Anda di halaman 1dari 40

ARTIKEL TEMA KEISLAMAN:

1.TAUHID:KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM


ISLAM
2.SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3.GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4.PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSIAL-HADITS)
5.AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM.

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah:Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampuh:
Dr.Taufiq Ramdani,S.Th.I.,M.Sos

Disusun Oleh:
Nama :Bayuti Izat Nabila
NIM :E1A020011
Fakultas&Prodi :FKIP Pendidikan Biologi
Semester :1(satu)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUANDAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A.2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini tepat pada waktunya

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah MuhammadSAW


atas pengorbanan dan perjuangannyalah kita bisa merasakan manisnya islam.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr.Taufiq Ramdani,S.Th.I.,M.Sos


sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi para pembaca sehingga
bisa menjadi ladang pahala buat kita semua.

Penyusun,Mataram16,Oktober,2020

Nama:Bayuti Izat Nabila


NIM:E1A020011

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BABI : Tauhid, Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam. 4
BABII : Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits 10
BABIII : Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits 19
BABIV : Pengertian dan Jejak Salafussoleh (ReferesnsiAl-Hadits) 24
BABV : Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi,Penegakan serta
Keadilan Hukum dalam Islam 31
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 39

iii
BAB 1: TAUHID

KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM


ISLAM

Kajian tentang konsep ketuhanan tetap menarik dan masih menjadi topik perbincangan,
dikarenakan sampai saat ini masih banyak diperbincangkan masyarakat khususnya di
Indonesia yang belum memahami dan mengetahui persoalan ini.Topik ini berisi
pembahasan tentang masalah keimanan dan pengkajian kembali dalam masalah
tersebut. Sebagian aspek keimanan mendapat perhatian dan pengkajian yang begitu
intensif, sehingga mudah didapat di tengah masyarakat. Aspek yang akan dikaji dalam
tulisan ini adalah aspek kejiwaan dan nilai. Aspek ini belum mendapat perhatian seperti
perhatian terhadap aspek lainnya. Kecintaan kepada Allah, ikhlas beramal hanya karena
Allah, serta mengabdikan diri dan tawakal sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai
keutamaan yang perlu diperhatikan dan harus diutamakan dalam menyempurnakan
cabang-cabang keimanan.

Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah (bahasa Arab: ‫ )هللا‬dan diyakini sebagai Zat
Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang
Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.[1][2]

Islam menitikberatkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid).[3] Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.[4] Menurut
Al-Quran terdapat 99 Nama Allah (asma’ul husna artinya: “nama-nama yang paling
baik”) yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda.[5][6] Semua nama
tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas.[7] Di antara
99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah “Maha
Pengasih” (ar-rahman) dan “Maha Penyayang” (ar-rahim).[5][6]

Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan


kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya
dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan
muncul di mana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun.[8] Al-Quran

iv
menjelaskan, “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat
segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Al-‘An’am
6:103).[2]

Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang
personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia.
Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa
pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang
diridhai-Nya.”[8]

Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai untuk
menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya
dalam surat al-Furqan ayat 43.

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai


Tuhannya ?

Dalam surat al-Qashash ayat 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya
sendiri:

Dan Fir’aun berkata: ‘Wahai para pembesar hambaku, aku tidak mengetahui Tuhan
bagimu selain aku’.

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung
arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata
(Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga
dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan
banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat
mengerti tentang definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika al-Qur’an
adalah sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.

v
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang
dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau
kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk
kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan
di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya. (M. Imaduddin, 1989: 56).

Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa berbentuk
apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin
atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an setiap manusia
pasti mempunyai sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan demikian, orang-orang
komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau
angan-angan (utopia) mereka.

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu
penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya
hanya satu Tuhan yang bernama Allah.

Al-Ghazali mengatakan bahwa eksistensi Tuhan adalah sebagai Wajibul Wujud yang
tidak membutuhkan sesuatu apapun, maka ia adalah Zat Tuhan, yaitu Zat ghair
mutahajis artinya tidak memerlukan sesuatupun dalam eksistensi-Nya.

Sumber pengetahuan tentang Tuhan adalah melalui kalbu dengan cara


pemecahandalam wujud cahaya. Al-Ghazali memberikan penjelasan bahwa keraguan
yang bersifat filosofis dapat mengantarkan pengetahuan indrawi. Pegetahuan tersebut

vi
adalah pengetahuan intuitif yang didapat seseorang melalui akal sehat dengan cara
ilmiah, maka tidak ada keraguan sedikitpun.

Tuhan menurut Islam adalah Allah, Esa, Ahad, Dia adalah dirinya sendiri, Tunggal dalam
sifatnya maupaun Fa’alnya. Dia unsur yang berdiri sendiri tidak berbilang dan pada ayat
kedua yaitu Allah tidak bergantung pada siapa-siapa melainkan ciptaan-Nyalah yang
bergantung pada-Nya seperti malaikat, manusia, iblis, jin, hewan, benda mati, cair, gas,
padat, cahaya dan sebagainya adalah ciptaan. Dialah Sang pencipta Sang kholik,
semua makhluk berdo’a meminta kepada-Nya, hidup matinya tergantung kepada-Nya,
tidak ada makhluk yang tidak tegantung kepada-Nya demikian juga manusia sejak
zaman Adam hingga Muhammad.

Ayat ketiga yaitu Allah tiak beranak dan tidak diberanakkan, maksudnya Allah tidak
beranak dan tidak mempunyai orang tua, ia Tunggal, Esa. Dan ayat yang keempat yaitu
tidak ada sesuatupun yang setara dengan dia. Maksudnya Allah itu Maha sempurna dan
tidak ada yang menaningi kesempurnaannya dan dia tidak ada yang menyeratakan
dengannya walaupun nabi, malaikat atau makhluk gaib yang pintar pun kalah
dengannya. Dia Maha segalanya Allah itu Tunggal, Esa. Wujudnya ya dirinya sendiri
bukan Zdat lain. Atau menyatu dengan Zdat lain.

Beberapa contoh kebesaran Allah sekaligus bukti nyata keistimewaan dari konsep
ketuhanan dalam Islam.

Di Selat Gibraltar, para peneliti menemukan adanya pertemuan dua jenis laut yang
berbeda warna, satu bagian berwana biru agak gelap dan bagian lainnya berwarna biru
lebih terang.

‘’... Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan segala sesuatu di muka bumi dalam
keadaan sia-sia. Mahasuci Engkau maka selamatkanlah kami dari siksa neraka.’’ (QS
Ali Imran: 191)

‘’Wahai jin dan manusia, jika kami sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan
bumi, maka lintasilah. Niscaya kami tidak akan dapat menembusnya kecuali dengan
kekuatan (ilmu pengetahuan).’’ (QS Al-Rahman: 33)

vii
Kedua ayat di atas adalah sebagian cara Allah SWT dalam menunjukkan kebesaran-
Nya kepada umat manusia dalam menciptakan segala sesuatu yang ada di alam ini.
Semua yang diciptakan-Nya tidak ada yang sia-sia. Dalam surah Al-Rahman, Allah SWT
memberikan tantangan kepada jin dan manusia untuk membuktikan kekuasaan Allah.
Intinya mereka tidak bisa mencapai kemahabesaran Allah tanpa melalui ilmu
pengetahuan.

Dalam ayat lain, pada surah Al-Baqarah ayat 21, Allah SWT menciptakan nyamuk yang
kecil sekalipun memiliki makna dan manfaat. Ditegaskan, Allah menciptakan makhluk
kecil itu dalam rangka menunjukkan kekuasaan-Nya agar manusia berpikir dan
mengambil pelajaran.

Alquran banyak sekali mengungkapkan sesuatu yang terkadang berada di luar


jangkauan manusia. Namun, setelah sekian lama, akhirnya manusia baru bisa
mengungkapkan kebenaran ayat-ayat Allah yang termaktub dalam Alquran tersebut.
Salah satunya tentang adanya laut dua warna.

Dalam surah Al-Rahman ayat 19-22 dijelaskan: ‘’Dia membiarkan dua lautan mengalir
yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui
oleh masing-masing. Maka, nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan. Dari
keduanya keluar mutiara dan marjan.’’ (QS Al-Rahman: 19-22).

‘’Dan, Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar
lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan
batas yang menghalangi.’’ (QS Al-Furqan: 53)

Setelah lebih dari 14 abad, baru beberapa dasawarsa ini para ilmuwan berhasil
mengungkapkannya. Disebutkan bahwa para peneliti harus menunggu hingga sekian
tahun untuk mencari dan menemukan laut dua warna ini. Para peneliti yang dilibatkan
mencapai ratusan orang untuk mencari lokasinya.

Setelah berhasil menemukan laut dua warna tersebut, beberapa peneliti akhirnya
menyatakan kekagumannya akan kebenaran Alquran. Kemudian, memilih Islam sebagai
jalan hidupnya.

Dari ratusan tempat yang diteliti, ternyata laut dua warna yang disebutkan dalam
Alquran, berada di Selat Gibraltar yang menghubungkan antara Lautan Mediterania dan
Samudera Atlantik serta memisahkan Spanyol dan Maroko. Nama Gibraltar berasal dari

viii
bahasa Arab Jabal Thariq yang berarti Gunung Thariq. Nama ini merujuk pada Jenderal
Muslim, Thariq bin Ziyad, yang menaklukkan Spanyol pada 711.

Ketika Republika mengikuti pelatihan ESQ pimpinan Ari Ginandjar, beberapa waktu lalu,
sempat diperlihatkan keberadaan laut dua warna tersebut. Di Selat Gibraltar itu terdapat
pertemuan dua jenis laut yang berbeda warna. Sepertinya, ada garis pembatas yang
memisahkan keduanya. Satu bagian berwarna biru agak gelap dan bagian lainnya
berwarna biru lebih terang.

Menurut penjelasan para ahli kelautan, seperti William W Hay, guru besar Ilmu Bumi di
Universitas Colorado, Boulder AS, dan mantan dekan Sekolah Kelautan Rosentiel dan
Sains Atmosfer di Universitas Miami, Florida AS, serta Prof Dorja Rao, seorang spesialis
di Geologi Kelautan dan dosen di Universitas King Abdul-Aziz, Jeddah, air laut yang
terletak di Selat Gibraltar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, baik dari kadar
garamnya, suhu, maupun kerapatan air laut. Dan, seperti dijelaskan dalam surah Al-
Furqan (25) ayat 53, yang satu bagian rasanya tawar dan segar, sedangkan bagian lain
rasanya asin lagi pahit. Dan, antara keduanya, tak pernah saling bercampur (bersatu
satu sama lain), seolah ada dinding tipis yang memisahkannya.Subhanallah,maha
kuasa Allah SWT atas segala ciptaa-NYA

ix
BAB II

Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Pengertian Sains (science)


Menurut Agus S. (2011), diambil dari kata Latin scientia yang arti harfiahnya adalah
Pengetahuan. Sund dan Trowbribge (1993),Merumuskan bahwa Sains merupakan
Kumpulan pengetahuan dan proses.Sedangkan Kuslan Stone (1994),Menyatakan
bahwa Sains adalah kumpulan Pengetahuan dan cara-cara untuk Mendapatkan dan
mempergunakan Pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak
dapat dipisahkan.“Real Science is both product and process Inseparably Joint”.

Sains sebagai proses merupakan Langkah-langkah yang ditempuh para Ilmuwan untuk
melakukan penyelidikan Dalam rangka mencari penjelasan tentang Gejala-gejala alam.
Langkah tersebut adalah Merumuskan masalah, merumuskan Hipotesis, merancang
eksperimen, Mengumpulkan data, menganalisis dan Akhimya menyimpulkan.

Menurut kamus bahasa (Abdurrahman R Effendi dan Gina Puspita 2007), sains adalah
ilmu pengetahuan yang Teratur (sistematik) yang boleh diuji atau Dibuktikan
kebenarannya. Sains juga Merupakan cabang ilmu pengetahuan yang Berdasarkan
kebenaran atau kenyataan Semata-mata, misalnya sains fisika, kimia, Biologi,
astronomi, termasuk-lah cabang-Cabang yang lebih detil lagi seperti Hematologi (ilmu
tentang darah), Entomologi, zoologi, botani, cardiologi, Metereologi (ilmu tentang kajian
cuaca), Geologi, geofisika, exobiologi (ilmu tetang Kehidupan di angkasa luar), hidrologi
(ilmu Tentang aliran air), aerodinamika (ilmu Tentang aliran udara) dan lain-
lain.Sedangkan teknologi adalah Aktivitas atau kajian yang menggunakan Pengetahuan
sains untuk tujuan praktis

Dalam industri, pertanian, perobatan, Perdagangan dan lain-lain. Ia juga dapat


Didefinisikan sebagai kaedah atau proses Menangani suatu masalah teknis yang
Berasaskan kajian saintifik termaju seperti Menggunakan peralatan elektronik, proses
Kimia, manufaktur, permesinan yang Canggih dan lain-lain.Sains dan teknologi menjadi
satu Kesatuan yang tidak terpisahkan karena Saling mendukung satu sama lain.
Teknologi merupakan bagian dari sains Yang berkembang secara mandiri, Menciptakan

x
dunia tersendiri. Akan tetapi Teknologi tidak mungkin berkembang tanpa Didasari sains
yang kokoh. Maka sains dan Teknologi menjadi satu kesatuan tak Terpisahkan.

Integrasi Pendidikan Agama Islam Dengan Sains dan Teknologi Berdasarkan tujuan dan
ruang Lingkup pendidikan agama Islam yang telah Dijelaskan di atas, diharapkan
integrasi Antara pendidikan agama Islam dengan Sains dan teknologi dapat
meningkatkan Pemahaman dan pemantapan bagi kita.

Islam Memandang Agama sebagai Dasar dan Pengatur Kehidupan Aqidah Islam
menjadi basis dari Segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam Yang terwujud dalam apa-
apa yang ada Dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits menjadi qaidah fikriyah (landasan
pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan
ilmu pengetahuan manusia.Islam memerintahkan manusia untuk membangun segala
pemikirannya berdasarkan aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu.

Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun :Artinya: “Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”.(QS. Al–Alaq: 1).Ayat ini berarti
manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan
pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena
iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang
merupakan asas Aqidah Islam.Itulah ajaran yang dibawa Rasulullah SAW yang
meletakkan aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah
sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk aqidah Islam lebih dulu, lalu
setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai
pengetahun.

Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah SAW
terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim).
Orang-orang berkata.gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim. Maka
Rasulullah SAW segera menjelaskan: Sesungguhnya matahari dan bulan ini keduanya
sebagai bukti kebesaran Allah, tidaklah gerhana ini karena mati atau hidupnya
seseorang, maka bila kalian melihat gerhana segeralah berdoa dan bertakbir
mengagungkan Allah, shalat, dan shadaqah.Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah
SAW telah meletakkan aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau
menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah,

xi
tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang, hal ini sesuai dengan aqidah muslim
yang sepengetahuan

Mengkaji dan Mengembangkan Sains dan Teknologi, sebagai bagian dari Ibadah
Menurut Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi (Abdurrahman R Effendi
dan Gita Puspita, 2007), menegaskan bahwa semua aktifitas keseharian kita termasuk
mengkaji dan mengembangkan sains dan teknologi dapat bernilai ibadah bahkan
perjuangan di sisi.

Memang benar Banyak ayat Al-Qur’an dan Hadis yang Menunjukkan kebenaran
perjalanan Nabi Tersebut, namun akan lebih mantap lagi jika Dalam penyampaian
materi pelajaran Tersebut disertakan fakta-fakta yang Berdasarkan sains dan teknlogi.

Menurut Thomas Djamaluddin, (2011), Isra’ mi’raj bukanlah kisah Perjalanan antariksa.
Aspek astronomis Sama sekali tidak ada dalam kajian Isra’ Mi’raj. Namun, Isra’ mi’raj
mengusik Keingintahuan akal manusia untuk mencari Penjelasan ilmu. Aspek aqidah
dan ibadah Berintegrasi dengan aspek ilmiah dalam Membahas Isra’ mi’raj. Inspirasi
saintifik Isra’ Mi’raj mendorong kita untuk berfikir Mengintegrasikan sains dalam aqidah
dan Ibadah.

Mari kita mendudukkan masalah Isra’ mi’raj sebagai mana adanya yang Diceritakan di
dalam Al-Qur’an dan hadits-Hadits shahih. Kemudian sekilas kita ulas Kesalahpahaman
yang sering terjadi dalam Mengaitkan Isra’ mi’raj dengan kajian Astronomi. Hal yang
juga penting dalam Mengambil hikmah peringatan Isra’ mi’raj Adalah menggali inspirasi
saintifik yang Mengintegrasikan sains dalam memperkuat Aqidah dan menyempurnakan
ibadah.

Di dalam (QS. Al-Isra’: 1) Allah Menjelaskan tentang Isra’: “Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu Malam dari Masjidil
Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi Sekelilingnya, agar Kami perlihatkan
Kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”Dan tentang mi’raj Allah Menjelaskan dalam (QS.
An-Najm: 13-18): “Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril
itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang Lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat
(Sidratul Muntaha) ada surga tempat tinggal. (Dia Melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha

xii
Diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya Tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan
Tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.

Isra’ mi’raj jelas bukan perjalanan Seperti dengan pesawat terbang antarnegara Dari
Mekkah ke Palestina dan penerbangan Antariksa dari Masjidil Aqsha ke langit ke Tujuh
lalu ke Sidratul Muntaha. Isra’ Mi’raj Adalah perjalanan keluar dari dimensi ruang Waktu.
Tentang caranya, ilmu pengetahuan Dan teknologi tidak dapat menjelaskan Secara
rinci. Tetapi bahwa Rasulullah SAW Melakukan perjalanan keluar ruang waktu, Dan
bukan dalam keadaan mimpi, adalah Logika yang bisa menjelaskan beberapa Kejadian
yang diceritakan dalam hadits Shahih. Penjelasan perjalanan keluar Dimensi ruang
waktu setidaknya untuk Memperkuat keimanan bahwa itu sesuatu Yang lazim ditinjau
dari segi sains, tanpa Harus mempertentangkannya dan Menganggapnya sebagai suatu
kisah yang Hanya dapat dipercaya saja dengan iman.Kita hidup di alam yang dibatasi
Oleh dimensi ruang-waktu (tiga dimensi Ruang mudahnya kita sebut panjang, lebar, Dan
tinggi, serta satu dimensi waktu). Sehingga kita selalu memikirkan soal jarak Dan waktu.

Dalam kisah Isra’ mi’raj, Rasulullah bersama Jibril dengan wahana “Buraq” keluar dari
dimensi ruang, Sehingga dengan sekejap sudah berada di Masjidil Aqsha. Rasul bukan
bermimpi Karena dapat menjelaskan secara detail Tentang masjid Aqsha dan tentang
kafilah Yang masih dalam perjalanan. Rasul juga Keluar dari dimensi waktu sehingga
dapat Menembus masa lalu dengan menemui Beberapa Nabi. Di langit pertama (langit
Dunia) sampai langit tujuh berturut-turut Bertemu (1) Nabi Adam, (2) Nabi Isa dan Nabi
Yahya, (3) Nabi Yusuf, (4) Nabi Idris, (5) Nabi Harun, (6) Nabi Musa, dan (7) Nabi
Ibrahim. Rasulullah SAW juga ditunjukkan Surga dan neraka, suatu alam yang mungkin
Berada di masa depan, mungkin juga sudah Ada masa sekarang sampai setelah kiamat
Nanti.

Sekadar analogi sederhana Perjalanan keluar dimensi ruang waktu Adalah seperti kita
pergi ke alam lain yang Dimensinya lebih besar. Sekadar ilustrasi,Dimensi 1 adalah
garis, dimensi 2 adalah Bidang, dimensi 3 adalah ruang. Alam dua Dimensi (bidang)
dengan mudah Menggambarkan alam satu dimensi (garis). Demikian juga alam tiga
dimensi (ruang) Dengan mudah menggambarkan alam dua Dimensi (bidang). Tetapi
dimensi rendah Tidak akan sempurna menggambarkan Dimensi yang lebih tinggi.

xiii
Penjelasan tentang peristiwa Isra’ Mi’raj di atas merupakan salah satu contoh Materi
tentang aqidah dan keimanan yang Dicoba dijelaskan dengan pendekatan sains Dan
tenologi sehingga akan mudah dicerna dalam pikiran kita.

Beberapa bukti keberadaan al Qur’an dan telah terbukti secara iimiah

1.sungai di bawah laut

Definisi sungai sendiri adalah aliran air yang besar, memanjang, kemudian mengalir
secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara).

Namun melihat penelitian yang baru saja dilakukan oleh ilmuan Jacques-Yves
Cousteau, pakar peneliti dunia bawah laut asal Mexico, sepertinya sungai perlu
didefinisikan ulang.

Penelitian yang ia tekuni menemukan bahwa terdapat sungai di dalam lautan.

Jadi akan ada bagian dari lautan yang mempertemukan antara air tawar dan asin.
Sungai bawah laut tersebut terjadi karena terdapat perbedaan tekanan lapisan air.

Hal inilah yang telah disampaikan al-Qur’an lewat surat Ar-Rahman ayat 19-20 dan surat
Al-Furqan ayat 53 yang artinya: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya
kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.”

xiv
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi
segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas
yang menghalangi.”

2. Jasad Fir’aun Yang Masih Utuh

Fir’aun merupakan gelar yang digunakan untuk para penguasa, pemimpin keagamaan
dan pemimpin politik pada Mesir kuno. Pada tahun 1975 presiden Perancis menawarkan
kepada kerajaan Mesir bantuan untuk meneliti, mempelajari dan menganalisis mumi
Firaun, Ramsess II, yang sangat terkenal.

Ramsess II diceritakan mati tenggelam dalam Laut Merah ketika mengejar Nabi Musa
dan pengikutnya. Dipimpin oleh dokter Prof. Dr.Maurice Bucaille, penelitian ini berhasil
menemukan fakta bahwa terdapat sisa-sisa garam yang masih melekat pada jasad
mumi tersebut sebagai bukti besar bahwa Firaun mati akibat tenggelam di dalam laut.

Selain itu diketahui juga perihal jasad yang dikeluarkan dari laut, dirawat, dan dijadikan
mumi hingga dapat awet hingga sekarang.
Al-Qur’an yang datang beberapa dekade sebelum penelitian ini telah menjelaskan dalam
surat Yunus ayat 92 yang artinya “Maka hari ini, Kami biarkan engkau (hai Firaun)
terlepas dari badanmu (yang tidak bernyawa ditelan laut), untuk menjadi tanda bagi
orang-orang setelahmu (supaya mereka mengambil pelajaran). Dan (ingatlah)
sesungguhnya kebanyakan manusia lengah terhadap tanda-tanda kekuasaan Kami!”

xv
3. Segala Yang Hidup Berasal Dari Air

Air adalah salah satu komponen pembentuk kehidupan, apabila ada cadangan air
disuatu tempat, dipastikan ada kehidupan di dalamnya. Kemudian ternyata benar bahwa
segala yang bernyawa, termasuk tumbuhan bersel satu pasti mengandung air dan juga
membutuhkan air. Keberadaan air adalah satu indikasi adanya kehidupan. Tanpa air,
mustahil ada kehidupan. Surat Al- Anbiya menjelaskannya di ayat 30: “…dan dari air
Kami jadikan segala sesuatu yang hidup…

4. Selat Gibraltar (Pertemuan Dua Jenis Air Laut Yang Berbeda)

Hal ini sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara
keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.(Q.S. Ar-Rahman:19-20)

xvi
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar
lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan
batas yang menghalangi.(Q.S. Al-Furqaan:53)

Penjelasan secara fisika modern baru ada di abad 20 M oleh ahli-ahli Oceanografi.
Firman di Al Quran itu diturunkan di abad ke 7 M, empatbelas abad yang lalu.

5.Fungsi Gunung

“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak)
goncang bersama mereka...” (QS. Al-Anbiya : 31).

Sebagaimana dalam ayat Al-Qur’an di atas, sungguh Allah Yang Maha Kuasa telah
menjelaskan kepada kita bahwa sebenar-benarnya Dia menciptakan gunung-gunung
yang kokoh adalah untuk menahan bumi daripada goncangan, yang dalam hal ini bisa
kita artikan sebagai salah satu peristiwa alam seperti gempa. Padahal, hal ini baru bisa
terbukti pada masa geologi modern dengan alat-alat yang canggih.

Menurut penelitian, gunung terbentuk dari adanya hasil pergerakan dan tumbukan
antara lempeng-lempeng raksasa pembentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan saling
bertumbukkan, maka lempeng yang paling kuat akan menyelip dibawah lempeng yang
lemah hingga kemudian terbentuk dataran tinggi berupa gunung dari lipaatannya,
sementara pada lapisan bawah akan terbentuk bagian yang menghujam ke dalam dan
sangat besar. Struktur ini kemudian digambarkan sebagai pasak di dalam Al-Qur’an;

xvii
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung
sebagai pasak?” (QS. An-Naba’ : 6-7).

Yang mana dikemudian hari diketahui, bahwa gunung dan pasaknya ialah yang
menahan lempengan-lempengan bumi dibagian titik-titik pertemuannya. Dengan begitu,
bumi akan tercegah dari goncangan dan tidak akan terombang-ambing karena oleh
magma yang berada dilapisan paling bawahnya.Masya Allah.

xviii
BAB III

Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits

Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi yang diutus
sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir diantara umat-
umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan memasuki Surga
terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya.

Allah telah memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
dalam firman-Nya :“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..” (QS.
Ali Imran : 110)

Begitu mendengar ungkapan “generasi terbaik”, tentunya cukup menggelitik untuk


mengungkapkan apakah memang benar ada dalam perjalanan sejarah umat manusia
suatu generasi yang tentunya memiliki berbagai kesempurnaan dalam pencapaiannya,
sehingga mampu membangun opini sebagai generasi terbaik tersebut. Jika memang
benar, ini merupakan hal yang sangat luar biasa, sehingga perlu untuk dikaji siapa dan
dalam hal apa mereka mendapat predikat tersebut. Karena pada dasarnya, yang lazim
diketahui memiliki nilai lebih dengan segala kesempurnaannya ditujukan kepada
seorang figur yaitu mereka yang ditunjuk Allah sebagai penyeru umat manusia yaitu
para Nabi.

Ungkapan tentang generasi terbaik ini tertuang dalam hadis Nabi yang menyatakan
bahwa “sebaik-baik manusia/umat adalah pada masaku (meliputi masa sahabat),
diteruskan tabi’in kemudian atba’ al-tabi’in. Melalui ungkapan Nabi ini, memberikan
fokus kepada siapa predikat “generasi terbaik” tersebut ditujukan. Selanjutnya untuk
mengetahui lebih detil akan dilakukan penelusuran melalui kajian ma’ani al-hadis
dengan mengumpulkan berbagai informasi dengan melibatkan sumber-sumber yang
memberikan penjelasan berkenaan dengan hadis tersebut.

xix
Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah merupakan ajaran yang sifatnya universal,
sesuai dengan situasi dan kondisi.

Dengan demikian elastisitas ajaran Islam tidak menempatkannya terbelakang dengan


berbagai perubahan serta kemajuan zaman, karena mampu disaring dan diimbangi,
tentunya tanpa mengorbankan nilai-nilai yang ditekankan dalam Islam. Universalitas
yang disandangkan bagi ajaran Islam dan terkait dengan “generasi terbaik” tersebut,
maka, jika mengikuti alur perjalanan sejarah, yaitu dengan logika bahwa manusia akan
terus mengalami perkembangan dan kemajuan dalam kehidupannya, apakah
menempatkan generasi yang hidup pada saat ini, sebagai realitas dari kehidupan
generasi terbaik juga ?. Pembahasan mengenai “generasi terbaik” ini, mengajak untuk
menyadari akan pentingnya tinjauan terhadap sejarah, karena dengan memiliki
kesadaran sejarah akan memberi pengaruh yang positif dalam menyikapi kenikmatan
atau keberhasi1an dan kesengsaraan atau penderitaan. Dengan memiliki kesadaran
sejarah tidak akan merasa paling baik, paling benar, apalagi sebagai satu-satunya orang
yang benar, karena mengetahui bahwa dahulu juga ada orang yang lebih baik atau lebih
benar, sedang kalau mengalami hal-hal yang merugikan atau yang tidak menyenangkan
tidak akan merasa sebagai orang yang paling menderita.

Pada akhir nya kami akan memaparkan pemahaman terhadap hadis Nabi tentang
“generasi terbaik” tersebut, dengan melakukan tinjauan kebahasaan, pendekatan
historis, generalisasi dan kritik praksis (kontekstualisasi ide-ide sentral hadis ke dalam
realitas praksis).

Karena ini berkaitan dengan suatu generasi, yang didalamnya terdapat unsur-unsur
serta nilai-nilai mulia yang memposisikannya sebagai yang terbaik, maka diharapkan
akan memberikan nilai lebih dan selalu memotifasi generasi Islam masa kini dalam
usaha mewujudkan cita-cita mulia peradaban.

Tetapi diantara umat Rasulullah, terdapat beberapa generasi terbaik, sebagaimana


beliau sebutkan dalam sebuah hadits mutawatir, beliau bersabda :“Sebaik-baik manusia
adalah pada generasiku (yakni sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringinya
(yakni tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yakni generasi tabi’ut
tabi’in).” (mutawatir. HR. Bukhari dan yang lainnya)

xx
Dan hadis di atas menjelaskan tentang kurun manusia yang terbaik yaitu masa
Rasulullah dengan para sahabat beliau. Selanjutnya masa setelah sahabat adalah masa
tabi’in, pengikut para sahabat. Setelah itu adalah masa tabi’ut tabi’in yakni pengikut
tabi’in, dan seterusnya. Begitulah penjelasan Imam an-Nawawi rahimahullah.

Dalam al-Quran kata qarn ini menjadi peringatan kepada setiap hamba dan bahkan
kaum, di mana tatkala mereka banyak melakukan perbuatan dosa akan dibinasakan
atau dihancurkan oleh Allah SWT.

‫علَ ۡي ِهم ِِّم ۡد َر ٗارا َو َج َع ۡلنَا ۡٱۡلَ ۡن َّٰ َه َر ت َۡج ِري مِن‬
َ ‫س ۡلنَا ٱلسَّ َمآ َء‬ ِ ‫أَلَمۡ يَ َر ۡواْ َكمۡ أَ ۡهلَ ۡكنَا مِن قَ ۡب ِل ِهم ِِّمن قَ ۡر ٖن َّمكَّ َّٰنَّ ُهمۡ فِي ۡٱۡلَ ۡر‬
َ ‫ض َما لَمۡ نُ َم ِ ِّكن لَّكُمۡ َوأَ ۡر‬
َ‫ت َۡحتِ ِهمۡ فَأ َ ۡهلَ ۡك َّٰنَ ُهم بِذُنُوبِ ِهمۡ َوأَنش َۡأنَا م ِۢن بَعۡ ِدهِمۡ قَ ۡرنًا َءاخ َِرين‬

Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami
binasakan sebelum mereka. Padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu.
Dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai
mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka
sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. (QS al-An’am 6).

Generasi Terbaik Umat Islam


Inilah beberapa generasi terbaik yang beliau sebutkan dalam hadits tersebut :

1.Sahabat
Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam secara langsung serta membantu perjuangan beliau. Menurut Imam
Ahmad, siapa saja diantara orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah, baik
sebulan, sepekan, sehari atau bahkan Cuma sesaat maka ia dikatakan sebagai sahabat.
Derajatnya masing-masing ditentukan dengan seberapa lama ia menyertai Rasulullah.

Hadis di atas menegaskan bahwa para sahabat nabi adalah orang-orang terbaik.
Bahkan lebih baik dari kaum hawariyyunnya Nabi Isa alaihissalam atau kaum Nabi Musa
‘alaihissalam.

xxi
Karena Rasulullah sebagai khatamun nabiyyin merupakan sayyidul mursalin yakni
penghulu atau pemimpin dari semua rasul-rasul Allah. Demikian pula kita sebagai umat
beliau adalah umat yang terbaik dari umat nabi terdahulu.

Para sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam. Diantara sahabat yang terbaik adalah para Khulafaur Rasyidin,
kemudian 10 orang sahabat yang namanya disebutkan oleh Rasulullah yang
mendapatkan jaminan surga.

2.Tabi’in
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau setelah
beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat para
sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para
sahabat Rasulullah.

Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah
mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat, tetapi
tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah disebutkan secara
langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi tapi terkenal di
langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali, untuk mencari
Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan orang yang memiliki doa
yang diijabah oleh Allah.

Adapun diantara orang-orang yang tergolong generasi tabi’in lainnya yakni Umar bin
Abdul Aziz, Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin Al
Hanafiyah, Hasan Al Bashri dan yang lainnya.

3.Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau setelah
mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan generasi tabi’in.
Tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para
tabi’in.

Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Imam Malik bin Anas,
Sufyan bin Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin Saad dan yang lainnya.

xxii
Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat muslim yang
datang belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari kitab-kitab yang telah
mereka tuliskan. Semoga kita bisa mengikuti para generasi terbaik umat ini.Aamiin
allahumma aamiinn.

xxiii
BAB IV

Pengertian dan Jejak Salafussoleh (ReferesnsiAl-Hadits)

Yang Dimaksud dengan Salafush Shalih


a. Etimologi (secara bahasa):
Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ adalah pokok yang menunjukkan ‘makna
terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-orang yang telah lampau’, dan
arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya mereka yang telah terdahulu.” (Mu’jam Maqayisil
Lughah: 3/95)

b. Terminologi (secara istilah)


Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf” dan terhadap
siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi menjadi 4 perkataan :

Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para Sahabat Nabi
saja.
Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para Sahabat Nabi
dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).
Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka adalah para
Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul Jama’ah (hal: 276-277)). Dan
pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar ulama ahlussunnah
berpendapat adalah pendapat ketiga ini.

Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun
waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang berada di tiga
kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«‫ ث َّم الَّذي َن يَلونَه ْم‬،‫ ث َّم الَّذي َن يَلونَه ْم‬،‫» َخيْر النَّاس قَ ْرني‬

xxiv
Artinya,“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang
hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya.”
(HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))

Menurut al-Qalsyani: “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini yang
pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan menjaga Sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallamdan menegak-kan agama-Nya

Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-‘Aqiidatul Islamiyyah


bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah: “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya
dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut
pemahaman Salafush Shalih (tentang ‘aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk-pent.).

Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah mengenai


‘aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi
meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa
pendapatnya menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi
meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Ta-bi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah, akan
tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada
generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. Ahlus
Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj
Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in.

Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj
mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada
Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang,
tetapi merupakan manhaj (sistem hidup dalam ber-‘aqidah, beribadah, berhukum,
berakhlak dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi, pengertian Salaf
dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan ‘aqidah dan manhaj menurut apa
yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat
Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.

xxv
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H) berkata: “Bukanlah
merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya
kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu karena manhaj Salaf tidak lain
kecuali kebenaran.”

Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan menempuh sesuai
manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi, karena menisbahkan/menyandarkan
kepada mereka.

Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih


a. Dalil Dari Al Qur’anul Karim
‫يرا‬ ْ ُ‫س ِبي ِل الْ ُم ْؤ ِمنِي َن نُ َو ِِّل ِه َما ت ََولَّى َون‬
ً ‫ص ِل ِه َج َهنَّ َم َوسَاءَتْ َم ِص‬ َ ْ‫سو َل ِمنْ بَعْ ِد َما تَبَيَّ َن لَهُ الْ ُهدَى َويَتَّ ِبع‬
َ ‫غي َْر‬ ُ ‫الر‬ ِ ‫َو َمنْ يُشَاق‬
َّ ‫ِق‬

Artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bainya dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa : 115]

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

‫ت تَج ِْري‬ ٍ ‫ع َّد لَ ُه ْم َجنَّا‬َ َ‫عنْهُ َوأ‬َ ‫عنْ ُه ْم َو َرضُوا‬ َ ‫َّللا‬


ُ َّ ‫ي‬ ٍ ‫َاج ِري َن َواألنْص َِار َوالَّذِي َن اتَّبَعُوهُ ْم ِب ِإ ْحس‬
َ ‫َان َر ِض‬ ِ ‫األولُو َن ِم َن الْ ُمه‬
َّ ‫َوالسَّا ِب ُقو َن‬
‫تَ ْحتَهَا األ ْنهَا ُر َخا ِلدِي َن فِيهَا أَبَدًا ذَ ِلكَ ا ْل َفوْ ُز ا ْلعَظِ ي ُم‬

Artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [QS. At-
Taubah : 100]

Allah mengancam dengan siksaaan neraka jahannam bagi siapa yang mengikuti jalan
selain jalan Salafush Shalih, dan Allah berjanji dengan surga dan keridhaan-Nya bagi
siapa yang mengikuti jalan mereka.

xxvi
b. Dalil Dari As-Sunnah
1. Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
telah bersabda,

،َ‫ َويَ ُخونُو َن َوالَ يُ ْؤتَ َمنُون‬، ‫ش َهدُو َن‬ ْ َ ‫ست‬ ْ َ‫ ثُ َّم ِإ َّن بَعْ َدكُ ْم قَوْ ًما ي‬،‫ ثُ َّم الَّذِي َن يَلُونَ ُه ْم‬،‫ ثُ َّم الَّذِي َن يَلُونَ ُه ْم‬،‫َخيْ ُر أُ َّمتِي قَ ْرنِي‬
ْ ُ‫ش َهدُو َن َوالَ ي‬
‫سِّ َم ُن‬ ِ ‫ َويَ ْظ َه ُر ف‬،َ‫َويَ ْن ُذ ُرو َن َوالَ يَفُون‬
ِ ‫ِيه ُم ال‬

“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup
pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian
akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka mendahului
sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR Bukhari (3650), Muslim
(2533))

2. Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73 golongan),
beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ ثنتان وسبعون‬،‫ وإن هذه الملة ستفترق على ثالث وسبعين‬،‫أال إن من قبلكم من أهل الكتاب افترقوا على ثنتين وسبعين ملة‬
‫ وهي الجماعة‬،‫ وواحدة في الجنة‬،‫في النار‬

Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah
berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini
(Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua
golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu
al-Jama’ah.”

[Shahih, HR. Abu Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimi
(II/241), al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah, al-Lalikai dalam as-Sunnah (I/113 no. 150).
Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dari Mu’a-wiyah bin
Abi Sufyan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan hadits ini shahih masyhur.
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 203-
204)]

xxvii
Dalam riwayat lain disebutkan:

‫ما أنا عليه وأصحابي‬

Artinya, “Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku
dan para Sahabatku berjalan di atasnya.” [Hasan, HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-
Hakim (I/129) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani
dalam Shahiihul Jaami’ (no. 5343)]

Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73
golongan, semua binasa kecuali satu golongan, yaitu yang mengikuti apa yang telah
dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya
Radhiyallahu anhum. Jadi, jalan selamat itu hanya satu, yaitu mengikuti Al-Qur-an dan
As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat).

3. Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda,

ِ ‫ع َليْهَا ِبال َّن َو‬


‫ َوإِيَّاكُ ْم‬،‫اج ِذ‬ َ ‫شدِي َن ا ْل َم ْه ِديِِّي َن عُضُّوا‬ َّ ِ‫ فَعَلَيْكُ ْم ِبسُنَّتِي َوسُنَّ ِة الْ ُخلَفَاء‬،‫ِيرا‬
ِ ‫الرا‬ َ َ‫ِش ِمنْكُ ْم ف‬
ً ‫سي ََرى ا ْختِ َالفًا َكث‬ ْ ‫فَ ِإنَّهُ َمنْ يَع‬
»ٌ‫ع ٍة ض ََال َلة‬ َ ‫ور فَ ِإ َّن كُ َّل بِ ْد‬
ِ ‫ت ْاأل ُ ُم‬
ِ ‫َو ُم ْح َدثَا‬

Artinya:

“Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat
perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan sunnahku
dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk
sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-geraham,
dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena
sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”
[Shahih, HR. Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676), dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani
dalam Shahihul Jami’ (1184, 2549)]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti sunnah
beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin yang hidup
sepeninggal beliau disaat terjadi perpecahan dan perselisihan.

xxviii
b. Dari perkataan Salafush Shalih
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata,

”‫“اِتَّ ِب ُعوا َو َال تَ ْبتَ ِدعُوا فَقَ ْد كُفِيتُ ْم‬

Artinya, “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.” (Al-Bida’
Wan Nahyu Anha (hal. 13))

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata,

‫ كَانُوا‬،‫سلَّ َم‬
َ ‫علَيْ ِه َو‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫َاب ُم َح َّم ٍد‬
ُ ‫صح‬ْ َ‫ أُولَئِكَ أ‬،ُ‫علَيْ ِه الْ ِفتْنَة‬ َّ ‫ فَ ِإ َّن الْ َح‬، َ‫ستَ َّن بِ َمنْ قَ ْد َمات‬
َ ‫ي َال تُ ْؤ َم ُن‬ ْ َ‫ستَنًّا فَلْي‬
ْ ‫َمنْ كَا َن ِمنْكُ ْم ُم‬
ْ َ‫ فَاع َْرفُوا لَ ُه ْم ف‬،ِ‫ص ْحبَ ِة نَبِيِِّ ِه َوإِقَا َم ِة دِينِه‬
،‫ضلَ ُه ْم‬ ُ َّ ‫َارهُ ُم‬
ُ ‫َّللا ِل‬ َ ْ‫أَف‬
َ ‫ قَوْ ٌم ا ْخت‬،‫ َوأَ ْع َمقَهَا ِعلْ ًما َوأَقَلَّهَا تَ َكلُّفًا‬،‫ أَب ََّرهَا قُلُوبًا‬،ِ‫ض َل هَ ِذ ِه ْاأل ُ َّمة‬
ِ ‫ستَق‬
.‫ِيم‬ َ ‫ َف ِإ َّن ُه ْم كَا ُنوا‬،‫ط ْعتُ ْم ِمنْ أَ ْخ َالق ِِه ْم َودِين ِِه ْم‬
ْ ‫ع َلى ا ْل َه ْدي ِ ا ْل ُم‬ َ َ ‫ست‬
ْ ‫سكُوا ِب َما ا‬َّ ‫ َوتَ َم‬،‫َواتَّ ِب ُعوهُ ْم فِي آثَ ِار ِه ْم‬

Artinya, “Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh
orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih hidup
tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para Sahabat
Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik hatinya,
paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang dipilih Allah
untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah keutamaan
mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan
yang lurus.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))

Imam Al Auza’i rahimahullah berkata,

”‫ فما كان غير ذلك فليس بعلم‬،‫“ العلم ما جاء عن أصحاب محمد صلى هللا عليه وسلم‬

Artinya, “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu
berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan
mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan
tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena
sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi mereka.”
(Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29))

xxix
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti
manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri
di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa
Rabbal ‘Alamin.

xxx
BAB V

AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA


PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM.

A.Berbagi

Islam mengajarkan untuk menyisihkan sebagian harta yang dimiliki umatnya, salah
satunya melalui sedekah. Sedekah bertujuan untuk menyucikan harta, membantu
sesama serta bekal pahala di akhirat kelak.

Sedekah dapat dilakukan dalam berbagai macam cara. Misalnya dengan memberi
pertolongan baik dengan harta maupun tenaga, melafalkan zikir, menafkahi keluarga,
menyingkirkan batu dari jalan dan masih banyak lagi. Bahkan, menahan diri untuk tidak
menyakiti orang lain juga termasuk sedekah.

Hal ini merupakan bukti bahwa umat Islam diberi banyak sekali kesempatan untuk
menimbun pahala dari amalan sedekah. Tak hanya itu, melalui sedekah manusia tak
hanya mendapatkan pahala dari Allah, melainkan juga dapat meningkatkan hubungan
baik dengan sesama manusia.

Seperti yang tertulis dalam Hadis Riwayat Tirmidzi, Rasulullah bersabda, “Bersedekah
kepada orang miskin adalah satu sedekah dan kepada kerabat ada dua (kebaikan), yaitu
sedekah dan silaturrahim.”

xxxi
Dalam bersedekah, umat Islam dianjurkan untuk tidak menyakiti perasaan orang yang
diberi sedekah serta lebih baik menyembunyikan amalan sedekahnya tersebut. Hal ini
untuk menghindari sifat riya yang dapat menghapus pahala sedekah.

Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 264, “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya
kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah.”

Tak hanya itu, umat Islam juga harus menyisihkan uangnya dari hasil yang halal.
Berdasarkan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah Ayat 267, “Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya.”

Ajaran Islam untuk berbagi ini tercantum dalam QS Ali Imran ayat 92.

‫علِي ٌم‬ ۟ ُ‫وا ِم َّما تُحِ بُّو َن ۚ َو َما تُن ِفق‬


َ َّ ‫وا مِن ش َْىءٍ فَ ِإ َّن‬
َ ‫ٱَّلل بِهِۦ‬ ۟ ُ‫وا ٱلْبِ َّر َحت َّٰى تُن ِفق‬
۟ ُ‫لَن تَنَال‬

Artinya:
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta
yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha
Mengetahui.”

Jadi, serahkan lah pada Allah. Tidak usah kita kemudian mengharapkan pujian, tepuk
tangan. Tidak perlu itu.

B.Keadilan
Keadilan adalah norma kehidupan yang didambakan oleh setiap orang dalam tatanan
kehidupan sosial mereka. Lembaga sosial yang bernama negara maupun lembaga-
lembaga dan organisasi internasional yang menghimpun negara-negara nampaknyapun
mempunyai visi dan misi yang sama terhadap keadilan, walaupun persepsi dan konsepsi
mereka barangkali berbeda dalam masalah tersebut

xxxii
Wahbah Zuhayli, dalam menafsirkan surat Al-Syura ayat 14 menyatakan bahwa
keadilan salah satu ajaran yang diemban oleh setiap rasul, bahkan konsep keadilan itu
tidak mengalami perubahan dari generasi seorang rasul sampai kepada generasi rasul-
rasul berikutnya, dan berakhir pada Muhammad saw (Wahbah Zuhayli, 1991 :41). Nabi
Muhammad saw sebagai pengemban risalah Allah yang terakhir, juga memiliki ajaran
keadilan. Jika Al-Qur’an dan Al Hadits disepakati sebagai dua sumber pokok dan utama
dan ajaran Muhammad saw, maka umat Islam memiliki pegangan yang kuat untuk
menggali dan memahami konsep keadilan yang kemudian dapat diaplikasikan dalam
kehidupan individual dan sosial mereka.
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam yang utama, banyak sekali menyebut keadilan.
Kata al-Adl, dalam berbagai bentuk katanya disebut sebanyak 28 kali, kata al-Qisth
dalam berbagai shighahnya disebut sebanyak 27 kali, dan kata al-Mizan yang
mengandung makna yang relevan dengan keduanya disebut 23 kali (Muhammad Fuad
Abd al-Baqi, 1987 : 448-449 dan 544-545).
Banyaknya ayat Al-Qur’an yang membicarakan keadilan menunjukkan bahwa Allah Swt
adalah sumber keadilan dan memerintahkan menegakkan keadilan di dunia ini kepada
para rasulNya dan seluruh hambaNya. Walaupun tidak ada satupun ayat Al-Qur’an yang
secara eksplisit menunjukkan bahwa al-‘Adl merupakan sifat Allah, namun banyak ayat
yang menerangkan keadilanNya (M. Quraisy Shihab, 2000 : 149). Oleh karena itu, dalam
kajian al-Asma al-Husna, al-Adl merupakan salah satu asma Allah, tepatnya asma yang
ke- 30 dari 99 al-Asma al-Husna itu.
Mengenal sifat keadilan Allah mempunyai tujuan untuk lebih meyakini dan mendekatkan
diri kepadaNya. Lebih jauh dari itu, mendorong manusia berbudi pekerti – sebatas
kemampuannya – dengan sifat adil Allah itu, dan mendorong mereka untuk berupaya
dengan sungguh-sungguh untuk meraih – sesuai dengan kemampuannya – sifat adil itu,
menghiasi diri, dan berakhlak dengan keadilan itu (M. Quraisy Shihab, 2000 : 32-33).
Allah Swt itu sendiri dengan firmanNya di dalam AL-Qur’an, memerintahkan mengakkan
keadilan kepada para rasulNya dan seluruh hambaNya. Perintah Allah yang ditujukan
kepada rasul itu terdapat pada surat al-Hadid (57) ayat 25:
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan)
agar manusia dapat menegakkan keadilan…”
Ayat ini, secara gamblang, mengandung pengertian bahwa setiap rasul adalah
pengemban keadilan Tuhan yang tertuang dalam al-Kitab. Bagi Muhammad saw
keadilan yang diembanNya tertuang dalam Al-Qur’an. Ayat ini juga menegaskan bahwa

xxxiii
umat manusia mempunyai tugas yang sama dengan para rasul dalam menegakkan
keadilan, dan acuan umat Islam dalam menegakkan keadilan adalah All-Qur’an.

Islam memerintahkan kepada setiap manusia untuk berbuat adil atau menegakkan
keadilan pada setiap tindakandan perbuatan yang dilakukan (Qs. An-Nisaa (4): 58):
Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan ama- nat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apa bila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha
Melihat.

Dalam Al-Qur’an Surat an-Nisaa ayat 135 juga dijumpal perintah kepada orang-orang
yang beriman untuk menjadi penegak keadilan, yaitu:

xxxiv
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benarpenegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau Ibu, Bapak
dan kaum kerabatmu. Jika ia, kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemasalahatanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dan kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau dengan
menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Segalanya apa yang kamu
lakukan’

Perintah untuk berlaku adil atau menegakkan keadilan dalam menerapkan hukum tidak
memandang perbedaan agama, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat
asSyuura (42) ayat 15, yakni:
Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah:
“Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya
berlaku adil di antara kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu.
Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu Allah mengumpulkan antara kita dan
kepada-Nyalah kembali (kita).

Begitu pentingnya berlaku adil atau menegakkan keadilan, sehingga Tuhan


memperingatkan kepada orang-orang yang beriman supaya jangan karena kebencian
terhadap suatu kaum sehingga memengaruhi dalam berbuat adil, sebagaimana
ditegaskan dalam A1-Qur’an Surat al-Maidah (5) ayat 8, yakni:

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu Untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan takwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

C.Penegakan Hukum.

Penegak hukum yang dimaksudkan adalah penegak hukum yang Mencakup mereka
yang secara langsung berkecimpung dalam bidang Penegakan hukum yaitu (law
enforcement and peace maintenance) yang Meliputi hakim, jaksa, polisi, pengacara dan

xxxv
masyarakat, demikian pula Mereka yang secara tidak langsung berkecimpung dalam
bidang penegakan hukum, seperti pemerintah dalam arti umum, pelaku Ekonomi, elit-
elit politik.

Hukum merupakan sarana untuk mengendalikan aktivitas kehidupan berbangsa dan


bernegara. Oleh karena itu, penegakan hukum sangat didambakan masyarakat
Indonesia saat ini. Namun untuk mewujudkan dambaannya, tidak cukup hanya dengan
undang-undang belaka, tetapi harus memperhatikan tiga fenomena hukum, yaitu:
substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum, dalam arti adanya konsistensi
antara law in books dan law in action. Belum terwujudnya penegakan hukum di
Indonesia disebabkan adanya tiga faktor yang menjadi kendala utama yaitu: 1) faktor
kualitas hidup masyarakat, 2) faktor rumusan hukum, 3) faktor kualitas sumber daya
manusia. Akibat tiga kendala tersebut, menjadi penyebab terpuruknua Indonesia
disegala bidang. Untuk mengantisipasi keterpurukan yang dialami bangsa Indonesia
sekarang, maka alternatif yang perlu dipertimbangkan adalah pendekatan agama dan
moral, dalam arti pembinaan Akhlaqul Karimah

Di dalam al-Qur’an, terdapat beberapa istilah yang memiliki kaitan erat dengan
penegakan hukum, di antaranya adalah adl, hukm, dan qist.
Pembahasan penegakan hukum.[5] Di antara ayat tersebut adalah: QS. Al-Nisâ’ [4]: 3,
58, dan 129, QS. Al-Syûrâ [42]: 15, QS. Al-Mâ’idah [5]: 8, QS. Al-Nahl [16]: 76, 90, dan
QS. Al-Hujurât [49]: 9. Kata ‘adl dengan arti ‘sama (persamaan)’ pada ayat-ayat tersebut
yang dimaksud adalah persamaan di dalam hak.
Kata hukm berasal dari kata ‫ حكما‬- ‫ حكم – يحكم‬yang pada dasarnya berarti mencegah.
Seperti pada kata ‫ حكمة الدابة‬yang berarti mencegahnya dengan cara mengikat. Adapun
kata ‫ الحكم بالشيء‬berarti menilai dan menetapkan sesuatu/]6.....[‫ان تقضى بأنه كذا‬
Kata ‫ حكم‬dengan berbagai derivasinya di dalam al-Qur’an memiliki banyak arti
diantaranya: bermakna sesuatu yang berkesan di dalam hati seperti pada QS. Al-Haj:
52, bermakna sesuatu yang tegas dan jelas seperti pada QS. Muhammad: 20 dan ali
‘Imran: 7, bermakna hikmah seperti pada QS. Al-Baqarah: 129, atau bermakna sifat
Allah seperti pada QS. Al-Baqarah: 32 serta bermakna memberi keputusan hukum
(yang menjadi objek kajian di dalam makalah ini).[7]
Adapun kata ‫ قسط‬pada dasarnya berarti ‫( نصيب بالعدل‬pembagian yang adil)[8]. Dalam
berbagai bentuk derivasinya kata ini memiliki arti yang bermacam-macam, bahkan arti

xxxvi
yang saling bertolak belakang. Di Samping bermakna adil kata ini juga bisa berarti
mengambil bagian atau hak orang lain, seperti pada QS. Jin: 15.

4 pesan Rasulullah kepada Penegak Hukum

Pertama, memutuskan perkara secara adil. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa
yang menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan dijauhkan dari
keburukan.” (HR Tirmidzi).

Kedua, tipologi hakim. Rasulullah SAW bersabda, “Hakim itu ada tiga, dua di neraka
dan satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar, padahal ia
mengetahui mana yang benar maka ia masuk neraka. Seorang hakim yang bodoh lalu
menghancurkan hak-hak manusia maka ia masuk neraka. Dan, seorang hakim yang
menghukumi dengan benar maka ia masuk surga.” (HR Tirmidzi).

Ketiga, tidak meminta jabatan hakim. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa
mengharap menjadi seorang hakim maka (tugas dan tanggung jawab) akan dibebankan
kepada dirinya. Dan barang siapa tidak menginginkannya maka Allah akan menurunkan
malaikat untuk menolong dan membimbingnya dalam kebenaran.” (HR Tirmidzi).

Keempat, jangan silau menjadi hakim. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang
diberi jabatan hakim atau diberi kewenangan untuk memutuskan suatu hukum di antara
manusia, sungguh ia telah dibunuh tanpa menggunakan pisau.” (HR Tirmidzi).

Oleh karena itu, kita sangat menaruh hormat kepada setiap aparat penegak hukum yang
masih tegar dan setia membela kebenaran dan keadilan. Wallahu a’lam.

xxxvii
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurrahim, Muhammad, Imaduddin, Kuliah Tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari Insan,


1989), h. 16-21, 54-56.
2. Al-Ghazali, Muhammad Selalu Melibatkan Allah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2001), h. 28-39.
3. Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.
4. Kadir, Muhammad Mahmud Abdul, Dr. Biologi Iman, (Jakarta: al-Hidayah, 1981), h.
9-11.
5. Khan, Waheduddin, Islam Menjawab Tantangan Zaman, (Bandung: Penerbit
Pustaka, 1983), h. 39-101.
6. Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h. 67-77.
7. Daradjat, Zakiah, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 55-
152.
8. Abdurrahman R Effendi dan Gina Puspita, Membangun Sains dan Teknologi
Menurut Kehendak Tuhan, Jakarta:Giliran Timur, 2007
9. Agus S. Dalam, Ilmu Alam dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_Alam, diakses 29
Mei 2014
10. Al-Muntasyiri Syaifur, Dampak Perkembangan Iptek dan Pendidikan Islam, dalam
Massyaifur.blogspot.com/.../dampak-perkembangan-iptek-dan.html,Diakses 25 Mei
2014
11. Daradjad Zakiah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
1995
12. Hardaniwati Menuk dkk, Kamus Pelajar Sekolah Lanjutan Pertama,Jakarta: Pusat
Bahasa, 2003
13. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan
dan Perkembangan,Jakarta: RajaGrafindo, 1999
14. Cetakan ke-3 Marimba Ahmad D, Filsafat Pendidikan islam, Bandung: PT. Al-
Maarif, 1984
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam Jakarta:
Rajawali Pers, 2011
15. Munir Mulkhan Abdul dkk, Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi Pesantren:
Religiusutas Iptek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998

xxxviii
16. Suryaman Babam, Pengertian, Dasar,Fungsi, Ruang Lingkup Pendidikan Agama
Islam (PAI) Dalam http://www.kosmaext2010.com/peNgertian-dasar-fungsi-ruang-
Lingkup-pendidikan-agama-islam-Pai.php, diakses 25 Mei 2014.
17. Thomas Djamaluddin, Isra’ Mi’raj:Inspirasi Mengintegrasikan Sains Dalam Aqidah
dan Ibadah dalam http://www.dakwatuna.com/2011/06/12964/ isra-miraj-inspirasi-
Mengintegrasikan-sains-dalamAqidah-dan-ibadah/ diakses 25 Mei 2014
18. Zaidun Achmad, Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari, Jakarta: Pustaka Amani,
2002
19. Mu’taqad Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah Fi Tauhidil Asma’ Was Sifat karya Syaikh
Muhammad bin Khalifah At-Tamimi, dengan beberapa perubahan redaksi
20. Referensi: https://almanhaj.or.id/3428-definisi-salaf-definisi-ahlus-sunnah-wal-
jamaah.html
21. Sayyid Quthb, Keadilan Sosial Dalam Islam, 1994: Bandung: Pustaka, hlm.25
22. Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Azas Pandangan Dunia Islam, 1995,
Bandung: Mizan, hlm 53-58

xxxix
Lampiran

xl

Anda mungkin juga menyukai