ASKEP HEMANGIOMA
A. Definisi
Hemangioma adalah proliferasi dari pembuluh darah yang tidak normal dan dapat terjadi pada
setiap jaringan pembuluh darah (Anonim, 2005).
Hemangioma merupakan tumor vaskular jinak terlazim pada bayi dan anak. Meskipun tidak
menutup kemungkinan dapat terjadi pada orang tua, contohnya adalah cherry hemangioma atau
angioma senilis yang biasanya jinak, kecil, red-purple papule pada kulit orang tua (Olmstead, et
al., 1994; Pieter, et al., 1997; Hamzah, 1999).
B. Anatomi fisologi
1. Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar menutupi dan melindungi
permukaan tubuh, berhubungan dengan selaput lendir yang melapisi rongga – rongga, lubang –
lubang masuk. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar keringant dan kelenjar mukosa. Kulit
terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan subkutan (Syaifudin, 2006).
a. Epidermis
Epidermis terdiri dari beberapa lapisan sel yaitu :
1) Stratum koneum
Selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati, dan mengandung zat
keratin.
2) Stratum lusidum
Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah se – sel sudah banyak yang kehilangan
inti dan butir – butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat
di telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperi suatu pita yang bening, batas –
batas sel sudah tidak begitu terlihat.
3) Stratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel – sel pipih seperti kumparan. Sel – sel tersebut terdapat hanya 2 – 3
lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir – butir yang disebut
keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir –
butir stratum granulosum.
4) stratum spinosum/stratum akantosum
Lapisan sratum spinosum/stratum akantosum merupakan laisan yang paling tebal dan dapat
mencapai 0,2 mm terdiri dari 5 – 8 lapisan. Sel – selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di
bawah mikroskop sel – selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyal sudut) dan
mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel – selnya berduri. Ternyata spina dan
tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain yang disebut intercelular bridges atau
jembatan interseluler.
5) Stratum basal/geminatifum
Stratum basal/geminatifum disebut basal karena sel – selnya terletak di bagian basal. Stratum
germatifum menggantikan sel – sel yang diatasnya dan merupakan sel – sel induk. Bentuknya
silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir – butir yang halus disebut
butir melanin warna. Sel tersebut seperti pagar (palidase) di bagian bawah sel tersebut terdapat
suatu membran yang disebut membran basalis. Sel – sel basalis dengan membran basalis
merupakan batas bawah dari epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tetapi
bergelombang. Pada waktu kerium menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papila kori
(papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah korium. Tonjolan ini disebut rete ridges atau rete
pegg (prosessus interpapilaris).
b. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran
basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya kita
ambil sebagai patokan adalah mulainya terdapat sel lemak.
Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas , pars papilaris (stratum papilar) dan bagian
bawah, retikularis (stratum retikularis). Batas antara pars papilaris dan pars retikularis adalah
bagian bawahnya sampai ke subkutis. Baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari
jaringan longgar yang tersusun dari serabut – serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis, dan
serabut retikulus.
Serabut ini saling beranyaman dan masing – masing mempunyai tugas yang berbeda.
Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan pada kulit, serabut elastis, memberikan kelenturan
pada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan
memberikan kekuatan pada alai tersebut.
c. Subkutan
Subkutis terdiri dari kumpulan – kumpulan sel – sel lemak dan di antara gerombolan ini
berjalan serabut – serabut jaringan ikat dermis. Sel – sel lemak ini bentuknya bulat dengan
intinya terdesak di pinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut
penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap – tiap tempat dan juga pembagian antara
laki – laki dan perempuan tidak sama (berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock
breaker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau
untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di
bawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.
C. Etiologi
Penyebab hemangioma sampai saat ini masih belum jelas. Angiogenesis sepertinya memiliki
peranan dalam kelebihan pembuluh darah. Cytokines, seperti Basic Fibroblast Growth Factor
(BFGF) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), mempunyai peranan dalam proses
angiogenesis. Peningkatan faktor-faktor pembentukan angiogenesis seperti penurunan kadar
angiogenesis inhibitor misalnya gamma-interferon, tumor necrosis factor–beta, dan
transforming growth factor–beta berperan dalam etiologi terjadinya hemangioma (Kushner, et
al., 1999; Katz, et al., 2002).
D. Patofisiologi
Meskipun mekanisme yang jelas mengenai kontrol dari pertumbuhan dan involusi hemangioma
tidak begitu dimengerti, pengetahuan mengenai pertumbuhan dari pembuluh darah yang normal
dan proses angiogenesis dapat dijadikan petunjuk. Vaskulogenesis menunjukkan suatu proses
dimana prekursor sel endotel meningkatkan pembentukan pembuluh darah, mengingat
angiogenesis berhubungan dengan perkembangan dari pembuluh darah baru yang ada dalam
sistem vaskular tubuh. Selama fase proliferasi, hemangioma mengubah kepadatan dari sel-sel
endotel dari kapiler-kapiler kecil. Sel marker dari angiogenesis, termasuk proliferasi dari antigen
inti sel, collagenase tipe IV, basic fibroblastic growth factor, vascular endothelial growth factor,
urokinase, dan E-selectin, dapat dikenali oleh analisis imunokimiawi (Olmstead, et al., 1994;
Kushner, et al., 1999; Katz, et al., 2002).
Hemangioma superfisial dan dalam, mengalami fase pertumbuhan cepat dimana ukuran dan
volume bertambah secara cepat. Fase ini diikuti dengan fase istirahat, dimana perubahan
hemangioma sangat sedikit, dan fase involusi dimana hemangioma mengalami regresi secara
spontan. Selama fase involusi, hemangioma dapat hilang tanpa bekas. Hemangioma kavernosa
yang besar mengubah kulit sekitarnya, dan meskipun fase involusi sempurna, akhirnya
meninggalkan bekas pada kulit yang terlihat. Beberapa hemangioma kapiler dapat involusi
lengkap, tidak meninggalkan bekas (Kantor, 2004; Lehrer, 2004; Hall, 2005).
E. Klasifikasi
Pada dasarnya hemangioma dibagi menjadi dua yaitu hemangioma kapiler dan hemangioma
kavernosum. Hemangioma kapiler (superfisial hemangioma) terjadi pada kulit bagian atas,
sedangkan hemangioma kavernosum terjadi pada kulit yang lebih dalam, biasanya pada bagian
dermis dan subkutis. Pada beberapa kasus kedua jenis hemangioma ini dapat terjadi bersamaan
atau disebut hemangioma campuran (Hamzah, 1999; Lehrer, 2003).
A. Hemangioma kapiler
1. Strawberry hemangioma (hemangioma simplek)
Hemangioma kapiler terdapat pada waktu lahir atau beberapa hari sesudah lahir. Lebih sering
terjadi pada bayi prematur dan akan menghilang dalam beberapa hari atau beberapa minggu
(Hall, 2005). Tampak sebagai bercak merah yang makin lama makin besar. Warnanya menjadi
merah menyala, tegang dan berbentuk lobular, berbatas tegas, dan keras pada perabaan. Involusi
spontan ditandai oleh memucatnya warna di daerah sentral, lesi menjadi kurang tegang dan lebih
mendatar (Kushner, et al., 1999; Katz, et al., 2002; Lehrer, 2003; Anonim, 2005).
2. Granuloma piogenik
Lesi ini terjadi akibat proliferasi kapiler yang sering terjadi sesudah trauma, jadi bukan oleh
karena proses peradangan, walaupun sering disertai infeksi sekunder. Lesi biasanya soliter, dapat
terjadi pada semua umur, terutama pada anak dan tersering pada bagian distal tubuh yang sering
mengalami trauma. Mula-mula berbentuk papul eritematosa dengan pembesaran yang cepat.
Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1 cm dan dapat bertangkai, mudah berdarah (Worman,
1998; Hamzah, 1999).
B. Hemangioma kavernosum
Lesi ini tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa atau nodus yang berwarna merah
sampai ungu. Bila ditekan akan mengempis dan cepat mengembung lagi apabila dilepas. Lesi
terdiri dari elemen vaskular yang matang. Bentuk kavernosum jarang mengadakan involusi
spontan (Cohen, 2004; Anonim, 2005).
C. Hemangioma campuran
Jenis ini terdiri atas campuran antara jenis kapiler dan jenis kavernosum. Gambaran klinisnya
juga terdiri atas gambaran kedua jenis tersebut. Sebagian besar ditemukan pada ekstremitas
inferior, biasanya unilateral, soliter, dapat terjadi sejak lahir atau masa anak-anak. Lesi berupa
tumor yang lunak, berwarna merah kebiruan yang kemudian pada perkembangannya dapat
memberi gambaran keratotik dan verukosa (Hamzah, 1999; Kushner, et al., 1999; Lehrer, 2003;
Anonim, 2005).
F. Manifestasi klinik
1. Hemangioma kapiler Tanda-tanda Hemangioma kapiler, berupa: Bercak merah tidak menonjol
dari permukaan kulit. Salmon patch´ berwarna lebihmuda sedang ³Port wine stain´ lebih gelap
kebiru-biruan, kadang-kadang membentuk benjolan di atas permukaan kulit.
2. Hemangioma kavernosumTampak sebagai suatu benjolan, kemerahan, terasa hangat dan
³compressible´ (tumor mengecil bila ditekan dan bila dilepas dalam beberapa waktu membesar
kembali).
3. Hemangioma Campuran.Diantara jenis Hemangioma kavernosum dan campuran ada yang
disertai fistulaarterio-venous (bawaan).
gejala klinis
Tergantung macamnya :
a) Hemangioma kapiler, ³Port wine stain´ tidak ada benjolan kulit.
b) ³Strawberry mark´, menonjol seperti buah murbai.
G. Komplikasi
1. Perdarahan
Komplikasi ini paling sering terjadi dibandingkan dengan komplikasi lainnya. Penyebabnya ialah
trauma dari luar atau ruptur spontan dinding pembuluh darah karena tipisnya kulit di atas
permukaan hemangioma, sedangkan pembuluh darah di bawahnya terus tumbuh (Katz, et al.,
2002).
2. Ulkus
Ulkus menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan resiko infeksi, perdarahan, dan sikatrik. Ulkus
merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus dapat juga terjadi akibat ruptur (Kushner, et al., 1999).
3. Trombositopenia
Jarang terjadi, biasanya pada hemangioma yang berukuran besar. Dahulu dikira bahwa
trombositopenia disebabkan oleh limpa yang hiperaktif. Ternyata kemudian bahwa dalam
jaringan hemangioma terdapat pengumpulan trombosit yang mengalami sekuesterisasi (Katz, et
al., 2002).
4. Gangguan penglihatan
Pada regio periorbital sangat meningkatkan risiko gangguan penglihatan dan harus lebih sering
dimonitor. Amblyopia dapat merupakan hasil dari sumbatan pada sumbu penglihatan (visual
axis). Kebanyakan komplikasi yang terjadi adalah astigmatisma yang disebabkan tekanan
tersembunyi dalam bola mata atau desakan tumor ke ruang retrobulbar (Kushner, et al., 1999).
H. Penanganan
Ada 2 cara pengobatan:
1. Cara konservatif
Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami pembesaran dalam bulan-bulan
pertama, kemudian mencapai besar maksimum dan sesudah itu terjadi regresi spontan sekitar
umur 12 bulan, lesi terus mengadakan regresi sampai umur 5 tahun (Hamzah, 1999).
Hemangioma superfisial atau hemangioma strawberry sering tidak diterapi. Apabila
hemangioma ini dibiarkan hilang sendiri, hasilnya kulit terlihat normal (Kantor, 2004).
2. Cara aktif
Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif, antara lain adalah hemangioma yang tumbuh
pada organ vital, seperti pada mata, telinga, dan tenggorokan; hemangioma yang mengalami
perdarahan; hemangioma yang mengalami ulserasi; hemangioma yang mengalami infeksi;
hemangioma yang mengalami pertumbuhan cepat dan terjadi deformitas jaringan (Anonim,
2005).
2.1. Pembedahan
Indikasi :
1. Terdapat tanda-tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya dalam beberapa minggu lesi
menjadi 3-4 kali lebih besar.
2. Hemangioma raksasa dengan trombositopenia.
3. Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan sesudah 6-7 tahun.
Lesi yang terletak pada wajah, leher, tangan atau vulva yang tumbuh cepat, mungkin
memerlukan eksisi lokal untuk mengendalikannya (Hamzah, 1999).
2.2. Radiasi
Pengobatan radiasi pada tahun-tahun terakhir ini sudah banyak ditinggalkan karena:
1. Penyinaran berakibat kurang baik pada anak-anak yang pertumbuhan tulangnya masih sangat
aktif.
2. Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka waktu lama.
3. Menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan menyulitkan bila diperlukan suatu
tindakan.
2.3. Kortikosteroid
Kriteria pengobatan dengan kortikosteroid ialah:
1. Apabila melibatkan salah satu struktur yang vital.
2. Tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi kosmetik.
3. Secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisium.
4. Adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia.
5. Menyebabkan dekompensasio kardiovaskular.
Kortikosteroid yang dipakai ialah antara lain prednison yang mengakibatkan hemangioma
mengadakan regresi, yaitu untuk bentuk strawberry, kavernosum, dan campuran. Dosisnya per
oral 20-30 mg perhari selama 2-3 minggu dan perlahan-lahan diturunkan, lama pengobatan
sampai 3 bulan. Terapi dengan kortikosteroid dalam dosis besar kadang-kadang akan
menimbulkan regresi pada lesi yang tumbuh cepat (Hamzah, 1999).
Hemangioma kavernosa yang tumbuh pada kelopak mata dan mengganggu penglihatan
umumnya diobati dengan steroid injeksi yang menurunkan ukuran lesi secara cepat, sehingga
perkembangan penglihatan bisa normal. Hemangioma kavernosa atau hemangioma campuran
dapat diobati bila steroid diberikan secara oral dan injeksi langsung pada hemangioma (Kantor,
2004).
Penggunaan kortikosteroid peroral dalam waktu yang lama dapat meningkatkan infeksi sistemik,
tekanan darah, diabetes, iritasi lambung, serta pertumbuhan terhambat (Anonim, 2005).
2.4. Obat sklerotik
Penyuntikan bahan sklerotik pada lesi hemangioma, misalnya dengan namor rhocate 50%, HCl
kinin 20%, Na-salisilat 30%, atau larutan NaCl hipertonik. Akan tetapi cara ini sering tidak
disukai karena rasa nyeri dan menimbulkan sikatrik (Hamzah, 1999).
2.5. Elektrokoagulasi
Cara ini dipakai untuk spider angioma untuk desikasi sentral arterinya, juga untuk hemangioma
senilis dan granuloma piogenik (Hamzah, 1999).
2.6. Antibiotik
Antibiotik diberikan pada hemangioma yang mengalami ulserasi. Selain itu dilakukan perawatan
luka secara steril (Anonim, 2005).
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
PENGKAJIAN DATA KEPERAWATAN ANAK
1. Prenatal
Selama kehamilan ibu memeriksakan kehamilan 6 x di bidan, TT (+), emesis/hiperemesis (-),
tidak mengikuti senam hamil
2. Natal
Anak lahir di bidan swasta, lahir spontan langsung menangis, berat badan lahir 3400 gram
3. Postnatal
Selama postnatal, tidak ada keluhan, anak minum ASI dan tidak diberikan makanan tambahan,
sakit berat selama periode ini tidak ada
4. Tindakan operasi
Tidak pernah
5. Alergi
Pada daerah kepala dan punggung nampak bintik-bintik biang keringat berwarna kemerahan.
Menurut ibu, tidak ada riwayat alergi.
6. Kecelakaan
Menurut ibu anaknya pernah terjatuh dari tempat tidur sebanyak dua kali tapi tidak apa-apa
hanya menangis saja
7. Imunisasi
Lengkap, kecuali Campak yang belum diberikan karena anak sempat sakit cacar air.
1. Yang mengasuh
Yang mengasuh anak adalah ibu sendiri dan kadang-kadang dibantu oleh nenek klien
2. Pola tidur
Anak tidur 10 – 12 jam sehari
3. Mandi
Anak dimandikan dua kali sehari, memakai sabun dikeringkan dengan handuk dan bedak gatal
untuk mengobati biang keringat setelah mandi.
4. Aktifitas bermain
Anak sangat aktif bermain dan cepat bosan dengan satu jenis mainan.
5. Eliminasi
BAB 1 – 2 kali sehari, BAK 6 – 8 kali sehari, masih ngompol, tidak memakai pampers dengan
alasan mahal.
H. Keadaan Kesehatan Saat Ini
1. Diagnosa Medis
Hemangioma Collii
2. Tindakan operasi
Eksisi area hemangioma
3. Status Nutrisi
Berat badan klien 9,5 kg (90 per sentil), menurut ibu terjadi penurunan setengah klilogram
semenjak sakit cacar hingga sekarang, conjunctiva merah muda. Hb sebelum tranfusi 8,8 gr/dl
dan post tranfusi 14,4 gr/dl (dua kali tranfusi).
4. Status cairan
Oedema tidak ada, tidak terpasang infus
5. Obat-obatan
Belum diberikan
6. Aktifitas
Selama dirawat, klien tidak ada perubahan dalam aktifitas dan tetap lincah
7. Tindakan keperawatan
Penyuluhan tentang persiapan operasi dan pemberian makanan pada anak
8. Hasil Laboratorium
Hb post tranfusi 14,4 gr/dl, Hematokrit 302 juta, leukosit 9200, Hb Plasma 372.000
9. X-Ray
Tidak dilakukan
10. Lain-lain
Benjolan mulai muncul dengan bercak kemerahan 40 hari setelah lahir dengan diameter 2 x 2 cm
dan tidak terasa nyeri. Lemudian membesar dengan diameter 3 x 2 x 2 cm dengan ulserasi (+),
darah (+). Mulai keluar darah campur lendir sejak benjolan terkena cacara air.
I. Pemeriksaan Fisik
2. Motorik Halus
Anak sudah bisa memegang benda kecil dengan jempol dan jari telunjuk tetapi belum begitu
sempurna
4. Motorik Kasar
Anak sudah bisa berdiri dengan pegangan, anak bisa berjalan dengan dituntun dan belum bisa
berdiri tanpa pegangan
K. Informasi Lain
Saat membersihkan darah dari luka pada benjolan ibu menggunakan kain gendongan, anak
tampak tidak bersih. Ibu merasa cemas terhadap tindakan operasi, belum menandatangani
informed consent.
L. Ringkasan riwayat keperawatan
Klien datang dengan keluhan benjolan pada tengkuk bagian kanan dan direncanakan akan
dilakukan tindakan operasi pada tanggal 27 April 1999. Benjolan mengeluarkan darah sejak
terkena cacar.
M. Masalah Keperawatan
Mencegah resiko
Lengkapi pemeriksaan dehidrasi/hipoglikem
ia
laboratorium yang
Mencegah resiko
diprogramkan selama operasi
4. Klien terbebas dari
Pertahankan anak tetap
Mengosongkan
komplikasi post
puasa kandung kemih
operasi untuk mencegah
inkontinensia selama
Yakinkan anak mendapat
operasi
cairan sebelum dipuasakan
Catat tanda vital, laporkan
jika ada kelainan
Anjurkan anak untuk
BAK sebelum premedikasi
3 Resiko infeksi Klien terbebas dari Berikan penyuluhan pada Memotivasi keluarga
b/d perawatan resiko infeksi untuk menjaga
orangtua untuk menjaga
tidak adekuat kebersihan luka
dari orangtua luka tetap bersih
Mencegah
Berikan penyuluhan pada
kontaminasi bakteri
keluarga tentang cara
membersihkan nanah atau
darah dengan gaas bersih Melihat adanya
tanda infeksi
Observasi adanya tanda-
tanda infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan).
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hamzah Mochtar. (1999). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Media Aescullapius. Jakarta.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr
Soetomo Surabaya