Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Titrasi Iodometri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi
oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan
dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri
yang sederhana, pelaksanannya praktis, tidak banyak masalah dan mudah
dilakukan.Iodometri disebut juga metode titrasi tak langsung yang berkenaan dengan
titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia

Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat - zat oksidator berupa
garam - garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat - zat oksidator ini direduksi
dahulu dengan KI dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan
larutan natrium tiosulfat baku. Iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya
sendiri.

Namun, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum digunakan
sebagai indikator, karena warna biru gelap dari kompleks iodin kanji bertindak sebagai
tes yang sensitif untuk iodin.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan titrasi redoks ?
2. Apa yang dimaksud dengan iodometri ?
3. Bagaimana prinsip iodometri ?
4. Bagaimana standarisasi larutan iodin ?
5. Apa indikator yang digunakan untuk iodometri ?
6. Apa saja penentuan dengan iodometri ?
7. Bagaimana penerapan aplikasi iodometri dalam bidang farmasi ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang titrasi redoks.
2. Untuk mengetahui tentang iodometri.
3. Untuk mengetahui prinsip iodometri.

1
4. Untuk mengetahui standarisasi larutan iodin.
5. Untuk mengetahui indikator yang digunakan untuk iodometri.
6. Untuk mengetahui tentang penentuan iodometri.
7. Untuk mengetahui peranan iodometri.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Titrasi Redoks


Titrasi reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau
oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana reduktor akan
teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi
kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi. Berarti prosesoksidasi disertai hilangnya elektron
sedangkanreduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom
yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada
reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-
reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain.
Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja
(Khopkar , 2003).

B. Pengertian Iodometri
Iodometri merupakan cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodida
sebagai pentiter. (Rivai, 1995).
Iodometri disebut juga metode titrasi tak langsung yang berkenaan dengan
titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Sedangkan iodimetri merupakan
metode titrasi langsung yang mengacu pada titrasi dengan suatu larutan iod standar.
(Bassett, 1994).

Iodometri yaitu metode yang penggunaanya cukup luas karena dapat dipakai
untuk penetapan kadar oksidator maupun reduktor. Disamping itu, cara ini juga
akurat, karena titik akhirnya jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan
titer yang encer (0,001 N). (Ita Asriani Basri, 2008)

3
Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks dari senyawa iodine
dengan natrium tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine ditunjukkan oleh reaksi
dibawah ini :

I2+ 2 e → 2 I- Eo = + 0,535 volt

Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan amilosa dan
berwarna merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks
dapat diikuti dengan menggunakan indikator amilosa atau amilopektin. Analisa
dengan menggunakan iodine secara langsung disebut dengan titrasi iodimetri.
Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan iodida,
dimana larutan tersebut diubah menjadi iodine,dan selanjutnya dilakukan titrasi
dengan natrium tiosulfat, titrasi tidak iodine secara tidak langsung disebut dengan
iodometri. Dalam titrasi ini digunakan indikator amilosa, amilopektin, indicator
carbon tetra klorida juga digunakan yang berwarna ungu jika mengandung iodine.
(https://www.scribd.com/doc/117334988/).

C. Prinsip Iodometri
Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat
bereaksi dengan I- (iodida) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara kuantitatif
dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri
dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika
direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titran, hal ini
disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang dapat
dipakai untuk iodida. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses titrasi yang
sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawa iodida umumnya KI
ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang
terbentuk adalah ekuivalen dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I 2
ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat (umumnya yang
dipakai adalah Na2S2O3) dengan indikator amilum, jadi perubahan warnanya dari biru
tua kompleks amilum-I2 sampai warna ini tepat hilang. Reaksi yang terjadi pada titrasi
iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut:
IO3- + 5 I- + 6H+  3I2 + H2O

4
I2 + 2 S2O3 2-  2I- + S4O6 2-
Jadi, prinsip dasar dari titrasi iodometri adalah zat uji (oksidator) mula-mula
direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang dihasilkan dititrasi
dengan larutan tiosulfat. Oksidator + KI → I2 + 2e
I2 + Na2S2O3→ NaI + Na2S4O6
Sedangkan prinsip dasar dari titrasi iodimetri adalah zat uji (reduktor) langsung
dititrasi dengan larutan iodium, dimana I2 sebagai larutan standardnya. Dalam
kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod
dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion tri-iodida, I 3 - . Untuk
tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis
dengan I3 - dan bukan dengan I2, misalnya:
I3 - + 2S2O3 2-  3I- + S4O6 2-
akan lebih akurat daripada:
I2 + 2S2O3 2- 2I- + S4O6 2- (Bassett, 1994).

D. Standarisasi Larutan Iodin


Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134 mol/liter pada 25˚C) namun larut
dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodin membentuk kompleks triiodida
dengan iodida, I2 + I- I3-.
Dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25˚C. kalium iodida
berlebih ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan
keatsirian iodin. Larutan-larutan iodin standar dapat dibuat melalui penimbangan
langsung iodin murni dan pengenceran dalam labu volumetrik. Iodin akan dimurnikan
oleh sublimasi dan ditambahkan ke dalam larutan KI yang konsentrasinya diketahui
yang ditimbang secara akurat sebelum dan sesudah penambahan iodin. Namun
demikian, biasanya larutan tersebut distandarisasi terhadap larutan standar primer
seperti As2O3. Kekuatan reduksi dari HAsO2 tergantung pada pH, seperti yang
ditunjukkan oleh persamaan di bawah :
HAsO2 + I2 + 2H2O H3AsO4 + 2H+ + 2I-.
Nilai konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini adalah 0,17; karena itu reaksi
ini tidak berjalan sampai selesai pada titik ekivalen. Namun demikian, jika
konsentrasi ion hidrogen diturunkan, reaksi dipaksa bergeser ke kanan sehingga bisa
digunakan untuk titrasi. Biasanya larutannya disangga pada pH sedikit diatas 8
menggunakan natrium bikarbonat (Underwood, 2002).
5
Kelemahan larutan iod adalah :
1. Larutan iod adalah oksidator lemah, tak stabil karena mudah menguap.
2. Dapat mengoksidasi karet, gabus dan zat-zat organik lainnya.
3. Dipengaruhi oleh udara dengan reaksi sebgai berikut :
4 I- + O2 + 4H+  2I2 + 2H2O
4. Tidak dapat dilakukan pada suasana basa yakni pada Ph > 9 karena akan
terjadi reaksi:
I2 + OH-  HOI + 2H2O
3HOI + 3OH- 2I - + IO3 - + 3H2O

E. Indikator Yang Digunakan pada Iodometri


Larutan I2 dalam larutan KI encer berwarna coklat muda. Bila 1 tetes larutan
I2 0,1 N dimasukkan kedalam 100 ml aquadest akan memberikan warna kuning
muda, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam suatu larutan yang tidak berwarna I2
dapat berfungsi sebagai
indikator. Warna dari larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak
sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet
yang
intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang
kondisi ini digunakan untuk mendeteksi titik akhir titrasi. Namun demikian, suatu
larutan
(penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum digunakan, karena warna biru gelap dari
kompleks iodin-kanji bertindak sebagai tes yang sensitif untuk iodin.
(Underwood,2002)
Komponen utama kanji yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki
rantai lurus dan memberikan warna biru jika bereaksi dengan iodium. Amilopektin
memiliki rantai bercabang dan memberikan warna merah violet jika bereaksi dengan
iodium.
Keuntungan penggunaan kanji adalah harganya murah, sedangkan kerugiannya adalah
tidak mudah larut dalam air dingin, tidak stabil pada suspensi dengan air, karenanya
dalam proses pembuatannya harus dibantu dengan pemanasan. Penambahan indikator
kanji sebaiknya dilakukan pada saat medekati titik akhir titrasi karena iod dengan
kanji membentuk kompleks yang berwarna biru yang tidak larut dalam air dingin
sehingga dikhawatirkan mengganggu penetapan titik akhir titrasi. Karena adanya
6
kelemahan ini, dianjurkan pemakaian kanji natrium glukonat yang mana indikator ini
tidak higroskopis; cepat larut dan stabil dalam penyimpanan; tidak membentuk
kompleks yang tidak larut dengan iodium sehingga boleh ditambahkan pada awal
titrasi dan titik akhir jelas; reprodusibel dan tidak tiba-tiba. namun indikator ini
harganya mahal.

Mekanisme reaksi indikator kanji adalah sebagai berikut :


Iodometri : Iod-amilum (biru) + Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 + amilum (tak
berwarna).
Pada iodometri perubahan warna pada titik ekivalen (TE) dari biru
menjadi tak berwarna.
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Titrasi Secara Iodometri
1. Reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH<8), jika terlalu
basa,
maka akan terjadi reaksi:
I2 + 2OH-  IO-(ion hipoiodit) + I- + H2O
3IO  2I- + IO3-(ion iodat)
Sehingga volume tiosufat (titran) berkurang, kesalahan sampai 4% terjadi pada
pH sekitar 11,5
2. Larutan kanji yang telah rusak akan memberi warna violet yang sulit hilang
warnanya,
sehingga akan mengganggu penitaran.
3. Pemberian kanji terlalu awal, dapat menyebabkan iodium menguraikan amilum dan
hasil peruraian mengganggu perubahan warna pada titik akhir.
4. Penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam air
tetapi
mudah larut dalam KI, jadi KI yang ditambahkan selain mereduksi analit juga
melarutkan I2 hasil reaksi.
5. Larutan tiosulfat (H2S2O3) dapat terdekomposisi, pada suasana yang sangat asam
dapat
menguraikan larutan tiosulfat menjadi belerang.

F. Penentuan Dengan Iodometri

7
Ada banyak aplikasi proses iodometrik dalam kimia analisis. Penentuan
iodometrik tembaga banyak digunakan baik untuk bijih maupun paduannya. Metode
ini
memberikan hasil yang sempurna dan lebih cepat daripada penentuan elektrolitik
tembaga. Metoda klasik dari Winkler adalah sebuah metoda sensitif ntuk menentukan
oksigen yang dilarutkan dalam air. Ke dalam sampel air ditambahkan garam
mangan(II),
natrium iodida dan natrium hidroksida berlebih. Mn(OH) putih diendapkan dan secara
tepat dioksidasi menjadi Mn(OH)3 coklat. Larutannya kemudian diasamkan, dan
Mn(OH)3 mengoksidasi iodida menjadi iodin, yang kemudian di titrasi dengan larutan
standar dari natrium tiosulfat. (Underwood,2002)

8
G. ALAT DAN BAHAN  
Alat : Bahan :
1.   Buret 50 mL 1.      Na2S2O3
2.   Beaker glass 2.      Na2O3
3.   Neraca analitik 3.      Air suling
4.   Spatel 4.      I2
5.   Gelas ukur 5.      KI
6.    Labu takar 500 mL 6.      H2SO4 2N
7.    labu takar 250 mL 7.      Amilum
8.    pipet volume 25 mL 8.      As2O3
9.    gelas arlogi 9.      NaOH 1N
10.  batang pengaduk 10.  Garam dapur
11.  Erlenmeyer 11.  Label
12.  Pipet ukur 5 mL
13.  Botol tertutup

     Cara Kerja :
·         Pembuatan Larutan NaS2O3 0,005 N
1.      0,6205 gram NaS2O3 ditimbang dalam gelas arloji pada neraca analitik
2.      Dimasukkan ke dalam gelas beaker kemudian dilarutkan dengan 50 ml
aquades dan ditambahkan 10, g Na2CO3.
3.      Larutan diaduk hingga homogen dan dipindahkan ke dalam labu ukur
500 mL.

9
4.      Larutan lalu diencerkan dengan air suling bebas CO2 sampai volume
larutan 500 mL
5.      Simpan dalam botol yang tertutup dan diberi label.
·         Pembuatan Larutan KIO3 0,005 N
1.      0,0891 gram kristal KIO3 ditimbang dengan gelas arloji pada neraca
analitik.
2.      Dilarutkan dengan aquades kemudian dipindahkan ke dalam labu takar
500 mL.
3.      Ditambahkan aquades sampai tepat pada tanda 500 mL.
·         Pembuatan Larutan H2SO4 2N 100 mL
1.      Disiapkan labu ukur 100 mL yang telah diisi aquades + ¾ volumenya.
2.      H2SO4 pekat (36N) dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang
telah disiapkan lewat dinding.
3.      Ditambahkan aquades sampai tanda 100 mL kemudian dikocok.
·         Standarisai NaS2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N
1.      Dipipet 25 mL KIO3 0,005 N dan dimasukkan dalam Erlenmeyer.
2.      Ditambahkan 2 gram KI yang bebas iodat dan 5 mL H2SO4 2N.
3.      Larutan ditirasi dengan Natrium Thiosulfat yang akan ditentukan
normalitasnya.
4.      Saat warna kuning hampir menghilang, titrasi dihentikan dan
ditambahkan indicator amilum.
5.      Titrasi dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat hilang.
6.      Dihitung normalitas NaS2O3.
·         Penentuan Kadar Iodat pada Garam Dapur
1.      Ditimbang 25 gram garam.
2.      Ditambahkan aquades dengan volume 125 mL.
3.      Ditambahkan 2 gram KI yang bebas iodat.
4.      Ditambahkan 5 mL asam sulfat 2N.
5.      Dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat yang telah diketahui
normalitasnya.
6.      Saat warna kuning iodium hampir hilang, titrasi dihentikan dan
ditambahkan indicator amilum.
7.      Titrasi dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat hilang

10
8.      Dihitung kadar iodum dalam garam dapur.
Hasil Pengamatan :
Sebelum ditambahkan indicator, larutan KIO3 berwarna bening. Setelah
ditambahkan H2SO4, larutan menjadi berwarna kuning. Saat warna kuning hilang,
ditambahkan indicator kanji, dan pemberian indicator kanji, larutan menjadi berwarna
biru. Setelah warna biru larutan titrat hilang, titrasi dihentikan. Volume titran dicatat
sebagai vol. titrasi.
Perhitungan.
Hasil titrasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N:                        
Vol. titrasi 1 : 25 ml
Vol. titrasi 2 : 25,8 ml
Vol. titrasi 3 : 24,6 ml
Vol. titrasi rata – rata : 25,133 ml
KIO3                 = Na2S2O3
V1 . N1              = V2 . N2
25 ml . 0,005 N = 25,133 ml . N2
0,125                 = 25,133 . N2
N2                     = 0,0049 N
Jadi normalitas dari Na2S2O3 pada titrasi iodometri ini adalah 0,0049 N
 
Kad
Volume Titrasi (ml) ar
sam Iodium
pel
I I Rat
I
I I a-rata
6 42,6
I 6 6 6,1
,3 4 ppm
0 0 2,09
II - 0,3
,2 ,4 7 ppm
1 1 1,8 13,0
III 2
,7 ,9 7 73 ppm

Pembahasan

11
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang
bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida
yang ditambahkan membentuk iodium. Iodium yang terbentuk ditentukan dengan
menggunakan larutan baku natrium tiosulfat. Cara iodometri dapat digunakan untuk
menentukan kadar iodium dalam garam. Pada oksidator/ garam ini ditambahkan
larutan KI dan H2SO4 sebagai asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian
dititrasi dengan Na2S2O3 dan dapat ditentukan kadarnya. Namun, sebelumnya,
larutan Na2S2O3 ini harus dibakukan atau distandarisasi terlebih dahulu. Pembakuan
larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat,
kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium
permanganate. Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses
pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar. Larutan thiosulfat sebelum
digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan
terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium
iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan
setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi kuning
kecoklatan. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah
memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium
iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah
sebagai berikut :
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O 
Untuk senyawa yang memiliki potensial reduksi yang rendah dapat direaksikan
secara sempurna dalam suasana asam. Indikator yang digunakan dalam metode ini
adalah indikator kanji (amilum) yang dapat membentuk senyawa absorpsi dengan
iodium yang dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat. Penambahan amilum yang
dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak
membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke
senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan
sifat I2 yang mudah menguap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang
bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya
sangat jelas.  Titik akhir titrasi iodometri ialah apabila warna biru telah hilang.

H. Peranan Iodometri Pada Bidang Farmasi


• Dalam Farmakope Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan
kadar obat-obatan. Salah satu contohnya adalah untuk menetapkan kadar asam
askorbat atau vitamin C, natrium askorbat, metampiron (antalgin), serta natrium
tiosulfat dan sediaan injeksinya.
• Dalam bidang farmasi metode titrasi iodometri digunakan untuk menentukan
kadar zat-zat yang mengandung oksidator misalnya; Cl2, Fe(III), Cu(II), dan
sebagainya, sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan
kualitasnya.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Titrasi redoks adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator
berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi.
 Iodometri merupakan metode titrasi tak langsung yang berkenaan dengan
titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
 Prinsip dasar dari titrasi iodometri adalah zat uji (oksidator) mula-mula
direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang dihasilkan
dititrasi dengan larutan tiosulfat.
 Indikator yang digunakan dalam titrasi iodometri adalah indicator kanji.

13
 Untuk standarisasi Na2S2O3 dengan larutan KIO3 digunakan titrasi dengan
metode iodometri karena Na2S2O3 dapat dioksidasi oleh KIO3 dengan
penambahan KI dan asam sulfat.
 Larutan Na2S2O3 digunakan sebanyak 25,133 ml untuk titrasi 25 ml
CaCO3. Titik akhir titrasi terjadi saat larutan titrat kehilangan warna biru.
 Penentuan kadar iodium dalam garam dilakukan dengan metode iodometri
karena iodium akan dihasilkan dari reaksi redoks oleh Na2S2O3. Kadar Iodium
garam I adalah 42,64 ppm, garam II adalah 2,097 ppm dan garam III memiliki
kadar iodium 13,073 ppm. Sehingga, garam I adalah garam yang memiliki
kadar iodium paling banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI.
Underwood, A.L, Day, R.A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

(https://www.scribd.com/doc/117334988/).

14
15

Anda mungkin juga menyukai

  • Simplisia, A
    Simplisia, A
    Dokumen24 halaman
    Simplisia, A
    dwi putri absari
    Belum ada peringkat
  • Pengertian Mukmin
    Pengertian Mukmin
    Dokumen3 halaman
    Pengertian Mukmin
    dwi putri absari
    Belum ada peringkat
  • Dry Sirup
    Dry Sirup
    Dokumen8 halaman
    Dry Sirup
    dwi putri absari
    Belum ada peringkat
  • Dry Sirup
    Dry Sirup
    Dokumen8 halaman
    Dry Sirup
    dwi putri absari
    Belum ada peringkat
  • TAHLIL
    TAHLIL
    Dokumen1 halaman
    TAHLIL
    dwi putri absari
    Belum ada peringkat