Anda di halaman 1dari 78

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hipertensi merupakan suatu penyakit yang tidak menular yang

menjadi penyebab kematian nomor tiga di Indonesia dan keadaan terjadinya

peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target

organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada

otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner

(terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan venrtikel

kiri/bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit-penyakit tersebut,

hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh lain,

diabetes melitus dan lain-lain. (Syharini, Susanto, & Udiyono,2012)

Data WHO tahun 2014 menunjukan bahwa pravalensi keseluruhan

peningkatan tekanan darah pada orang dewasa berusia 18 tahun lebih adalah

sekitar 22%. Asia tenggara menempati urutan terbanyak kedua setelah Afrika.

(Dukomalamo, Pangemanan, & Siagian, 2016). Berdasarkan laporan World

Health Organization, pravalensi peningkatan tekanan darah pada orang

dewasa berusia 25 tahun ke atas sekitar 40% pada tahun 2008 dan penderita

hipertensi meningkat dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi hampir 1 miliar

pada tahun 2008. Pravelensi hipertensi tertinggi terdapat di kawasan Afrika

sebesar 46%, dan terendah di Amerika sebesar 35% (WHO, 2013) di kutip

(Manawan, Rattu, & Punuh, 2016).


2

Pravelensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran

pada umur lebih dari 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan

(44,1%), diikuti Jawa Barat (36,8%), Kalimantan Timur (35,9%). Pravelensi

hipertensi di Indonesia yang di dapat melalui kuisioner terdiagnosis tenaga

kesehatan sebesar 100 %. Yang mengalami hipertensi sebanyak 8,8%, dari

pravelensi tersebut yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau rutin minum obat

sebesar 54,4%. Yang tidak rutin sebanyak 32,3%, sedangkan yang tidak

minum obat sebanyak 13,3% (RISKESDAS, 2018).

Berdasarkan laporan Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi di NTT

berdasarkan diagnosis adalah 8,4%, selanjutnya prevalensi berdasarkan

diagnosis atau minum obat sebesar 8,8%. Data hipertensi di NTT berdasarkan

hasil Riskesdas 2018 yaitu prevalensi hipertensi berdasarkan hasil

pengukuran pada penduduk usia 18 Tahun di NTT adalah lebih dari 22,8%,

diketahui bahwa sebesar lebih dari 5,5% terdiagnosis hipertensi dan lebih dari

4,7% orang yang terdiagnosis hipertensi atau minum obat (Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan, 2018). Berdasarkan laporan profil kesehatan

Kota Kupang 2015 yang dibuat Dinas Kesehatan Kota Kupang angka

kejadian hipertensi di Kota Kupang pada tahun 2015 tercatat sebanyak 13.111

(8,7%). Angka ini kemdian meningkat pada tahun 2016 14.535 (8,8%).

Kejadian Hipertensi di Kota Kupang kemudian terus meningkat pada tahun

2017 yakni sebanyak 21.856 kasus (9,9%) hingga pada tahun 2018 data kasus

hipertensi menjadi 19.353 kasus (11,1%) (DepKes RI, 2018).


3

Hasil pengkajian di Desa Manusak RW 10, RT 13 Pada salah satu

masyarakat hasil tekanan darah yang di dapat adalah 160/90 MmHg. Ketika

diwawancara diperoleh informasi bahwa masyarakatnya kurang pengetahuan

dan terkadang acuh tak acuh dengan keadaan mereka. Pasien pernah ke

Fasilitas kesehatan untuk menerima obat hipertensi namun pasien tidak lagi

rutin meminum obat.

Penyakit ini menjadi momok bagi sebagian besar penduduk dunia

termasuk Indonesia. Hal ini karena secara statistik jumlah penderita yang

terus meningkat dari waktu ke waktu. Berbagai waktu yang berperan dalam

hal ini salah satunya adalah gaya hidup modern. Pemilihan makanan yang

berlemak, kebiasaan aktivitas yang tidak sehat, merokok, minum kopi adalah

beberapa hal yang disinyalir sebagai faktor yang berperan terhadap hipertensi.

Hasil survei kesehatan rumah tangga menunjukan pravelensi penyakit

hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 83 per

1.000 anggota rumah tangga. Hal tersebut terkait erat dengan pola makan,

terutama konsumsi garam (Rosa, 2016).

Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),

masalah keperawatan yang sering muncul pada asuhan keperawatan keluarga

dengan Hipertensi salah satunya adalah manajemen kesehatan keluarga tidak

efektif. Pada asuhan keperawatan keluarga, keluarga diharapkan mampu

menjalan 5 tugas utama keluarga yaitu mampu mengenal masalah kesehatan,

mampu mengambil keputusan untuk masalah kesehatan, mampu merawat

anggota keluarga yang sakit, dalam tugas ini keluarga diharapkan mampu
4

untuk menangani atau merawat klien dengan Hipertensi yang mengalami

nyeri, mampu memodifikasi lingkungan serta mampu memanfaat fasilitas

kesehatan.

Penatalaksanaan Hipertensi diperlukan peran perawat serta keluarga di

dalamnya, peran perawat dalam penatalaksanaan hipertensi salah satunya

melakukan pengontrolan tekanan darah. Pengontrolan tekanan darah ada dua

yaitu menggunakan terapi farmakologi (obat-obatan) dan terapi non

farmakologi. Intervensi non farmakologi merupakan tindakan mandiri

perawat yang dapat diajarkan pada keluarga tanpa kolaborasi. Terapi non

farmakologi bisa mengontrol tekanan darah, serta tidak membutuhkan biaya

yang banyak. Intervensi non farmakologi yang bisa perawat diajarkan pada

keluarga dalam tekanan darah, yaitu dengan meminum rebusan air daun

belimbing wuluh ( Istianah dkk, 2020).

Penelitian yang dilakukan Arimina Hartati Pontoh, tahun 2014 tentang

pengaruh pemberian air rebusan daun belimbing wuluh terhadap penurunan

tekanan darah pada lansia penderita hipertensi menunjukan terdapat pengaruh

pemberian air rebusan daun belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan

darah sistole dan diastole pada klien dengan Hipertensi. Hal ini dibuktikan

dengan terjadi penurunan tekanan darah sistole dan diastole yang dilakukan

pre test dan post test. Sebelum diberikan terapi.

Tanaman belimbing bersumber dari alam serta tanaman belimbing

wuluh mudah di dapat karena bisa ditanam sendiri. Cara ini merupakan

alternatif yang dapat dilakukan secara mandiri dan mempunyai resiko yang
5

lebih rendah, karena tanaman belimbing wuluh memiliki kandungan enzim

siklo-oksigenasi sebagai anti radang (anti inflamasi) yang diserap. Selain itu

belimbing wuluh juga memiliki efek farmakologis yang merangsang sistem

eseptor sehingga mengeluarkan signal yang akan mengakibatkan terjadinya

vasodilatasi perifer yang menyebabkan pelebaran pada pembuluh darah,

meningkatkan aliran darah (Rufaridah, 2020).

Pelaksanaan yang teratur menormalkan hipertensi, yaitu dengan

menggunakan bahan herbal seperti mengonsumsi rebusan daun belimbing dan

mengurangi makanan dengan tinggi garam, makanan yang berlemak,

mengonsumsi makanan yang tinggi serat dan melakukan aktivitas olahraga

(Pontoh, 2013).

Berdasarkan fenomena yang didapatkan di lapangan lebih banyak

masyarakat yang mengalami peningkatan darah tidak memeriksakan diri ke

fasilitas kesehatan dan bersikap acuh tak acuh. Dalam hal ini peran perawat

sebagai pendidik diperlukan. Perawat dapat memberikan pendidikan

mengenai penyakitnya sehingga terjalin hubungan yang baik antara

penderita dan keluarga, mengontrol gejala, menekan aktivitas untuk

mencegah kerusakan yang permanen. Berdasarkan latar belakang diatas

penulis tertarik untuk menganalisis asuhan keperawatan keluarga pada Klien

hipertensi dengan mengaplikasikan pemberian terapi rebusan daun belimbing

wuluh di RT. 13 Dusun Satu Desa Manusak Kecamatan Kupang Timur.


6

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberikan

gambaran asuhan keperawatan pada Klien Ny. D. S. dengan masalah

tekanan darah tinggi atau Hipertensi dengan mengaplikasikan

pemberian air rebusan daun belimbing untuk mengontrol tekanan darah

di RT.13 Dusun Satu, Desa Manusak.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mampu mendeskripsikan pengkajian keperawatan keluarga dengan

masalah hipertensi pada klien Ny. D di RT.13 Dusun Satu, Desa

Manusak.

2. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan/diagnosa

keperawatan dengan masalah hipertensi pada klien Ny. D di RT.13

Dusun Satu, Desa Manusak.

3. Mampu mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan keluarga

dengan masalah hipertensi pada klien Ny. D di RT.13 Dusun Satu,

Desa Manusak.

4. Mampu melakukan tindakan keperawatan keluarga dengan masalah

hipertensi pada klien Ny. D di RT.13 Dusun Satu, Desa Manusak.

5. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan keluarga dengan

masalah hipertensi pada klien Ny. D di RT.13 Dusun Satu, Desa

Manusak.
7

6. Menganalisis pelaksanaan asuhan keperawatan pada kasus kelolaan

berdasarkan penerapan evidance based nursing.

1.3 Manfaat Penulisan

1 Bagi Mahasiswa

Hasil karya ilmiah ini dapat berguna sebagai pedoman dalam membuat

karya ilmiah akhir ners dalam bentuk judul lain.

2 Bagi Lahan Praktek Desa Manusak

Hasil karya ilmiah ners ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi

puskesmas terhadap pelayanan keperawatan dengan memberikan

gambaran dan menjadikan acuan dalam melakukan asuhan keperawatan

keluarga dengan kasus hipertensi (bio, psiko, sosial, spiritual).

3 Bagi Instansi Pendidikan Stikes Maranatha Kupang

Hasil karya ilmiah dapat dijadikan bacaan diperpustakaan institusi

pendidikan dan memberikan gambaran pada mahasiswa mengenai

penerapan air rebusan daun belimbing wuluh yang dapat diberikan pada

pasien dengan Hipertensi

4 Bagi Profesi Keperawatan

Dapat menambah,mendorong,menyokong perkembangan pengetahuan

Keperawatan khususnya terkait Evidance Based Pemberian air rebusan

daun belimbing wuluh terhadap Pasien dengan Hipertensi .


8

4.2 Metode penulisan

Dalam penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini menggunakan metode

Deskriptif yang merupakan Studi Kasus.


9

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan

darah tinggi secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari

140 mmHg, tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi atau

penyakit darah tinggi merupakan suatu keadaan peredaran darah

meningkat secara kronis. Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih

cepat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi

di dalam tubuh (Irianto, 2014).

Hipertensi juga merupakan faktor utama terjadinya gangguan

kardiovaskular. Apabila tidak ditangani dengan baik dapat

mengakibatkan gagal ginjal, stroke, dimensia, gagal jantung, infark

miokard, gangguan penglihatan dan hipertensi (Patica, 2016).

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri

tetapi sering dijumpai dengan penyakit lain, misalnya arterioskeloris,

obesitas, dan diabetes militus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi

dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu (WHO, 2014) :


10

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer

Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi

tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya. Para pakar

menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita

hipertensi (genetik) dengan resiko menderita penyakit ini. Selain

itu juga para pakar menunjukan stres sebagai tertuduh utama, dan

faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor-faktor lain yang dapat

dimasukkan dalam penyebab hipertensi jenis ini adalah

lingkungan, kelainan metabolisme, intra seluler, dan faktor-faktor

ynag meningkatkan resikonya seperti obesitas, merokok,

konsumsi alkohol, dan kelainan darah.

b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder

Pada 5-10 persen kasus sisanya, penyebab khususnya sudah

diketahui, yaitu gangguan hormonal, penyakit diabetes, jantung,

ginjal, penyakit pembuluh darah atau berhubungan dengan

kehamilan. Kasus yang sering terjadi adalah karena tumor

kelenjar adrenal. Garam dapur akan memperburuk resiko

hipertensi tetapi bukan faktor penyebab.


11

Tabel 2. 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa

Kategori Sistolik mmHg Diastolik


mmHg
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg

Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg

Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg


(HipertensiRingan)
Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
(HipertensiSedang)
Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg
(HipertensiBerat)
Stadium 4 201 mmHg atau 120 mmHg atau
(Hipertensi Sangat lebih lebih
Berat atau Maligna)
Sumber : Heniwati, 2018

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol :

1) Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dengan wanita.

Wanita diketahui mempunyai tekanan darah lebih rendah

dibandingkan pria ketika berusia 20-30 tahun. Tetapi akan

mudah menyerang pada wanita ketika berumur 55 tahun, sekitar

60% menderita hipertensi berpengaruh pada wanita. Hal ini

dikaitkan dengan perubahan hormon pada wanita setelah

menopause (Triyanto, 2014).

2) Umur

Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil akan

berubah di usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung lebih


12

meningkat secara cepat. Sehingga, semakin bertambah usia

seseorang maka tekanan darah semakin meningkat. Jadi seorang

lansia cenderung mempunyai tekanan darah lebih tinggi

dibandingkan diusia muda (Triyanto, 2014).

3) Keturunan (genetik)

Adanya faktor genetik tentu akan berpengaruh terhadap keluarga

yang telah menderita hipertensi sebelumnya. Hal ini terjadi

adanya peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya

rasio antara potasium terhadap sodium individu sehingga pada

orang tua cenderung beresiko lebih tinggi menderita hipertensi

dua kali lebih besar dibandingan dengan orang yang tidak

mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi (Buckman,

2010).

4) Pendidikan

Tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi

tekanan darah. Tingginya resiko hipertensi pada pendidikan

yang rendah, kemungkinan kurangnya pengetahuan dalam

menerima informasi oleh petugas kesehatan sehingga

berdampak pada perilaku atau pola hidup sehat (Armilawaty,

2017).
13

b. Faktor resiko hipertensi yang dapat dikontrol

1) Obesitas

Pada usia pertengahan dan usia lanjut, cenderung kurangnya

melakukan aktivitas sehingga asupan kalori mengimbangi

kebutuhan energi, sehingga akan terjadi peningkatan berat badan

atau obesitas dan akan memperburuk kondisi (Anggara &

Prayitno, 2013).

2) Kurang olahraga

Jika melakukan olahraga dengan teratur akan mudah untuk

mengurangi peningkatan tekanan darah tinggi yang akan

menurunkan tahanan perifer, sehigga melatih otot jantung untuk

terbiasa melakuakn pekerjaan yang lebih berat karena adanya

kondisi tertentu.

3) Kebiasaan merokok

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini

dikarenakan di dalam kandungan nikotik yang dapat

menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

4) Konsumsi garam berlebihan

WHO merekomendasikan konsumsi garam yang dapat

mengurangi peningkatan hipertensi. Kadar sodium yang

direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4

gram sodium atau 6 gram) (H. Hadi Martono Kris Pranaka,

2014-2015).
14

5) Minum alkohol

Ketika mengonsumsi alkohol secara berlebihan akan

menyebabkan peningkatan tekanan darah yang tergolong parah

karena dapat menyebabkan darah di otak tersumbat dan

menyebabkan stroke.

6) Minum kopi

Satu cangkir kopi mengandung kafein 75-200 mg, dimana dalam

satu cangkir kopi dapat meningkatakan tekanan darah 510

mmHg.

7) Kecemasan

Kecemasan akan menimbulkan stimulus simpatis yang akan

meningkatkan frekuensi jantung, curah jantung dan resistensi

vaskuler, efek samping ini akan meningkatkan tekanan darah.

Kecemasan atau stress meningkatkan tekanan darah sebesar 30

mmHg. Jika individu meras cemas pada masalah yang di

hadapinya maka hipertensi akan terjadi pada dirinya. Hal ini

dikarenakan kecemasan yang berulang-ulang akan

mempengaruhi detak jantung semakin cepat sehingga jantung

memompa darah keseluruh tubuh akan semakin cepat.

2.1.4 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat


15

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah

ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut

saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal

juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.

Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan

vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh

darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,

menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan

angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu

vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi


16

aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi

natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan

hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan

structural dan fungsional pada system pembuluh perifer

bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada

usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos

pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan

distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan

arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume

darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan

penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,

2012).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya

“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga

tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2014).

Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang

diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan

tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan

mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan

Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II


17

berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,

sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat

meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi

natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.

Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan

kerusakan pada organ-organ seperti jantung. (Suyono, Slamet. 2013).


13

Web Of Caution Hipertensi


Genetik Obesitas Stress Nyeri arterisklerosis

Respon nerologi meningkatkan


level insulin yang pelebaran
terhadap stress produksi hormon
tinggi pembuluh darah
kortisol
kelainan eksresi
atau transport
Na.
HIPERTENSI

B1 B2 B3 B4 B4 B5 B6

Kerusakan vaskuler
Sistim pernafasan Pembuluh darah pembuluh darah Sistim perkemihan Sistem Neurosensori Sistem
pencernaan integumen
Kurang mobilitas fisik Sistemik Perubahan struktur Kehilangan kontrol Rangsangan lapar
sfingter Rangsangan Imobilisasi
menurun
Penyumbatan sistem simpatis fisik
Kemampuan batuk Vasokontriksi
menurun pembuluh darah
Disfusi kandung kemih Anoreksia
Tekanan yang
Merangsang pusat Vasokontriks Peristaltik usus terlokalisir
Produksi secret meningkat inhibitor jantung Sering berkemih, menurun Intake nutrisi
inkontinensia, menurun
Gangguan sirkulasi Otak
Tidak mampu sekresi nokturia Peningkatan
Afterload Defekasi < 1 mgg tekanan arteri
sekret
meningkat kapiler pada kulit
Resistensi pembuluh Ggn.
darah otak menurun Perubahan pola pemenuhan
Ketidakefektifa eliminasi urine Gangguan
Penurunan kebutuhan Terhambatnya aliran darah
n bersihan jalan Fatigue eliminasi alvi
nafas curah jantung (konstipasi)
nutrisi (-) dari
Gangguan rasa kebutuhan tubuh
nyama
Intoleransi Iskemik
aktivitas
Resiko gangguan Nekrosis jaringan epidermis dan dermis
integritas kulit
13

2.1.5 Tanda dan Gejala

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi

meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan

gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan

medis. Menurut Rokhaeni (2014) manifestasi klinis beberapa pasien yang

menderita hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas, kelelahan,

sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.

a) Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.

b) Sakit kepala

c) Pusing / migraine

d) Rasa berat ditengkuk

e) Penyempitan pembuluh darah

f) Sukar tidur

g) Lemah dan lelah

h) Nokturia

i) Azotemia

j) Sulit bernafas saat beraktivitas

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:

a. Pemeriksaan yang segera seperti:

1) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari

sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan

factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.


13

2) Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang

perfusi / fungsi ginjal.

3) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi)

dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin

(meningkatkan hipertensi).

4) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron

utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.

5) Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat

menyebabkan hipertensi.

6) Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat

mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak

ateromatosa (efek kardiovaskuler).

7) Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan

vasokonstriksi dan hipertensi.

8) Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer

(penyebab).

9) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan

ada DM.

10) Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko

hipertensi.

11) Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.

12) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi

ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola


13

regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu

tanda dini penyakit jantung hipertensi.

13) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah

pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada

area katup, pembesaran jantung.

b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil

pemeriksaan yang pertama):

1) IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit

parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.

2) CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

3) IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,

perbaikan ginjal.

4) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab,

CAT scan.

5) USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis

pasien.

2.1.7 Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas

akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan

pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

a. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi

Terapi tanpa Obat  Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan

untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi

sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam
13

secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan

rendah asam lemak jenuh, Penurunan berat badan, Penurunan asupan

etanol, Menghentikan merokok,

Latihan Fisik

Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang

dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai

empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti

lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang

baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi

maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20

– 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x

perminggu dan paling baik 5 x perminggu

Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:

Tehnik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada

subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh

subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai

untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga

untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.


13

a. Tehnik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk

mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita

untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks

Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan).

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan

pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya

sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah

komplikasi lebih lanjut.

Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah

saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi

agar penderita dapat bertambah kuat pengobatan hipertensi pada

umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.

2.1.8 Komplikasi

Efek pada organ, otak (pemekaran pembuluh darah, perdarahan, kematian sel

otak : stroke), ginjal (malam banyak kencing, kerusakan sel ginjal, gagal

ginjal), jantung (sesak nafas, cepat lelah, gagal jantung).

2.2. Konsep Asuhan keperawatan

Asuhan keperawatan keluarga merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam

praktek keperawatan yang diberikan pada klien sebagai anggota keluarga pada

tatanan komunitas dengan menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada

standar keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan

(WHO, 2014).
13

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan, agar

diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga.

Sumber informasi dari tahapan pengkaajian dapat menggunakan metode

wawancara keluarga, observasi fasilitas rumah, pemeriksaan fisik pada

anggota keluarga dan data sekunder.

Hal-hal yang perlu dikaji dalam keluarga adalah :

a. Data Umum

Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :

1) Nama kepala keluarga

2) Alamat dan telepon

3) Pekerjaan kepala keluarga

4) Pendidikan kepala keluarga

5) Komposisi keluarga dan genogram

6) Tipe keluarga

7) Suku bangsa

8) Agama

9) Status sosial ekonomi keluarga

10) Aktifitas rekreasi keluarga

b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga meliputi :

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini ditentukan dengan anak tertua

dari keluarga inti.


13

2) Tahap keluarga yang belum terpenuhi yaitu menjelaskan mengenai

tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta

kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.

3) Riwayat keluarga inti yaitu menjelaskan mengenai riwayat kesehatan

pada keluarga inti yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat

kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap

pencegahan penyakit, sumber pelayanan kesehatan yang biasa

digunakan keluarga serta pengalaman pengalaman terhadap pelayanan

kesehatan.

4) Riwayat keluarga sebelumnya yaitu dijelaskan mengenai riwayat

kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri.

c. Pengkajian Lingkungan

1) Karakteristik rumah

2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW

3) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

4) Sistem pendukung keluarga

d. Struktur keluarga

1) Pola komunikasi keluarga yaitu menjelaskan mengenai cara

berkomunikasi antar anggota keluarga.

2) Struktur kekuatan keluarga yaitu kemampuan anggota keluarga

mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk merubah

perilaku.

3) Struktur peran yaitu menjelaskan peran dari masing-masing anggota

keluarga baik secara formal maupun informal.


13

4) Nilai atau norma keluarga yaitu menjelaskan mengenai nilai dan

norma yang dianut oleh keluarga yang berhubungan dengaan

kesehatan.

5) Fungsi keluarga :

a) Fungsi afèktif, yaitu perlu dikaji gambaran diri anggota keluarga,

perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan

keluarga terhadap anggota keluarga lain, bagaimana kehangatan

tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga

mengembangkan sikap saling menghargai.

b) Fungsi sosialisai, yaitu perlu mengkaji bagaimana berinteraksi

atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga

belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku. Fungsi perawatan

kesehatan, yaitu meenjelaskan sejauh mana keluarga

menyediakan makanan, pakaian, perlu dukungan serta merawat

anggota keluarga yang sakit. Sejauh mana pengetahuan keluarga

mengenal sehat sakit. Kesanggupan keluarga dalam melaksanakan

perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga

dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga, yaitu mampu

mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk

melakukan tindakan, melakukan perawatan kesehatan pada

anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat


13

meningkatan kesehatan dan keluarga mampu memanfaatkan

fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat.

c) Pemenuhan tugas keluarga. Hal yang perlu dikaji adalah sejauh

mana kemampuan keluarga dalam mengenal, mengambil

keputusan dalam tindakan, merawat anggota keluarga yang sakit,

menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan dan

memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

6) Stres dan koping keluarga

a. Stressor jangka pendek dan panjang

a) Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga

yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 5

bulan.

b) Stressorr jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga

yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.

c) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/ stressor

d) Strategi koping yang digunakan keluarga bila menghadapi

permasalahan.

e) Strategi adaptasi fungsional yang divunakan bila menghadapi

permasalahan.

f) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap semua anggota keluarga.

Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda

dengan pemeriksaan fisik di klinik. Harapan keluarga yang


13

dilakukan pada akhir pengkajian, menanyakan harapan keluarga

terhadap petugas kesehatan yang ada.

1) Aktivitas / istirahat

Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup

monoton

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama

jantung, takipnea

2) Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit

jantung koroner, penyakit serebrovaskuler.

Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi,

perubahan warna kulit, suhu dingin.

3) Integritas Ego

Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,

euphoria, factor stress multipel

Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan

kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka

tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara

Eliminasi Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu

4) Makanan / Cairan

Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup

makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol

Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema

5) Neurosensori
13

Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut

sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode

epistaksis

Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan

genggaman, perubahan retinal optik

6) Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit

kepala oksipital berat, nyeri abdomen

7) Pernapasan

Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas,

takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk

dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok

Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris

pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis

8) Keamanan

Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalanTanda :

episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural

9) Pembelajaran/Penyuluhan

Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis,

penyakit jantung, DM , penyakit ginjal

2.2.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI)

Dari pengkajian asuhan keperawatan keluarga di atas maka diagnosa

keperawatan keluarga yang mungkin muncul adalah :


13

a. Manajemen keluarga tidak efektif, yaitu pola penanganan masalah

kesehatan dalam keluarga tidak memuaskan untuk memulihkan kondisi

kesehatan anggota keluarga.

2.2.3 Intervensi (SLKI)

Menurut Suprajitno perencanaan keperawatan mencakup tujuan umum dan

khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan

standar yang mengacu pada penyebab. Selanjutnya merumuskan tindakan

keperawatan yang berorientasi pada kriteria dan standar. Perencanaan yang

dapat dilakukan pada asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi ini

adalah sebagai berikut :


13

Diagnosa Tujuan
Perencanaan

Kode Diagnosa Kode Tujuan Rencana


Kode Tindakan
Tindakan

D.0117 Pemeliharan L.1211 TUK 1 : Keluarga mampu I.12383 Edukasi Observesi

kesehatan tidak 1 mengenal masalah kesehatan


1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
efektif b.d kesehatan.
menerima informasi
ketidakmampuan
Setelah dilakukan 2 kali 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
mengatasi
kunjungan rumah tingkat meningkatkan dan menurunkan motivasi
masalah
pengetahuan meningkat, perilaku hidup bersih dan sehat
(keluarga) d.d
dengan kriteria hasil : Terapeutik
kurang
1. Perilaku sesuai anjuran 1. Sediakan materi dan media pendidikan
menunjukan
meningkat kesehatan
pemahaman
2. Kemampuan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
tentang perilaku
menjelaskan kesepakati
13

sehat, tidak pengetahuan tentang 3. Berikan kesempatan untuk bertanya

mampu suatu topik . Edukasi

menjalankan 3. Perilaku sesuai


1. Jekaskan faktor risiko yang dapat
perilaku sehat, pengetahuan meningkat
mempengaruhi kesehatan
kurang 4. Perilaku membaik
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
menunjukan
3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
minat untuk
untuk meningkatkan perilaku hidup
meningkatkan
bersih dan sehat
perlaku sehat.
13

TUK 2 : mengambil

keputusan untuk tindakan


Observasi
kesehatan yang tepat
L.1311 I.09265 Dukungan 1. Identikasi persepsi mengenai masalah dan
Setelah dilakukan 2 kali
2 pengambilan informasi yang memicu konflik
kunjungan rumah dukungan
keputusan Terapeutik
keluarga meningkat, dengan
1. Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan harapan
kriteri hasil :
yang membantu membuat pilihan
1. keinginan untuk
2. Diskusikan kelebihan dan kekurangan dari
mendukung anggota
setiap solusi

keluarga yang sakit 3. Fasitasi melihat situasi secara realistic

meningkat 4. Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan

yang diharapkan
2. Menanyakan kondisi
5. Fasilitasi pengambilan keputusan secara
pasien meningkat
kolaborat
3. Bekerja sama dengan
13

anggota keluarga yang 6. Fasilitasi hubungan antara pasien, keluarga,

sakit dalam menentukan dan tenaga kesehatan lainnya

perawatan Edukasi

1. informasikan alternatif solusi secara jelas

2. Berikan infomasi yang diminta pasien

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

dalam menfasilitasi pengambilan keputusan

L.1312 TUK 3 : memberi perawatan I.14525 Pelibatan Observasi

1 kepada anggota keluarga keluarga


1. Identifikasi kesiapan keluarga untuk
yang sakit
terilibat dalam perawatan

Setelah dilakukan 2 kali Terapeutik

kunjungan rumah peran


1. Ciptakan hubungan terapeutik pasien
13

pemberi asuhan meningkat, dengan keluarga dalam perawatan

dengan kriteria hasil : 2. Diskusikan cara perawatan di rumah

3. Motivasi kaluarga mengembangkan aspek


1. Kemampuan memberikan
positif rencana perawatan
asuhan meningkat
4. Fasilitasi keluarga mernbuat keputusan
2. Kemampuan merawat
perawatan
pasien meningkat
Edukasi
3. Kemampuan

menyelesaikan tugas 1. Jelaskan kondisi pasien kepada keluarga

merawat pasien 2. Infomasikan tingkat ketergantungan pasien

kepada keluarga

3. Infomasikan harapan pasien kepada

keluarga

4. Anjurkan keluarga bersikap asertif dalam

perawatan

Anjurkan keluarga terlibat dalam perawatan


13

TUK 4 : memodifikasi I.14513 Manajemen Observasi

lingkungan rumah keselamatan


1. Monitor perubahan status keselamatan
lingkungan
Setelah dilakukan 2 kali lingkungan

kunjungan keamanan Terapeutik

lingkungan rumah
1. Modifikasi lingkungan untuk
meningkat, dengan kriteria
meminimalkan bahaya resiko lingkungan
hasil :
(nis. comimode chair dan pegangan tangan)

1. Pemeliharaan rumah 2. Sediakan alat bantu keamanan

meningkat 3. Gunakan perangkat pelindung (mis.

2. Kebersihan huniaan pengekangan fisik, rel samping, piriu

3. Sistem respon kegawat terkunci, pagar)

daruratan meningkat 4. Hubungi pihak berwerang sesuai masalah

4. Keamanan penyimpanan komunitas (mis. Puskesmas)

obat
13

5. Pemeliharaan peralatan Edukasi

rumah
1. Ajarkan individu, keluarga dan kelompok

risiko tinggi bahaya lingkungan

L.0907 TUK 5 : keluarga mampu I.12435 Edukasi Obsenvasi

4 memanfaatkan fasilitas perilaku upaya


1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
kesehatan. kesehatan
menerima informasi

Setelah dilakukan 2 kali Terapeutik

kunjungan ketahanan 1. Gunakan pendekatan promosi kesehatan

keluarga meningkat, dengan dengan memperhatikan pengaruh dan

kriteria hasil : harmbatan dari lingkungan, sosial serta

budaya
1. Mengidentifikasi sumber
Edukasi
daya dikomunitas

2. Memanfaatkan sumber 1. Informasikan sumber yang tepat yang


13

daya dikomunitas. tersedia di masyarakat

3. Memenfaatkan tenaga 2. Anjurkan menggunakan fasilitas

kesehatan untuk kesehatan

mendapatkan informasi 3. Ajarkan manentukan perilaku spesifik

4. Memanfaatkan tenaga yang akan diubah (mis. keinginan

kesehatan untuk mengunjungi fasilitas kesehatan)

mendapatkan informasi 4. Ajarkan pencarian dan penggunaan

sistem faslitas pelayanan kesehatan

2.2.4 Implementasi

Implementasi disesuaikan dengan intervensi.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi disesuaikan dengan intervensi dan implementasi.


13

2.3. Konsep Keluarga

2.3.1 Definisi Keluarga

Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat

oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga

selalu berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2015).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di

bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2012).

Sedangkan menurut Friedman keluarga adalah unit dari masyarakat dan

merupakan lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam

masyarakat, hubungan yang erat antara anggotanya dengan keluarga sangat

menonjol sehingga keluarga sebagai l embaga atau unit layanan perlu di

perhitungkan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga yaitu

sebuah ikatan (perkawinan atau kesepakatan), hubungan (darah ataupun

adopsi), tinggal dalam satu atap yang selalu berinteraksi serta saling

ketergantungan.

2.3.2 Fungsi Keluarga

Keluarga mempunyai 5 fungsi yaitu :

a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang

merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak pada

kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Komponen


13

yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif

adalah (Friedman, 2019) :

1) Saling mengasuh yaitu memberikan cinta kasih, kehangatan, saling

menerima, saling mendukung antar anggota keluarga.

2) Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan

mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu

mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai.

3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan sepakat

memulai hidup baru.

b. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat

individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan

menatap ayah, ibu dan orang-orang yang ada disekitarnya. Dalam hal ini

keluarga dapat Membina hubungan sosial pada anak, Membentuk norma-

norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan

Menaruh nilai-nilai budaya keluarga.

c. Fungsi reproduksi

Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber

daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk

memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk

keluarga adalah meneruskan keturunan.

d. Fungsi Ekonomi

Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota

keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal.


13

e. Fungsi Perawatan Kesehatan

Keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan keperawatan,

yaitu untuk mencegah gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga

yang sakit. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti

sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.

2.3.3 Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga

Berdasarkan konsep Duvall dan Miller, tahapan perkembangan keluarga dibagi

menjadi 8 :

a. Keluarga Baru (Berganning Family)

Pasangan baru nikah yang belum mempunyai anak. Tugas perkembangan

keluarga dalam tahap ini antara lain yaitu membina hubungan intim yang

memuaskan, menetapkan tujuan bersama, membina hubungan dengan

keluarga lain, mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB, persiapan

menjadi orangtua dan memahami prenatal care (pengertian kehamilan,

persalinan dan menjadi orangtua).

b. Keluarga dengan anak pertama < 30bln (child bearing)

Masa ini merupakan transisi menjadi orangtua yang akan menimbulkan

krisis keluarga. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain

yaitu adaptasi perubahan anggota keluarga, mempertahankan hubungan

yang memuaskan dengan pasangan, membagi peran dan tanggung jawab,

bimbingan orangtua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, serta

konseling KB post partum 6 minggu.

c. Keluarga dengan anak pra sekolah


13

Tugas perkembangan dalam tahap ini adalah menyesuaikan kebutuhan pada

anak pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan

kontak sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya.

d. Keluarga dengan anak sekolah (6-13 tahun)

Keluarga dengan anak sekolah mempunyai tugas perkembangan keluarga

seperti membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah,

mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual, dan

menyediakan aktifitas anak.

e. Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun)

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah pengembangan terhadap

remaja, memelihara komunikasi terbuka, mempersiapkan perubahan sistem

peran dan peraturan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh

kembang anggota keluarga.

f. Keluarga dengan anak dewasa

Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri

dan menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber

yang ada dalam keluarganya.

g. Keluarga usia pertengahan (middle age family)

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini yaitu mempunyai lebih banyak

waktu dan kebebasan dalam mengolah minat sosial, dan waktu santai,

memulihkan hubungan antara generasi muda-tua, serta persiapan masa tua.

h. Keluarga lanjut usia

Dalam perkembangan ini keluarga memiliki tugas seperti penyesuaian tahap

masa pensiun dengan cara merubah cara hidup, menerima kematian


13

pasangan, dan mempersiapkan kematian, serta melakukan life review masa

lalu.

2.3.4 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan adalah sebagai berikut :

1) Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan

2) Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan

3) Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang

sakit

4) Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan

kesehatan

5) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di

lingkungan setempat.

2.4. Konsep Evidance Based Nursing daun belimbing

Pemanfaatan tumbuh-tumbuhan yang dipercaya berkhasiat dalam pengobatan

hipertensi. Masyarakat dapat mengandalkan lingkungan sekitar untuk memenuhi

kebutuhan hidup. Kekayaan alam belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan dan

dikembangkan. Masyarakat telah lama mengenal dan mengunakan tumbuh

tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah

kesehatan seperti pemanfaatan daun belimbing.

Daun belimbing wuluh (averrhoa bilimbi) merupakan alternatif yang baik

mengingat daun belimbing mudah didapatkan oleh masyarakat. Daun belimbing

wuluh memiliki kandungan untuk menurungka tekanan darah antara lain Tanin,

Sulfur, Asam format, Peroksidase, Calium oxalate, Dan kalium sitrat (Junaedi &

Rinata,2013).
13

Belimbing wuluh disebut juga belimbing asam adalah sejenis pohon yang

diperkirakan berasal dari kepulauan Maluku. Belimbing wuluh merupakan tanaman

jenis buah dan obat tradisional. Ekstrak metanol buah belimbing wuluh diantaranya

mengandung alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, fenol, dan triterpenoid. Selain itu

juga diketahui bahwa ekstrak metanol buah belimbing wuluh memiliki aktivitas

antioksidan (Hasanuzzaman, 2013).

Daun belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoid, fenol, alkaloid,

tanin, dan kumarin (Valsan dan Raphael, 2016). Penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun A. Bilimbi dan fraksinya memiliki efek

hipoglikemik dan hipolipidemik pada tikus model diabetes tipe I. Ekstrak etanol

yang telah dimurnikan dari daun belimbing wuluh mempunyai potensi

untukdikembangkan menjadi obat antihipertensi, karena memberikan efek

penurunan tekanan darah secara signifikan terhadap hewan uji kucing (Hernani,

2009).

Hingga saat ini masih sedikit literatur mengenai analisis fitokimia dari daun

blimbing wuluh ini terutama yang berkaitan dengan antioksidan dan antiinflamasi.

Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah menguji senyawa fitokimia,

menganalisis kandungan total fenol dan flavonoidnya, serta menguji aktivitas

antioksidan dan antiinflamasi secara in vitro dari ekstrak etanol daun belimbing

wuluh sebagai upaya untuk menemukan salah satu sumber antioksidan alami yang

juga bermanfaat sebagai antiinflamasi.


13

BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian

Tanggal Pengkajian: Rabu, 29 Juli 2020, tanggal mulai praktek : 13 Juli - 15

Agustus 2020, Tempat Praktek : Dusun 1, Desa Manusak, Kec. Kupang Timur.

1. Data Umum

Nama Kepala keluarga: Ny. D. S, Pendidikan : tidak sekolah, Umur : 64

tahun, Pekerjaan: Petani, Alamat: Manusak RT/RW 013/010, Susunan anggota

keluarga: Ny. D. S dalam keluarga sebagai kepala keluarga, memiliki dua orang

putri, putri pertamanya sudah menikah dan berkeluarga. Pada status imunisasi

keluarga Ny. D tidak terkaji.

Genogram pasien Ny. D. S, memiliki seorang kakek dan nenek yang

sudah meninggal dan seorang ayah dan ibu yang juga sudah meninggal. Pasien

anak ketiga dari enam bersaudara, pasien mempunyai tiga orang saudara dan

dua orang saudari. Pasien memiliki seorang suami yang sudah meninggal dan

kakek dan neneknya juga telah meninggal dan ayah serta ibunya juga telah

meninggal, suami Ny. D merupakan putra bungsu dari 7 bersaudara yang dimana

ada tiga orang saudari di antara mereka. Ny. D memiliki dua orang putri yang

dan yang pertama sudah berkeluarga.

Tipe keluarga Ny. D adalah Tipe Nuclear Family (Keluarga Inti) terdiri

dari ibu dan anak, suku Timor Leste namun sudah menetap dan menjadi warga

negara Indonesia, kebudayaan yang dianut tidak bertentangan dengan masalah

kesehatan, bahasa sehari – hari adalah bahasa Indonesia, agama Kristen katholik,
13

status sosial ekonomi dalam keluarga yang mencari nafkah adalah KK, Sumber

pendapatan keluarga diperoleh dari jasa sebagai penjual sayur dan hasil

pertanian lainnya.Barang-barang yang dimiliki : Telivisi, Sepeda motor, lemari

dan 1 set kursi tamu dan barang-barang rumah tangga lainnya. Keluarga kadang

berekreasi ketika ada hari libur atau hari minggu.

2. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

Tahap Perkembangan keluarga saat ini adalah Tahap keenam keluarga

dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching centerfamilies), Tugas

perkembangan keluarga yang belum terpenuhi pada Ny. D yang masih ditingkatkan

oleh keluarga antara lain menikahkan anak terakhirnya.

Riwayat kesehatan keluarga inti : Ny. D sebagai istri mempunyai riwayat

hipertensi sejak 10 tahun lalu,Ny S menagatakan terasa pusing, leher tegang , dan

pandangan kabur ketika banyak mengkonsumsi daging, pada saat dikaji TD : 160:

90 mmhg, N : 85 x/mnt, S : 37 C, R : 20 x/mnt, BB : 60 kg, TB : 150 cm.

Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya : Ny D menderita hipertensi,

pernah mengonsumsi obat namun putus di tengah jalan. Ny.D tidak mngetahui

kedua orang tuanya mengalami hipertensi atau tidak.

3. Data Lingkungan Keluarga

Karakteristik rumah : Memiliki Sirkulasi udara yang baik, memiliki sistem

sanitasi yang baik . rumah Ny. D memiliki ruang tamu, 2 kamar tidur, ruang tengah,

dapur, dan kamar mandi/wc dengan penggunaan air sumur bor dan sanitasi yang

baik, penerangan menggunakan PLN dan memiliki jamban yang sehat.


13

a) Karakteristik tetangga dan komunitas rumah tangga: Hidup di lingkungan

yang berkebiasaan buang sampah di tempat sampah dan dibakar,

bersosialisasi dengan tetangga cukup baik, dalam lingkungan hanya terdapat

agama katholik, Mobilitas geografis keluarga: Ny. D nempati rumahnya

yang sekarang sudah 21 tahun sejak 1997 dan tidak pernah berpindah-

pindah, Perkumpulan dan interaksi keluarga dengan masyarakat: Keluarga

Ny. D berkumpul dengan kerabat/keluarga besar ketika ada yang dirayakan,

keluarga juga berinteraksi dengan baik dengan masyarakat. Sistem

pendukung keluarga: Sistem pendukung keluarga: dari anak-anak serta cucu

Ny. D dan tetangga terdekat. a) Pola komunikasi dengan keluarga:

komunikasi terbuka, b) Struktur kekuatan keluarga: yang berpengaruh

dalam keluarga ini adalah Ny. D c) Struktur peran : Ny. D sebagai Ibu

rumah Tangga, d) Nilai atau norma keluarga: Keluarga saat mau pergi

berpamitan dan Sebelum makan berdoa

4. Struktur Keluarga

1. Struktur peran keluarga : Ny. D sebagai kepala keluarga dan istri

2. Nilai atau norma keluarga : keluarga percaya bahwa hidup sudah ada yang

mengatur demikian pula dengan sehat dan sakit juga sudah ada yang mengatur

3. Pola komunikasi keluarga : keluarga menggunakan bahasa indonesia dalam

berkomunikasi sehari-hari dan mendapatkan informasi kesehatan dari petugas

kesehatan dan televisi

4. Struktur kekuatan keluarga : reward power (pengaruh kekuatan karena adanya

harapan yang akan diterima)


13

5. Fungsi Keluarga

Fungsi Afektif : hubungan anggota keluarga baik mendukung bila ada

yang sakit langsung dibawa ke petugas kesehatan atau RS. Fungsi sosialisasi :

setiap hari keluarga selalu melakukan aktivitas seperti biasa berkebun dan anaknya

memasak di dapur dan pergi bekerja ke kantor. Fungsi Perawatan Kesehatan :

Keluarga mampu mengenal bahwa Ny. D menderita hipertensi. Ketika keluarga

mengetahuinya Ny D langsung diabawa ke fasilitas kesehatan (puskesmas) dan

mendapatkan obat, namun obat yang diminum putus di tengah jalan. Keluarga

memisahkan makanan yang akan dimakan oleh Ny D dan takaran makan pun

disesuaikan.

6. Stress Dan Koping Keluarga

Stressor jangka pendek : Ny. S sering mengeluh pusing, Stressor jangka

panjang : Ny. S kawatir karena tekanan darah tinggi, Kemampuan keluarga untuk

berespon terhadap stressor : keluarga selalu memeriksakan anggota keluarga

yang sakit ke puskesmas dengan petugas kesehatan. Strategi koping yang

digunakan : anggota keluarga selalu bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah

yang ada

7. Harapan keluarga terhadap asuhan keperawatan keluarga

Keluarga berharap dengan asuhan keperawatan yang diberikan, Ny. D yang

menderita hipertensi dapat mengetahui cara penanganan dan dapat dikontrol dengan

baik.
13

8. Kemandirian keluarga

Keluarga mampu merawat pasien hipertensi dengan cara memeberikan air rebusan

daun belimbing.

9. Pemeriksaan Fisik Semua anggota keluarga

Keadaan umum klien

1. Tinggi badan/BB : 150 cm

Tanda-tanda vital

1. Suhu : 37°C

2. Nadi : 85 x/menit

3. Pernafasan : 20 x/menit

4. Tekanan darah : 160/90 mmHg

.HEAD TO TOE

1. Kepala : simetris, rambut bersih, warna hitam muka tidak pucat

2. Wajah : konjungtiva merah muda, sklera putih, bibir tidak kering,

pendengaran normal

3. Leher : tidak ada pembesarab kelenjar tiroid

4. Dada : simetris

5. Abdomen : simetris tidak ada benjolan

6. Genitalia dan Pelvis : tidak dikaji

7. Tulang Belakang : simetris tidak ada nyeri

8. Ekstremitas : tidak ada udem, masih ada gerak aktif


13

ANALISA DATA

No. Data Fokus Masalah


1 Ds : Manajemen kesehatan keluarga

- Sering Pusing , sakit kepala, dan tidak efektif


leher, susah tidur
- Tidak mengkomsumsi obat dan
jarang mengukur TD
dipuskesmas.
- Keluarga mengungkapkan tidak
memahami masalah kesehatan
Hipertensi
- Keluarga mengungkapkan
kesulitan menjalankan perawatan
yang ditetapkan.
Do :

- Pasien ketika mengeluh leher

tegang, cemas dan hanya

meringis.

- Aktivitas keluarga untuk

mengatasi masalah kesehatan

tidak tepat.
2 Ds : - Pemeliharaan kesehatan tidak
Do :
efektif
- Pasien kurang beraktifitas

- Mengonsumsi makanan yang

tinggi natrium (garam dapur)

3.2 Diagnosa Keperawatan


13

1. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif (D.0115)

2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif (D.0117).


13

3.3 Intervensi Keperawatan

No. Data Kode SDKI Kode SLKI Kode SIKI

Diagnos

a
1. Data mayor : D.0117 Manajemen kesehatan L.1211 TUK 1 : Keluarga I.12383 Edukasi Kesehatan

Data subyektif : keluarga tidak efektif 1 mampu mengenal Observesi :

- Sering Pusing , b.d kompleksitas masalah kesehatan. 1. Identifikasi

sakit kepala, dan sistem pelayanan Setelah dilakukan 2 kesiapan dan

leher, susah tidur kesehatan, kali kunjungan kemampuan

- Mengatakan kompleksitas program rumah tingkat menerima

banyak pikiran perawatan/pengobatan. pengetahuan informasi

dan kecemasan d.d kurang meningkat, dengan 2. Identifikasi faktor-

Data obyektif : menunjukan kriteria hasil : faktor yang dapat

- Mengonsumsi pemahaman tentang 1. Perilaku sesuai meningkatkan dan

makanan yang perilaku sehat, tidak anjuran menurunkan

tinggi natrium mampu menjalankan meningkat motivasi perilaku


13

(garam dapur) perilaku sehat, kurang 2. Kemampuan hidup bersih dan

Data minor : menunjukan minat menjelaskan sehat

Data subyektif : - untuk meningkatkan pengetahuan Terapeutik

Data obyektif perlaku sehat. tentang suatu 1. Sediakan materi

- Pasien kurang topik . dan media

beraktifitas 3. Perilaku sesuai pendidikan

- Pasien ketika pengetahuan kesehatan

mengeluh leher meningkat 2. Jadwalkan

tegang, hanya 4. Perilaku pendidikan

meringis. membaik kesehatan sesuai

kesepakati

3. Berikan

kesempatan untuk

bertanya
13

Edukasi

1. Jekaskan faktor

risiko yang dapat

mempengaruhi

kesehatan

2. Ajarkan perilaku

hidup bersih dan

sehat

3. Ajarkan strategi

yang dapat

digunakan untuk

meningkatkan

perilaku hidup

bersih dan sehat


L.1311 TUK 2 : mengambil I.09265 Dukungan

2 keputusan untuk pengambilan


13

tindakan kesehatan keputusan

yang tepat Observasi

Setelah dilakukan 2 1. Identikasi persepsi

kali kunjungan mengenai masalah

rumah dukungan dan informasi yang

keluarga meningkat, memicu konflik

dengan kriteri hasil : Terapeutik

1. Keinginan 1. Fasilitasi

Untuk mengklarifikasi

mendukung nilai dan harapan

anggota yang membantu

keluarga yang membuat pilihan

sakit meningkat 2. Diskusikan

2. Menanyakan kelebihan dan

kondisi pasien kekurangan dari


13

meningkat setiap solusi

3. Bekerja sama 3. Fasitasi melihat

dengan anggota situasi secara

keluarga yang realistik

sakit dalam 4. Motivasi

menentukan mengungkapkan

perawatan tujuan perawatan

yang diharapkan

5. Fasilitasi

pengambilan

keputusan secara

kolaborat

6. Fasilitasi hubungan

antara pasien,

keluarga, dan
13

tenaga kesehatan

lainnya

Edukasi

1. informasikan

alternatif solusi

secara jelas

2. Berikan infomasi

yang diminta

pasien

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan

tenaga kesehatan

lain dalam

menfasilitasi

pengambilan
13

keputusan
L.1312 TUK 3 : memberi I.14525 Pelibatan keluarga

1 perawatan kepada Observasi

anggota keluarga 1. Identifikasi

yang sakit kesiapan keluarga

Setelah dilakukan 2 untuk terilibat

kali kunjungan dalam perawatan

rumah peran Terapeutik

pemberi asuhan 1. Ciptakan hubungan

meningkat, dengan terapeutik pasien

kriteria hasil : dengan keluarga

1. Kemampuan dalam perawatan

memberikan 2. Diskusikan cara

asuhan meningkat perawatan di rumah

2. Kemampuan 3. Motivasi kaluarga

merawat pasien mengembangkan


13

meningkat aspek positif

3. Kemampuan rencana perawatan

menyelesaikan 4. Fasilitasi keluarga

tugas merawat mernbuat

pasien keputusan

perawatan

Edukasi

1. Jelaskan kondisi

pasien kepada

keluarga

2. Infomasikan

tingkat

ketergantungan

pasien kepada

keluarga
13

3. Infomasikan

harapan pasien

kepada keluarga

4. Anjurkan keluarga

bersikap asertif

dalam perawatan

Anjurkan keluarga

terlibat dalam

perawatan
L.1426 TUK 4 : I.14513 Manajemen

memodifikasi keselamatan

lingkungan rumah lingkungan

Setelah dilakukan 2 Observasi

kali kunjungan 1. Monitor perubahan

keamanan status keselamatan

lingkungan rumah lingkungan


13

meningkat, dengan Terapeutik

kriteria hasil : 1. Modifikasi

1. Pemeliharaan lingkungan untuk

rumah meminimalkan

meningkat bahaya resiko

2. Kebersihan lingkungan (nis.

huniaan comimode chair

3. Sistem respon dan pegangan

kegawat tangan)

daruratan 2. Sediakan alat bantu

meningkat keamanan

4. Keamanan 3. Gunakan perangkat

penyimpanan pelindung (mis.

obat pengekangan fisik,

5. Pemeliharaan rel samping, piriu


13

peralatan rumah terkunci, pagar)

4. Hubungi pihak

berwerang sesuai

masalah komunitas

(mis. Puskesmas)

Edukasi

1. Ajarkan individu,

keluarga dan

kelompok risiko

tinggi bahaya

lingkungan
L.0907 TUK 5 : keluarga I.12435 Edukasi perilaku

4 mampu upaya kesehatan

memanfaatkan Observasi

fasilitas kesehatan. 1. Identifikasi

Setelah dilakukan 2 kesiapan dan


13

kali kunjungan kemampuan

ketahanan keluarga menerima informasi

meningkat, dengan Terapeutik

kriteria hasil : 1. Gunakan

1. Mengidentifikasi pendekatan promosi

sumber daya kesehatan dengan

dikomunitas memperhatikan

2. Memanfaatkan pengaruh dan

sumber daya harmbatan dari

dikomunitas. lingkungan, sosial

3. Memanfaatkan serta budaya

tenaga kesehatan Edukasi

untuk 1. Informasikan

mendapatkan sumber yang tepat

informasi yang tersedia di


13

4. Memanfaatkan masyarakat

tenaga kesehatan 2. Anjurkan

untuk menggunakan

mendapatkan fasilitas kesehatan

informasi 3. Ajarkan

manentukan

perilaku spesifik

yang akan diubah

(mis. keinginan

mengunjungi

fasilitas

kesehatan)

4. Ajarkan pencarian

dan penggunaan

sistem faslitas
13

pelayanan

kesehatan.

3.4 Implementasi Keperawatan

Diagnosa Hari/tanggal Implementasi keperawatan Evaluasi TTD

keperawatan
Pemeliharan kesehatan Tuk 1 : keluarga mampu S : keluarga mampu menjelaskan

tidak efektif mengenali tentang masalah hipertensi

1. Mengidentifikasi kemampuan O : keluarga antusias dan


13

menerima informasi memperhatikan dalam menerima

2. Mengidentifikasi faktor-faktor penjelasan

yang dapat ditingkatkan dan A : Tuk 1 tercapai dengan

menentukan perilaku hidup indikasi keluarga mampu

bersih dan sehat mengenal masalah Ny. D

3. Menjelaskan faktor risiko yang P : lanjutkan informasi Tuk 2

dapat mempengaruhi kesehatan keluarga mampu memutuskan

4. Menganjurkan perilaku hidup tindakan.

sehat dan bersih


Tuk 2 : keluarga mampu S : keluarga mampu menjelaskan

menentukan tindakan yang strategi untuk mencegah masalah

tepat. hipertensi pada Ny. D.

1. Mengidentifikasi persepsi O : keluarga antusias dalam

mengenai masalah dan proses diskusi

informasi yang memicu A : Tuk 2 tercapai dengan

konflik indikasi keluarga mampu memilih


13

2. Memotivasi dan mendorong tindakan yang tepat untuk Ny. D

keluarga mendukung upaya P : lanjutkan Tuk 3 memberi

kesehatan perawatan

3. Fasilitasi situasi secara

analitas

4. Pemberian informasi yang

diminta pasien.

TUK 3 : memberi perawatan S : keluarga mampu merawat Ny.

kepada anggota keluarga yang D dengan penyakit hipertensi

sakit O : keluarga menyelesaikan tugas

1. Mengidentifikasi kesiapan merawat

keluarga untuk terlibat dalam A : Tuk 3 tercapai dengan

perawatan indikator keluarga mampu

2. Diskusikan cara perawatan di merawat Ny. D dengan masalah

rumah hipertensi
13

3. Menjelaskan kondisi pasien P : lanjutkan intervensi Tuk 4

kepada keluarga keluarga mampu mengidentifikasi

4. Menganjurkan keluarga lingkungan.

terlibat dalam perawatan.


13

BAB 4
ANALISIS SITUASI

Bab ini berisi tentang analisis situasi yang terkait dengan pelaksanaan

asuhan keperawatan pada klien dengan Hipertensi Di Rt 013/Rw 10 Dusun Satu

(Tatelek) Desa Manusak Kecamatan Kupang Timur. Analisis situasi yang

dilakukan meliputi tentang profil lahan praktek, analisis hasil pengkajian, masalah

keperawatan, intervensi, alternative pemecahan masalah dan evaluasi.

4.1. Profil Lahan Praktik

Desa Manusak dulunya bergabung dengan Desa Pukdale Kecamatan

Kupang Timur dan disebut dusun Tatelek. Sebagai salah satu dusun terjauh dengan

jarak kurang lebih 7 km dari pusat desa (Kantor Desa Pukdale) tentu mengalami

kesulitan untuk mendapatkan pelayanan baik pelayan pemerintah desa maupun

pelayanan kesehatan. Alasan inilah yang menjadi pertimbangan dimekarkan dusun

ini menjadi desa pada tahun 2004 telah ada upaya dari Pemdes Pukdale dan

masyarakat dusun 1 untuk mengusulkan kepada pemerintah kabupaten agar segera

dimekarkan dusun 1 Menjadi desa devenitif dengan alasan pendekatan pelayanan

umum namun usulan tersebut belum sepenuhnya diterima. Meskipun demikian,

upaya demi upaya tak henti-hentinya dilakukan.

Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 2005, usulan pemekaran tersebut

dijawab oleh pemerintah kabupaten dan saat itulah secara resmi dusun 1

dimekarkan menjadi desa devenitif dan dinamakan Desa Manusak hingga sekarang.

Batas administrasi desa dan luas wilayah, Desa Manusak merupakan 1 dari

13 wilayah desa dan kelurahan yang berada di kecamatan Kupang Timur. Desa
13

Manusak merupakan desa pemekaran dari desa Pukdale yang mulai dimekarkan

sejak tahun 2005 dan devenitif pada tahun 2006. Luas wilayah desa mencapai 2.500

ha. Jarak dari kota kecamatan 7 km. Jarak dari kota kabupaten 5 km.

Sebagai sebuah wilayah administrasi pedesaan, desa Manusak memiliki

batas-batas wilayah Devenitif yakni:

1. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Naibonat.

2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Raknamo, Desa Naunu.

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pukdale, desa Fatuteta, Desa

Kuanheum, Desa Oefeto.

4. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Naibonat dan Desa Naunu.

Gambaran umum demografis yaitu : Jumlah Kepala Keluarga di Dusun

Satu sebanyak 203, sedangkan populasi di Dusun Satu Desa Manusak sebanyak 902

jiwa, jumlah laki-laki 459 orang dan perempuan 443 orang.

4.2. Analisis Masalah Keperawatan

Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan suatu keadaan peredaran

darah meningkat secara kronis. Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih cepat

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh

(Koes Irianto, 2014). Manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita

hipertensi yaitu: Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala,

pusing / migraine, rasa berat ditengkuk (Rokhaeni 2014).

Hasil pengkajian dari kasus yang telah digambarkan pada bab sebelumnya

menunjukkan bahwa masalah keperawatan keluarga pada keluarga Ny. D

adalah Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif b.d Kompleksitas program


13

perawatan/pengobatan dibuktikan dengan Ny. D. hanya mengetahui jika ia

mengalami penyakit hipertensi, ia mengatakan pernah memeriksakan diri ke

Puskesmas dan memberikan obat untuk mengontrol tekanan darah tapi saat obat

habis pasien sudah tidak mengontrol tekanan darah ke faskes dan tidak lagi

mengonsumsi obat. Ketika pasien mengeluh sakit kepala atau tegang di bagian

tengkuk pasien tidak memeriksakan diri ke faskes.

Ny. D saat ini menggunakan terapi obat kampung yang direkomendasikan

oleh kakaknya. Tapi gejala yang timbul seperti sakit kepala, pusing dan tegang

di bagiang tengkuk yang sangat mengganggu ia saat bekerja.

Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif pada kasus Hipertensi

keluarga Ny. D, di angkat karena pola penanganan masalah peningkatan

tekanan darah pada keluarga Ny. D tidak maksimal untuk memulihkan kondisi

kesehatan pasien. Menurut SDKI (2017) manajemen kesehatan keluarga tidak

efektif merupakan pola penganan masalah kesehatan dalam keluarga tidak

memuaskan untuk memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga, yang

disebabkan oleh kompleksitas sistem pelayanan, kompleksitas program

perawatan/pengobatan, konflik pengambilan keputusan, kesulitan ekonomi,

banyak tuntutan dan konflik keluarga, yang dimana salah satu kondisi klinis

terkait adalah Hipertensi.

4.3. Analisis Intervensi

Intervensi keperawatan keluarga yang dilakukan untuk mengatasi

masalah difokuskan pada 5 tugas utama keluarga yaitu keluarga mampu mengenal

masalah kesehatan, keluarga mampu mengambil keputusan terkait masalah


13

kesehatan, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit, keluarga mampu

memodifikasi lingkungan, serta yang terakhir keluarga mampu memanfaatkan

fasilitas kesehatan, salah satu intervensi yang dapat diberikan untuk menangani

masalah Hipertensi adalah Ajarkan keluarga cara membuat Rebusan Daun

Belimbing Wuluh.

Implementasi yang dilakukan pada Ny. D di Dusun Satu Desa Manusak,

dengan memberikan air rebusan daun belimbing wuluh. Dengan waktu pemberian

dua kali dalam sehari yaitu pagi hari dan malam hari. Sebelum dilakukan

pemberian terapi, pasien diukur tekanan darahnya terlebih dahulu dan didapatkan

hasil 160/90 mmHg. Setelah diberikan terapi, diukur lagi tekanan darahnya dan

didapatkan hasil 150/90 mmHg. Pemberian terapi ini dilakukan selama beberapa

minggu dengan takaran yang sesuai bersadarkan SOP. Setelah lima kali diberikan

terapi tekanan darah Ny. D mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu

140/80 mmHg.

Hasil yang ditunjukkan setelah diberikan terapi memberikan pengaruh

yang cukup baik untuk klien Ny. D. Bisa dikatakan bahwa terapi yang dilakukan

sangat berhasil untuk mengontrol tekanan darah tinggi yang dialami klien.

Penggunaan bahan herbal sebagai terapi sangat dibutuhkan karena memiliki khasiat

yang ampuh dan alami sehingga meminimalisir terjadinya risiko yang berbahaya

terhadap klien.

Penelitian yang dilakukan Arimina Hartati Pontoh, tahun 2014 tentang

pengaruh pemberian air rebusan daun belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan

darah pada lansia penderita hipertensi menunjukan terdapat pengaruh pemberian air

rebusan daun belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan darah sistole dan
13

diastole pada klien dengan Hipertensi. Hal ini dibuktikan dengan terjadi

penurunan tekanan darah sistole dan diastole yang dilakukan pre test dan post test.

Sebelum diberikan terapi.

Responden dari penelitian ini adalah sejumlah 19 orang yang dimana

sebagian besar merupakan lansia dengan usia 60-69 tahun dengan jumlah 12 orang

(63,2%). Pada pre test berdasarkan tekanan darah sistolik sebelum pemberian air

rebusan daun belimbing wuluh diketahui bahwa sebagian besar dari responden

mempunyai tekanan darah sistolik 160-179 (sedang) sejumlah 11 (57,9%).

Sedangkan tekanan darah diastolik sebelum pemberian air rebusan daun belimbing

wuluh diketahui bahwa Sebagian besar dari responden mempunyai tekanan darah

diastolik 100-109 (sedang) sejumlah 14 (73,7%).

Setelah dilakukan pemeberian terapi air rebusan daun belimbing wuluh,

dilihat bahwa Sebagian besar dari responden mempunyai tekanan darah sistolik

140-159 (ringan) sejumlah 11 (57,9%). Sedangkan tekanan darah diastolik setelah

pemberian air rebusan daun belimbing wuluh dilihat bahwa Sebagian besar dari

responden mempunyai tekanan darah diastolik 90-99 (ringan) sejumlah 13 (68,4%).

Penelitian berikut menunjukan pemberian terapi air rebusan daun belimbing efektif

menurunkan tekanan darah atau Hipertensi.

4.4. Alternatif Pemecahan Masalah

Asuhan keperawatan keluarga pada klien yang mengalami Hipertensi

harus dapat melakukan/melaksanakan 5 tugas keluarga dengan baik, bukan hanya

dapat merawat anggota keluarga yang sakit, keluarga juga harus mampu mengenal

masalah kesehatan, mengambil keputusan terkait masalah kesehatan, memodifikasi

lingkungan, serta memanfaatkan fasilitas kesehatan. Intervensi lain yang dapat


13

diberikan adalah memberikan pendidikan kesehatan mengenai Hipertensi, ajarkan

pencarian dan penggunaan sistem faslitas pelayanan kesehatan, serta Ajarkan

individu keluarga dan kelompok resiko tinggi bahaya lingkungan bagi klien

Hipertensi, sehingga keluarga mampu dalam melakukan/melaksanakan 5 tugas

keluarga dengan baik.

Alternatif pemecahan masalah yang bisa dilakukan adalah keluarga harus

mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan yang merupakan

salah satu alternatif yang sangat mudah. Klien harus memeriksakan diri ke faskes

untuk mengontrol tekanan darah atau mengukur tekanan darah sehingga tidak

terjadi sesuatu yang diinginkan spertei terjadinya komplikasi secara mendadak.

Memanfaatkan faskes juga bisa dilakukan dan dapat membantu seperti diberikan

obat pengontrol hipertensi. Yang diketahui nahwa hipertensi ini merupakan

penyakit yang tidak menular namun tidak dapat diobati atau tetap ada seumur

hidup.
13

BAB 5
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan : Tipe keluarga Ny. D adalah Tipe

Nuclear Family (Keluarga Inti) terdiri dari ibu dan anak, suku bangsa Timor Leste,

Tahap Perkembangan keluarga saat ini adalah Tahap keenam keluarga dengan

anak dewasa atau pelepasan (lounching centerfamilies), keluarga belum mampu

melaksanakan fungsi keluarga dengan baik, yang terdiri dari 5 tugas keluarga.

Diagnosa Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif pada kasus Hipertensi

keluarga Ny. D, di angkat karena pola penanganan masalah peningkatan tekanan

darah pada keluarga Ny. D tidak maksimal untuk memulihkan kondisi kesehatan

pasien. Menurut SDKI (2017) manajemen kesehatan keluarga tidak efektif

merupakan pola penganan masalah kesehatan dalam keluarga tidak memuaskan

untuk memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga, yang disebabkan oleh

kompleksitas sistem pelayanan, kompleksitas program perawatan/pengobatan,

konflik pengambilan keputusan, kesulitan ekonomi, banyak tuntutan dan konflik

keluarga, yang dimana salah satu kondisi klinis terkait adalah Hipertensi

Tindakan keperawatan yang diberikan pada keluarga Ny. D adalah

memberikan pendidikan kesehatan tentang Hipertensi ajarkan keluarga cara

merawat pasien Hipertensi dengan cara meminum air rebusan daun belimbing

wuluh, ajarkan keluarga cara memodifikasi lingkungan untuk klien dengan

Hipertensi dan motifasi keluarga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di

fasilitas kesehatan
13

Keluarga sudah mampu melaksanakan 3 tugas keluarga, namun yang 2

belum. Setelah diberikan terapi air rebusan daun belimbing wuluh sebanyak 4 kali

tekanan darah Ny. D mulai menunjukkan penurunan dan dapat dikontrol dengan

baik.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan di atas, penulis

dapat memberikan saran terkait hasil pemberian asuhan keperawatan keluarga pada

Ny. D dengan Hipertensi adalah sebagai berikut:

1. Di bidang keilmuan (teoritis)

Saran untuk bidang keilmuan agar dapat meningkatkan kemampuan peserta

didik dalam pemberian asuhan keperawatan keluarga pada klien dengan

Hipertensi dengan menggunakan air rebusan daun belimbing wuluh sesuai

dengan prosedur tindakan.

2. Di bidang pelayanan (aplikatif)

Perawat diharapkan untuk dapat mengaplikasikan langsung kepada pasien atau

mencari terapi yang lain guna dapat menambah referensi dalam dunia

kesehatan, serta dapat menambah intervensi pada pasien yang mengalami

penyakit Hipertensi.
13

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbang Kemenkes) RI


2018, Riset kesehatan dasar; RISKESDAS, Balitbang Kemenkes RI, Jakarta

Depkes. (2018). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS Indonesia Tahun
2018. Jakarta: Depkes RI

Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2018. Profil Kesehatan Propinsi Nusa
Tenggara Timur tahun 2017. Jawa Tengah: Dinkes Provinsi Nusa Tenggara
Timur.

Friedman, B.M.M. (2013), Buku ajar keperawatan keluarga. Jakarta, EGC.

Irianto, K (2014). Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta

Manawan, AA, Rattu, AJM, Punuh, MI 2016, ‘Hubungan antara Konsumsi Makanan
dengan Kejadian Hipertensi di Desa Tandengan Satu Kecamatan Eris
Kabupaten Minahasa’, Jurnal Ilmiah Farmasi, vol.5, no.1, hlm.340 347
(Online Portal Garuda).

Patica A, N. Hubungan Konsumsi Makanan dan Kejadian Hipertensi pada Lansia di


Puskesmas Ranomut Kota Manado. Ejournal keperawatan volume 4 nomor 1
mei 2016

Pontoh H. A. (2014) Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Belimbing Wuluh


Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi,
Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya.
21 September 2020

Pontoh, L. W., Kandou, G. D., & Mayulu, N. (2016). Hubungan Antara Obesitas,
Konsumsi Natrium, Dan Stres Dengan Kejadian Hipertensi Pada Orang
Dewasa Di Puskesmas Tompaso Kabupaten Minahasa. Paradigma, 4(2).

Profil Kesehatan Kota Kupang Tahun 2018. Dinas Kesehatan Kota Kupang.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20
18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf – Diakses Juni 2019.

Rosa, R. (2016). Gambaran Faktor Dominan Perilaku Pra Lansia (45-54 Tahun) Dalam
Mencegah Hipertensi di Desa Pegerwojo, Kabupaten Jombang.
13

Syahrini, E. N., Susanto, H. S., & Udiyono A. (2012)FAKTOR-FAKTOR RISIKO


HIPERTENSI PRIMER DI PUSKESMAS TLOGOSARI KULON KOTA
SEMARANG, 315-325. 10 September 2020.
http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
WHO. Global Target 6:A 25% relative reduction in the prevalence of raise blood
pressure or contain the according to national circumstances; 2014

World Health Organization (WHO). 2013. Data Hipertensi Global. Asia Tenggara:
WHO.

Anda mungkin juga menyukai