Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Abstract
The objectives of this research are : (1) whether the ability of the students problem solving
and mathematical disposition using MEA learning was better than the ability of the
students problem solving and mathematical disposition using PBL learning, and (2)
whether there were differences in the ability of students problem solving who had low,
medium, and high mathematical disposition. The population of this research were the
students of class VIII of SMP Negeri 1 Donorojo. Through the Random Sampling
technique had selected experimental and control classes. The methods of data analysis by
using equality test of two average, ANAVA test, and Tukey-Kramer advanced test. The
research results showed that the ability of problem solving and students mathematical
disposition by using MEA learning were better than by using PBL learning. Then there
were differences in the ability of students mathematical problem solving between group of
students who had low, medium, and high mathematical disposition. The results of further
test there are differences the ability of problem solving between the groups of students with
low and high mathematical disposition and low and medium mathematical disposition,
but there was no difference the ability of problem solving between group of students with
medium and high mathematical disposition. Next can be done further research related to
the cause of problem solving ability no difference between students with a mathematical
disposition medium and high.
Alamat korespondensi: © 2015 Universitas Negeri Semarang
E-mail: nawangmiranti@gmail.com p-ISSN 2252-6927
e-ISSN 2460-5840
N K Miranti et al / UNNES Journal of Mathematics Education 4 (3) (2015)
214
N K Miranti et al / UNNES Journal of Mathematics Education 4 (3) (2015)
1 (C1) dan jenjang kognitif 3 (C3), sedangkan matematika, tidak gigih dalam menyelesaikan
domain kognitif reasoning jika dikaitkan dengan soal, dan malas merefleksi hasil belajar. Sikap-
Taksonomi Bloom merupakan jenjang kognitif sikap tersebut memperlihatkan bahwa disposisi
4 (C4), 5 (C5), dan 6 (C6). Hal ini sejalan matematis siswa masih tergolong rendah.
dengan pendapat Miller (dalam Eric, 1992) Menanggapi permasalahan tersebut usaha
bahwa diperlukan application, analysis, synthesis, untuk mendorong siswa agar membangun dan
dan evaluation untuk berpikir tingkat tinggi mengembangkan sikap atau disposisi yang
dalam menentukan kinerja siswa. Kemampuan positif terhadap matematika juga perlu
pemecahan masalah merupakan berpikir tingkat dilakukan. Menurut Yulianti (2013) disposisi
tinggi sehingga melihat domain kognitif matematis perlu mendapat perhatian karena
reasoning yang masih rendah maka kemampuan akan berkaitan dengan aspek kompetensi
pemecahan masalah siswa Indonesia juga masih matematis yang lain.
rendah. NCTM (1989) mengemukakan bahwa
Pada Kurikulum 2006, terdapat lima untuk mengukur disposisi matematis adalah: (1)
kompetensi yang ingin dicapai melalui mata kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah
pelajaran matematika, yaitu empat aspek dalam matematika, mengkomunikasikan ide-ide, dan
ranah kognitif dan satu aspek ranah afektif. memberi alasan, (2) fleksibilitas dalam
Aspek afektif dalam kompetensi mata pelajaran mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba
matematika adalah memiliki sikap menghargai berbagai metode alternatif untuk memecahkan
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu masalah, (3) bertekad untuk menyelesaikan
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat tugas-tugas untuk matematika, (4) keterkaitan,
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet keingintahuan, dan kemampuan untuk
dan percaya diri dalam pemecahan masalah. menemukan dalam mengerjakan matematika,
Hal ini sejalan dengan pendapat Syaban (2010) (5) kecenderungan untuk memonitor dan
bahwa dalam pembelajaran matematika perlu merefleksi proses berpikir dan kinerja diri
dikembangkan diantaranya sikap kritis, cermat, sendiri, (6) menilai aplikasi matematika dalam
objektif, terbuka, menghargai keindahan bidang lain dan dalam kehidupan sehari-hari,
matematika, rasa ingin tahu, dan senang belajar dan (7) penghargaan (appreciation) peran
matematika. Sikap dan kebiasaan berpikir matematika dalam budaya dan nilainya, baik
seperti di atas pada hakekatnya akan matematika sebagai alat, maupun matematika
menumbuhkan disposisi matematis sebagai bahasa.
(mathematical disposition). Salah satu upaya untuk meningkatkan
Berdasarkan hasil wawancara dengan kemampuan pemecahan masalah matematika
guru mata pelajaran matematika SMP N 1 siswa adalah dengan memberi kesempatan pada
Donorojo pada tanggal 6 Januari 2015 siswa untuk menyelesaikan masalah dan
penggunaan model pembelajaran Problem Based bagaimana guru membuat para siswa tertarik
Learning (PBL) sudah sering dilakukan namun dan suka menyelesaikan masalah yang dihadapi
belum dilaksanakan dengan optimal sehingga (Hudojo, 2005). Untuk membuat siswa tertarik
belum membantu meningkatkan kemampuan dan suka menyelesaikan masalah adalah
pemecahan masalah siswa. Kebanyakan siswa melalui pembelajaran Model Eliciting Activities
belum memiliki kemampuan untuk (MEA). Pembelajaran matematika dengan
menunjukkan pemahaman masalah, MEA merupakan pembelajaran yang
mengorganisasi data, menyajikan masalah didasarkan pada situasi kehidupan nyata siswa,
secara matematika dalam berbagai bentuk, bekerja dalam kelompok kecil, dan menyajikan
memilih pendekatan dan metode pemecahan sebuah model matematis sebagai solusi. Model
masalah, membuat dan menafsirkan model lain yang mendukung pada upaya peningkatan
matematika, dan menyelesaikan masalah. Hal kemampuan pemecahan masalah matematika
itu menunjukkan bahwa masih rendahnya adalah model pembelajaran PBL. Model
kemampuan pemecahan masalah siswa. Selain pembelajaran ini menyajikan suatu masalah
itu, masih banyak siswa yang pasif selama yang nyata bagi peserta didik sebagai awalan
pelajaran berlangsung, mereka kurang percaya pembelajaran kemudian diselesaikan melalui
diri dalam menyelesiakan soal matematika, penyelidikan dan diterapkan dengan
tidak memiliki rasa ingin tahu terhadap menggunakan pendekatan pemecahan masalah.
215
N K Miranti et al / UNNES Journal of Mathematics Education 4 (3) (2015)
216
N K Miranti et al / UNNES Journal of Mathematics Education 4 (3) (2015)
rentang 50 sedangkan kelas kontrol mempunyai Selain hasil perhitungan uji kesamaan
rentang 49. Meskipun rentang kedua kelas tidak dua rata-rata, uji ANAVA, dan uji lanjut Tukey-
berbeda jauh, namun rentang 49 lebih bagus Kramer, disajikan juga hasil perhitungan
dari rentang 50 karena semakin kecil rentang persentase setiap indikator disposisi matematis
data akan semakin bagus karena nilai tertinggi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk
dan nilai terendah tidak terpaut jauh. Nilai mengetahui persentase pada indikator disposisi
simpangan baku dan varians kelas kontrol lebih matematis mana yang tertinggi dan indikator
tinggi dari nilai simpangan baku dan varians disposisi matematis mana yang terendah.
pada kelas eksperimen. Persentase setiap indikator disposisi matematis
Hasil kemampuan pemecahan masalah yang tersebut digunakan dalam pembahasan.
pada pembelajaran MEA lebih baik dari Tabel 5. Persentase Setiap Indikator Dispoisisi
kemampuan pemecahan masalah pada
Matematis Kelas Ekperimen dan Kontrol
pembelajaran PBL. Hal ini berdasarkan hasil
perhitungan uji kesamaan dua rata-rata satu
pihak yaitu pihak kanan diperoleh nilai thitung=
2,63 sedangkan ttabel=1,6675, sehingga
thitung>ttabel. Begitu juga dengan hasil disposisi
matematis siswa pada pembelajaran MEA lebih
baik dari dispsoisi matematis siswa pada
pembelajaran PBL. Hal ini berdasarkan hasil uji
kesamaan dua rata-rata satu pihak yaitu pihak
kanan, diperoleh thitung= 2,93 sedangkan
ttabel=1,6675 sehingga thitung>ttabel.
Berdasarkan uji ANAVA disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan kemampuan
pemecahan masalah antara siswa dengan
disposisi matematis rendah, sedang, dan tinggi.
Hal ini berdasarkan perolehan Fhitung=11,72 dan
Ftabel=3,12 sehingga diperoleh Fhitung<Ftabel.
Jika dilihat secara keseluruhan,
Karena ketiga kelompok mempunyai
persentase disposisi matematis siswa pada kelas
kemampuan pemecahan masalah yang berbeda,
eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.
maka perlu dilakukan uji lanjut Tukey-Kramer.
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa setiap
Hasil dari uji lanjut Tukey-Kramer disajikan
indikator juga memperlihatkan bahwa kelas
dalam Tabel 4 berikut.
eksperimen memiliki persentase lebih tinggi dari
Tabel 4. Hasil Uji Lanjut Tukey-Kramer kelas kontrol. Melihat persentase tingkat
disposisi matematis tiap indikator, semua
indikator pada kedua kelas masuk dalam
kategori tinggi dan sedang. Disposisi matematis
siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
sudah cukup baik karena persentase setiap
Berdasarkan Tabel 4, maka dapat indikator tidak ada yang masuk dalam kategori
disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan rendah. Perhitungan persentase setiap indikator
masalah siswa dengan disposisi matematis juga dilakukan pada kelompok siswa dengan
tinggi lebih baik dari kemampuan pemecahan disposisi matematis rendah, sedang, dan tinggi
masalah siswa dengan disposisi matematis untuk mengetahui persentase setiap indikator
rendah, kemudian kemampuan pemecahan disposisi matematis yang digunakan dalam
masalah siswa dengan disposisi matematis pembahasan, persentase tersebut dapat dilihat
sedang lebih baik dari kemampuan pemecahan pada Tabel 6 berikut.
masalah siswa dengan disposisi matematis
rendah, tetapi kemampuan pemecahan masalah
siswa dengan disposisi matematis sedang tidak
lebih dari kemampuan pemecahan masalah
siswa dengan disposisi matematis tinggi.
217
N K Miranti et al / UNNES Journal of Mathematics Education 4 (3) (2015)
218
N K Miranti et al / UNNES Journal of Mathematics Education 4 (3) (2015)
terjadinya perbedaan disposisi matematis pada disposisi matematis rendah, sedang, dan tinggi.
pembelajaran MEA dan PBL adalah tahap- Melihat hasil tersebut selanjutnya dilakukan uji
tahap model pembelajaran MEA dan PBL yang lanjut Tukey-Kramer untuk mengetahui
berbeda. Pada model pembelajaran MEA kelompok sampel manakah yang berbeda
terdapat tahap siswa siap siaga terhadap signifikan. Berdasarkan uji lanjut Tukey-Kramer
pertanyaan dari permasalahan yang diberikan, disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan
melalui tahap ini sikap kepercayaan diri dalam masalah siswa dengan disposisi matematis
mengkomunikasikan ide-ide muncul melalui tinggi lebih baik dari kemampuan pemecahan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh masalah siswa dengan disposisi matematis
guru. Hal ini didukung dengan hasil rendah, kemudian kemampuan pemecahan
perhitungan persentase setiap indikator disposisi masalah siswa yang disposisi matematis sedang
matematis pada Tabel 5 terhadap kelas lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah
eksperimen dan kelas kontrol pada indikator siswa dengan disposisi matematis rendah,
kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah namun kemampuan pemecahan masalah siswa
matematika pada kelas eksperimen yaitu dengan disposisi matematis tinggi tidak lebih
72,05% sedangkan pada kelas kontrol hanya baik dari kemampuan pemecahan masalah
62,84%. Selain tahap model pembelajaran MEA siswa dengan disposisi matematis sedang. Salah
yang memunculkan kepercayaan diri siswa, satu penyebab perbedaan kemampuan
pada tahap model PBL justru menjadikan siswa pemecahan masalah matematika siswa adalah
kurang gigih dalam menyelesaikan perbedaan disposisi matematis yang dimiliki
permasalahan. Hal ini terlihat pada dua tahap sisiwa.
model pembelajaran PBL, yaitu pada tahap Berdasarkan Tabel 6 persentase
mengorganisasikan siswa untuk meneliti, guru terendah berada pada indikator bertekad untuk
membantu siswa untuk mendefinisikan dan menyelesaikan tugas-tugas matematika.
mengorganisasikan tugas-tugas. Kemudian pada Persentase kelompok siswa dengan disposisi
tahap mengembangkan dan mempresentasikan matematis rendah hanya 44,70%, sedangkan
hasil karya, guru membantu siswa dalam persentase kelompok siswa dengan disposisi
merencanakan dan menyiapkan hasil karya. matematis sedang dan tinggi adalah 68,75% dan
Melihat kedua tahap model pembelajaran PBL 73,88%. Salah satu hal yang menyebabakan
tersebut, guru terlalu sering memberikan persentase kelompok siswa dengan disposisi
bantuan pada siswa sehingga menjadikan tekad matematis tinggi dan sedang pada indikator
siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas bertekad menyelesaikan masalah berada pada
berkurang. Sejalan dengan Hart & Walker persentase terbawah adalah siswa dengan
(dalam Feldhaus, 2012) menyebutkan bahwa disposisi matematis tinggi menganggap
alasan siswa kekurangan kegigihan dalam kelas permasalahan matematika adalah pekerjaan
matematika adalah bahwa mereka tidak yang mudah bagi mereka, sehingga tekad
dihadapkan dengan kesempatan untuk mereka untuk menyelesaikan tugas-tugas
berjuang. matematika biasa saja. Sedangkan pada
Hal tersebut sejalan dengan hasil kelompok siswa dengan dispsosisi matematis
perhitungan persentase setiap indikator disposisi rendah, mereka cenderung malas berusaha
matematis pada Tabel 5. Pada Tabel 5 terlihat karena menganggap permasalahan matematika
bahwa indikator bertekad untuk menyelesaikan adalah sesuatu yang rumit. Selain itu mereka
tugas-tugas matematika mempunyai persentase lebih bergantung pada teman yang pintar atau
paling sedikit dibandingkan dengan enam menunggu guru membahas permasalahan yang
indikator lainnya. Pada kelas eksperimen diberikan. Hal ini sejalan dengan pendapat
persentase indikator bertekad untuk (Feldhaus, 2012) bahwa terus berusaha sendiri
menyelesaikan tugas-tugas matematika adalah dalam menghadapi kesulitan itu jarang
61,65% sedangkan pada kelas kontrol hanya didorong atau jarang diamati, siswa kelas atas
55,59%. Meskipun persentase kedua kelas tidak mempunyai kesempatan untuk berusaha
relatif rendah namun masih dalam kategori dengan permasalahan karena matematika
sedang. merupakan pekerjaan mudah bagi mereka , dan
Melalui perhitungan uji ANAVA, siswa pada kelas bawah tidak mempunyai
diperoleh simpulan bahwa terdapat perbedaan kesempatan untuk berusaha karena fase
kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pembelajaran.
219
N K Miranti et al / UNNES Journal of Mathematics Education 4 (3) (2015)
220
N K Miranti et al / UNNES Journal of Mathematics Education 4 (3) (2015)
Chamberlin, S.A & Sidney M. Moon. 2008. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan
How Does the Problem Based Learning Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
Approach Compare to The Model-Eliciting R&D. Bandung: Alfabeta.
Acvtivity in Mathematics?. Tersedia di Syaban, M. 2010. Menumbuhkembangkan Daya
http://cimt.plymouth.ac.uk [diakses dan Disposisi Matematis Siswa SMA
16-01- 2015]. Melalui Model Pembelajaran Investigasi.
Darsono, M, dkk. 2000. Belajar dan Educare: Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran. Semarang: IKIP Budaya.
Semarang Press. TIMSS. 2012. TIMSS 2011 International Resaults
Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun in Mathematic. Boston: TIMSS & PIRLS
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan International Study Center.
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Trianto.2010.Model Pembelajaran Terpadu Konsep,
Depdiknas. Strategi, dan Implementasinya dalam
Djulfikar, A. 2012. Keefektifan Model Eliciting Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Activities dan Problem Based Learning (KTSP). Jakarta:Bumi Aksara.
terhadap Kemampuan Pemecahan Wijayanto, Z. 2014. Eksperimentasi Model
Masalah. Unnes Journal of Mathematics Pembelajran Kooperatif Tipe Think Pair
Education. Vol 1 no 1 2012. Sahare (TPS) dengan Pendekatan Open-
Eric, C. 1992. Higher Order Thinking Skills in Ended pada Materi Bangun Ruang Sisi
Vocational Education. Eric Digest No. Datar Ditinjau dari Disposisi Matematis
127. Adult Career and Vocational Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten
Columbus OH. Purworejo. Jurnal Elektronik
Feldhaus, C. A. 2012. How Mathematical Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-
Disposition and Intellectual Development 1685 Vol.2, No.10, hal 108-101.
Influence Teacher Candidates’ Tersedia di http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Mathematical Knowledge for Teaching in a [diakses 25-07-2015]
Mathematics Course for Elementary School Yulianti, D. E. Keefektifan Model Eliciting
Teachers. A dissertation presented to the Activities pada Kemampuan Penalaran dan
faculty of The Patton College of Disposisi Matematis Siswa. Unnes Journal
Education of Ohio University. of Mathematics Education, vol 1 no 1
Mahmudi, A. (2010). Tinjauan Asosiasi antara 2013.
Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis dan Disposisi Matematis.
Makalah Seminar Nasional Pendidikan,
UNY, Yogyakarta. [Online] Tersedia
di:http://staff.uny.ac.id/sites/default/fi
les/penelitian/Ali%20Mahmudi,%20S.
Pd,%20M.Pd,%20Dr./Makalah%2012
%20LSM%20April%202010%20_Asosi
asi%20KPMM%20dan%20Disposisi%2
0Matematis_.pdf [diakses 10-05-2015].
Maxwell, K. 2001. Positive Learning Dispositions
in Mathematics. Tersedia di
http://www.education.auckland.ac.nz/
webdav/site/education/shared/about/r
esearch/docs/FOED%20Papers/Issue
%2011/ACE_Paper_3_Issue_11.doc
[diakses 26-01-2015].
NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation.
Tersedia di
http://www.fayar.net/east/teacher.web
/math/Standards/previous/CurrEvStd
s/evals10.htm [diakses 25-01-2015].
NCTM. 2000. Principles and Standards for School
Mathematics. Amerika: The National
Council of Teachers of Mathematics,
Inc.
Padmavathy,R.D., Mareesh K.2013.
Effectiveness of Problem Based
Learning In Mathematics. International
Multidiciplinary e- Journal, Volume II,
Issue I.
221