pertimbangan dan keyakinannya
perlu dilakukan.
6. Auditor harus memiliki rasa percaya diri
yang besar dalam menghadapi berbagai
kesulitan.
7. Auditor selalu menimbang permasalahan
berikut akibat -akibatnya dengan seksama.
8. Auditor mempertimbangkan kepentingan
negara.
9. Auditor tidak mempertimbangkan keadaan
pihak lain untuk membenarkan perbuatan
melanggar dari ketentuan atau peraturan
perundang - undangan yang berlaku.
10. Auditor tidak mengelak atau menyalahkan
orang lain yang dapat mengakibatkan
kerugian orang lain.
11. Auditor memiliki rasa tanggung jawab bila
hasil pemeriksaannya masih memerlukan
perbaikan dan penyempurnaan.
12. Auditor memotivasi diri dengan
menunjukkan antusiasme yang konsisten

66
untuk selalu bekerja.
13. Auditor bersikap dan bertingkah laku
sesuai dengan norma yang berlaku
14. Dalam menyusun rekomendasi, auditor
harus berpegang teguh kepada ketentuan /
peraturan yang berlaku dengan tetap
mempertimbangkan agar rekomendasi
dapat dilaksanakan

VARIABEL INDEPENDENSI
JAWABAN
No PERNYATAAN
SS S KS TS STS
Saya bebas dari campur tangan perusahaan klien
dan adanya perselisihan yang bermaksud
1.
mengeliminasi, menentukan dan memodifikasi
bagian-bagian tertentu yang akan diaudit.
Saya bebas dari campur tangan perusahaan
2.
klien, dalam melakukan prosedur audit.
Saya bebas dari usaha pihak lain yang dapat
3. mempengaruhi saya ketika hendak melakukan
review terhadap objek audit.
Saya bebas dari kepentingan pribadi atau
hubungan yang mengarah dan membatasi
4. pemeriksaan kegiatan-kegiatan, dan catatan-
catatan, orang-orang tertentu yang seharusnya
tercakup dalam audit.
Saya menghindari praktik-praktik yang
meniadakan persoalan penting atau adanya
5.
temuan yang signifikan dari laporan yang
memuat temuan (catatan hasil audit).
Selama saya dalam penugasan audit, perusahaan
6. klien yang saya periksa bersikap sangat
membantu kelancaran pengumpulan bukti.
7. Saya mau menerima pendapat atau saran dari
atasan saya yang sesuai dengan kebutuhan

67
perusahaan klien yang hendak saya audit.
Saya bersikap independen terhadap perusahaan
8.
klien yang hendak saya audit.
Saya akan bertindak secara tepat dalam
9. pelaksanaan audit di lapangan atau sesuai
dengan program audit yang telah ditentukan.
Saya berusaha bersungguh-sungguh untuk
10. kompeten secara teknik dalam mengaplikasikan
standard an kode etik pemeriksaan.
Saya memiliki pengetahuan dan pengalaman
11.
dalam mengaudit.
Saya memiliki pengetahuan yang memadai
12.
mengenai perusahaan klien yang diaudit.
Saya mempunyai komitmen yang kuat atas
13.
kualitas audit yang dihasilkan
Saya memiliki standar teknik yang tinggi dan
14. menggunakan pengetahuan akuntansi serta
auditing secara berkelanjutan

VARIABEL DISIPLIN KERJA


JAWABAN
No PERNYATAAN
SS S KS TS STS
Saya datang dan pulang tepat waktu dalam
1.
melaksanakan tugas kantor
Saya memakai atribut lembaga dalam
2.
melaksanakan tugas di kantor
Saya taat pada peraturan kedinasan dalam
3.
melaksanakan tugas di kantor
Saya tidak pernah menyalahgunakan jabatan
4.
dalam melaksanakan tugas.
Saya tidak pernah memalsukan dokumen kerja
5.
dalam melaksanakan tugas.
Saya selalu patuh pada pimpinan dalam
6.
melaksanakan tugas di kantor
Saya selalu memperhatikan uraian tugas
7.
sebelum melaksanakan tugas di kantor
Saya bekerja sesuai pedoman kerja dalam
8.
melaksanakan tugas di kantor
Saya memahami standar kerja dalam
9.
melaksanakan tugas di kantor

68
Saya melaksanakan tugas berdasarkan standar
10.
kerja dalam melaksanakan tugas di kantor
Saya melakukan evaluasi proses dan hasil kerja
11.
dalam melaksanakan tugas di kantor
Saya melakukan perbaikan proses dan hasil
12.
kerja dalam melaksanakan tugas di kantor

69

Anda mungkin juga menyukai