Anda di halaman 1dari 5

Nama : FAJAR PRADANA

Nim : 7171142005

Kelas : C Pend. AKT

Matkul : AKUNTANSI KEUANGAN DESA

UTS

Jawaban :

1) UU 6 tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat
atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan
Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan)
menyebutkan bahwa:
Dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende
landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di
Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu
mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang
bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah
istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan
mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut.
Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan
keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa mengalami banyak perubahan aturan namun belum dapat mewadahi
semuanya sebagaimana banyak perubahan dalam sejarah pengaturan Desa, telah
ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya
Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam perjalanannya Desa mendapatkan pengakuan dengan adanya Undang-
Undang Desa. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan Presiden
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari 2014. UU 6/2014
tentang Desa diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7 dan Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5495 hari itu juga oleh Menkumham Amir Syamsudin pada tanggal 15 Januari 2014
di Jakarta.
Latar belakang yang menjadi pertimbangan pengesahan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah:

a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-
cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan
diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga
dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera;
c. bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Desa;

2) tujuan pengaturan Desa yaitu memperkuat posisi Desa dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta memperjelas tugas, peran dan fungsi Desa dalam
mengelola desa, menjalankan pemerintahan Desa dan memberikan pelayanan bagi
masyarakatnya guna tercapainya cita-cita bersama mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini,
pemerintah Desa dalam hal mengatur Desa tidak akan terlepas dari tujuan pengaturan
Desa dan menjadikannya dasar dalam melaksanakan pembangunan Desa.
3) a.       Kepastian hukum; yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan pemerintahan desa. 
b.       Tertib penyelenggaraan pemerintahan; yaitu asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara
pemerintahan desa.
c.       Tertib kepentingan umum; yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
d.       Keterbukaan; yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan
peraturan perundang-undangan.
e.       Proporsionalitas; yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban penyelenggaraan pemerintahan desa. 
f.        Profesionalitas; yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
g.       Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat desa sesuai peraturan perundang-undangan. 
h.      Efektivitas dan efisiensi. Efektif berarti setiap kegiatan yang dilaksanakan harus
berhasil mencapai tujuan yang diinginkan masyarakat desa. Efisien berarti setiap
kegiatan yang dilaksanakan harus tepat sesuai dengan rencana dan tujuan.
  i.         Kearifan lokal; mengandung arti bahwa dalam penetapan kebijakan harus
memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat desa. j.         Keberagaman;
berarti penyelenggaraan pemerintahan desa   tidak boleh mendiskriminasi kelompok
tertentu. 
k.       Partisipatif; berarti penyelenggaraan pemerintahan desa mengikutsertakan
kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa.

4) Pasal 48
Perangkat Desa terdiri atas:

a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.

Pasal 49

1. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 bertugas membantu


Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
2. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala
Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati/Walikota.
3. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Desa.

Pasal 50

1. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diangkat dari warga


Desa yang memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang
sederajat;
b. berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua)
tahun;
c. terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa paling
kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; dan
d. syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah.

5)
 Peraturan Desa harus disusun oleh pejabat yang berwenang yaitu Pemerintah
Desa/Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa. Kalau Ini Tidak
Dipenuhi Maka Peraturan Desa tersebut dianggap tidak ada dan segala akibatnya
batal demi hukum (UU No. 10 Tahun 2000 dan UU No. 32 Tahun 2004, PP No.
72 Tahun 2005)
 Peraturan Desa yang disusun harus mengikuti prosedur penyusunan yang lazim
diberlakukan kepada produk hukum pada umumnya baik menyangkut bentuk
maupun proses penyusunan, pengesahan dan pemberlakukannya.
 Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkatannya.
 Peraturan Desa yang dibuat harus mempertimbangkan aspek sosiologis (dinamika
masyarakat) sehingga produk hukum dapat diterima dan dilaksanakan oleh
masyarakat secara wajar dan spontan.
 Peraturan Desa dapat dibatalkan apabila tidak sesuai dengan prinsipprinsip dasar
tersebut di atas. Pejabat yang berwenang membatalkan Peraturan Desa adalah
Bupati.
 Peraturan Desa yang dibuat hendaknya mempertimbangkan kebutuhan dan
kemampuan masyarakat untuk melaksa-nakannya. Untuk itu maka proses
penyusunan Peraturan Desa harus memperhatikan aspirasi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai