Anda di halaman 1dari 27

ARTIKEL KEISLAMAN

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS DAN TEKHNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADIST
3. 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADIST
4. PENGERTIAN DAN JEJAK SLAFUSSOLEH
5. AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN, SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM

Disusun sebagai tugas terstruktur mata kuliah: Pendidkan Agama Islam

Dosen pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : ERIKA ROJANI

NIM : E1S020021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

T.A 2020/2021

1
Kata pengantar
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT atas selesainya
tugas ini tentang artikel keislaman. Sholawat dan salam semoga Allah limpahkan
kepada Rasulluh Muhammad SAW atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Artikel ini
bisa selesai dengan tepat waktu. Terimakasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak
Dr.Taufiq Ramdani, S.Th.I.,M.Sos sebagai dosen pengampuh mata kuliah pendidkan
Agama Islam. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan dan aspek lainya. Oleh karena
itu, dengan lapang dada saya membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca
yang ingin member saran dan kritik demi memperbaiki Artikel ini. Besar harapan saya
tugas ini akan member manfaat untuk kita semua.

Penyusun, Mataram 18 oktober 2020

Nama : Erika Rojani

NIM : E1S020021

i
DAFTAR ISI
Kata pengantar............................................................................................................... i

Daftar Isi…………………………………………………………………………………..……..ii

BAB I. Tauhid: Keistimewaan dan kebenaran konsep ketuhanan dalam islam..............1

BAB II. Sains dan Tekhnologi dalam Al-qur’andan hadist..............................................6

BAB III. Tiga generasi terbaik menurut Hadist...............................................................8

BAB IV. Pengertian dan jejak salafussoleh………………………………………..………11

BAB V Ajaran dan tuntunan tentang berbagi, keadilan, serta penegakan hukum dalam
islam......................................................................................................................... …18

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii
BAB I

Tauhid: Keistimewaan dan kebenaran konsep ketuhanan dalam islam

Sesungguhnya amalan lahiriah berupa ibadah mahdhah dan muamalah tidak


akan mencapai kesempurnaan, kecuali jika didasari dan diramu dengan nilai
keutamaan tersebut. Sebab nilai-nilai tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan
tertuang dalam setiap gerak serta perilaku keseharian.

Seorang muslim yang paripurna adalah yang nalar dan hatinya bersinar,
pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalam
berinteraksi dengan Allah dan dengan sesama manusia, sehingga sulit diterka mana
yang lebih dahulu berperan kejujuran jiwanya atau kebenaran akalnya. Sifat
kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu agama yang membangun
kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk pola pikir teologis yang
menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam segi akidah, Islam hanya
menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima sebagai ajaran
akidah yang benar dan luru.

Pilar akal dan rasionalitas dalam akidah Islam tercermin dalam


aturan muamalat dan dalam memberikan solusi serta terapi bagi persoalan yang
dihadapi. Selain itu Islam adalah agama ibadah. Ajaran tentang ibadah didasarkan
atas kesucian hati yang dipenuhi dengan keikhlasan, cinta, serta dibersihkan dari
dorongan hawa nafsu, egoisme, dan sikap ingin menang sendiri. Agama seseorang
tidak sempurna, jika kehangatan spiritualitas yang dimiliki tidak disertai dengan
pengalaman ilmiah dan ketajaman nalar. Pentingnya akal bagi iman ibarat pentingnya
mata bagi orang yang sedang berjalan.

a. Konsep Ketuhanan dalam Islam

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang
menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia.
Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-
Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu  Allah, dan selain Allah. Subjektif
(hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon,

1
binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti
dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

ً ‫ُون هَّللا ِ أَ ْن‬


ِ ‫دَادا ُي ِحبُّو َن ُه ْم َكحُبِّ هَّللا‬ ِ ‫اس َمنْ َي َّتخ ُِذ مِنْ د‬
ِ ‫َوم َِن ال َّن‬

 Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan
terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep


tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-
ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu
Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar
15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat
Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di
kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah,
kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan
tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi
Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan
konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep
ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka
yakini tentu tidak demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam
Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

َ ‫مْس َو ْال َق َم َر لَ َيقُولُنَّ هَّللا ُ َفأ َ َّنى ي ُْؤ َف ُك‬


‫ون‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
َ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّش‬ ِ ‫َولَئِنْ َسأ َ ْل َت ُه ْم َمنْ َخلَقَ ال َّس َم َوا‬

Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu


berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan
bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas
dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan

2
ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan
sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana


dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai
jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika
Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah
disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai
Uswah hasanah.

b. Konsepsi Tauhid
1. Tauhid sebagai poros Aqidah Islam. Ajaran Islam tidak hanya memfokuskan
iman kepada wujud Allah sebagai suatu keharusan fitrah manusia, namun lebih
dari itu memfokuskan aqidah tauhid yang merupakan dasar aqidah dan jiwa
keberadaan Islam. Islam datang disaat kemusyrikan sedang merajalela
disegala penjuru dunia. Tak ada yang menyembah Allah kecuali segelintir umat
manusia dari golongan Hunafa, (pengikut nabi Ibrahim as) dan sisa-sisa
penganut ahli kitab yang selamat dari pengaruh tahayul animisme maupun
paganisme yang telah menodai agama Allah. Sebagai contoh bangsa arab
jahiliyah telah tenggelam jauh kedalam paganisme, sehingga Ka‟bah yang
dibangun untuk peribadatan kepada Allah telah dikelilingi oleh 360 berhala dan
bahkan setiap rumah penduduk makkah ditemukan berhala sesembahan
penghuninya
2. Pentingnya Tauhid Tauhid sebagai intisari Islam adalah esensi peradaban
Islam dan esensi tersebut adalah pengesaan Tuhan, tindakan yang
mengesakan Allah sebagai yang Esa, pencipta yang mutlak dan penguasa
segala yang ada. Keterangan ini merupakan bukti, tak dapat diragukan lagi
bahwa Islam, kebudayaan dan peradaban memiliki suatu esensi pengetahuan
yaitu tauhid.
3. Tingkatan Tauhid Tauhid menurut Islam ialah tauhid I,tiqadi-„ilmi (keyakinan
teoritis) dan Tauhid amali-suluki (tingkahlaku praktis). Dengan kata 10 lain
ketauhidan antara ketauhidan teoritis dan ketauhidan praktis tak dapat
dipisahkan satu dari yang lain; yakni tauhid bentuk makrifat (pengetahuan),
itsbat (pernyataan), I‟tiqad (keyakinan), qasd (tujuan) dan iradah (kehendak).
Dan semua itu tercermin dalam empat tingkatan atau tahapan tauhid yaitu;

3
a) Tauhid Rububiyah Secara etimologis kata Rububiyah berasal dari akar
kata rabb. Kata rabb ini sebenarnya mempunyai banyak arti antara lain
menumbuhkan, mengembangkan, mencipta, memelihara, memperbaiki,
mengelola, memiliki dan lain-lain. Secara Terminolgis Tauhid Rububiyah
ialah keyakinan bahwa Allah Swt adalah Tuhan pencipta semua mahluk
dan alam semesta. Dia-lah yang memelihara makhluk-Nya dan
memberikan hidup serta mengendalikan segala urusan. Dia yang
memberikan manfaat, penganugerahan kemuliaan dan kehinaan.

Tauhid Rububiyah ini tergambar dalam ayat al-Quran antara lain


QS. al-Baqarah 21-22 “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan
langit sebagai atap dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki
untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah padahal kamu mengetahui. “ 11 “Katakanlah : Aku berlindung
kepada rabb manusia “ (QS.an-nas: 1)
b) Tauhid Mulkiyah Kata mulkiyah berasal dari kata malaka. Isim fa‟ilnya
dapat dibaca dengan dua macam cara: Pertama, malik dengan huruf
mim dibaca panjang; berarti yang memiliki, kedua, malik dengan huruf
mim dibaca pendek; berarti, yang menguasai. Secara terminologis
Tauhid Mulkiyah adalah suatu keyakinan bahwa Allah swt., adalah satu-
satunya Tuhan yang memiliki dan menguasai seluruh mahluk dan alam
semesta. Keyakinan Tauhid Mulkiyah ini tersurat dalam ayat-ayat al-
Quran seperti berikut ini: “ Yang menguasai hari pembalasan “ (QS. al-
Fatihah ; 4) “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa
yang ada dalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu “ ( QS.
al-Maidah ; 120 )
c) Tauhid Uluhiyah Kata Uluhiyah adalah masdar dari kata alaha yang
mempunyai arti tentram, tenang, lindungan, cinta dan sembah. Namun
makna yang paling mendasar adalah abada, yang berarti hamba
sahaya („abdun), patuh dan tunduk („ibadah), yang mulia dan agung (al-
ma‟bad), selalu mengikutinya („abada bih). 12 Tauhid Uluhiyah
merupakan keyakinan bahwa Allah swt., adalah satu-satunya Tuhan

4
yang patut dijadikan yang harus dipatuhi, ditaati, digungkan dan
dimuliakan. Hal ini tersurat dalam QS. Thaha: 14 “ Sesungguhnya Aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku “
d) Tauhid Ubudiyah Kata „ubudiyah berasal dari akar kata abada yang
berarti menyembah, mengabdi, menjadi hamba sahaya, taat dan patuh,
memuja, yang diagungkan (al-ma‟bud.) Dari akar kata diatas, maka
diketahui bahwa Tauhid Ubudiyah adalah suatu keyakinan bahwasanya
Allah Swt. Merupakan Tuhan yang patut disembah, ditaati, dipuja dan
diagungkan. Tiada sesembahan yang berhak dipuja manusia melainkan
Allah semata. Tauhid Ubudiyah tercermin dalam ayat dibawah ini:
“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkau
( pula ) kami mohon pertolongan” Pemikiran terhadap tuhan melahirkan
Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam atau Ilmu Ushuludin dikalangan umat Islam,
timbul sejak wafatnya Nabi Muhamad saw.,

Secara garis besar ada aliran bersifat liberal, tradisional dan ada pula bersifat
diantaranya. Kedua corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu
ketuhanan dalam islam. Aliran-aliran tersebut adalah :

1) Mu‟tazilah 13 Mu‟tazilah merupakan kaum rasionalis dikalangan Muslim.


Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika yunani,
yaitu sistem Teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari
paham Mu‟tazilah yang bercorak rasional adalah munculnya abad kemajuan
ilmu pengetahuan dalam islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya
menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum ortodoks.

2) Qadariah Qadariah berpandapat bahwa manusia mempunyai kebebasan


berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan
kafir atau mukmin dan hal itu menyebabkan manusia harus bertanggung jawab
atas perbuatannya.

3) Jabariah Yang merupakan pecahan dari murjiah berteori bahwa manusia


tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua
tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.

5
BAB II

Sains dan Tekhnologi dalam Al-qur’andan hadist


Sains atau Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua sosok yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu adalah sumber teknologi yang mampu
memberikan kemungkinan munculnya berbagai penemuan rekayasa dan ide-ide.
Adapun teknologi adalah terapan atau aplikasi dari ilmu yang dapat ditunjukkan dalam
hasil nyata yang lebih canggih dan dapat mendorong manusia untuk berkembang lebih
maju lagi.

Dasar filosofis untuk mengembangkan ilmu dan teknologi itu bisa dikaji dan
digali dalam al-Qur‟an yang merupakan kitab suci agama Islam yang banyak
mengupas keterangan-keterangan mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi. Firman
Allah : “Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna
memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada
Allah)” (QS al-Anbiya‟, 21: 80) Dari keterangan itu jelas sekali bahwa manusia dituntut
untuk berbuat sesuatu dengan sarana pengembangan teknologi dan untuk
penguasaannya diperlukan ilmu pengetahuan. Perlu di pahami pula bahwa
pengetahuan ilmiah (science) tidak mengenal kata ”kekal”, dalam arti apa yang
dianggap salah pada masa silam ternyata dapat diakui kebenaranya dimasa moderen.

Sains dan Teknologi Dalam Perspektif Al-Qur’an Al-Qur'an adalah kitab suci
yang diturunkan bagi seluruh umat manusia yang mau menggunakan akal pikirannya
dalam memahami penciptaan alam semesta. Apabila diperhatikan dengan cermat
ayatayat Al-Qur'an banyak sekali yang menyinggung masalah ilmu pengetahuan,
sehingga Al-Qur'an sering kali disebut sebagai sumber segala ilmu pengetahuan.
Selain itu, Al-Qur'an merupakan landasan pertama bagi hal-hal yang bersifat konstan
dalam Islam. Oleh karena itu, telah banyak dilakukan studi yang menyoroti sisi
kemukjizatan al-Qur'an, antara lain dari segi sains yang pada era ilmu dan teknologi ini
banyak mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan. Penggalian ajaran-ajaran yang
ada di dalam al-Qur'an sangat menarik sekali kalau dilihat dengan kacamata ilmiah.
Makin digali makin terlihat kebenarannya dan makin terasa begitu kecil dan sedikitnya
ilmu manusia yang menggalinya.

Di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang dasar-


dasar ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat digali dan dikembangkan oleh

6
manusia yang suka berfikir untuk keperluan dalam hidupnya. Seperti tersebut dalam
surat al-Isyra‟ (17) ayat 70 yang berbunyi : ِ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS al-Isra‟,17: 70)

Namun di sisi lain Allah menjelaskan bahwa yang paling mulia di sisi Allah ialah
yang paling bertakwa diantaranya. Hal ini tersebut dalam surat al-Hujurat, 49 ayat 13. . ِ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. (QS al-Hujurat, 49: 13) Dari ayat-ayat di atas dapat difahami, bahwa
manusia perlu melengkapi dirinya dengan sains dan teknologi karena mereka adalah
pengelola sumber daya alam yang ada di bumi akan tetapi mereka juga harus memiliki
landasan keimanan dan ketakwaan.

Diantara ayat-ayat al-Qur‟an yang juga membahas dasar-dasar sains dan


teknologi adalah surat al-Mu'minuun ayat 12-13 yang berbunyi Dan sesungguhnya
kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah, kemudian
kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
(QS. Al-Mu'minuun, 23: 12-13). Dalam Tafsir Al-Maraghi, dijelaskan bahwa air mani
lahir dari tanah yang tejadi dari makanan, baik yang bersifat hewani maupun nabati.

BAB III

Tiga generasi terbaik menurut Hadist


Allah telah memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, dalam firman-Nya :

7
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..” (QS. Ali Imran :
110

"Sebaik-baik umat adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya"


(HR. Bukhari-Muslim). Tiga generasi yang dimaksud adalah generasi Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat, generasi tabiin dan generasi tabiut
tabiin. Sering disebut juga generasi Salafus Shalih.Umat Rasulullah merupakan umat
terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi yang diutus sebelum beliau. Meskipun umat
Rasulullah datang sebagai yang terakhir diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat
kelak umat Rasulullah-lah yang akan memasuki Surga terlebih dahulu di bandingkan
dengan umat-umat lainnya”

Tetapi diantara umat Rasulullah, terdapat beberapa generasi terbaik,


sebagaimana beliau sebutkan dalam sebuah hadits mutawatir, beliau bersabda :
“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku (yakni sahabat), kemudian orang-orang
yang mengiringinya (yakni tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yakni
generasi tabi’ut tabi’in).” (mutawatir. HR. Bukhari dan yang lainnya)

Generasi Terbaik Umat Islam


1. Sahabat

Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah


shallallahu alaihi wa sallam secara langsung serta membantu perjuangan beliau.
Menurut Imam Ahmad, siapa saja diantara orang beriman yang bertemu dan melihat
Rasulullah, baik sebulan, sepekan, sehari atau bahkan cuma sesaat maka ia dikatakan
sebagai sahabat. Derajatnya masing-masing ditentukan dengan seberapa lama ia
menyertai Rasulullah.

Para sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari Rasulullah


shallallahu alaihi wa sallam. Diantara sahabat yang terbaik adalah para Khulafaur
Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat yang namanya disebutkan oleh Rasulullah yang
mendapatkan jaminan surga.
2. Tabi’in

8
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau
setelah beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat
para sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari
para sahabat Rasulullah.

Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah
mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat, tetapi
tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah disebutkan secara
langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi tapi terkenal di
langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali, untuk mencari
Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan orang yang memiliki doa
yang diijabah oleh Allah.

Adapun diantara orang-orang yang tergolong generasi tabi’in lainnya yakni


Umar bin Abdul Aziz, Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin
Al Hanafiyah, Hasan Al Bashri dan yang lainnya.

3. Tabi’ut Tabi’in

Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau
setelah mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan
generasi tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan
ilmu dari para tabi’in.

Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Imam Malik bin
Anas, Sufyan bin Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin Saad dan yang
lainnya.

Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat
muslim yang datang belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari kitab-kitab
yang telah mereka tuliskan. Semoga kita bisa mengikuti para generasi terbaik umat ini.

9
BAB IV

Pengertian dan jejak salafussoleh

a. Etimologi (secara bahasa):

Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ adalah pokok yang menunjukkan ‘makna
terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-orang yang telah lampau’, dan
arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya mereka yang telah terdahulu.” (Mu’jam
Maqayisil Lughah: 3/95)

10
b. Terminologi (secara istilah)

Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf”
dan terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi
menjadi 4 perkataan :

1. Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para
Sahabat Nabi saja.
2. Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para
Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).
3. Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka
adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul
Jama’ah (hal: 276-277)). Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana
sebagian besar ulama ahlussunnah berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
4. Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun
waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang
berada di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut
Tabi’in.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

َ ‫{ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬


«{‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ ُثمَّ الَّذ‬،‫اس َقرْ نِي‬
{ِ ‫»خ ْي ُر ال َّن‬
َ

Artinya,“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian


manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada
masa berikutnya.”  (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))

Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih

a. Dalil Dari Al Qur’anul Karim

َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬


{ْ ‫ِين ُن َولِّ ِه َما{ َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َ{م َو َسا َء‬
‫ت مَصِ يرً ا‬ ِ ِ‫َو َمنْ ُي َشاق ِ{ِق الرَّ سُو َل م ْ{ِن َبعْ ِد َما{ َت َبي ََّن لَ ُه ْال ُه َدى{ َو َي َّتبِعْ َغي َْر َسب‬

Artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bainya
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa

11
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa : 115]

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

{ٍ ‫ض{وا َع ْن{ ُه َوأَ َع{ َّد لَ ُه ْ{م َج َّنا‬


‫ت‬ ُ ‫ض{ َي هَّللا ُ{ َع ْن ُه ْم َو َر‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
{ٍ {‫ِين ا َّت َب ُع{{و ُه ْم بِإِحْ َس‬
ِ ‫ان َر‬ َ ‫ين َواأل ْن‬
ِ {‫ص‬ ِ ‫{ون م َِن ْال ُم َه{{ا‬
{َ ‫ج ِر‬ َ {ُ‫ون األوَّ ل‬
َ ُ‫َوال َّسابِق‬
‫ك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬ َ ِ‫ِين فِي َها{ أَ َب ًدا َذل‬
َ ‫َتجْ ِري َتحْ َت َها األ ْن َها ُ{ر َخالِد‬

Artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di


antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar.”  [QS. At-Taubah : 100]

Allah mengancam dengan siksaaan neraka jahannam bagi siapa yang mengikuti
jalan selain jalan Salafush Shalih, dan Allah berjanji dengan surga dan keridhaan-
Nya bagi siapa yang mengikuti jalan mereka.

b. Dalil Dari As-Sunnah

1. Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi


wasallam telah bersabda,

،‫{ون‬َ {‫{ون َوالَ ي ُْؤ َت َم ُن‬ {َ ‫{ ُث َّم إِنَّ َبعْ َد ُك ْ{م َق ْو ًما{ َي ْش َهد‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
َ ‫ُون َوالَ يُسْ َت ْش َهد‬
َ {‫ َو َي ُخو ُن‬، ‫ُون‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫َخ ْي ُر أ ُ َّمتِي َقرْ نِي‬
َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
ِ ‫ َو َي ْظ َه ُر ف‬،‫ون‬
‫ِيه ُم{ ال ِّس َم ُ{ن‬ َ ‫َو َي ْن ُذر‬
َ ُ‫ُون َوالَ َيف‬

“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang
hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya,
kemudian akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka
mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR Bukhari
(3650), Muslim (2533))

2. Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi


wasallam menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73
golongan), beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

12
‫ ثنت{{ان‬،‫{ وإن ه{{ذه المل{{ة س{{تفترق على ثالث{ وس{{بعين‬،‫أال إن من قبلكم من أه{{ل الكت{{اب{ اف{{ترقوا على ثن{{تين وس{{بعين مل{{ة‬
{‫ وهي الجماعة‬،‫ وواحدة في الجنة‬،‫وسبعون في النار‬

Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah
berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama
ini (Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua
golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu
al-Jama’ah.”

[Shahih, HR. Abu Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimi
(II/241), al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah, al-Lalikai dalam as-Sunnah (I/113 no. 150).
Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dari Mu’a-wiyah
bin Abi Sufyan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan hadits ini shahih
masyhur. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-
Shahiihah (no. 203-204)]

Dalam riwayat lain disebutkan:

{‫ما{ أنا عليه{ وأصحابي‬

Artinya, “Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang
aku dan para Sahabatku berjalan di atasnya.” [Hasan, HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan
al-Hakim (I/129) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-
Albani dalam Shahiihul Jaami’ (no. 5343)]

Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam akan terpecah
menjadi 73 golongan, semua binasa kecuali satu golongan, yaitu yang mengikuti apa
yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Jadi, jalan selamat itu hanya satu, yaitu mengikuti
Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat).

3. Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu


Alaihi Wasallam bersabda,

‫ َوإِيَّا ُك ْ{م‬،ِ‫ج{ ذ‬
ِ ‫ُض{وا َعلَ ْي َه{{ا بِال َّن َوا‬ َ ‫ِين ْال َم ْه ِدي‬
ُّ ‫ِّين ع‬ َ ‫ َف َعلَ ْي ُك ْ{م بِ ُس َّنتِي َو ُس َّن ِة ْال ُخلَ َفا ِ{ء الرَّ اشِ د‬،‫اختِاَل ًفا{ َكثِيرً ا‬
ْ {‫َفإِ َّن ُ{ه َمنْ َيعِشْ ِم ْن ُك ْ{م َف َس َي َرى‬
‫ضاَل لَ ٌة‬ ُ {ِ ‫»ومُحْ َد َثا‬
َ ‫ُور َفإِنَّ ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬ ِ ‫ت اأْل م‬ َ

Artinya:

13
“Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat
perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan
sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk
sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-
geraham, dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru (dalam agama)
karena sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
sesat” [Shahih, HR. Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676), dishahihkan oleh Syeikh Al-
Albani dalam Shahihul Jami’ (1184, 2549)]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti


sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin
yang hidup sepeninggal beliau disaat terjadi perpecahan dan perselisihan.

c. Dari perkataan Salafush Shalih

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata,

“‫” ِا َّت ِبعُوا َواَل َت ْب َت ِدعُوا َف َق ْد ُكفِي ُت ْم‬

Artinya, “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.”  (Al-
Bida’ Wan Nahyu Anha (hal. 13))

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata,

{،‫ص{لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي{ ِ{ه َو َس{لَّ َم‬


َ ‫اب م َُح َّم ٍ{د‬ {ُ ‫ص{ َح‬ َ {ِ‫ أُولَئ‬،‫{ة‬
ْ َ‫ك أ‬ ُ {‫{ َفإِنَّ ْال َحيَّ اَل ُت ْؤ َمنُ َعلَ ْي{ ِه ْالفِ ْت َن‬، َ‫ان ِم ْن ُك ْ{م مُسْ َت ًّنا{ َف ْل َيسْ َتنَّ ِب َمنْ َق ْد َمات‬َ ‫َمنْ َك‬
‫{ َف{{اعْ َرفُوا لَ ُه ْ{م‬،‫ار ُه ُم هَّللا ُ لِصُحْ َب ِ{ة َن ِب ِّي ِه َوإِ َقا َم{ ِ{ة دِينِ { ِه‬
َ ‫اخ َت‬ْ ‫ َق ْو ٌم‬،‫{ َوأَعْ َم َق َها{ ِع ْل ًما{ َوأَ َقلَّ َها َت َكلُّ ًفا‬،‫{ أَبَرَّ َها قُلُوبًا‬،‫ض َل َه ِذ ِه اأْل ُ َّم ِة‬
َ ‫َكا ُنوا أَ ْف‬
{ِ ‫{ َفإِ َّن ُه ْ{م َكا ُنوا َعلَى ْال َه ْديِ ْالمُسْ َتق‬،‫ َو َت َم َّس ُكوا ِب َما{ اسْ َت َطعْ ُت ْم مِنْ أَ ْخاَل ق ِِه ْ{م َودِين ِِه ْم‬،‫ار ِه ْم‬
‫ِيم‬ ِ ‫{ َوا َّت ِبعُو ُه ْم فِي آ َث‬،‫ َفضْ لَ ُه ْم‬.

Artinya, “Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh


orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih
hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para
Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik
hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang
dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah
keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada
di atas jalan yang lurus.”  (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))

14
Imam Al Auza’i rahimahullah berkata,

“‫{ فما{ كان غير ذلك فليس{ بعلم‬،‫”العلم ما جاء{ عن أصحاب{ محمد{ صلى هللا عليه وسلم‬

Artinya, “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu
berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan
mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan
tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena
sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi
mereka.”  (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29))

Generasi salafus shalih merupakan generasi yang terbaik umat Islam. Sebab
itulah kita dianjurkan untuk mengikuti mereka dalam beragama. Salah satu jejak
salafus shalih yang menggetarkan hati adalah mereka yang selalu
menomersatukan ketakwaan, menjauhi hal syubhat  dan syahwat, serta mereka
sering menangisi diri sendiri yang belum tentu mendapatkan ridha Allah. Syekh
Jamaluddin Al Qasimi menuliskan dalam kitabnya. Mauidzatul Mu’minin:

‫كان السلف يبالغون في التقوى والحدر من الشبهات{ والشهوات ويبكون على أنفسهم في الخلوات‬

Para salafus saleh selalu mementingkan ketakwaan, menghindari hal syubhaat dan
syahwat, meski demikian tak jarang saat sendiri mereka menangisi diri mereka yang
belum tentu diridhai Allah

Jika mereka saja yang selalu dalam jalan ketakwaan dan jauh dari perkara
syubhat dan syahwat masih merasa ridha Allah tak berpihak pada mereka, lantas
bagaimana kabar kita yang hanya sedikit berbaur dalam ketakwaan dan masih sering
terperangkap syubhat dan syahwat?

Kita yang hanya menangis jika tak kuat menghadapi masalah, kita yang masih
berat melakukan kewajiban, kita yang masih memanjakan syahwat, pernahkah kita
menangisi diri kita yang belum tentu diridhai Allah? Rasanya begitu naif jika kita yang
masih berlumuran dosa merasa yakin jika Allah ridha dengan diri kita.

Seorang muslim berusaha sekuat tenaga mencari ridha Allah dalam setiap
gerak-gerik hidupnya, dalam setiap aktivitasnya, karena tujuan hidupnya memang akan

15
kembali kepada Allah. Sebab apabila Allah ridha kepada kita, maka Allah pasti berikan
kita berbagai macam inayah, taufik, rahmat dan kasih sayangNya. Sebaliknya apabila
Allah mKitabisa  melihat adab yang tinggi dari pemilik adab yang agung yaitu
Rasulullah, dimana beliau beradab –dalam berucap- kepada Robnya tatkala bersedih
karena terus mengharap keridhoan-Nya tatkala Ibrahim putra beliau wafat. Beliau
berkata :

َ ‫َت ْد َم ُع ْال َعيْنُ َو َيحْ َزنُ ْال َق ْلبُ َوالَ َنقُ ْو ُل إِالَّ َما يُرْ ضِ ي َر َّب َنا وإِ َّنا ِب‬
‫ك َيا إِب َْرا ِه ْي ُم لَ َمحْ ُز ْو ُن ْو َن‬

“Mata menangis, hati bersedih, dan kami tidaklah mengucapkan kecuali yang
mendatangkan keridhoan Rob kami, dan sungguh kami bersedih dengan kepergianmu
wahai Ibrahim” (HR Muslim)

Beberapa penjelasan di atas cukup menggoncang rohani kita. Semoga semakin


semangat tak putus asa dalam terus mengharap dan mencari ridha Allah. Rasulullah,
salafus shalih, dan juga kita semua adalah ciptaan-Nya yang berhak mendapatkan
ridha-Nya. maka dari itu yuk berburu ridha dengan cara terbaik menurut kita masing-
masing. Salafus shalih yang selalu istiqamah dalam ketakwaan masih saja menangis
memikirkan dirinya yang belum tentu diridhai Allah, kita seharusnya lebih semangat
lagi. Sebab kita masih belum istiqamah dalam menjalankan kewajiabn kita dari-Nya

BAB V

Ajaran dan tuntunan tentang berbagi, keadilan, serta penegakan hukum dalam
islam

Sedekah dapat dilakukan dalam berbagai macam cara. Misalnya dengan


memberi pertolongan baik dengan harta maupun tenaga, melafalkan zikir, menafkahi
keluarga, menyingkirkan batu dari jalan dan masih banyak lagi. Bahkan, menahan diri
untuk tidak menyakiti orang lain juga termasuk sedekah. Hal ini merupakan bukti
bahwa umat Islam diberi banyak sekali kesempatan untuk menimbun pahala dari
amalan sedekah. Tak hanya itu, melalui sedekah manusia tak hanya mendapatkan

16
pahala dari Allah, melainkan juga dapat meningkatkan hubungan baik dengan sesama
manusia.

Seperti yang tertulis dalam ( H.R Tirmidzi) Rasulullah bersabda, "Bersedekah


kepada orang miskin adalah satu sedekah dan kepada kerabat ada dua (kebaikan),
yaitu sedekah dan silaturrahim."

Dalam bersedekah, umat Islam dianjurkan untuk tidak menyakiti perasaan


orang yang diberi sedekah serta lebih baik menyembunyikan amalan sedekahnya
tersebut. Hal ini untuk menghindari sifat riya yang dapat menghapus pahala sedekah.

Allah berfirman dalam Surat (Al-Baqarah Ayat 264), "Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-
nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah."

Tak hanya itu, umat Islam juga harus menyisihkan uangnya dari hasil yang
halal. Berdasarkan firman Allah dalam Surat ( Al-Baqarah Ayat 267)

"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari
padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya."

Tidak akan ada orang yang berbagi dengan orang lain kemudian jatuh miskin. Yang
ada justru menambah saudara, kawan, kebahagiaan. Allah bahkan berjanji akan
menambahkan rezeki orang yang berbagi. Ini, kan, seperti hukum alam. Kalau kita
keluarkan, maka ia akan datang lagi. Enggak ada ruang yang kosong itu.

Nah, hendaknya juga kita berbagi dengan tulus dan menghindari pamer. Ini penting
sekali. Alquran mengajarkan kita untuk berbagi dengan tulus. Dengan demikian, orang
yang menerima juga insya Allah akan tulus. Ajaran Islam untuk berbagi ini tercantum
dalam (QS Ali Imran ayat 92.)

۟ ُ‫ ُتنفِق‬ ‫ َو َما‬  ۚ‫ُّون‬
 َ ‫ٱهَّلل‬  َّ‫ َفإِن‬ ‫ َشىْ ٍء‬ ‫مِن‬ ‫وا‬ ۟ ُ‫ ُتنفِق‬ ‫ َح َّت ٰى‬  َّ‫ ْٱل ِبر‬ ‫وا‬
َ ‫ ُت ِحب‬ ‫ ِممَّا‬ ‫وا‬ ۟ ُ‫ َت َنال‬ ‫لَن‬
‫ َعلِي ٌم‬ ‫ِبهِۦ‬
Artinya:

17
"Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta
yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah
Maha Mengetahui."

Islam memerintahkan kepada setiap manusia untuk berbuat adil atau


menegakkan keadilan pada setiap tindakandan perbuatan yang dilakukan (Qs. an-
Nisaa (4): 58):
Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan ama- nat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apa bila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha
Melihat.

Dalam Al-Qur’an Surat an-Nisaa ayat 135 juga dijumpal perintah kepada orang-


orang yang beriman untuk menjadi penegak keadilan, yaitu:
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benarpenegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau Ibu, Bapak
dan kaum kerabatmu. Jika ia, kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemasalahatanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dan kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
dengan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Segalanya apa
yang kamu lakukan’
Perintah untuk berlaku adil atau menegakkan keadilan dalam menerapkan
hukum tidak memandang perbedaan agama, sebagaimana ditegaskan dalam Al-
Qur’an Surat asSyuura (42) ayat 15, yakni:

“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah:
“Aku beriman kepada semua kitab yaig diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya
berlaku adil di antara kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-
amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu Allah mengumpulkan
antara kita dan kepada-Nyalah kebali (kita).”

Begitu pentingnya berlaku adil atau menegakkan keadilan, sehingga Tuhan


memperingatkan kepada orang-orang yang beriman supaya jangan karena kebencian

18
terhadap suatu kaum sehingga memengaruhi dalam berbuat adil, sebagaimana
ditegaskan dalam A1-Qur’an Surat al-Maidah (5) ayat 8, yakni:

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu Untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan takwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Penegakan Hukum Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya


hukum di suatu Negara antara lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan
Kesadaran hukum warga Negara. Dalam pelaksanaannya masih tergantung pada
sistem politik Negara yang bersangkutan. Jika sistem politik Negara itu otoriter maka
sangat tergantung penguasa bagaimana kaidah hukum, penegak hukum dan fasilitas
yang ada. Adapun warga Negara ikut saja kehendak penguasa (lihat synopsis). Pada
sistem politik demokratis juga tidak semulus yang kita bayangkan. Meski warga Negara
berdaulat, jika sistem pemerintahannya masih berat pada eksekutif (Executive heavy)
dan birokrasi pemerintahan belum direformasi, birokratnya masih “kegemukan” dan
bermental mumpung, maka penegakan hukum masih mengalami kepincangan dan
kelambanan (kasus “hotel bintang” di Lapas).

Belum lagi kaidah hukum dalam hal perundang-undangan yang simpang siur
penerapannya (kasus Prita). Agar suatu kaidah hukum berfungsi maka bila kaidah itu
berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaidah tersebut merupakan kaidah
mati (dode regel), kalau secara sosiologis (teori kekuasaan), maka kaidah tersebut
menjadi aturan pemaksa (dwang maat regel). Jika berlaku secara filosofi, maka
kemungkinannya hanya hukum yang dicita-citakan yaitu ius constituendum. 4 Kaidah
hukum atau peraturan itu sendiri, apakah cukup sistematis, cukup sinkron, secara
kualitatif dan kuantitatif apakah sudah cukup mengatur bidang kehidupan tertentu.

Dalam hal penegakan hukum mungkin sekali para petugas itu menghadapi
masalah seperti sejauh mana dia terikat oleh peraturan yang ada, sebatas mana
petugas diperkenankan memberi kebijaksanaan. Kemudian teladan macam apa yang
diberikan petugas kepada masyarakat. Selain selalu timbul masalah jika peraturannya

19
baik tetapi petugasnya malah kurang baik. Demikian pula jika peraturannya buruk,
maka kualitas petugas baik.

Fasilitas merupakan sarana dalam proses penegakan hukum. Jika sarana tidak
cukup memadai, maka penegakan hukum pun jauh dari optimal. Mengenai warga
negara atau warga masyarakat dalam hal ini tentang derajat kepatuhan kepada
peraturan. Indikator berfungsinya hukum adalah kepatuhan warga. Jika derajat
kepatuhan rendah, hal itu lebih disebabkan oleh keteladanan dari petugas hukum.

keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum dan keadilan sosial.
Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum artinya setiap orang harus
diperlakukan sama di hadapan hukum. Dengan kata lain hukum harus diterapkan
secara adil. Keadilan hukum ternyata sangat erat kaitannya dengan implementasi
hukum di tengah masyarakat. Untuk mencapai penerapan dan pelaksanaan hukum
secara adil diperlukan kesadaran hukum bagi para penegak hukum.

Dengan demikian guna mencapai keadilan hukum itu, maka faktor manusia
sangat penting. Keadilan hukum sangat didambakan oleh siapa saja termasuk
penjahat (pembunuh, pemerkosa, dan koruptor). Jika dalam suatu negara ada yang
cenderung bertindak tidak adil secara hukum, termasuk hakim, maka pemerintah harus
bertindak mencegahnya. Pemerintah harus menegakkan keadilan hukum, bukan
malah berlaku zalim terhadap rakyatnya. Keadilan sosial terdapat dalam kehidupan
masyarakat, terdapat saling tolong-menolong sesamanya dalam berbuat kebaikan.
Terdapat naluri saling ketergantungan satu dengan yang lain dalam kehidupan sosial
(interdependensi). Keadilan sosial itu diwujudkan dalam bentuk upah yang seimbang,
untuk mencegah diskriminasi ekonomi. Keadilan sosial adalah persamaan
kemanusiaan, suatu penyesuaian semua nilai, nilai-nilai yang termasuk dalam
pengertian keadilan. Kepemilikan atas harta seharusnya tidak bersifat mutlak. Perlu
dilakukan pemerataan, distribusi kekayaan anggota masyarakat. Bagaimana pemilik
harta seharusnya menggunakan hartanya. Penimbunan atau konsentrasi kekayaan,
sehingga tidak dimanfaatkan dalam sirkulasi dan distribusi akan merugikan
kepentingan umum. Sebaiknya harta kekayaan itu digunakan sebaik mungkin dan
memberikan manfaat bagi pemiliknya maupun bagi masyarakat.

Hukum dan Keadilan Dalam Islam Menurut M. Natsir (2002) adalah suatu
penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyata nyata berlaku

20
dalam kehidupan manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat
berkembang maju dalam berjama’ah (Society).

Man is born as a social being. Hidup perorangan dan hidup bermasyarakat


berjalin, yang satu bergantung pada yang lain. Kita mahluk sosial harus berhadapan
dengan berbagai macam persoalan hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, berantara negara, berantar agama dan
sebagainya, semuanya problematika hidup duniawi yang bidangnya amat luas. Maka
risalah Muhammad Saw, meletakkan beberapa kaidah yang memberi ketentuan-
ketentuan pokok guna memecahkan persoalan-persoalan.

Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan. Tiap-tiap


sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian masyarakat, maka bisa
merusak kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan di tengah-tengah
masyarakat dan bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan. Semua
anggota masyarakat berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum
semuanya sama, mulai dari masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi
dalam Negara.

“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu tidak
berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah
kepada Allah karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang kamu
kerjakan”(QS.5:8). “Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan
hukum atasmu seseorang budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama
dijalankannya hukum Allah Swt”. (H.R.Buchori dari Anas)

Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak
berdiri kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan hukum
di masyarakat dewasa ini banyak ditemui sandungan yang menyolok atas pandangan
lebih terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang punya kekayaan melimpah,
sehingga rakyat banyak telah menyimpan imej bertahun-tahun bahwa di negeri ini
keadilan itu dapat dibeli. Lebih jauh kesamaan itu dijabarkan Rachman di bukunya
Political Science and Government dalam Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan
Demokrasi (1999) yaitu, yakni:

a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality)

b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil

21
c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan pekerjaan

d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik.

.”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak


menegakkan keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun
terhadap dirimu sendiri atau ibu bapakmu atau kerabatmu. Jika dia (yang
terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tau kemaslahatan
(kebenarannya) maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan kata-kata atau
enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah maha teliti terhadap segala yang
kamu kerjakan.” ( QS.An-nisa:135)

DAFTAR PUSTAKA

Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h. 67-77.

https://currikicdn.s3-us-west-2.amazonaws.com/resourcedocs/54d3775e84d96.pdf

https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03

file:///C:/Users/USER/Downloads/3976-Article%20Text-11301-1-10-20200802.pdf

https://www.researchgate.net/profile/Kamarul_Azmi_Jasmi/publication/327112100_Sai
ns-Teknologi_dan_Ilmu_Agama_Menurut_Bahasa_al-

22
Quran_dan_Hadis/links/5b7a91f5a6fdcc5f8b55d3b4/Sains-Teknologi-dan-Ilmu-Agama-
Menurut-Bahasa-al-Quran-dan-Hadis.pdf

https://muslim.or.id/2406-inilah-generasi-terbaik-dalam-sejarah.html

https://umma.id/article/share/id/1002/272772

https://muslim.or.id/2406-inilah-generasi-terbaik-dalam-sejarah.html

https://inilah.com/mozaik/2412436/salaf-3-generasi-awal-terbaik-umat-islam

https://muslim.or.id/18935-siapakah-salafus-shalih.html

https://bincangsyariah.com/khazanah/salafus-shalih-yang-menggetarkan-hati/

https://www.liputan6.com/ramadan/read/2969131/bersedekah-dalam-islam-
sebaiknya-seperti-apa

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200515132525-289-503720/cara-
berbagi-yang-dianjurkan-islam

https://customslawyer.wordpress.com/2014/06/21/keadilan-dalam-perspektif-islam/

https://www.jurnalfai-uikabogor.org/index.php/mizan/article/download/122/38

LAMPIRAN

GLOSARIUM

Mahdhah: ialah ibadah dalam arti sempit yaitu aktivitas atau perbuatan yang sudah
ditentukan syarat dan rukunnya. Maksudnya syarat itu hal-hal yang perlu dipenuhi
sebelum suatu kegiatan ibadah itu dilakukan. Sedangkan rukun itu hal-hal, cara,
tahapan atau urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu.

23
Generasi : adalah semua orang yang lahir kira-kira pada waktu yang sama. dan
apabila diterapkan pada hubungan keluarga, generasi dapat diartikan sebagai sebuah
kelompok.

Tabi'in (bahasa Arab: ‫التابعون‬, har. 'pengikut'), adalah orang Islam awal yang masa hidupnya
setelah para Sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup Nabi Muhammad saw. Usianya
tentu saja lebih muda dari sahabat nabi, bahkan ada yang masih anak-anak atau remaja pada
masa sahabat masih hidup. Tabiin merupakan murid sahabat nabi.

Tabi'ut adalah di antara tiga kurun generasi terbaik dalam sejarah Islam, setelah
Tabi'in dan Shahabat

24

Anda mungkin juga menyukai