Anda di halaman 1dari 123

PRESENTASI DIRI PEKERJA SEKS KOMERSIAL

EMPORIUM JAKARTA
(Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Pekerja Seks
Komersial di Emporium Jakarta)
SKRIPSI

Diajakukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Gelar Sarjana Ilmu


Sosial dan Politik Konsetrasi Humas Program Studi Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh
Dhita Sekar Annisa
6662120373

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2016

1
i
ii
iii
iv
v
vi

ABSTRAK

Dhita Sekar Annisa, NIM 6662120373. Skripsi. Presentasi Pekerja Seks


Komersial Emporium Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri
Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta). Pembimbing I: Naniek
Afrilla Framaniek, S.Sos., M.Si dan Pembimbing II: Husnan Nurjuman,
S.Ag., M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial
(Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial Di
Emporium Jakarta). Sub fokus pada penelitian ini yaitu front stage, dan juga back
stage dari Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta. Kedua sub fokus tersebut
diharapkan dapat mengerucutkan arah penelitian agar mendapatkan hasil yang
diharapkan.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
studi dramaturgi, dan objek penelitiannya adalah PSK. Pemilihan informan
menggunakan teknik purposive sampling, informan penelitian berjumlah dua
orang dari PSK di Emporium Jakarta. Perolehan data penelitian ini berasal dari
wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, penelusuran data online, dan juga
studi pustaka. Teknik analisis data dengan mereduksi data, mengumpulkan data,
menyajikan data, menarik kesimpulann, dan evaluasi. Serta uji keabsahan data
dengan cara teknik triangulasi, diskusi dengan teman sejawat. Hasil penelitian
menunjukan bahwa front stage (panggung depan) PSK yaitu menggunakan
sebuah topeng dan diperankan di atas panggung pertunjukan dengan latar
panggung pertunjukan mereka adalah Emporim Jakarata. Back Stage (panggung
belakang) PSK yaitu menampilkan sosok seutuhnya yang tidak seperti pada saat
berada di panggung depan tetapi pada saat berada dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah setiap PSK melakukan pengelolaan kesan
dan presentasi diri pada panggung depan, dan panggung belakang. Nampak
perbedaan disetiap panggungnya baik itu penampilan juga perilaku.
Kata Kunci : Presentasi Diri, Dramaturgi, Pekerja Seks Komersial, Panggung
Depan, Panggung Belakang
vii

ABSTRACT

Dhita Sekar Annisa, NIM 6662120373. Thesis. The Presentation Of Self A


Commercials Sex Workers (Study Dramaturgy About The Presentation Of Self
A Commercials Sex Workers In Emporium Jakarta). Preceptor I: Naniek
Afrilla Framaniek, S.Sos., M.Si dan Preceptor II: Husnan Nurjuman, S.Ag.,
M.Si

This Research Aim To Understand The Presentation of Self a Commercials Sex


Workers (Study Dramaturgy About The Presentation of Self a Commercials Sex
Workers In Emporium Jakarta). Sub focus on research that is front stage, and
also the back stage of commercial sex workers in Emporium Jakarta. The second
sub focus was expected to be pursing research direction in order to get the
expected results. This type of research uses a qualitative approach to the method
of study and the research object dramaturgi is Commercial Sex Workers. Election
of the informant using purposive sampling technique, the informant's research
amounted to two people from the Commercial Sex Workers in Emporium Jakarta.
The acquisition of this research data derived from observation, indepth
interviews, documentation, online data search, and also studies library.
Techniques of data analysis by data reduction, collect data, presenting data,
drawing conclusions, and evaluation. And test the validity of the data by means of
triangulation techniques, discussions with colleagues, and membercheck. Results
of this research showed that the Front Stage of Commercial Sex Workers thats
using a mask and played on stage performances against the backdrop of the stage
their show is Emporium Jakarta. Back Stage of Commercial Sex Workers showing
the figure is completely unlike on while on front stage but in was in daily life. The
conclusions of this research are any Commercial Sex Workers do management
impression and presentation themselves on the front stage, and the back stage.
See the difference at each stage whether it was the appearance also behavior.
Keywords : Self Presentation, Dramaturgi, Commercial Sex Workers , Front
Stage, Back Stage.
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan atas limpahan rahmat dan nikmat-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi guna memenuhi

salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan strata (S1) pada program studi

ilmu komunikasi konsentrasi hubungan masyarakat di fakultas ilmu social dan

ilmu politik universitas sultan ageng tirtayasa. Skripsi ini berjudul “Presentasi Diri

Pekerja Seks Komersial Emporium Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai

Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta”.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan

saran sangat penulis harapkan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

ucapan terimakasih atas segala doa, dukungan, motivasi, bimbingan, dan bantuan

yang takterhingga dalam proses penelitian serta penyusunan skripsi ini kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.PD. selaku Rektor Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Dr. Rahmi Winangsih, M.Si. selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

4. Bapak DarwisSagita, S.Ikom. selaku Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan AgengTirtayasa.

ii
4. Bapak Iman MukhromanS.Sos., M.Si. selaku Dosen Pembimbing

Akademik.

5. Ibu Naniek Afrilla Framaniek, S.Sos.,M.Si. selaku DosenPembimbing I

Skripsi yang membantu memberikan arahan serta masukan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Husnan Nurjuman S.Ag., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II

Skripsi Yang Membantu Memberikan Arahan Serta Masukan Untuk

Menyelesaikan Skripsi Ini.

7. Seluruh Dosen Prodi Ilmu Komunikasi yang telah membimbing dan

memberikan ilmunya selama di bangku perkuliahan.

8. Kedua Orang Tua saya Ibu Shinta danBapak Purwanto atas doa,

dukungan, motivasi, kesabaran yang tak pernah putus.

9. Kedua Adik saya Nabilla dan Safira. Nenek saya Ibu Suryati,, Tante saya

yang sudah saya anggap seperti ibu kedua yakni Ibu Pipih Restiviani,

Sepupu saya Vina Sarastiani dan seluruh Keluarga besar terima kasih

atasdoa, dukungan, motivasi untuk penulis.

10. Sahabat- sahabat yang tak hentinya member dukungan yakni FitriYasmi,

Mega Silvia, Annisa Oktami, Tika Sartika, Yoga Permana, yang selalu

menjadi penyemangat, penghibur, pendengar setia untuk doa dan

dukungan nya selama ini.

11. Untuk Ananda Damar Suryadharma yang selalu memeberikan semangat

serta dukungan yang tak pernah berhenti, dan terimaksih sudah menjadi

partner selama 4 Tahun untuk bersama-sama menggapai cita-cita dalam

iii
keadaan susah dan senang dan selalu mendengarkan keluh kesah dengan

sabar.

11. Teman seperjuangan menggapai sarjana Faizal Fajar, Delia Medinna, Indri

Meilan Suntari, Luna Safitri, Isda Isnawangsih Muzakki, Farisa Azmi,

Fahrian Ramadhan Yolanda Fatharani dan Mahdaudi, tak lupa juga Cut

Aini Sebagai adik tercinta yang tak hentinya selalu member motivasi

menjadi penyemangat, penghibur, pendengar setia

12. Teman Kosan Ceca Monic, Intan Atang, Carlina, Rike, Dona, Reiza, teteh

Anis terimakasih untuk semua waktu dan semua masukan dan

penyemangat.

13. Teman-teman Ilmu Komunikasi (Humas maupun Jurnal) 2012 untuk hari-

hari penuh kenangan dan banyak pelajaran.

14. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam proses penyelesaian skripsii ni.

Kiranya tidak ada balasan yang lebih baik kecuali yang datang dari Allah

SWT, terimakasih untuk segalanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

semua, khususnya bagi penulis dan pihak yang berkepentingan.

WassalamualikumWr. Wb.

Serang, 2016

Dhita Sekar Annisa

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 6
1.3 Identifikasi Masalah ..................................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 7

1.5.1 Manfaat Akademis .............................................................................................. 7

1.5.2 Manfaat Praktis ................................................................................................... 8

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 TinjauanTeoritis ........................................................................................................... 9

2.1.1 InteraksiSimbolik ............................................................................................... 9

2.1.2 Dramaturgi ....................................................................................................... 15

2.1.3 PresentasiDiri ................................................................................................... 18

2.1.4 Wilayah Pertunjukan ........................................................................................ 20

2.2 TinjauanKonsep ......................................................................................................... 26

2.2.1 Komunikasi ...................................................................................................... 26

2.2.2 Proses Komunikasi ........................................................................................... 27

2.2.3 Tujuan Komunikasi .......................................................................................... 28

v
2.2.4 Fungsi Komunikasi .......................................................................................... 29

2.2.5 Komunikasi Antar Pribadi ................................................................................ 31

2.2.6 Pekerja Seks Komersial .................................................................................... 31

2.3 KerangkaBerpikir ....................................................................................................... 33

2.4 Penelitian Sebelumnya ............................................................................................... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metodologi Penelitian ...................................................................... 42

3.2 Paradigma Penelitian .................................................................................................. 43

3.3 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................................... 44

3.4 Instrumen Penelitian................................................................................................... 45

3.4.1 Sumber Data ..................................................................................................... 45

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 45

3.5 Informan Penelitian .................................................................................................... 46

3.6 Teknik Analisis Data .................................................................................................. 48

3.7 Keabsahan Data.......................................................................................................... 51

3.8 Lokasi Penelitian ........................................................................................................ 52

3.9 JadwalPenelitian......................................................................................................... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deakripsi Objek Penelitian ......................................................................................... 53

4.2 Deskriptif Data

4.2.1 Profil Informan kunci ....................................................................................... 56

4.2.2 Profil Informan Pendukung ............................................................................. 58

vi
4.3 Pembahasan Penelitian ............................................................................................... 60

4.3.1 Panggung Depan Pekerja Seks Komersial .......................................................... 62

4.3.1.1 Lokalisasi ...................................................................................................... 63

4.3.1.2 Interaksi Pekerja Seks Komersial .................................................................. 72

4.3.2 Panggung Belakang(Back Stage)....................................................................... 75

4.4 Dramaturgi PekerjaSeks Komersial............................................................................ 82

4.5 Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial ..................................................................... 86

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 89

5.2 Saran .......................................................................................................................... 90

5.2.1 Akademis ......................................................................................................... 91

5.2.2 Praktis ............................................................................................................. 91

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pekerja seks Komersial (PSK) merupakan salah satu masalah dalam masyarakat

yang sangat kompleks, baik dari segi sebab, proses maupun implikasi sosial yang

ditimbulkannya. Kita sering menyebut wanita penjual jasa pelayanan seksual dengan

istilah PSK (Pekerja Seks Komersial), PSK berarti orang yang mempunyai pekerjaan

untuk melayani kebutuhan seksual bagi orang-orang yang membutuhkannya, dengan

tujuan komersial atau mencari keuntungan. Sedangkan menurut Subrada “Pekerja

Seks Komersil adalah seorang wanita yang menjual dirinya, dengan melakukan

hubungan seks dan bertujuan mendapatkan imbalan yaitu uang.1

Berada di tingkat ekonomi bawah membuat PSK sulit untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi, sehingga melanggar nilai-nilai yang berlaku di masyarakat demi

terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang

kurang, hal seperti ini untuk menutupi kebutuhan keluarganya yang kurang, untuk

membayar hutang, untung makan sehari-hari, maupun biaya sehari-hari.

Seseorang perempuan pastinya ingin tampil dengan keindahan tubuh dan barang-

barang yang dikenakannya. Namun ada dari beberapa mereka yang terpojok karena

masalah keuangan untuk pemenuhan keinginan tersebut maka mereka mengambil

jalan akhir dengan menjadi PSK untuk pemuasan dirinya. Menutupi biaya gaya

1
Subadara, I Nengah. 2007. “Bali Tourism Watch : Keberadaan Pekerja Seks Komersial sebagai
dampak negative Pariwisata di Bali” http://www.subadara.wordpress.com. Pada tanggal 3 Februari
2016 pukul 20.00

1
2

hidup, gengsi yang tinggi di jaman modern ini yang membuat PSK tidak bisa

berhenti dari kerjaannya, gaya hidup yang glamour membuat mereka harus tetap

bertahan.2

Seperti contohnya Emporium Jakarta, Emporium adalah sebuah tempat lokalisasi

yang berada di daerah Jakarta Barat, berlokasi di sebuah ruko yang dijadikan kantor

bisnis prostitusi ini dan juga tempat tinggal para PSK. Emporium berkerja sama

dengan salah satu hotel di Jakarta menyediakan jasa prostitusi, dari mulai pijat plus-

plus, sampai menyewakan wanita untuk menemani didalam hotel maupun diluar

hotel.3

Yang membedakan PSK di Emporium dengan PSK ditempat lainnya adalah PSK

di Emporium dipilih dahulu oleh para mucikari dengan berbagai tes. Tes awal yang

dilihat adalah mereka harus mempunyai wajah yang cantik dan badan yang bagus.

Ada yang unik disini, para calon PSK tidak boleh wanita perawan, walaupun ada

calon perawan mereka harus punya izin orang tua bahwasannya mereka ingin

menjadi pekerja seks komersial. Tes yang lainnya adalah tes kesehatan, oleh karena

itu PSK di Emporium bisa dibilang lebih bersih dari PSK ditempat lain. Karena

memiliki dokter agar terhindar dari penyakit kelamin atau penyakit AIDS, walaupun

sebenarnya tetap tak jarang banyak yang terkena penyakit tersebut di Emporium.4

Uang merupakan tuntutan hidup bagi setiap umat manusia, begitu juga dengan

PSK, ketika PSK menyadari bahwa tidak semua lingkungan mampu untuk menerima

2
Hatib Abdul Kadir. Tangan Kuasa dalam Kelamin: Telaah Homoseks, Pekerja Seks, dan seks
bebas di Indonesia. Yogyakarta:INSISTPress,2007, hlm.21
3
Wawancara dengan Dewi (PSK) 9 Januari 2016
4
Wawancara dengan Dewi (PSK) 9 Januari 2016
3

kehadirannya, maka ia melakukan pemeranan karakter-karakter tertentu. Ada suatu

pengelolaan pesan yang ia ciptakan untuk memberikan pemahaman kepada

lingkungan tertentu, sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Yang menarik pada PSK di Emporium ini, para PSK kebanyakan dari wilayah

luar Jakarta. PSK Emporium mengaku bahwa mereka merantau ke Jakarta untuk

mendapatkan pekerjan yang layak. Tapi apalah daya, kota Jakarta yang keras dan

banyaknya persaingan di Jakarta membuat para perantau mengambil jalan pintas.

Kebanyakan dari mereka mengaku kepada keluarga bahwa mereka merantau ke

Jakarta untuk bekera sebagai pekerja konveksi, buruh, ataupun tak sedikit yang

mengaku mereka bekerja untuk perusahaan besar. Yang lebih menarik lagi beberap

PSK di Emporium datang ke Jakarta untuk berkuliah, tapi kebutuhan gaya hidup

mereka yang mengikuti jaman tak sesuai dengan uang yang diberikan orang tua,

sehingga mereka mencoba jalur pintas.

Pada dasarnya semua manusia juga melakukan suatu pemeranan karakter dalam

kehidupannya, seperti dijelaskan oleh Goffman, “norma-norma, nilai-nilai, dan

informasi budaya memberi mereka suatu peran seperti insinyur, polisi atau istri, ini

dilaksanakan sesuai dengan tuntutan “skenario” di mana aktor tersebut harus

memenuhi peran tersebut”. Namun ketika seorang individu menjadikan individu lain

atau komunitas tertentu sebagai “sasaran” melalui kumpulan simbol-simbol

presentasi dirinya, individu atau komunitas lain itu bisa “tertipu” dan hanya

mengasumsikan pada apa yang terlihat di “permukaanya” saja. 5

5
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 105
4

Begitu pula halnya dengan PSK, dalam Presentasi diri seorang PSK dapat

memainkan berbagai peran dan mengasumsikan identitas yang relevan untuk

mendefinisikan sesuatu yang ingin ditonjolkan dari dirinya. Ada simbol-simbol

tertentu yang tercakup dalam presentasi dirinya diciptakan, baik itu berupa

komunikasi verbal maupun nonverbal yang dapat digunakan untuk memperkuat

identitas peran yang ia mainkan. Presentasi diri itulah yang dijelaskan Goofman

sebagai bagian dari pesan seorang individu sebagai aktor yang bermain diatas

panggung sesuai dengan tuntutan skenario.

Pengelolaan kesan (Impression Management) ditemukan dan dikembangkan oleh

Erving Goffman pada tahun 1959, dan telah dipaparkan dalam bukunya yang

berjudul “The Presentation of Self in Everyday Life”. Pengelolaan kesan juga secara

umum dapat didefinisikan sebagai sebuah teknik presentasi diri yang didasarkan

pada tindakan mengontrol persepsi orang lain dengan cepat, dengan mengungkapkan

aspek yang dapat menguntungkan diri sendiri atau tim. 6

Presentasi Diri ini dilakukan ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain dan

mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya, melalui

sebuah pertunjukan diri yang mengalami setting di hadapan khalayak. Dalam sebuah

pertunjukan ini kebanyakan menggunakan atribut, busana, make-up, pernak-pernik,

dan alat dramatik lainnya. 7

Goffman menyebut pertunjukan (performance) merupakan aktivitas untuk

mempengaruhi orang lain. Sebuah pertunjukan yang ditampilkan seseorang

6
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. Hlm 112
7
Ibid. hlm 110
5

berdasarkan atas perhitungan untuk memperoleh respon dari orang lain. Penampilan

serta perilaku seseorang dalam sebuah interaksi merupakan suatu proses interpretif,

yang dimana tujuannya agar terbentuknya sebuah persepsi yang merupakan hasil dari

suatu interpretasi yang dilakukan orang lain.8

Goffman memandang ini dengan perspektif Dramaturgi. Berdasarkan hasrat dasar

manusia, secara ilmiah manusia memiliki kekuatan yang dapat menguasai sikap dan

tindakannya. Manusia mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya.

Untuk itu dia menempuh jalan bertemu dengan orang lain yang melakukan

pertunjukan dan memproyeksikan diri dengan peranan-peranan yang melakonkan

hidup dan kehidupan di atas pentas secara khayali.9

Dramaturgi yang diperkenalkan oleh Goffman adalah perspektif yang didalami

berdasar dari segi sosiologi, dan menyatakan :

“Perspektif yang digunakan dalam laporan ini adalah perspektif pertunjukan

teater; prinsip-prinsipnya bersifat dramaturgis. Saya akan membahas cara

individu menampilkan dirinya sendiri dan aktivitasnya kepada orang lain, cara ia

memandu dan mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadapnya, dan

segala hal yang mungkin atau tidak mungkin ia lakukan untuk menopang

pertunjukan di hadapan orang lain.10

Pada pernyataan Goffman tersebut mengartikan bahwa kehidupan manusia

diibaratkan seperti teater, interaksi sosial yang mirip dengan pertunjukan di atas

8
Ibid hlm. 110
9
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 106
10
Ibid hlm. 107
6

panggung yang di mana seseorang akan seperti seorang aktor yang memainkan

peran-peran tertentu saat berhadapan dengan orang lain. Dalam perspektif

dramaturgi, Goffman membagi kehidupan sosial menjadi dua bagian yaitu “wilayah

depan” (front region) dan “wilarah belakang” (back region). Saat individu

menampilkan diri-nya dengan peran tertentu di hadapan penonton atau khalayak,

maka individu tersebut dianggap seperti sedang berada di depan panggung (front

stage), dan saat individu sedang tidak bermain peran atau sedang mempersiapkan

diri-nya untuk menjalani peran, maka di wilayah ini adalah panggung belakang (back

stage), serta panggung tengah (middle stage) yang dimana daerah ini merupakan

wilayah seorang individu melakukan persiapan untuk ke panggung depan.11

Dalam kata lain, ketika seorang PSK dihadapkan pada khalayak ramai, ada peran,

simbol, identitas atau presentasi diri yang berlainan antara kondisi yang satu dengan

yang lainnya. Di satu sisi ketika ia memerankan sosok wanita pada umumnya,

presentasi diri yang ia bangun menggunakan pakaian, accesoris, sepatu, gaya bicara,

isi pesan, bahasa tubuh akan sesuai jalur selayaknya sosok wanita pada umumnya

saat bersosialisasi. Namun ketika ia berada pada posisi PSK presentasi diri yang ia

bangun akan berbeda dari presentasi diri yang ia tonjolkan ketka ia berada pada diri

seorang wanita pada umumnya.

PSK memiliki berbagai pola interaksi sosial yang mencakup pengelolaan kesan

dalam presentasi diri yang berbeda di keadaan, kondisi dan situasi tertentu untuk

mencapai tujuan tertentu. Ada suatu upaya untuk menyamarkan hal-hal tertentu yang

sebaiknya tidak diperlihatkan dalam interaksi sosial tertentu. Seorang PSK lebih

11
Ibid hlm. 114
7

jauhnya laksana seorang aktor yang berperan di atas panggung sandiwara,

menciptakan suatu pandangan, identitas dan realitas sosial yang berbeda bagi setiap

khalayak yang ditemuinya.

Inti dari penelitian ini adalah mencoba untuk menelaah dan menguak lebih jauh

tentang presentasi diri yang dibangun oleh PSK dengan melihat wilayah peran yang

disembunyikan dan peran yang ditonjolkan. Peneliti memilih PSK di Emporium

Jakarta karena para PSK di Emporium berbeda dengan para PSK yang berada

dipinggir jalan, PSK Emporium lebih termanage dalam segi jam pekerjaan,

kehidupan sehari-hari, sampai perilaku saat bersama ataupun tidak dengan

pelanggan. Jadi dengan ini memudahkan peneliti untuk meneliti panggung depan dan

panggung belakang PSK. Peneliti menggunakan metodologi kualitatif, yaitu

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang diamati.

1.2 Rumusan Masalah

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya penulis ingin mengetahui

bagaimana “Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial Di Emporium Jakarta”

dengan demikian dapat diketahui bahwa rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Bagaimana Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial Di Emporium

Jakarta?”
8

1.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah diuraikan diatas, maka peneliti

mengidentifikasi yang akan menjadi pokok masalah yang akanditeliti yaitu sebagai

berikut :

1) Bagaimana realitas panggung depan pekerja seks komersial di Emporiun Jakarta?

2) Bagaimana realitas panggung belakang pekerja seks komersial di Emporium

Jakarta?

3) Bagaimana Presentasi diri pekerja seks komersial di Emporium Jakarat?

1.4 Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui panggung depan pekerja seks komersial di Emporiun Jakarta?

2) Untuk mengetahui panggung belakang pekerja seks komersial di Emporium

Jakarta?

3) Untuk mengetahui Presentasi diri pekerja seks komersial di Emporium Jakarat?

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang telah dirumuskan oleh peneliti mengenai Presentasi

Diri Seorang Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta adalah sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini berguna untuk mengembangkan kajian keilmuan yaitu secara

umumnya Ilmu Komunikasi khususnya yang menekankan pada presentasi diri dan

pengelolaan kesan (studi dramaturgi).


9

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini dilakukan dengan harapan memiliki kegunaan unutuk segala pihak.

Kegunaan praktis yang telah peneliti rumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a) Untuk peneliti hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

bagi penulis tentang pengaplikasian dramaturgi dikehidupan sosial. Selain itu

juga presentasi diri yang merupakan salah satu macam perilaku sosial yang

ada di masyarakat.

b) Untuk akademisi penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi program Studi

Ilmu Komunikasi untuk dijadikan sebagai referensi atau literature sebagai

salah satu sumber pengetahuan untuk dijadikan penelitian dengan tema yang

sama.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Interaksi Simbolik

Ide bahwa kenyataan sosial muncul melalui proses interaksi sangat penting

dalam interaksionisme simbolik. Seperti namanya sendiri menunjukkan teori

interaksionisme itu berhubungan dengan teori simbol dimana interaksi

terjadi.Bagi Blumer, keistimewaan pendekatan kaum interaksionisme simbolik lah

manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan

mereka dan bukan hanya saling beraksi pada setiap tindakan itu menurut mode

stimulus-respon.

Seseorang tidak langsung memberi respon pada tindakan orang lain, tetapi

didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu. Blumer menjelaskan

yang kemudian dikutip oleh Poloma, bahwa:

“Dengan demikian interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan

simbol-simbol, oleh penafsiran, oleh kepastian makna, dari tindakan-tindakan

orang lain.” 12

Interaksionisme simbolik merupakan aliran dalam sosiologi yang

menentang sosiologi tradisional. Aliran ini juga menunjang dan mewarnai

kegiatan penelitian kualitatif. Dasar pandangan interaksionisme simbolik adalah

12
Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.263

10
11

asumsi bahwa pengalaman manusia diperoleh lewat interpretasi. Obyek, situasi,

orang, dan peristiwa, tidak memiliki maknanya sendiri. Adanya dan terjadinya

makna dari berbagai hal tersebut karena diberi berdasarkan interpretasi dari orang

yang terlibat. Interpretasi bukanlah kerja otonom dan juga tidak ditentukan oleh

suatu kekuatan khusus manusia ataupun yang lain.

Dalam setiap kasus, suatu situasi memiliki makna hanya lewat interpretasi

orang-orang dan juga definisinya mengenai situasi tersebut. Dalam setiap kasus,

suatu situasi memiliki makna hanya lewat interpretasi orang-orang dan juga

definisinya mengenai situasi tersebut. Situasi atau aspek-aspeknya didefinisikan

secara berbeda oleh pelaku yang berbeda berdasarkan atas sejumlah alasan

tertentu. Salah satu alasan adalah bahwa setiap pelaku membawa serta masa

lampaunya yang unik dan suatu cara tertentu dalam menginterpretasikan apa yang

dilihat dan dialaminya. Karena para pelaku di dalam suatu posisi yang sama

umumnya memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dengan yang lain, maka

mereka mungkin mengembangkan definisi yang sama mengenai situasi khusus

atau suatu kategori tentang situasi yang sama.

Dalam interaksionisme simbolik ini semua organisasi sosial terdiri dari

para pelaku yang mengembangkan definisi tentang suatu situasi atau perspektif

lewat proses interpretasi dan mereka bertindak dalam atau sesuai dengan makna

definisitersebut misalnya didalam suatu organisasi, orang bertingkah laku dalam

kerangka kerja organisasi, tetapi yang menentukan aksinya adalah interpretasinya,

bukan organisasinya.
12

Teori interaksionisme simbolik menyatakan bahwa interaksi sosial adalah

interaksi simbol. Manusia berinteraksi dengan yang lain dengan cara

menyampaikan simbol yang lain memberi makna atas simbol tersebut. Prinsip-

prinsip dasar interaksionisme simbolik sebenarnya tak mudah menggolongkan

pemikiran ini ke dalam teori dalam artian umum karena seperti dikatakan Paul

Rock yang dikutip oleh George Ritzer, bahwa “pemikiran ini sengaja secara Sama

dan merupakan resistensi terhadap sistematisasi”.13 Ritzer menerangkan mengenai

prinsip dasar teori interaksionisme berdasarkan pada beberapa tokoh

interaksionisme simbolik seperti halnya Blumer (1969), Manis dan Meltzer

(1978), Rose (1962), serta Snow (2001) telah mencoba menghitung jumlah prinsip

dasar teori ini, yang meliputi:

a. Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir.

b. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial.

c. Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang

memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang

khusus itu.

d. Makna dan simbol yang memungkinkan manusia melakukan tindakan

khusus dan berinteraksi.

e. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam

tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi.

f. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian

karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang


13
George Ritzer, Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Rajawali Grafindo Persada.,
Jakarta, 2007, Hal 289
13

memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai

keuntungan dan kerugian relatif mereka, dan kemudian memilih satu di

antara serangkaian peluang tindakan itu.

g. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk

kelompok dan masyarakat. 14

Blumer berpegangan dan mengembangkan tekanan George Herbert Mead

yang fundamental pada proses interaksi yang terus menerus. Melaui proses ini

individu mengintepretasikan lingkungannya, saling mengintepretasi, dan

berembuk tentang arti-arti bersama atau definisi tentang situasi yang dimiliki

bersama. Untuk konsep apa saja, atau variabel apa saja yang mungkin digunakan

oleh sosiologi komunikasi, arti itu tidaklah lengkap, melainkan muncul

danberubah dalam proses interaksi. Ada gerak mengalir dalam dan perubahan

dalam proses interaksi yang terus menerus dalam individu terus menerus menilai

kembali interpretasi subyektif mengenai lingkungan dan dalam

mengkonstruksikan berbagi tindakan yang terjadi timbal balik.Seperti halnya yang

dikutip oleh Poloma mengenai pernyataan Blumer mengenai interaksionisme

simbolis yang bertumpu pada tiga premis, yakni:

a) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada

pada sesuatu itu bagi mereka.

b) Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain”.

14
George Ritzer, Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Rajawali Grafindo Persada.,
Jakarta, 2007, Hal 289
14

c) Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial

berlangsung.15

Blumer menambahkan, bahwa aktor memilih, memeriksa, berpikir,

mengelompokkan dan mentransformasikan makna dalam hubungannya dengan

situasi dimana dia ditempatkan dan arah tindakannya. Sebenarnya, interpretasi

seharusnya tidak dianggap sebagai penerapan makna-makna yang telah

ditetapkan, tetapi sebagai suatu proses pembentukan dimana makna yang dipakai

dan disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentukan

tindakan. Tindakan manusia bukan disebabkan oleh beberapa “kekuatan luar”

(seperti yang dimaksudkan oleh kaum fungsionalis struktural) tidak pula

disebabkan oleh “kekuatan dalam” (seperti yang dinyatakan oleh kaum

reduksionis psikologis). Blumer menyanggah, individu bukan dikelilingi oleh

lingkungan obyek-obyek potensial yang mempermainkannya dan membentuk

perilakunya. Gambaran yang benar ialah dia membentuk obyekobyek itu misalnya

berpakaian atau mempersiapkan diri untuk karir profesional-individu sebenarnya

sedang merancang obyek-obyek yang berbeda, memberinya arti, menilai

kesesuaian dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian

tersebut. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran berdasarkan simbol-simbol.

Dengan demikian manusia merupakan aktor yang sadar dan refleksif, yang

menyatukan obyek-obyek yang diketahuinya melalui apa yang disebut sebagi

proses self indication.Poloma mengutip pernyataan Blumer mengenai pengertian

dari self indication yang dimaksudkannya, bahwa:

15
Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.258
15

“Self indication adalah proses komunikasi yang sedang berjalan dimana

individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan

untuk bertindak berdasarkan makna itu. Proses self indication itu yang terjadi

dalam konteks sosial dimana individu mencoba “Mengantisipasi tindakan-

tindakan orang lain dan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia

menafsirkan tindakan itu.”.16

Oleh karena perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi,

maka perbuatan itu berlainan sama sekali dari gerak makhluk-makhluk yang

bukan manusia. Manusia menghadapkan diri pada macam-macam hal seperti

kebutuhan, perasaan, tujuan, perbuatan orang lain, pengharapan dan tuntutan

orang lain, peraturan-peraturan, masyarakatnya, situasi, self imagenya, ingatannya

dan cita-citanya untuk masa depan. Ia tidak ditindih oleh situasinya, melainkan

merasa diri diatasnya. Interaksionisme simbolis yang diketengahkan Blumer

mengandung sejumlah “root images” atau ide-ide dasar yang dapat diringkas

seperti yang dikutip Poloma, sebagai berikut:

a. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling

bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal

sebagai organisasi atau struktur sosial.

b. Interaksi terdiri dari berbagi kegiatan manusia yang berhubungan dengan

kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi non-simbolik mencakup

stimulus-respon yang sederhana, seperti halnya batuk untuk membersihkan

tenggorokan seseorang. Interaksi simbolis mencakup “penafsiran

16
Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.259
16

tindakan”. Bila dalam pembicaraan seseorang pura-pura batuk ketika tidak

setuju dengan pokok-pokok yang diajukan oleh pembicara, batuk tersebut

menjadi suatu simbol yang berarti, yang dipakai untuk menyampaikan

penolakan. Bahasa tentu saja merupakan simbol berarti yang paling umum.

c. Obyek-obyek, tidak mempunyai makna yang intrinsic; makna lebih

merupakan produk interaksi simbolis.

d. Manusia tidak hanya mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat

dirinya sebagai obyek. Jadi seseorang dapat melihat dirinya sebagai

mahasiswa, suami dan seseorang yang baru saja menjadi syah. Pandangan

terhadap diri sendiri ini, sebagaimana dengan semua obyek, lahir disaat

proses interaksi.

e. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia

itu sendiri. Blumer menulis: Pada dasarnya tindakan manusia terdiri dari

pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan

serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal

tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu mencakup berbagai masalah

seperti kemauan, tujuan dan sarana yang tersedia untuk mencapainya, serta

tindakan yang diharapkan dari orang lain, gambaran tentang diri sendiri,

dan mungkin hasil dari: cara bertindak sesuatu.

f. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggotaanggota

kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai;

“organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berbagai manusia”.


17

Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulangulang dan stabil,

melahirkan apa yang disebut sebagai “kebudayaan” dan “aturan sosial”.17

2.1.2 Dramaturgi

Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan

Teori Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi muncul untuk memenuhi

kebutuhan akan pemeliharaan keutuhan diri dan menjadi suatu model

untuk mempelajari tingkah laku manusia, tentang bagaimana manusia itu

menetapkan arti kepada hidup mereka dan lingkungan tempat dia berada.18

Istilah dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman, salah

seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20. Dalam bukunya

yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life yang diterbitkan

pada tahun 1959, Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang

bersifat penampilan teateris. Yakni memusatkan perhatian atas kehidupan

sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan

pertunjukan drama di panggung, ada aktor dan penonton. Tugas aktor

hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari

peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta,

masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi. Individu tidak lagi

bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas

menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor).

17
Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.264
18
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif, PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 105
18

Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang

hidup di dunia simbol. 19

Dalam konsep dramaturgi, Goffman mengawalinya dengan

penafsiran “konsep-diri”, di mana Goffman menggambarkan pengertian

diri yang lebih luas daripada Mead (menurut Mead, konsep-diri seorang

individu bersifat stabil dan sinambung selagi membentuk dan dibentuk

masyarakat berdasarkan basis jangka panjang). Sedangkan menurut

Goffman, konsep-diri lebih bersifat temporer, dalam arti bahwa diri

bersifat jangka pendek, bermain peran, karena selalu dituntut oleh peran-

peran sosial yang berlainan, yang interaksinya dalam masyarakat

berlangsung dalam episode-episode pendek. Berkaitan dengan interaksi,

definisi situasi bagi konsep-diri individu tertentu dinamakan Goffman

sebagai presentasi diri.20

Fokus pendekatan dramaturgi adalah bukan pada apa yang orang

lakukan, bukan pada apa yang ingin mereka lakukan atau pada menggapa

mereka melakukan, akan tetapi pada bagaimana mereka melakukannya.

Burke melihat bahwa tindakan merupakan sebuah konsep dasar dalam

dramaturgi. Dalam hal ini Burke memberikan pengertian yang berbeda

antara aksi dan gerakan. Aksi terdiri dari tingkah laku yang disengaja dan

19
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 107
20
Ibid. hlm. 107
19

mempunyai maksud, sedangkan gerakan adalah perilaku yang

mengandung makna dan tidak bertujuan.21

Dramaturgi juga menekankan dimensi ekspresif / impresif aktivitas

manusia, yaitu bahwa makna kegiatan manusia terdapat dalam cara

mereka mengekspresikan diri dalam interaksi dengan orang lain yang juga

ekspresif. Oleh karena perilaku manusia bersifat ekspresif inilah maka

perilaku manusia bersifat dramatik. Pendekatan dramaturgi berintikan

bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola

pesan yang ia harapkan tumbuh dan dimengerti orang lain. Untuk itu

setiap manusia melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kaum dramaturgi

memandang manusia sebagai aktor-aktor di atas panggung yang sedang

memainkan peran-peran mereka. 22

Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada

“kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada

tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bukti nyata bahwa

terjadi permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada

masyarakat kita sendiri. Manusia menciptakan sebuah mekanisme

tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai

sosok-sosok tertentu. Hal ini sama seperti yang terlihat pada kasus

kekuasaan politik, dimana penguasa-penguasa yang melakukan

penyimpangan ini, mereka menjalankan perannya di lingkungan mereka.

21
Musta’in, “teori diri” sebuah tafsir makna simbolik pendekatan teori dramaturgi Erving
Goffman. Jurnal Komunika. Vol 4 no 2Juli-Desember, 2010, hal 278
22
Ibis, hal 274
20

Mereka berusaha mengontrol diri seperti penampilan, keadaaan fisik,

perilaku aktual dan gerak saat berkuasa, agar kekuasaan yang dia miliki

seolah-olah terbungkus bagus dimata lingkungan mereka. Karena mereka

tahu bahwa jika menjadi seorang penguasa politik namun berperilaku

buruk serta dikendalikan adalah aib bagi dirinya. 23

Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah

tidak stabil dan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan

psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah

tergantung interaksi dengan orang lain. Aktor membawakan naskah dalam

bahasa/ simbol-simbol dan perilaku Untuk menghasilkan arti-arti dan

tindakan tindakan sosial dalam konteks sosio-kultural Pemirsa yang

menginterpretasikan naskah tersebut dengan pengetahuan mereka tentang

aturan aturan budaya atau simbol-simbol signifikan. Di sinilah

dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam

dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater.

Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik

personal dan tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya

sendiri.

2.1.3 Presentasi Diri

Menurut Goffman, presentasi diri merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan

23
Ibid hal 274
21

identitas sosial bagi para actor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi

ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi

yang ada. Lebih jauh presentasi diri merupakan upaya individu untuk

menumbuhkan kesan tertentu di depan orang lain dengan cara menata

perilaku agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa

yang ia inginkan. Dalam proses produksi identitas tersebut, ada suatu

pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan mengenai atribut simbol yang

hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung identitas yang

ditampilkan secara menyeluruh. 24

Manusia adalah aktor yang berusaha menggabungkan karakteristik

personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya

sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut manusia akan

mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut.

Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor dalam drama kehidupan

juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kemudian ketika

perangkat simbol dan pemaknaaan identitas yang hendak disampaikan itu

telah siap, maka individu tersebut akan melakukan suatu gambaran-diri

yang akan diterima oleh orang lain. Upaya itu disebut.25

Goffman sebagai “pengelolaan kesan” (impression management),

yaitu teknik-teknik yan digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan

tertentu dalam situasi-situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu,

24
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif, PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm.112
25
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 112
22

Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia

digunakan untuk presentasi diri, termasuk busana yang kita kenakan,

tempat kita tinggal, rumah yang kita huni berikut cara kita

melengkapinya (furnitur dan perabotan rumah), cara kita berjalan dan

berbicara, pekerjaaan yang kita lakukan dan cara kita menghabiskan waktu

luang kita. Lebih jauh lagi, dengan mengelola informasi yang kita berikan

kepada orang lain, maka kita akan mengendalikan pemaknaan orang lain

terhadap diri kita. Hal itu digunakan untuk memberi tahu kepada orang

lain mengenai siapa kita.

Dalam konsep dramaturgi, Goffman menyebut aktivitas untuk

mempengaruhi orang lain itu sebagai pertunjukkan (performance), yakni

presentasi diri yang dilakukan individu pada ungkapan-ungkapan yang

tersirat, suatu ungkapan yang lebih bersifat teateris kontekstual, non-verbal

dan tidak bersifat intensional. Dalam arti, orang akan berusaa memahami

makna untuk mendapatkan kesan dari berbagai tindakan orang lain, baik

yang dipancarkan dari mimik wajah, isyarat dan kualitas tindakan. 26

Menurut Goffman, perilaku orang dalam interaksi sosial selalu

melakukan permainan informasi agar orang lain mempunyai kesan yang

lebih baik. Kesan non-verbal inilah yang menurut Goffman harus dicek

keasliannya. Goffman menyatakan bahwa hidup adalah teater, individunya

sebagai aktor dan masyarakat adalah penontonnya. Dalam pelaksanaannya,

selain panggung di mana ia melakukan pementasan peran, ia juga

26
Ibid. hlm 113
23

memerlukan ruang ganti yang berfungsi untuk mempersiapkan segala

sesuatunya. Ketika individu dihadapkan pada panggung, ia akan

menggunakan simbol-simbol yang relevan untuk memperkuat identitas

karakternya, namun ketika individu tersebut telah habis masa

pementasannya, maka di belakang panggung akan terlihat tampilan

seutuhnya dari individu tersebut.27

2.1.4 Wilayah Pertunjukan

Goffman melihat ada perbedan akting yang besar saat aktor berada

di atas panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage)

drama kehidupan. Kondisi akting di panggung depan adalah adanya

penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian

pertunjukan. Saat itu kita berusaha memainkan peran kita sebaik-baiknya

agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi

oleh konsep-konsep drama yang bertujuan membuat drama yang berhasil.

Sedangkan di panggung belakang adalah keadaan di mana kita berada di

belakang panggung dengan kondisi tidak ada penonton, sehingga kita

dapat berperilaku bebas tanpa memperdulikan plot perilaku bagaimana

yang harus kita bawakan.28

Lebih jauh untuk memahami konsep dramaturgi, analogi front

liner hotel adalah sebagai contoh. Seorang front liner hotel senantiasa

berpakaian rapi menyambut tamu hotel dengan ramah, santun, bersikap

27
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 113
28
Ibid. hlm 114
24

formil dengan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahat siang, sang front

liner bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau menggunakan bahasa gaul

dengan temannya atau melakukan sikap tidak formil lainnya (merokok dan

sebagainya). Saat front liner menyambut tamu di hotel, merupakan saat

front stage baginya (pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut

tamu hotel dan memberi kesan baik hotel kepada tamu tersebut. Oleh

karenanya, perilaku front liner merupakan perilaku yang sudah digariskan

skenarionya oleh pihak manajemen hotel. Saat istirahat makan siang, front

liner bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke-dua dari

pertunjukan tersebut. Karenanya skenario yang disiapkan oleh manajemen

hotel adalah bagaimana front liner tersebut dapat refresh untuk dapat

menjalankan perannya di babak selanjutnya. Akan sangatberesiko jika

front liner tersebut tertangkap basah sedang merokok oleh tamu walaupun

front liner tersebut berada di rest room, karena akan menimbulkan kesan

negatif dari tamu. Oleh karena itu, ada suatu resiko yang besar ketika

panggung belakang atau “private” dari seorang individu bisa diketahui

orang lain. Mengingat dalam hal ini, panggung tersebut bersifat rahasia,

maka hal yang wajar bagi individu untuk menutupi panggung private

tersebut dengan tampilan luar yang “memukau”. 29

Menurut pandangan Goffman adanya pembagian dalam

pertunjukan teater dalam bermain peran pada ruang identitas yang sedang

berinteraksi antara lain:

29
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 114
25

1. Panggung Depan (Front Stage)

Merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukan bahwa individu

bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka sedang

memainkan perannya di atas panggung sandiwara di hadapan khalayak

penonton. Sebaliknya wilayah belakang merujuk kepada tempat dan

peristiwa yang memungkinkannya mempersiapkan perannya di wilayah

depan. Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front

stage) yang ditonton khalayak penonton. Front stage (panggung depan)

bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi

pertunjukan. Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua

bagian: front pribadi (personal front) dan setting front pribadi terdiri

dari alat-alat yang dianggap khalayak sebagai perlengkapan yang

dibawa aktor ke dalam setting, misalnya dokter diharapkan mengenakan

jas dokter dengan stetoskop menggantung dilehernya. Personal front

mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor. Misalnya,

berbicara sopan, pengucapan istilah-istilah asing, intonasi, postur

tubuh, kespresi wajah, pakaian, penampakan usia dan sebagainya.30

Ciri yang relatif tetap seperti ciri fisik, termasuk ras dan usia

biasanya sulit disembunyikan atau diubah, namun aktor sering

memanipulasinya dengan menekankan atau melembutkannya, misalnya

menghitamkan kembali rambut yang beruban dengan cat rambut.

Setting merupakan situasi fisik yang harus ada ketika aktor melakukan

30
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm.115
26

pertunjukan, misalnya seorang dokter bedah memerlukan ruang operasi,

seorang sopir taksi memerlukan kendaraan. Front personal terbagi dua,

yaitu penampilan berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial

aktor, dan gaya mengenalkan peran macam apa yang dimainkan aktor

dalam situas tertentu.31

Fokus perhatian Goffman bukan hanya individu, tetapi juga

kelompok atau tim. Selain membawakan peran dan karakter secara

individu, aktor-aktor sosial juga berusaha mengelola kesan orang lain

terhadap kelompoknya, baik itu keluarga, tempat bekerja, parati politik,

atau organisasi lain yang mereka wakili. Semua anggota itu oleh

Goffman disebut “tim pertunjukan” (performance team) yang

mendramatiasikan suatu aktivitas. Kerjasama tim sering dilakukan oleh

para anggota dalam menciptakan dan menjaga penampilan dalam

wilayah depan. Mereka harus mempersiapkan perlengkapan

pertunjukan dengan matang dan jalannya pertunjukan, memain pemain

inti yang layak, melakukan pertunjukan secermat dan seefisien mungkin

, dan kalau perlu juga memilih khalayak yang sesuai. Setiap anggota

saling mendukung dan bila perlu memberi arahan lewat isyarat

nonverbal, seperti isyarat dengan tangan atau isyarat mata, agar

pertunjukan berjalan mulus. 32

31
Ibid, hal 115
32
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 115
27

Goffman menekankan bahwa pertunjukan yang dibawakan suatu

tim sangat bergantung pada kesetiaan setiap anggotanya. Setiap anggota

tim memegang rahasia tersembunyi bagi khalayak yang memungkinkan

kewibawaan tim tetap terjaga. Dalam kerangka yang lebih luas,

sebenarnya khalayak juga dapat dianggap sebagai bagian dari tim

pertunjukan. Artinya agar pertunjukan sukses, khalayak juga harus

berpartisipasi untuk menjaga agar pertunjukan secara keseluruhan

berjalan lancar.33

2. Panggung Tengah (Middle Stage)

“Merupakan sebuah panggung lain di luar panggung resmi saat

sang aktor mengkomunikasikan presentasi diri, yakni panggung depan

(front stage) saat mereka beraksi di depan khalayak tetapi juga di luar

panggung belakang (back stage) saat mereka mempersiapkan pesan-

pesannya”34

Panggung tengah merupakan area transisi panggung belakang

ke panggung depan, seluruh aktor dramaturgi dalam panggung ini,

akan melakukan sebuah persiapan yang dapat mendukung

penampilannya ketika berada di panggung depan, yaitu seperti

mempersiapkan make-up, pakaian, aksesoris yang akan dipergunakan

ketika berada di panggung depan. Panggung tengah juga merupakan

33
Ibid 115
34
Deddy Mulyana, 2008. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Posda Karya, hlm.
58.
28

tempat dimana sesama PSK melakukan suatu diskusi atau

pembicaraan baik itu bercerita tentang pengalaman mereka, bercerita

tentang cara mereka bekerja saat bekerja menjadi PSK atau pun

berbagi tips sesama PSK saat berhadapan dengan tamu yang mereka

tidak suka ataupun lainnya, dan tidak lupa pada panggung ini, PSK

biasanya sudah mempersiapkan sebuah setting atau sebuah sandiwara

yang akan di pertunjukan kepada penonton, seperti pada saat PSK

tersbut menceritakan keluh kesahnya, ataupun bercerita bahwa dia

merasa tertekan dan tidak betah itu semua belum tentu ungkapan yang

sebenarnya, layaknya seorang aktor yang siap untuk membuat

penonton menjadi kagum, iba ataupun merasa kasian.

3. Panggung Belakang (Back Stage)

Panggung belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang

(back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai,

mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan perannya di

panggung depan. Back stage (panggung belakang) ruang dimana

disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat rahasia

yang mengatur pementasan masing-masing aktor). Dalam Dramaturgi

terdiri dari Front stage (panggung depan) dan Back Stage (panggung

belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi

mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi

menjadi 2 bagian, Setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika

sang aktor memainkan perannya. Dan Front Personal yaitu berbagai


29

macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang aktor.

Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu penampilan

yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial

aktor. Gaya yang berarti mengenalkan peran macam apa yang

dimainkan aktor dalam situasi tertentu. Back stage (panggung

belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan

oleh “tim” (masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-

masing aktor).35

Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau

menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam

pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita

sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan

karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama

ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan

yang ditampilkan. Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi.

Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang

baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri–

Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila

seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut

yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan

semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari

pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari

35
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 116
30

komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk

mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia

berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-

verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain

mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis, yang

diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati

peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau.

Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia

dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari

perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi

antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat

mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial

tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat

mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.36

2.2 Tinjuan Konsep

2.2.1 Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari

bahasa latin atau communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti

sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat

dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada

36
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 116
31

kesamaan makna mengenai apa yang di komunikasikan, yakni baik si penerima

maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu.37

Banyak definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli dan pakar

komunikasi seperti yang diungkapkan oleh Carl. I. Hovland yang dikutip oleh

Onong Uchana Effendy dalam buku “Ilmu Komunikasi teori dan Praktek” , ilmu

komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-

asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.38

Hoyland juga mengungkapkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu

komunikasi bukan hanya penyampaian informasi melainkan juga pembentukan

pendapat umum (Public Opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam

kehidupan sosial memainkan peranan yang amat penting.

Dalam pengertian khusus komunikasi, Hovland yang dikutip dari Onong

Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengatakan

bahwa komunikasi adalah: “proses mengubah perilaku orang lain (communication

is the procces to modify the behaviour of other individuals) Jadi dalam

berkomunikasi bukan sekedar memberitahu, tetapi juga berupaya mempengaruhi

agar seseorang atau sejumlah orang melakukan kegiatan atau tindakan yang

diinginkan oleh komunikator, akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap

pendapat atau perilaku orang lain, hal ini bisa terjadi apabila komunikasi yang

disampaikan bersifat komunikatif yaitu komunikator dalam menyampaikan pesan-

37
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal 10
38
Ibid, hal 10
32

pesan harus benar-benar dimengerti dan dipahami oleh komunikan untuk

mencapai tujuan komunikasi yang komunikatif. 39

2.2.2 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian

pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain

(komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan

perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran,

kemarahan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dalam

lubuk hati.

Menurut Onong Uchayana Effendy proses komunikasi terbagi

menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder sebagai

berikut :40

1. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses

penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain

dengan menggunakan lambang (simbol) sabagai media. Lambang

sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa,

isyarat, gambar,warna, dan lain sebagainya yang secara langsung

mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator

kepada komunikan.

39
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal 11
40
Ibid, hal 12
33

Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam

komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu

“menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah

berbentuk informasi atau opini; baik mengenai hal yang kongkret

maupun yang abstrak; bukan hanya tentang hal atau peristiwa

yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang

lalu dan masa yang akan datang.

2. Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses

penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan

menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah

memakai lambang sebagai media pertama.Seorang komunikator

mengunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya

karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif

jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, surat kabar, majalah,

radio, televisi, film dan masih banyak lagi adalah media kedua

yang sering digunakan dalam komunikasi.

Pada umumya apabila kita berbicara di kalangan

masyarakat, yang dinamakan media komunikasi itu adalah media

kedua sebagaimana diterangkan di atas. Jarang sekali orang

menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini disebabkan

oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) yakni


34

pikiran atau perasaan yang dibawanya menjadi totalitas pesan

(massage) yang tidak dapat dipisahkan

2.2.3 Tujuan Komunikasi

Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan tujuan

dari komunikasi itu sendiri, secara umum tujuan berkomunikasi adalah

mengharapkan adanya umpan yang diberikan oleh lawan bicara kita serta

semua pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh lawan bicara kita

dan adanya efek yang terjadi setelah melakukan komunikasi tersebut.

Tujuan komunikasi menurut Effendy41

1. Perubahan sikap (Attitude change)

2. Perubahan pendapat (Opinion change)

3. Perubahan prilaku (Behavior change)

4. Perubahan sosial (Social change)

Jadi secara singkat dapat dikatakan tujuan komunikasi itu adalah

mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan dan tindakan. Serta tujuan

yang sama adalah agar semua pesan yang kita sampaikan dapat dimengerti

dan diterima oleh komunikan.42

41
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal 14
42
Ibid, hal 1
35

2.2.4 Fungsi Komunikasi

Fungsi komunikasi dapat dilihat dalam hubungan pribadi,

hubungan dengan orang lain, ditempat kerja, dan dalam masyarakat 43

1. Hidup Pribadi

Melalui komunikasi kita dapat

a) Mengungkapkan perasaan dan gagasan kita.

Komunikasi dapat menjadi alat katarsis untuk

melepaskan beban mental dan psikologis sehingga

kita mendapatkan keseimbangan hidup kembali.

b) Menjelaskan perasaan, isi pikiran, dan perilaku kita

sendiri.

c) Semakin mengenal diri , dengan komunikasi kita

mengenal isi hati, pikiran dan perilaku kita, dan

mendapat umpan balik dari rekan komunikasi kita

tentang emosi, pikiran, kehendak, cita-cita, dan

perilaku kita.

2. Hubungan dengan Orang Lain

Melalui komunikasi kita dapat

a) Mengenal orang lain karena melalui komunikasi, orang

lain mengungkapkan diri kepada kita.

43
Agus M Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal (Jogjakarta:Kanisius)
36

b) Menjalin perkenalan, pertemanan, dan persahabatan

dengan orang lain

c) Membahas masalah, bertukar pikiran, dan membuat

rencana kegiatan bersama orang lain.

d) Meminta bantuan dan pertolongan kepada orang lain

e) Saling membantu mengubah sikap dan perilaku hidup

bersama orang lain.

3. Di Tempat Kerja

Melalui komunikasi kita dapat

a) Menjalin hubungan baik dengan rekan kerja ditempat

kerja

b) Membangun kerja sama dan sinergi dengan rekan kerja.

c) Memberitahu tentang kerja dan mengarahkan kerja itu

sesuai dengan tujuan.

d) Mengatasi perbedaan pendapat, ketengangan, dan

konflik.

4. Dalam Masyarakat

Melalu komunikasi kita dapat

a) Mempersatukan masyarakat

b) Mengatasi masalah bersama dalam masyarakat

c) Membuat usaha untuk kemajuan masyarakat

d) Mengusahakan kesejahteraan masyarakat44

44
Agus M Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal (Jogjakarta:Kanisius)
37

2.2.5 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)

merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara

dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan
45
orang. Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan

hubungan interaktif antara seorang individu dan individu lainnya dimana

lambang-lambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang

bahasa. Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang

bersifat lisan, didalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa isyarat

terutama gerak atau bahasa tubuh, seperti senyuman, tertawa atau

menggeleng atau menggangkukan kepala.

Komunikasi antarpribadi pada umumnya dipahami lebih bersifat

pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face).

Sebagian komunikasi antarpribadi memang memiliki tujuan, ,misalnya

apabila seorang datang untuk meminta saran atau pendapat kepada orang

lain. Akan tetapi, komunikasi antar pribadi dapat juga relative tanpa tujuan

atau maksud tertentu yang jelas, misalnya ketika seseorang sedang

bertemu dengan kawannya dan mereka lalu saling bercakap-cakap dan

bercanda.46

45
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia 2004)
46
Pawito, penelitian komunikasi kualitatif (Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), 2007)
38

2.2.6 Pekerja Seks Komersial

Pekerja Seks Komersial(PSK) adalah profesi yang menjual jasa

untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini

dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia,

pekerja seks Komersial(PSK) dipandang negatif, dan mereka yang

menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah

masyarakat, namun ada pula pihak yang menganggap pekerja seks

Komersial(PSK) sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, tapi dibutuhkan

(evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran

pekerja seks Komersial(PSK) bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang

membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki), tanpa penyaluran itu,

dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan

memperkosa perempuan mana saja.

Hampir di setiap media massa baik koran, majalah, dan televisi

memberikan gambaran yang nyata tentang kehidupan masyarakat

khususnya tentang pekerja seks komersial(PSK) atau prostitusi dengan

segala permasalahannya. Berbagai tindakan dan langkah-langkah strategis

telah diambil pemerintah dalam menangani masalah ini, baik dengan

melakukan tindakan persuatif melalui lembaga-lembaga sosial sampai

menggunakan tindakan represif berupa penindakan bagi mereka yang

bergelut dalam bidang pekerja seks komersial(PSK) tersebut. Tetapi

kenyataan yang dihadapi adalah pekerja seks komersial(PSK) tidak dapat


39

dihilangkan melainkan memiliki kecenderungan untuk semakin meningkat

dari waktu ke waktu.

Menurut teori definisi pelacuran yang dikemukakan oleh para ahli

maupun Peraturan Pemerintah yaitu:

1. Prof. W.A. Bonger dalam tulisannya Maatschappelijke

Oorzaken der aparostitutie: Prostitusi ialah gejala

kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan

perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencarian.

2. Sarjana P.J. de Bruine van Amstel: ”Prostitusi adalah

penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki

dengan pembayaran.”

3. G.May dalam bukunya Encyclopedia of Social Science:

”Prosa’tua’on defined as sexual intercourse

characterized by barter, promiscuity and emotional

indifference (prostitusi menekankan adanya barter,

promiskuitas, dan ketidakacuhan emosi).”

4. PP DKI Jakarta Raya tahun 1967 mengenai

penanggulangan masalah pelacuran, menyatakan

sebagai berikut “Wanita tuna susila adalah wanita yang

mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di


40

luar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun

tidak.”47

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Teori Dramaturgi karena

teori ini relevan dengan penelitian yang peneliti ambil. Seperti yang sudah

dijelaskan diatas, penulis ingin menjelaskan akan peran Pekerja Seks

Komersial dilingkungannya dilihat dari panggung depan dan panggung

belakang para PSK tersebut. Bagaimana individu PSK itu sendiri dikaji

melalui konsep dramaturgi mengenai presentasi diri untuk mengetahui

bagaimana memaknai sorang pekerja seks komersial sebagai selayaknya

panggung sandiwara.

Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas PSK bisa saja

berubah-ubah tergantung interaksi dengan orang lain. Aktor membawakan

naskah dalam bahasa/ simbol-simbol dan perilaku Untuk menghasilkan

arti-arti dan tindakan tindakan sosial dalam konteks sosio-kultural orang

lain yang menginterpretasikan naskah tersebut dengan pengetahuan

mereka tentang aturan aturan budaya atau simbol-simbol signifikan. Di

sinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.

47
Yoga puspasari, Paper pekerja Seks Komersia dari
http://yogapuspasari.blogspot.co.id/2014/09/paper-pekerja-seks-komersial-psk.html , pada
tanggal 10 maret pukul 21.30
41

Kerangka berpikir
Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta
Gambar 2.1
Kehidupan Para Pekerja Seks Komersial

 Kamuflase Penampilan PSK

 Kamuflase Jati Diri

 Kamuflase peran

Dramaturgi

Front Stage Middle Stage Back Stage

Presentasi Diri Pekerja Seks


Komersial

2.4 Penelitian Sebelumnya

Peneliti melakukan studi penelitian terdahulu untuk menjadikan bahan

acuan bagi pengembangan dan perbandingan untuk penelitian yang dilakukan.

Dalam hal ini peneliti mencari studi penelitian yang berhubungan dengan

penelitian peneliti dimana penelitian yang peneliti lakukan mengenai

Presentasi pekerja seks komersial Emporium Jakarta. Penelitian ini dilakukan

tidak terlepas dari hasil penelitian – penelitian terdahulu yang pernah


42

dilakukan sebagai bahan perbandingan, pelengkap dan kajian. Beberapa hasil

penelitian yang memiliki hubungan dengan penelitian peneliti antara lain:

Table 2.1

Penelitian Sebelumnya

Aspek NamaPeneliti

Angga Sumantono Elfrida Grace Nicko Tamara Lousma

Judul Perilaku Komunikasi Ayam Kampus Kota Persentasi diri seorang


Penelitian Medan Dengan mahasiswa Gay (Studi
Pengguna Ganja
Analisis Teori Dramaturgis
(Studi dramaturgi Dramaturgi (Studi Tentang Presentasi Diri
Kasus pada Seorang Mahasiswa Gay)
Perilaku Komunikasi
Mahasiswi “ayam
Pengguna Ganja kampus” di Kota
Medan)
dalam kehidupannya
di Kota Bandung)

Jenis Pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif


Penelitian dengan metode studi dengan metode studi dengan metode studi
dramaturgi dramaturgi dramaturgi

Tujuan Penelitian bertujuan Tujuannya dari Tujuannya untuk


Penelitian untuk mengetahui penelitian ini untuk mengetahui presentasi
Bagaimana Perilaku mendeskripsikan diri dari mahasiswa gay
deviasi sosial yang dengan meneliti front
Komunikasi
terjadi pada region dan back region
Pengguna Ganja mahasiswi yang untuk memunculkan
(Studi dramaturgi sehari–harinya pengelolaan kesannya di
Perilaku Komunikasi melibatkan dirinya kehidupan sehari-harinya
Pengguna Ganja menjadi ayam
dalam kampus.
kehidupannya di Kota
43

Bandung).

Hasil Hasil penelitian Hasilnya Hasilnya menunjukkan


menunjukan bahwa menunjukkan bahwa bahwa mahasiswa gay
Penelitian panggung depan ayam kampus saat di saat di panggung depan
(front stage), panggung depan mereka mengelola kesan
pengguna ganja mereka mengelola dengan baik untuk
hampir semuanya kesan dengan baik menyembunyikan
memerankan untuk identitas mereka ke
panggung depan menyembunyikan khalayak orang,
(front stage) sesuai identitas mereka ke sedangkan dalam
dengan peran mereka khalayak orang, panggung belakangnya
di masyarakat, sedangkan dalam mereka mempunyai
mereka berperan panggung sebuah komunitas untuk
layaknya aktris atau belakangnya mereka gay dan ditempat itu
aktor dalam suatu mempunyai gadun mereka bisa menjadi diri
pertunjukan untuk memenuhi mereka seutuhnya tanpa
drama panggung. kebutuhan hidupnya. ada yang disembunyikan
Pada panggung oleh jati dirinya.
belakang (back
stage), pengguna
ganja memainkan
sebuah peran yang
utuh. Sehingga pada
perilaku mereka saat
berada di panggung
depan (front stage)
dan panggung
belakang (back stage)
memiliki suatu peran
yang sangat berbeda,
mereka
berdramaturgi dalam
menjalani
kehidupannya.
44

1. Angga Sumantono (Ilmu Komunikasi, Universitas Komputer

Indonesia Bandung, 2013

Angga Sumantono mengangkat skripsi yang berjudul “Perilaku

Komunikasi Pengguna Ganja (Studi dramaturgi Perilaku Komunikasi

Pengguna Ganja dalam kehidupannya di Kota Bandung) Penelitian bertujuan

untuk mengetahui Bagaimana Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja (Studi

dramaturgi Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja dalam kehidupannya di

Kota Bandung).” Untuk menjawab masalah diatas, maka diangkat sub fokus-

sub fokus penelitian berikut: Panggung depan, panggung belakang dan

perilaku. Sub fokus tersebut untuk mendukung fokus penelitian, yaitu:

Perilaku Pengguna Ganja Pada Proses Kehidupannya di Kota Bandung.

Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan studi dramaturgi, Subjek

penelitiannya adalah pengguna ganja. Informan dipilih dengan teknik

purposive sampling, untuk informan penelitian berjumlah 4 (empat) orang

pengguna ganja, dan untuk memperjelas serta memperkuat data adanya

informan kunci yang berjumlah 2 (dua) orang. Data penelitian diperoleh

melalui wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, studi pustaka dan

penelusuran data online. Untuk uji validitas data menggunakan teknik

triangulasi data. Adapun teknik analisis data dengan mereduksi data,

mengumpulkan data, menyajikan data, menarik kesimpulan, dan evaluasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa panggung depan (front stage), pengguna

ganja hampir semuanya memerankan panggung depan (front stage) sesuai

dengan peran mereka di masyarakat, mereka berperan layaknya aktris atau


45

aktor dalam suatu pertunjukan drama panggung. Pada panggung belakang

(back stage), pengguna ganja memainkan sebuah peran yang utuh. Sehingga

pada perilaku mereka saat berada di panggung depan (front stage) dan

panggung belakang (back stage) memiliki suatu peran yang sangat berbeda,

mereka berdramaturgi dalam menjalani kehidupannya.

2. Elfrida Grace (Sosiologi, Universitas Sumatera Utara 2008)

Elfrida Grace mengangkat skripsi yang berjudul “Ayam Kampus Kota

Medan Dengan Analisis Teori Dramaturgi”. Kampus adalah satu ikon penting

sebagai tempat berlangsungnya pendidikan.Kampus dianggap sebagai tempat

belajar yang cukup kompeten karena mahasiswa bisa menggantungkan

impian, cita-cita dan masa depan. Mahasiswa yang tengah mengenyam

pendidikan tinggi tidak sekedar masuk kuliah atau mengikuti ujian sebagai

syarat kelulusan. Mereka yang akan segera terjun ke masyarakat untuk

menerapkan ilmu yang dimiliki, tentu diharapkan juga bisa mengembangkan

diri agar bisa menjadi sarjana yang berkualitas, kreatif, kritis dan bertanggung

jawab. Seiring laju globalisasi yang begitu pesat, berbagai permasalahan

muncul dalam dunia Pendidikan Indonesia. Kasus criminal seperti peredaran

narkoba, pergaulan bebas, pola hidup hedonis dan keberadaan ayam kampus

menjadi kehidupan yang identik dengan dunia kampus. Fenomena keberadaan

ayam kampus saat ini semakin menjadi dan cukup merisaukan masyarakat

banyak. Kehadiran mereka pun disebabkan oleh banyak faktor yang perlu

diketahui. Keadaan ini menyebabkan pendidikan mengalami degradasi.

Keberadaan mereka pun disadari butuh perjuangan untuk tetap berada di


46

tengah – tengah masyarakat. Untuk itu mereka melakoni peran yang rumit,

yaitu berperan sebagai anak yang baik di depan keluarga, berperan sebagai

mahasiswi yang normal seperti kebanyakan mahasiswi –mahasiswi. Banyak

peran yang mereka lakoni agar keadaan mereka sebagai ayam kampus tidak

diketahui. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatitif dengan

pendekatan analisis teori dramaturgi. Dalam hal ini, data dikumpulkan dengan

teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan didukung dengan

pencatatan dokumen yang berasal dari jurnal dan surat khabar serta situs

internet. Dari hasil penelitian terhadap 11 ayam kampus di 5 perguruan tinggi

menunjukkan bahwa mahasiswi yang menjadi ayam kampus mempunyai

faktor – faktor yang berbeda – beda. Tampak dari faktor yang ada, beberapa

diantara hasil penelitian ialah banyak kepada faktor ekonomi, faktor kecewa

terhadap laki-laki, faktor kepuasan diri terhadap hubungan seksual dan faktor

gaya hidup. Kehidupan ayam kampus dianalisa dengan teori dramaturgi

dimana kehidupan mereka merupakan pertunjukan yang mereka atur,

sutradara, dan lakoni sendiri dengan konsep „pertunjukan dramanya sendiri‟.

Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh ayam

kampus, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang memberikan

makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar

belakang sosial masyarakat itu sendiri. Lakon yang diperankan oleh ayam

kampus itu dimainkan dengan sebaik mungkin untuk tidak menunjukkan

identitas asli mereka kepada khalayak ramai terutama kepada keluarga dan

orangtua. Identitas palsu pun beredar, dengan alasan untuk menjaga


47

kerahasiaan. Jasa yang mereka berikan tidak semurah pelacur dijalanan. Ada

pelayanan tersendiri, dilihat dari dimana mereka menuntut ilmu.

3. Nicko Tamara Lousma (Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran

Bandung, 2011)

Nicko Tamara Lousma mengangkat skripsi yang berjudul Presentasi diri

seorang mahasiswa gay. Penelitian ini mengungkapkan tentang fenomena

pengelolaan kesan seorang mahasiswa gay di kehidupannya sehari-hari,

merupakan fenomena yang unik yang perlu di angkat dan dihadirkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan front stage dan back stage si

mahasiswa gay tersebut yang meliputi komunikasi verbal dan komunikasi non

verbal, penampilan, gaya, atribut, setting, interaksi serta kehidupan sehari-

harinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Paradigma yang

digunakan adalah pendekatan studi dramaturgis yang dipengaruhi oleh

interaksioneisme simbolik. Melalui pendekatan dramaturgis berupaya untuk

mengupas apa yang ada dan dilakukan untuk membentuk kesan si Mahasiswa

gay saat di atas panggung yaitu di kehidupan sehari-harinya. Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa mahasiswa gay melakukan proses pengelolaan kesan

(saat di kehidupan sehari-hari atau front stage atau di kehidupan gay-nya atau

back stage) melalui komunikasi verbal, komunikasi non verbal, penampilan,

gaya, atribut, serta setting. Sehingga dia dapat menutupi jati dirinya yang

sebenarnnya di hadapan khalayak.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metodologi Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan

hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu,

Cara Ilmiah, Data, Tujuan, dan Kegunaan. Cara ilmiah berarti

kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri- ciri keilmuan, yaitu

rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian

itu dilakukan dengan cara- cara yang digunakan. Sistmatis artinya, proses

yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah- langkah

tertentu yang bersifat logis. 48

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif metode deskrptif

dengan pendekatan studi dramaturgi, sebagaimana diungkapkan oleh

Goffman yang dikutip dalam buku Metode Penelitian untuk Public

Relations: dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan

manusia. Gofftman menyebut ada dua peran dalam teori ini, yaitu bagian

depan (front) dan bagian belakang (back). Front mencakup, setting,

personal front (penampilan diri), expressive equipment (peralatan untuk

mengekpresikan diri).. Sedangkan bagian belakang adalah self, yaitu

semua bagian yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan akting

atau penampilan diri yang ada pada front.

48
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, CV.Alfabeta, Bandung, 2009,
hlm.2.

48
49

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

digunakan untuk meneliti pada obyek yang alamiah, (sebagai lawannya

adalah eksperimen) diman peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik

pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data

bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna

daripada generalisasi.49

Menurut Deddy Mulyana yang di kutip dari bukunya “Metodologi

Penelitian Kualitatif”. Metode penelitian kualitatif dalam arti penelitian

kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip

angka, atau metode statistik. Penelitian kualitatif bertujuan

mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisis

kualitas-kualitasnya, alih-alih mengubah menjadi entitas-entitas


50
kuantitatif. Untuk meneliti fenomena ini menggunakan pendekatan

kualitatif metode deskriptif (descriptive reaserch) yaitu suatu metode yang

dilakukan untuk mendeskripsikan suatu situasi atau area populasi tertentu

yang bersifat faktual.

3.2 Paradigma Penelitian

Sesuai dengn sifat dan karakter permasalahan data yang diangkat

dalam penelitin ini, maka paradigma yang digunakan adalah paradigma

konstruktivis yaitu paradigma yang hampir merupakan antithesis dari paham

yang meletakan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas

49
Sugiyono. Metode Peneliti Kuaitatif. Alfabeta, Bandung, 2005
50
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung.
50

atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang bahwa ilmu sosial sebagai

analisis sistematis socially meaningful action melalui pengamatan langsung

terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan

memelihara/mengelola dunia sosial media.51

Paradigma ini menyatakan bahwa dasar untuk menjelaskan kehidupan,

peristiwa social dan manusia bukan ilmu dalam kerangka positivistic, tetapi

justru dalam arti common sense. Menurut mereka, pengetahuan dan pemikiran

awam berisikan arti atau makna yang diberikan individu terhadap pengalaman

dan kehidupan sehari-hari, dan hal tersebutlah yang menjadi awal penelitian

ilmu-ilmu social. 52

Peneliti menggunakan paradigma kontruktivis untuk mengetahui

bagaimanakah kontruksi panggung depan, panggung belakang Pekerja Seks

Komersial dalam menjalani kehidupannya, dan karena paradigm kontruktivis

peneliti bisa mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari individu yang

diteliti. Di mana substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat

dari penilaian objektif saja melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang

timbul dari alasan-alasan subjektif. Dan juga melihat bahwa tiap individu akan

memberikan pengaruh kepada masyarakatnya di mana tindakan sosial yang

dilakukan individu tersebut harus berhubungan dengan rasionalitas dan

tindakan sosial yang harus dipelajari melalui penafsiran serta pemahaman.

51
Dedy N Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelian Sosial Empirik Klasik, Jakarta:
Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, 2003
52
Sigit Mangun Wrdoyo, Pembelajaran Kontruktivisme. (Bandung:Alfabeta, 2001), hal.33
51

3.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dalam penelitian ini bertujuan untuk

menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan dan memudahkan

pembaca dalam memahami isi penelitian. Maka dari itu peneliti membuat

batasan-batasan masalah sehingga tidak membuat penelitian lebih luas.

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu peneliti memfokuskan

dramaturgi seorang pekerja seks komersial dan peneliti menggunakan PSK

untuk dijadikan peneliti mengenai panggung depan dan panggung belakang

dalam kehidupan sehari-hari.

3.4 Instrumen Penelitian

3.4.1 Sumber Data

1. Data Primer (Primary Data)

Data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media

perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara

individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),

kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang dilakukan

dalam pengumpulan data primer bisa didapatkan dari kegiatan

wawancara dan observasi yang sudah dipaparkan pada baris

sebelumnya.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari sumber yang sudah ada bisa dimiliki peneliti

dari catatan penelitian sebelumnya, bukti yang dikumpulkan dari


52

beberapa pra-observasi. Pada penelitian ini peneliti memiliki cara

dengan membaca artikel tulisan yang memuat tentang subjek

penelitian, mengetahui dari catatan serta bukti teman-temanyang

memahami dan sesuai dengan penelitian. Data sekunder umumnya

berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam

arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan. Bentuk data yang sudah ada dalam pengambilan data

dengan cara sekunder yaitu studi kepustakaan merupakan teknik

pengumpulan data melalui teks yang tertulis maupun soft-copy edition

(buku,ebook atau artikel dalam majalah, surat kabar, jurnal serta media

lainnya). Dalam hal ini peneliti memperoleh beberapa informasi atau

data yang diperoleh dari buku, literatur lain dari internet dan artikel

yang bisa di akses.

3.4.2 Tehnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data yang memenuhi standar data yang

ditetapkan.53

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan

data yang digunakan untuk mencari beberapa sumber data yang kemudian diolah

53
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2012Hlm.238
53

sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini di antara lain :

1. Wawancara

Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara tidak terstruktur

dan wawancara terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah

wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman

wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya.54 Selain wawancara tidak terstruktur, peneliti juga

melakukan wawancara secara terstruktur yaitu dengan menyusun dan

mempersiapkan pertanyaan sebagai pedoman wawancara. Wawancara

merupakan suatu teknik pengumpulan data dalam metode survey melalui

data pertanyaan yang diajukan secara lisan terhadap responden atau

subjek.55

2. Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti

untuk mengamati atau mencatat suatu peristiwa dengan penyaksian

langsung, dan biasanya peneliti dapat sebagai partisipan atau observer

dalam menyaksikan atau mengamati suatu objek peristiwa yang sedang

54
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D,Alfabeta, Bandung 2012, Hlm.233
55
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja
GrafindoPersada, 2006, Hlm.26
54

ditelitinya.56 Observasi dilakukan untuk memperoleh data-data resmi

seputar mengenai presentasi diri pekerja seks komersial.

3. 5 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah sample. Sample

pada penelitian kualitatif disebut sebagai informan atau subjek penelitian,

yaitu orang-oraang yang dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi

sesuai dengan tujuan penelitian. Informan disebut sebagai subjek

penelitian karena informan dianggap aktif mengkontruksi realitas bukan

sekedar objek yang hanya mengisi kuisioner.57 Menurut Moleong,

informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberi informasi

tentang suatu data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam sebuah

penelitian.58

Pada penelitian ini peneliti menggunakan informan penelitian atau

narasumber untuk mendapatkan data. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan informan dan key informan. Karena dalam penelitian

dibutuhkan informan dan key informan untuk mendapatkan data yang

diperlukan.

Berdasarkan metodologi kualitatif dikenal beberapa metode riset:

antara lain focus group discussion, wawancara mendalam, studi kasus dan

observasi. Tetapi penulis hanya mengumpulkan data dengan metode

56
Ibid, Hlm.221
57
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja
GrafindoPersada, 2006, Hlm.296
58
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja RosdaKarya, 2007,
Hlm.132
55

wawancara mendalam dan observasi. Dengan ini diharapkan mendapatkan

informasi yang koengkrit mengenai perilaku pekerja seks komersial di

lingkungan yang nantinya akan menjelaskan konsep diri PSK tersebut..

Informan peneliti ini adalah seorang PSK yang bekerja di

Emporium Jakarta dengan dipilih berdasarkan beberapa faktor yaitu

perbedaan latar belakang pendidikan, usia, dan tarif dari PSK tersebut.

Data informan tersebut dapat dilihat pada table dibawah ini

Tabel 3.1

Informan Penelitian

NO Nama Umur Keterangan

1 Dewi 23 Tahun PSK Emporium

2 Lisa 25 Tahun PSK Emporium

Tabel 3.2

Informan Pendukung

No Nama Keterangan

1. Mega S Staff Emporium

2. Butet Staff Emporium

3. Fitri Sahabat Dewi

3. Annisa Sahabat Lisa


56

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif digunakan bila data-data yang terkumpul

dalam riset adalah data kualitatif. Data kualitatif dapat berupa kata-kata,

kalimat-kalimat atau narasi-narasi baik yang diperoleh dari hasil

wawancara mendalam maupun observasi.59

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan model Miles dan

Huberman (1984), yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis

data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.60

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis

berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi

hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data

tersebut. Selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga

selanjutnya dapaat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau

ditolak berdasarkan data yang terkumpul. 61

Menurut Nasution, analisis data dalam penelitian kualitatif harus

dimulai sejak awal. Data yang diperoleh dalam lapangan harus segera

59
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, 2008, Jakarta, Kencana, Hlm.192
60
Sugiyono, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta, Hlm.2
61
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D,Alfabeta Bandung,2009
57

dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Salah satu cara yang dapat

dianjurkan ialah dengn mengikuti langkah-langkah berikut.62

1. Mereduksi Data

Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau

laporan yang terperinci. Laporan ini akan terus menerus bertambah.

Bila tidak segra dianalsis sejak awal akan menambah

kesulitan.laporan-laporan ini perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-

hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema

atau polanya. Jadi, laporan lapangan sebagai bahan “mentah”

disingkatkan, direduksi, disusun lebih sistematis sehingga lebih mudah

dikendalikan. Data yang direduksi member gambaran lebih tajam

tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari

kembali data bila diperlukan.

2. Men-display data

Agar dapat melihat gambaran keseluruhannya atau bagian terteentu

dari peneliti itu, harus diusahakan membuat berbagai macam matriks,

grafik, networks, dan charts. Dengan demikian, peneliti dapat

menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan detail.

3. Mengambil kesimpulan dan verifikasi

62
Dr.Elvinaro Ardianto,M.Si ,Metode Penelitian uuntuk Public Releation Kuatitatif dan
Kualitatif,Remaja Rosdakarya Bandung, 2010
58

Sejak awalnya, peneliti berusaha mencari makna dari data yang

dikumpulkannya. Untuk itu, ia mencari pola, tema, hubungan,

persaamaan, hal-haal yang sering timbul, hipotesis, dan sebagainya.

Jadi, dari data yang diperolehnya sejak awal ia mencoba mengambil

kesimpulan. Kesimpulan itu mula-mula masih tentative, kabur,

diragukan. Akan tetapi, dengan bertambahnya data, kesimpulan itu

lebih grounded. Selama penelitian berlangsung, kesimpulan senantiasa

harus diverifikasi. Verifikasi dapat singkat dengan mencari data baru,

dapat pula lebih mendalam bila penelitian dilakukan oleh satu tim

untuk menncapai intersubjective consensus, yakni persetujuan bersama

agar lebih menjaminn validitas atau confirmability.63

4. Menganalisis data

Menganalisis data sewaktu pengumpulan data antara lain akan

menghasilkan lembar rangkuman dan pembuatan kode pada tingkat

rendah, mengengah (kode pola) dan tingkatan tinggi (memo).

5. Membuat lembar rangkuman

Untuk memperoleh inti data, peneliti dapat bertanya, siapa, peristiwa,

atau situasi apa, tema atau masalah apa yang dihadapinya dalam

lapangan, hipotesis apa yang timbul dalam pikirannya. Pada kunjungan

63
Dr.Elvinaro Ardianto,M.Si ,Metode Penelitian uuntuk Public Releation Kuatitatif dan
Kualitatif,Remaja Rosdakarya Bandung, 2010
59

berikutnyaa, informasi apa yang harus ditemukannya dan hal apa yang

harus diberinya perhatian khusus.

3.7 Keabsahan Data

Di dalam pengujin keabsahan data, cara pengujian kredibilitas atau

kepercayaan terhadap hasil penelitian menurut Moleong dilakukan dengan

perpanjangan leikutsertaan atau pengamatan, ketekunan pengamatan

dalam penelitian, triangulasi, pengecekat sejawat, kecukupan refensial,

kajian kasus negative, dan pengecekan anggota. 64

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode triangulasi.

Triangulasi yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi sumber, yaitu

menguji kredibilitas data dilakukan dengan mengecek data yang telah

diperoleh melalui beberapa sumber.65 Peneliti akan mewawancarai

berbagai sumber yang berbeda berdasarkan informan peneliti. Alasan

peneliti menggunakan triangulasi sumber Karen semakin banyak

narasumber, maka data yang dikumpulkan akan semakin banyak sehingga

akan memudahkan peneliti untuk membandingkan dan menganalisi data

tersebut.

64
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosdakarya,2007
65
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D,Alfabeta Bandung,2009
60

3.8 Lokasi Penelitian

Lokasi utama penelitian yang dipilih adalah di Mess Emporium

Jakarta Pusat sebagai tempat penelitian mengenai “Presentasi Diri Seorang

Pekerja Seks Komersial”.

3.9 Jadwal Penelitian

Tabel 3.3

Jadwal Penelitian

Agenda

Des Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agus Sept Okt

Pra-Riset dan Penyusunan


Bab 1-3

Pengumpulan dan Analisa


Data

Analisis dan Pengelolaan


Data

Penyusunan Bab 4-5

Sidang Skripsi
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Pada bab ini peneliti akan menguraikan data dan hasil penelitian tentang

Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial. Hasil data dan penelitian berupa

wawancara mengenai bagaimana panggung depan seorng Pekerja Seks Komersial,

panggung belakang Pekerja Seks Komersial, serta presentasi diri seorang Pekerja

Seks Komersial. Hasil penelitian yang ini diperoleh dengan teknik wawancara

yang mendalam dengan informan dalam bentuk observasi langsung dan data yang

sudah terkumpul kemudian dianalisis. Analisis ini sendiri terfokus pada para

presentasi diri seorang Pekerja Seks Komersial ,yang dikaitkan kepada beberapa

unsur atau identifikasi masalah. Agar peneliti ini lebih objektif dan akurat, peneliti

mencari informasi-informasi tambahan dengan melakukan wawancara mendalam

dan observasi langsung dengan informan untuk melihat langsung bagaimanakah

presentasi diri seorang Pekerja Seks Komersial. Selain itu juga peneliti melakukan

wawancara dengan infroman pendukung yaitu orang-orang terdekat dan yang

mengenal sosok Pekerja Seks Komersial itu sendiri.

Peneliti ini juga menggunakan tipe penelitian kualitatif untuk melihat

kondisi alami dari suatu kehidupan dramaturgi. Pendekatan ini bertujuan

memperoleh pemahaman dan menggambarkan realitas yang kompleks.

61
62

Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan

data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan didasari oleh orang atau

perilaku yang diamati. Pendekatannya diarahkan pada latar dan individu secara

utuh Jadi, tidak dilakukan proses isolasi pada objek penelitian kedalam variabel

atau hipotesis. Tetapi memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Penelitian ini juga melakukan observasi secara langsung.

Tempat yang peneliti amati selama melakukan observasi yaitu di mess,

tempat para PSK tinggal. Untuk tahap analisis, yang dilakukan oleh peneliti

adalah membuat daftar pertanyaan untuk wawancara, pengumpulan data, dan

analisis data yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Untuk dapat mengetahui sejauh

mana informasi yang diberikan oleh informan penelitian, peneliti menggunakan

beberapa tahap

1. Pertama menyusun draft pertanyaan wawancara berdasarkan dari unsur-

unsur kredibilitas yang akan ditanyakan pada narasumber atau informan.

2. Kedua, melakukan wawancara dengan staff dan mucikari yang

bersangkutan guna menjadi data pendukung.

3. Ketiga melakukan dokumentasi langsung di lapangan untuk melengkapi

data-data yang berhubungan dengan penelitian.

4. Keempat, memindahkan data penelitian yang berbentuk daftar dari semua

pertanyaan yang diajukan kepada narasumber atau informan.

5. Kelima, menganalisis hasil data wawancara yang telah dilakukan.


63

Agar pembahasan lebih sistematis dan terarah maka peneliti membagi ke

dalam tiga pembahasan, yaitu:

1. Analisis Deskripsi Identitas Informan.

2. Analisis Deskripsi Hasil Penelitian.

3. Pembahasan Peneliti.

4.2 Deskriptif Data

Pada pembahasaan ini peneliti, akan memaparkan berbagai hal yang terjadi di

lapangan berdasarkan dengan hasil sebenarnya yang ditemukan dan dirasakan oleh

peneliti berkaitan dengan judul peneliti yaitu Presentasi Diri Pekerja Seks

Komersial Emporium Jakarta. Beerbagai data yang peneliti peroleh dilapangan

berkaitan dengan dramaturgi pekerja seks komersial, disusun dan dialokasikan

sebagai suatu hasil dari penelitian dengan mengkombinasikan berbagai temuan

tersebut dengan data-data tambahan lainnya. Pemaparan proses penelitian ini dirasa

penting sebagai jawaban yang ingin disampaikan peneliti dalam upaya menentukan

arah penelitian dengan memberikan berbagai temuan dilapangan,

Peneliti melakukan wawancara secara langsung pada key informan dan juga

pada informan tambahan untuk melengkapi data penelitian. Wawancara dilakukan

dengan bertemu langsung dengan key informan di mes tempat mereka tinggal.

Untuk informan tambahan, wawancara dilakukan sambil peneliti melakukan

wawancara dan observasi pada key informan.


64

4.2.1 Profil Informan Kunci

Berikut adalah informan-informan penelitian yang di wawancarai oleh

peneliti mendapatkan data untuk di analisis mengenai Presentasi Diri Pekerja Seks

Komersial Emporium Jakarta.

1) Dewi

Dewi (nama samaran) adalah seorang mahasiswi cantik. Dewi berasal

dari Bandung dan datang ke Jakarta untuk berkuliah, namun ajakan dan

tuntutan pergaulan yang membuat Dewi melukakan pekerjaan sampingan

sebagai PSK. Wanita yang mempunyai kulit putih ini baru mengeluti

profesi ini sejak tahun pertama dia berkuliah. Dewi meempunyai tinggi

165 cm, berambut pendek berwarna keabu-abuan, mahasiswi tahun ke

empat berusia 23 tahun ini merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.

Dewi mempunya satu orang adik laki-laki yang masih duduk dibangku

SMP. Ibunda Dewi sudah menikah lagi karna Ayah Dewi meninggal saat

Dewi berumur 13 Tahun, Sekarang Dewi tinggal di mess di Jakarta

tepatnya ditempat dia bekerja menjadi PSK.

Dewi merupakan sosok yang cukup ramah saat pertama kali ditemui,

Dewi pribadi yang menyenangkan dan baik tetapi sedikit pendiam, di mata

teman-temannya yang mengenal dia, dia seseorang yang tidak terlalu

banyak bicara saat sedang bersama teman-temannya, tidak jauh halnya

dengan sikapnya dikampus, penampilan Dewi saat dikampus tidak terlalu

macam-macam, bahkan Dewi baru-baru ini menggunakan kerudung saat

dia pergi kuliah. Alasannya karna dia mempunyi rambut dan warna rambut
65

yang cukup nyetrik. Dewi memang menyukai barang branded, karna dia

sangat menyukai fashion, dan selalu menggunakan sepatu wedges, dan

celana jeans.

Dewi merupakan seorang Pekerja Seks Komersial di Emporiun

Jakarta. Tetapi dia jarang sekali keluar malam untuk bermain bersama

teman-teman, dikarenakan dia memiliki tuntutan pekerjaan yang tidak bisa

ditinggalkan karena sudah mempunyai kontrak kerja dengan mucikari

Emporium Jakarata.

2) Lisa

Lisa (nama samaran) adalah seorang perantau dari Bandung yang

datang ke Jakarta untuk bekerja. Wanita berumur 25 tahun ini merupakan

anak ke 3 dari 5 bersaudara. Lisa memiliki 2 kakak yang sudah

berkeluarga dan 2 adik yang masih bersekolah. Lisa sudh cukup lama

mengeluti profesinya sebagai PSK sudah sejak 7 tahun yang lalu sebagai

tumpuan hidup.

Wanita berperawakan montok dengan tinggi badan 168 cm dan berat

badan 48 kg ini memiliki kulit sawo matang, mata indah, rambut ikal,

memakai behel dan terdapat beberapa tattoo ditubuhnya. Lisa merupakan

sosok yang sangat menyenangkan di mata teman-temannya dia selalu

menebar humor pada saat bertemu teman-temannya

Lisa tidak pernah berfikir untuk berkerja menjadi seorang PSK,

namun tuntutan ekonomi dan susahnya mencari pekerjaan dijakarta


66

dengan bermodal ijasah SMA dirasakan Lisa cukup sulit belum lagi dia

tidak terlalu banyak kenalan di Jakarta. Namun ajakan temannya yng

sudah menjadi PSK Emporium sebelumnya membuat Lisa ingin mencoba

dijalur yang sama dengan temannya.

Lisa tidak pernah memberi tahu keluarga di Bandung tetntang status

lisa sebagai seorang pekerja seks komersial. Yang keluarga ketahui Lisa

bekerja bersama temannya di salah satu konveksi yang ada di Jakarta.

Ketidak pedulian dan kebebasan yang diberikan orang tua membuat

pergaulan Lisa melampaui batas.

4.2.2 Profil Informan Pendukung

1) Mega

Mega adalah seorang mahasiswi di Jakarta. Peneliti mengenal sosok

mega karna mega adalah teman satu kelas semasa di SMA. Mega sosok

yang sangat ramai dan selalu dominan saat berbicara dengan teman-teman,

mega mempunyai tampilan yang semaunya yang kadang-kadang kita

menggap tampilannya sedikit aneh namun tetap cantik dikenakan.

Mega adalah orang yang tidak mengenal kata putus asa, dan seorang yang

professional dalam hal pekerjaan. Mega sendiri adalah keponakan dari

mucikari Emporium Jakarta, dia juga pernah bekerja di Emporium hampir

satu tahun sebagai akuntan, jadi dia kenal betul para PSK di Emporium

dan mengetahui kehidupan PSK.


67

Peneliti tertarik menjadikan Mega seorang informan pendukung

karena Mega mempunyai pergaulan yang luas, selain itu juga Mega pernah

mempunyai teman yang PSK semasa dia masih bersekolah sehingga

membuat Mega lebih banyak tahu tentang PSK. Dari Mega lah peneliti

mendapatkan data yang peneliti butuhkan, sebagai pendukung dari

penelitian ini.

2) Butet

Butet adalah sosok wanita keturunan batak yang mempunya wajah

sangat keras. Wanita yang mempunyai umur 30 Tahun ini adalah pribadi

yang ceplas-ceplos dan memiliki nada bicara yang sangat tinggi tetapi

selalu melontarkan candaan saat dilakukan wawancara. Butet sudah

berkeluarga dan mempunyai satu orang anak laki-laki yang masih

bersekolah. Butet sudah cukup lama bekerja di Emporium Jakarta, selama

hampir 4 tahun butet bertugas menjaga dan mengurus /kebutuhan para

PSK.

Peneliti tertarik dengan butet karena dia cukup dekat dengan hampir

semua PSK diEmporium dan menenal betul sifat-sifat dan prilaku para

PSK dan mempunyai banyak informsi yang dibutuhkan peneliti untuk

menjawab semua pertanyaan yang dibutuhkan.

3) Fitri

Fitri adalah sahabat dekat dari PSK selaku informan pertama yakni Dewi,

Fitri adalah sosok yang sangat ramah, ramai dan sering mengeluarkan

lelucon-lelucon yang membuat suasana sangat menyenangkan. Peneliti


68

memilih Fitri sebagai informan karena Fitri adalah teman satu kampus sedari

semester pertama, mereka memiliki hubungan yang sangat dekat dan Fitri

mengetahui dan mengenal banyak mengenai sosok Dewi sehingga Fitri

mengetahui informasi yang diperlukan untuk penelitian.

4) Tamy

Tamy merupakan sosok wanita berumur 28 tahun yang sudah menikah. Tamy

adalah teman dekat selaku informan kedua yakni Lisa sewaktu di Bandung.

tamy adalah seorang pribadi yang sangat pendiam dan sangat keibuan dan

tidak terlalu banyak bicara. Tamy pindah ke Jakarta karena sang suami bekerja

di Jakarta sebagai buruh, sehingga Tamy dan Lisa masih berteman sangat baik

sampai sekarang. Alasan peneliti menjadikan Tamy sebagai informan karena

Tamy mengetahui semua informasi perihal Lisa dan bisa membantu menjawab

pertanyaan dari penelitian.

4.3 Pembahasaan Penelitian

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana panggung

depan dan panggung belakang pekerja seks komersial. Penelitian ini

menggunakan konsep dramaturgi dan metode kualitatif dengan metode

pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan observasi.

Wawancara mendalam dengan informan dilakukan untuk mencari data dan

dokumentasi langsung dilapangan. Dalam wawancara tersebut, peneliti

mendapatkan data atau informasi berupa bagaimana panggung depan dan

panggung belakang pekerja seks komersial.


69

Pada wawancara mendalam, peneliti menyiapkan beberaapaa pertanyaan

untuk diajukan kepada informan kunci dan informan pendukung. Data yang

didapat dari hasil wawancara diperoleh dari 2 orang pekerja seks komersial.

Adapun daftar pertanyaan dan jawabaaan terlampir di dalam lampiran.

Hasil wawancara langsung yang didapatkan melalui informan merupakan

sebuah data primer dan sumber pokok dalam penelitian, sedangkan hasil data

observasi selama peneliitian merupakan data sekunder. Data yang diperoleh dari

wawancara langsung kepaada infroman dan hasil data observasi dikategorikan

sesuai dengan identifikasi masalah.

Data yang diperoleh mengenai panggung depan dan panggung belakang

terjawab dengan jelaas, sehingga dapat disimpulkan hasil dari penelitian ini.

Setelah data terkumpul dan proses penyusunan yang diperlukan selesai, peneliti

menjabarkan hasil dari penelitian mengenai presntasi diri, panggung depan dan

panggung belakang pekerja seks komersial ketika meraka berada di lingkungan

hidupnya maupun di lingkungan pekerjannya.

Berdasarkan hasil wawancara yang didapat dengan informan, maka

peneliti dapat menganalisis Presentasi Pekerja Seks Komersial studi dramaturgi

yang meliputi.

4.3.1 Panggung Depan Pekerja Seks Komersial

Panggung depan (Front Stage) adalah bagian individu yang secara teratur

berfungsi sebagai cara untuk tampil didepan umum dengan sosok yang ideal.

Panggung depan merupakan sebuah peristiwa dimana pekerja seks komersial atau
70

“performer” tampil dengan materi yang sebelumnya sudah dipersiapkan dan

dirancang pada panggung belakan (back stage)

Ketika berada di panggung depan (front satge), seorang PSK mempunyai

beberapa karakteristik guna menunjukan performance sebaik mungkin untuk

memenuhi kepuasaan audience atau pelanggan. Bagaimana berpakaian, gaya

bahasa, bahasa tubuh, gerak gerik mimik, intonasi suara, cara berpakaian, manner,

dan tubuhnya untuk memenuhi selera audience, bukan untuk dirinya. Karena itu

perilaku ini bukannya perilaku asli atau perilaku sebenarnya, tetapi perilaku yang

dibuat-buat.

Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan gambaran actor mengenai

konsep ideal dari identitasnya yang sekiranya bisa diterima oleh penonton.

Berangkat dari perilaku PSK dengan merujuk dramaturgi, perbedaan perilaku

terjadi karena perbedaan kepentingn dan tujuan yang hendak dicapai.

4.3.1.1 Lokalisasi

Lokalisasi adalah tempat berlangsungnya panggung belakang yang

dilakukan para PSK. Disinilah para PSK memanipulasi penampilannya, dengan

busana yang seksi, sepatu mewah dengan hak tinggi, riasan wajah yang mencolok

dan beberapa aksesoris untuk menunjang penampilan mereka. Para PSK

mengelola kesan dengan baik ketika bertemu para pelangan agar menarik

perhatian para pelanggan untuk tetap setia dengan mereka. Bukan hanya perilaku

dan gaya busana yang dapat menari perhatian para pelanggan, tetapi cara bicara
71

yang manja dan sopan, juga gerak tubuh yang sedikit erotis saat bertemu dengan

para pelanggan.

a. Bahasa tubuh dan Intonasi suara

Bahasa tubuh yaitu merupakan proses pertukaran pikiran dan gagasan

dimana pesan yang disampaikan dapat berupakan isyarat, ekspresi wajah,

pandangan mata, sentuhan, aretifak ( lambang yang digunakan ), diam. waktu,

suara, postur dan gerakan tubuh. sedangkan Intonasi yaitu tinggi rendahnya nada

pada Kalimat yang memberikan penekanan pada kata-kata tertentu di dalam

kalimat. Bahasa tubuh dan intonasi suara menjadi salah satu karakteristik yang

menunjang panggung depan para pekerja seks komersial, karena mereka

berkomunikasi dan berinteraksi dengan pelanggan dengan bahasa tubuh dan

intonasi yang baik guna mencapai tujuan mereka.

Dewi selaku informan pertama dalam penelitian ini mengungkapkan

bahwa perilaku yang ditunjukan saat para pelangan datang untuk memilih para

PSK, Dewi berinteraksi dengan pelanggan dan sangat berhati-hati mengendalikan

kesan yang akan diberikikan sehingga orang lain tidak bisa mengetahui perasaan

yang sesungguhnya terjadi.

“awalnya aku sama sekali gabisa yang namanya ketemu pelanggan gitu,

pasti kaku banget ngomong dikit pokoknya malu-malu banget deh nah

lama kelamaan aku ngeliatin aja dari yang lain trus sekarang kalau saat

ketemu pelangan, perilaku aku sebisa mungkin harus menggoda para

pelanggan, yaa kalo gak ngomong yang manja imut gitu pokoknya seceria

mungkin lah biar pelanggan juga enak kan bawaannya kalo lagi sama aku
72

gak kaku-kaku banget lah, trus klo lagi gak mood atau bête ya sebisa

mungkin nutupin kalo engga ya nanti pada kabur kalo aku jutek

hehe”(Dewi, 26 Juli 2016)

Menurut penelitian penulis, Dewi saat bertemu dengan pelanggan lebih

menonjolkan sikap dia yang manja dan tidak kaku. Sebelumnya Dewi sangat

pendiam dan sulit berinteraksi dengan pelanggan, tetapi Dewi banyak melihat

teman-temannya saat bertemu pelanggan dan pada akhirnya Dewi bisa

berinteraksi tanpa malu-malu dan membuat kesan baik kepada pelanggan

sehingga pelanggan tidak kecewa dengan penampilan Dewi, dan Dewi tetap

tersenyum dan bicara sopan walaupun sedaang memiliki masalah atau mood yang

tidak baik. PSK mempresentasikan dirinya melalui bahasa verbal maupun non

verbal. Seperti menggerkan tubuh agar terlihat seksi dan erotis menjadi daya tarik

pelanggan dan tidak segan-segan merangkul atau memegang lengan saat

berbincang dengan pelanggan.

Kemudian informan kedua yang bernama Lisa mengungkapkan hal yang

sama perihal perilaku ketika dia bertemu dengan pelanggan bahwa adanya

interaksi yang dia lakukan dengan pelanggan yang hadir. Informan kedua

mengungkapkan pendapatnya sebagai berikut :

“karna aku sudah biasa dengan dunia malam gini ya jadi aku udh gak ada

namanya malu-malu ketemu pelanggan, aku yaa goda-goda gitu deh biar

dia seneng main sama aku, bicara aku juga harus sopan dan lembut trus
73

karna aku pake baju seksi jadi aku tonjolin aja yang bisa ditonjolin

hahahaha”(Lisa, 4 Agustus 2016)

Lisa ketika berhadapan dengan pelanggan lebih berpengalaman karena

Lisa juga sudah cukup lama menjadi seorang PSK. Lisa berinteraksi dengan cara

berbicara lembut sopan dan lebih menonjolkan sisi erotisnya agar dipadang

wanita seksi yang mengoda. Dengan berprilaku menggoda Lisa mengharapkan

pelanggan tetap setia dengan jasanya dan tidak berpaling dengan PSK lain. Bisa

dikatakan bahwa PSK sudah siap dalam menampilkan penampialan yang

diharapkan para pelanggan dengan bahasa verbal maupun non verbal.

Menurut Goffman, presentsi diri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas social bagi

para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak

dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada.66 Bahwasannya para

pekerja seks komersial dapat menginterpreetsikan situasi secara beragam,

mengelola kesan seperti yang dikehendaki. Sejatinya penampilan yang akan

ditampilkan oleh pekerja seks komersial yakni symbol dalam bentuk verbal

maupun gerak non verbal tidak dapat diprediksi oleh siapapun.

Kesimpulan dari jawaban-jawaban informan diatas mengatakan hal yang

hampir sama pada intinya. Mereka memperhatikan sikap atau perilaku baik itu

verbal ataupun non verbal pada saat bertemu dengan pelanggan yang merupakan

66
Deddy Mulyana, Metedologi Penelitian kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya, PT. Remaja Ros dakarya, Bandung, 2003, hal. 112
74

panggung depan, hal tersebut guna menciptakan hubungan jangka panjang kepada

pelanggan agar pelanggan tetap mengunakan jasa mereka.

Kemudian penulis menayakan pertanyaan yang sama kepada Mega

sebagai informan pendukung, yakni perihal perilaku para PSK ketika berhadapan

dengan pelanggan berikut jawabannya :

” baik-baik aja sih karna udh pengalaman juga yaa ngadepin pelanggan,

kalo lagi galau tau masalah sama sekali gak keliatan. Mereka tetep

nemenin pelanggan dengan baik,, walaupun klo gaadaa pelanggan suka

sedih mikirin masalah yaa psk juga manuia kan.”(Mega, 31 Juli 2016)

Dari hasil wawancara diatas para PSK tidak memperlihatkan wajah sedih

atau jutek apabila terjadi masalah yang sedang dihadapinya, mereka tetap

menemani para pelanggan dengan baik dan tetap memperlihatkan ekspresi yang

centil dan manja dan mereka dapat memanipulasi keadan mereka dengan baik.

Kemudian peneliti menanyakan pertanyaan yang sama kepada informan

pendukung bernama butet salah satu staff di Emporium Jakarta dan peryataanya

sebagai berikut :

“ perilaku mereka ke tamu sih sewajarnya PSK kebanyakan lah, ngomong

manja sedikit kontak fisik trus ditonjolin dah tuh sisi seksinya mereka, dan

ngomong ke pelanggan pada sopan-sopan karena emang udh

peraaturannya gitu kan gak boleh ngomong cablaak-cablak”(Butet, 31

Juli 2016)

Dari hasil penelitian penulis, para PSK berprilaku dengan sangat baik saat

melayani ataupun bertemu dengan pelanggan. Mereka sudah sangat profesional


75

dan terbiasa dalam mengelola kesan yang membuat para pelanggan mendapatkan

perlakuan yang diharapkan para pelanggan.

Menurut Goffman, bahwa umumnya orang-orang berusaha menyajikan

diri mereka yang diidealisasikan dalam pertunjukan mereka di pangung depan,

meresa merasa bahwa mereka harus menyembunyikan hal-hal tertentu dalam


67
pertunjukannya. Seperti para pekerja seks komersial yang menyembunyikan

sifat asli mereka dan memanipulasi keadaan yang sedang dialami saat bertemu

dengan pelanggan.

b. Bahasa Verbal

Pengelolaan kesan melalui bahasa verbal adalah pengelolaan kesan dengan

meggunakan kata-kata atau bahasa. Peristiwa pengelolaan kesan oleh PSK saat

berinteraksi dengan pelanggan merupakan peristiwa yang terjadi di wilayah

panggung depan (front stage). Peristiwa pengelolaan kesan oleh PSK saat

berinteraksi dengan pelanggan yakni pria hidung belang dapat dibagi ke dalam

dua sesi. Sesi pertama adalah saat PSK mecoba merayu pelanggannya dengan

menggunakan bahasa manja dan persuasive dari calon pelanggannya dengan

menggunakan kata-kata.

Dari pengamatan penelitian melalui wawancara yang dilakukan oleh Dewi

dan Lisa komunikasi verbal yang dilakukan mereka berupa bahasa dalan kata-kata

yang biasa mereka gunakan untuk memikat atau menyapa calon pelanggannya

67
Mulyana, Deddy, 2004, Metedologi Penelitian kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya, PT. Remaja Ros dakarya, Bandung, hal. 116
76

adalah dengan mengucapkan kata seperti “hallo sayang”, “hay beb”, “apa kabar

cinta” (panggilan sayang) “Maya yuk” (maya adalah bahasa gaul making love

atau bercinta). “Mau berapa ronde nih say” (artinya mau berapa kali melakukan

hubungan seks dengan mereka), “Secelup dua celup say” (artinya mau waktu yang

singkat dalam bercinta). Kata-kata lain yang selalu mereka ungkapkan adalah,

“dijamin oke”, “mau atas atau bawah”? Artinya mereka menganggap diri mereka

adalah jasa yang sangat mendatangkan kepuasan bagi yang memakainya.

Ungkapan itu dinyatakan untuk lebih menjelaskan identitas diri mereka dalam

profesional melayani pelanggan yang ingin memakai jasa seks mereka.

Sedangkan menurut wawancara yang dilakukan sesi kedua yang terlihat

adalah saat mereka berhasil melakukan transaksi mendapatkan pelanggan yang

akan memakainya. Kata-kata yang mereka ucapkan sebelum akhirnya melakukan

pekerjaan mereka dan pergi ke kamar hotel yaitu “oke say sudah siap keatas?”,

“lets go”, “common beib”. Ungkapan itu maksudnya adalah bersedia dan biasanya

setelah mengucapkan katakata tersebut PSK langsung masuk ke dalam kamar

hotel ataupun ikut pelanggan sesuai permintaan.

c. Gaya Bicara

Gaya berbicara adalah cara berbicara yang dapat menimbulkan daya tarik

lawan bicara. Gaya bicara dapat digolongkan menjadi gaya berbicara dengan

menghubungkan suara dengan kata-kata, atau gaya bahasa. Sangat penting bagi

para pekerja seks komersial utuk mengatur dan men setting gaya bicara mereka

agar para pelanggan tertarik.


77

Pada saat bertemu pelanggan dan saat tidak bertemu dengan pelanggan

pun adanya perbedaan cara bicara saat sedang bersama pelanggan dan tidak

bersama pelanggan. Inilah yang disampaikan Dewi

”ya pasti adalah, aku memang klo ngomong lembut saat gak ketemu

pelanggan juga lembut dan gak banyak ngomong, tapi klo lagi ketemu

pelanggan aku harus banyak ngomong lah trus rada menye-menye gitu

manja-manja dikit lah intonasi bicaranya tapi klo ngobrol sama bukan

pelanggan ya kayak gini aja gak mungkin aku menye-menye manja hehe”

(Dewi, 26 Juli 2016)

Melalalui pengamatan peneliti yang meneliti Dewi, setiap bertemu

pelanggan, dia lebih banyak bicara dan berinteraksi dengan pengunjung. Dewi

mengeluarkan sikap yang berbeda dari aslinya, menggunakan formal, terkadang

juga diberikan sedikit bahasa-bahasa yang santai namun sedikit merayu.

Menurutnya gaya berbicaranya yang berbeda dilakukan agar dapat menimbulkan

daya tarik para pelanggan. Dipanggung belakang walaupun Dewi aslinya pendiam

tetapi dia juga mempunyai sisi yang humoris saat dia sedang berkumpul bersama

teman-temannya.

Dari pengamatan peneliti dengan informan Dewi sangat terlihat jelas

bagaimana ia menyetting dirinya di panggung depan agar dapat sesuai dengan

suasana hiburan, serta menjadi magnet agar para pelanggan tertarik dengannya.

Front stage atau panggung depannya ketika tampil diatas panggung dia berusaha

lebih banyak bicara dan berusaha lebih dekat dengan pelanggan. Dari situ peneliti

melihat bahwa ada sikap yang di tutupi atau di kamuflase sedemikian rupa agar
78

dapat menyatu dan beradaptasi dengan suasana dan kepada pelanggan. Kemudian

pernyataan yang sama juga disampaikan kepada informan kedua yakni Lisa :

“Ada banget, aku kan itu sedikit rada tomboy , jadi klo ngomong gak

centil dan klo ngomong rada cablak kagak disaring, tapi beda klo lagi sama

pelanggan berbuah jadi centil dan mengemaskan haha”(Lisa, 4 Agustus 2016

Dalam hasil pengamatan peneliti juga diketahui bahwa memang ketika

Lisa berhadapan dengan pelanggan terdapat perbedaan gaya bicara yang

signifikan ketika informan di dalam ruang profesi dan ketika ia menghabiskan

waktu dengan teman – temannya atau di luar profesinya. Mulai dari nada

bicaranya yang sedikit manja, suaranya yang lemah lembut, tetapi disatu sisi Lisa

tidak bisa meninggalkan pribadinya yang rame, jadi dimanapun dia bisa

menghidupkan suasana, saat ataupun tidak bertemu pelanggan. Dilihat dari

perilakunya sehari-hari Lisa mudah sekali bergaul dengan siapapun, dia terlihat

jenaka ketika di panggung depan bukan hanya tuntutan tetapi memang saat di

panggung belakang dia seperti itu, menjadi dirinya sendiri dan serius mengemas

pesan yang ingin disampaikan saat menuju panggung depan. Di panggung

belakang Lisa sangat berbeda ketika dia menghabiskan waktu dengan teman –

temannya, suaranya yang lantang cempreng dan ia dapat bercanda sampai tertawa

terbahak – bahak dengan lepas tanpa peduli orang sekitarnya.

Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka

ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Ia menyebut

upaya itu sebagai “pengelolaan pesan” (impression management), yaitu teknik-


79

teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi

tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

Untuk melakukan triangulasi data maka peneliti juga mewawancarai

informan pendukung yakni mega . Menurut Mega mengenai gaya bicara dan tutur

kata adalah sebagai berikut.

“gaya bicara mereka saat bertemu pelanggan sangat berbeda dengan

aslinya, mungkin karena tuntutan dalam pekerjaan juga harus bersikap

seperti itu. Dari intonasinya ada yang lemah – lembut, ada yang santai,

ada yang manja, ada yang biasa aja ya macem – macem lah karakter

orang.”(Mega, 31 Juli 2016)

Dari pernyataan ketiga informan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang

pekerja seks komersial membawakan bahasa dan tutur kata berbeda dari yang

biasa mereka lakukan di panggung belakang. Pengelolaan kesan melalui bahasa

verbal yang dilakukan oleh pekerja seks komersial dinilai lebih dominan. Terdapat

juga beberapa aspek bahasa nonverbal yang dikelola oleh pekerja seks komersial

dalam memupuk kesan-kesan pada dirinya untuk ditunjukkan kepada pelanggan,

diantaranya nada suara (manner), gerakan tubuh (manner), penampilan

(appereance), dan ekspresi wajah (manner). Nada suara merupakan bagian dari

front pribadi. Nada suara yang mereka gunakan adalah dengan lemah lembut,

mendayu-dayu, serta sedikit merayu. Nada suara merayu dan lemah lembut

merupakan jurus utama yang digunakan oleh pekerja seks komersial untuk

pelanggan gara mereka tertarik.


80

d. Ekspresi wajah dan Setting

Ekspresi wajah atau mimik adalah hasil dari satu atau lebih gerakan atau

posisi otot pada wajah. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi

nonverbal, dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang

yang mengamatinya. Ekspresi wajah merupakan salah satu cara penting dalam

menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia. Para pekerja seks

komersial sebisa mungkin men setting mood atau perasaan yang mereka alami

dengan ekspresi wajah agar dapat menyembunyikan dan dapat menjalani peran

dengan baik.

Adapun kesulitan yang dirasa oleh pekerja seks komersial seperti terkdang

tamu yang datang sering rese dan menggap para PSK seperti barang yang sudah

dibeli jadi mereka harus mnenuruti semua kemauan pelanggan dan tidak sedikit

yang meminta hal-hal aneh saat melayani pelanggan. Menurut Dewi tergadang

para tamu atau pelanggan meminta PSK Dewi menggunakan baju yang aneh-aneh

dan suka memperlakukan Dewi dengan kasar. Tetapi Dewi harus tetap melayani

karna sudah menjadi tuntutan dia sebagai seorang PSK.

Menurut pengamatan penulis, Dewi sedikit tidak nyaman dengan

pekerjaannya karena sifat dan karakter dari tamu atau pelanggan berbeda-beda,

dan Dewi terkadang sulit untuk menghadapinya tetapi Dewi harus tetap

menghadapi dengan suka cita dan selalu menunjukan ekspresi wajah yang selalu

ceria agar para pelanggan merasa diterima. Meskipun begitu Dewi merasa nyaman

dengan lingkungan pekerjaannya terutamma teman-temannya yang selalu

memberi support dan menghibur Dewi.


81

Kemudian pernyataan yang sama juga ditanyakan kepada Lisa, mengenai

hambatan atau kesulitan yang dia alami ketika mengadapi tamu atau pelanggan,

tidak jauh berbeda dengan yang Dewi utarakan bahwasannya Lisa merasa sedikit

tidak nyaman dengan para pelanggan atau tamu yang meminta Lisa melakukan

hal-hal yang aneh.

Dari kedua informan yang didapat dapat disimpulkan bahwa penting untuk

para pekerja seks komersial untuk dapat memahami karakteristik para tamu yang

berbeda-beeda sehingga mereka bisa mengatasinya setiap masalah dengan baik

dan tetap membuat tamu nyaman agar pelanggan tidak melirik PSK lain.

4.3.1.2 Interaksi pekerja seks komersial

Interaksionisme simbolik yang sering ditampilkan seorang pekerja seks

komersial contohnya bahasa verbal dan menampilkan perilaku nonverbal tertentu

serta menggunakan atribut – atribut tertentu. Seperti memakai pakaian seksi dan

minim make up yang sering mereka gunakan juga terlihat berlebihan, mulai dari

lipstick, shadow, blash on, bulu mata, contact lens, dan warna rambut yang

berarna, memakai cat kuku yang berwarna warni sehingga penampilan mereka

terkesan mencolok.

Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang

berasal dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (mind)

kemampuan PSK menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial, mengenai

diri (self) kemampuan PSK untuk mereflesikan diri dari tiap individu dari

penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan hubungan di tengah
82

interaksi sosial (society) jejaring hubungan sosial yang di bangun, di ciptakan dan

dikonstruksikan oleh PSK di tengah masyarakat, dan PSK tersebut terlibat dalam

perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela yang pada akhirnya

mengantar PSK dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.

Adapun proses komunikasi atau interaksi yang dilakukan oleh PSK kepada

pelanggan dengan cara mempengaruhi, komunikatif dan berpenampilan menarik

semua itu dilakukan hanya untuk mendapatkan feedback agar adanya pekerjaan

jangka panjang dan selalu dipilih untuk menemani pelanggan. Setelah kedua key

informan melakukan penyesuaian diri kepada tamu/pelanggan yang baru datang

ke Emporium Jakarta, kedua key informan kemudian melakukan interaksi sosial

dengan melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan individu yang ada dalam

lingkungannya. Selama proses tersebut, terjadi proses pengaruh-memengaruhi

antara individu dengan individu lainnya. Proses tersebut sesuai dengan pendapat

Narwoko dan Suyanto tentang interaksi sosial disyaratkan adanya fungsi-fungsi

komunikasi yang lebih dalam, seperti adanya kontak sosial dan komunikasi. 68

Dalam proses interaksi sosial ini terjadi proses komunikasi , dari proses

komunikasi terjadilah perubahan pemikiran yang dirasakan oleh tamu/pelanggan

pada dirinya, yang tadinya hanya datang sekali untuk iseng-iseng menjadi sering

datang. Perubahan pemikiran tersebut merupakan pengaruh dari interaksi yang

dilakukannya. Kemudian dari hasil pengamatan peneliti terhadap Dewi bahwa

68
Narwoko dan Suyanto, 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media
Group Hal.16.
83

ketika bersosialisasi kepada dengan tamu/pelanggan Dewi berusaha ramah dan

menggoda kepada siapapun yang datang.

“ya pastilah aku harus ramah dan meenggoda, klo ada tamu dateng kan

gak langsung masuk kamar gitu aja, ya kita ngobrol dulu klo emang udh

cocok baru deh, jadi sebelum masuk kamar yaa kita harus service diluar

dengan baik juga biar akrab“(Dewi,26 Juli 2016)

Dari hasil pengamatan, saat sebelum terjadinya kesepakatan untuk

akhirnya menyewa PSK komunikasi sangatlah penting untuk membuat tamu atau

pelanggan nyaman. Karena jelas sudah bahwa komunikan dalam hal ini tamu atau

pelanggan sangat menyukai seorang PSK yang mampu dan berhasil mendekatkan

dirinya dengan mereka sehingga hubungan yang terjalin diantara keduanya tidak

canggung.

Kemudian hasil pengamatan juga hampir sama kepada informan kedua yaitu Lisa.

Lisa berusaha bersikap baik dan dekat dengan tamu/pelanggan

”ya harus baik lah dan harus dideketin, apalagi klo yang baru sekali

dating ketempat kita, huuh harus bener-bener penjilatannya haha biar list

pelanggan aku tambah banyak”(Lisa,4 Agustus 2016)

Dari pernyataan Lisa diatas, dia berusaha mendekatkan diri kepada

siapapun tamu/pelanggan yang datang apalagi dengan orang yang baru kali itu

datang ketempat terebut . Menurut hasil pengamatan, daya tarik seorang seorang

PSK memang menjadi magnet bagi tamu yang datang, tidak dapat dipungkiri

seorang PSK harus cantik, komunikatif, pintar merayu serta berpenampilan


84

menarik dengan cara cara berbusana yang tetap memperhatikan situasi dan

kondisi serta etika yang berlaku di tempat hiburan tersebut berlangsung. Karena

daya tarik fisik tersebut merupakan faktor utama yang pertama dilihat dari seorang

PSK oleh pelanggannya, sehingga apabila memenuhi kriteria tersebut

tamu/pelanggan akan menggunakan jasa mereka.

Menurut Mulyana, pendekatan dramaturgi Erving Goffman berintikan

pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin

mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya, sehingga

setiap orang melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kajian dramaturgi

menganggap kehidupan diibaratkan sebagai pertunjukan drama, dimana individu

merupakan aktor dalam kehidupan. Kajian dramaturgi berintikan bahwa setiap

aktor berperilaku bergantung pada peran sosialnya dalam situasi tertentu.69

4.3.2 Panggung Tengah (Middle Stage)

Panggung tengah adalah sebuah panggung lain di luar panggung resmi saat

sang aktor mengkomunikasikan pesan-pesannya, yakni panggung depan (front

stage) saat mereka beraksi di depan khalayak tetapi juga di luar panggung

belakang (back stage) saat mereka mempersiapkan pesan pesannya. Panggung

tengah merupakan sebuah panggung diantara panggung depan (front stage) dan

panggung belakang yang menjadi tempat persinggahan para pekerja seks

komersial. Panggung tengah juga meliputi berbagai kegiatan dan aktifitas nya

69
Deddy Mulyana.Metedologi Penelitian kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya, PT. Remaja Ros dakarya, Bandung, 2003 hal. 109
85

diluar pekerjaannya ketika waktu senggang seperti berkumpul dengan teman-

teman.

Disinilah para Pekerja seks komersial menyiapkan semua perlengkapan dari

mulai berganti pakaian, bersolek, penyimpanan barang bahkan bisa menjadi

tempat curahan hati para PSK. Dari hasil pengamatan kesiapan Dewi sebelum

bertemu dengan pelanggan adalah mengganti pakaian dan bersolek,.

“persiapannya yang seperti biasa dandan, catok rambut, nyiapin baju dan

aksesoris buat dipake dan ganti baju, aku juga harus jaga kesehatan karna

kan aku kerja malam jadi harus bener-bener dijaga banget.” (Dewi, 26 Juli

2016)

Hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Dewi mempersiapkan

segala hal sebelum ia bertemu dengan pelanggan, ia menyiapkan mulai dari baju

yang akan ia pakai, berganti pakaian dan aksesoris apa saja yang akan ia pakai

nanti agar terlihat cantik, anggun dan menarik.

Kesiapan yang dilakukan oleh Lisa pun hampir sama dengan Dewi.

“persiapan sebelum kerja ya harus make-up an, ganti baju, karena ga

mungkin aku gak keliatan cantik. Nata rambut, siap-siap deh biar keliatan

cantik depan tamu hehe” (Lisa, 4 Agustus 2016)

Hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa lisa mempersiapkan

segala hal yang di perlukan pada saat ia tampil, mulai dari ujung rambut hingga

kaki ia pikirkan. Ia ingin tampil sesempurna mungkin.


86

4.3.3 Panggung Belakang (Back Stage)

Pada panggung belakang pekerja seks komersial ini individu akan tampil

“seutuhnya” dalam arti identitas aslinya. Di area panggung inilah seorang pekerja

seks komersial cenderung menunjukan sifat keasliannya, kontras dari sifat ketika

ia berada di panggung depan. Aktor atau pekerja seks komersial disini adalah

individu yang tak berbeda dengan individu lain sebagai warga di lingkungan

temapat tinggalnya. Di panggung belakang inilah seorang aktor bersikap lebih apa

adanya dan menghilangkan kesan sama seperti ketika ia berada di panggung

depan.

Rumah adalah tempat dimana aku merasa bisa pulang (quote by Leila S).

Dimana kita tinggal atau biasa di sebut tempat tinggal. Dewi berdomisili atau

bertempat tinggal di daerah Bandung, Dewi tinggal bersama ibu, adik serta ayah

tirinya dikarenakan ayah kandungnya sudah meninggal sejak Dewi berusia 13

tahun.

Di sini bisa terlihat perbandingan antara penampilan “palsu” dengan

keseluruhan kenyataan diri seorang aktor. Ketika berada di dalam rumah,Dewi

berperilaku selayaknya wanita biasa dan berperilaku baik kepada tetangga

disekitarnya.

“kalo dirumah ya aku kayak orang biasa aja, selayaknya orang biasa aku

pake baju biasa gak pernah pake baju seksi, dan gak pernah make up,

ngobrol sama tetangga aku dan temen-temen disekitar kampung. Aku juga

biasa bantu-bantu ibu nyuci dan kegiatan rumah tangga lainnya. ”(Dewi,

26 Juli 2016)
87

Dilihat dari hasil pengamatan ketika informan berada di lingkungan

rumah, dia mempunyai pribadi yang baik, ramah dan santun. Dewi tidak sungkan-

sungkan menegur/menyapa tetangganya yang sedang duduk ngobrol, Dewi juga

suka mengikuti kegiatan remaja desa. Menurutnya dengan mengikuti kergiatan

remaja desa, dia bisa lebih mendekatkan diri kepada tetangga-tetanga. Penulis

mendapati bahwa tidak ada yang di manipulasi Dewi, tidak memakai make-up,

dengan kerudung, dan memakai kaos sesekali dasteran. Terkadang Dewi juga

bersenda gurau diruang televisi dengan ibu dan adiknya serta tertawa bebas. Dewi

sangat hobi memasak, setiap kali ada waktu luang dia selalu menyempatkan

memasak untuk ibu ayah serta adiknya.

Saat Dewi kuliah pun Dewi berpenampilan biasa saja, walaupun masih

menggunakan pakaian yang cukup modis tetapi dia jarang menggunakan riasan

wajah dan Dewi tetap menggunakan kerudung. Dewi bermain bersama teman-

teman kampus selayaknya mahasiwa biasa Dewi pernah ikut dalam organisasi

kampus walaupun sekarang tidak dilanjutinya karena pekerjaannya yang tidak

memungkinkan mempunyai keggiatan yang banyak diluar pekerjaannya.

Semenjak Dewi menjalani hidupnya menjadi pekerja seks komersial,Dewi

hanya pulang sesekali kerumahnya. Sedangkan di Jakarta Dewi tinggal di mess

yang sudah disiapkan. Saat Dewi berada di belakang panggung, dia terkesan apa

adanya tanpa ada yang di tutup-tutupi, menurutnya ketika dia berada didalam

rumah tidak ada lagi tuntutan pekerjaan yang mengharuskan dia banyak bicara,

Dewi bisa leluasa dalam bertindak dan berpenampilan. Tidak ada dari penampilan
88

dan sikapnya yang dimanipulasi (back stage). Karena menurutnya laingkungan

yang paling menerima dia dengan keadaan apapun adalah keluarganya.

Kemudian peneliti juga menanyakan kepada sahabat dekat dikampus Dewi

yakni Fitri sebagai informan pendukung mengenai perilaku Dewi ketika berada di

luar profesi. Dan pernyataan nya adalah sebagai berikut:

“Dewi orangnya emang sedkiti pendiam jarang ngomong klo gak kenal-

kenal banget, semua yang dilakuin Dewi, selalu curhat sama aku. Mau

sedih senang ataupun susah, ya curhatnya pasti ke aku” (Fitri, 26 Juli

2016)

Dari hasil wawancara dengan Sahabat, komunikasi dan interaksi Dewi dan

sahabatnya Fitri terbilang harmonis dia juga terbuka kepada Fitri. Tidak ada hal

yang ditutupi apapun dari dirinya. Dengan Fitrilah Dewi bisa mengeluarkan isi

hati yang tidak bisa dia ceritakan kepada orang lain.

Kemudian peneliti beralih kepada informan kedua yakni Lisa, saat ditemui

di luar profesinya, Lisa sedikit tomboy dengan menggunakan pakaian yang tiak

biasanya saat bekerja dan juga tanpa riaan make up. Lisa juga sangat humori dan

berbicara ceplas-ceplos sbeberapa kali erring melontarkan candaan.

Hampir sama seperti yang dijelaskan oleh Dewi, Lisa juga dalam

menjalani kehidupan di luar panggung cendrung menunjukan karakter aslinya.

Dan pernyataan nya adalah sebagai berikut:

“aku tuh sebenernya tomboy banget haha biasa pake kaos doang gak

make up, baru kenal make up ya gara-gara kerja begini aja. Aku juga

rada ceplas ceplos sih aslinya, ya karena kerja gini aja jadi ngomong
89

dijaga, karna disuruh bos ku ngomong dijaga ya harus dijaga biar gak

disamain sama yang dipinggir jalan hehe. Trus kalo aku pulang kerumah

ya biasa suka jadi pembantu dirumah sendiri haha bantuin ibu beres-beres

rumah yaa kegiatan biasa dirumah deh” (Lisa, 4 Agustus 2016)

Menurut pengamatan penulis dapat dijelaskan bahwa Lisa adalah seorang

yang sangat humoris dan ceplas-ceplos dalam berbicara. Gayanya yang tomboy

sangat berbeda dari kebiasaan saat bekerja dan Lisa merasa nyaman dengan

kepribadian yang seperti itu. Kegiatan diluar profesinya, Lisa masih sering

bertemu dengan temen-teman dekatnya saat dia mempunyai waktu luang, dengan

meluangkan aktu dengan teman-teman diluar profesinya, dia merasa bisa menjadi

diri sendiri.

Saat Lisa pulang kerumah dan bertemu keluarganya, Lisa pun masih sering

bergaul dengan tetangga-tetangganya dan membantu ibu dalam urusan rumah

tangga. Walaupun ibunya jarang mengotrol Lisa dan menanyakan kabar saat Lisa

di Jakarta, tetapi Lisa tetap anak yang berbakti kepada orang tuanya saat Lisa

mengunjungi keluarga di rumah..

Peneliti juga menayakan pertanyaan yang sama kepada teman dekat

Lisayang sering dijumpainya saat di Jakarata yakni Tamy, karena Tamy teman

sekaliggus tetangganya sewaktu di Bandung dan ikut merantau dengan Lisa. Dan

peryataanya adalaah sebagai berikut:

“ Dia klo dirumah mah baik banget suka jadi pelawak bikin orang ketawa,

beda banget si emang sama hidupnya di Jakarta klo balik kerumah yaa
90

kembali seperti Lisa yang sederhana. Diantara teman-teman lain dia

sering jadi orang yang dengerin kita curhat soalnya dia paling dewasa

bukan umurnya ya haha klo umur emang udh tua hehehe”(Tamy, 4

Agustus 2016)

Menurut penelitin peneliti Lisa sosok perempuan yang sangat dewasa dan

humoris, terbukti saat temannya Tamy mengatakan bahwa Lisa orang yang sering

dijadikan tempat curhat dan cerita saat teman-temannya senang mapun sedih.

Lisa juga mempunyai kepribadian yang sangat berbeda ketika berada di tempat

profesinya dan pada saat dirumah. Di panggung depan puspa layaknya seorang

PSK, dengan hidupnya yang bebas dan berpakaian glamour berusaha membuat

prang tertarik dengannya, sedangkan berada dirumah dia menjadi sosok yang

sangat sederhana yang dicintai oleh orang-orag terdekatnya

Setiap manusia pada dasarnya ingin menunjukan karakter diri

sesungguhnya di lingkungan pribadinya, tetapi yang di lihat kebanyakan manusia

yang tidak mengetahui siapa dirinya sendiri, itulah kelemahannya. Mungkin ada

beberapa persen sisi lain yang tentu tidak mungkin ditampilkan, sisi yang tidak

bisa dijual, bahkan kadang-kadang ada PSK yang sangat menutupi karakternya.

Kemudian penulis juga meneliti bagaimana pakaian yang di kenakan

ketika berada di luar profesi dan cara PSK berpakaian sama sekali tidak

dipengaruhi oleh profesinya sebagai pekerja seks komersial.

Menurut hasil pengamatan, ketika berada dilingkungan rumah maupun

dikampus Dewi cenderung memakai pakaian yang sopan agar dapat menyatu

dengan lingkungannya. Pakaian yang longgar dan tertutup yang dikenakan Dewi
91

sehari-hari. Pada saat pekerja seks komersial berinteraksi dengan masyarakat luas

tentunya apa yang di tampilkan adalah itu yang menjadi perhatian oleh

masyarakat. Seperti pakaian yang di kenakan itu adalah salah satu cara untuk

menunjukan siapa dan bagai mana, selain itu juga sikap dan perilaku PSK pada

saat berkomunikasi yang senantiasa lebih memperlihatkan diri kita seperti apa.

Selain itu juga cara bertutur dan gaya bahasa kita tersebut menunjukan apakah

pekerja seks komersial dapat dinilai baik atau malah tidak baik.

Selanjutnya peneliti menanyakan hal yang sama kepada Lisa. Dan tanggapan nya

adalah sebagai berikut.:

“ kan aku bilang aku orangnya tomboy ya dirumah gak mungkin lah pake

baju sexy-sexy, gak enak juga lah mnamanya rumah aku dikampung masa

aku pake baju sexy yang ada jadi omongan”(Lisa, 4 Agustus 2016)

Dari hasi wawancara diatas, ketika berada di dalam lingkungan rumah Lisa

sangat menjaga cara berpakaian nya. Lisa yang sedikit tomboy lebih sering ,

mengenakan kaos yang longgar. Lisa menyesuaikan penampilannya ketika berada

di dalam rumah, dia tidak mau repot-repot memanipulasi penampilannya. Lisa

juga tidak ingin adanya tanggapan buruk dari para tetangga apabila dia memakai

pakaian yang kurang sopan. Pakaian PSK memang identik dengan penampilan

seksi dan pakaian serba pendek, tetapi diluar profesinya Lisa merasa tidak nyaman

saat menggunakan baju yang terbuka.

Dapat disimpulkan dari kedua informan diatas, bahwa mereka dapat

menyesuaikan pakaian yang mereka kenakan. Pakaian memang bukan hanya

sekedar berfungsi untuk menutupi dan melindungi tubuh. Tetapi pakaian akan
92

menjadi sebuah identitas bagi si pemakainya. Karena secara taksadar pakaian

memang menonjolkan diri seseorang “inilah aku. Aku seperti ini”. Bahkan dari

cara berpakaian itu bisa membuat dan meninggalkan kesan mendalam pada orang

lain. Menurut kedua infroman diatas gunakan lah pakaian yang sesuai dengan

situasi dan kondisi, karena dengan pakaian itu orang lain telah membentuk image.

4.4 Dramaturgi Pekerja Seks Komersial

Dari deskripsi hasil penelitian yang telah diuraikan diatas maka peneliti

akan membahas mengenai Presentasi Diri pekerja Seks Komersial Emporium

Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi diri Pekerja Seks Komersial di

Emporium Jakarta). Hal ini terbukti dengan adanya peran yang mereka mainkan

yaitu panggung depan dan panggung belakang. Setelah melakukan wawancara

dari kedua informan utama dan tiga informan pendukung dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa seorang pekerja seks komersial hampir semuanya

memerankan panggung depan dengan baik.

Pengelolaan kesan yang dilakukan meliputi manipulasi simbol-simbol

seperti cara berpakaian, gaya bahasa, serta sikap dan perilaku yang meliputi ruang

lingkup keluarga dan lingkungan sekitar, mulai dari bagaimana cara mereka

bersikap ketika bersosialisasi dengan rekan-rekannya baik ketika berada di tempat

bekerja maupun diluar tempat bekerja . Selain itu juga para pekerja seks komersial

membatasi sikap mereka ketika berada di dipanggung depan hal ini bertujuan

untuk mengkamuflase diri mereka sendiri, gaya bicara yang mereka gunakan pun

pada saat berada dipanggung depan benar-benar dijaga.


93

Berprofesi sebagai seorang pekerja seks komersial tidak semudah seperti

yang dibayangkan, mereka berperan ganda sebagai PSK (pekerja seks komersial)

dan sebagai seorang mahasiswi ataupun buruh. Terlepas dari begitu banyak

masalah yang menimpa mereka, atau mungkin ada hal-hal yang dapat merusak

suasana. Hal itu semua seharusnya dikesampingkan dahulu demi terpenuhinya

sikap profesionalisme, di mana ketika dia harus membawa suasana menjadi

senang, ramai, menemani sesuai keinginan pelangan dan harus dapat membuat

suasana seperti itu tanpa harus melihat problema apa yang sedang dia rasakan.

Pada saat memerankan peran di panggung depan pengelolaan kesan yang

dilakukan meliputimanipulasi simbol-simbol seperti cara berpakaian, make-up

(tata rias), aksesoris, gaya bahasa, serta sikap dan perilaku yang meliputi ruang

lingkup masyarakat dan keluarga mulai dari bagaimana cara mereka bersikap

ketika bersosialisasi dengan rekan-rekannya baik ketika berada di rumah, tempat

kerja, ataupun lingkungan sekitar. Selain itu juga para pekerja seks komersial

membatasi sikap mereka ketika berada di dipanggung depan hal ini bertujuan

untuk mengkamuflase diri mereka sendiri, gaya bicara yang mereka gunakan pun

pada saat berada dipanggung depan benar-benar dijaga, sehingga orang lain

menganggap bahwa mereka adalah sosok yang tampil sempurna untuk

mendampingiatau menemani tamu. Di depan publik mereka benar-benar

menunjukan sosok yang sempurna dengan penampilan hingga tutur bahasa

mereka di batasi guna tampil sempurna didepan publik.

Mereka berperan layaknya aktris atau aktor dalam suatu pertunjukan

drama panggung, dalam hal ini Kondisi akting di front stage adalah adanya
94

penonton melihat kita sedang berada dalam kegiatan pertunjukan. Saat itu kita

berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami

tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibahasi oleh konsep-konsep drama

bertujuan untuk membuat drama yang berhasil.

Pada panggung belakang ini para pekerja seks komersial benar-benar

memainkan sebuah peran yang utuh/sesungguhnya, mereka tidak seperti pada saat

berada dipanggung depan yang menutupi keadaan mereka. Berdasarkan hasil

wawancara dengan informan mereka pada saat di panggung belakang benar-benar

menunjukan karakter diri mereka yang seutuhnya. Pada panggung belakang ini

perilaku pekerja seks komersial benar-benar ditunjukan dan tidak ada batasan

yang mereka sembunyikan dari karakter dirinya, pada saat bergaul dengan teman

sesama profesi bahkan teman diluar profesi. Back stage adalah keadaan dimana

mereka berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton.

Sehingga mereka dapat berprilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku

bagaimana yang harus mereka bawakan. Perilaku manusia adalah sekumpulan

perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi,

nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan

ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku

menyimpang.

Back stage adalah keadaan dimana mereka berada di belakang panggung,

dengankondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga mereka dapat berprilaku

bebas tanpa memperdulikan perilaku bagaimana yang harus mereka bawakan. Di

wilayah panggung belakang pekerja seks komersial memikirkan konsep seperti


95

apa yang akan mereka buat untuk tampil di panggung depan, seperti

mempersiapkan baju, dan juga alat make up.

Dalam panggung belakang ini sudah jelas bahwa pekerja seks komersial

benar-benar menyiapkan sesempurna mungkin untuk tampil di panggung depan.

Mereka menyiapkan penampilan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dalam hal

inilah pekerja seks komersial mencitrakan dirinya sendiri. Pencitraan diri yang di

buat oleh pekerja seks komersial tidak hanya pada saat mereka berada di tempat

kerja, melainkan di kehidupan mereka sehari-hari.

Pekerja seks komersial dalam konteks dramaturgi yaitu posisi mereka atau

keadaan mereka pada saat berada di panggung depan, dan panggung belakang.

Dalam hal ini mereka memiliki suatu peran yang sangat berbeda. Mereka

berdramaturgi dalam proses kehidupannya, kehidupan mereka diibaratkan sebagai

permainan peran. Tentu permainan peran yang dimainkan oleh mereka tersebut

disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai sebelumnya. Entah itu hanya

sekedar untuk menciptakan kesan tertentu tentang diri mereka dihadapan

penonton ataupun suatu bentuk penghargaan lainnya yang mereka peroleh dari

permainan peran tersebut. Para pekerja seks komersial dalam penelitian ini

mampu memainkan tiga peran yang berbeda dalam proses kehidupannya, seperti

dari cara berpenampilan, gaya bicara, cara mereka berinteraksi, aktifitas dan

rutinitas mereka dijalankandalam dua peran yang berbeda, dan mereka mampu

menjalankan peran tersebut secara bersamaan. Hal ini terbukti dengan adanya

peran yang mereka mainkan yaitu panggung depan dan panggung belakang,

dimana terdapat keragaman yang muncul


96

Terdapat beberapa faktor yang membuat mereka memutuskan memilih

menjadi seorang PSK (pekerja seks komersial) salah satunya adalah faktor

ekonomi keluarga, namun kebanyakan mereka menjadikan pergaulan dan ingin

memenuhi gaya hidup yang mewah sebagai faktor utama, karena tidak semua

PSK berasal dari keluarga biasa. Mereka mendapatkan kepuasan tersendiri baik

materi, gaya hidup dan barang yang mereka inginkan.

Menjadi seorang pekerja seks komersial terdapat hal-hal yang beresiko

misalnya sanksi sosial, mereka takut identitasnya terbongkar atau diketahui oleh

orang banyak, sehingga membuat dia di diskriminasi oleh lingkungannya.

Khususnya lingkungan rumah. Dan pekerjaan sebagai PSK (pekerja seks

komersial) yang selalu berganti-ganti “klien” beresiko terjangkit penyakit karena

tidak semua “klien” mau menggunakan alat pengaman.

Para PSK (pekerja seks komersial) dalam penelitian ini mampu

memainkan dua peran yang berbeda dalam proses kehidupannya, seperti dari cara

berpenampilan, gaya bicara, cara mereka berinteraksi, aktifitas dan rutinitas

mereka dijalankan dalam dua peran yang berbeda, dan mereka mampu

menjalankan peran tersebut secara bersamaan dengan baik.

4.5 Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial

Presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan kesan

tertentu didepan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain

memaknai identitas dirinya sama dengan apa yang ia inginkan. Dalam proses

produksi identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan


97

mengenai atribut simbol yang hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung

identitas yang ditampilkan secara menyeluruh.

Pekerja seks komersial memperesentasikan dirinya di panggung depan

dengan perencanaan dan pengelolaan yang mencakup sikap dan perilaku yang

mengharapkan penilaian yang serupa dengan apa yang diinginkannya. Menjalani

peran sebagai PSK dengan baik menjadi salah satu bentuk presentasi diri yang

diupayakan dan dikelola sedemikian rupa oleh mereka. Kondisi dimana tuntutan

panggung depan harus memberikan hasil atau menciptakan kesan sesuai dengan

apa yang diharapkan.

Mereka membentuk konsep ideal yang akan mereka perankan di panggung

depan yakni seorang pekerja seks komersial yang memanipulasi simbol-simbol

dengan cara berpakaian glamour, sexy dan terbuka, make-up (tatarias) yang tebal,

memakai aksesoris-aksesoris, menggunakan gaya bahasa yang sopan dan

menggoda dengan kontak fisik yang diperlukan guna mendukung performance

mereka ketika di panggung depan.

Kondisi ideal. di panggung depan akan berubah drastis dan tidak mungkin

ditemukan di panggung belakang. Cara mereka mempresentasikan diri di

panggung depan penuh dengan settingan dan perencanaan yang matang.

Kemampuan menyebelahkan dua sisi kehidupan yang sangat berbeda yang harus

dijalani dan dilakoni setiap saat membentuk mereka menjadi pribadi yang terbiasa

menampilkan apa yang diharapkan oleh masing-masing peran dalam panggung

bukan apa yang mereka inginkan.


98

Hal berbeda terlihat pada identitas yang ditampilkan di panggung depan.

Apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka harapkan dari dunia panggung

depan terhadap peran yang mereka lakoni. Bias terlihat adanya sebuah beban atau

sebut saja tanggung jawab yang harus mereka penuhi, harapan dan kebutuhan

yang diciptakan.

Dalam mempresentasikan diri para pekerja seks komersial terlihat adanya

ketimpangan antara kedua panggung. Bagimanapun para pekerja seks komersial

mempresentasikan diri dalam dua panggung yang mereka miliki, kemampuan

untuk mengolah pesan di masing-masing panggung tentu saja memiliki

konsekuensi dan tantangan tersendiri. Setidaknya kedua panggung yang memiliki

karakter dan ciri yang jauh berbeda harus tetap dijalani dengan sama baiknya oleh

mereka. Adapaun sebutan sebagai pekerja seks komersial sekalipun tidak dapat

merepresentasikan diri mereka sesunguhnya di kedua panggung dengan baik.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dari bab sebelumnya, maka peneliti menarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Front Stage (Panggung Depan)

Pada panggung depan seorang pekerja seks komersial hampir semua dari

mereka melakukan kamuflase dan memerankan panggung depan, yang

dilakukan meliputi manipulasi simbol-simbol dengan cara berpakaian

glamour, sexy dan terbuka, make-up (tatarias) yang tebal, memakai aksesoris-

aksesoris, menggunakan gaya bahasa yang sopan dan menggoda dengan

kontak fisik yang diperlukan guna mendukung performance mereka ketika di

depan tamu dan alasan PSK berpenampilan seperti itu karena adanya faktor

ekonomi dan juga gaya hidup yang memerlukan banyak uang .

2. Middle Stage (panggung Tengah)

Panggung tengah (middle stage) panggung tengah merupakan area transisi

PSK dari panggung belakang menuju panggung depan. pada panggung tengah

ini adalah tempat dimana kedua informan peneliti melakukan berbagai macam

kegiatan untuk mempersiapkan segala hal yang dapat mendukung

penampilannya ketika berada di panggung depan, mulai daripersiapan

99
100

pakaian,, aksesoris, dan make up. Dipanggung tengah ini juga merupakan area

yang dipakai mereka untuk menyiapkan mental dan melakukan suatu diskusi

dengan teman sesama PSK ataupun dengan sang germo pada saat akan masuk

ke dalam panggung depan, panggung pertunjukan agar mendapatkan suatu

kesan atau penampilan terbaiknya.

3. Back Stage (Panggung Belakang)

Back Stage dipahami subjek penelitian sebagai panggung di mana mereka

bisa memperlihatkan status asli, sebagai mahasiswa dan terlepas dari status

PSK . Di panggung ini mereka mempunyai keleluasaan dalam menjadi dirinya

sendiri dan bersosialisasi, di mana tujuannya adalah mencapai suatu

kebutuhan psikologis seperti diterima, dihargai, memperoleh rasa aman dan

nyaman serta afeksi (kasih sayang) dan sebagainya.

Pekerja seks komersial ini memainkan peran yang utuh/sesungguhnya,

dalam hal ini mereka memiliki suatu peran yang sangat berbeda. Mereka

berdramaturgi dalam proses kehidupannya, yang berbeda adalah ketika

mereka menunjukan penampilan tanpa adanya manipulasi dari segi pakaian

maupun make-up dan emosi yang sedang dirasakan, seperti ketika sedang

jatuh cinta atau putus cinta, mereka ungkapkan di panggung belakang.

4. Presentasi Diri

Dalam penelitian ini, seorang pekerja seks komersial melakukan

kamuflase ketika berada ditempat kerja mereka berbicara dengan sopan dan
101

lembut yang sedikit berbeda dari kebiasaannya. Berprilaku manja saat bertemu

tamu/pelanggan dan juga menggunakan pakaian yang seksi dan terbuka

dengan make-up yang tebal. Tetapi pada saat mereka berada dilingkungan

pergaulannya atau lingkungan rumah mereka sedikit banyaknya menunjukan

karakter yang sebearnya, misalnya dari cara berpakaian yang hanya

mengenakan kaos tanpa harus mengenakan baju bagus atau minim dan leluasa

mengeluarkan jati diri mereka sesungguhnya.

5.2 Saran

Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan suatu


masukan berupa saran-sarran yang bermanfaat bagi semua pihak yang
berkaitan dengan penelitian ini. Adapun saran-saran yang peneliti berikan
setelah permasalahan ini adalah :

1. Saran Teoritis
Sebaiknya para peneliti dapat membuat penelitian yang lebih

menarik dan dapat dijadikan refrensi bagi para peneliti sesudahnya agar

semakin para peneliti di Indonesia semakin kreatif dan kaya ilmu dan

diharapkan dapat mencari cara-cara baru yang lebih menarik dalam

meneliti penelitian yang sama sehingga terdapat ilmu baru. Pengamatan

mengenai studi dramaturgi tentang PSK disarankan lebih spesifik dan

mendalam dalam pembahasan. Untuk memperjelas data yang diperoleh,

disarankan untuk lebih membaca referensi-referensi dari berbagai


102

literatur baik buku dalam negeri maupun luar negeri sebagai tambahan

yang lebih luas dan mendalam.

2. Saran Praktis

Setelah penelitian ini selesai, diharapkan para pekerja seks komersial

malam dapat mengevaluasi panggung depan dan panggung belakang

mereka masing-masing, sehingga menjadi lebih baik lagi. Dan dengan

adanya penelitian ini para pekerja seks komersial dapat lebih memahami

dan memaknai panggung depan dan panggung belakangnya tersebut.


103

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro. 2010. Metode Penelitian uuntuk Public Releation Kuatitatif


dan Kualitatif,Remaja Rosdakarya Bandung

Effendy, Onong Uchjana. 2001,. Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja


Rosdakarya

Hardjana, Agus. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal


(Jogjakarta:Kanisius)

Hidayat, Dedy. 2003. Paradigma dan Metodologi Penelian Sosial Empirik Klasik.
Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia

Kadir, Hatib Abdul.2007. Tangan Kuasa dalam Kelamin: Telaah Homoseks,


Pekerja Seks, dan seks bebas di Indonesia. Yogyakarta:INSISTPress,

Kriyantono, Rachmat.2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta, Kencana

Meleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2001. Human Communication (prinsip-prinsip dasar). Bandung


: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Gramedia


Widiasarana Indonesia.

Mulyana, Deddy. 2006. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualiatif. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Narwoko dan Suyanto, 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:
Kencana Media Group

Pawito. 2007. Penelitian komunikasi kualitatif (Lembaga Kajian Islam dan Sosial
(LKIS), 2007)
104

Polomo, Margaret. 2000. Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada,


Jakarta

Ritzer ,George. 2007. Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,


Rajawali Grafindo Persada. Jakarta

Ruslan, Rosady. 2006. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi.


Jakarta: Raja GrafindoPersada,

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta

Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana


Indonesia

SUMBER LAIN :

Subadara, I Nengah. 2007. “Bali Tourism Watch : Keberadaan Pekerja Seks


Komersial sebagai dampak negative Pariwisata di Bali”
http://www.subadara.wordpress.com.

Yoga puspasari, Paper pekerja Seks Komersial


http://yogapuspasari.blogspot.co.id/2014/09/paper-pekerja-seks-komersial-
psk.html
105

PEDOMAN WAWANCARA

Judul Skripsi : Presentasi Diri Pekerj Seks Komersial Emporium


Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri
Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta)
Fokus Wawancara : Front stage (Panggung Depan) pekerja seks
komersial
Back stage (Panggung Belakang) pekerja seks
komersial

Pertanyaan untuk focus wawancara: Front Stage (Panggung Depan)

1. Sudah berapa lama anda menjadi seorangPekerja seks komersial (PSK)?


2. Bagaimana proses anda menjadi seorangpekerja seks komersial (PSK) ?
3. Apa yang melatarbelakangi menjadi pekerja seks komersial (PSK) ?
4. Bagaimana perilaku anda ketika berhadapan dengan pelanggan?
5. Adakah yang disembunyikan dari diri anda ketika anda melayani pelanggan?
6. Apakah ada kesulitan dan hambatan yang dialami ketika melayani pelanggan?
7. Apakaha daperbedaan cara bicara saat melayani pelanggan dan saat tidak
melayani pelanggan?

Pertanyaan untuk focus wawancara: Back Stage (belakang panggung)

1. Bagaimana perilaku anda ketika berada didalam rumah?


2. Bagaimana karakter yang anda tunjukan ketika bersosialisai di lingkungan
rumah?
3. Seperti apakah pakaian yang dikenakan ketika berada diluar profesi.
Apakah cara berpakaian ikut terpengaruh seperti saat anda menjadi PSK?
106

4. Apakah ada aktifitas yang dimiliki diluar profesi selain sebagai PSK?

Pertanyaan untuk focus wawancara

1. Bagaimana cara menarik perhatian pelanggan?


2. Seperti apa bahasa khusus seorang PSK saat berkomunikasi untuk
menyapa para pelanggan yang datang?
3. Apakah ada symbol-simbol yang khusus yang digunakan sebagai identitas
diri seorang PSK?
4. Seperti apa fashion seorang PSK?
5. Apakah anda membawa kebiasaan ditempat anda bekerja kedalam
kehidupan masyarakat ataupun sebaliknya?
107

RIWAYAT HIDUP

DHITA SEKAR ANNISA

Jl. Bendungan Jago RT.013/002 No.48

Kel. Serdang Kec Kemayoran

Jakarta Pusat

Email: dhitasekar@ymail.com

DATA DIRI

NamaLengkap Dhita Sekar Annisa

NamaPanggilan Icha

Umur 22 Tahun

JenisKelamin Perempuan

Tempat/TanggalLahir Jakarta, 18 Nopember 1993

Status Pernikahan Belum Menikah


108

Alamat Jl. Bendungan Jago RT.013/002 No. 48


Kel. Sedang Kec. Kemayoran

Jakarta pusat

Email dhitasekar@ymail.com

Motto Ingatlah bahwa kesuksesan selalu disertai


dengan kegagalan

RIWAYAT PENDIDIKAN

SDN Kebong Kosong 010 Jakarta 2005

SMPN 5 Jakarta 2008

SMKN 27 Jakarta 2011

One Year English Program LBPP LIA Pramuka (D1) 2012

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Fakultas Ilmu Sosial dan 2016


Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

RIWAYAT ORGANISASI

Komunitas Film Untirta (KOVIKITA) 2012

IMIKI (IkatanMahasiswaIlmuKomunikasi Indonesia) 2012

PanitiaFisiphoria 2013
109

PENGALAMAN BEKERJA

Praktek Kerja Lapangan Hotel Intercontinental Mid 2009


Plaza Jakarta

Dancer Stufan (Studio Fantasi) Dufan 2008-2011

Part Time at Balai Kartini Jakarta 2010

Part Time at Hotel Shangrila Jakarta 2010

Job Training Coca Cola Amatil Indonesia 2015

Anda mungkin juga menyukai