iii
3) Penyerahan JKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daearah pabean didalam daerah pabean.
5) Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean (jasa konsultan asing yang memberikan jasa
manajemen, jasa teknik dan jasa lain) didalam daerah pabean.
6) Ekspor BKP berwujud oleh PKP, ekspor BKP dikenakan PPN, hanya jika yang melakukan
adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP.
7) Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP, pengusaha yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud
adalah hanya pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
8) Ekspor JKP oleh PKP.
b. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan yang hasilnya diigunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
c. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjual
belikan sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan menurut ketentuan dapat
dikreditkan.
iv
4. Subjek Pajak
Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN,
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari
luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
v
b. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak,
atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut Undang- Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau
nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
c. Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
Nilai Impor adalah CIF (Cost, Insurance, and Freight) + Bea Masuk.
d. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
e. Nilai Lain
Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai DPP dan
Peraturan Menteri Keuangan No.102/PMK.11/2011 tentang nilai lain sebagai DPP atas
pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, di dalam daerah pabean
berupa film cerita impor dan penyerahan film cerita impor.
vi
Faktur pajak wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap :
a. Saat penyerahan barang kena pajak.
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak dan atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
d. Saat pengusaha kena pajak rekana menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah
sebagai Pemungut PPN.
viii
= 10% x Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00
PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang didapat oleh Pengusaha
Kena Pajak “A”.
PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena (JKP) Pajak dengan memperoleh penggantian
sebesar Rp20.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”
= 10% x Rp20.000.000,00
= Rp 2.000.000,00
PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang didapat oleh Pengusaha
Kena Pajak “B”.
Bapak andre saputra simanjuntak mempunyai perusahaan yang memproduksi bahan alkohol, dia
melakukan penjualan sebesar Rp. 120.000.000,- dengan PPN sebesar 15%
Perhitungan :
= Rp. 120.000.000,- x 15%
= Rp. 18.000.000,-
Jadi pajak PPN yang dipungut oleh perusahaan bapak andre adalah Rp. 18.000.000,-
ix
PPnBM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah.
BKP yang tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi atau apabila
dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral serta mengganggu ketertiban masyarakat.
x
3. PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:
a. Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri
oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama
akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
xi
2. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang disetorkan
telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak (DNWP) yang
dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai penerima setoran.
Contoh Soal:
Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai
Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain
dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah tersebut adalah:
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
b. PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP
yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh
karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka
PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh
PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp.
150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
c. PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00
PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi
PKP “D” dan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”.
Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan
PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.
xii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) lebih
menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama
suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu
yang dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen,
PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun
demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya
metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak
sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang
berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi
tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen.
B. Saran
Berdasarkan uraian makalah perpajakan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ini diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang
didapatkan dari materi ini.
xiii