Anda di halaman 1dari 26

dentika Dental

Journal
Vol 6, No. 1.
2001: 12-17
PEN
GEL
OLA
AN
ANA
K
NON
KOO
PER
ATIF
PAD
A
PER
AWA
TAN
GIGI
(Pen
dekat
an
nonf
arma
koto
gik)

c. A:\ia Budiyanti
. Yuk e
Yuilaningsih
Heriandi

A h g r r a c t
7 h > vuccessf'uf
dental;: calnu-nf in
vhild~en is
:leterminca •■ • nlv !
>y ihc cinicat
knowledye and
lachnical '■ki.\ o f
the dentist. bu: 'o a
l.wge cxtent by the
abilily of :-:e pasien!
ic coopcrate. Most
children in dental
pr-.ictice are
coopenv.ive ivid
compliant dental
patien:< when
handlcd correctiy.
They dordt demand
exceptional patience
j>'om the dentist.
However, there a-e
some children w I w
are unr.ooperative
who bshavc
negativeh' lo rentai
Ireatme'it. The.se
children shoidd be
munaged inte.nsely,
*o they hecome cn<
">eralive /hal the
dental ireatment can
be performed The
main componerts of
uncooperative
behavior in children
are }e:v and
an.viely. and the
reasons are related
to the child, the
parents and the
dental teani. ■Some
niethods of behavior
management are
cammunicat: voice
control. modeling,
descnsitiialion. tell-
show-do, hehctviar
shaping. relraining,
and aver.sive
cona::ioning

Key words: behavior


management.

f Z N D / V H i J
L X1 /V N

Kunci
keberhasilan
perawatangigi
pada anak selain
ditentukan oloh
pengetahuan
klinis dan
keterampilan
dokter gigi ,
sebagian besar
juga diten tukan
oleh kesanggupan
anak untuk
bekerjasama.
Oleh karena itu
setiap dokter gigi
yang merawat
pasien anak harus
mampu
melakukan
pengelolaan
perilaku anak
agar anak
bersikap
kooperatif.
Kebanyaka
n anak, setelah
usia 3 tahun, yang
datang ke praktek
dokter gigi atau
ke klinik gigi
umumnya
berperilaku
kooperatif, dapat
menerima
perawatan gigi
dengan baik, dan
merupakan pasien
yang patuh bila
diperlakukan
dengan benar
sesuai dengan
dasar-dasar
pengelolaan peri -
laku. Mereka
sebenarnya tidak
membutuhkan
kesabaran yang
luar biasa dari
dokter gigi.'
Namun demikian,
terdapat
pengecualian,
yaitu ada
sebagian anak
yang berperilaku
nonkooperatif,
bersikap negatif
pada perawatan
gigi. Rasa takut
dan cemas
merupakan
komponen utama
perilaku
nonkooperatif
anak pada pera-
watan gigi. Faktor
penyebab perilaku
nonkooperatif
dapat bersumber
pada anak sendiri,
keluarga dan tim
dokter gigi. 2
Untuk anak yang
berperilaku non-
kooperatif,
diperlukan
pengelolaan
perilaku yang
lebih cermat agar
perawatan gigi
dapat dilakukan.
Dalam
makalah ini
akan dibahas
tentang rasa
takut dan
cemas,
faktor- faktor
yang dapat
menyebabkan
anak
berperilaku
nonkooperati
f pada pe-
rawatan gigi
dan cara-cara
pengelo-
laannya.

Rasa Takut dan


Cemas

Rasa
takut adalah
emosi primer
yang
diperoleh
bayi setelah
lahir. Rasa
takut
merupakan
respons
primitif dan
merupakan
suatu
mekanisme
protektif
untuk
melindungi
seseorang
dari bahaya
dan
pengrusakan
diri. Rasa
takut dapat
digunakan
untuk
menghindark
an anak dari
keadaan
bahaya, baik
fisik maupun
sosial. Rasa
takut
mempunyai
nilai yang
besar bila
diarahkan
dengan tepat
dan
dikontrol. 3
Rasa takut
kebanyakan
diperoleh
pada masa
anak dan
remaja, dan
rasa takut ini
menetap
sampai
dewasa. Rasa
takut lebih
banyak
ditemukan
pada anak
perempuan
daripada
anak laki-
laki. 5
Rasa
takut sedikit
berbeda
dengan rasa
cemas. Rasa
cemas adalah
sifat
kepribadian
dan dapat
berupa
kebimbangan
, ketegangan,
atau kege-
lisahan yang
berasal dari
antisipasi
terhadap
bahaya, yang
sumbernya
umumnya
tidak
diketahui
atau tidak
dikenal.
Sebaliknya,
rasa takut
adalah
respons
emosional
terhadap
ancaman atau
bahaya dari
luar yang
dikenali
secara sadar.
Rasa takut
tidak
diwariskan
tetapi
diperoleh
setelah lahir.
Rasa takut
ada dua
macam yaitu
rasa takut
subyektif dan
rasa takut
obyektif. 1
Rasa
takut
subyektif
adalah rasa
takut yang
berdasarkan
atas perasaan
dan sikap
yang
disugestikan
kepada anak
oleh orang
lain, tanpa
anak meng-
alaminya
sendiri. Anak
yang masih
kecil mudah
untuk
disugesti.
Rasa takut
obyektif
adalah rasa
takut yang
diperoleh
melalui
rangsangan
fisik secara
langsung
melalui
panca indera
dan
merupakan
respons
terhadap
rangsangan
yang
dirasakan,
dilihat,
didengar,
dibaui, atau
dicicipi,
yang sifatnya
tidak enak
atau tidak
menyenangka
n. Rasa takut
obyektif
bersifat
asosiatif. 3
Rasa takut
mempengaruhi
perilaku anak,
dan dapat
menentukan
keberhasilan
kunjungan ke
dokter gigi. 6
Anak yang takut
lebih besar
kemungkinannya
untuk
mendapatkan
pengalaman
perawatan gigi
yang tidak
menyenangkan
dibandingkan
dengan anak yang
kurang takut. 3 , 8
Orangtua tidak
boleh
menggunakan
perawatan gigi
sebagai ancaman,
dan membawa
anak ke dokter
gigi sebagai
hukuman. Anak
harus diajarkan
bahwa praktek
dokter gigi bukan
merupakan
tempat untuk
ditakuti.
Adanya
rasa takut dan
cemas ditandai
dengan otot
terasa tegang,
berkeringat,
nafas memburu
serta debar
jantung yang
meningkat.
Penting bagi
dokter gigi
mengetahui
adanya gejala
rasa takut dan
cemas, terutama
untuk
meningkatkan
suatu pelayanan
kesehatan gigi
dengan rasa
nyaman.''

Faktor Penyebab
Perilaku Anak
Nonkooperatif

Penyebab
perilaku
nonkooperat i f
anak dapat
bersumber pada
anak sendiri,
orang-tua atau
keluarga, dan tim
dokter gigi.

1. Anak
sendiri
sebagai
sumber
perilaku
nonkoope
ratif

a. Anak yang
belum cukup
umur yang
berusia
kurang dari 2
tahun. Karena
usianya, anak
belum mampu
diajak
berkomunikas
i dan tidak
dapat
diharapkan
adanya
pengertian.
Oleh karena
itu kurang
mampu untuk
bersikap
kooperatif
dan dapat
menimbulkan
masalah
perilaku yang
cukup besar.
Anak-anak mi
berada dalam
tahap
prakooperatif
dan dianggap
sebagai
periode
sementara
dalam
perkembanga
n anak. 2 ' 6
Sejalan
dengan
bertambahnya
usia, sikap
kooperatif
akan
bertambah
baik.
b. Anak dengan
penyakit yang
melemahkan,
penyandang
cacat, atau
menderita
gangguan
perkem-
bangan..
Karena
keparahan
kondisinya.
maka tidak
dapat diper-
oleh
kerjasama
dari mereka
dengan cara-
cara biasa.
c. Anak yang
mempunyai
toleransi
rendah
terhadap rasa
sakit, biasa-
nya mudah
berperilaku
nonkooperatif
d. Anak yang
pernah
mendapat
pengalaman
buruk pada
perawatan
gigi dapat
bersikap
nonkooperatif
pada
perawatan
selanjutnya. 2
e. Anak yang
mempunyai
masalah gigi
dan
membutuhkan
perawatan
berkali-kali.
Setiap kali
kunjungan
baru, tingkat
kooperatif
menurun,
terutama pada
anak
prasekolah. 2
2. Orang-
tua/kcluar
ga sebagai
sumber
perilaku
nonkoope
ratif

Perilaku anak
nonkooperatif
dapat berasal dari
orang-tua atau
lingkungan
keluarga, dan
dapat disebabkan
oleh beberapa
faktor:
a. Rasa takut dan
cemas orang-tua
atau anggota
keluarga yang
ditularkan ke
anak. Anak
mudah sekali
meniru orang-
orang di
sekitarnya
(orang-tua,
saudara kandung,
sanak saudara)
yang
dianggapnya
sebagai model.
Rasa takut dan
cemas terhadap
dokter gigi atau
perawatan gigi
yang
diperlihatkan
model, yang
mungkin
disebabkan oleh
pengalaman
sebelumnya,
dapat menular
pada anak.
Menurut Wolkiug
(1963) terdapat
korelasi yang
kuat antara rasa
takut ibu dan rasa
takut anak. 1
b. Tindakan
orangtua yang
mengancam
anak dengan
menggunakan
kunjungan ke
dokter gigi
sebagai
hukuman.
Beberapa
orangtua
menggunakan
dokter gigi
atau
perawatan gigi
untuk menakut
nakuti anak.
Kunjungan ke
dokter gigi
sering
digunakan
untuk
mengancam
agar anak
berperilaku
baik. 1
c. Membicara
kan perawatan
gigi di depan
anak. Hal ini
dapat
menimbulkan
kecemasan,
ketakutan dan
akibatnya
anak menjadi
nonkooperatif.
d. Sikap atau
perilaku
orang-tua.
Beberapa
sikap atau
perilaku
orangtua
seperti
memanjakan
anak (over
affection),
melindungi
anak secara
berlebihan
(overprotection
), memenuhi
keinginan
anak tanpa
batas
(overindulgenc
e), kekuatiran
yang
berlebihan
(over anxietyj,
sikap yang
terlalu keras
dan sikap
menolak
(rejection),
dapat
berpengaruh
kurang baik
terhadap
perilaku anak.
Akibatnya
anak menjadi
penakut,
kurang
percaya diri,
pemalu,
bandel,
pembangkang,
yang
semuanya itu
dapat
menimbulkan
perilaku
negatif anak
pada
perawatan
gigi. 3

3. Tim dokter gigi


Perilaku nonkooperatif dapat disebabkan oleh pengelolaan yang kurang
tepat oleh tim dokter gigi." Sikap tim dokter gigi yang kaku atau keras,
kurang sabar, kurang menunjukkan kehangatan dan per hatian dapat
menyebabkan anak bersikar negatif.

sitisasi, tell-show-do, pembentukan perilaku, retraining. dan aversive


condi- iioning.

Daftar Pustaka

1. Pinkliam JR. Patient management. ln: Pinkham JR, ed. Pediatric


Dentistrv. Philadelphia: WB Saunders Company, 1994: 339-52.
2. Koch G, Poulsen S. Pediatric Dentistry A Clinical Approach. Copenhagen:
Munksgaard, 1991:65-77.
3. Jo.uisen DC. Managing the patient and Parents in Dental Practice. In:
Wei SHY, ed. Pediatric Dentistry. Total Patient Care. Philadelphia: Lea
& Febiger, 1988: 140-55.
4. riset L, Melnick S, Milgrom P, Weinstein P. Common Fears and their
relationship to dental fear and utilization of the dentist. Canada: Annual
Meeting ofthe International Association for Dental Research, 1988: 2 -
14.
5. Weinstein P, Nathan JE. The Challenge of
Fea'ftil and Phohic Children. Canada: Annual Mccting of the International
Association for Dcnt.i! Research. 1988: 66792.
6. Wright GZ. Psychologic Management of Chiklrni's Behaviors. In:
McDonald RE, Avery DR, ecls. ,\vu'it.'>r v>r :hc child and adole.icent. St
L.ouis: Mosb>. 2000:34-51.
7. Sullivan C, Schncider PR. Mussclman, RJ, and Dummett, Jr., CO. The efect
of virtual reality during dental treatment on child anxiety and hehavinr. J Dent
Child May- June 2000: 193-1%.
8. Wright GZ. Children's Behavior in the Dental Office. In: Wright, GZ,
ed. Behavior Management in Dentistry for Children. Philadelphia: WB
Saunders Company, 1975: 55-72.
9. Sutadi H, Heriandi Y. Rasa takut / cemas terhadap perawatan gigi. Kajian
Penelitian di Indonesia, Jepang, Brazil, dan Argentina. Kumpulan Makalah
KPPIKG X. Jakarta 1994; 475-86.

(
10. Lenchner V. The Influence ofthe Family . In: Wright, GZ, ed. Behwior
management in Dentistry for Children. Philadelphia: WB Saunders Co. 1975:
73-87.
11. Pinkham JR. Nonpharmacologic mana gement of Pairi and Anxic'y. In:
Stewart RE, Barber TK, Troutnian KC. SHY Wei, eds. Pediatric Dentistry
Scicntific Foundations and Clinica/ Practice. Si. Louis: The CV Mosby
Company, 19S2: 793-802.
12. Lenchner V and Wright GZ. Nonpharma- cotherapeutic Approaches to
Behavior Management. In: Wright. GZ. ed. Behavior management in
dentistry for children. Philadelphia: WB Saunders Co. 1975: 9 1 - I 14.
13. Malhewson, RJ, Priniosch R. l-'nndamL-ntal of Dentistry. 3"' ed. Chicago:
Quintescence Publishing Co. Inc. 1995. 137-44.

Anda mungkin juga menyukai