Anda di halaman 1dari 24

TUGAS TEKNOLOGI PANGAN

PENGOLAHAN PENGAWETAN PANGAN FUNGSIONAL

Dosen Pembimbing :

A.A. Nanak Antarini, SST.,M.P.

Disusun Oleh Kelompok 3

Ni Luh Made Adhi Lestari (P07131219038)

Ni Made Mia Dwi Nanda Putri (P07131219054)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN GIZI PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
tentang “Pangan Fungsional” yang dibuat untuk memenuhi tugas Teknologi Pangan
yang telah diberikan oleh dosen kami, Ibu Dr. Ni komang Wiardani, SST,M.Kes.
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari adanya kekurangan dalam
penulisan maupun penyusunan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak yang membaca makalah ini demi perbaikan dan
penyempurnaan makalah kami selanjutnya. Terakhir semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Denpasar, 5 Agustus 2020

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................4
2.1 Pengertian Pangan Fungsional..................................................................................4
2.2 Jenis-Jenis Pangan Fungsional................................................................................5
2.3 Persyaratan Pangan Fungsional................................................................................9
2.4 Pengolahan Pengawetan Pangan Fungsional..........................................................10
2.5 Komponen Bioaktif Dan Efeknya Terhadap Kesehatan........................................15
BAB III PENUTUP...............................................................................................................19
3.1 Kesimpulan............................................................................................................19
3.2 Saran......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya


dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-
zat gizi yang terkandung di dalamnya. Pangan fungsional harus memenuhi
persyaratan sensori, nutrisi dan fisiologis. Telah dipercayai bahwa pangan fungsional
dapat mencegah atau menurunkan penyakit degeneratif. Sifat fisiologis dari pangan
fungsional ditentukan oleh komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya,
misalnya serat pangan, inulin, FOS, antioksidan, PUFA, prebiotik dan probiotik.
Indonesia kaya akan sumber bahan pangan dengan kandungan komponen bioaktif
yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tidak terjaminnya keamanan pangan
yang ada dipasar sebagai akibat intensifnya penggunaan pestisida saat produksi bahan
pangan dan tidak terkendalinya penggunaan bahan kimia terlarang saat pengolahan
pangan serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat, maka dapat diprediksi bahwa
permintaan pangan fungsional akan meningkat di masa yang akan datang. Teknologi
pangan dan penelitian-penelitian yang terkait dengan pangan fungsional sudah
dikembangkan. Hal ini semua menjadi modal dasar untuk mengembangkan pangan
fungsional. Pangan fungsional yang akan berkembang pesat dimasa mendatang antara
lain adalah yang erat kaitannya dengan pangan yang mampu menghambat proses
penuaan, meningkatkan daya immunitas tubuh, meningkatkan kebugaran, kecantikan
wajah dan penampilan. Hal ini memberi harapan bahwa pengembangan makanan
fungsional di Indonesia sangat prospektif. Pengembangan industri makanan
fungsional tidak hanya menguntungkan bagi industri pangan, tapi juga bagi
masyarakat dan pemerintah.[ CITATION Sut13 \l 1033 ]
Dalam kehidupan modern ini, filosofi makan telah mengalami

1
pergeseran, di mana makan bukanlah sekadar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama
adalah untuk mencapai tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal. [CITATION
Win95 \l 1033 ] dan [ CITATION Ast11 \l 1033 ] fungsi pangan dikelompokkan menjadi
tiga fungsi yaitu fungsi primer (primary function), fungsi sekunder (secondary
function) dan fungsi tertier (tertiary function). Fungsi primer adalah fungsi pangan
yang utama bagi manusia yaitu untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai
dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Selain memiliki fungsi
primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder yaitu memiliki
penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi
suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya
tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita
rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan
diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen. Dengan makin meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup 3 sehat, maka tuntutan konsumen
terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak
diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta
penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis
tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier. Semakin
tinggi tingkat kemakmuran dan kesadaran seseorang terhadap kesehatan, maka
tuntutan terhadap ketiga fungsi bahan pangan tersebut akan semakin tinggi pula.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian pangan fungsional?
2. Bagaiamanakah jenis-jenis pangan fungsional secara umum?
3. Bagaimanakah persyaratan pangan fungsional?
4. Bagaimanakah pengolahan pengawetan pangan fungsional?
5. Apakah komponen bioaktif dan efeknya terhadap kesehatan yang terdapat
dalam pangan fungsional?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pangan fungsional, jenis-jenis, dan persyaratan dari
pangan fungsional

2
2. Untuk mengetahui bagaimana pengolahan pengawetan pangan fungsional
3. Untuk mengetahui apakah komponen bioaktif dan efeknya terhadap kesehatan
yang terdapat dalam pangan fungsional?

3
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pangan Fungsional
Dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan
pangan, bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi dan kelezatannya, tetapi juga
pengaruhnya terhadap kesehatan tubuhnya (Goldberg I, 1994). Kenyataan tersebut
menuntut suatu bahan pangan tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan dasar tubuh
(yaitu bergizi dan lezat), tetapi juga dapat bersifat fungsional. Dari sinilah lahir
konsep pangan fungsional (fungtional foods), yang akhir-akhir ini sangat populer di
kalangan masyarakat dunia. Konsep pangan fungsional sebenarnya sudah ada sejak
lama. Menurut [CITATION Sub081 \t \l 1033 ] sekitar 2.500 tahun yang lalu Hippocrates
pernah berkata ”Let your food be your medicine and let your medicine be your food”
(gunakanlah makanan sebagai obatmu dan obatmu sebagai makanan). Dalam filosofi
Hippocrates tersebut, pada konsentrasi tertentu, makanan bisa menjadi obat dan obat
bisa menjadi makanan. Namun, pada konsentrasi tinggi (berlebih atau overdosis),
makanan dan obat justru dapat menjadi racun bagi tubuh. Sampai saat ini belum
ada definisi pangan fungsional yang disepakati secara universal. Berikut disajikan
beberapa definisi atau pengertian tentang pangan fungsional. Di Jepang tahun.1991
makanan fungsional didefinisikan sebagai FOSHU (Foods for Spesified Health Used)
yaitu makanan yang memiliki efek spesifik terhadap kesehatan karena ada kandungan
senyawa kimia tertentu pada bahan makanan. Menurut Goldberg (1994) pangan
fungsional adalah makanan (bukan kapsul, pil atau tepung) berasal dari ingredient
alami. Dapat dan harus dikonsumsi sebagai bagian dari diet harian dan memiliki
fungsi tertentu bila dicerna, membantu mempercepat proses tertentu dalam tubuh
seperti : meningkatkan mekanisme pertahanan secara biologis, mencegah penyakit
tertentu, penyembuhan dari penyakit spesifik, mengendalikan kondisi fisik dan
mental, dan menghambat proses penuaan. The International Food Information
mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang memberikan manfaat

4
kesehatan di luar zat-zat dasar. Menurut konsensus pada The First International
Conference on East-West Perspective on Functional Foods tahun 1996, pangan
fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat
memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi
yang terkandung di dalamnya. (Astawan, 2011). Definisi pangan fungsional menurut
Badan POM adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses,
mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap
mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Serta
dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik
sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh
konsumen. Selain tidak memberikan kontra indikasi dan tidak memberi efek samping
pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya. Dari
beberapa definisi yang telah diuraikan di atas dapatlah dikatakan bahwa pada
dasarnya pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen
aktifnya diluar kandungan zat gizinya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan,
merupakan bagian dari diet sehari-hari dan memiliki sifat sensoris yang dapat
diterima.

2.2 Jenis-Jenis Pangan Fungsional

Jenis-jenis pangan fungsional secara umum dibagi berdasarkan dua hal, yaitu
berdasarkan sumber pangan dan cara pengolahannya (Subroto,2008)

 Berdasarkan Sumber Pangan

Pangan fungsional digolongkan menjadi dua, yaitu pangan fungsional nabati


merupakan pangan fungsional bersumber dari bahan tumbuhan (contohnya kedelai,
beras merah, tomat, anggur dan bawang putih) dan pangan fungsional hewani
merupakan pangan fungsional bersumber dari bahan hewan (contohnya ikan, daging
dan susu).

 Berdasarkan Cara Pengolahannya

5
Pangan fungsional digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Pangan fungsional alami merupakan pangan fungsional yang sudah tersedia di


alam tanpa perlu pengolahan sama sekali. Contohnya buah-buahan dan sayur-
sayuran segar yang bisa langsung dimakan.
2. Pangan fungsional tradisional merupakan pangan fungsional yang diolah
secara tradisional mengikuti cara pengolahan yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Menurut Astawan (2011) beberapa contoh
pangan tradisional Indonesia yang memenuhi persyaratan pangan fungsional
adalah: minuman beras kencur, temulawak, kunyit-asam, dadih (fermentasi
susu khas Sumatera Barat), dali (fermentasi susu kerbau khas Sumatera
Utara), sekoteng atau bandrek, tempe, tape dan jamu.
3. Pangan fungsional modern merupakan pangan fungsional yang dibuat khusus
menggunakan resep-resep baru. Beberapa contoh pangan fungsional modern
menurut [CITATION MAs11 \t \l 1033 ] adalah:
a. Pangan tanpa lemak, rendah kolesterol dan rendah trigliserida.
b. Breakfast cereals dan biskuit yang diperkaya serat pangan.
c. Mi instan yang diperkaya dengan berbagai vitamin dan mineral.
d. Permen yang mengandung zat besi, vitamin, dan fruktooligosakarida.
e. Pasta yang diperkaya serat pangan.
f. Sosis yang diperkaya dengan oligosakarida, serat atau kalsium kulit telur.
g. Minuman yang mengandung suplemen serat pangan, mineral dan vitamin.
h. Cola rendah kalori dan cola tanpa kafein.
i. Sport drink yang diperkaya protein.
j. Minuman isotonik dengan keseimbangan mineral.
k. Minuman untuk pencernaan.
l. Minuman pemulih energi secara kilat.
m. Teh yang diperkaya dengan kalsium.

6
Selanjutnya beberapa contoh kelompok pangan fungsional modern yang dijual di
pasar modern (minimarket, supermarket dan hypermarket) sebagai berikut : menurut
Subroto (2008)

a. Margarin dan minyak rendah kolesterol.


b. Minuman fermentasi yang mengandung bakteri baik seperti lactobacilli.
c. Yoghurt yang mengandung kultur Acidophillus.
d. Air minum dengan penambahan mineral seperti magnesium dan kalsium.
e. Air dengan penambahan oksigen.
f. Air heksagonal.
g. Susu kedalai.
h. Susu dengan penambahan suplemen/vitamin.
i. Susu rendah lemak.
j. Roti dengan penambahan suplemen/vitamin.
k. Biji-bijian utuh dan produk-produk tinggi serat.
l. Serealia dengan penambahan folat.
m. Jus buah dengan penambahan suplemen/vitamin.
n. Garam dapur dengan penambahan yodium.
o. Garam dapur dengan pengurangan natrium dan penambahan kalium dan
magnesium.
p. Nutrisi untuk makanan bagi diabetes.
q. Bumbu masak dari herbal pengganti MSG (Monosodium glutamat).
r. Jus buah dengan penambahan suplemen/vitamin.
s. Garam dapur dengan penambahan yodium.
t. Garam dapur dengan pengurangan natrium dan penambahan kalium dan
magnesium.
u. Nutrisi untuk makanan bagi diabetes.
v. Bumbu masak dari herbal pengganti MSG (Monosodium glutamat).

7
Pangan fungsional modern yang sengaja dibuat dengan tujuan khusus umumnya
diproduksi melalui salah satu atau lebih pendekatan sebagai berikut [ CITATION
Sub08 \l 1033 ](Subroto, 2008):

1. Menghilangkan komponen yang diketahui menyebabkan efek buruk jika


dikonsumsi, misalnya protein alergan (protein penyebab alergi).
2. Meningkatkan konsentrasi komponen yang memiliki efek baik terhadap
kesehatan, baik berupa komponen nutrisi maupun komponen non-nutrisi
(phytochemicals) yang secara alami sudah terdapat dalam makanan tersebut.
3. Menambahkan suatu komponen yang memiliki efek baik terhadap kesehatan
yang sebelumnya tidak terdapat pada makanan tersebut.
4. Mengganti suatu komponen dalam makanan yang diketahui memiliki efek
buruk terhadap kesehatan dengan komponen lain yang memiliki efek
menguntungkan.
5. Meningkatkan ketersediaan atau stabilitas komponen suatu makanan yang
diketahui mempunyai efek baik terhadap kesehatan.

Contoh komponen zat gizi yang sering ditambahkan ke dalam bahan makanan adalah
(Astawan, 2011) :

1. Vitamin A, vitamin E, beta-karoten, flavonoid, selenium, dan seng (zinc) yang


telah diketahui peranannya sebagai antioksidan untuk mengatasi serangan
radikal bebas yang menjurus kepada timbulnya berbagai penyakit kanker;
2. Asam lemak omega-3 dari minyak ikan laut untuk menurunkan kolesterol dan
meningkatkan kecerdasan otak, terutama pada bayi dan anak balita;
3. Kalsium untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi, mencegah osteoporosis
(kerapuhan tulang) dan tekanan darah tinggi;
4. Asam folat untuk mencegah anemia dan kerusakan syaraf;
5. Zat besi untuk mencegah anemia gizi;
6. Iodium untuk mencegah gondok dan kretinisme (kekerdilan);

8
7. Oligosakarida untuk membantu pertumbuhan mikroflora yang dibutuhkan
usus (Bifido bacteria).

2.3 Persyaratan Pangan Fungsional

Jepang merupakan negara yang paling tegas dalam memberi batasan mengenai
pangan fungsional, paling maju dalam perkembangan industrinya. Para ilmuwan
Jepang menekankan pada tiga fungsi dasar pangan fungsional, yaitu (Astawan,
2011)

1. Sensory (warna dan penampilannya yang menarik dan cita rasanya yang
enak),
2. Nutritional (bernilai gizi tinggi), dan
3. Physiological (memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi
tubuh).

Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan dari pangan fungsional antara lain
adalah:

1. Pencegahan dari timbulnya penyakit,


2. Meningkatnya daya tahan tubuh,
3. Regulasi kondisi ritme fisik tubuh,
4. Memperlambat proses penuaan, dan
5. Menyehatkan kembali (recovery).

Menurut para ilmuwan Jepang, beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh
suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus
merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang
berasal dari bahan (ingredien) alami, (2) Dapat dan layak dikonsumsi sebagai
bagian dari diet atau menu sehari-hari, (3) Mempunyai fungsi tertentu pada saat
dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti:
memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu,
membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi

9
fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan. Dari konsep yang telah
dikembangkan oleh para ilmuwan, jelaslah bahwa pangan fungsional tidak sama
dengan food supplement atau obat. Pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa
dosis tertentu, dapat dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, serta lezat
dan bergizi (Astawan, 2011).
Peranan dari makanan fungsional bagi tubuh semata-mata bertumpu kepada
komponen gizi dan non gizi yang terkandung di dalamnya. Komponen-komponen
tersebut umumnya berupa komponen aktif yang keberadaannya dalam makanan
bisa terjadi secara alami, akibat penambahan dari luar, atau karena proses
pengolahan (akibat reaksi-reaksi kimia tertentu atau aktivitas mikroba).

2.4 Pengolahan Pengawetan Pangan Fungsional

Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan


memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia
makanan.
Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang
diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk
pengawetan makanan. Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan
dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-cara tradisional yang
dikembangkan untuk memperpanjang masa konsumsi bahan makanan.
Sejak manusia dapat berbudidaya tanaman dan hewan, hasil produksi panen
menjadi berlimpah. Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat busuk, makanan
yang disimpan dapat menjadi rusak, misalnya karena oksidasi atau benturan.
Contohnya lemak menjadi tengik karena mengalami reaksi oksidasi radikal bebas.
Untuk menangani hal tersebut, manusia melakukan pengawetan pangan, sehingga
bahan makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, tetapi dengan batas
kedaluwarsa, dan kandungan kimia dan bahan makanan dapat dipertahankan.
Selain itu, pengawetan makanan juga dapat membuat bahan-bahan yang tidak
dikehendaki seperti racun alami dan sebagainya dinetralkan atau disingkirkan dari
bahan makanan.

10
a. Prinsip - Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu :
1. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan
pangan
2. Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk
serangan hama
3. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia yang
digunakan sebagai pengawet juga diharapkan dapat mengganggu kondisi
optimal pertumbuhan mikrob.Ditinjau secara kimiawi, pertumbuhan
mikrob yang paling rawan adalah keseimbangan elektrolit pada sistem
metabolismenya. Karena itu bahan kimia yang digunakan untuk
antimikroba yang efektif biasanya digunakan asam-asam organik. Cara
yang dapat ditempuh untuk mencegah atau memperlambat kerusakan
mikrobial adalah :
 mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)
 mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi
 menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya
dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi
anaerobik atau penggunaan pengawet kimia
 membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau
radiasi.kimia.

b. Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan dengan keadaan bahan


makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan. Secara
garis besar ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu fisik serta
biologi dan Fisik
 Pengawetan makanan secara fisik merupakan yang paling bervariasi
jenisnya, contohnya adalah :
1. pemanasan. Teknik ini dilakukan untuk bahan padat, tetapi tidak
efektif untuk bahan yang mengandung gugus fungsional, seperti
vitamin dan protein.

11
2. pendinginan. Dilakukan dengan memasukkan ke lemari pendingin,
dapat diterapkan untuk daging dan susu.
3. pembekuan, pengawetan makanan dengan menurunkan temperaturnya
hingga di bawah titik beku air.
4. pengasapan. Perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk
pengawetan jangka panjang, biasa diterapkan pada daging.
5. pengalengan. Perpaduan kimia (penambahan bahan pengawet) dan
fisika (ruang hampa dalam kaleng).
6. pembuatan acar. Sering dilakukan pada sayur ataupun buah.
7. pengentalan dapat dilakukan untuk mengawetkan bahan cair
8. pengeringan, mencegah pembusukan makanan akibat mikroorganisme,
biasanya dilakukan untuk bahan padat yang mengandung protein dan
karbohidrat
9. pembuatan tepung. Teknik ini sangat banyak diterapkan pada bahan
karbohidrat
10. Irradiasi, untuk menghancurkan mikroorganisme dan menghambat
perubahan biokimia
 Pengawetan makanan secara biokimia secara umum ditempuh dengan
penambahan senyawa pengawet :
1. penambahan enzim, seperti papain dan bromelin
2. penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula.
3. pengasinan, menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk
makanan
4. pemanisan, menaruh dalam larutan dengan kadar gula yang cukup
tinggi untuk mencengah kerusakan makanan
5. pemberian bahan pengawet, biasanya diterapkan pada bahan yang cair
atau mengandung minyak. Bahan pengawet makanan ada yang bersifat
racun dan karsinogenik. Bahan pengawet tradisional yang tidak
berbahaya adalah garam seperti pada ikan asin dan telur asin, dan sirup
karena larutan gula kental dapat mencegah pertumbuhan mikrob.

12
Kalsium propionat atau natrium propionat digunakan untuk
menghambat pertumbuhan kapang, asam sorbat menghambat
pertumbuhan kapang dalam keju, sirup dan buah kering. [ CITATION
Ano20 \l 1033 ]
c. Unit Operasi pada Pengolahan Pangan Fungsional (Susman, 2020)
1. Pemeriksaan, pembersihan dan pernyortiran
2. Pengurangan ukuran/kominusi
3. Pemutaran
4. Pencapuran
5. Ekstraksi
6. Franksinasi dan permurnian
7. Filtrasi dan sentrifugasi
d. Metode Pengolahan pangan Fungsional
 Fermentasi -> yang paling banyak
 Thermal preservation
 Low temperature preservation
 Dehydration and concentration
 Chemical preservation
 Irradiation

digunakan secara individu atau kombinasi Dikombinasikan dengan


pengemasan dan pemberian label dapat dikomersialisasi

e. Pemilihan metode pengolahan/pengawetan disesuaikan dengan :


 Karakteristik produk (sensitivitas terhadap panas, volatilitas)
 Bentuk produk (kering, tepung, pasta, padat, cair)
 Kemasan (kaleng, botol, pouch, kesesuaian produk dengan kemasan)
 Umur simpan dan stabilitas produk
 Suhu penyimpanan produk (ambien, beku, dingin?)
 Cara penyajian produk
 Biaya investas

13
f. Metode Pengawetan Pangan Fungsional

Metode Proses
Pengendalian suhu  Pendinginan
 Pembekuan
 Perlakuan panas
Pengendalian kadar air  Pengeringan
 Penggaraman
 Konsentrasi
 Syruping
Pengendalian oksigen  Pengemasan
Pengendalian pH  Asidifikasi
 Fermentasi/pickling
Pengendalian kimia  Pengasapan
 Pengawetan dengan bahan kimia

Pengawetan pangan fungsional sangat banyak caranya, seperti fermentasi.


Fermentasi telah lama digunakan dan merupakan salah satu cara pemrosesan dan
bentuk pengawetan makanan tertua (Achi, 2005). Fermentasi merupakan cara untuk
memproduksi berbagai produk yang menggunakan biakan mikroba melalui aktivitas
metabolisme baik secara aerob maupun anaerob. Fermentasi dapat terjadi karena
adanya aktivitas mikroba pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi
dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan akibat pemecahan kandungan
bahan pangan tersebut sehingga memungkinkan makanan lebih bergizi, lebih mudah
dicerna, lebih aman, dapat memberikan rasa yang lebih baik dan memberikan tekstur
tertentu pada produk pangan. Fermentasi juga merupakan suatu cara yang efektif
dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan makanan
(Misgiyarta & Widowati, 2003).

14
2.5 Komponen Bioaktif Dan Efeknya Terhadap Kesehatan

Komponen bioaktif adalah senyawa aktif dalam pangan fungsional yang


bertanggung jawab atas berlangsungnya reaksi-reaksi metabolisme yang
menguntungkan kesehatan (Subroto, 2008). Di Jepang pada tahun 1991 The Japanese
of Health and Welfare telah mengidentifikasi ingredien yang memperbaiki kesehatan
yaitu: serat pangan, oligosakarida, gula alkohol, asam-asam amino, peptida dan
protein, glikosida, alkohol, isoprenoid dan vitamin, kolin, bakteri asam laktat (BAL),
mineral, polyunsaturated fatty acids (PUFA), fitokemikal dan antioksidan (Goldberg,
1994). Selanjutnya menurut Subroto (2008) komponen bioaktif yang ada pada pangan
fungsional adalah : karotenoid (beta-karoten, lutein dan likopen), serat pangan (serat
tak larut, beta-glukan, serat terlarut), asam lemak [Mono unsaturated fatty acids
(MUFA), Poly unsaturated fatty acids PUFA)], flavonoid (antosianin, flavanol,
flavanon, flavonol, proantosianidin), isothiosianat (sulforafan), mineral (Ca, Mg, K,
Se), asam fenolat (as.kafeat, as.ferulat), stanol/sterol tanaman (stanol/sterol bebas,
stanol/sterol ester), polyol (gula alkohol ; xylitol, sorbitol, manitol, laktitol), prebiotik
[inulin, FOS (fructooligosacharida), polidekstrosa], probiotik (khamir, Lactobacilli),
fitoestrogen (isoflavon, lignan), protein kedelai, sulfida/thiol (diallyl sulphida, allyl
methyl trisulphida, dithiolthion) dan vitamin (A, B1, B2, B3, B5, B6, B9, B12,
Biotin, C, D dan E). Antioksidan yang ada pada buah dan sayuran antara lain vitamin
C, vitamin E, karotenoid, glukosinolat dan polifenol (Blasa et al. 2010).
Berikut ini dijelaskan beberapa contoh komponen bioaktif yaitu serat pangan,
pati resisten, inulin, fruktooligosakarida (FOS), antioksidan, PUFA, probiotik,
prebiotik dan simbiotik serta efeknya terhadap kesehatan.

Serat Pangan dan Pati Resisten.

Serat pangan merupakan bagian dari tanaman yang tidak bisa dicerna oleh
ensim pencernaan dalam usus halus manusia sehat terutama terdiri dari polisakarida
bukan pati dan lignin (Trowel, 1972 dalam Marsono, 2007). Serat pangan meliputi
polisakarida, karbohidrat analog, oligosakarida, lignin, dan bahan yang terkait dengan
dinding sel tanaman (waxes, cutin, suberin). Karbohidrat analog yang dimaksudkan

15
dalam definisi ini meliputi dekstrin tak tercerna, pati resisten dan senyawa
karbohidrat sintetis (polydekstrosa, metil selulosa dan hydroxypropylmethyl
selulosa). Efek kesehatan dari makanan fungsional sumber serat dan pati resisten
sangat berhubungan dengan efek fisiologis serat pangan. Serat pangan memberikan
viskositas yang tinggi pada digesta. Sifat ini dapat mengurangi absorpsi glukosa dan
kolesterol, sehingga konsumsi serat pangan yang tinggi dapat mencegah diabetes
maupun hiperkolesterol. Serat pangan di dalam kolon akan terfermentasi
menghasilkan asam lemak rantai pendek [short chain fatty acids (SCFA)],
diantaranya asetat, propionat dan butirat yang dilaporkan dapat mencegah kenaikan
kolesterol (propionat) atau mencegah kanker kolon (butirat).

Inulin dan FOS

Inulin merupakan oligosakarida yang mengandung fruktosa yang terdapat


dalam tanaman. Senyawa tersebut terdiri dari unit-unit fruktosa (dengan ikatan â (2-1)
glikosida dan gugus terminal berupa glukosa. Efek kesehatan inulin dan FOS antara
lain: mengurangi konstipasi, menambah frekuensi ke belakang, melunakkan feses,
menaikkan kadar air feses, meningkatkan bifidobakteri, laktobasili serta menurunkan
Enterobakteri dan Clostridium perfringen. Inulin dan FOS banyak terdapat dalam :
bawang merah, bawang putih, pisang dan asparagus (Marsono, 2007; Kusharto,2006).

Antioksidan.

Banyak jenis antioksidan alami terdapat di berbagai bahan pangan, antara lain
kelompok karotenoid dan flavonoid (Marsono, 2007; Subroto, 2008). Ada beberapa
macam karotenoid, terdapat pada bahan pangan misalnya wortel, labu kuning, ketela
rambat (beta karoten), jeruk, telur, jagung (lutein, zeaxantine), serta tomat, semangka
dan anggur (lycopene). Antioksidan kelompok karotenoid telah diklaim memiliki
efek menyehatkan antara lain (i) dapat menetralkan radikal bebas yaitu suatu senyawa
yang dapat merusak sel dan mengakibatkan timbulnya penyakit kanker, (ii)
meningkatkan pertahanan oksidasi, (iii) membantu menyehatkan mata, (iv)
membantu meningkatkan kesehatan prostat, serta membantu mencegah timbulnya

16
penyakit jantung (Anonim, 2006 dalam Marsono, 2007).
Antioksidan kelompok flavonoids antara lain berupa senyawa-senyawa
antosianin, flavanols, flavonones, flavonols serta proanthocyanidin. Jenis antioksidan
ini banyak terdapat pada buah-buahan (berry, cerry, anggur dan apel), teh, coklat,
bawang merah, brokoli dan kacang tanah. Efek kesehatan yang bisa ditimbulkan
menurut Marsono (2007) antara lain : (i) meningkatkan pertahanan antioksidan tubuh,
(ii) memperbaiki fungsi otak, (iii) menjaga kesehatan jantung, (iv) menetralkan
radikal bebas.

PUFA

PUFA merupakan komponen bioaktif yang banyak terdapat pada bahan


pangan hewani. PUFA khususnya asam lemak Omega 3, banyak terdapat dalam
salmon, tuna, minyak ikan, kenari dan rami berpotensi untuk mengurangi resiko
penyakit jantung koroner, dan memabantu memperbaiki kesehatan mental dan fungsi
penglihatan (Marsono, 2007; Subroto, 2008)

Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik

Probiotik adalah mikroba hidup yang masuk dalam jumlah yang cukup (106-
108 cfu/ml) sehingga dapat memberikan manfaat kesehatan bagi inangnya. dan
diharapkan dapat berkembang menjadi 1012 cfu/ml di dalam kolon.
Prebiotik merupakan ingredien bahan pangan yang tidak tercerna yang
berfungsi menstimulasi pertumbuhan dan atau aktivitas dari satu atau lebih bakteri
tertentu dalam usus besar, yang dapat memperbaiki kesehatan inang (Sekhon dan
Jairath, 2010; Neha et al, 2012). Banyak pangan dengan oligosakarida atau
polisakarida (termasuk serat pangan) yang diklaim mempunyai aktivitas prebiotik,
meskipun tidak semua karbohidrat pangan adalah prebiotik.
Penelitian mengenai pengaruh probiotik dan atau prebiotik terhadap profil
lipid telah dilaporkan oleh (Ooi dan Liong, 2010). Hasilnya menunjukkan bahwa
hanya probiotik (L. plantarum) dan prebiotik (inulin) jenis tertentu menyebabkan
penurunan kadar kolesterol, sedangkan yang lainnya tidak.

17
Sinbiotik didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari prebiotik dan probiotik
(Sekhon dan Jairath, 2010; Neha et al., 2012) yang menguntungkan inang dengan
meningkatkan pertahanan dan implantasi suplemen makanan yang mengandung
mikroba hidup dalam saluran pencernaan dengan secara selektif memicu
pertumbuhan dan atau mengaktifkan metabolisme dari sejumlah bakteri baik sehingga
meningkatkan kesehatan inangnya. Prebiotik, probiotik, dan sinbiotik mempunyai
aplikasi farmasi yang potensial disamping manfaat gizinya, seperti meningkatkan
level pertumbuhan bakteri tertentu dalam saluran pencernaan manusia yang
diimplikasikan sebagai faktor pertahanan tidak saja untuk kerusakan di usus tetapi
juga sistemik.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya
dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-
zat gizi yang terkandung di dalamnya. Pangan fungsional harus memenuhi
persyaratan sensori, nutrisi dan fisiologis. Telah dipercayai bahwa pangan fungsional
dapat mencegah atau menurunkan penyakit degeneratif. Definisi pangan fungsional
menurut Badan POM adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui
proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah
dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi
kesehatan.
Jenis-jenis pangan fungsional secara umum dibagi berdasarkan dua hal, yaitu
berdasarkan sumber pangan dan cara pengolahannya. Berdasarkan sumber pangan
fungsional digolongkan menjadi dua, yaitu pangan fungsional nabati dan pangan
fungsional hewani, sedangkan berdasarkan cara pengolahannya pangan fungsional
digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu : Pangan fungsional alami, pangan
fungsional tradisional dan panagn fungsional modern.

3.2 Saran
Demikian makalah ini dapat di selesaikan, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk kebikan makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. ( 2020, April 14 ). Pengawetan makanan. Retrieved Agustus 14, 2020, from
wikipedia.org: https://id.wikipedia.org/wiki/Pengawetan_makanan

Astawan , M. (2011). Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Bogor:


Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Astawan, M. (2011). Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Bogor:


Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Astawan, M. (2011). Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Bogor:


Teknologi Pertanian IPB.

Goldberg I. (1994). Functional Foods. Designer Foods, Pharmafoods,


Nutraceuticals. New York: Chapman & Hall.

Subroto, M. (2008). Real Food, True Health. Makanan Sehat Untuk Hidup Lebih
Sehat. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.

Subroto, M. (2008). Real Food, True Health. Makanan Sehat Untuk Hidup Lebih
Sehat. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.

Susman, S. (2020). PENGOLAHAN PANGAN FUNGSIONAL. Retrieved Agustus 22,


2020, from adoc.tips: https://adoc.tips/pengolahan-pangan-fungsional.html

Suter, I. K. (2013). PANGAN FUNGSIONAL DAN PROSPEK


PENGEMBANGANNYA. Badung: Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Winarno FG, P. N. (1995). Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan


Tradisional. Jakarta: Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI.

20
21

Anda mungkin juga menyukai