Anda di halaman 1dari 4

Bisa Pengaruhi ADME

farmasetika.com 14 Maret 2016 Eksipien Leave a comment

Artikel Terkait

Kemenkes Jamin Ketersediaan Obat Pasien COVID-19 dan Alkes di Seluruh Provinsi

2 hari ago

Peran Alkohol dalam Formulasi Obat di Tengah Pro Kontra Kehalalannya

19 Juni 2020

Mengenal Obat dengan Pelepasan Terkontrol dan Penerapannya di Indonesia

15 Juni 2020

Zat Eksipien di Obat Bukan Lagi Bersifat Inert Tapi Bisa Pengaruhi ADME. Zat pembantu atau tambahan
dalam suatu formulasi obat saat ini diartikan bukan lagi sebagai zat inert atau zat yang tidak
mempengaruhi terapi atau bereaksi dengan suatu obat.

David P. Elder mempublikasikan penelitiannya di Jurnal European Journal of Pharmaceutical Sciences


dengan judul Pharmaceutical excipients — quality, regulatory and biopharmaceutical considerations
membahas tuntas mengenai zat eksipien yang dapat berdampak pada adsorbsi, distribusi, metabolisme
dan eliminasi (ADME) proses obat yang diformulasikannya.
Selain itu, memberikan gambaran tentang proses regulasi untuk mendapatkan eksipien baru yang
disetujui di berbagai negara dan juga diskusi tentang regulasi terbaru terutama di Amerika dan Eropa.

Hampir semua obat mengandung eksipien, yang ditambahkan untuk tujuan peningkatan produksi,
penerimaan pasien, meningkatkan stabilitas, pengendalian rilis dan lainnya. Biasanya eksipien
merupakan komponen utama dari produk obat, dengan molekul zat aktif hanya hadir dalam jumlah
relatif kecil.

Secara historis, eksipien disebut komponen tidak aktif. Tetapi itu dulu, dan saat ini justru eksipien dapat
mempengaruhi proses ADME, seperti berikut ini :

Absobrsi

Penyerapan obat erat kaitannya dengan kelarutan suatu obat. Peningkatan jumlah zat aktif yang tidak
larut dalam air berdampak pada penggunaan dan pemilihan zat eksipien. Akibatnya, telah terjadi
peningkatan penggunaan eksipien untuk membantu kelarutan, misalnya cosolvents, surfaktan,
siklodekstrin, fosfolipid, polimer, dan lainnya.

Tantangan bagi formulator adalah untuk memilih kombinasi terbaik dari eksipien yang akan mengatasi
masalah yang berkaitan dengan bioavailabilitas yang memadai, stabilitas yang baik dan
manufakturabilitas baik. Sering kali modifikasi perlu diperlukan misalnya menambahkan eksipien untuk
meningkatkan bioavailabilitas yang akan berdampak negatif pada stabilitas bentuk sediaan.

Distribusi
Permeabilitas obat bisa dipengaruhi dengan adanya zat tambahan. Penelitian Bendels pada tahun 2007
mengevaluasi beberapa eksipien sehubungan dengan bagaimana mereka mempengaruhi permeabilitas
membran secara pasif.

Baca : Bakteri Usus Dapat Mengubah Cara Kerja Obat di Dalam Tubuh

Penelitian ini dilanjutkan dengan studi tentang bagaimana pH dan lapisan batas air dapat
mempengaruhi kelarutan dan permeabilitas obat tertentu pada tahun 2008. Secara khusus, mereka
menilai dampak dari beberapa bahan pengisi kunci (misalnya, natrium taurokolat, hidroksipropil-β-
siklodekstrin kalium klorida, propilen glikol, metilpirolidon dan polietilen glikol 400) pada parameter ini,
dan hasilnya divisualisasikan sebagai peta klasifikasi gradien.

Mereka menemukan bahwa bahan pengisi biasanya menurunkan permeabilitas, tetapi sering tidak
secara benar-benar timbal balik dengan kenaikan kelarutan diamati. Zat aktif diteliti menunjukkan
perbedaan “penyerapan potensial “(difasilitasi oleh eksipien ini), dalam urutan: clotrimazole>
griseofulvin> progesteron> dipyridample> glibenclamide> asam mefanamic> butacaine> astemizol.
Menariknya, data untuk Albendazole dan glibenclamide dengan hidroksipropil-β-siklodekstrin
tampaknya selaras dengan in vivo Cmax data.

Metabolisme

Beberapa eksipien untuk meningkatkan kelarutan, misalnya PEG dan Cremophor EL (CrEL) telah terbukti
menghambat proses metabolisme enzim (sitokrom P450) dan efflux transporters, misalnya P
Glycoprotein (PGP) ABCB1, dan multidrug resistant terkait protein 2 (ABCC2). Engel et al pada tahun
2012 melaporkan pengaruh empat bahan pengisi (PEG 400, CrEL, solutol HS (SOL) dan hidroksipropil-β-
siklodekstrin (HPCD)) pada jangkauan yang lebih luas dari transportasi organic anion transporting
protein systems (OATP).

Aspek regulasi untuk eksipien baru bervariasi secara signifikan, misalnya FDA akan menilai eksipien baru
dalam hubungannya dengan NDA, sedangkan di Eropa itu diperlakukan sebagai aplikasi obat baru.
Sumber : http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0928098715300920

Eksipien umumnya inert secara farmakologis, tetapi dapat berinteraksi dengan obat dalam bentuk
sediaan dan faktor fisiologis di tempat absorpsi untuk mempengaruhi ketersediaan hayati produk obat.
Pemahaman mekanistik umum tentang dasar interaksi ini penting untuk merancang produk obat yang
kuat. Makalah ini berfokus pada interaksi eksipien obat dalam bentuk sediaan padat yang berdampak
pada ketersediaan hayati obat, bahan obat dan sifat produk obat yang dipengaruhi oleh eksipien, dan
dampak eksipien pada proses fisiologis. Sejauh mana ketersediaan hayati obat dipengaruhi oleh
interaksi ini akan bervariasi berdasarkan kasus per kasus tergantung pada faktor-faktor seperti potensi
dan dosis obat, jendela terapeutik, tempat absorpsi, faktor pembatas laju dalam penyerapan obat
(misalnya, permeabilitas atau kelarutan terbatas), atau apakah metabolisme obat, eflux, kompleksasi,
atau degradasi di tempat absorpsi berperan dalam menentukan ketersediaan hayati. Meskipun
demikian, pemahaman mekanistik tentang interaksi eksipien obat dan dampaknya pada pelepasan dan
absorpsi obat dapat membantu mengembangkan formulasi yang menunjukkan ketersediaan hayati obat
yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai