Anda di halaman 1dari 23

ARTIKEL TEMA KEISLAMAN:

1. TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN


DALAM ISLAM
2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS)
5. AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM.

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Hafiyatul Hayani


NIM : G1C020022
Fakultas&Prodi :Mipa&Kimia
Semester :I (Satu)

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

Catatan:
Tema di atas bukan untuk dipilih salah satunya, dari nomor 1 s.d 5 harus dimuat di dalam 1
artikel besar dengan BAB-BAB tersendiri.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya
tugas ini artikel mengenail tema keislaman diantaranya, Tauhid: Keustimewaan dan
Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam, Sains dan Teknologi dalam Al-Qu’an dan
Hadits, 3 Generasi Terbaik menurut Al-Hadits, Pengertian dan Jejak Salafussaleh
(Referensi Al-Hadits), dan Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Keadilan serta
Penegakan Hukum dalam Islam.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad


SAW atas kedatangan beliaulah sehingga manusia bisa mengenal membaca dan
menulis.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam. Saya sadar
bahwa artikel ini jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan dari
berbagai pihak.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat khusunya bagi penulis dan
umumnya bagi orang-orang yang berkepentingan.

Penyusun, Mataram 23 Oktober 2020

Nama : Hafiyatul Hayani


NIM : G1C020022

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. Tauhid: Keistimewaan&Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam 1
BAB II. Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits 7
BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits 9
BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh (Referesnsi Al-Hadits) 11
BAB V. Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan serta
Keadilan Hukum dalam Islam 15
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN

Ketentuan Penulisan:

Kertas A4
Margin: 3x3x3x3 cm
Spasi 1,5
Font: Arial 11
Jumlah halaman: Minimal 15
Jumlah Referensi Buku/Kitab/Web, situs, blog, dll: Minimal 10
Nomor Halaman Ketik di Sebelah pojok bawah sebelah kanan.

PERHATIAN:

Saat upload di scribd muncul form:

a. Form untuk diisi judul, maka ketik judul: Tauhid, Al-Qur'an&Hadits, Generasi
Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadilan dan Penegakan Hukum dalam
Islam, Dosen: Dr.Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos.
b. Form untuk diisi Diskripsi Dokumen/Informasi Dokumen maka ketik: Islam, Dr.
Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos, Universitas Mataram, Nama Fakultas, Nama
Prodi, Nama Kalian Sendiri.

iii
iv
i
BAB I TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN
DALAM ISLAM

A. Siapakah Tuhan Itu ?

Perkataan ilah sering dipakai untuk menyebut Tuhan, dalam Al-Qur’an ini digunakan
untuk menyebut suatu obyek atau untuk kepentingan manusia. Hal ini terkandung
dalam surah Al-Furqan ayat 43 artinya, ”Terangkanlah kepadaku tentang orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya ?”

Fir’aun pernah menggunakan perkataan ilah untuk menyebut dirinya sebagi Tuhan,
hal ini terdapat dalam surah Al-Qashash ayat 38 artinya, ” Dan Fir’aun berkata: ‘Wahai
para pembesar hambaku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku.”

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah  mengandung


arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata
(Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga
dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan
banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat
mengerti tentang definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika al-Qur’an
adalah, Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.

Adapun Ibnu Taimiyah mengartika al-ilah adalah yang dipuja dengan penuh
kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan
mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan,
berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan
dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta
kepadanya. (M. Imaduddin, 1989: 56).

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti
dengan suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim
harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam
hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah.

B. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan

Menurut sejarah pemikiran manusia tenteng Tuhan, ini di bagi menjadi 3


diantaranya :

1
1. Pemikiran Barat

Manusia mengartikan konsep ketuhanan adalah konsep berdasarkan hasil


pengalaman pemikiran lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional
maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori
evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang
amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-
mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor,
Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang
Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:

a. Dinamisme

 Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan
yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut
ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang
berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada
benda disebut dengan nama yang berbeda-beda,
seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan
gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu
dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi
ia dapat dirasakan pengaruhnya.

b. Animisme

Selain dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh dalam
hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat
primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh
karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang,
rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila
kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek
negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian
yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan
roh.

c. Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan,


karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang

2
lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai
dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang
membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.

d. Henoteisme

 Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan.


Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin
mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat
menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut
dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain.
kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan
tingkat Nasional).

e. Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam


monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat
internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga
paham yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh


Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang
menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan
bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-
orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat
yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang
lain.

Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan


evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa
Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk
memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak
datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut
diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki
oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti
bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme
adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan. (Zaglul Yusuf, 1993: 26-37).

3
2. Pemikiran Umat Islam

Dikalangan umat Islam terdapat banyak polemic tentang Ketuhanan. Satu kelompok
berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa Tuhan
mempunyai kekuatan mutlah yang menjadi penentu segalanya. Di lain pihak ada yang
berpegang pada doktrin Qodariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa manusialah
yang menentukan nasibnya. Polemik dalam masalah ketuhanan di kalangan umat
Islam pernah menimbulkan suatu dis-integrasi (perpecahan) umat Islam, yang cukup
menyedihkan. Peristiwa al-mihnah yaitu pembantaian terhadap para tokoh Jabariah
oleh penguasa Qadariah pada zaman khalifah al-Makmun (Dinasti Abbasiah).
Munculnya faham Jabariah dan Qadariah berkaitan erat dengan masalah politik umat
Islam setelah Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai kepala pemerintahaan, Abu
Bakar Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut Rasulullah. Berikutnya
digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan

r, yaitu persaingan segitiga antara sekompok orang Anshar (pribumi Madinah),


sekelompok orang Muhajirin yang fanatik dengan garis keturunan Abdul Muthalib
(fanatisme Ali), dan kelompok mayoritas yang mendukung kepemimpinan Abu Bakar.
Pada periode kepemimpinan Abu Bakar dan Umar gejolak politik tidak muncul, karena
sikap khalifah yang tegas, sehingga kelompok oposisi tidak diberikan kesempatan
melakukan gerakannya.

Dan ketika khalifah dipegang oleh Usman Ibn Affan (khalifa ke 3), ketegangan politik
menjadi terbuka. Sistem nepotisme yang diterapkan oleh penguasa (wazir) pada masa
khalifah Usman menjadi penyebab adanya reaksi negatif dari kalangan warga Abdul
Muthalib. Akibatnya terjadi ketegangan,yang menyebabkan Usman sebagai khalifah
terbunuh. Ketegangan semakin bergejolak pada khalifah berikutnya, yaitu Ali Ibn Abi
Thalib.  Dendam yang dikumandangkan dalam bentuk slogan bahwa darah harus
dibalas dengan  darah, menjadi motto bagi kalangan oposisi di bawah kepemimpinan
Muawiyah bin Abi Sufyan. Pertempuran antara dua kubu tidak terhindarkan. Untuk
menghindari perpecahan, antara dua kubu yang berselisih mengadakan perjanjian
damai. Nampaknya bagi kelompok Muawiyah, perjanjian damai hanyalah merupakan
strategi untuk memenangkan pertempuran. Amru bin Ash sebagai diplomat Muawiyah
mengungkapkan penilaian sepihak. Pihak Ali yang paling bersalah, sementara
pihaknya tidak bersalah. Akibat perjanjian itu pihak Ali (sebagai penguasa resmi)
tersudut. Setelah dirasakan oleh pihak Ali bahwa perjanjian itu merugikan pihaknya, di
kalangan pendukung Ali terbelah menjadi dua kelompok, yaitu : kelompok yang tetap

4
setia kepada Ali, dan kelompok yang menyatakan keluar, namun tidak mau bergabung
dengan Muawiyah. Kelompok pertama disebut dengan kelompok SYIAH, dan
kelompok kedua disebut dengan KHAWARIJ. Dengan demikian umat Islam terpecah
menjadi tiga kelompok politik, yaitu: 1) Kelompok Muawiyah (Sunni), 2) Kelompok
Syi’ah, dan 3) Kelompok Khawarij.

Untuk memenangkan kelompok dalam menghadapi oposisinya, mereka tidak segan-


segan menggunakan konsep asasi. Kelompok yang satu sampai mengkafirkan
kelompok lainnya. Menurut Khawarij  semua pihak yang terlibat perjanjian damai baik
pihak Muawiyah maupun pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak Muawiyah dikatakan kafir
karena menentang pemerintah, sedangkan pihak Ali dikatakan kafir karena tidak
bersikap tegas terhadap para pemberontak, berarti tidak menetapkan hukum
berdasarkan ketentuan Allah. Mereka mengkafirkan Ali dan para pendukungknya,
berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah (5) ayat 44 artinya, “Siapa yang tidak
menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Quran), maka
mereka dalah orang-orang kafir.”

Ada lima asas menurut Muktazilah tentang Tuhan dan berkaitan dengan kewajiban-
kewajiaban. Lima asas tersebut terdiri atas :

1. meniadakan (menafikan) sifat-sifat Tuhan dan menetapkan zat-Nya


2. Janji dan ancaman Tuhan (al-wa’ad dan al-wa’id)
3. Keadilan Tuhan (al-‘adalah)
4. Al-Manzilah baina al-manzilatain (posisi diatara dua posisi)
5. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

Sedangkan aliran teologi tradisional ( Jabariah) menyebutkan bahwa Tuhan


mempunya sifat ( sifat 20, sifat 13, Maha sifat). Ia Maha kuasa memiliki kehendak
mutlak.

3. Konsep Ketuhanan Dalam Islam

Istilah Tuhan dalam Al-Qur’an disebutkan menggunakan kata ilaahun, yaitu setiap
yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh
manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (T’uhan) di
dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu  Allah, dan selain Allah.
Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (Tuhan). Benda-benda seperti : patung,

5
pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti
dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) ayat 165 artinya, “Diantara manusia ada yang
bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah. Mereka mencintai
tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.”

Sebelum Al-Qur’an dating bangsa Arab menganur tauhid (Monoteisme). Allah swt
adalah Tuhan mereka, hal ini dibenarkan karena terbukti dari ungkapan-ungkapan
yang mereka cetuskan baik dalam do’a maupun acar-acara ritual. Abu Thalib, ketika
memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun
sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-
Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan
masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha
besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Pengakuan meraka bahwa
Allah swt, sebagi pencipta alam semesta terkandung dalam surah Al-Ankabut ayat 61
artinya, Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.”

6
BAB II SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS

Sains dan teknologi adalah ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Sians adalah himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai
konpensus para pakar, melalui penyimpanan rasional mengenai hasil-hasil yang kritis
terhadap data pengukuran yang diperoleh dari observasi dari gejala-gejala alam
(Baiquni). Teknologi adalah himpunan pengetahuan manusia tentang proses
pemanfaatam alam yang diperoleh dari penerapan sains dalam kerangka kegiatan
yang produktif ekonomis (Baiquni 1995:58-60).

Menurut karya Wuryadi berpendapat bahwa sains dan teknologi awalnya dikenali
sebagai bagian dari hubungan sains dan terapan, namun berkembang menjadi
hubungan dalam arti kata lain menjadi lebih luas. Selain itu sains dipenagruhi oleh
teknologi (Wuryadi,2009). Selain itu pandangan sains dan teknologi dapat kita lihat
pada wahyu pertama dalam surah Al-A’laq ayat 1-5, artinya “Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar
(manusia) melalui perantaraan kalam (tulis baca). Dia mengajarkan manusia apa yang
tidak diketahuinya “. (QS. Al-A’laq : 1-5).

Menurut Quraish Shihab iqra’ berasal dari kata menghimpun. Dan kata menghimpun
tersebut mempunyai banyak makna diantaranya, menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca yang tertulis maupun tidak
tertulis. Sedangkan dari segi obyeknya iqra’ segala sesuatu yang dapat dijangaku oleh
manusia ( Shihab 1996:443).

Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa sains dan teknologi mempunyai hubungan


yang sangat erat. Ayat-ayat Al-Qur’an selalu merangsang akal pikiran manusia untuk
berpikir lebih jauh tentang isi ayat-ayat Al-Qu’an yang menyangkut sains dan teknologi.
Ayat-ayat Al-Qur’an tidak pernah menghambat kemajuan sains dan teknologi bahkan
sebaliknya. Sebagaimana disebutkan dalam surah Ar-Rahman 55:33 artinya, “Hai
sekalian jin dan manusia jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan
bum, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”. Ayat
ini mengandung arti manusia diberikan isyarat apabila manusia mempunyai kekuatan
untuk mengalahkan daya tarik bumi manakala manusia bisa menembus langit
meninggalkan bumi.

7
Selain ayat diatas terdapat pula dalam surah An-Anbiya ayat 80 artinya, “Dan telah
kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi (perisai) untuk kamu, guna memelihara
kamu dari peperanganmu maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah swt)”. Ayat
ini menjelaskan pada sains dan teknologi, bagaimana cara membuat baju besi dari
logam (besi) supaya pemakainya tahan terhadap pedang dan tidak tembus panah. Dan
pada saat ini, telah dibuat baju rompi yang dipakai para petinggi Negara dan pertugas
keamanan supaya selamat dari tembakan. Hal ini sudah terdapat dalam suarah Al-
Hadid ayat 25.

Peningkatan teknologi sangat mendorong umat islam untuk menceburi dan


mendalami tentang sains dan teknogi agar tidak ketinggalan jauh dari peredaran
zaman. Umat islam sejati akan menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hdits sebagai panduan
untuk memacu teknologi kearah yang lebih komprehensip dan teratur demi
mewujudkan masyarakat islam majmuk yang lebih berkualitidan berinovasi berteraskan
keilmuan islam.

8
BAB III 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS

Generasi terbaik adalah para sahabat Nabi saw, mereka adalah sebaik-baiknya
manusia. Kemudian disusul oleh generasi dibawahnya lalu generasi berikutnya. Tiga
kurun ini adalah kurun terbaik. Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa
dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda artinya, “Sebaik-baik
umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi
berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650).

Allah swt telah memrintahkan untuk mengikuti para sahabat. Berjalan daiatas yang
mereka tempuh, berperilaku selaras dengan apa yang diperbuat. Menapaki Man
haj(cara pandang hidup) sesuai man haj mereka. Allah swt berfirman artinya, Dan
ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku.” (Luqman: 15).

Menurut pandangan ucapan Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam I’lam Al-Muwaqqi’in,


terkait ayat di atas disebutkan bahwa setiap sahabat adalah orang yang kembali
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, wajib mengikuti jalannya, perkataan-
perkataannya, dan keyakinan-keyakinan (i’tiqad) mereka. Dalil bahwa mereka adalah
orang-orang yang kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, (dikuatkan lagi) dengan
firman-Nya yang menunjukkan mereka adalah orang-orang yang telah diberi Allah
Subhanahu wa Ta’ala petunjuk firman Allah swt artinya, “Dan (Allah) memberi petunjuk
kepada (agama)-Nya, orang yang kembali (kepada-Nya).” (Asy-Syura: 13) (Lihat Kun
Salafiyan ‘alal Jaddah, Abdussalam bin Salim bin Raja’ As-Suhaimi, hal. 14).

Selain itu, dalam sebuah hadits sudah dijelaskan tentang tiga generasi terbaik yaitu:

1. Sahabat

Sahabat adalah orang yang bertemu dengan Nabi saw, serta membantu perjuangan
Nabi saw. Yang dapat dikatakan sahabat tidah hanya yang bertemu sepekan atau dua
pecan, tapi walaupun dia hanya bertemu dengan Nabi sesaat dapat dikatakan sebagai
sahabat dan akan meninggkatkan derajatnya seberapa lama ia menjumpai Rasulullah
saw.

Para sahabat juga mewarisi ilmu dari Rasulullah saw. Selain khulafa Ar-Rasyidin
yang dianggap sebagi sahabat ada pula 10 orang lainnya yang disebutkan oleh
Rasulullah saw, yang mendapatkan jaminan surge.

9
2. Tabi’in

Tabi’in adalah  orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau setelah
beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat para
sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para
sahabat Rasulullah.
Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah
mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat, tetapi
tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah disebutkan secara
langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi tapi terkenal di
langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali, untuk mencari
Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan orang yang memiliki doa
yang diijabah oleh Allah.
Adapun diantara orang-orang yang tergolong generasi tabi’in lainnya yakni Umar bin
Abdul Aziz, Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin Al
Hanafiyah, Hasan Al Bashri dan yang lainnya.
3. Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau setelah
mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan generasi
tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari
para tabi’in. Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Imam
Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin Saad
dan yang lainnya.

10
BAB IV PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERNSI AL-HADITS)

A. Pengertian Salafussoleh

Secara bahasa (etimologi) Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ adalah pokok
yang menunjukkan ‘makna terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-
orang yang telah lampau atau terdahulu’, dan arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya
mereka yang telah terdahulu.” (Mu’jam Maqayisil Lughah: 3/95). Sedangkan secara
istilah (terminologi), ada beberapa pendapat menurut para ulama tentang pengertian
salaf dan ini terbagi menjadi empat :

1. Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para
Sahabat Nabi saja.

2. Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para


Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).

3. Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka
adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul Jama’ah (hal:
276-277)). Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar
ulama ahlussunnah berpendapat adalah pendapat ketiga ini.

4. Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun
waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang
berada di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

B. Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih


1. Dali Al-Qur’anul Karim

Dalam surah An-Nisa ayat 115 artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran bainya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan
Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali.”

Dalam surah At-Taubah ayat 100 artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-
orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka
pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang

11
mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Iitulah kemenangan yang besar.”

2. Dalil As Sunnah

a. Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi


wasallam telah bersabda artinya , “Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada
masaku, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia
yang hidup pada masa berikutnya, kemudian akan datang suatu kaum persaksian
salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului
persaksiannya.” (HR Bukhari (3650), Muslim (2533))
b. Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73
golongan), beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda artinya, “Ketahuilah,
sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah berpecah belah
menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini (Islam) akan
berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan
tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu al-
Jama’ah.” [Shahih, HR. Abu Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-
Darimi (II/241), al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah, al-Lalikai dalam as-Sunnah (I/113 no.
150). Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dari Mu’a-
wiyah bin Abi Sufyan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan hadits ini shahih
masyhur. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-
Shahiihah (no. 203-204)]

Dalam riwayat lain Nabi saw, bersabda artinya, “Semua golongan tersebut
tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para Sahabatku berjalan di
atasnya.” [Hasan, HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-Hakim (I/129) dari Sahabat
‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami’ (no.
5343)]
c. Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda artinya, “Barang siapa di antara kalian yang hidup
sepeninggalku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib
bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para
khalifah) yang mendapat petunjuk sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan
gigitlah dia dengan geraham-geraham, dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-

12
perkara baru (dalam agama) karena sesungguhnya setiap perkara baru adalah
bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” [Shahih, HR. Abu Daud (4607), Tirmidzi
(2676), dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ (1184, 2549)]

3. Dari Perkataan Salafussoleh

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata artinya, “Ikutilah dan


janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.”  (Al-Bida’ Wan Nahyu Anha
(hal. 13))

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata artinya, “Barang siapa di
antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh orang yang telah wafat,
yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih hidup tidak akan aman
dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para Sahabat Rasulullah,
mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik hatinya, paling
dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang dipilih Allah
untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah keutamaan
mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas
jalan yang lurus.”  (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))
Imam Al Auza’i rahimahullah berkata artinya, “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan
berhentilah engkau dimana kaum itu berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan
katakanlah dengan apa yang dikatakan mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang
mereka menahan diri darinya, dan tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para
pendahulumu yang shalih), karena sesungguhnya apa yang engkau leluasa
(melakukannya) leluasa pula bagi mereka.”  (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29))

C. Jejak Salafussoleh

Abdullah bin Mas’ud menjelaskan beberapa hal yang mengharuskan kita untuk
mengikuti jejak Salafussoleh

1. Para sahabat adalah orang yang paling baik hatinya dan Allah ridha dengan para
sahabat. Allah yang Maha Tahu tentang hatinya para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum
Ajma’in.

2. Para sahabat adalah orang yang dalam ilmunya

3. Para sahabat adalah orang yang paling sedikit bebannya

13
4. Para sahabat adalah orang yang paling jelas petunjukknya

5. Para sahabat adalah orang yang paling baik keadaanya

6. Para sahabat adalah suatu kaum yang dipilih Allah swt, untuk menemani Nabi-Nya

14
BAB V AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM

A. Ajaran Dan Tuntunan Berbagi

Dalam Islam kita dituntun atau diajarkan untuk saling berbagi antara sesama
manusia, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 92, yang artinya
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta
yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah
Maha Mengetahui.” Selain itu, Allah swt, juga berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat
177,yang artinya, “Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan
ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan)orang yang beriman kepada Allah, hari
akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan
(musafir), peminta-peminta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang
melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila
berjanji, dan orang yang bersabar dalam kemelaratan, penderitaan, dam pada masa
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa.” (QS.Al-Baqarah/2:177).

Dari berbagi ini kita mendapatkan banyak hikmah, diantaranya :

1. Berbagi itu mulia, artinya kita mendapatkan kemulian dari Allah swt, selain
itu kita juga mulia dihadapan sesama manusia. Berbagi bukan hanya soal
materi, tetapi berbagi itu bisa menggunakan makanan dan lain-lain.
2. Bebagi adalah besyukur, artinya ketika kita punya suatu potensi kemudian
kita menyalurkan potensi yang kita punya kepada orang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa kita bersyukur atas potensi yang diberikan Allah swt.
3. Berbagi itu amanah, artinya harta yang kita punya sekarang ini adalah titipan
dari Allah swt, dan didalam harta itu terdapat hak orang lain yang harus kita
berikan.
4. Berbagi itu prestasi, artinya apapun yang kita korbankan untuk kepentingan
berbagi itu adalah prestasi kita dihadapan Allah swt.
5. Berbagi itu investasi, artinya ketika kita berbagi itu adalah bentuk investasi
sebagai amal jariyah untuk kita terima di akhirat kelak.

15
B. Penegakan Serta Keadilan Hukum Dalam Islam

Ada banyak permaslahan hukum yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari,
mulai dari kekerasan dalam rumah tangga, pungutan liar, penistaan agama, hingga
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Penegakan supremasi hukum akan melahirkan
sebuah kepastian, baik kepastian yang benar (haq) maupun kepastian yang salah
(bathil).

Keadilan menuntut kejujuran dan objektivitas, artinya tidak berpihak kecuali kepada
kebenaran dan rasa keadilan tersebut. Ada empat pesan Rasulullah saw, yaitu,

1. Memutuskan perkara secara adil. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang


menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan dijauhkan dari
keburukan.” (HR. Tirmidzi).

2. Tipologi hakim. Rasulullah saw bersabda, “Hakim itu ada tiga, dua di neraka dan
satu di surge. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar, padahal ia
mengetahui maka ia masuk neraka. Seorang hakim yang bodoh lalu menghancurkan
hak-hak manusia maka ia masuk neraka. Dan seorang hakim yang menghukumi
dengan benar maka ia masuk surga.” (HR. Tirmidzi)

3. Tidak meminta jabatan hakim. Rasulullah saw bersabda, “ Barangsiapa yang


mengharapkan menjadi hakim maka (tugas dan tanggung jawab) akan dibebankan
kepada dirinya. Dan barangsiapa yang tida menginginkannya maka Allah akan
menurunkan malaikat untuk menolong dan membimbingnya dalam kebenaran.” (HR.
Tirmidzi)

4. Jangan silau menjadi hakim. Rasulullah saw bersabda, “ Barangsiapa yang diberi
jabatan hakim atau diberi kewenangan untuk memutuskan suatu hokum diantara
manusia, sungguh ia telah di bunuh tanpa menggunakan pisau. “ (HR. Tirmidzi)

16
DAFTAR PUSTAKA

1.    Abdurrahim, Muhammad, Imaduddin, Kuliah Tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari


Insan, 1989), h. 16-21, 54-56.

2.   Al-Ghazali, Muhammad Selalu Melibatkan Allah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu


Semesta, 2001), h. 28-39.

3.     Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.

4.     Kadir, Muhammad Mahmud Abdul, Dr. Biologi Iman, (Jakarta: al-


Hidayah,1981), h. 9-11.

5.    Khan, Waheduddin, Islam Menjawab Tantangan Zaman, (Bandung: Penerbit


Pustaka, 1983), h. 39-101.

6.     Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h.


67-77.

7.        Daradjat, Zakiah, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,


1996), h. 55-152.

8. https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03

9. https://www.kompasiana.com/alifah97/57d754f2db22bd1e0751ef9d/ilmu- pengetahuan-
dan-teknologi-dalam-al-quran?page=all

10.Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990

11. Encyclopædia Britannica. 2007. Encyclopædia Britannica Online

12. https://umma.id/article/share/id/1002/272772

13. https://muslim.or.id/18935-siapakah-salafus-shalih.html

14. https://republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/16/11/25/oh6pth313-4-pesan-
rasulullah-untuk-penegak-hukum

17
18

Anda mungkin juga menyukai