Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Glumerulonefritis akut merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap

akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa (Made,

2013).Penyakit yang mengenai glomeruli merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya

gagal ginjal pada anak (UKK nefrologi IDAI, 2018).Cedera pada glomerulus menyebabkan

terjadinya gangguan sistem filtrasi di ginjal dan menurunnya glomerular filtration rate (GFR)

sehingga dapat menimbulkan manifestasi klinis yang beragam(Madaio MP, 2011).Berat

ringan, progresivitas ataupun reversibilitas cedera ginjal tergantung dari berbagai macam

faktor, mencakup perjalanan penyakit, lokasi kerusakan dan cepat atau lambatnya

penanganan terhadap cedera glomerulus tersebut.Cedera pada glomerulus yang tersering

salah satunya adalah glomerulonefitis (Madaio MP, 2011).

Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang

menggambarkanadanyainflamasi pada glomerulus, ditandaioleh proliferasi sel–sel

glomerulus akibat proses imunologi (Rachayu, 2019). Glomerulonefritis merupakan suatu

istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami

proliferasi dan inflamasi di glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme

imunologis.Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu proses inflamasi di glomeruli yang

merupakan reaksi antigen-antibodi terhadap infeksi bakteri atau virus tertentu.Infeksi yang

paling sering terjadi adalah setelah infeksi bakteri streptokokusbeta hemolitikus grup A tipe

nefritogenik (Glomerulonefritis akut post infeksi streptokokus GNAPS)Madaio MP, 2011).


World HealthOrganization(WHO)mempekirakan 472.000 kasus GNAPSterjadi

setiaptahunnya secara globaldengan 5.000 kematian setiap tahun.Pengamatan mengenai

GNA padaanakdi Indonesia dilakukan olehsebelas universitas di Indonesia tahun 1997-

2002.Hasilnya menunjukkanlebih dari 80%dari509anakdenganGNA mengalamiefusi

pleura, kardiomegali serta efusi perikardial,dan9,2% mengalami ensefalopati hipertensi (Ria

Rizki, 2017).Studi oleh Albar H et al melaporkan terdapat 509 kasus anak dengan

glomerulonefritis akut di rumah sakit pendidikan di Indonesia dari tahun 2002. Sebanyak

66,6% pasien memiliki peningkatan titer anti-streptolisin O (ASO) dan 60,4% memiliki

penurunan konsentrasi C3. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas pasien mengalami post

streptococcal glomerulonephritis (PSGN)/(GNAPS). Penelitian multisenter di Indonesia

selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orangpasien yang dirawat di rumah

sakit pendidikan,terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta(24,7%), Bandung

(17,6%), dan Palembang (8,2%).Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1

danterbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%) (Sekarwana HN, 2011).

GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik.Insidensinya meningkat pada

kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari

tempat pelayanan kesehatan(Rodriguez B, 2010).Hubungan antara glomerulonefritis akut dan

infeksi streptokokus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan

timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman Streptococcus

β haemolyticus golongan A, dan meningkatnya titer antistreptolisin pada serum penderita.

Diduga mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks imun dimana

antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam darah dan komplemen

untuk membentuk suatukompleks imun. Kompleks imun yang beredar dalam darah dalam
jumlah yang banyak dan waktu yang singkat melekat pada kapiler-kapiler glomerulus dan

terjadi kerusakan mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan

mikrokoagulasi (Made suadnyani, 2013).Periode laten antara infeksi streptokokus dengan

kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam

mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus

antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-

Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Selanjutnya komplemen akan

terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear

(PMN) dan trombosit menuju tempat lesi (Noer MS, 2009). Fagositosis dan pelepasan enzim

lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon

terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium

dan selanjutnya sel-sel epitel.Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus

menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk

oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria (Sekarwana HN, 2011). Hipotesis lain

adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen

menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut,

mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam

ginjal (Maker SP, 2011).

Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara

menahun (kronis), seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.Lebih dari 50

% kasus GNAPS adalah asimtomatik.Kasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi saluran

napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab.Glomeruli

mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang
mati dan antibodi yang menetralisirnya.Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan

mempengaruhi fungsinya (Lumbanbatu SM, 2003).Periode laten berkisar 10 atau 21 hari

setelah infeksi tenggorok atau kulit. Manifestasi klinis GNA sangat bervariasi, mulai dari

yang ringan atau tanpa gejala sampai yang berat.Gejala pertama yang paling sering

ditemukan adalah edema atau sembab palpebra.Hematuria berat sering menyebabkan

orangtua membawa anaknya berobat ke dokter.Penimbunan cairan disertai pembengkakan

jaringan (edema) terjadi di sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal).Pada

awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya

lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat (Lumbanbatu SM, 2003).Edema (perifer

atau periorbital), 85% ditemukan pada anakanak, edema bisa ditemukan sedang sampai berat.

Menurut penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta mengenai gambaran klinis GNAPS

pada anak didapatkan bahwa edema merupakan manifestasi klinis yang sering ditemukan

yaitu sekitar 87%, dan kadang-kadang disertai edema paru (14%) atau gagal jantung

kongestif (2%) (Made Suadnyani, 2013).

Gejala lain yaitu hematuria atau kencing yang mengandung darah baik secara

makroskopik maupun mikroskopik. Hematuria makroskopis yang tidak disertai rasa nyeri

merupakan gejala yang sering ditemukan.Gross hematuria terjadi pada 30- 50 % pasien yang

dirawat (Sekarwana HN, 2011).Hematuria mikroskopis umumnya didapatkan pada semua

pasien.Eritrosit pada urin terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan

glomerulus.Oligouri atau volume kencing yang sedikit ditemukan pada 69% kasus GNAPS

di RSCM tahun 2005.Oligouri atau anuria timbul akibat terjadinya penurunan filtrasi

glomerolus ginjal (Pardede SO, 2005).


Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik.Pengobatan ditujukan terhadap

penyakit yang mendasarinya dan komplikasi yang ditimbulkannya (Sekarwana HN,

2011).Undang-Undang nomer 38 pasal 29 tahun 2014, seorang perawat pemiliki peranan

yang penting bagi kesehatan klien.Salah satunya perawat bertugas sebagai pemberi asuhan

keperawatan. Dalam UU nomer 38 pasal 31 tahun 2014 dikatakan bahwa Dalam

menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan bagi klien perawat berwenang

melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat individu dan keluarga serta,

melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat, menjalin kemitraan dalam

perawatan kesehatan masyarakat dan melakukan implementasi, penyuluhan kesehatan dan

konseling. Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat

pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga

terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Memberi

pendidikan dan pemahaman kepada individu dan keluarga dilakukan secara terorganisir

dalam rangka menanamkan perilaku sehat, seperti yang diharapkan dalam mencapai tigkat

kesehatan yang optimal.

1.2 TUJUAN

1. Tujuan Umum

Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah penulis mampu

mengungkapkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien

dengan Glumerulonefritis Akut secara komprehensif dan memperoleh pengalaman

tentang Glumerulonefritis Akut.

2. Tujuan Khusus.
Setelah dilakukan askep ini penulis mampu:

a. Menjelasakan konsep penyakit Glomerulonefritis Akut

b. Melakukan pengkajian pada klien dengan Glumerulonefritis Akut

c. Menganalisa dan merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan

Glumerulonefritis Akut.

d. Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan Glumerulonefritis Akut.

e. Melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana yang telah disusun

dalam intervensi keperawatan pada klien dengan Glumerulonefritis Akut.

f. Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

berdasarkan kriteria standar pada klien dengan Glumerulonefritis Akut.

1.3 MANFAAT PENULISAN

1. Manfaat teoritis

Dengan adanya asuhan keperawatan komprehensif yang berjudul “Asuhan Keperawatan

Medical Bedah Glumerulonefritis Akut” diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu

menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.

2. Manfaat praktik

a. Bagi Penyusun

Manfaat penyusunan asuhan keperawatan ini adalah sebagai proses pembelajaran dan

penambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Medical Bedah Glumerulonefritis

Akut yang nantinya dapat diterapkan sebagai dasar untuk melakukan asuhan

keperawatan pada pasien di RS.

b. Bagi Perawat
Manfaat penulisan makalah ini bagi perawat adalah sebagai dasar teori sekaligus

praktik dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat penulisan makalah ini bagi institusi pendidikan adalah sebagai dasar teori

dalam pemberian asuhan keperawatan bagi seorang mahasiswa yang nantinya akan

diterapkan di lapangan.

d. Bagi Lahan Praktek

Manfaat penyusunan asuhan keperawatan ini dapat dijadikan pendokumentasian hasil

praktik klinik yang bisa menunjang RS menjadi RS pendidikan yang lebih baik serta

menjadi tambahan ilmu bagi perawat.

Anda mungkin juga menyukai