Anda di halaman 1dari 112

PENGARUH PERBEDAAN PENETRAL GEL RAMBUT

EKSTRAK ETANOL 70 % BONGGOL PISANG KEPOK (


Musa balbisiana ) ​TERHADAP SIFAT FISIK DAN
STABILITAS FISIK

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

SKRIPSI

TITI NOVI YANTI

1543050049

FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI


SARJANA FARMASI UNIVERSITAS 17
AGUSTUS 1945 JAKARTA 2019

PENGARUH PERBEDAAN PENETRAL GEL RAMBUT


EKSTRAK ETANOL 70 % BONGGOL PISANG KEPOK (
​ ERHADAP SIFAT FISIK DAN
Musa balbisiana ) T
STABILITAS FISIK

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana

Farmasi

TITI NOVI YANTI


1543050049

FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI ILMU


FARMASI KEKHUSUSAN BIDANG TEKNOLOGI
FORMULASI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
JAKARTA 2019

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALIS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Titi Novi Yanti

NPM : 1543050049

Tanda Tangan : ...............

Tanggal : 05 Juni 2019


i
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh: Nama : Titi Novi Yanti NPM : 1543050049 Program
Studi : Ilmu Farmasi Judul Skripsi : Pengaruh Perbedaan Penetral Gel
Rambut Ekstrak Etanol
70 % Bonggol Pisang Kepok ( ​Musa Balbisiana
) ​Terhadap Sifat Fisik Dan Stabilitas Fisik​)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan

diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Program Studi Ilmu Farmasi Fakultas Farmasi,


Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Mimiek Murrukmihadi, SU., Apt............ (..................)

Penguji : ......................................................... (..................)

Penguji : ......................................................... (..................)

Ditetapkan di : .....................

Tanggal : 28 Juni 2019

ii
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
proposal yang berjudul “​PENGARUH PERBEDAAN PENETRAL GEL
RAMBUT EKSTRAK ETANOL 70 % BONGGOL PISANG
KEPOK ( ​Musa balbisiana ) ​TERHADAP SIFAT FISIK DAN
STABILITAS FISIK​.”
Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas
semua

bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung
selama

penyusunan tugas akhir ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih
tersebut

penulis sampaikan kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga

proposal ini dapat terselesaikan dengan


baik.

2. Ibu Dr. Diana Laila Ramatillah, M.Farm., Apt, selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas 17 Agustus 1945


Jakarta

3. Drs. Wahidin, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Fakultas Farmasi

Universitas 17 Agustus 1945


Jakarta.

4. Dr. Mimiek Murrukmihadi, SU., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan dukungan dan saran serta membantu mengarahkan


dalam

proses penulisan proposal ini dengan sabar dan selalu meluangkan


waktunya

untuk membimbing penulis

5. Yacinta M.Farm ,. Apt, selaku dosen pembimbing akademik yang telah


memberikan bimbingan dan dukungan selama belajar mengajar di
Universitas

17 Agustus 1945.

6. Keluarga tercinta Bapak, Ibu, dan kakak saya yang telah mendoakan,

menyayangi, memberikan dukungan moral, serta menyemangati penulis

dalam penyusunan proposal ini.

7. Rekan istimewa saya yaitu Emil Aprian, Siti Umiyati, Lidyana Suci
Cahyanti,

Sandy Novia Irawan, Desi Indri Yanti, Nanda Ajeng Pramesti, Nadhiffa

iii
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Anisa, Cynthia Fenedi, Restu Yafi’ah Fatmawati, Lutfiya, Dwi


Setianingsih,

Adinda Apriliana, Hanifah Nuraini yang telah peduli, membantu dan selalu

memberikan semangat serta motivasi dari awal pembelajaran kuliah


sampai

dilakukan penyusunan proposal ini.

8. Seluruh Dosen dan Staff yang telah banyak membantu, mendidik serta

memberikan banyak ilmu pengetahuan dan wawasan selama penulis

mengikuti pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945

Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna, baik dari

segi materi maupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang
membangun
sangat diharapkan dalam penyempurnaan proposal skripsi
ini.

Terakhir penulis berharap, semoga tugas akhir ini dapat memberikan hal
yang

bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi


penulis

juga.

Jakarta, 28 Juni 2019

Penulis

Titi Novi Yanti

iv
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

ABSTRAK

Nama : Titi Novi Yanti


Program studi : Ilmu Farmasi

Judul : Pengaruh Perbedaan Penetral Gel Rambut Ekstrak Etanol


70 % Bonggol Pisang Kepok ( ​Musa Balbisiana ) ​Terhadap Sifat Fisik
Dan Stabilitas Fisik Pembimbing : Dr. Mimiek Murrukmihadi, SU.,
Apt,

Bonggol pisang kepok (​Musa balbisiana)​ merupakan salah satu tanaman


yang

tersebar luas di Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai penyubur


rambut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas sediaan gel
berbasis

Carbopol 940 ​dengan perbedaan penambahan penetral basis gel yaitu

Triethanolamin (TEA), Natrium Hidroksida (NaOH), dan Kalium Hidroksida

(KOH). Pada forumlasi gel berbasis carbopol 940​, ​apabila carbopol 940 di
tambah

dengan air menghasilkan pH yang asam dan struktur yang acak sehingga

menyebabkan sulitnya membentuk sediaan gel, maka dari itu pembuatan


basis gel

membutuhkan penetral. Metode yang digunakan dalam evaluasi gel adalah

pengamatan organoleptis, homogenitas, viskositas, uji daya sebar, pH, dan

stabilitas fisik dengan metode ​cycling test,​ pada suhu rendah (4°C ± 2°C),
suhu

kamar (27°C ± 2°C), dan suhu tinggi (40°C ± 2°C). Hasil penelitian
menunjukan

​ erpengaruh
bahwa perbedaan penambahan penetral basis gel ​carbopol 940 b

terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan gel rambut ekstrak bonggol pisang

​ enunjukan stabilitas fisik yang lebih baik


kepok. Konsentrasi ​carbopol 940 m

adalah formulasi I dengan penetral Natrium Hidroksida. Pengaruh terhadap


sifat

fisik gel ekstrak bonggol pisang nilai viskositas dan nilai pH mengalami

penurunan yang lebih kecil dibanding penetral


lain

Kata kunci : Gel, Bonggol Pisang Kepok (​Musa balbisiana)​ , ​Carbopol


940​, Uji stabilitas, Penetral basis gel

v
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta


ABSTRACT 1

Name :​ Titi Novi Yanti ​Study Program ​: ​Pharmateutical Department Tittle ​:


Effect of differences Triethanolamine (TEA), Sodium Hydroxide (NaOH), and
Potassium Hydroxide (KOH) as Carbopol 940 neutralizer for the physical and
physical properties required of hair gel preparations 70% ethanol extract
kepok banana weed (Musa Balbisiana) Counseller : Dr. Mimiek
Murrukmihadi, SU., Apt,.

Kepok humpback (Musa balbisiana) is one of the plants that is widespread in


Indonesia which can be used as a hair fertilizer. The purpose of this study
was to determine the stability of Carbopol 940 based gel preparations with the
difference in the addition of base neutralizing gel namely Triethanolamin
(TEA), Sodium Hydroxide (NaOH), and Potassium Hydroxide (KOH). In
carbopol 940 based gel forumlation, when carbopol 940 is added with water it
produces acidic pH and a random structure which makes it difficult to form gel
preparations, therefore making gel base requires neutralizing. The methods
used in gel evaluation were organoleptic observation, homogeneity, viscosity,
dispersion test, pH, and physical stability by the cycling test method, at low
temperatures (4 ° C ± 2 ° C), room temperature (27 ° C ± 2 ° C), and high
temperature (40 ° C ± 2 ° C). The results showed that the difference in the
addition of carbopol 940 base neutralizing gel affected the properties and
physical stability of the preparation of hair gel kepok banana extract. The
concentration of carbopol 940 shows better physical stability is formulation I
with neutralizing Sodium Hydroxide. The effect on the physical properties of
banana hump extract gel viscosity value and pH value has decreased smaller
than other neutralizers

​ el, Kepok banana corm (​ Musa balbisiana), C


Keyword : G ​ arbopol 940, Physical
Stability, Alkalizing agent

vi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

DAFTAR ISI ​2

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALIS ...................................................................


i HALAMAN PENGESAHAN
........................................................................................... ii KATA PENGANTAR
...................................................................................................... iii ABSTRAK
......................................................................................................................... v
DAFTAR
ISI.................................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR
......................................................................................................... x DAFTAR
LAMPIRAN ................................................................................................... xii BAB
I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah


....................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian


............................................................................................ 2

1. Tujuan umum
............................................................................................ 2

2. Tujuan khusus
........................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penelitian


.......................................................................................... 2

1.5 Hipotesis
........................................................................................................... 3

1.6 Keaslian Penelitian


.......................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................


4 2.1 Pisang Kepok (​Musa balbisiana​) ....................................................................
4

Klasifikasi .............................................................................................. 4
2.1.1

Morfologi .............................................................................................. 4
2.1.2

Kandungan Kimia .................................................................................. 5


2.1.3

2.2 Rambut
............................................................................................................ 5

Definisi Rambut .................................................................................... 5


2.2.1

Anatomi Rambut .................................................................................. 6


2.2.2

Siklus Rambut ....................................................................................... 7


2.2.3
2.3 GEL
.................................................................................................................. 9

Definisi Gel ............................................................................................ 9


2.3.1

Sifat Gel .............................................................................................. 10


2.3.2

Dasar Gel ............................................................................................ 11


2.3.3

vii
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Komponen Gel .................................................................................... 12


2.3.4

Keunggulan gel ................................................................................... 12


2.3.5

2.4 Standarisasi Sediaan Gel


.............................................................................. 13

Organoleptik ....................................................................................... 13
2.4.1

Homogenitas ...................................................................................... 13
2.4.2

pH ....................................................................................................... 13
2.4.3

Viskositas ............................................................................................ 14
2.4.4

Kemampuaan menyebar .................................................................... 14


2.4.5

2.5 Ekstrak
........................................................................................................... 14

Definisi Ekstrak ................................................................................... 14


2.5.1
Jenis – jenis metode ekstraksi dengan pelarut:.................................. 14
2.5.2

2.6 Uji Stabilitas


.................................................................................................. 16

Uji Stabilitas Dipercepat ..................................................................... 16


2.6.1

Uji Stabilitas jangka panjang ............................................................... 17


2.6.2

2.7 Komponen Gel Rambut


................................................................................ 18

Carbopol 940 .​ ..................................................................................... 18


2.7.1

Triehtanolamine ................................................................................. 19
2.7.2

Propilen glikol ..................................................................................... 21


2.7.3

Metil paraben ..................................................................................... 21


2.7.4

Propil paraben .................................................................................... 23


2.7.5

Aqua destillata .................................................................................... 24


2.7.6

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................


26 3.1 Tempat dan waktu penelitian ......................................................................
26

3.2 Alat
................................................................................................................. 26

3.3 Bahan
............................................................................................................. 26

3.4 Cara kerja


...................................................................................................... 27

Persiapan Bahan Uji ............................................................................ 27


3.4.1
Pembuatan ekstrak bonggol pisang kepok ......................................... 27
3.4.2

Karateristik ekstrak ............................................................................. 27


3.4.3

Skrining fitokimia ekstrak bonggol pisang kepok ............................... 28


3.4.4

Formulasi sediaan gel ......................................................................... 30


3.4.5

Pembuatan sediaan gel ...................................................................... 32


3.4.6

viii
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Evaluasi sediaan gel ............................................................................ 32


3.4.7

Uji stabilitas sediaan gel ..................................................................... 33


3.4.8

Analisa Data ........................................................................................ 34


3.4.9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................


35 4.1 Determinasi Simplisia ...................................................................................
35

4.2 Ekstraksi Etanol 70 % Bonggol Pisang Kepok (​Musa balbisiana)​


........................ 35

4.3 Karateristik ekstrak bonggol pisang kepok


................................................ 36

Organoleptik ....................................................................................... 36
4.3.1

Rendemen .......................................................................................... 36
4.3.2

Susut Pengeringan .............................................................................. 36


4.3.3

Kadar Air ............................................................................................. 37


4.3.4

Kadar Abu Total .................................................................................. 37


4.3.5

Sisa Pelarut ......................................................................................... 38


4.3.6

Skrining fitokimia ................................................................................ 39


4.3.7

4.4 Evaluasi Awal Gel Ekstrak Bonggol Pisang Kepok


.................................. 40

Pengamatan organoleptik dan homogenitas ..................................... 41


4.4.1

4.5 ​Stabilitas Fisik Sediaan Gel Rambut Ekstrak Bonggol Pisang Kepok
............... 42

Cycling test​.......................................................................................... 42
4.5.1

4.6 Penyimpanan pada suhu rendah suhu kamar suhu tinggi.


....................... 43

Pengukuran pH ................................................................................... 43
4.6.1

Pengukuran viskositas ........................................................................ 46


4.6.2

4.6.3 Kemampuan Menyebar


.......................................................................... 49

4.6.4 Hasil Analisa Data ​............................................................................


52

4.6.5. Rekap Uji Kuantitatif ​.................................................................. 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................


54 A. Kesimpulan ....................................................................................................
54

B. Saran
.............................................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA
...................................................................................................... 56 ​Cycling test
....................................................................................................................... 57

ix
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Bonggol ​Musa


balbisiana.​ ...................................................4

Gambar 2.2 Anatomi


Rambut..................................................................................6

Gambar 2.3 Siklus


Pertumbuhan..............................................................................8

Gambar 4.1 Grafik Perubahan pH pda suhu Rendah (4​0​C±


2​0​C)......................... 45

Gambar 4.2 Grafik Perubahan pH pda suhu Kamar (4​0​C±


2​0​C)............................45

Gambar 4.3 Grafik Perubahan pH pda suhu Tinggi


(40​0​C±2​0​C)...........................46

Gambar 4.4 Grafik Uji


Viskositas..........................................................................49

Gambar 4.5 Grafik Uji


Menyebar.........................................................................52
x
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Acuan Formulasi Gel Ekstrak Bonggol Pisang


Kepok..........................30

Tabel 3.1. Modifikasi Formulasi Gel Ekstrak Bonggol Pisang


Kepok..................31
Tabel 4.1 Uji Organoleptik Ekstrak bonggol pisang
kepok...................................36

Tabel 4.2 Hasil Rendemen Ekstrak bonggol pisang


kepok....................................36

Tabel 4.3 Hasil Susut Pengertingan Ekstrak bonggol pisang


kepok.....................37

Tabel 4.4 Hasil Kadar Abu Ekstrak bonggol pisang


kepok...................................38

Tabel 4.5 Hasil Sisa Pelarut Ekstrak bonggol pisang


kepok..................................38

Tabel 4.6 Skrining fitokimia ekstrak bonggol pisang


kepok.................................39

Tabel 4.7 Pemeriksaan awal sediaan


gel................................................................40

Tabel 4.8. Hasil Pengamatan Sineresis Sediaan


Gel.............................................42

Tabel 4.9. Hasil pengujian pH sediaan gel ekstrak Bonggol Pisang


Kepok..........44

Tabel 4.10 Hasil pengujian Viskositas sediaan


gel...............................................47

Tabel 4.11 Distribusi Uji Kruskal-Wallis Penurunan Viskositas


.........................47

Tabel 4.12 Post-Hoc Test berdasarkan Penurunan Viskositas


.............................48

Tabel 4.13 Hasil evaluasi kemampuan


menyebar.................................................49

Tabel 4.14 Hasil Evaluasi Kemampuan Menyebar Pada Suhu Kamar


................49

xi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN ​4

Lampiran 1. Skema Pembuatan Ekstrak Bonggol Pisang


Kepok.........................59

Lampiran 2. Alur
penelitian...................................................................................60

Lampiran 3. Proses Ekstraksi Bonggol Pisang


Kepok........................................61

Lampiran 4. Alat-alat
Penelitian..........................................................................62

Lampiran 5. Hasil Skrining Fitomia Ekstrak Bonggol Pisang


Kepok...................63

Lampiran 6. Sediaan Gel Ekstrak Bonggol Pisang Kepok (​Musa


balbisiana)​ ......64

Lampiran 7. Determinasi Bonggol Pisang Kepok ​(Musa


balbisiana)​.................. 65

Lampiran 8. ​Certificate of Analysis (CoA) ​Carbomer


940...................................66

Lampiran 9. ​Certificate of Analysis (CoA)


Triethanolamin..................................67

Lampiran 10 ​Certificate of Analysis (CoA) ​Propil


Paraben..................................68

Lampiran 11 ​Certificate of Analysis (CoA) ​Metil


Paraben...................................69

​ ropilen
Lampiran 12. ​Certificate of Analysis (CoA) P
Glikol................................70

​ lkohol
Lampiran 13. ​Certificate of Analysis (CoA) A
70%...................................71

Lampiran 14. ​Certificate of Analysis (CoA) A​ qua


Destilata.................................72

Lampiran 15. Data Normalitas


pH........................................................................73

Lampiran 16. Data Homogenitas


pH.....................................................................74

Lampiran 17. Data ANOVA one way


pH..............................................................75

Lampiran 18. Post Hoc Turkey HSD


pH...............................................................76

Lampiran 20. Bobot Jenis dsn Kadar


Etanol..........................................................77
Lampiran 21 Hasil Pemeriksaan organoleptik
.....................................................78

Lampiran 22 Hasil Analisa Data Formula I....


.....................................................78

xii
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Lampiran 23 Hasil Analisa Data Formula II....


....................................................80

Lampiran 24 Hasil Analisa Data Formula III....


..................................................82
xiii
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

BAB I

1​PENDAHULUAN

Latar Belakang 1.1

Tanaman yang tumbuh di Indonesia banyak sekali yang memiliki

manfaat bagi kesehatan manusia diantaranya untuk meredakan panas,

mengobati luka, menurunkan tekanan darah, mencegah penyakit


jantung,

dan lain sebagainya (Wijayakusuma,1998). Salah satu dari tanaman


yang

berguna bagi kesehatan yaitu bonggol pisang kepok (​Musa balbisiana)


yang

secara empiris digunakan oleh masyarakat (Praba,2011). Menurut


Priskilla

(2012) air bonggol pisang mengandung senyawa-senyawa fitokimia


antara

lain saponin, flavonoid, antrakunon, kuinon, lektin dan tanin. Selain itu
dari

penelitian sebelumnya diketahui bahawa ektrak bonggol pisang kepok

(​Musa balbisiana​) dengan konsentrasi 4% memiliki efek penyubur


rambut

(Rahma,2012).

Mahkota bagi setiap orang adalah rambut. Secara biologis

sebenarnya rambut kepala tidak begitu mempunyai fungsi penting bagi

manusia. Rambut kepala mencerminkan gambaran sosial yang


merupakan

simbol kegagahan bagi pria serta simbol keindahan bagi wanita.


Masalah-

masalah pada rambut yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari


yaitu

rambut rapuh, rambut putih atau uban, ketombe, rambut bercabang,


dan

rambut rontok atau kebotakan yang disebabkan oleh obat – obatan,


penyakit

akut, penyakit kronis, kelainan endokrin, dan aktivitas penataan rambut

yang berlebihan, termasuk aktivitas pelurusan


rambut.

Hasil penelitian akan diformulasikan menjadi sediaan gel


penyubur

rambut yang mengandung ekstrak bonggol pisang kepok dengan


carbopol

940 sebagai gelling agent dengan perbandingan penggunaan penetral


yang

berbeda yaitu NaOH, KOH, dan TEA. Sediaan yang dibuat dari ekstrak

bonggol pisang pada penelitian ini adalah sediaan gel karena mudah

diaplikasikan.

1
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Perumusan Masalah 1.2

1. Apakah penggunaan Triethanolamine, NaOH, dan KOH sebagai


bahan

​ empengaruhi sifat fisik gel ekstrak bonggol


penetral ​Carbopol 940 m
pisang kepok (​Musa balbisiana​)?

2. Apakah penggunaan Triethanolamine, NaOH, dan KOH sebagai


bahan

​ empengaruhi stabilitas fisik gel ekstrak


penetral ​Carbopol 940 m
bonggol

pisang kepok (​Musa balbisiana​)?

​ ana yang mampu membuat gel ekstrak


3. Penetral ​Carbopol 940 m
bonggol

pisang kepok (​Musa balbisiana​) menjadi


stabil?

Tujuan Penelitian 1.3

1. Tujuan umum

Mencari suatu formula gel rambut ekstrak bonggol pisang kepok


(​Musa

balbisiana)​ dengan variasi bahan penetral untuk Carbopol


940​.

2. Tujuan khusus

Mengetahui pengaruh perbedaan penambahan Triethanolamine,


NaOH,

dan KOH sebagai bahan penetral Carbopol 940 terhadap sifat fisik
dan

stabilitas fisik gel rambut ekstrak etanol 70% bonggol pisang kepok

(​Musa balbisiana​).

Manfaat Penelitian 1.4

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah


mengenai
kekayaan obat bahan alam yang diformulasikan dalam bentuk gel
rambut

ekstrak bonggol pisang kepok (​Musa balbisiana)​ dengan ​Carbopol 940

​ enggunakan variasi penetral basis gel seperti


sebagai ​Gelling agent m
TEA,

NaOH, KOH yang stabil secara fisik dan


kimia.

2
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Hipotesis 1.5

Dapat ditentukan pengaruhi sifat fisik dan stabilitas fisik gel rambut

ekstrak etanol 70% bonggol pisang kepok (​Musa balbisiana)​ dengan


variasi

penambahan penetral gel ​Carbopol 940 ​yang berbeda seperti NaOH,


KOH,

TEA sehingga diperoleh suatu sediaan gel rambut yang baik dan stabil

secara fisik dan kimia.

Keaslian Penelitian ​1.6

Sejauh pengetahuan penulis dan informasi yang diperoleh


mengenai Uji

stabilitas dan Uji aktifitas Penumbuh rambut tikus jantan dari sediaan
hair

tonic y​ ang mengandung ekstak air bonggol pisang kepok (​Musa


balbisana)

(Priskilla,2012) serta uji aktifitas sediaan ​hair tonic ​penumbuh rambut


pada

ekstrak metanol bonggol pisang kepok (​Musa balbisiana​)


(Rahma,2013).

Meskipun demikian, penelitian mengenai pengaruh Triehtanolamine,

NaOH, dan KOH sebagai bahan penetral Carbopol 940 bonggol pisang

kepok (​Musa balbisiana)​ belum pernah


dilakukan

3
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
BAB II ​2

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Bonggol ​Musa


balbisiana ​(Kabarnesia.com)

Pisang Kepok (​Musa balbisiana)​ 2.1

Klasifikasi 2.1.1

Kerajaan : ​Plantae

Divisi : ​Magnoliophyta

Kelas : ​Liliopsida

Bangsa : ​Zingiberales

Suku : ​Musaceae

Marga : ​Musa

Jenis : ​Musa balbisiana

(Tjiatrasoepomo,1999)
Morfologi 2.1.2

Tanaman pisang termasuk dalam golongan monokotil tahunan

berbentuk pohon yang tersusun atas batang semu, yaitu


merupakan

tumpukan pelepah daun yang tersusun secara rapat dan teratur.

Percabangan tanaman, bertipe simpodial dengan meristem ujung

4
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

memanjang dan membentuk bunga. Bonggol adalah bagian


bawah

batang pisang menggembung berupa umbi. Puncak lateral


(sucker)

muncul dari kuncup pada bonggol yang selanjutnya tumbuh


menjadi

tanaman pisang. Daun dari tanaman pisang lebar dengan ibu


tulang

tebal dan beralur disisi atasnya dan memiliki bunga kelamin


tunggal.

Buah berdaging merupakan buah buni dengan kulit biji keras

(Tjiatrasoepomo,1999).

Kandungan Kimia 2.1.3

Menurut Priskilla (2012) Air yang terdapat pada bonggol


pisang

mengandung senyawa-senyawa fitokimia antara lain saponin,

flavonoid, antrakuinon, kuinon, lektin dan


tanin.

Rambut 2.2

Definisi Rambut 2.2.1

Rambut merupakan adneksa kulit yang tumbuh pada hampir

seluruh permukaan kulit manusia kecuali telapak tangan dan


telapak

kakai. Berbeda dengan binatang yang berbulu, pertumbuhan


rambut di

beberapa bagian kulit manusia tidak sama lebat dan panjangnya,


ada

yang tumbuh terus sampai panjang misalnya pada kepala dan ada
pula

yang terbatas pada kepanjangan tertentu misalnya pada badan

(Wasitaatmadia. 1997).

Ada berbagai jenis rambut yang tumbuh di kepala dan tubuh


kita,

yaitu :

1. Rambut yang panjang dan kasar di kepala.

2. Rambut yang kasar tetapi pendek berupa alis di atas


mata.

3. Rambut yang agak kasar tapi sepanjang rambut di kepala, yaitu

pada ketiak dan sekeliling alat


kelamin.

4. Rambut yang halus pada pip, hidung, dahi serta bagian tubuh

lainnya

.
5
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Ilmu tentang rambut (trichologi) membagi rambut manusia

menjadi rambut terminal, yang umumnya kasar (misalnya rambut

kepala, alis, rambut ketiak, dan rambut kelamin), dan rambut


vellus,

yang berupa rambut halus pada pipi, dahi, punggung, dan lengan

(Tranggono dan latifah, 2007).

Anatomi Rambut 2.2.2

Rambut tumbuh pada bagian epidermis kulit, terdistribusi


merata

pada tubuh. Komponen rambut terdiri dari keratin, asam nukleat,

karbohidrat, sistin, sistein, lemak, arginin, sistrulin dan enzim


(Rook

dan Dawber, 1991). Rambut terdiri dari dua bagian yaitu batang

rambut dan akar rambut.


Gambar 2.2 Anatomi Rambut
(Martini, 2001)

1. Batang Rambut

Bagian rambut yang ada di bagian di luar kulit dinamakan


batang

rambut. Jika batang rambut dipotong melintang, maka terlihat tiga

lapisan dari luar ke dalam, yaitu (Tranggono dan Latifah,


2007)

a. Kutikula rambut terdiri dari sel-sel keratin yang pipih, dan saling

bertumpuk sepeti sisik ikan. Lapisan ini keras dan berfungsi

6
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

melindungi rambut dari kekeringan dan masuknya bahan asing


ke

dalam batang rambut.

b. Korteks rambut, adalah lapisan yang lebih dalam (antara


kutikula

dan medulsa), terdiri dari pigmen rambut dan rongga-rongga

udara.

c. Medula rambut terdiri dari tiga atau empat lapis sel yang

berbentuk kubus, berisikan keratohialin, butir-butir lemak dan

rongga udara.

2. Akar Rambut

Bagian rambut yang terletak di dalam lapisan dermis kulit


disebut

akar rambut atau folikel rambut. Folikel rambut dikelilingi oleh

pembuluh-pembuluh darah yang memberikan makanan. Akar


rambut

terdiri dari dua bagian, yaitu (Tranggono dan Latifah,


2007)

a. Umbi rambut, bagian rambut yang akan terbawa jika rambut

dicabut.

b. Papila rambut, bagian yang tertinggal di dalam kulit meskipun

rambut dicabut sampai akar-akarnya, sehingga akan selalu


terjadi

pertumbuhan rambut baru kecuali jika papila rambut itu


rusak.

Siklus Rambut 2.2.3

Masa hidup atau siklus tiap helai rambut berbeda dengan helai

rambut lainya, secara berulang mengalami pertumbuhan,


kerontokan

dan pertumbuhan kembali.

Rambut tidak mengalami pertumbuhan secara terus menerus.


Pada waktu-waktu tertentu pertumbuhan ranbut itu terhenti dan

setelah mengalami istirahat sebentar, rambut akan rontok sampai


ke

umbi rambutnya. Semetara itu, papila rambut sudah membuat

persiapan rambut baru sebagai gantinya (Tranggono &


Latifah,2007).

1. Anagen

Rambut hanya tumbuh pada periode pertumbuhan. Selama


fase

ini, papila dermal meluas dan matriks rambut membelah secara


aktif

7
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

sehingga rambut akan memanjang dan umbi rambut mencapai

jaringan sub-dermal. Ketika terhenti selama beberapa waktu,


folikel

rambut telah mencapai fase katagen. Fase anagen berlangsung


2-6

tahun.

2. Katagen

Masa peralihan yang didahului engan berkurangnya mitosis


sel-

sel matriks kemudian terhenti sama sekali. Mitosis yang terhenti

mengakibatkan bagian bawah kandung rambut menjadi lebih


pendek

dan selubung jaringan ikat menjadi lebih panjang. Masa peralihan


ini
berlangsung selama 2-3
minggu.

3. Telogen

Fase ini merupakan fase istirahat yang terjadi selama 5-6


minggu

tergantung kondisi kesehatan seseorang dan sekitar 9-14 % dari

keseluruhan rambut berada pada fase ini. Fase talogen dimulai


dengan

memendekan sel-sel epitel dan terbentuk tunas kecil yang


membuat

rambut baru, sehingga rambut lama akan terdorong


keluar.

Gambar 2.3 Siklus Pertumbuhan


Rambut ​(Mitsui, 1998)

8
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
GEL 2.3

Definisi Gel 2.3.1

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang


jernih

dan tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam


keadaan

terlarut. Karbomer 940 akan mengembang jika didispersikan dalam


air

dengan adanya zat-zat alkali seperti trietanolamin atau

diisopropanolamin untuk membentuk suatu sediaan semipadat.


Gel

juga dapat dibentuk oleh selulosa seperti hidroksipropil selulosa


dan

hidroksipropil metilselulosa (Lachman,


1994).

Konsistensi gel dapat menunjukkan sifat tiksotropik atau tidak.

Konsistensi gel dikatakan menunjukkan sifat tiksotropik jika massa

gel menjadi kental pekat pada waktu didiamkan dan menjadi cair

kembali setelah dikocok, dan tidak segera mengental sewaktu

didiamkan.Gel terbagi menjadi beberapa tipe,


yaitu :

1. Hydrogel

Sistem hydrogel adalah gel hidrofilik yang mengandung


85-95%

air atau campuran alkohol-air serta bahan pembentuk gel (​gelling

agent)​ . Bahan pembentuk ​hydrogel ​gel yang umumnya merupakan


senyawa polimer seperti asam poliakrilat (​carbopol​), Natrium

Carboksi Metil Celulosa (NaCMC), non ionik ester selulosa. Sistem

harus menggunakan pengawet. Jika dalam formula sediaan


hydrogel

menggunakan bahan pengental yang tidak sesuai, maka setelah

terjadinya penguapan pelarut, sisa polimer akan terasa lengket


dan

sobek pada kulit. Oleh karena itu harus berhati-hati dalam memilih

dan menilai kebutuhan bahan tambahan yang di sarankan (Isriany

Ismail, 2013).

2. Lipogel

Lipogel atau oleogel dihasilkan melalui penambahan bahan

pengental yang sesuai dan larut dalam minyak atau cairan lemak.

Silika koloidal dapat digunakan untuk membentuk tipe lipogel

istimewa dengan basis silikon (Isriany Ismail,


2013)

9
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Sifat Gel 2.3.2

Sifat dan karakteristik gel adalah sebagai berikut (disperse


system,

vol 2 hal 497):

1. Mengembang

Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel


dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume.
Pelarut

akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara

pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila


terjadi

ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang dapat

menyebabkan kelarutan komponen gel


berkurang.

2. Sineresis

Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam


massa

gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas


permukaan

gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis,

sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya

kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya


tekanan

elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada


ketegaran

gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga

memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis


dapat

terjadi pada hidrogel maupun


organogel.

3. Efek suhu

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk


melalui

penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi


setelah
pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti MC, HPMC, dan

Carbomer ​terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan

yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk


gel.

Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang


disebabkan

oleh pemanasan disebut


thermogelation.

4. Elastisitas

Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan

nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel


terjadi

10
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi


pembentuk

gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau


deformasi

dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-

macam tergantung dari komponen pembentuk


gel.

Dasar Gel 2.3.3

Dasar gel dapat dibedakan menjadi dasar gel hidrofobik dan


dasar

gel hidrofilik (Ansel,2005).


1. Dasar gel hidrofobik (koloid liofobik)

Koloid umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik. Apabila

ditambahkan ke dalam fase pendispersi, bilamana ada, hanya


sedikit

sekali interaksi antara kedua fase. Bahan hidrofilik tidak secara


spontan

menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus

(Ansel,2005). Dasar gel hidrofobik antara lain petrolium, mineral oil,

atau gel polietilen, plastibase, aluminium stearat, carbowaks (Allen,

2002).

2. Dasar gel hidrofilik (koloid liofilik)

Koloid liofilik umumnya adalah molekul-molekul organik yang

besaran dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase

dispersi. Terminolohi tertetu telah dikembangkan untuk

menggolongkan berbagai macam derajat daya tarik-menarik antara

fase-fase dari dispersi koloid jika fase terdispersi dapat berinteraksi

dengan fase pendispersi, hal tersebut diistilahkan sebagai liofilik


yang

berarti suka pada pelarut. Pada umumnya karena daya


tarik-menarik

pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya

daya tarik-menarik hidrofobik, sistem koloid hidrofilik biasanya lebih

mudah untuk dibuat dan miliki stabililitas yang lebih besar (Ansel,

2005). Basis gel hidrofilik antara lain aerosol, bentonite, eter


selulosa,

natrium alginat, tagakan, karbomer, polimer sintetik


(Voight,1984)
11
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Komponen Gel 2.3.4

Komponen gel dibagi menjadi dua bagian, yaitu ​Gelling agent

dan bahan tambahan.

1. ​Gelling agent

​ erupakan sejumlah polimer digunakan dalam


Gelling agentm

pembentuk struktur berbentuk jaringan yang merupakan bagian

penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini HPMC,

carbopol 940​, CMC-Na serta polivinil alkohol.

2. Bahan tambahan

a. Pengawet

Walaupun beberapa basis gel resisten terhadap mikroba,

tetapi semua gel mengandung banyak air sehingga

membutuhkan pengawet sebagai antimikroba. Dalam

pemilihan pengawet harus memperhatikan

inkompatibilitasnya dengan ​gelling


agent.​

b. Penambah bahan higroskopis

Tujuan dari penambah bahan higroskopis untuk mencegah

kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol, dan

sorbitol dengan konsentrasi


10%-20%.

c. ​Chelating agent

Tujuan dari penambahan ​chelating agent ​untuk mencegah

basis dan zat yang sensitif terhadap logam berat.


Contohnya

EDTA

Keunggulan gel 2.3.5

1. Waktu kontak dengan kulit lama

Kulit memiliki ​barrier y​ ang cukup tebal, sehingga dibutuhkan

waktu kontak yang cukup lama untuk zat aktif dapat

berpenestrasi.

12
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

2. Kadar air dalam gel tinggi

Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi ​stratum

corneum ​sehingga terjadi perubahan permeabilitas ​stratum

corneum ​menjadi lebih permeable terhadap zat aktif sehingga

meningkatkan permeasi zat aktif.

3. Risiko timbulnya peradangan menurun

Kandungan air yang banyak pada gel dapat mengurangi risiko

peradangan lebih lanjut akibat penumpukan lemak pada pori


kulit
kepala (Zatz dkk,1996).

Standarisasi Sediaan Gel 2.4

Standarisasi gel dapat ditentukan apabila memenuhi uji yang

ditetapkan, Adapun uji gel yang akan diilakukan


adalah ​:

Organoleptik 2.4.1

Organoleptik merupakan pengujian yang didasarkan pada

pengindraan untuk mengenal sifat-sifat benda karena adanya

rangsangan. Organoleptik diamati dan diukur secara subjektif


karena

hasil pengukuran ditentukan oleh pelaku pengukuran (Soekarto,

soewarno, 1981). Pengukuran yang dilakukan meliputi bau,


bentuk,

rasa dan warna serta terjadi sineresis atau


tidak.

Homogenitas 2.4.2

Homogenitas dilakukan untuk mengamati partikel-partikel


kasar

atau ketidakmerataan pada sediaan gel. Sediaan gel yang baik

memiliki partikel yang terdispersi secara merata atau tidak timbul

partikel kasar.

pH ​2.4.3

Sediaan gel yang baik memiliki nilai pH sesuai dengan pH kulit

yaitu 4,5-6,5, karena jika sediaan gel memiliki pH yang terlalu basa

maka dapat menyebabkan kulit menjadi bersisik, sedangkan jika


pH
terlalu asam maka yang terjadi adalah menimbulkan iritasi pada
kulit

(Djajadisastra, 2004).

13
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Viskositas 2.4.4

Pengukuran Viskositas dilakukan untuk menentukan nilai

kekentalan. Semakin besar nilai kekentalan maka semakin tinggi

tingkat kekentalan pada sediaan. (Martin et al, 1993). Nilai


kekentalan

yang baik pada sediaan gel yaitu 2.000-4.000 cPs (Grag et al,
2002).

Kemampuaan menyebar 2.4.5

Pengukuran kemampuan menyebar sediaan gel pada kulit

dilakukan untuk menjamin pelepasan obat sesuai dengan yang

diinginkan. Nilai kemampuan menyebar sediaan gel yaitu 50 mm –


70

mm ( Grag et al, 2002).

Ekstrak 2.5

Definisi Ekstrak 2.5.1

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, ekstrak adalah


sediaan

pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan


massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan (Farmakope Indonesia Edisi


IV

1995).

Jenis – jenis metode ekstraksi dengan pelarut:


2.5.2

1. Cara dingin (Depkes RI & Dirjen POM,2000)

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada suhu kamar. Maserasi merupakan cara


ekstraksi

paling sederhana. bahan simplisia yang dihaluskan sesuai


dengan

syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa


serbuk

kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya

rendaman tersebut disimpan terlindung cahaya langsung dan

dilakukan pengocokan. Upaya pengocokan akan terjadi

keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat

14
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan

turunnya perpindahan bahan


aktif.
b. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses melewatkan pelarut organik


pada

sampel sehingga pelarut akan membawa senyawa organik

bersama-sama pelarut. Tetapi efektivitas dari proses ini hanya

akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah


larut

dalam pelarut yang digunakan (Darwis,


2000).

2. Cara panas (Depkes RI & Dirjen POM,2000)

a. Refluks

Ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya, selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan 3-5 kali

pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali sehingga

didapatkan ekstrak yang


sempurna.

b. Sokhlet

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru


yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi


ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

c. Digesti ​Maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

suhu yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50​0 ​C.

d. Infus ​Ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air

(bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, suhu terukur (96-
98​0​C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

15
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

e. Dekok ​Infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan suhu

sampai titik didih air.

Uji Stabilitas 2.6

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat


atau

kosmetik untuk dapat bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan

sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin


identitas,

kekuatan, kualitas dan kemurnian produk tersebut. Sediaan obat atau

kosmetik yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam
batas

yang dapat diterima selama periode penyimpanan penggunaan, dimana


sifat

dan karakteristiknya sama dengan yang dimiliki pada saat


dibuat.
Uji stabilitas dimaksudkan untuk menjamin kualitas produk yang
telah

diluluskan dan beredar dipasaran. Dengan uji stabilitas dapat diketahui

pengaruh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban terhadap

parameter-parameterstabilitas produk seperti kadar zat aktif, pH dan


berat

jenis sehingga dapat ditetapkan tanggal kadaluarsa yang


sebenarnya.

Uji Stabilitas Dipercepat 2.6.1

Untuk memperoleh nilai kestabilan suatu sediaan


farmasetika

atau kosmetik dalam waktu yang singkat, maka dapat dilakukan uji

stabilitas dipercepat. Pengujian ini dimaksudkan untuk


mendapatkan

informasi yang diinginkan pada waktu sesingkat mungkin dengan


cara

menyimpan sampel pada kondisi yang dirancang untuk


mempercepat

terjadinya perubahan yang biasanya terjadi pada kondisi normal.


Jika

hasil pengujian suatu sediaan pada uji dipercepat selama 3 bulan

diperoleh hasil yang stabil, hal itu menunjukkan bahwa sediaan

tersebut stabil pada penyimpanan suhu kamar selama setahun.

Pengujian yang dilakukan pada uji dipercepat antara lain (Martin,

​ 983).
Swarbick ​et al 1
16
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

1. Elevated temperature

Setiap kenaikan suhu 100​o​C akan mempercepat reaksi 2


sampai 3

kalinya,namun secara praktis cara ini agak terbatas karena

kenyataannya suhu yang jauh di atas normal akan


menyebabkan

perubahan yang tidak pernah terjadi pada suhu


normal.

2. Elevated humidities

Umumnya uji ini dilakukan untuk menguji kemasan produk.


Jika

terjadi perubahan pada produk dalam kemasan karena


pengaruh

kelembaban, maka hal ini menandakan bahwa kemasannya


tidak

memberikan perlindungan yang cukup terhadap


atmosfer.

3. Cycling test

Tujuan dari uji ini adalah sebagai simulasi adanya perubahan

suhu setiap tahun bahkan setiap harinya. Dengan demikian, uji


ini

dilakukan pada suhu atau kelembaban pada interval waktu

tertentu sehingga produk dalam kemasan akan mengalami


tekanan yang bervariasi daripada tekanan
statis.

Uji Stabilitas jangka panjang 2.6.2

Pengujian produk baru biasanya dilakukan pada suhu kamar yang dikendalikan
(30​o​C ± 2​o​C) dengan kelembapan ruangan 75 % ± 5%

kecuali untuk obat yang peka terhadap suhu dilakukan pada suhu

rendah, dengan rentan waktu pengujian pada bulan 0, 3, 9, 13, 18,


24,

36, 48 dan 60. Biasanya pengujian dilakukan sampai bulan ke -36,

tetapi apabila masih memenuhi syarat pengujian harus diteruskan

sampai bulan ke-60.

Uji stabilitas untuk sediaan gel terdiri dari metode ​cycling test​,

penyimpanan suhu rendah, suhu kamar dan suhu tinggi


(Djajadisastra,

2002).

1. Metode ​Cycling Test

Sampel disimpan pada suhu 4​0​C ± 2​0​C selama 24 jam, lalu


dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu 40​0​C ± 2​0​C selama
24

17
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

jam (satu siklus). Uji dilakukan sebanyak 6 siklus atau selama

12 hari kemudian diamati adanya pemisahan fase. Pada


setiap

tahapan dilakukan pemeriksaan adanya


sineresis.

2. Suhu Rendah

Sampel gel disimpan pada suhu rendah (4​0​C ± 2​0​C) selama 7

minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis

(perubahan warna, bau, dan homogenitas), pengukuran pH


dan

pemeriksaan adanya sineresis dilakukan setiap


minggu.

3. Suhu Kamar

Sampel gel disimpan pada suhu kamar (27​0​C ± 2​0​C) selama


7

minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis

(perubahan warna, bau, dan homogenitas), pengukuran pH

setiap minggu. Pengukuran viskositas dan konsistensi


dilakukan

pada minggu ke-0 dan ke-7 serta dilakukan pemeriksaan


adanya

sineresis.

4. Suhu Tinggi

Sampel gel disimpan pada suhu tinggi (40 ± 2​0​C) selama 7

minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptik

(perubahan warna, bau, dan homogenitas), pengukuran pH


dan

pemeriksaan adanya sineresis dilakukan setiap


minggu.

Komponen Gel Rambut 2.7

​ .7.1
Carbopol 940 2
Karbomer dipilih karena memiliki bentuk basis yang bening

transparan dan dengan tekstur yang baik, memiliki stabilitas yang


baik

seperti dapat mengikat air dengan cepat sedangkan pelepasan


cairan

lambat, memiliki viskositas yang paling baik, tidak mengiritasi kulit,

memiliki karakteristik dan stabilitas fisik yang terbaik dalam

formulasi gel dengan konsentrasi gelling agent sebesar 0,5-2 %


(Rowe

et al., 2009). pH optimum sediaan gel dengan menggunakan


karbomer

sebagai gelling agent adalah 6-11 (Rowe ​et


al​,2009).

18
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Sinonim : Acrypol; acrytamer;​carbopol​; acrylic

acidpolimer, Carboxypolymethylene

Rumus molekul : C​3​H4​ ​O2​ ​Bobot


molekul : 4x10​4 ​g/mol

Pemerian : Serbuk putih, higroskopis, sedikit berbau.

Kelarutan : Mengembang di dalam air dan etanol.

Karbomer tidak melarut melainkan

mengembang (Depkes RI,


1995).

pH : 2,5 – 3
Viskositas : 0,5% disperse dalam air sebesar 40.000-

60000 cP.

Inkompatibilitas : Fenol, asam kuat, elektrolit level tinggi,

benzalkonium klorid, natrium

benzoate.

Konsentrasi : 0,5% - 2%

Stabilitas : Stabil, akan menjadi higroskopis bila dipanaskan


pada suhu 400​o​C selama 2 jam

tanpa menghilangkan sifat


pengentalnya.

Kegunaan : Pengemulsi, pembentuk gel, pensuspensi.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan disimpan

dalam tempat yang sejuk dan kering


(Rowe

et al.​ , 2009).

Triehtanolamine 2.7.2

Bentuk pemerian dari TEA adalah cairan kental, berwarna


kuning

pucat hingga tidak berwarna, dapat dicampur dengan aseton, larut

dalam kloroform dan etanol (Rowe ​et al​.,


2009).

Bahan ini sering digunakan pada formulasi sediaan topikal


sebagai

agen penetral, agen pengemulsi, dimana dengan adanya gliserol


akan

bereaksi dengan membentuk sabun anionic dengan pH sekitar 8 –


10,5
dan bersifat stabil.

19
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Apabila terkena udara dan sinar cahaya langsung, maka TEA


akan

mengalami perubahan warna menjadi coklat. Pada formulasi gel,


TEA

berfungsi sebagai agen penetral pH dengan mengurangi tegangan

permukaan dan meningkatkan kejernihan, pada konsentrasi 2-4 %


b/v

(Rowe ​et al.​ , 2009).

Sinonim : ​TEA;Triethylolamine;Trihydroxytriethyl

amine; Tris(hydroxyethyl)amin

Rumus molekul : C​6​H1​ 5​NO​3


Bobot molekul : 149,19

Pemerian : Cairan kental tidak berwarna hingga

kuning pucat, bau lemah mirip dengan

amoniak dan bersifat higroskopik

Kelarutan : Mudah larut dalam air dan etanol (95%)

P, larut dalam kloroform ( Depkes RI,

1995).

pH : 10,5

Konsentrasi : 1:1 sebagai penetral karbomer

Stabilitas : Trietanolamin akan berubah warna


menjadi coklat bila diletakan didaerah

terbuka dan terkena cahaya langsung

homogenitas dapat rusak pada

pemanasan saat pencampuran (Rowe


et

al., 2009).

Kegunaan : Zat pembasa (​alkalinizing agent​),

humektan

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan

disimpan dalam tempat yang sejuk dan

kering (Rowe et al., 2009).

20
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Propilen 2.7.3
glikol ​Propilen glikol merupakan cairan jernih, tidak berwarna,
manis, kental, dan praktis tidak berbau. Senyawa ini larut dalam
aseton, kloroform, air, gliserin, eter dan etanol, namun tidak larut
dalam minyak mineral. Propilen glikol dapat digunakan sebagai
humektan, pelarut, pengawet, ​stabilizer ​dan desinfektan (Rowe ​et al.​ ,
2009).
Sinonim : 1,2-dihidroksipropana,2hidroksipropanol,
metal etilenglikol, metal glikol, propan-
1,2-diol

Rumus molekul : C​3​H​8​O​2 Bobot


​ molekul : 76,09 g/ mol
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, kental,
praktis tidak berbau dengan rasa manis
dan agak pahit seperti gliserin.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan etanol (96%),
gliserin dan air (Depkes RI, 1995)
Konsentrasi : 5 – 80 % sebagai pelarut atau kosolven
pada sediaan topikal.
Kegunaan : Pengawet, pelembab, pelarut, kosolven
yang dapat bercampur dengan air (Voigt ,
1984).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan disimpan
dalam tempat yang sejuk dan kering
(Rowe ​et al.​ , 2009).
2.7.4
Metil paraben ​Nipagin atau metil paraben merupakan serbuk kristal putih atau
tidak berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen
glikol, sedikit larut dalam air. Memiliki aktifitas sebagai pengawet
antimikroba untuk sediaan kosmetik, makanan dan sediaan farmasi.
21
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Efektif pada rentang pH yang besar dan mempunyai spektrum

antimikroba yang luas meskipun lebih efektif terhadap jamur dan

kapang. Campuran paraben digunakan untuk mendapatkan


pengawet

yang efektif. Konsentrasi yang digunakan untuk sediaan topikal

adalah 0,02-0,3 % (Rowe ​et al.​ ,


2009).

Sinonim : Methylis Parabenum, Nipagin, Metil p-

hidroksibenzoat

Rumus molekul : C​8​H​8​O​3 Bobot


molekul : 152,15

Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna, serbuk hablur,

putih tidak berbau, mempunyai rasa sedikit

terbakar
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol (1 : 2), mudah

larut dalam eter (1 : 10), mudah larut dalam

gliserin (1 : 6), mudah larut dalam menthol

(1 : 2), mudah larut dalam propilen glikol (1


: 5), sukar larut dalam air pada suhu 50​o​C
(1

: 400), agak sukar larut dalam air pada


suhu 80​o​C (1 : 30) (Rowe ​et al​., 2009).

Inkompatibilitas Aktifitas antimikroba metil paraben

menurun dengan adanya senyawa


surfaktan

non ionic seperti polisorbat 80, karena

proses pembentukan misel. Namun

keberadaan propilenglikol (15%) telah

menunjukan pengaruh positif terhadap

aktifitas antimikroba metil paraben dan

mencegah interaksi antara polisorbat


dengan

metil paraben

Konsentrasi : 0,02 – 0,3% untuk sediaan topical.

Kegunaan : Sebagai pengawet atau antimikroba dalam

22
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

farmasi, met
rentang
sediaan kosmetik makanan dan sediaan
pH yang luas
membasmi jamur. Aktifitas antimikrobanya et al.​ , 2009).

meningkat dengan meningkatnya panjang


2.7.5
rantai alkil tetapi kelarutan dalam air
atau propil paraben merupakan serbuk
menurun (Zatz ​et al,​ 1996).

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan disimpan

dalam tempat yang sejuk dan kering (Rowe

tidak berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen

glikol, sedikit larut dalam air. Propil paraben memiliki aktifitas

sebagai anti mikroba, umumnya digunakan sebagai pengawet


dalam

sediaan farmasi, kosmetik dan


makanan.

Sinonim : Propylis Parabenum, Nipasol, Propil p-

hidroksibenzoat

Rumus molekul : C​10​H​12​O​3 Bobot


molekul : 180, 20

Pemerian : Propil paraben merupakan serbuk Kristal

berwarna putih, tidak berbau dan


berasa

Kelarutan : Mudah larut dalam aseton, sangat mudah

larut dalam etanol (1 : 1), mudah larut

dalam propilenglikol (1:3,9), mudah larut

dalam eter, agak sukar larut dalam air


pada suhu 80​o​C (1 : 225), sangat sukar

larut dalam air (1: 2500), sangat sukar

larut dalam minyak mineral (1 : 3330)


23
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Senyawa par

(Rowe ​et al.,​ 2009). melawan kap

Inkompatibilitas : Aktifitas antimikroba propil paraben bakteri. Kema

dapat menurun dengan adanya dalam melaw


surfaktan terhadap bak
non ionic sebagai hasil dari gram negatif
pembentukan
Penyimpanan : Dalam wadah tertut
misel
dalam tempa
Konsentrasi : 0,01 – 0,6%
(Rowe ​et al.​ ,
Kegunaan : Propil paraben menunjukan aktivitas
2.7.6
antimikroba pada rentang
t dalam sediaan farmasipH 4-8. Efek
digunakan
antimikrobanya menurun dengan
naiknya

pH karena terbentuk anion fenolat

pelarut dan medium pendispersi. Aquadest merupakan air murni


yang

bebas akan kotoran dan mikroba jika dibandingkan dengan air


biasa

(Ansel, 1989). Air murni biasanya digunakan untuk pembuatan

sediaan farmasi yang mengandung air, kecuali sediaan injeksi


(Ansel,

1989).

Sinonim : ​Purified water​, aqua purificata, aqua,

Hidrogen Oksida
Rumus molekul : H​2​0 Bobot

molekul : 18,02

24
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Pemerian : Terminologi air digunakan untuk

menjelaskan air segar yang langsung


didapat

dari persediaan yang umum dan aman

digunakan sebagai air minum. Kandungan

bahan mineral yang ada dalam air berbeda-

beda tergantung dari tempat dimana air itu

diambil. Untuk keperluan farmasi, air yang

diambil dari sumber terpercaya itu

didestilasi lagi dan dinamakan air suling

(aqua destilata). Air yang dimaksud


haruslah

berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak

berbau dan tidak berasa.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan berbagai pelarut

polar.

Inkompatibilitas : Dalam suatu formulasi farmasetika air dapat

bereaksi secara hidrolisis dengan obat dan

bahan tambahan lain. Air dapat bereaksi


kuat sekali dengan logam alkali serta

oksidanya.

Stabilitas : Air stabil secara kimia dalam berbagai

wujud fisik

Kegunaan : Pelarut dan pembawa dalam sediaan farmasi

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan disimpan

dalam tempat yang sejuk dan kering (Rowe

et al.​ , 2009).

25
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

BAB III ​3

METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu penelitian 3.1

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan


Laboratorium

Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Jalan

Sunter Permai Raya, Jakarta Utara. Waktu penelitian dilakukan pada


bulan
Januari 2019 – Juni 2019.

Alat 3.2

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ​homogenizer ​(Phillips​®​),


rotary evaporator ​(Eyela​®​), penangas air (Memmert​®​), tabung rekasi
(Pyrex), jangka sorong (Wipro​®) ​kompor listrik (Maspion​®​), timbangan
analitik (Ohasus​®​), lemari pendingin (Panasonic​®​), pH meter

(HANNA HI 8424), viskometer ​Brookfield HA/HB series​, oven


(Memmert​®​), spatel, cawan uap, batang pengaduk, alat-alat gelas
(Pyrex),

Moisture Analyzer, botol coklat untuk maserasi dan ​aluminium


foil

Bahan 3.3

Dalam penelitian ini bahan-bahan yang digunakan adalah bonggol

pisang kepok yang berasal dari perkebunan pisang kepok Sukoharjo,


Jawa

Tengah, ​carbopol 940 ​(PT. BRATACO), trietanolamin (PETRONAS

CHEMICAL), propilen glikol (PT. BRATACO), metil paraben (PT.

BRATACO), propil paraben (PT. BRATACO), etanol 70% (PT.

BRATACO ) , NaOH, KOH dan aqua dest (PT.


BRATACO)

Bahan tambahan lain yang digunakan untuk skrining fitokimia


ekstrak

bonggol pisang kepok, serbuk magnesium, reagen HCl ​(p)​, HCl 2N,

FeCl​3​, H​
​ 2​SO​4 ​2N, dan NaOH 2N.
26
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Cara kerja 3.4
Persiapan Bahan Uji 3.4.1
Bahan pada penelitian ini digunakan adalah bonggol pisang kepok
(​Musa balbisiana​) yang diperoleh di perkebunan pisang kepok di
Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia. Kemudian bonggol pisang kepok
dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi Hebarium Bogoriense Biang
Botani LIPI-Cibinong, Bogor untuk memastikan kebenaran tanaman
yang akan diuji.
Pembuatan ekstrak bonggol pisang kepok 3.4.2
Bonggol pisang segar dibersihkan dan dipotong kecil-kecil lalu
dikeringkan tanpa terkena sinar matahari langsung, serbuk simplisia
bonggol pisang kepok (​Musa balbisiana​) sebanyak 1 kg dimaserasi
dengan etanol 70% sebanyak 3 liter, lakukan selama 1 x 24 jam,
sesekali dilakukan pengadukan kemudian disaring dan ampasnya
diremaserasi sebanyak 4 kali, lalu diuapkan dalam ​rotary evaporator
sampai menghasilkan ekstrak kental. (Kanedi et al, 2017).
Karateristik ekstrak ​3.4.3
1. Organoleptik
Pengamatan terhadap ekstrak kental dengan panca indra
meliputi bentuk, warna, bau dan rasa (Depkes,2000).
2. Rendemen
Perbandingan antara berat ekstrak kental yang didapat dengan
berat simplisia yang diekstrak. Ekstrak dihitung rendemen
dengan rumus (Depkes,2000) :
berat ekstrak yang diperoleh
% rendemen = ​
X100%
berat bahan yang diekstrak ​
3. Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah dilakukan pengeringan
pada suhu 105 0​​ C sampai diperoleh
bobot konstan. Ekstrak ditimbang sebanyak 1 g dan masukan ke dalam botol tertutup
yang telah dipanaskan pada suhu 105​0​C
27
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

selama 30 menit. Ekstrak diratakan dengan batang


pengaduk.

Kemudian dimasukan kedalam ke ruang pengeringan, buka


tutup botol dan keringkan pada suhu 105​0​C hingga bobot
tetap.

Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan

tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika

ekstrak sulit mencair dan kering pada pemanasan,


ditambahkan

1 g silika pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada

suhu penetapan hingga bobot tetap. (Depkes,


2010)

4. Kadar Air

Timbang 10 g ekstrak dalam wadah yang sudah ditara,


keringkan pada suhu 105​0​C selama 5 jam dan ditimbang.

Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam


sampai

perbedaan antar dua penimbangan berturut-turut tidak lebih


dari

0,25% (Depkes, 2000).

5. Sisa Pelarut

Cara pengujian untuk cairan yang diperkirakan mengandung

etanol 30% atau kurang yaitu dengan mempipet 25 ml larutan

uji ke dalam alat destilasi, catat destilasi hingga diperoleh

destilat lebih sedikit 2 ml dari volume cairan yang dipipet. Atur


suhu destilat hingga volume sama dengan volume cairan
yang dipipet. Tetapkan bobot jenis cairan pada suhu 25​0​C.
Hitung

presentase dalam volume etanol menggunakan tabel bobot


jenis

dan kadar etanol (Depkes RI,


2000)

Skrining fitokimia ekstrak bonggol pisang kepok


3.4.4

a. Uji Flavanoid

Identifikasi adanya senyawa fenolik dalam suatu cuplikan


dapat

dilakukan dengan pereaksi besi (III) klorida (FeCl​3​) 1% dalam


etanol. Adanya senyawa fenolik ditunjukkan oleh timbulnya

warna hijau, merah ungu, biru atau hitam yang kuat


(Harborne,

1987).

28
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

b. Uji Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam tabung

reaksi, lalu ditambahkan 10 ml aquadest panas dan


didinginkan,

kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit maka akan

terbentuk busa setinggi 1-10 cm dan dengan penambahan 1


tetes
HCl 2N buih tidak hilang (Depkes RI, 1989).

c. Uji Antrakuinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambahkan dengan 5 ml

larutan asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, didinginkan

kemudian ditambahkan 10 ml benzena dengan 2 ml NaOH 2


N,

didiamkan. Apabila terjadi dua lapisan yaitu lapisan berwarna

merah dan lapisan benzena tidak berwarna hal ini


menunjukkan

positif antrakuinon (Depkes RI, 1989).

d. Uji Kuinon

Timbang 500 mg serbuk simplisia tambahkan air sebanyak


50

ml, didihkan selama 5 menit. Pindahkan 3 tetes filtrat pada


kaca

arloji, teteskan larutan natrium hidroksida 1 N. Bila terbentuk

warna merah menunjukkan adanya kuinon (DepKes RI,


1989).

e. Uji Tanin

Sebanyak 1 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml aquadest


lalu

disaring, filtratnya diencerkan dengan aquadest sampai tidak

berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan


1-2

tetes larutan pereaksi besi (III) klorida. Jika terjadi warna biru

atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin

(Farnsworth,1966).
f. Uji Sterol dan triterpenoid

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia tambahkan asam asetat


anhidrat

tambah CHCL​3 ​dan tambahkan H​2​SO​4 ​melalui dinding tabung


reaksi. Jika terbentuk cincin yang berwarna hijau atau merah

menunjukan adanya terpenoid, bila cincin yang berwarna


hijau

atau biru menunjukan adanya steroid. (Depkes,


1995).

29
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
g. Gula Pereduksi
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambahkan dengan 2 tetes
fehling A dan fehling B lalu dipanaskan dipenangas air.
h. Alkaloid
Sebanyak 0.2 g serbuk simplisia ditambahkan dengan HCL, jika
tidak didapatkan campuran bening dilakukan penambahan

NH​4​OH dan kloroform dan HCL 2 N, ambil lapisan air lalu bagi menjadi
​ 4 tabung,
masing-masing tabung di teteskan pereaksi
mayer, dragendorf, boucardad dan tabung lain sebagai
pembanding.
3.4.5
Formulasi sediaan gel Tabel 3.1 Acuan Formulasi Tabel
(Cahyanti, 2018)
Formula (%) Bahan
Fungsi FI (% b/v) FII (%b/v) FIII(% b/v) FIV (% b/v)
Ekstrak bonggol
4 4 4 4 ZatAktif
pisang kepok ​
Gelling
​ ,5 1,0 1,5 2 ​
Carbopol 940 0
Agent
TEA 0,5 1,0 1,5 2 Penetral
Propilenglykol 15 15 15 15 Pelarut
Metilparaben 0,15 0,15 0,15 0,15 Pengawet
Propilparaben 0,05 0,05 0,05 0,05 Pengawet
Air Ad 100 Ad 100 Ad 100 Ad 100 Pelarut
Keterangan : Penimbangan dalam satuan gram
30
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Tabel 3.2 Modifikasi Formulasi Gel
Bahan
Formula b/v (gram)
1​
Fungsi (NaOH)
2
(TEA)
3
(KOH)
4 4 4 Zat aktif
Ekstrak etanol 70% bonggol pisang kapok ​
Carbopol 940 1 1 1 Gelling agent
NaOH 10 1 - - Penetral
TEA - 1 - Penetral
Kalium Hidroksida 10% - - 1 Penetral
Pengawet
Methylparaben 0,18 0,18 0,18 ​
Propyl paraben 0,05 0,05 0,05 Pengawet
Propilenglikol 15 15 15 Humektan
Air suling sampai 100 100 100 Pelarut
31
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Pembuatan sediaan gel 3.4.6

a. Ambil ​Carbopol 940 l​ alu kembangkan dalam air suling

secukupnya diamkan sampai mengembang, Bagi gel menjadi

beberapa bagian, setelah itu tambahkan TEA, NaOH, KOH

sedikit demi sedikit pada massa gel sambil di aduk hingga

homogen sampai terbentuk menjadi gel


(campuran1).

b. Larutkan metilparaben dan propilparaben dalam propilenglikol,


kemudian dimasukan kedalam campuran 1 (campuran
2).

c. Kemudian campuran 2 ditambahkan ekstrak bonggol pisang

kepok dan aduk hingga


homogen.

d. Semua bahan yang telah tercampur ditambahkan sisa air suling

dan dihomogenkan.

e. Kemas sediaan ke dalam wadah yang telah disiapkan, tutup

dengan alumunium foil.

f. Lakukan evaluasi terhadap sediaan.

Evaluasi sediaan gel 3.4.7

Evaluasi dari masing-masing sediaan gel (Kaur ​et al​,


2010 )

a. Pengamatan organoleptis

Sediaan diamati terjadinya perubahan bentuk, timbulnya bau


atau

tidak terjadinya sineresis atau tidak dan perubahan


warna.

b. Pemeriksaan homogenitas

Sediaan diletakan diantara dua kaca objek lalu di perhatikan

adanya partikel-partikel kasar atau ketidakhomogenan


dibawah

cahaya.

c. Pengukuran pH

Uji pH dapat dilakukan menggunakan pH meter. Jika

menggunakan pH meter, mula-mula elektroda dikalibrasi


dengan
standar pH 4 dan pH 7. Kemudian elektroda dicelupkan
kedalam

sediaan, catat nilai pH yang muncul dilayar. Pengukuran

dilakukan pada suhu kamar.

32
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

d. Uji daya sebar atau Kemampuan Menyebar

Sebanyak 1 gram sediaan gel diletakan dengan hati-hati diatas

kaca berukuran 20 x 20 cm. Selanjutnya ditutup dengan kertas

mika dan diberikan pemberat diatas hingga bobot mencapai


125

gram, kemudian diukur diameter yang terbentuk setelah 1


menit

(Niyogi ​et al,​ 2012).

e. Viskositas

Menggunakan alat viskometer ​Brookfield.​ Kemudian ​spindle ​di

celupkan pada sediaan uji sampai batas yang telah ditentukan,


lalu

nyalakan alat dan ubah kecepatan sehingga didapatkan nilai

viskositas.

Uji stabilitas sediaan gel 3.4.8

a. Metode ​Cycling Test

Simpan sediaan gel pada suhu 4°C ± 2°C selama 24 jam, lalu

dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu 40°C ± 2°C selama


24

jam (1 siklus). Uji dilakukan sebanyak 6 siklus atau selama 12

hari. Pada tiap tahapan dilakukan pemeriksaan adanya


sineresis.

b. Suhu Rendah (4°C ± 2°C)

Simpan sediaan gel pada suhu rendah (4°C ± 2 °C) selama 7

minggu. Kemudian dilakukan pengamatan organoleptis dan

pengukuran pH setiap minggu.

c. Suhu Kamar (27°C ± 2°C)

Simpan sediaan gel pada suhu kamar (27°C ± 2 °C) selama 7

minggu. Kemudian dilakukan pengamatan organoleptis,

viskositas, dan pengukuran pH setiap minggu. Pengukuran

viskositas dilakukan pada minggu ke-0 dan


ke-7.

d. Suhu Tinggi (40°C ± 2°C)

Simpan sediaan gel pada suhu tinggi (40°C ± 2 °C) selama 7

minggu. Kemudian dilakukan pengamatan organoleptis,

viskositas, dan pengukuran pH setiap minggu. Pengukuran

viskositas dilakukan pada minggu ke-0 dan


ke-7.

33
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Analisa Data 3.4.9

Data yang diambil berdasarkan pengujian yang dilakukan


yaitu
evaluasi fisik, evaluasi kimia, dan uji stabilitas dibandingkan
dengan

persyaratan pada farmakope Indonesia, jurnal internasional dan


buku

yang sudah di publis. Data pengamatan pH, viskositas dan daya

sebar sediaan gel dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA

dianalisis dengan menggunakan metode statistik desain


SPSS 22.
34
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

BAB IV ​4 ​HASIL DAN


PEMBAHASAN
Determinasi Simplisia 4.1

Determinasi simplisia yang akan digunakan pada ekstrak telah

dibuktikan dengan adanya surat determinasi yang diterbitkan oleh LIPI

Cibinong. Proses determinasi bonggol pisang kepok dilakukan dengan

tujuan mengetahui kebenaran jenis bonggol pisang yang akan


digunakan

dalam penelitian. Sampel penelitian ini termasuk dalam kelompok


pisang

kepok dengan jenis ​Musa balbisiana ​dan suku ​Musaceae b


​ erdasarkan
hasil

dari determinasi.

Ekstraksi Etanol 70 % Bonggol Pisang Kepok (​Musa balbisiana)​


4.2

Bagian yang digunakan pada proses ekstraksi adalah bagian

bonggol. Proses ini dilakukan setelah determinasi untuk memastikan


jenis

tanaman yang digunakan. Bonggol pisang kepok di ekstraksi dengan


cara

maserasi dengan tujuan untuk menghindari rusaknya komponen


senyawa

yang terkandung dalam simplisia.

Maserasi dilakukan selama 1 x 24 jam sebanyak 4 kali


pengulangan

dengan sesekali dilakukan pengadukan untuk mempercepat proses

pelarutan senyawa simplisia dalam pelarut. Simplisia sebanyak 1kg


dalam
pelarut etanol 70 % dengan perbandingan 1:3 dilakukan penyaringan

menggunakan kertas saring, sehingga didapatkan filtrat berupa ekstrak


cair.

Semua filtrat hasil perendaman simplisia dikumpulkan selanjutnya

​ ntuk
dilakukan proses pemekatan menggunakan ​rotary evaporator u

memisahkan ekstrak dari pelarut dan terbentuk 82,4 g ekstrak kental

bonggol pisang kepok.

35
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Karateristik 4.3
ekstrak bonggol pisang kepok 4.3.1
Organoleptik ​Tabel 4.1 Uji Organoleptik Ekstrak bonggol pisang kepok
Uji organoleptik Pengamatan
Warna Cairan kental berwarna kuning-coklat pekat
Bau Lemah Bentuk Cairan kental
Rasa Pahit
4.3.2
Rendemen ​Rendemen merupakan jumlah produk yang dihasilkan dari suatu
produksi. Dapat dikatakan pula sebagai perbandingan antara bobot
ekstrak yang diperoleh dengan bobot simplisia awal. Semakin tinggi
nilai rendemen yang dihasilkan menandakan nilai ekstrak yang
dihasilkan semakin banyak
Tabel 4.2 Hasil Rendemen Ekstrak bonggol pisang kepok
Bobot Simplisia Bobot Ekstrak Kental Rendemen 1000,00 g 82,4 g 8,24 %
Ekstrak yang diperoleh dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol 70% memiliki nilai rendemen sebesar 8,24 % dengan
perhitungan :
82,4
Hasil nilai rendemen Rendemen 8,24% = 1000​
x 100% ​ = 8,24 ​ %
dapat ​ diartikan ​ bahwa ​
ekstrak yang
diperoleh adalah sebesar 8,24% dari bobot 1000 g
4.3.3
Susut Pengeringan ​Penentuan susut pengeringan bertujuan untuk memberikan batas
maksimal besarnya senyawa yang hilang atau menguap selama proses
pengeringan ataupun pemanasan. Nilai susut pengeringan yang
memenuhi syarat sebesar < 13% (Depkes,2010)
36
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Tabel 4.3 Hasil Susut Pengeringan Ekstrak bonggol pisang kepok
Bobot Awal Bobot Akhir Hasil Susut ​
Bobot Botol Timbang Kosong ​ Pengeringan 42.2 g
44,1 g 43,98 g 6,315 %
Ekstrak yang diperoleh dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol 70% memiliki nilai susut pengeringan sebesar 6,315
% dengan perhitungan :
43,44 − 43,36
%Susut Pengeringan = ​
x 100% = 6,315% ​
43,44 − 41,44 ​ Hasil 6,315% menunjukkan bahwa susut pengeringan
ekstrak
etanol 70% bonggol pisang kepok memenuhi syarat yakni kurang dari
13% (DepkesRI,2010)
Kadar Air 4.3.4
Penetapan kadar air bertujuan untuk memberikan batas minimal
atau rentang kandungan air dalam ekstrak. Banyaknya kadar air dalam
ekstrak akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan dapat merusak
senyawa yang terkandung akibat hidrolisis. Nilai kadar air yang
memenuhi syarat pada ekstrak sebesar < 10% (MMI,1995). Pengujian
kadar ini menggunakan alat Moisture Analyzer. Setelah dilakukan
penetapan kadar air ekstrak etanol 70% bonggol pisang kepok (​Musa
Balbisiana​) sebesar 8,23%. Kadar air yang diperoleh ini telah
memenuhi syarat MMI, yakni tidak lebih dari 10%. Jika susut
pengeringan dan kadar air melebihi kadar yang telah ditetapkan
literature, dikhawatirkan simplisia tersebut akan lebih mudah
ditumbuhi ketapang saat penyimpanan sehingga mutu akan menurun.
Kadar Abu Total 4.3.5
Penetapan kadar abu berfungsi untuk menentukan baik atau
tidaknya proses (ekstraksi), melihat bahan pengotor yang tercampur,
ataupun mengetahui zat kontaminan yang terkandung. Mineral
tersebut dapat berupa garam organik, non organik ataupun mineral
yang membentuk senyawa kompleks Pada tahap ini ekstrak
37
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
dipanaskan hingga senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan
menguap sampai yang tertinggal hanya unsur mineral dan anorganik
saja. Nilai kadar abu yang memenuhi syarat pada ekstrak sebesar 3-5
% (voight, 1994).
Tabel 4.4 Hasil Kadar Abu Ekstrak bonggol pisang kepok
Bobot Krus Porselen Kosong
Bobot Ekstrak
Bobot Krus Porselen + Abu Akhir
%Kadar Abu
33,01 g 2,00 g 33,11 g 5%
Ekstrak yang diperoleh dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol 70% memiliki nilai kadar abu sebesar 5% dengan
perhitungan :
33,11 ​ − 33,01
%Kadar Abu = ​ 2,00 ​
x 100% = 5 %

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa kadar abu tersebut


memenuhi standar yang ditetapkan pada syarat pustaka MMI yaitu
sebesar 3-5%. Artinya kemurnian, kontaminasi ataupun zat anorganik
yang terkandung pada ekstrak adalah sebesar 5%.
4.3.6
Sisa Pelarut ​Penetapan sisa pelarut bertujuan untuk memberikan jaminan
bahwa sisa pelarut tidak terbawa dalam ekstrak selama proses
ekstraksi. Karena apabila pelarut etanol masih terkandung dalam
ekstrak akan memberikan efek samping bagi tubuh ataupun stabilitas
gel itu sendiri. Nilai sisa pelarut yang memenuhi syarat dalam ekstrak
sebesar < 1%. ​Tabel 4.5 Hasil Sisa Pelarut Ekstrak bonggol pisang kepok
Bobot Destilat
Bobot Air (g) Bobot piknometer kosong
(g) ​
(g) 25,155 25,164 15,304
38
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Ekstrak yang diperoleh dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol 70% memiliki nilai sisa pelarut sebesar dengan

perhitungan : ​d = 25,155
​ 25,164 g g − − 15,304 15,304 g
= 1,00035 ≈ 0%
g​
Dari hasil diatas apabila dilihat pada tabel alkoholmetrik pada lampiran 23
(Depkes,2010) pada kolom b/b 25​o​C adalah 0, artinya
tidak didapatkan sisa pelarut etanol 70% pada ekstrak
4.3.7
Skrining fitokimia ​Tabel 4.6 Skrining fitokimia ekstrak bonggol pisang kepok
No. ​Golongan
Pereaksi Persyaratan
Senyawa ​
HCl​
Hasil uji ekstrak bonggol pisang kepok 1 Flavonoid ​ p ​+ Logam Mg +
Amil Alkohol
+
Terbentuk Warna merah kuning Jingga ​
Air + Dikocok 10 detik +
2 Saponin ​
HCl encer
Terbentuk busa setinggi 1- 10 cm busa tidak hilang setelah penambahan 1 tetes HCl 2 N
+
H​
3 Antrakuinon ​ 2​SO​4p ​2 N + Benzena
+ NaOH 2 N
Terjadi 2 lapisan yaitu lapisan merah dan lapisan benzene tidak berwarna
-
1. FeCl​
4 Kuinon Air + NaOH 1 N Terbentuk warna merah + 5 Tanin ​ 3 ​1%

2. Gelatin 1%
+​ Kloroform + Asetat ​
Terbentuk warna biru atau hijau kehitaman ​ 6 Triterpenoid ​ Anhidrida +

H​2​SO​4p
+​ Kloroform + Asetat ​
Terbentuk cincin berwarna hijau atau merah ​ 7 Steroid ​ Anhidrida + H​2​SO​4p
- ​ Gula
Tidak terbentuk cincin berwarna hijau atau biru ​ 8 ​
Fehling A + Fehling B Tidak terbentuk ​ endapan
pereduksi ​ merah bata ​
-

9 Alkaloid
1. Perekasi mayer
1. HCL 2 N + Mayer 2. HCL 2 N + Dragendorf 3. HCL 2 N +
Bouchardad
terbentuk endapan putih kuning 2. Perekasi dragendof
terbentuk merah bata 3. Perekasi Bouchardad
terbentuk endapan coklat hitam

- ​+ -
39
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Evaluasi 4.4
Awal Gel Ekstrak Bonggol Pisang Kepok ​Evaluasi awal dilakukan pada gel ekstrak
bonggol pisang kepok yang
dimana pemeriksaan dilakukan pada suhu kamar dengan parameter uji
adalah pengamatan organoleptik, viskositas dan pH. Sebelum dilakukan
penambahan penetral Carbopol 940 adapun data yang didapat adalah Warna
gel yang keruh dengan pH hanya mencapai angka 4,1 dan nilai viskositas
nya 1350 ps, Hasil pengujian formula dengan penetral adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.7 Pemeriksaan awal sediaan gel
Formula
Viskositas
Jenis pengamatan Warna Bau Konsistensi Homogenitas pH ​
(ps) ​I NaOH
Jernih-coklat kejinggaan (+)
Bau khas (+)
Gel lebih kental (+)
Homogen
(+)
5,9
(+)
3120
(+) II TEA
Jernih-Coklat kejinggaan (+)
Bau khas (+)
Gel kental
(+)
Homogen
(+)
5,89
(+)
2980
(+) III KOH
Jernih-Coklat kuning pekat (+)
Bau khas (+)
Gel sedikit kental (+)
Homogen
(+)
5,82
(+)
2930
(+)
Keterangan : (+) = Memenuhi syarat
Syarat : Sediaan gel harus kental ( Farmakope Indonesia Edisi III )
Sediaan gel harus jernih ( Farmakope Indonesia Edisi III )
Aroma Sesuai Ekstrak ( Farmakope Indonesia Edisi III )
Semua sediaan farmasi harus homogen ( Farmakope Indonesia Edisi III )
Nilai viskositas sediaan gel yang baik yaitu 2000-4000 Ps (Garg dkk, 2002)
Sesuai dengan pH kulit kepala 5 - 6,5 (Grag dkk, 2002)
Dari tabel-tabel diatas dapat dilihat bahwa secara kasat mata ketiga
formula membentuk gel dengan kekentalan berbeda. Adapun syarat pada
pustaka Handbook of pharmaceutical exipiens adalah 0,4 g NaOH dapat
menetralkan 1 gram carbopol. 1,35 gram TEA dapat menetralkan 1 g
carbopol 940 (Voight,1995) dan menurut (Tita,2010) penggunaan NaOH
40
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

dipercaya memang lebih stabil dari KOH, karena ion Na lebih mudah
terikat

pada gugus COOH dibanding ion K. Beberapa bukti tersebut terbukti


pada

hasil penelitian diatas yang menunjukkan bahwa formula NaOH memiliki

nilai viskositas yang lebih tinggi diikuti formula dengan TEA dan formula

dengan KOH.. Menurut persyaratan, penampilan gel yang baik adalah

berwarna jernih, warna jernih ini memang hanya akan terjadi bila
dilakukan

penambahan penetral. Dari segi bau dan homogenitas, ketiga formula

berbau khas bonggol pisang kepok dengan campuran homogen. Untuk


pH,
ketiga formula tersebut memenuhi syarat pH kulit kepala yaitu 5-6,5

sehingga aman digunakan pada kulit kepala. Karena pH yang rendah


dapat

menyebabkan kulit menjadi iritasi, sebaliknya bila pH tinggi akan

menyebabkan sisik pada kulit. (Grag dkk, 2002). Dari pemeriksaan


awal,

formula dengan bahan penetral NaOH menunjukkan penampilan fisik


gel

yang lebih baik dibandingkan formula


lainnya.

Pengamatan organoleptik dan homogenitas


4.4.1

Pemeriksaan organoleptik meliputi pemeriksaan perubahan

warna, konsistensi, bau, dan homogenitas. Pengamatan terhadap

konsistensi, bau dan warna dilakukan secara visual pada metode


cycling test ​sampai 6 siklus dan pada, suhu rendah (4±2​0​C), suhu
kamar (27±2​0​C) dan dan suhu tinggi (40±2​0​C) selama 7 minggu.

Dari tabel hasil pengamatan organoleptis tidak terlihat


perubahan

yang signifikan. Konsistensi sediaan masih dalam bentuk gel


kental.

Perbedaan hanya terlihat pada penyimpanan suhu tinggi minggu


ke-6

dan minggu ke-7, sediaan gel berubah warna menjadi kecoklatan

sedikit lebih pekat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh


penurunan

stabilitas akibat suhu dan zat kontaminan lainnya dan dari data
pada
lampiran 21 didapatkan hasil bahwa FI, FII , FIII memenuhi syarat
gel

yg baik secara organoleptis.

41
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Stabilitas 4.5
Fisik Sediaan Gel Rambut Ekstrak Bonggol Pisang Kepok ​Uji stabilitas sediaan gel
terdiri dari metode ​cycling test​, penyimpanan
suhu rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi. Pengamatan yang dilakukan
meliputi :
4.5.1
Cycling test C ​ ycling test ​merupakan pengujian sediaan menggunakan
perubahan suhu dan kelembapan padaa interval waktu tertentu
sehingga produk dan kemasan mengalami tekanan yang bervariasi
daripada tekanan kontan yang sering kali lebih parah dibandingkan
pada satu kondiri saja.
Pengujian ​cycling test ​dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran terjadinya sineresis pada gel yang dapat terjadi
akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Sineresis menimbulkan
cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel.
Pemeriksaan sineresis dilakukan pada metode ​cycling test,
penyimpanan suhu rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi.
Tabel 4.8. Hasil Pengamatan Sineresis Sediaan Gel
Metode pengujian
Waktu Penyimpanan
Formula FI (​NaOH​)
FII (TEA)
FIII (​KOH​) ​Cycling test ​Siklus 1 - - - Siklus 2 - - - Siklus 3 - - - Siklus 4 - - - Siklus 5 - - -
Siklus 6 - - - Suhu rendah Minggu ke-1 - - - Minggu ke-2 - - - Minggu ke-3 - - - Minggu
ke-4 - - - Minggu ke-5 - - - Minggu ke-6 - - - Minggu ke-7 - - -
42
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Lanjutan tabel 4.8 Hasil Pengamatan Sineresis Sediaan
Gel​.

Suhu kamar Minggu ke-1 - - - Minggu ke-2 - - - Minggu ke-3 - - -


Minggu ke-4 - - - Minggu ke-5 - - - Minggu ke-6 - - - Minggu ke-7
- - - Suhu tinggi Minggu ke-1 - - - Minggu ke-2 - - - Minggu ke-3 -
- - Minggu ke-4 - - - Minggu ke-5 - - - Minggu ke-6 - - - Minggu
ke-7 - - -

Keterangan:

(+) = Sineresis (-) = Tidak sineresis

Sineresis merupakan salah satu indikator kestabilan gel. Hasil

pemeriksaan menunjukkan bahwa pada ketiga formula tersebut


tidak

terjadi sineresis. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga formula gel

tersebut stabil.

Penyimpanan pada suhu rendah suhu kamar suhu tinggi.


4.6

Pengukuran pH 4.6.1

Parameter penting yang menentukan stabil atau tidaknya


suatu

sediaan yaitu kestabilan pH. Sediaan topikal harus berada pada


rentan

pH sesuai dengan pH kulit yang berkisar 4,5- 6,5. pH tidak


dianjurkan

terlalu asam karena dapat menimbulkan kulit iritasi dan juga tidak

diajurkan terlalu basa karena dapat menyebabkan kulit


bersisik.
43
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Tabel 4.9. Hasil pengujian pH sediaan gel ekstrak Bonggol Pisang


Kepok

WAKTU DINGIN RUANG PANAS KATEGORI

MINGGU 0 5,9 5,9 5,9 NaOH MINGGU 1 5,88 5,9 5,86


NaOH MINGGU 2 5,86 5,88 5,85 NaOH MINGGU 3 5,82
5,85 5,81 NaOH MINGGU 4 5,79 5,8 5,76 NaOH
MINGGU 5 5,79 5,79 5,75 NaOH MINGGU 6 5,77 5,78
5,73 NaOH MINGGU 7 5,74 5,76 5,71 NaOH MINGGU 0
5,89 5,89 5,89 TEA MINGGU 1 5,84 5,88 5,79 TEA
MINGGU 2 5,8 5,86 5,76 TEA MINGGU 3 5,77 5,81 5,72
TEA MINGGU 4 5,76 5,78 5,69 TEA MINGGU 5 5,69 5,7
5,67 TEA MINGGU 6 5,65 5,69 5,64 TEA MINGGU 7
5,64 5,68 5,63 TEA MINGGU 0 5,82 5,82 5,82 KOH
MINGGU 1 5,74 5,79 5,7 KOH MINGGU 2 5,7 5,73 5,67
KOH

MINGGU 3 5,69 5,71 5,65 KOH

MINGGU 4 5,66 5,68 5,63 KOH

MINGGU 5 5,65 5,65 5,62 KOH

MINGGU 6 5,63 5,64 5,62 KOH

MINGGU 7 5,62 5,63 5,61 KOH

Berdasarkan hasil pemeriksaan pH dari masing-masing formula


sediaan

gel selama penyimpanan 7 minggu pada suhu rendah, suhu kamar, dan
suhu

tinggi dapat dilihat bahwa pada ketiga formula terjadi penurunan pH


seiring

dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Penurunan pH tersebut


dapat

disebabkan karena faktor lingkungan seperti suhu dan cara


penyimpanan

yang kurang baik sehingga masuknya gas-gas asam yang masuk


kedalam

​ 012).
sediaan gel (Ida ​et al, 2

44
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Dari ketiga formula, masih dalam batas aman pada suatu formula,
(​Draelos et al, 2006)​ . Dari semua formula, NaOH lah yang hanya
mengalami penurunan pH terendah. Hal itu membuktikan penetral NaOH
menyetabilkan formula dengan lebih baik dibanding formula yang lain.
Adapun ketiga formula ini memenuhi persyaratan pH yang baik yaitu 4,5-
6,5 (Garg dkk,2002)
Gambar 4.1 Grafik Perubahan pH pda suhu Rendah (4​0​C± 2​0​C)
5,95
5,9
5,85
5,8
5,75
5,7
NaOH
5,65
TEA
5,6
KOH
5,55
5,5
5,45
Minggu 0
Gambar 4.2 Grafik Perubahan pH pda suhu kamar
5,45
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Minggu 5
Minggu 6
Minggu 7
5,95 5,9 5,85 5,8 5,75 5,7
NaOH 5,65 5,6
TEA
5,55
KOH
5,5
45
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Gambar 4.3 Grafik Perubahan pH pda suhu Tinggi (40​0​C±2​0​C)
5,95
5,9
5,85
5,8
5,75
5,7
NaOH 5,65
KOH 5,6
TEA 5,55
5,5
5,45
Berdasarkan uji stabilitas terhadap pH dibuktikan dengan analisa
ANOVA ​one way ​yang menyatakan pengaruh pH memiliki nilai memiliki
p-value 0​ ,006 (​p-value<
​ 0,05), hal ini menunjukan adanya perbedaan
signifikan pH pada masing-masing formula tiap minggunya. Analisa
lanjutan mengunakan ​post hoc test turkey HSD ​menunjukan bahwa keempat
formula memiliki perbedaan pH signifikan tiap masing-masing formula
dengan ​p-value < ​ 0,05. Namun pengujian pada suhu panas penurunan
pHnya lebih tinggi dibanding pada suhu yang lain, hal ini bisa terjadi karena
bahan yang terkandung dalam sediaan mengalami oksidasi dan carbopo 940
memang mengalami penurunan stabilitas pada suhu tinggi. Adapun Formula
I memiliki nilai pH yang baik untuk uji stabilitas karena memiliki grafik
dengan perubahan yang lebih rendah dan stabil. Semua formula memenuhi
persyaratan pH yang baik yaitu 4,5-6,5 (Grag,2000)
4.6.2
Pengukuran viskositas ​Viskositas merupakan salah satu indikator kestabilan sifat fisik
gel.
Untuk stabilitas fisik bisa dilihat dari perubahan viskositas gel selama
46
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
penyimpanan satu bulan. Pengukuran viskositas dilakukan pada
minggu ke-1 dan 7 pada suhu kamar dan suhu tinggi.
Pemeriksaan viskositas pada penyimpanan suhu kamar
memperlihatkan kestabilan viskositas gel jika disimpan pada kondisi
normal dalam pemakaian sehari-hari. Sedangkan pemeriksaan
viskositas pada suhu tinggi memperlihatkan jika gel disimpan pada
tempat yang panas, misalnya penyimpanan di mobil saat
pendistribusian. Hasil pengukuran uji pH ketiga formula pada suhu
kamar dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.10 Hasil pengujian Viskositas sediaan gel
Tabel 4.11 Distribusi Uji Kruskal-Wallis Formula terhadap Total Penurunan
Viskositas
Variabel Mean SD Min Max p-Value
Total Penurunan Viskositas ​Suhu penyimpan an
Minggu
76,00 31,490 26 110 0,156 ​Viskositas ​
0
(cps) Minggu
1
Minggu 2
Minggu 3

Total penurunan
​ ​Form ulasi
Minggu
Minggu
Minggu
Mingg 4
5
6
u 7 I 27​0​C±2​0​C 3120 3115
(-5)
3110
3107
3105
3102
3100
30943 (-5)
(-3)
(-2)
(-3)
(-2)
(-5)
26
40​0​C±2​0​C 3120 3113
(-7)
3110
3095
3089
3087
3075
3067 (-3)
(-5)
(-6)
(-2)
(-12)
(-9)
44
II 27​0​C±2​0​C 2980 2965 (-25)
75
40​0​C±2​0​C 2980 2960 (-20)
2960
2950
2945
2930
2915
2906 (-5)
(-5)
(-5)
(-5)
(-15)
(-15)
102
III 27​0​C±2​0​C 2930 2920 (-10)
2950
2925
2917
2900
2890
2878 (-10)
(-25)
(-8)
(-17)
(-10)
(-12)
85
40​0​C±2​0​C 2930 2900 (-30)
2910
2900
2890
2870
2850
2845 (-10)
(-10)
(-10)
(-20)
(-20)
(-5) 2880
2870
2861
2845
2835
2810
110 (-10)
(-10)
(-9)
(-36)
(-10)
(-25)
47
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Dari hasil uji statistik diatas didapatkan bahwa rata-rata nilai


total

penurunan viskositas pada keseluruhan formula sebesar 76,00.


Nilai

minimum total penurunan viskositas adalah sebesar 26 sedangkan

nilai maksimum total penurunan viskositas adalah sebesar 110.


Total

penurunan viskositas pada antar formula terdapat perbedaan


namun
tidak signifikan dengan p-Value = 0,156. Dikarenakan jumlah data

terlalu sedikit sehingga tidak dilakukan uji anova namun dilakukan


uji

Kruskal-Wallis.

Tabel 4.12 Post-Hoc Test ( Uji Bonferroni ) berdasarkan


Total

Penurunan Viskositas

Multiple Comparisons
Lower
Upper
Upper
(J)
Upper
Formula Upper
Mean
95% Confidence Interval
Bound
fference (I- Bound
Bound
Std. Error Sig.
Bound
Std. Error Sig.
Bound
Lower
Lower

Formula 1 Formula 2 6.500 17.502 1.000 -78.50 91.50

Formula 3 58.000 17.502 .136 -27.00 143.00

Formula 2 Formula 1 -6.500 17.502 1.000 -91.50 78.50

Formula 3 51.500 17.502 .181 -33.50 136.50

Formula 3 Formula 1 -58.000 17.502 .136 -143.00 27.00

Formula 2 -51.500 17.502 .181 -136.50 33.50

Berdasarkan uji lanjutan (post-hoc test) dengan menggunakan

Bonferoni Test didapatkan bahwa ada perbedaan pada tiap


formula

terhadap nilai total penurunan viskositas. Formula 1 mempunyai


nilai

total penurunan viskositas terendah yang berarti mempunyai nilai

viskositas terbaik, diikuti oleh formula 2, dan viskositas terburuk

adalah formula 3.

48
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Gambar 4.4 Grafik uji viskositas
4.6.3 Kemampuan Menyebar
Tabel 4.13 Hasil evaluasi kemampuan menyebar
Tabel 4.14 Hasil evaluasi kemampuan menyebar sediaan
pada suhu kamar
Pengamatan
F III ​F II
FI
Formula
Pengamatan
III ( KOH )
I ( NaOH ) II ( TEA ) ​
54
Diameter (mm) 49 51 ​
27
Jari-jari (mm) 24,5 25,5 ​
Kemampuan menyebar
1886,5 2291,1 2043,6 ​
F = π r​2 ​Minggu ke- 7
FI (NaOH) F II (TEA) F III (KOH)
Diameter (mm) 49,5 53 55
Jari-jari (mm) 24,75 26,5 27,5
Kemampuan menyebar
2
F=πr​
1925,1 2376,1 2207,0
49
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Tabel 4.17 Hasil evaluasi kemampuan menyebar
sediaan
pada suhu tinggi

F 2 (TEA ) F 3 ( KOH)
F 1 (NaOH) ​
Pengamatan
Minggu ke- 7

Diameter (mm) 50 57,2 47,5

Jari-jari (mm) 25 28,6 23,75

Kemampuan F=πr​2
menyebar 1965,5 2570,7 1772,7

Dari hasil pemeriksaan stabilitas kemampuan menyebar


sediaan

gel bahwa semakin lama penyimpanan terjadi peningkatan

kemampuan menyebar sediaan gel ekstrak bonggol pisang kepok


pada

suhu kamar 27​0​C maupun suhu tinggi 40​0​C karena menurunya

viskositas, nilai kemampuan menyebar sediaan gel berbanding


terbalik

dengan viskositas. Kemampuan menyebar gel berpengaruh saat

digunakan pada rambut, jika kemampuan menyebar terlalu besar

maka gel akan terkesan lebih cair yang menimbulkan rasa kurang
nyaman ketika digunakan pada rambut, pada gel ekstrak bonggol

pisang kepok ini gel di kelompokkan menjadi gel semi kaku


sehingga

dalam mengaplikasian gel dapat menempel di rambut dengan baik.

Gel dengan diameter penyebaran kurang dari atau sama dengan


50

mm maka gel tersebut dikelompokan menjadi gel semi kaku,

50
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
sedangkan gel yang diameter penyebaranya antara 50 mm – 70 mm
dikelompokkan menjadi gel semi cair, sedangkan > 70 mm
dikelompokkan menjadi gel cair (Garg dkk, 2002).
Tabel 4.18 Distribusi Uji Kruskal-Wallis Formula terhadap diameter
Variabel Mean SD Min Max p-Value
Diameter Sebar 52,033 3,6751 47,5 57,2 0,368
Dari hasil uji statistik diatas didapatkan bahwa uji daya sebar
terhadap formula ada perbedaan namun tidak signifikan dimana nilai p
didapatkan sebesar 0,368. Diameter sebar paling kecil sebesar 47,5 cm
sedangkan diameter terbesar 57,2 cm. Karena jumlah data terlalu sedikit
sehingga tidak dilakukan uji annova namun dilakukan uji Kruskal-Wallis.
Tabel 4.19 Uji Post-Hoc (Bonferroni) Antar Formula Berdasarkan Diameter
Sebar
Multiple Comparisons
(I) Formula (J) Formula
95% Confidence Interval Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
Lower Bound
Upper Bound Formula 1 Formula 2 -5.3500 3.5152 .676 -22.422 11.722

Formula 3 -1.5000 3.5152 1.000 -18.572 15.572 Formula 2 Formula 1 ​-3.8500 3.5152 1.000

-20.922 13.222
Formula 3 1.5000 3.5152 1.000 -15.572 18.572 Formula 3 Formula 1 3.8500 3.5152 1.000
-13.222 20.922
Formula 2 5.3500 3.5152 .676 -11.722 22.422
51
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Berdasarkan uji lanjutan (post-hoc test) didapatkan bahwa ada

perbedaan pada tiap variabel namun tidak signifikan. Formula 1

mempunyai nilai terkecil terhadap daya sebar artinya formula 1 lebih


baik

daripada formula yang lain. Uji daya sebar dengan nilai terburuk
adalah

formula 3.

FI F II F III

Gambar 4.5 Grafik uji kemampuan


menyebar

4.6.4 Hasil Analisa Data

Berdasarkan FI, FII, FIII data evaluasi dari gel dalam uji

organoleptis, viskositas, uji kemampuan menyebar, pH, dan


cycling
test yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Hasil ada pada

lampiran 22, 23 dan 24

52
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

4.6.5. Rekap Uji Kuantitatif

Uji ​
Formula ​ Total Ranking ​Viskositas Sebar pH

Formula 1 1 1 1 3 1

Formula 2 2 2 1 5 2

Formula 3 3 3 1 7 3

Berdasarkan uji kuantitatif yang terdiri dari uji viskositas, uji sebar, dan uji pH

didapatkan bahwa formula 1 adalah yang terbaik diantara 2 formula yang lain.

Formula 2 adalah formula 3.


53
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

BAB V ​5

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan

bahwa:

1. Ekstrak bonggol pisang kepok dapat dibuat menjadi sediaan gel yang

stabil secara fisik, yang dapat dilihat dari penampilan fisik yang
tercampur

secara homogen dan tidak mengalami perubahan warna dan


bau.

2. ​Carbopol ​940 dapat digunakan sebagai ​Gelling Agent ​dalam


pembuatan

sediaan gel ekstra bonggol pisang kepok yang stabil secara fisik dan
kimia,

dapat dilihat dari penampilan fisik dan gel tidak mengalami


sineresis.

3. Dari ketiga formulasi dengan perbandingan perbedaan penetral yang

​ idapatkan bahwa formulasi dengan


terdiri dari NaOH, TEA dan KOH​, d
zat

penetral NaOH menghasilkan sediaan gel rambut ekstrak bonggol


pisang

kepok lebih baik dengan bentuk jernih terhadap sifat fisik gel

dibandingkan dengan zat penetral TEA dan KOH dilihat dari evaluasi

organoleptis dan uji stabilitas gel sesuai dengan persyaratan


Farmakope

Indonesia Edisi III.


4. Dari hasil analisa data, formula I dengan zat penetral NaOH adalah

formulasi yang paling baik dan memenuhi syarat gel dibandingkan

Formulasi II dengan zat penetral TEA dan Formulasi III dengan zat

penetral KOH.

54
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

B. Saran

Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan kimia


ekstrak

bonggol pisang kepok yang berperan terhadap aktivitas anti bakteri dan

mekanismenya dan lakukan uji aktivitas untuk anti ketombe gel ekstrak
bonggol

pisang kepok
55
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

DAFTAR PUSTAKA ​6
Allen LV. ​The art, science, and technology of pharmaceutical componding.​
Washington D.C. American Pharmaceutical Association, 1998. Hal 201,
207-9, 302-11.

Ansel, C.H. 2005. ​Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi​. Edisi VIII.


Diterjemahkan
oleh Farida Ibrahim. Jakarta : UI
Press

Astuti D.P., Husni P., Hartono K., 2017. ​Formulasi dan uji stabilitas fisik
sediaan gel antiseptik tangan minyak atsiri bunga lavender (Lavandula
angustifolia Miller : ​Farmaka

Dahlan,M. S., 2009. ​Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan.​ Jakarta.


Salemba
Medika. Hal 187-189,209.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. ​Formularium Kosmetika


Indonesia.​ Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. ​Farmakope Indonesia


Edisi III.​
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. ​Farmakope Indonesia


Edisi IV​.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. ​Materia Medika Indonesia​.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2000. ​Parameter Standar Umum


Ekstrak Tanaman Obat​. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan.
Djajadisastra, J. 2004. ​Cosmetic Stability​. Departemen Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Depok:
Seminar Setengah Hari HIKI.

Draelos, Z.D. & L.A, Thaman.2006. ​Cosmetic Formulation of Skin Care


Product.​
New York: Taylor & Francis Group.P.377

Farnworth, N.,R. 1966. ​Biological and Phytochemical screening of Plant.​


Journal
of Pharmaceutical Sciences,
55:59

Garg, A., D. Aggarwal, S. Grag & A. K, Sigla. 2002. ​Spreading of Semisolid


Formulation.​ USA: Pharmaceutical Technology. Harborne.J.B .1996. ​Metode
Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan (​ K. Padmawinata, dan I. Soediro, Penerjemah).
Bandung.

56
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Howard C. Ansel. ​Pengantar sediaan farmasi​. Edisi keempat. Jakarta;


Universitas
indonesia Press; 1989. hal.
390-3

Ida N. Dan Noer S. F., 2012, ​Uji Stabilitas Fisik gel Ekstrak Lidah Buaya
(Aloe
Vera)​, Majalah Farmasi dan
Farmakologi.

Indrawati,T. 2010. ​Formulasi sediaan kosmetik setengah padat​. Penerbit


ISTN:jakarta. J.S Sam. 2013. ​Formula dasar kosmetika Edisi II.​ Jakarta :
Garandi Academic
Press. Kaur, L., Grag, R., & Gupta, G. ​Development And Evaluation Of Topical
Gel of Minoxidil from Different Polymer Bases in Application of
Alopecia.International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences​,
43-47 Kanedi, M., Yusuf, M,. ​el al.​ 2017. ​Herbal Gel Containing Corm Extract
of Pisang Kepok (Musa balbisiana) Promote Hair Growth of Rabbit​. Bandar
Lampung. European Journal of Biomedical and Pharmaceutical Science.
Lachman L, Lieberman HA, kanig JL. ​Teori dan praktek Farmasi Industri.​
Edisi
kedua. Universitas Indonesia,
1994.

Lachman L, Lieberman HA, kanig JL. 1994. ​Teori dan praktek Farmasi
Industri.​
Edisi ketiga. Universitas Indonesia,.

Martin A, bustamenpe P, Chun AHC.1993.​Physical Pharmacy. 4​th ed.
Philadelphia,​ London: Lea &Febiger. Hal 453-0, 480-7,
496-7.

Mitsui, T. 1998. New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science


B.V

Niyogi, P., N. J. Raju, P. G. Reddy, dan B.G. Rao. ​Formulation and


Evaluation of Antiinflammatory Activity of Solanum Pubescens Wild Extracts
Gel on Albino Wistar Rats. International Journal of Pharmacy​. 2(3): hal
484-490.

Praba, J. 2011. ​Segudang Manfaat Pisang.​ Surakarta: Radar


Buton.

Priskila, V. 2012. ​Uji Stabilitas Fisik dan Uji Aktifitas Pertumbuhan Rambut
Tikus Putih Jantan dari Sediaan Hair Tonoc Yang Mengandung Ekstrak Air
Bonggol Pisang Kepok ( Musa balbisiana ).​ Depok: Fakultas Farmasi UI

Rahma, N., Farmawati., N., & Saleh., Agung Ismail. 2013. ​Uji Aktifitas
Sediaan Tonik Penumbuh Rambut Ekstrak Metanol dari Bonngol Pisang
Kepok ( Musa balbisina ) pada tikus putih jantan.​ ​Jurnal BIMFI vol 2 No 1.​
Depok: Fakultas Farmasi UI. Hal 32-36

Raymon C Rowe, Paul J. Sheskey. 2009. ​Handbook of Pharmaceutical



Excipents.6th
​ ed .​ London: Pharmaceutical. Hal 441-4, 592-8, 654-5,
754.

Saifudin, A., Rahayu ., & Teruna. 2011. ​Standarisasi Bahan Obat Alam​.
Graha
Ilmu : Yogyakarta.

57
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Saputra, Viki,. 2016. ​Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Rambut
Yang Mengandung Ekstrak Metanol Bonggol Pisang Kepok ( Musa
paradisiaca). J​ akarta. Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945.

Soekarto, Soewarno T. 1981.​Penilaiaan Organoleptik Untuk Industri Pangan


dan
Hasil Pertanian​. Institut Pertanian Bogor :
PUSBANGTEPA.

Tjitrasoepomo, Gembong. 1999. ​Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta)​.


Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.

Tranggono, Retno Iswari & Latifah, Fatma. 2007. ​Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan Kosmetik​. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

Voight, Rudolf. 1994. ​Buku Pelajaran Teknologi Farmasi​. Yogyakarta: Gajah


Mada University Press.

Wasitaatmadja, S.M. 1997. ​Penuntun Ilmu Kosmetik Medik​. Jakarta:


Univeristas
Indonesia Press.

Zatz JL, Berry JJ, Alderman DA. 1996. ​Viscosity-imparting agents in disperse
systems.​ In Lieberman HA, Rieger MM, Banker GS, Aulton ME, editors.
Pharmaceutical dosage forms: Disperse systems 2nd ed. Vol.I. New York:
Marcel Dekker, Inc. p. 85-6, 296, 298, 304, 399-417.
58
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Pembuatan Ekstrak Bonggol Pisang Kepok
Bonggol Pisang Kepok ​Determinasi Pencucian,
​ Pengeringan,
Penghalusan
Serbuk Bonggol Pisang Kepok sebanyak 1kg
Ekstraksi Maserasi dengan etanol 70% 3liter selama 4x24 jam
Maserat
Pemekatan dengan ​Rotary Evaporator
Organoleptik

Ekstrak Kental Bonggol Pisang Kepok sebanyak 82,4 g ​1. Rendamen Ekstrak 2. Susut pengeringan 3.
Kadar Air 4. Kadar Abu 5. Sisa pelarut
Skrining fitokimia
Pembuatan gel dengan basis carbopol 940 dan penambahan penetral TEA, Identifikasi :
NaOH, KOH untuk melakukan 1. Tanin
perbandingan 2. Flavanoid 3. Steroid 4. Gula Pereduksi 5. Antarkuinon 6. Kuinon 7. Alkaloid 8.
Terpenoid
59
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
h

(4​0​C±2​0​C)
Lampiran 2. Alur penelitian Suhu Tinggi
(40​0​C±2​0​C)
Suhu Tinggi
Pembuatan gel rambut
(40​0​C±2​0​C)
bonggol pisang kepok Suhu Kamar
(27​0​C±2​0​C)
Suhu Kamar
(27​0​C±2​0​C)
Gel rambut Suhu Kamar
1. Organoleptik 2.
(27​0​C±2​0​C)
Homogenitas 3.
Suhu Kamar
Ph 4. Viskositas
(27​0​C±2​0​C)
5. Daya sebar

Cycling test
Evaluasi gel rambut :

Uji stabilitas
homogenitas 3. pH
4. Visko

1. Organoleptik 2.
Homogenitas 3.
pH
1. Organoleptik 2.
homogenitas 3. Ph
4. Visko 5. Daya
sebar
1. Organoleptik 2.
homogenitas 3. pH
60
4. Visko
1. Organoleptik 2.
Lampiran 3. Proses Ekstraksi Bonggol Pisang Kepok
Pembersihan bonggol penjemuran simplisia serbuk
ekstraksi dengan metode
maserasi
pemekatan dengan rotary
penyaringan ​
evaporator
ekstrak kental
61
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Lampiran 4. Alat-alat Penelitian


Timbangan Analitik ​Kulkas Oven

Homogenaizer Viskometer
Jangka Meter ​

pH meter
Desikator Tanur ​
62
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Lampiran 5. Hasil Skrining Fitomia Ekstrak Bonggol Pisang Kepok (​Musa
balbisiana​)
alkaloid
flavonoid Saponin ​
(pereaksi bouchardad)
gula pereduksi tanin alkaloid (pereaksi dragendof)

steroid ​terpen alkaloid


​ (pereaksi mayer)
63
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Lampiran 6. Sediaan Gel Ekstrak Bonggol Pisang Kepok (​Musa


balbisiana​)

Gel penyimpanan suhu rendah (4​0​C± 2​0​C) Gel penyimpanan suhu kamar
(27​0​C±2​0​C)
Gel penyimpanan suhu tinggi
(40​0​C±2​0​C)

Keterangan : Gambar dari minggu ke-0 ,1, 3,5 dan


7
64
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Lampiran 7. Determinasi Bonggol Pisang Kepok ​(Musa


balbisiana)

Titi Novi Yanti


65
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Desember 2018

Anda mungkin juga menyukai