Anda di halaman 1dari 2

NAMA : MUH REZA ALAMRI

NIM : 1923143

KELAS : PAI / 3 D

MK : AKHLAK TASAWUF

Kamis, 24 September 2020

Kritik Terhadap Pembagian Tasawuf Kepada Akhlaqi Dan Falsafi

Belakangan ini timbul faham pembagian tasawuf kepada tasawuf akhlaqi (terkadang juga
disebut tasawuf sunni) dan tasawuf falsafi. Menurut faham pembagian ini, tasawuf sunni atau
tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang secara konsisten memegang teguh ajaran-ajaran al-Qur’an
dan Sunnah, sementara yang kedua; aliran tasawuf filosofis adalah tasawuf di mana para
pemeluknya cenderung mengungkapkan kata-kata ganjil (syathahât) yang mengarah kepada
kayakinan-keyakinan hulûl dan ittihâd, bahkan mengarah kepada pelanggaran-pelanggaran
terhadap ajaran-ajaran syari’at.

Pembagian tasawuf semacam ini menjadikan bumerang tidak hanya terhadap para ulama
Islam, tapi juga terhadap kaum sufi sendiri, padahal sesungguhnya pokok-pokok ajaran tasawuf
secara keseluruhan adalah ajaran yang dilandaskan kepada al-Qur’an dan Sunnah. Dan
sesungguhnya setiap ajaran yang menyalahi ajaran al-Qur’an dan Sunnah, apapun namanya,
maka ajaran tersebut tertolak dan sesat. Membagi tasawuf kepada dua aliran tersebut nyata
seakan memberikan jutifikasi terhadap keberadaan tasawuf yang menyalahi al-Qur’an dan hadits,
dalam hal ini aliran tasawuf filosofis.

Fenomena Syathahât; Antara Wali Shâhî Dan Wali Jadzab

Dalam definisi as-Sarraj, syathahât adalah kata-kata yang merupakan ungungkapan dari
al-wajd yang ada pada diri seseorang yang terkadang dibarengi dengan pengkuan-pengakuan
ganjil atau perbuatan-perbuatan “nyeleneh”, karena orang tersebut dalam keadaan tidak sadar 1 .
Istilah syathahât dalam tasawuf secara lebih sederhana kemudian dikenal sebagai kata-kata yang
diucapkan oleh sebagian orang yang dianggap sebagai wali Allah, contohnya seperti kata-kata
“Anâ al-Haqq” (saya adalah al-Haq --Allah--), Mâ Fî Jubbatî Illa Allâh (Tidak suatu apapun di
dalam jubahku kecuali Allah), dan parkataan-perkataan nyeleneh lainnya. Ungkapan ungkapan
syathahât semacam ini juga kadang dituangkan dalam bait-bait syair.

Pendapat Mayoritas Ulama Sufi Tentang Al-Hallaj

Sosok kontroversional ini bernama Abu al-Mughits al-Husain Ibn Manshur al-Hallaj.
Berasal dari sebuah daerah bernama al-Baidla di daratan Persia (Iran sekarang), beliau tumbuh di
Irak. Hidup semasa dengan Imam al-Junaid al-Baghdadi, Imam al-Nauri, Imam Amr Ibn Utsman
al-Makki, dan lainnya. Al-Hallaj dibunuh di Baghdad, pada hari selasa 6 Dzul Qa’dah tahun 309
H. Setelah dibunuh ada beberapa orang di wilayah Baghdad Irak dan di daerah Thaliqan di
Khurrasan terpengaruh dengan ajaran al-Hallaj dan menjadi pengikutnya. Karena itu pasca
terbunuhnya al-Hallaj ada satu komunitas pengikut setianya yang dikenal dengan nama al-
Hallajiyyah2 .

Mayoritas ulama dan kaum sufi saat itu menilai bahwa al-Hallaj ketika mengucapkan
kata-kata syathahât dalam keadaan shâhî. Imam Abdurrahman as-Sulami dalam Thabaqât ash-
Shûfiyyah mengatakan bahwa mayoritas ulama sufi tidak menganggap al-Hallaj sebagai bagian
dari mereka, dan bahwa kata-kata kufur yang diucapkannya dalam keadaan shâhî.

Tinjauan Historis Dan Definisi Akidah Hulûl Dan Wahdah al-Wujûd

Dalam tinjauan al-Hafiszh as-Suyuthi, keyakinan hulûl, ittihâd atau wahdah al-wujûd
secara hitoris awal mulanya berasal dari kaum Nasrani. Mereka meyakini bahwa Tuhan menyatu
dengan nabi Isa, dalam pendapat mereka yang lain menyatu dengan nabi Isa dan ibunya;
Maryam sekaligus. Hulûl dan wahdah al-wujûd ini sama sekali bukan berasal dari ajaran Islam.
Bila kemudian ada beberapa orang yang mengaku sufi meyakini dua akidah tersebut atau salah
satunya, jelas ia seorang sufi gadungan. Para ulama, baik ulama Salaf maupun Khalaf dan kaum
sufi sejati dan hingga sekarang telah sepakat dan terus memerangi dua akidah tersebut3 .

Al-Imâm al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi menilai bahwa seorang yang berkeyakinan


hulûl atau wahdah al-wujûd jauh lebih buruk dari pada keyakinan kaum Nasrani. Karena bila
dalam keyakinan Nasrani Tuhan meyatu dengan nabi Isa atau dengan Maryam sekaligus (yang
mereka sebut dengan doktrin trinitas), maka dalam keyakinan hulûl dan wahdah al-wujûd Tuhan
menyatu dengan manusia-manusia tertentu, atau menyatu dengan setiap komponen dari alam ini.

Anda mungkin juga menyukai