Anda di halaman 1dari 51

ARTIKEL TEMA KEISLAMAN:

1. TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN


DALAM ISLAM
2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR‟AN DAN AL-HADITS
3. 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS)
5. AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM.

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Elma Rahmadani


NIM : C1G020072
Fakultas&Prodi : PERTANIAN / AGRIBISNIS
Semester :1

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas syafaatnya yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang
terang menegang yakni agama islam

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos atas tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi kita semua.

Penyusun,

Mataram, 15 Oktober 2020

Nama : Elma Rahmadani


NIM : C1G020072

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................... i


Daftar Isi............................................................................................................................. ii
BAB I Tauhid: Keistimewaan&Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam ..............1
BAB II Sains dan Teknologi dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadits ......................................10
BAB III Pengertian dan Jejak Salafussoleh .................................................................13
BAB IV Ajaran Berbagai : Jangan Lupa Untuk Saling Berbagi ...................................19
BAB V Penegakan Serta Keadilan Hukum Dalam Islam …………………...................31
Daftar Pustaka .................................................................................................................46
Lampiran ..........................................................................................................................48

ii
BAB I

Tauhid: Mengenal Arti Tauhid

1. Pengertian Tauhid dan Ilmu Tauhid


Tauhid merupakan masdar/kata benda dari kata yang berasal dari
bahasa arab yaitu “wahhada-yuwahhidu-tauhiidan” yang artinya menunggalkan
sesuatu atau keesaan. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah
itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas
segala kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan
hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.

Menurut Syeh M, Abduh, ilmu tauhid (ilmu kalam) ialah ilmu yang
membicarakan tentang wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-
sifat yang boleh ada pada-Nya; membicarakan tentang Rosul, untuk
menetapkan keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh dipertautkan kepada
mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka. (Hanafi,
2003: 2).

Ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus yang terpenting dan
paling utama. Allah SWT berfirman:

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan
Allah.” (Q.S. Muhammad: 19)

Seandainya ada orang tidak mempercayai keesaan Allah atau


mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka orang itu
dikatagorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula halnya, seandainya
seorang muslim menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan Allah,
maka kedudukannya juga sama adalah kafir.

Perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara
yang dalilnya atau buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al

1
Quran atau Hadis yang shahih. Perkara ini tidak boleh dita‟wil atau ditukar
maknanya yang asli dengan makna yang lain

Penamaan Ilmu Tauhid:

Ilmu Tauhid juga disebut;

1. Ilmu „Aqa‟id: „Aqdun artinya tali atau pengikat. „Aqa‟id adalah bentuk jama‟ dari „Aqdun.
Disebut „Aqa‟id, karena didalamnya mempelajari tentang keimanan yang mengikat hati
seseorang dengan Allah, baik meyakini wujud-Nya, ke-Esaan-Nya atau kekuasaan-
Nya.

2. Ilmu Kalam: kalam artinya pembicaraan. Disebut ilmu kalam, karena dalam ilmu ini
banyak membutuhkan diskusi, pembahasan, keterangan-keterangan dan hujjah
(alasan) yang lebih banyak dari ilmu lain.

3. Ilmu Ushuluddin: Ushuluddin artinya pokok-pokok agama. Disebut Ilmu Ushuluddin,


karena didalamnya membahas prinsip-prinsip ajaran agama, sedang ilmu yang lainnya
disebut furu‟ad-Din (cabang-cabang agama), yang harus berpijak diatas ushuluddin.

4. Ilmu Ma‟rifat: ma‟rifat artinya pengetahuan. Disebut ilmu ma‟rifat, karena didalamnya
mengandung bimbingan dan arahan kepada kepada umat manusia untuk mengenal
khaliqnya. (Zakaria, 2008:1)

Sebab-sebab dinamakan ilmu kalam ialah karena:

1. Persoalan yang terpenting diantara pembicaraan-pembicaran masa-masa pertama


Islam ialah Firman Tuhan (Kalam Allah), yaitu Qur‟an apakah azali atau non-azali.
Karena itu keseluruhan isi Ilmu kalam dinamai dengan salah satu bagian yang
terpenting.

2. Dalam Ilmu Kalam ialah dalil-dalil akal pikiran di mana pengaruhnya tampak jelas pada
pembicaraan ulama-ulama kalam, sehingga mereka kelihatan sebagai ahli bicara. Dalil
Naqli (Qur‟an dan Hadits) baru dipakai sesudah mereka menetapkan kebenaran
persoalan dari segi akal pikiran.

3. Pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat. Untuk


dibedakan dengan logika, maka pembuktian-pembuktian tersebut dinamai “Ilmu
Kalam”. (Hanafi, 2003: 5)

2
 Hakikat Tauhid

Seluruh manusia terlahir ke dunia ini dalam keadaan fitrahnya, yakni


bertauhid. Sebagaimana yang di terangkan dalam ayat Q. S. Ar-Rum: 30.

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Islam;


sesuai fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu.
Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) Agama yang lurus, tetapi
kebanyakan menusia tidak mengetahui.” (Q.S. ar-Rum:30)

Manusia pada dasarnya memerlukan suatu bentuk kepercayaan kepada


sesuatu yang gaib, sebab itulah ia disebut makhluk religius, yaitu makhluk yang
memiliki bawaaan primordial (azali) untuk beragama dan percaya kepada Tuhan.
Inilah fitrah manusia yang secara otomatis memiliki potensi bertuhan sejak
kelahirannya. Rasulullah saw. Bersabda:

Artinya: “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (bertauhid). Kedua


oangtua nyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (H.R.
Bukhari dan Muslim).

Untaian kata-kata tauhid dalam Islam dinyatakan dalam kalimat “laa ilaaha
ilallaah”, Allah sebagai satu-satunya Tuhan.

 Implikas Tauhid

Tauhid dalam Islam yang diekspresikan dengan kalimat “laa ilaaha ilallah”
merupakan titik tolak untuk membebaskan belenggu. Tauhid ini pula yang
membebaskan manusia dari belenggu manusia lainnya, dari penyembahan
terhadap rasio dan mental, serta dari sikap hidup materialistis.

Tauhid juga membebaskan manusia dari kependetaan dan hiruk pikuk


dunia. Jadi, tauhid mengandung pengertian bahwa manusia tidak membutuhkan
apa-apa selain Allah, sehingga seseorang yang beriman diberi kemulyaan dan
kepuasan sebagai hamba yang bebas dan benar-benar terhormat.

3
Sudah jelaslah bahwa konsep tauhid “laa ilaaha ilallaah” mempunyai
implikasi begitu revolusioner berupa pembebasan. Ia meniadakan otoritas, apapun
bentuknya, untuk berhubungan dengan Allah swt. Sehingga manusia terbebas dari
perbudakan mental dan penyembahan sesama makhluk. Allah swt., sudah jelas
dekat dengan siapapun. Firman Allah swt.

Artinya : “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad)


tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang
yang berdo‟a apabila dia berdosa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi
perintah-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran. (Q.S. al-Baqarah: 186)

Inilah diantara hakikat tauhid “laa ilaaha ilallaah”. Apabila setiap orang
mempunyai tauhid yang benar dan memahami tentang dirinya yang bebas dari
belenggu apapun selain Allah swt., maka seharusnya ia dapat bekerja dan
berkarya lebih baik tanpa gangguan pemikiran-pemikiran khurafat dan takhayul
yang justru menghalangi etos kerja dan karya bagi kehidupan manusia. (Ismail,
2008: 10-23)

 Pembagian tauhid

Ulama-ulama terdahulu semejak mempelajari dalil-dalil tentang tauhid, pada


akhirnya para ulama tersebut menyimpulkan bahwa tauhid dibedakan menjadi 3
bagian, 1) Tauhid Rububiyah, 2) Tauhid Uluhiyah 3)Tauhid Asma was sifat

1. Rububiyah

Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki,


merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan
manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana
terdapat dalam Al Quran yang berbunyi:

“ Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. (Az-
Zumar 39:62) ”

Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun
yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum

4
atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya
karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka,
mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang
membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka
sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah:

“ Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang


menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?
sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (Ath-Thur: 35-
36) ”

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah


menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang
musyrikin Quraisy yang diperangi rasulullah mengakui dan meyakini jenis
tauhid ini. Sebagaimana firman Allah,

“ Katakanlah: „Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang


memiliki Arsy yang besar?‟ Mereka akan menjawab: „Kepunyaan Allah.‟
Katakanlah: „Maka apakah kamu tidak bertakwa?‟ Katakanlah: „Siapakah yang
di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?‟
Mereka akan menjawab: „Kepunyaan Allah.‟ Katakanlah: „Maka dari jalan
manakah kamu ditipu?' (Al-Mu‟minun: 86-89) ”

2. Uluhiyah/Ibadah

Tauhid uluhiyah dapat diartikan sebagai mentauhidkan atau


mengesakan Allah dari segala bentuk peribadahan baik yang dzohir(terlihat)
maupun batin[5] Itu artinya Kita beriman bahwa hanya Allah semata yang
berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan.
Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian).

5
“ Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi
Maha Bijaksana. ('Al 'Imran 3:18) ”

Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari


keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam
ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal,
taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Di mana kita
harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah
semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rasul dan merupakan
tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang
difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu

“ Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang


Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat
mengherankan. (Shaad 38:5) ”

Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari
berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena
pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan rasul-Nya walaupun
mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

3. Asma wa sifat

Beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang
sesuai dengan keagunganNya yang telah Allah tetapkan di Alquran dan
Assunah. Sedangkan dalam bertauhid kepada tauhid asma wa sifat ini jangan
dilakukan dengan adanya tahrif(penyelewengan), ta'thil(penolakan) dan
takyif(penggambaran), dan tasybih(penyerupaan). Umat Islam sendiri,
mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah yang
wajib diimani.

6
Imam Syafi‟i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-
nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut:

“Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan
apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang
datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah”. [6]

4. Tidak ada tauhid mulkiyah

Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada
istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah
istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah
kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam
kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah
pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam
Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak
boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata.

“ Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-
nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak
menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu
hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah
selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui. (Yusuf 12:40)

Al-Quran adalah Kitab Tauhid Terbesar

Sesungguhnya pembahasan utama Al-Quran adalah tauhid. Kita tidak akan


menemukan satu halaman pun yang tidak mengandung ajakan untuk beriman kepada
Allah, rasul-Nya, atau hari akhir, malaikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah, atau taqdir
yang diberlakukan bagi alam semesta ini.

7
Bahkan dapat dikatakan bahwa hampir seluruh ayat Al-Quran yang diturunkan
sebelum hijrah (ayat-ayat Makkiyyah) berisi tauhid dan yang terkait dengan tauhid.

Karena itu tak heran masalah tauhid menjadi perhatian kaum muslimin sejak
dulu, sebagaimana masalah ini menjadi perhatian Al-Quran. Bahkan, tema tauhid
adalah tema utama dakwah mereka. Umat Islam sejak dahulu berdakwah mengajak
orang kepada agama Allah dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Mereka
mendakwahkan bukti-bukti kebenaran akidah Islam agar manusia mau beriman
kepada akidah yang lurus ini.

Bagi seorang muslim, akidah adalah segala-galanya. Tatkala umat Islam


mengabaikan akidah mereka yang benar -yang harus mereka pelajari melalui ilmu
tauhid yang didasari oleh bukti-bukti dan dalil yang kuat– mulailah kelemahan masuk
ke dalam keyakinan sebagian besar kaum muslimin.

Kelemahan akidah akan berakibat pada amal dan produktivitas mereka.


Dengan semakin luasnya kerusakan itu, maka orang-orang yang memusuhi Islam akan
mudah mengalahkan mereka. Menjajah negeri mereka dan menghinakan mereka di
negeri mereka sendiri.

Sejarah membuktikan bahwa umat Islam generasi awal sangat memperhatikan


tauhid sehingga mereka mulia dan memimpin dunia. Sejarah juga mengajarkan
kepada kita, ketika umat Islam mengabaikannnya akidah, mereka menjadi lemah.
Kelemahan perilaku dan amal umat Islam telah memberi kesempatan orang-orang kafir
untuk menjajah negeri dan tanah air umat Islam.

8
BAB II

Al-Qur‟an & Hadist Sebagai Sumber Sains dan Teknologi

Di dalam Al-Quran terdapat beratus-ratus ayat yang menyebut tentang ilmu


pengetahuan dan sains yang merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci Al-
Qur‟an. Bahkan kata „ilm dan turunannya disebut sebanyak 778 kali. Selain itu sains
juga merupakan salah satu kebutuhan agama Islam, hal ini dibuktikan dengan fakta
setiap kali umat Islam melaksanakan ibadah memerlukan penentuan waktu yang tepat.
Contohnya dalam melaksanakan shalat, menentukan awal bulan Ramadhan,
pelaksanaan haji semuanya memiliki waktu tertentu dan untuk menentukan waktu yang
tepat diperlukan ilmu astronomi yang memang termasuk dalam sains. Islam adalah
agama yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama merupakan sesuatu
yang saling berhubungan dan melengkapi. Al Qur‟an merupakan sumber ilmu
pengetahuan, dan ilmu pengetahuan merupakan sarana untuk mengaplikasikan segala
sesuatu yang tertuang dalam ajaran Islam.

Bukti bahwa Islam merupakan agama yang menekankan pengembangan ilmu


pengetahuan adalah dengan ditemukan ratusan ayat yang membicarakan tentang
petunjuk untuk memperhatikan bagaimana cara kerja alam dunia ini. Tidak kurang dari
750 ayat al-Qur‟an memberikan gambaran kepada manusia untuk memperhatikan
alam sekitarnya. Selain itu, biasanya ayat-ayat yang membahasnya diawali maupun
diakhiri dengan sindiran-sindiran seperti; “Apakah kamu tidak memperhatikan?”,
“Apakah kamu tidak berpikir?”, “Apakah kamu tidak mendengar?”, “Apakah kamu tidak
melihat?”. Sering pula di akhiri dengan kalimat seperti “Sebagai tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir”, “Tidak dipahami kecuali oleh Ulul Albaab”. Demikianlah mukjizat terakhir
rasul yang selalu mengingatkan manusia untuk mendengar, melihat, berpikir,
merenung, serta memperhatikan segala hal yang diciptakan Allah di dunia ini.

‫م‬

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara
keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” (Q.S. Ar-Rahman:19-20)

Pandangan islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa islam tidak
pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru islam sangat mendukung
umatnya untuk melakukan penelitian dalam bidang apapun, termasuk sains dan
teknologi. Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan sains dan teknologi
canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupannya, namun disisi lain sains dan

9
teknologi canggih tersebut tidak mampu menumbuhkan moralitas (akhlak) yang mulia.
Untuk itu, munculnya gagasan tentang Islamisasi Sains dan Teknologi. Tujuan
gagasan tersebut adalah agar sains dan teknologi dapat membawa kesejahteraan bagi
umat manusia. Epistimologi islam tersebut pada hakikatnya menghendaki, bahwa
sains dan teknologi harus mengakui adanya nilai -- nilai kemanusiaan yang universal.

Al - Quran adalah inspirator, maknanya bahwa dalam Al - Quran banyak


terkandung teks - teks (ayat - ayat) yang mendorong manusia untuk melihat,
memandang, berpikir, serta mencermati fenomena - fenomena alam semesta ciptaan
Tuhan yang menarik untuk diselidiki, diteliti dan dikembangkan. Al - Quran menantang
manusia untuk menggunakan akal pikirannya seoptimal mungkin.

Al - Quran memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang


sudah diketahui maupun belum diketahui. Innormasi tentang ilmu pengetahuan dan
teknologi disebutkan berulang - ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk
melakukan nazhar. Nazhar adalah mempraktekkan metode, mengadakan observasi
dan penelitian ilmiah terhadap segala macam peristiwa alam di seluruh jagad ini, juga
terhadap lingkungan keadaan masyarakat dan historisitas bangsa - bangsa zaman
dahulu. Menurut firman Allah SWT : "Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar
(penelitian dengan menggunakan metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan
di bumi ..." ( QS. Yunus ayat 101).

Prinsip -- prinsip pandangan islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui
dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW : "Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam (tulis baca). Dia Mengajarkan manusia apa yang
tidak diketahuinya." (QS al-'Alaq: 1-5)

Ayat tersebut merupakan suatu dukungan yang Allah berikan kepada hambanya untuk
terus menggali, memperdalam dan memperhatikan apa yang ada di alam semesta
termasuk sains dan teknologi. Selain memuat banyak tentang pengembangan sains,
Al-Quran juga dijadikan inspirasi ilmu dan pedoman dalam pengembangan pemikiran
sehingga dapat terciptanya penemuan -- penemuan baru yang bermanfaat bagi
kehidupan.

10
Dalam pandangan Islam sains dan teknologi juga di gambarkan sebagai cara
mengubah suatu sumber daya menjadi sumber daya lain yang lebih tinggi nilainya hal
ini tercermin dalam surat Ar Ra'd ayat 11 yaitu : "Sesungguhnya Allah tidak merobah
keadaan sesuatu kaum sehinggamereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri."

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Al-Quran telah mendorong
manusia untuk berteknologi supaya kehidupan mereka meningkat. Upaya ini harus
merupakan rasa syukur atas keberhasilannya dalam merubah nasibnya. Dengan
perkataan lain rasa syukur atas keberhasilannya dimanifestasikan dengan
mengembangkan terus keberhasilan itu sehingga dari waktu ke waktu keberhasilan itu
akan selalu maningkat terus.

Di dalam Al-Quran disebutkan juga secara garis besar tentang teknologi. Yaitu tentang
kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya tentang penciptaan
mahluk hidup termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya dipacu akalnya
untuk menyelidiki segala apa yang ada di sekelilingnya.

Ilmuwan muslim seharusnya menaruh perhatian pada ajaran agama baik ketika
akan melakukan riset, menerima teori atau mengembangkan sains dan teknologi
sebab apa yang dihasilkannya sepenuhnya untuk kebutuhan manusia, sedangkan
agama (Islam) suatu sistem nilai hidup didunia yang mengantarkan hidup yang kekal
dan sesungguhnya kehidupan.

Jadi, yang dimaksud menjadikan aqidah Islam sebagai landasan sains dan teknologi
bukanlah bahwa konsep sains dan teknologi bersumber kepada Al-Quran dan al-
Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa sains dan teknologi harus berstandar pada Al-
Quran dan al-Hadits. Ringkasnya, Al-Quran dan al-Hadits adalah standar sains dan
teknologi, dan bukannya sumber sains dan teknologi.

Artinya, apa pun konsep sains dan teknologi yang dikembangkan, harus sesuai
dengan Al-Quran dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangandengan Al-Quran dan al-
Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan Al-Quran dan al-Hadits, maka
konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa
manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun

11
berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga
menjadi manusia modern sekarang.

Maka Paradigma Islam ini menyatakan bahwa aqidah Islam harus dijadikan
landasan pemikiran bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti
menjadi aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan
menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai
dengan aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan
dengannya, harus ditolak dan tidak boleh diamalkan.

Manusia yang beriman dan bertaqwa akan memanfaatkan kemajuan sains dan
teknologi. menjaga, memelihara, melestarikan, keberlangsungan hidup manusia dan
keseimbangan ekologi dan bukan untuk kerusakan di bumi. Firman Allah SWT: "Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada merekasebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS.Ar.Ruum ayat 41)

Dari ayat diatas menjelaskan kerusakan yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia
yang akan berdampak kembali pada manusia itu sendiri. Kejadian ini telah terasa salah
satunya disebabkan oleh penyalahgunaan sains dan teknologi.

Pada dasarnya sains dan teknologi dalam islam di arahkan untuk meningkatkan
kualitas kemanusiaan. Sains dan teknologi merupakan alat atau media bukan tujuan.
Oleh karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi jangan sampai mengatur manusia
sebagai penciptannya. Untuk itu diperlukan upaya - upaya untuk menyertakan nilai -
nilai ke dalam sains dan teknologi yang disebut dengan Islamisasi ilmu pengetahuan
"Islamisasi ilmu pengetahuan bertujuan untuk menyertakan nilai - nilai islam ke dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ilmu tidak berdiri sendiri di tempat netral
namun menjadi dasar pemikiran ilmiah saat ini"

Jadi, cara islam sendiri memflter ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu sesuai
dengan paradigma islam yaitu Aqidah islam sebagai dasar sains dan teknologi dan
syariat islam menjadi standarisasi sains dan teknologi.

12
BAB III

Pengertian dan Jejak Salafussoleh

Arti salaf menurut bahasa

Salafa Yaslufu Salfan artinya madli (telah berlalu). Dari arti tersebut kita dapati
kalimat Al Qoum As Sallaaf yaitu orang – orang yang terdahulu. Salafur Rajuli artinya
bapak moyangnya. Bentuk jamaknya Aslaaf dan Sullaaf.

Dari sini pula kalimat As Sulfah artinya makanan yang didahulukan oleh seorang
sebelum ghadza` (makan siang). As salaf juga, yang mendahuluimu dari kalangan
bapak moyangmu serta kerabatmu yang usia dan kedudukannya di atas kamu. Bentuk
tunggalnya adalah Saalif. Firman allah Ta‟ala:

“ ...dan kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang
yang kemudian. (Az Zukhruf :56) ”

Artinya, kami jadikan mereka sebagai orang–orang yang terdahulu agar orang–orang
yang datang belakangan mengambil pelajaran dengan (keadaan) mereka. Sedangkan
arti Ummamus Saalifah adalah ummat yang telah berlalu. Berdasarkan hal ini, maka
kata salaf menunjukan kepada sesuatu yang mendahului kamu, sedangkan kamu juga
berada di atas jalan yang di dahuluinya dalam keadaan jejaknya.

Arti salaf menurut istilah

Allah telah menyediakan bagi ummat ini satu rujukan utama di mana mereka kembali
dan menjadikan pedoman.[2] Firman allah Ta‟la:

“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) rasullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) allah dan (kedatangan) hari
kiamat. (Al-Ahzab: 21) ”

Allah juga menerangkan bahwa ummat ini mempunyai generasi pendahulu yang telah
lebih dahulu sampai kepada hidayah dan bimbingan. Allah berfirman:

“ Orang – orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) di antara orang-
orang muhajirin dan anshar mengikuti mereka dengan baik allah ridha kepada mereka
dan mereka ridha kepada allah. (At-Taubah 100)

13
Generasi salafus shalih merupakan generasi yang terbaik umat Islam. Sebab
itulah kita dianjurkan untuk mengikuti mereka dalam beragama. Salah satu jejak
salafus shalih yang menggetarkan hati adalah mereka yang selalu menomersatukan
ketakwaan, menjauhi hal syubhat dan syahwat, serta mereka sering menangisi diri
sendiri yang belum tentu mendapatkan ridha Allah. Syekh Jamaluddin Al Qasimi
menuliskan dalam kitabnya Mauidzatul Mu‟minin:

‫فسمف ي‬ ‫كو ع ى أ‬ ‫ش وتو‬ ‫تو‬ ‫ش‬ ‫د‬ ‫موى و‬ ‫و ف ي‬ ‫س ف‬ ‫ك‬


‫خ وت‬

Para salafus saleh selalu mementingkan ketakwaan, menghindari hal syubhaat dan
syahwat, meski demikian tak jarang saat sendiri mereka menangisi diri mereka yang
belum tentu diridhai Allah

Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf” dan
terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi menjadi 4
perkataan :

1. Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para
Sahabat Nabi saja.
2. Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para
Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).
3. Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka
adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul
Jama‟ah (hal: 276-277)). Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana
sebagian besar ulama ahlussunnah berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
4. Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun
waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu „alaihi
wasallam dalam hadits beliau Shallallahu „alaihi wasallam. Mereka itulah yang
berada di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut
Tabi’in.

Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda,

‫و م‬ ‫و م م‬ ‫ل ي م‬ ‫»خ‬

14
Artinya,“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia
yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa
berikutnya.” (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))

Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan menempuh sesuai
manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi, karena
menisbahkan/menyandarkan kepada mereka.

Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih

a) Dalil Dari Al Qur’anul Karim

‫س‬ ‫دى و‬ ‫د‬ ‫سو‬ ‫ش لك‬ ‫و‬ ‫م وس ت‬ ‫وىو‬ ‫و‬

Artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bainya
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa : 115]

Dalam ayat yang lain, Allah Ta‟ala berfirman,

‫و‬ ‫و‬ ‫وو‬ ‫ت و س مو‬ ‫و ع وأ ع د م‬ ‫ع مو‬ ‫ي‬ ‫س‬ ‫و م‬


‫م‬ ‫ن فو‬ ‫أد‬ ‫ف‬ ‫خ د‬

Artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di


antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar.” [QS. At-Taubah : 100]

Allah mengancam dengan siksaaan neraka jahannam bagi siapa yang mengikuti
jalan selain jalan Salafush Shalih, dan Allah berjanji dengan surga dan keridhaan-
Nya bagi siapa yang mengikuti jalan mereka.

15
b) Dalil Dari As-Sunnah

1. Hadits Dari Abdullah bin Mas‟ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu „alaihi


wasallam telah bersabda,

‫د كم ل و‬ ‫و م م‬ ‫و م م‬ ‫أ يل ي م‬ ‫خ‬ ‫و‬ ‫و خو و و‬ ‫س ش دو‬ ‫ش دو و‬


‫ف م س‬ ‫و‬ ‫فو‬ ‫و و‬ ‫و‬

“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang
hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya,
kemudian akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka
mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR Bukhari
(3650), Muslim (2533))

2. Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu „alaihi


wasallam menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73
golongan), beliau Shallallahu „alaihi wasallam bersabda,

‫قع ى‬ ‫ف‬ ‫ة س‬ ‫ه‬ ‫ة و‬ ‫وس‬ ‫لو ع ى‬ ‫ك ب ف‬ ‫أ‬ ‫كم‬ ‫ل‬ ‫أ‬


‫وس‬ ‫عة الث و س‬ ‫ة وي‬ ‫وو دة ف ي‬ ‫و ف ي‬

Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah
berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama
ini (Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua
golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu
al-Jama‟ah.”

[Shahih, HR. Abu Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimi
(II/241), al-Ajurri dalam asy-Syarii‟ah, al-Lalikai dalam as-Sunnah (I/113 no. 150).
Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dari Mu‟a-wiyah
bin Abi Sufyan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan hadits ini shahih
masyhur. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-
Shahiihah (no. 203-204)]

Dalam riwayat lain disebutkan:

‫ي‬ ‫وأ‬ ‫ع‬ ‫أ‬

16
Artinya, “Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang
aku dan para Sahabatku berjalan di atasnya.” [Hasan, HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan
al-Hakim (I/129) dari Sahabat „Abdullah bin „Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-
Albani dalam Shahiihul Jaami‟ (no. 5343)]

Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi
73 golongan, semua binasa kecuali satu golongan, yaitu yang mengikuti apa yang
telah dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam dan para
Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Jadi, jalan selamat itu hanya satu, yaitu mengikuti
Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat).

3. Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu „anhu, Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda,

‫ف ك م س ي وس ة خ ف‬ ‫كم ف س ى خ الف ك‬ ‫و كم ف‬ ‫و‬ ‫ع و ع‬ ‫د‬ ‫شد‬


‫ال ة‬ ‫دعة‬ ‫ك‬ ‫و ف‬ ‫»و د ت‬

Artinya:

“Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat
perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan
sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk
sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-geraham,
dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena
sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid‟ah dan setiap bid‟ah adalah
sesat” [Shahih, HR. Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676), dishahihkan oleh Syeikh Al-
Albani dalam Shahihul Jami‟ (1184, 2549)]

Nabi Shallallahu „alaihi wasallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti


sunnah beliau Shallallahu „alaihi wasallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin
yang hidup sepeninggal beliau disaat terjadi perpecahan dan perselisihan.

c) Dari perkataan Salafush Shalih

Dari Abdullah bin Mas‟ud radhiyallahu anhu, ia berkata,

17
“ ‫د ع و فم د كف م‬ ‫و و‬ ”

Artinya, “Ikutilah dan janganlah berbuat bid‟ah, sungguh kalian telah dicukupi.” (Al-
Bida‟ Wan Nahyu Anha (hal. 13))

Abdullah bin Mas‟ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata,

‫ف ة أو ن أ‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫لد ت ف‬ ‫ف س‬ ‫كم س‬ ‫وس م ك‬ ‫ع‬ ‫ى‬ ‫د‬ ‫ب‬


‫و أع م ع‬ ‫لو‬ ‫ة أ‬ ‫ه‬ ‫م ك و أف‬ ‫ف ع فو‬ ‫ول ةد‬ ‫ة‬ ‫م‬ ‫ك ف لو م خ‬ ‫وأ ل‬
‫أخالل م ود م ف م ك‬ ‫م‬ ‫س‬ ‫م و سكو‬ ‫و م في‬ ‫م و‬ ‫دف‬ ‫سممو عى‬ .

Artinya, “Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh
orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih
hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para
Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik
hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang
dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah
keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada
di atas jalan yang lurus.” (Jami‟ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))

Imam Al Auza‟i rahimahullah berkata,

“ ‫مم ع‬ ‫ى ص دمحم ب حصأ ع‬ ‫عه‬ ‫وه‬ ‫ن مف م‬ ‫غ‬ ‫فن‬ ‫”م عب‬

Artinya, “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu
berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan
mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan
tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena
sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi
mereka.” (Jami‟ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29))

18
BAB IV

Ajaran Berbagi : Jangan Lupa Untuk Saling Berbagi

Bersedekah adalah suatu ibadah yang dapat kita lakukan kapan saja.
Bersedekah sangat dianjurkan dalam Islam.

Dengan bersedekah, hubungan bersosial bisa menjadi lebih baik. Bersedekah juga
menjauhkan diri dari sikap sombong dan angkuh. Memberikan sesuatu dengan ikhlas
kepada oang lain dapat meringankan beban mereka.

Sedekah berasal dari bahasa Arab "shadaqoh" yang artinya adalah suatu
pemberian dari seorang muslim kepada orang lain secara sukarela tanpa adanya
batasan waktu dan jumlah tertentu.

Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 114 yang menyuruh umat muslim untuk
senantiasa berbuat kebaikan salah satunya dengan bersedekah.

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan


dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar."

Banyak tulisan yang mengungkapkan tentang pentingnya menjadi manusia


yang banyak memberi manfaat, tidak hanya kepada sesama manusia namun juga
kepada sesama makhluk Tuhan. Esensinya adalah mendudukan manusia pada
posisinya sebagai “Khalifah Fil Ardhi” Pemimpin di Muka Bumi ini. Mengapa demikian?
Tengoklah burung yang tidak henti-hentinya memberi banyak manfaat kepada alam
sekitarnya dimulai dari menjadi perantara terjadinya penyerbukan, menjadi bagian dari
mata rantai makanan dengan memakan ulat atau serangga yang ada pada ranting
atau daun tanaman, kotorannya menyuburkan tanah, suaranya memberikan keceriaan
dan kebahagiaan pada manusia dan alam, gerakan terbangnya memberi inspirasi
manusia sehingga mampu menciptakan kapal terbang. Apa yang dilakukan burung
semata-mata melaksanakan tugasnya taat kepada perintah Tuhan yang
menciptakannya, tidak ada yang merugikan bagi lingkungannya dan Tuhan berikan
senantiasa rejeki untuknya dalam berbagai kondisinya dihadapinya.
Apakah manusia harus kalah dari apa yang diberikan burung kepada alam?

19
Jawabnya seharusnya tidak. Tentunya manusia harus jauh lebih banyak memberikan
manfaat kepada alam sekitarnya melalui daya, upaya dan karyanya tanpa harus
memikirkan dahulu apakah harus dibayar atau tidak. Alangkah bahagianya bila antar
sesama manusia saling memberi, saling berbagi, saling membantu dalam berbagai
bentuk dan kesempatan yang dihadapinya. Semua itu bisa dilakukan dari hal yang
terkecil sekalipun.
Sesungguhnya alam sudah memberikan tanda tanda bagi mereka yang mau memberi
dan berbagi kebaikan kepada sesamanya. Beberapa ayat dalam Quran dan hadits
mengungkapkan tentang hal ini antara lain :
Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu
keperluannya (HR Bukhari – Muslim)
Barangsiapa memudahkan orang lain yang sedang kesulitan niscaya Allah akan
memudahkan baginya di dunia dan di akhirat (HR Muslim)
Perbuatan baik senantiasa akan memberikan kebaikan pula cepat atau lambat
bagi mereka yang melakukannya sebagaimana disebutkan dalam Al Quran :
Barang siapa berbuat baik, sesungguhnya kebaikan itu untuk dirinya sendiri, dan jika
berbuat jahat maka kejahatan itu untuk dirinya sendiri (QS Al Isra ayat 7)
Perbanyaklah kebaikan dengan mengerjakan semua aktifitas dengan landasan
memberi manfaat kepada diri sendiri dan orang lain, dengan niat ibadah, sukarela
tanpa harus dibebani ada balasan materi dari sesama, niscaya kebaikan itu akan
memantulkan hasil baiknya. Semakin banyak karya yang diberikan, semakin produktif
dan semakin banyak output manfaat, akan semakin banyak amal kebaikan dan
semakin banyak pula keberkahan (kebaikan yang berkelanjutan).
Ketika telah meraih kesuksesan, kadang seseorang lupa daratan. Ketika bisnis
di puncak kejayaan, manusia pun lupa akan kewajiban dari harta yang mesti
dikeluarkan dan lupa untuk saling berbagi. Semoga sajian singkat ini bisa memotivasi
kita untuk gemar berinfak dan memanfaatkan nikmat harta di jalan yang benar.

Harta Kita Hanyalah Titipan Ilahi

Saudaraku … Perlu engkau tahu bahwa kesuksesan, begitu pula harta yang
Allah anugerahkan itu semua hanyalah titipan dari-Nya. Allah Ta‟ala berfirman,

ٌ ‫سو ِل ِه َوأَ ْن ِفقُوا ِم هما َجعَلَ ُك ْم ُم ْست َْخلَفٌِنَ ِفٌ ِه فَالهذٌِنَ آَ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوأ َ ْنفَقُوا لَ ُه ْم أَجْ ٌر َك ِب‬
‫ٌر‬ ِ ‫آ َ ِمنُوا ِب ه‬
ُ ‫اَّلل َو َر‬

20
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian
dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang
yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar.” (QS. Al Hadiid: 7)

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa harta hanyalah titipan Allah karena
Allah Ta‟ala firmankah (yang artinya), “Hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya.” Hakikatnya, harta tersebut adalah milik Allah. Allah Ta‟ala yang beri
kekuasaan pada makhluk untuk menguasai dan memanfaatkannya.

Al Qurthubi rahimahullah menjelaskan, “Ayat ini merupakan dalil bahwa pada


hakekatnya harta itu milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang
Allah ridhoi. Siapa saja yang menginfakkan harta pada jalan Allah, maka itu sama
halnya dengan seseorang yang mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya. Dari
situ, ia akan mendapatkan pahala yang melimpah dan amat banyak. ”

Al Qurtubhi rahimahullah sekali lagi mengatakan, “Hal ini menunjukkan bahwa harta
kalian pada hakikatnya bukanlah milik kalian. Kalian hanyalah bertindak sebagai wakil
atau pengganti dari pemilik harta yang sebenarnya. Oleh karena itu, manfaatkanlah
kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya untuk memanfaatkan harta tersebut di
jalan yang benar sebelum harta tersebut hilang dan berpindah pada orang-orang
setelah kalian. ”[1]

Kisah Motivasi dari Abud Dahdaa

Setelah kita tahu pasti bahwa harta ini hanyalah titipan ilahi dan kita
diperintahkan untuk memanfaatkannya dalam kebaikan dan bukan di jalan yang keliru,
maka sudah sepatutnya kita mengetahui manfaat dari berinfak di jalan Allah. Satu
kisah yang bisa jadi pelajaran bagi kita semua adalah kisah sahabat Abud
Dahdaa radhiyallahu „anhu.

„Abdullah bin Mas‟ud radhiyallahu „anhu menceritakan bahwa tatkala turun firman
Allah Ta‟ala,

‫ك م‬ ‫و أ‬ ‫عف‬ ‫س ف‬ ‫ل‬ ‫م‬

21
“Barangsiapa memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah
akan melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh
pahala yang banyak” (QS. Al Hadid: 11); Abud Dahdaa Al Anshori mengatakan,
“Wahai Rasulullah, apakah Allah menginginkan pinjaman dari kami?”
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Betul, wahai Abud Dahdaa.”
Kemudian Abud Dahdaa pun berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah tanganmu.”
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam pun menyodorkan tangannya. Abud Dahdaa
pun mengatakan, “Aku telah memberi pinjaman pada Rabbku kebunku ini. Kebun
tersebut memiliki 600 pohon kurma.”

Ummud Dahda, istri dari Abud Dahdaa bersama keluarganya ketika itu berada di
kebun tersebut, lalu Abud Dahdaa datang dan berkata, “Wahai Ummud Dahdaa!” “Iya,”
jawab istrinya. Abud Dahdaa mengatakan, “Keluarlah dari kebun ini. Aku baru saja
memberi pinjaman kebun ini pada Rabbku.”
Dalam riwayat lain, Ummud Dahdaa menjawab, “Engkau telah beruntung dengan
penjualanmu, wahai Abud Dahdaa.” Ummu Dahda pun pergi dari kebun tadi, begitu
pula anak-anaknya. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam pun terkagum dengan
Abud Dahdaa. Beliau shallallahu „alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Begitu banyak
tandan anggur dan harum-haruman untuk Abud Dahdaa di surga.” Dalam lafazh yang
lain disebutkan, “Begitu banyak pohon kurma untuk Abu Dahdaa di surga. Akar dari
tanaman tersebut adalah mutiara dan yaqut (sejenis batu mulia).”[2]

Lihatlah saudaraku! Bagaimanakah balasan untuk orang yang menginvestasikan


hartanya di jalan Allah. Lihatlah Abud Dahdaa radhiyallahu „anhu, di saat Allah
melimpahkan padanya nikmat harta yang begitu melimpah, ia pun tidak melupakan
Sang Pemberi Nikmat. Bagaimanakah dengan kita?

Tidak Perlu Khawatir Harta Berkurang

Jika seseorang mengerti dan pahami, investasi dan infak di jalan Allah sama
sekali tidaklah mengurangi harta. Cobalah renungkan baik-baik firman Allah Ta‟ala,

ْ ‫َو َما أ َ ْنفَ ْقت ُ ْم ِم ْن ش‬


‫ًَءٍ فَ ُه َو ٌ ُْخ ِلفُهُ َوه َُو َخٌ ُْر ه‬
َ‫الر ِازقٌِن‬

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-
lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba‟: 39).

22
Lihatlah bagaimanakah penjelasan yang amat menarik dari Ibnu
Katsir rahimahullah mengenai ayat ini. Beliau mengatakan, “Selama engkau
menginfakkan sebagian hartamu pada jalan yang Allah perintahkan dan jalan yang
dibolehkan, maka Allah-lah yang akan memberi ganti pada kalian di dunia, juga akan
memberi ganti berupa pahala dan balasan di akhirat kelak.”[3]

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu juga disebutkan,

ِ ‫ َوٌَقُو ُل اآلخ َُر الله ُه هم أَع‬، ‫ْط ُم ْن ِفقًا َخلَفًا‬


‫ْط ُم ْم ِس ًكا تَلَفًا‬ ِ ‫صبِ ُح ْال ِعبَا ُد فٌِ ِه إِاله َملَك‬
ِ ‫َان ٌَ ْن ِزالَ ِن فٌََقُو ُل أَ َح ُد ُه َما الله ُه هم أَع‬ ْ ٌُ ‫َما ِم ْن ٌَ ْو ٍم‬

“Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun
(datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata; “Ya Allah berikanlah
pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya”, sedangkan yang satunya lagi
berkata; “Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan
hartanya (bakhil).” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010)

Nabi shallallahu „alaihi wa sallam pun menyemangati sahabat Bilal bin


Robbah radhiyallahu „anhu untuk berinfak dan beliau katakan jangan khawatir miskin.
Beliau bersabda,

ً‫ِي العَ ْر ِش ِإ ْقالَال‬ َ ‫أ َ ْن ِف ْق بِالَل ! َو الَ ت َْخ‬


ْ ‫ش ِم ْن ذ‬

“Berinfaklah wahai Bilal! Janganlah takut hartamu itu berkurang karena ada Allah yang
memiliki „Arsy (Yang Maha Mencukupi).” (HR. Al Bazzar dan Ath Thobroni dalam Al
Kabir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami‟ no.
1512)

Bahkan Nabi shallallahu „alaihi wa sallam menegaskan sendiri bahwa harta tidaklah
mungkin berkurang dengan sedekah. Beliau bersabda,

‫دل ة‬ ‫م ت‬

“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim no. 2558, dari Abu Hurairah)

Makna hadits di atas sebagaimana dijelaskan oleh Yahya bin Syarf An


Nawawi rahimahullah ada dua penafsiran: [1] Harta tersebut akan diberkahi dan akan
dihilangkan berbagai dampak bahaya padanya. Kekurangan harta tersebut akan

23
ditutup dengan keberkahannya. Ini bisa dirasakan secara inderawi dan lama-kelamaan
terbiasa merasakannya. [2] Walaupun secara bentuk harta tersebut berkurang, namun
kekurangan tadi akan ditutup dengan pahala di sisi Allah dan akan terus ditambah
dengan kelipatan yang amat banyak.[4]

Enggan Berinfak, Barokah Harta Bisa Hilang

Dari Asma‟ binti Abi Bakr, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda padaku,

‫وكي ف وكى ع ن‬

“Janganlah engkau menyimpan harta (tanpa mensedekahkannya). Jika tidak, maka


Allah akan menahan rizki untukmu.” Dalam riwayat lain disebutkan,

‫ع ن‬ ‫وعي ف وعي‬ ‫ع ن و‬ ‫ي‬ ‫يف‬ ‫ي و‬ ‫أ فمي أو ف ي أو‬

“Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa


mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki
tersebut[5]. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah
akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.” (HR. Bukhari no. 1433 dan Muslim
no. 1029, 88)

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Janganlah engkau menyimpan-


nyimpan harta tanpa mensedekahkannya (menzakatkannya). Janganlah engkau
enggan bersedekah (membayar zakat) karena takut hartamu berkurang. Jika seperti
ini, Allah akan menahan rizki untukmu sebagaimana Allah menahan rizki untuk para
peminta-minta.”[6]

Dalam kesempatan lain, Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Sedekah


(zakat) itu dapat mengembangkan harta. Maksudnya adalah sedekah merupakan
sebab semakin berkah dan bertambahnya harta. Barangsiapa yang memiliki keluasan
harta, namun enggan untuk bersedekah (mengeluarkan zakat), Allah akan menahan
rizki darinya. Allah akan menghalangi keberkahan hartanya. Allah pun akan menahan
perkembangan hartanya.”[7]

24
Balasan Di Akhirat Begitu Luar Biasa

Allah Ta‟ala berfirman,

ُ ‫ُ ِل َم ْن ٌَشَا ُء َو ه‬
‫َّللا َوا ِس ٌع‬ ُ ‫َا ِع‬ ُ ‫سنَابِ َل فًِ ُك ِّل ُس ْنبُلَ ٍة ِمََةُ َحبه ٍة َو ه‬
َ ٌُ ‫َّللا‬ ْ ‫َّللا َك َمث َ ِل َحبه ٍة أَ ْنبَت‬
َ ‫َت َس ْب َع‬ ِ ‫ٌل ه‬ َ ًِ‫َمث َ ُل الهذٌِنَ ٌُ ْن ِفقُونَ أ َ ْم َوالَ ُه ْم ف‬
ِ ِ‫سب‬
‫ع ِلٌ ٌم‬
َ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan


hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS.
Al Baqarah: 261)

Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, “Ayat ini sangat memotivasi hati
untuk gemar berinfak. Ayat ini merupakan isyarat bahwa setiap amal sholih yang
dilakukan akan diiming-imingi pahala yang berlimpah bagi pelakunya. Sebagaimana
Allah mengiming-imingi tanaman bagi siapa yang menanamnya di tanah yang baik
(subur). Terdapat dalam hadits bahwa setiap kebaikan akan dilipatgandakan hingga
700 kali lipat”.[8] Inilah permisalan yang Allah gambarkan yang menunjukkan berlipat
gandanya pahala orang yang berinfak di jalan Allah dengan selalu selalu mengharap
ridho-Nya.

Jangan Lupakan Kewajiban Terhadap Harta

Setelah kita mengetahui keutamaan menginfakkan harta di jalan yang benar,


lalu di manakah kita mesti salurkan harta tersebut?

Pertama, tentu saja harta tersebut digunakan untuk memberi nafkah yang wajib
kepada keluarga dan ini diberikan sesuai kemampuan serta mencukupi istri dan anak-
anaknya. Allah Ta‟ala berfirman,

‫عس ٍْر ٌُس ًْرا‬ َ ‫سا إِ هال َما آَت َاهَا‬


ُ ‫سٌَجْ عَ ُل ه‬
ُ ‫َّللا بَ ْع َد‬ ً ‫َّللا نَ ْف‬
ُ‫ُ ه‬ ُ ‫علَ ٌْ ِه ِر ْزقُهُ فَ ْلٌُ ْن ِف ْق ِم هما آَت َاهُ ه‬
ُ ّ‫َّللا َال ٌُك َِل‬ َ ‫سعَتِ ِه َو َم ْن قُد َِر‬ َ ‫ِلٌُ ْن ِف ْق ذُو‬
َ ‫سعَ ٍة ِم ْن‬

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang
yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa

25
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.” (QS. Ath Tholaq: 7)

Perlu juga diketahui bahwa mencari nafkah bisa menuai pahala jika si pencari
nafkah (suami) mengharap ridho Allah ketika mencarinya. Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda,

َ‫ َحتهى َما تَجْ عَ ُل فِى فِى ْام َرأ َتِك‬، ‫َّللا إِاله أ ُ ِج ْرتَ َعلَ ٌْ َها‬
ِ ‫إِنهكَ لَ ْن تُ ْن ِفقَ نَفَقَةً ت َ ْبت َ ِغى بِ َها َوجْ هَ ه‬

“Tidaklah nafkah yang engkau cari untuk mengharapkan wajah Allah kecuali engkau
akan diberi balasan karenanya, sampai apa yang engkau masukkan dalam mulut
istrimu.” (HR. Bukhari no. 56)

Setelah itu jika ada kelebihan harta jangan lupakan untuk menyalurkan harta
tersebut pada sedekah yang wajib yaitu zakat yang diserahkan pada orang yang
berhak menerima. Ini dilakukan jika memang telah memenuhi nishob (ukuran minimal
zakat) dan telah sampai satu haul (satu tahun). Kewajiban ini jangan sampai dilupakan
oleh orang yang punya kelebihan harta. Kewajiban ini tentu saja lebih didahulukan dari
infak lainnya yang hukumnya di bawah wajib. Dengan membayar zakat inilah sebab
datangnya banyak kebaikan. Sebaliknya, enggan membayar zakat akan datang
berbagai musibah dan hilangnya berbagai keberkahan. Salah satu buktinya adalah
sabda Nabi shallallahu „alaihi wa sallam,

‫لو م‬ ‫و م‬ ‫م م‬ ‫ وو‬, ‫س‬ ‫و م‬ ‫ كةأ و م‬.

“Jika suatu kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, maka mereka
akan dicegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya bukan karena binatang-
binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan.” (HR. Thobroni dalam Al Mu‟jam Al
Kabir (13619). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih Al
Jami no. 5204)

Setelah kewajiban di atas, perbanyaklah berinfak dan bersedekah di jalan-jalan


kebaikan lainnya. Dengan ini semua akan membuat harta akan selalu lebih berkah di
puncak kesuksesan.

26
Bentuk - Bentuk Sedekah

Bersedekah tak hanya berupa harta, tapi bisa dengan apapun seperti menolong orang
lain dengan tenaga dan pikirannya, senyum, memberi nafkah keluarga, mengajarkan
ilmu, berdzikir, dan lain sebagainya.

Cakupan bersedekah dalam Islam itu sangat luas. Namun, agar lebih utama, harta
benda yang kita miliki juga harus disedekahkan kepada orang-orang yang
membutuhkan.

Ayat-ayat tentang bersedekah

Allah telah menjelaskan dalam beberapa ayat mengenai sedekah. Di antaranya


sebagai berikut:

1. Surat Al Baqarah ayat 177.

Laisal-birra an tuwallu wujuhakum qibalal-masyriqi wal magribi wa laakinnal birra man


aamana billaahi wal yaumil aakhiri wal malaa'ikati wal kitaabi wan nabiyyiin, wa aatal
maala 'alaa hubbihii zawil qurbaa wal yataamaa wal masaakiina wabnas sabiili was
saa'iliina wa fir riqaab, wa aqaamas-salaata wa aatazczakaah, wal-mufuna bi'ahdihim
izaa 'aahadu, was-saabiriina fil ba'saa'i wad-darraa'i wa hiinal-ba's, ulaa'ikallaziina
sadaqu, wa ulaa'ika humul muttaqun

Artinya:

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan

27
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba
sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya);
dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."

2. Surat Al Baqarah ayat 254.

Yaa ayyuhallaziina aamanuu anfiqu mimmaa razaqnaakum ming qabli ay ya'tiya


yaumul laa bai'un fiihi wa laa khullatuw wa laa syafaa'ah, wal-kaafiruna humuz-
zaalimun

Artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki
yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada
lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
zalim."

3. Surat Al Baqarah ayat 274.

Allaziina yunfiquna amwaalahum bil-laili wan-nahaari sirraw wa 'alaaniyatan fa lahum


ajruhum 'inda rabbihim, wa laa khaufun 'alaihim wa laa hum yahzanun

Artinya:

28
"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara
tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."

Keutamaan sedekah

1. Bersedekah tidak akan mengurangi rezeki.

Jika kita melakukan sedekah, hal tersebut tidak akan mengurangi harta atau rezeki
kita. Justru Allah akan menggantinya dengan rezeki yang sebaik-baiknya.

Seperti dalam firman Allah pada Alquran surat Saba ayat 39 yang berbunyi:

Qul inna rabbii yabsutur-rizqa limay yasyaa'u min 'ibaadihii wa yaqdiru lah, wa maa
anfaqtum min syai'in fa huwa yukhlifuh, wa huwa khairur raaziqiin

Artinya:

Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang


dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang
dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan
menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya."

2. Membuka pintu rezeki.

Dari Abu Hurairah radhiallahu „anhu bahwasanny Rosulullah Shallallahu‟ alaihi


wasallam bersabda:

"Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun
dua malaikat. Lalu salah satunya berkata, "Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa
yang menafkahkan hartanya", sedangkan yang satunya lagi berkata, "Ya Allah
berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil)."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dai hadits tersebut dijelaskan bahwa bersedekah justru akan membuka pintu rezeki
yang baru.

29
3. Dapat menghapus dosa-dosa.

Rasulullah bersabda, "Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air


memadamkan api." (HR. Tirmidzi)

Allah hanya akan mengampuni dosa-dosa seseorang yang telah bersedekah dengan
syarat orang tersebut mengikutinya dengan taubat. Dan jika seseorang melakukan
sedekah dengan niat agar dosa-dosanya dianggap impas, maka sesungguhnya hal ini
tidaklah dibenarkan.

4. Dijauhkan dari api neraka.

Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda, "Jauhilah neraka walupun hanya


dengan (sedekah) sebiji kurma, kalau kamu tidak menemukan sesuatu, maka dengan
omongan yang baik." (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

5. Merupakan amal jariyah.

Sedekah merupakan salah satu amal jariyah yang pahalanya tidak akan pernah putus,
bahkan saat kita sudah meninggal. Rasulullah bersabda, "Jauhilah neraka walupun
hanya dengan (sedekah) sebiji kurma, kalau kamu tidak menemukan sesuatu, maka
dengan omongan yang baik." (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim.)

30
BAB V

Keadilan dan Penegakan Hukum dalam Islam

Allah SWT memerintahkan kita untuk menegakkan keadilan seperti termaktub


dalam firman-Nya. 'Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang melakukan perbuatan
keji, kemunkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran' (QS An Nahl:90).

Menegakkan keadilan dapat dilakukan siapa saja, bukan saja oleh hakim di
pengadilan, polisi, jaksa, atau pun pejabat negara. Paling tidak, kita bisa dengan selalu
berkata benar, memberitakan atau memberikan keterangan dan kesaksian yang benar
dalam suatu perkara.

Jangan karena benci atau terlalu senang dengan seseorang, kita berlaku tidak jujur,
berkata tidak benar, dan berbuat tidak adil, apalagi menjadi saksi di pengadilan untuk
suatu perkara yang dilakukan di bawah sumpah 'Demi Allah'. Sungguh besar dosanya
jika memberikan keterangan yang tidak benar.

Alquran menggunakan beberapa kata yang berbeda untuk makna keadilan,


yaitu kata qist, mizan, haq, wasatha, dan adl. Kesemua kata tersebut dalam makna
yang berbeda dapat ditujukan pada makna adil atau keadilan.

Kata qist mengandung makna keadilan yang dikaitkan dengan kebenaran. Seperti
halnya juga kata haq, yaitu kebenaran yang juga dapat bermakna keadilan (lihat QS
7:159 dan 181). Kata mizan mengandung makna keadilan berkaitan dengan timbangan
(keseimbangan), yaitu memperlakukan sesuatu secara seimbang. Seperti halnya
lambang keadilan berupa timbangan dalam tradisi hukum Eropa.

Kata wasatha mengandung makna keadilan dalam kaitan dengan sikap yang berada di
tengah (pertengahan) dan tidak memihak, yang dalam bahasa Indonesia disebut
'wasit'. Kata adil dapat bermakna perlakuan sama atau perlakuan secara seimbang.

Dengan demikian, keadilan haruslah berdasarkan kebenaran, keseimbangan,


perlakuan sama, serta sikap tengah dan tidak memihak. Keadilan tidak bisa ditegakkan
apabila mengabaikan kebenaran. Demikian juga sebaliknya, mengabaikan kebenaran
sama dengan mengorbankan keadilan.

31
Menjadi saksi atau memberikan keterangan yang tidak benar ialah mencederai
keadilan. Sikap yang memihak dan berat sebelah serta tidak memperlakukan secara
seimbang dalam memutuskan suatu urusan (perkara), dalam memberikan keterangan
atau dalam menuliskan suatu berita, juga ialah sikap yang mencederai keadilan.

Ikuti jalan kebenaran

Keadilan merupakan salah satu esensi dari ajaran Islam. Ada lebih dari 53 kata
adil atau mengandung kata adil dalam Alquran. Sebagian ahli fikih memaknai keadilan,
yaitu 'menempatkan sesuatu pada tempatnya' yang artinya memberikan orang sesuai
dengan porsi dan bagiannya yang sebenarnya.

Dalam banyak ayat, Alquran menerangkan bahwa salah satu bentuk keadilan ialah
keadilan terhadap Tuhan sebagai pencipta, yaitu dengan mengikuti jalan kebenaran
dari Allah SWT melalui wahyu-Nya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya.
Allah SWT mengutus para nabi dan rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata.
Bersama mereka diturunkan kitab dan neraca (mizan) supaya manusia dapat
menegakkan keadilan (QS 57:25).

Allah-lah yang menurunkan Alquran dengan membawa kebenaran dan menurunkan


keadilan (QS 42:17). Bagi manusia, Alquran merupakan petunjuk dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil (QS
2:185). Jalan kebenaran dalam Alquran itu sama dengan jalan keadilan, yaitu adil
terhadap Tuhan Pencipta yang menciptakan manusia dengan sempurna (QS 7:29).

Menegakkan keadilan dalam hubungan antara sesama manusia harus


dilakukan dengan hati yang bening dan bersih. Janganlah karena kebencian atau
ketidaksukaan terhadap suatu kaum atau kelompok, kita berlaku tidak adil. Allah
mengingatkan dalam Alquran; 'Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil (qist). Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil (adl). Berlaku adillah karena adil (adl) itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan' (QS Al Maidah:8).

Saksi yang adil

Allah pun mengingatkan agar kita tetap menjadi saksi yang adil dan berkata
benar walaupun terhadap diri sendiri, ibu/bapak, atau keluarga dekat. Janganlah

32
karena demi membela diri sendiri, ibu/bapak, atau keluarga dekat, kita berbuat tidak
adil terhadap orang lain dengan memberikan kesaksian yang tidak benar. Allah
mengingatkan; 'Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu
sendiri atau terhadap ibu bapak atau kaum kerabatmu, jika ia kaya atau miskin, maka
Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan kata-kata karena
tidak hendak menjadi saksi maka sesungguhnya Allah maha mengetahui dengan
segala apa yang kamu lakukan' (QS An Nisa:135).

Allah SWT mengingatkan bahwa tindakan demikian ialah tindakan yang hanya
mengikuti hawa nafsu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui sekecil apa pun yang
terpendam dalam hati kecil kita.

Rasulullah telah mencontohkan bagaimana ketegasannya menegakkan keadilan


walaupun terhadap putrinya sendiri. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Al-
Bukhari dan Muslim, suatu ketika orang-orang Qurais sangat mengkhawatirkan
seorang wanita dari bani Makhzumiyyah yang tertangkap mencuri.

Lalu orang-orang Qurais berembuk, siapakah yang bisa melobi Rasulullah agar
kepada wanita tersebut diberikan pengampunan. Lalu dipercayakanlah Usamah bin
Zaid yang dianggap dekat dengan Rasulullah SAW dan menyampaikan hal itu kepada
beliau. Lalu Rasulullah bersabda, "Apakah kamu mau memintakan syafaat dalam
hukum di antara hukum-hukum Allah?"

Kemudian Rasulullah berdiri berkhotbah dan bersabda; "Sesungguhnya yang


merusak/membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka dahulu
apabila orang mulia di antara mereka yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi
kalau orang lemah di antara mereka yang mencuri, mereka menegakkan hukum atas
orang tersebut. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya
aku akan memotong tangannya."

Ketajaman hukum

Islam melarang keras hukum yang tajam ke bawah (yaitu tajam dan berlaku
penuh kepada orang-orang miskin dan kekurangan), tetapi tumpul ke atas (yaitu tidak
berlaku penuh kepada pejabat, pemegang kuasa, dan kaum kaya raya). Sungguh,
kalau sudah terjadi hukum yang demikian, Rasulullah telah mengingatkan kepada kita

33
semua bahwa tindakan demikianlah yang mengakibatkan hancurnya umat-umat
terdahulu. Tindakan yang demikianlah yang mengakibatkan pemimpin jatuh dan tidak
berharga.

Tindakan demikian yang melahirkan air bah protes dan ketidakpercayaan kepada
pemimpin. Bahkan, dalam hubungan keperdataan di antara sesama manusia dalam
hal utang piutang dalam jangka tertentu, Allah memerintahkan untuk menuliskannya
dengan benar dan adil, sesuai dengan firman Allah, 'Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu mengikat utang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaknya seorang di antara kamu menuliskannya dengan benar
dan adil' (QS Al Baqarah:282).

Karena jika tidak dituliskan, akan mudah lupa dan menimbulkan sengketa yang dapat
melahirkan ketidakadilan dan tindakan zalim antara satu dan yang lainnya.

Tanggung jawab pemimpin

Untuk keadilan dalam urusan pemerintahan, Allah memerintahkan kepada para


pejabat atau pemimpin untuk melaksanakan amanat dan tanggung jawab mereka dan
memutuskan suatu perkara hukum dengan adil. Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat."
(QS An Nisa:58).

Ketika Keadilan Tidak Tegak, Pertanda Bangsa Ini Diambang Kehancuran

“Akhir-akhir ini ramai diberitakan di media masa adanya oknum penegak hukum
yang menerima sejumlah dana yang patut diduga berkaitan dengan perkara yang
sedang ditanganinya. Bila hal ini benar, yakni apabila penegak hukum yang
mempermainkan hukum, maka tunggu masa-masa kehancuran,” kata Ketua DPW
Pekat-IB Sumbar

Di dalam surat Al Baqarah ayat 188 Allah SWT berfirman yang artinya “Janganlah
sebahagian di antara kamu dengan yang lain memakan harta kamu dengan cara yang
batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu

34
dapat memakan sebahagian dari pada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat
dosa, padahal kamu mengetahui”.

“Janganlah kamu memakan harta sebagian dari kamu”, artinya cara memperoleh dan
menggunakannya. Keuntungan dan kerugian dari interaksi itu, tidak boleh ditarik terlalu
jauh oleh masing-masing, sehingga salah satu pihak merugi, sedang pihak yang lain
mendapat keuntungan, sehingga bila demikian harta tidak lagi berada di tengah atau
harta antara dan kedudukan kedua belah pihak tidak lagi seimbang. Perolehan yang
tidak seimbang adalah bathil, dan yang bathil adalah segala sesuatu yang tidak hak,
tidak dibenarkan oleh hukum serta tidak sejalan dengan tuntunan Ilahi walaupun
dilakukan atas dasar kerelaan namun dengan melanggar hukum Tuhan.

Salah satu yang terlarang dan sering dilakukan dalam masyarakat adalah sogok
menyogok. sogokan menurunkan keinginannya yang berwenang untuk memutuskan
sesuatu secara adil.

Di dalam ayat ini ada beberapa kandungan yang patut untuk dicermati, di sekeliling kita
banyak banyak sekali yang dapat kita saksikan, orang yang senantiasa berbuat zalim
kepada sesamanya dengan berbagai dalih, namun alasannya sebenarnya adalah
untuk meraup keuntungan.

Ayat di atas juga bermakna, janganlah sebagian kamu mengambil harta orang lain dan
menguasainya tanpa hak, dan jangan pula menyerahkan urusan harta kepada hakim
yang berwewenang untuk memutuskan perkara bukan untuk tujuan memperoleh hak,
tetapi untuk mengambil hak orang lain dengan melakukan dosa, sebenarnya dia
mengetahui bahwa itu bukan haknya.

Kebatilan yang merajalela

Mari kita melihat kejadian demi kejadian akhir-akhir ini, ada orang yang
memberikan alat pemutih kepada beras agar beras tersebut putih dan jernih. Orang
menggunakan formalin kepada produk yang dikonsumsi oleh orang banyak. Allah SWT
menegaskan dalam surat Al- Muthaffifin ayat 1-3 yang artinya “Celakalah bagi orang-
orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dan orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka
menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi”.

35
Dalam surat Al Baqarah ayat 188 Allah dengan tegas dan gamblang menyatakan
bahwa ada sebahagian di antara manusia yang senantiasa memberikan sogokan
kepada para hakim dan penegak keadilan dalam rangka mempengaruhi keputusan-
keputusan yang akan diambil oleh hakim itu.

Ada hadis Rasulullah SAW, yang sangat terkenal dalam kehidupan peradilan,
Rasulullah SAW mengatakan “Sungguh telah celaka orang-orang sebelum kamu,
kalau seseorang yang berbuat kriminal adalah orang-orang mempunyai kedudukan
yang tinggi, orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan status sosial, maka para
penegak hukum sengaja mempermainkan hukum.

Tetapi apabila yang mencuri itu adalah orang yang lemah dan miskin, mereka dengan
tegas berkoar-koar menegakkan keadilan, menegakkan hukum. Karena yang berbuat
kriminal adalah orang-orang yang lemah, miskin dan orang-orang yang tidak
mempunyai pengaruh di dalam kekuasaan”.

Dalam hadis lain juga dijelaskan dimana membuat bulu roma kita menjadi merinding
yaitu “Demi Allah yang jiwa-Ku yang berada dalam kegengamannya, andai saja
Fatimah anakku yang melakukan mencurian aku sendiri yang memotong tanganya dan
aku sendiri yang menegakkan hukum itu tanpa pandang bulu”.

Pilar-pilar penegakan keadilan

Dalam menegakkan keadilan ada beberapa hal yang perlu kita ketahui yaitu:

Keseimbangan, yaitu dasar dari penegakan keadilan itu sendiri. Yang disebut dengan
keseimbangan adalah apabila semua anggota di dalam komunitas itu menegakkan
fungsi-fungsinya dan aturan-aturan yang sesuai dengan fungsinya dan bekerja sesuai
dengan fungsinya maka disana akan terjadi keseimbangan yang merupakan sendi dari
keadilan itu.

Persamaan, kita mengetahui dalam ajaran Islam semua sama di hadapan Allah SWT,
tetapi yang membedakan kita adalah nilai keimanan dan ketakwaan, tetapi dalam
keseharian kita semua sama di hadapan Allah.

Kembali kita perhatikan ayat tadi bahwa orang-orang yang melakukan kecurangan
adalah orang yang mengerti hukum, kalau saja yang melakukan pelanggaran itu

36
adalah orang-orang yang tidak mengerti tentang hukum, kita bisa menerima, tetapi
karena orang yang melakukan itu adalah mereka yang mengetahui persis tentang
hukum. Allah menegaskan “sungguh hina orang-orang yang melakukan perbuatan
seperti itu karena dia mengetahui tetapi mempermainkan hukum”. (sumber
Mimbarjumat. com)

Berikut dikutip dari Al Qur‟an Surat 17 ayat 16

‫د و‬ ‫ن‬ ‫ل ة‬ ‫ف‬ ‫ففسمو‬ ‫ف كف‬ ‫مو ع‬ ‫فد‬ ‫د‬

wa iżā aradnā an nuhlika qaryatan amarnā mutrafīhā fa fasaqụ fīhā fa ḥaqqa „alaihal-
qaulu fa dammarnāhā tadmīrā

Artinya Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan
kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar mentaati Allah SWT), tetapi bila
mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah
terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali
(negeri itu).

Berikut dikutip dari Al Qur‟an Surat Al Baqarah ayat 177 artinya : Kebajikan itu
bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu
ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak
yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-
minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan
menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang
sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Mari kita perhatikan, sebelum bergabung dengan pemerintah ketua Mahkamah


Konstitusi Mahfud MD menegaskan negara akan hancur kalau keadilan hukum tidak
ditegakkan. “Banyak contoh negara yang hancur karena keadilan tidak ditegakkan.
Contohnya kerajaan yang dipimpin oleh Firaun atau Namrud. Dari Mesir kuno sampai
modern, negara hancur karena tidak adanya keadilan,” katanya di Pesantren Al
Qurthuby, Pujer, Bondowoso, Jawa Timur, Ahad (5/8).

37
MK yang dipimpinnya didirikan pada 2003, katanya, juga dalam rangka menegakkan
hukum dan keadilan sehingga Indonesia selamat dari kehancuran sebagai negara. Ia
banyak menyampaikan contoh bagaimana Nabi Muhammad menolak dengan tegas
ketika sejumlah orang mengajaknya untuk bermain-main dengan masalah hukum atau
keadilan.

Salah satunya adalah saat sekelompok perempuan bangsawan datang kepada Nabi
untuk diadili. Salah satu dari wanita aristokrat itu berbuat salah, kemudian Nabi disuruh
mengadili dengan menyebut bahwa perempuan itu tidak bersalah. “Nabi dengan tegas
menjawab bahwa seandainya Fatimah, putrinya, yang mencuri, Beliau sendiri yang
akan memotong tangannya. Jadi, dalam masalah hukum, tidak ada orang terhormat
atau bangsawan,” katanya.

Dia juga mengutip di dalam Alquran ditegaskan negara yang hukumnya tidak
ditegakkan adalah negara “jahiliyah”. Ciri negara di tengah masyarakat jahiliyyah itu
adalah aparatnya mempermainkan hukum.

Suatu ketika, kata dia, dua orang Yahudi yang berselisih dengan kaumnya datang
kepada Nabi Muhammad minta diadili. Keduanya minta diadili dengan “permainan”,
yakni dimenangkan. Keduanya berjanji, jika Nabi mau menuruti permintaan itu, seluruh
kaum Yahudi akan berbondong-bondong masuk Islam.

“Nabi kemudian diingatkan oleh Allah lewat firman-Nya yang menyebutkan bahwa
apakah hukum orang jahiliyah yang akan digunakan? Oleh karena itu, Nabi juga
dilarang untuk bernegosiasi dalam hukum,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Mahfud mengemukakan MK sudah menangani banyak kasus


hukum sehingga sejumlah undang-undang dibatalkan karena bertentangan dengan
hak asasi manusia. Mahfud hadir di pesantren tersebut bersama dengan Katib Aam
Syuriah PBNU KH Malik Madani.(ANT/JUM)

Berikut contoh kasus yang terjadi pada zaman Nabi, tersebutlah seorang perempuan
dari Bani Makhzum meminjam suatu barang dari orang lain tapi kemudian
mengingkarinya. Diakuinya barang itu sebagai miliknya.

Ketika Rasulullah saw mendengar berita ini langsung memerintahkan agar dipotong
tangannya. Dia dianggap telah mencuri barang orang lain dengan sengaja.

38
Kejadian ini memusingkan bangsa Quraisy, karena pelakunya adalah wanita turunan
suku yang terhormat dan putusan hukumannya adalah potong tangan. Dan hal ini
dianggap sebagai kehinaan bagi suku Quresy.

Oleh sebab itu mereka mengutus Usamah RA ( seorang sahabat yang dianggap dekat
dengan Rasulullah saw) untuk meminta keringanan agar dibatalkan hukum potong
tangan tersebut.

Setelah mendengarkan permohonan Usamah, Rasulullah saw menjawab dengan


tegas: Apakah kamu meminta pertolongan (keringanan) dalam masalah hudud
(ketetapan hukum Allah)?

Kemudian Rasulullah saw berkhutbah: “Sesungguhnya umat sebelum kamu sekalian


dihancurkan karena ketidakadilan, bila orang elit mencuri dibiarkan dan bila orang
lemah mencuri ditegakkan hukum had. Demi Allah, seandainya Fatimah anak
Muhammad mencuri akan aku potong tangannya”.

Lalu Rasulullah saw memerintahkan agar wanita Makhzumiyyah tersebut dipotong


tangannya. (HR Al Bukhari dan Muslim).

Hukum potong tangan dalam Islam tidaklah sembarangan diterapkan tapi harus
memenuhi syarat-sayarat yang telah disepakati para ulama fiqh, seperti : dilakukan
dengan sengaja, pencurinya berakal bukan orang gila, tidak ada syubhat, diterapkan
oleh penguasa dan sebagainya.

Dalam hadits di atas, Rasulullah menegaskan dengan kata-kata: “Seandainya Fatimah


anak Muhammad mencuri pasti akan aku potong tangannya” ini menunjukkan
urgensinya penegakan hukum untuk kalangan elit.

Fatimah yang berasal dari suku yang terhormat dan masih turunan Rasulullah saw,
bahkan dia adalah ratu bagi semua wanita muslimah di syurga.

Hukum itu akan ditegakkan bila dia mencuri, apalagi wanita Makhzumiyah yang
martabatnya berada di bawah Siti Fatimah baik suku atau nasabnya.

39
Hadits di atas sering digunakan sebagai dalil untuk membuktikan keadilan Islam dalam
menegakkan hukum dan sikap Islam yang anti rasdiskriminasi, kastaisme dan
fanatisme kelompok.

Rasulullah menegaskan hukum harus ditegakkan secara adil kepada siapapun tanpa
pandang bulu atau tebang pilih. Bila tidak ditegakkan maka akan mengakibatkan
kehancuran suatu bangsa.

Mengapa demikian? Keadilan adalah sendi utama masyarakat, sedangkan kedzaliman


adalah penyebab musnahnya umat-umat terdahulu dan juga umat yang akan datang.

Bila sendi masyarakat sudah tumbang maka musnahlah masyarakat tersebut. Allah
mewajibkan kita untuk menegakkan keadilan. Allah berfirman : Dan tegakkanlah
timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (QS Ar Rahman
9).

Kalau seorang pejabat elit melakukan tindak pidana korupsi, tidak segera diadili tapi
kalau orang alit segera diadili, ini pertanda buruk, bangsa ini sedang menuju ke arah
kehancuran.

Bagi seorang Muslim, hukum yang paling adil adalah hukum Allah yang Maha
Penyayang dan Bijaksana. Tidak ada hukum yang lebih baik dan lebih adil daripada
hukum Allah.

‫موم ول و‬ ‫ك‬ ‫أ س‬ ‫و و‬ ‫ة‬ ‫أف ك م‬

“Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin?” (QS. Al Maidah: 50).

Seorang Muslim juga yakin bahwa penerapan hukum Allah akan membawa kepada
kebaikan bagi individu, masyarakat dan negara. Nabi Shallallahu‟alaihi
Wasallam bersabda:

‫و أ‬ ‫أ‬ ‫خ‬ ‫في‬ ‫د‬

“Suatu hukum yang ditegakkan di bumi lebih baik baginya daripada diberi hujan
selama empat puluh hari”

40
Tatkala Allah memerintahkan kita untuk menegakkan hukum bagi orang yang
melakukan kriminal, pasti di sana ada manfaat dan tujuan di dalamnya. Di antaranya:

Menjaga kemaslahatan pokok manusia

Islam menjaga kebutuhan pokok manusia berupa agama, jiwa, akal, nasab dan harta
manusia. Adanya hukum tersebut adalah untuk menjaga kebutuhan pokok manusia.
Hukum bagi murtad untuk menjaga agama, hukum qishash untuk menjaga nyawa,
hukum rajam untuk menjaga nasab, hukum potong tangan untuk menjaga harta, dan
hukum cambuk untuk peminum khamr untuk menjaga akal.

Menegakkan keadilan di antara manusia

Keadilan adalah pokok syariat yang harus ditegakkan. Dan termasuk keadilah apabila
orang yang bersalah dan melalukan kriminal harus di hukum, sebab bila pelaku
dibirkan saja maka akan menyebabkan suburnya kejahatan.

Kasih sayang kepada pelaku dan masyarakat

Adanya hukuman dapat mengerem pelakunya dan tindak kejahatan dan menyadarkan
dari kekeliruannya selama ini. Semua itu merupakan kasih sayang Islam baginya,
sebagaimana penegakkan hukum ini dapat menyebabkan keamanan semakin tersebar
di masyarakat. Alangkah bagusnya ucapan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah, “Hukum itu adalah obat yang mujarab untuk mengobati orang-
orang yang sakit hatinya. Dan ini termasuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya”.

Peringatan bagi masyarakat

Hikmah lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai peringatan bagi
masyarakat agar tidak meniru perbuatan tersebut sehingga setiap kali mereka akan
melakukan kriminal tersebut maka harus berpikir seribu kali. Oleh karena itu, Islam
mensyariatkan agar penegakkan hukum itu disaksikan oleh masyarakat luas.

Pelebur dosa bagi pelaku kriminal

Sesungguhnya penegakkan hukum itu bisa melebur dosa pelaku kejahatan. Adapun
bagi orang yang tidak menyusikan dirinya dari dosa dengan taubat atau penegakkan

41
hukum maka dia akan mendapat hukuman yang lebih berat dan lebih pedih pada hari
kiamat.

Teks Hadits

‫خ و ة ي س لت في ع د‬ ‫أة‬ ‫مش‬ ‫وس م أ ل ش أ‬ ‫ع‬ ‫ى‬ ‫ي‬ ‫و‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ي ع ع شة‬
‫وس م فم و‬ ‫ع‬ ‫ى‬ ‫سو‬ ‫كم ف‬ : ‫ فم و‬. ‫وة ف‬ ‫ في‬. ‫وس م‬ ‫ع‬ ‫ى‬ : ‫ع‬ ‫و‬
‫أ‬ ‫ف‬ ‫ فك‬. ‫وس م‬ ‫ع‬ ‫ى‬ ‫سو‬ ‫وس م ف ى‬ ‫ع‬ ‫ى‬ ‫ب سو‬ ‫د‬ ‫ أس ة‬. ‫د‬ ‫س ة‬
‫دود‬ ‫) أ شف في د‬ ‫ فم‬. ‫وس م‬ ‫ع‬ ‫ى‬ ‫سو‬ ‫)ف و و‬ ‫سو‬ . ‫ س ف ي‬: ‫أس ة‬ ‫فم‬
! ‫أ‬ ‫ف‬.‫د‬ ‫)أ‬ ‫ مل‬. ‫وأ‬ ‫ ف ى ع ى‬. ‫وس م ف خ ب‬ ‫ع‬ ‫ى‬ ‫شي ل م سو‬ ‫ك‬ ‫نف‬
‫س قف م‬ ‫ و‬. ‫كوه‬ ‫س قف م ش ف‬ ‫ل كم أ م ك و‬ ‫و ي و‬.‫د‬ ‫ف أل و ع‬
. ‫أة ي س لت فم ت د‬ ‫ن‬ ‫د س لت م ت د ( م أ‬ ‫ة ت‬ ‫ … فسي ده ! و أ ف‬: ‫ل ت ع شة‬
‫ى‬ ‫ى سو‬ ‫ي د نف ف‬ ‫ وك ت‬. ‫ و و ت‬. ‫د‬ ‫وس مف س ت و‬ ‫ع‬

Dari „Aisyah radhiallahu‟anha, istri Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam, bahwa orang-


orang Quraisy pernah digemparkan oleh kasus seorang wanita dari Bani Mahzum yang
mencuri di masa Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam tepatnya ketika masa perang
Al Fath. Lalu mereka berkata: “siapa yang bisa berbicara dengan
Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam? Siapa yang lebih berani selain Usamah bin
Zaid, orang yang dicintai Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam?”. Maka Usamah bin
Zaid pun menyampaikan kasus tersebut kepada Rasulullah Shallallahu‟alaihi
Wasallam, hingga berubahlah warna wajah Rasulullah. Lalu beliau bersabda: “Apakah
kamu hendak memberi syafa‟ah (pertolongan) terhadap seseorang dari hukum
Allah?”. Usamah berkata: “mohonkan aku ampunan wahai Rasulullah”.

Kemudian sore harinya Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam berdiri seraya


berkhutbah. Beliau memuji Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya, kemudian
bersabda: “Amma ba‟du. Sesungguhnya faktor penyebab kehancuran orang-
orang sebelum kalian adalah bahwa mereka itu jika ada pencuri dari kalangan orang
terhormat, mereka biarkan. Dan jika ada pencuri dari kalangan orang lemah, mereka
tegakkan hukum pidana.

Adapun aku, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah bintu
Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya”. Lalu Rasulullah
memerintahkan wanita yang mencuri tersebut untuk dipotong tangannya. ..

42
Aisyah berkata:”setelah itu wanita tersebut benar-benar bertaubat, lalu menikah. Dan
ia pernah datang kepadaku setelah peristiwa tadi, lalu aku sampaikan hajatnya kepada
Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam”

Mutiara Hadits

Hadits ini menyimpan beberapa pelajaran berharga sekali, terutama bagi mereka yang
mendapatkan amanat kepemimpinan di pundak mereka. Di antara pelajaran berharga
tersebut adalah:

Sesungguhnya kabilah dari suku Quraisy yang paling mulia adalah 2 macam: Kabilah
Bani Makhzum dan Kabilah Bani Abdu Manaf. Nah, sekalipun wanita tersebut dari
kabilah ternama dan tersohor, ditambah lagi oleh lobi kekasih
Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam, semua itu tidak menjadikan
Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam lemah dari menegakkan hukum Allah. Bahkan beliau
marah kepada Usamah hingga beliau menegaskan, “seandainya Fatimah binti
Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya“.

Hukuman bagi pencuri adalah dipotong tangannya apabila telah memenuhi syarat-
syaratnya berdasarkan dalil Al Qur‟an, hadits dan ijma. Allah berfirman:

‫كس ك‬ ‫ك م و س ق و س لة ف ل و أ د‬ ‫ع‬ ‫و‬

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Maidah: 38).
Adapun dalil hadits maka banyak sekali, di antaranya adalah hadits pembahasan di
atas. Adapun dalil ijma maka para fuqaha telah menukil ijma tentang wajibnya
memotong tangan pencuri.
Hikmah dari potong tangan ini adalah untuk melemahkan alat yang dijadikan untuk
melakukan tindak kriminal. Sebab tangan bagi pencuri adalah ibarat sayap bagi
burung, Maka memotong tangan pencuri dapat meruntuhkan sayapnya dan
memudahkan penangkapannya bila dia mengulang mencuri lagi. Jadi, hukuman ini
adalah untuk menjaga keamanan dan harta manusia.

Kecintaan Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam terhadap Usamah radhiallahu‟anhu tidak


menjadikan beliau menerima lobinya. Karena ini bersangkutan dengan hukum hak

43
Allah yang tidak bisa dibatalkan oleh lobi seseorang. Padahal biasanya dalam
permasalahan yang tidak berkaitan dengan hukum Allah, Nabi Shallallahu‟alaihi
Wasallam selalu menerima lobi sahabatnya sekalipun mungkin lebih rendah dari
Usamah radhiallahu‟anhu.

Seorang yang biasa terkadang dapat mengungguli kedudukan orang yang kaya.
Perhatikanlah Usamah bin Zaid radhiallahu‟anhu, beliau adalah budak sebab ayahnya,
Zaib bin Haritsah radhiallahu‟anhu, adalah budak yang diberikan
Khadijah radhiallahu‟anha kepada Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam. Namun demikian,
beliau memiliki kedudukan yang begitu tinggi dalam hati Rasulullah Shallallahu‟alaihi
Wasallam.

Peringatan bagi orang yang melobi untuk gugurnya hukum Allah. Sebab
Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam memberikan peringatan kepada
Usamah radhiallahu‟anhu yang telah melakukan hal itu. Tidak cukup hanya ditolak
lobinya. Bahkan lebih dari itu, hendaknya dia diberi peringatan agar tidak mengulangi
perbuatannya lagi di waktu mendatang.

Bolehnya membuat perumpamaan dan permisalan. Di sini Nabi membuat permisalan


dengan Bani Israil, beliau bersabda: “Sesungguhnya faktor penyebab kehancuran
orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka itu jika ada pencuri dari kalangan
orang terhormat, mereka biarkan. Dan jika ada pencuri dari kalangan orang lemah,
mereka tegakkan hukum pidana“.

Sungguh ini termasuk keterbalikan Bani Israil. Karena justru seharusnya para
bangsawan itu mendapatkan hukuman yang lebih berat sebab mereka seharusnya
lebih harus menjauhi kriminal dari pada rakyat biasa. Oleh karena itu, lihatlah
ketajaman pikiran Khalifah Umar bin Khathab radhi Allahu‟anhu. Beliau apabila
melarang manusia dari sesuatu maka beliau mengumpulkan keluarganya seraya
mengatakan kepada mereka,

“Saya telah melarang manusia dari begini dan begitu, dan manusia sekarang akan
melihat kepada tingkah laku kalian layaknya melihat burung kepada daging. Karena itu
siapa pun seorang di antara kalian yang melanggarnya maka saya akan lipat
gandakan hukumannya”.

44
Kenapa Umar radhiallahu‟anhu melipat-gandakan hukuman bagi mereka? Bukankah
seharusnya sama saja hukumannya? Ya. Memang asal hukumnya sama, tetapi Umar
radhiallahu‟anhu melipat-gandakannya agar mereka tidak meremehkan hukum hanya
karena kedekatan mereka dengan Umar radhiallahu‟anhu.

Barangsiapa dari kalangan pemerintah melakukan seperti ini yaitu tidak menegakkan
hukum kecuali kepada rakyat biasa maka ini adalah faktor kehancuran negara dan
bangsanya. Sebagaimana Bani Israil hancur karena hal tersebut. Kita pun tidak ada
bedanya dengan Bani Israil kalau kita melakukan hal yang sama. Apa yang menimpa
Bani Israel dikarenakan tidak menerapkan hukum Allah akan menimpa kita juga apa
bila kita tidak menerapkan hukum Allah.

Lihatlah fakta sekarang! Adakah kehinaan yang lebih dari pada apa yang dirasakan
oleh umat Islam sekarang? Walaupun jumlah mereka milyaran, memiliki kekuatan
militer dan persenjataan, karena mereka melalaikan agama Allah maka Allah
melalaikan mereka.

Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam memiliki hikmah dan kata-kata yang mendalam dalam
ucapan dan perbuatannya, beliau bersumpah padahal tidak diminta bersumpah,
bersumpah dengan Fathimah radhiallahu‟anha yang juga dari kabilah Quraisy dan
wanita yang paling dekat dan paling dicintai Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam.
Sekalipun demikian, Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam mengatakan, “seandainya
Fatimah binti Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya“. Allahu Akbar,

Demikianlah hendaknya hukum Allah ditegakkan. Tanpa pilih kasih kepada siapa pun
orangnya yang melalukan tindak kriminal dan pelanggaran. Semoga Allah memberikan
taufiq kepada para pemerintah kita agar meniru apa yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad Shallallahu‟alaihi Wasallam.

Demikian beberapa mutiara ilmu yang dapat kita petik dari hadits ini. Semoga
bermanfaat.

45
Daftar Pustaka

Adawiya, Silmi. 2019, November 29. Jejak Salafus Shalih yang Menggetarkan Hati.
[online]
Tersedia: https://bincangsyariah.com/khazanah/salafus-shalih-yang-
menggetarkan-hati/.[23 Oktober 2020]

Akbar, Aidil. 2018, Juni 08. Ayat Sains dan Teknologi. [online]
Tersedia: https://www.pta-padang.go.id/detailpost/ayat-sains-dan-teknologi. [23
Oktober 2020]

Abdurohman, Lilik. 2013, November 13. Siapakah Salafus Shalih?. [online]


Tersedia: https://muslim.or.id/18935-siapakah-salafus-shalih.html. [23 Oktober
2020]

Hakimi, Desrizal Idrus. 2020, Maret 22. Jika Keadilan Tidak Tegak Pertanda Bangsa Ini
Diambang Kehancuran. [online]
Tersedia: https://www.sumbartoday.net/2020/03/22/jika-keadilan-tidak-tegak-
pertanda-bangsa-ini-diambang-kehancuran/. [24 Oktober 2020]

Hendratno. 2008. Mengenal Ilmu Tauhid. [online].


Tersedia: http://www.dakwatuna.com/2008/07/824/mengenal-ilmu-tauhid/. [23
Oktober 2020]

https://id.wikipedia.org/wiki/Tauhid

https://id.wikipedia.org/wiki/Salaf

Kastaman, R. 2014, Juni 28. Nuansa Hikmah: Menjadi Manusia Yang Banyak Memberi
Manfaat. [online]
Tersedia: https://www.unpad.ac.id/rubrik/nuansa-hikmah-menjadi-manusia-
yang-banyak-memberi-manfaat/. [24 Oktober 2020]

Khoirunisa, Icha. 2017, Oktober 13. Artikel Tentang Tauhid. [online]


Tersedia: https://ichakhoirunisa03.wordpress.com/2017/10/13/artikel-tentang-
tauhid
[23 Oktober 2020]

Msc, Muhammad Abduh Tuasikal. 2010, Mei 13. Jangan Lupa untuk Saling Berbagi.
[online]
Tersedia: https://rumaysho.com/1020-jangan-lupa-untuk-saling-berbagi.html. [24
Oktober]

Nida, Shofia. 2020, Juni 04. Keutamaan bersedekah beserta jenis dan dalilnya sesuai
ajaran Islam. [online]
Tersedia: https://www.brilio.net/wow/keutamaan-bersedekah-beserta-jenis-dan-
dalilnya-sesuai-ajaran-islam-200604i.html. [24 Oktober 2020]

46
Siregar, Dinda Borumufarrokhah. 2019, Juli 10. Paradigma Islam Terhadap Sains dan
Teknologi. [online]
Tersedia:
https://www.kompasiana.com/dindaborumufarrokhahsiregar2275/5d25e1d9097f
3634b204b232/paradigma-islam-terhadap-sains-dan-
teknologi?page=all#sectionall [23 Oktober 2020]

Zoelva, H. Hamdan. 2018, Juni 18. Kembali ke Fitrah Keadilan dalam Perspektif Islam
dan Kebangsaan.[online]
Tersedia: https://mediaindonesia.com/read/detail/166818-kembali-ke-fitrah-keadilan-
dalam-perspektif-islam-dan-kebangsaan. [24 Oktober 2020]

47
Lampiran

48

Anda mungkin juga menyukai