Anda di halaman 1dari 388

1.

5 cm

EDISI 2
Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer
Edisi 2

Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim

Manajer Penerbitan dan Produksi: Novietha Indra Sallama


Supervisor Editor: Ema Sri Suharsi
Copy Editor: Rosidah
Tata Letak: Dedy Juni Asmara, Reza Kemal Wijoyo
Desain Sampul: Deka Hasbiy

Hak Cipta © 2014 Penerbit Salemba Empat


Jln. Raya Lenteng Agung No. 101
Jagakarsa, Jakarta Selatan 12610
Telp. : (021) 781 8616
Faks. : (021) 781 8486
Website : http://www.penerbitsalemba.com
E-mail : info@penerbitsalemba.com

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apa pun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk tidak terbatas pada memfotokopi, merekam, atau dengan
menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta yang meliputi penerjemahan dan pengadaptasian Ciptaan untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta yang meliputi penerbitan, penggandaan dalam segala bentuknya, dan
pendistribusian Ciptaan untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada poin kedua di atas yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Yaya, Rizal
Martawireja, Aji Erlangga
Abdurahim, Ahim

Akuntansi Perbankan Syariah/Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim


—Jakarta: Salemba Empat, 2018—Cetakan Kelima
1 jil., 388 hlm., 19 × 26 cm

ISBN 978-979-061-460-4

1. Akuntansi 2. Akuntansi Perbankan Syariah


I. Judul   II. Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim

000.0.00
TENTANG PENULIS

Rizal Yaya, S.E., M.Sc., Ph.D., Ak., C.A., lulus S-1


dari program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada (FE UGM) tahun
1997, lulus S-2 di Program Master of Science
in Accounting, International Islamic University
Malaysia (IIUM) tahun 2003, dan memperoleh
gelar Doktor di bidang Akuntansi dari University of
Aberdeen, United Kingdom, pada tahun 2013. Saat
ini, Beliau mengampu mata kuliah Akuntansi Bank
Syariah dan Akuntansi Manajemen Sektor Publik.
Pernah menjadi dosen tamu di program studi S1
Manajemen Universitas Airlangga, program studi
Akuntansi Universitas Islam Indonesia, dan program studi Akuntansi Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Beliau aktif menulis artikel di
harian Republika dan berbagai jurnal ilmiah serta menjadi narasumber dalam
beberapa seminar dan pelatihan tentang Akuntansi Perbankan Syariah. Beliau
juga pernah tampil sebagai pembicara di 5 konferensi Internasional, 3 kali di
Malaysia, dan 2 kali di Indonesia. Tulisannya tentang “The Emerging Issues
on the Objectives and Characteristics of Islamic Accounting” telah dimuat di
International Journal, Malaysian Accounting Review, edisi Juni 2005.

iii
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Aji Erlangga Martawireja, S.E., M.Si., Ak., lulus S-1 di program


studi Akuntansi FE UGM tahun 2000. Lulus Magister Sains Pusat
Studi Timur Tengah dan Islam—Ekonomi dan Keuangan Syariah,
Pascasarjana, Universitas Indonesia tahun 2007. Saat ini, beliau
menjabat sebagai Kepala Bagian—Bagian Laporan Eksternal dan
Rekonsiliasi Kantor Pusat, Divisi Akuntansi PT Bank Syariah
Mandiri. Beliau pernah menjabat sebagai Staf Auditor Kantor
Akuntan Publik Prasetio, Utomo, & Co., Andersen tahun 1999,
Senior Staff—Cost & Budgetary Controller, Capital Managers
Asia Pte. Ltd. (Grup Bakrie), Jakarta tahun 2002–2003, Financial
Controller, PT Global-Net Capital, Jakarta tahun 2003–2004,
Kepala Seksi—Seksi Laporan Eksternal Kantor Pusat Divisi
Operasi & Akuntansi tahun 2004–2006, Jakarta. Beliau juga pernah mengikuti pelatihan Islamic
Banking & Finance diselenggarakan oleh Red Money Institute, Kuala Lumpur.

Dr. Ahim Abdurahim, S.E., M.Si., Ak., C.A., SAS., lahir di


Kuningan, 26 November 1970. Telah menyelesaikan studi
Diploma 3 dan S-1 di YKPN tahun 1993 dan 1995 serta
Magister Sains UGM tahun 1999 dan S-3 di Universitas
Brawijaya, Malang pada tahun 2016. Memperoleh gelar
bersertifikat akuntansi syariah (SAS) pada tahun 2010. Tahun
1996 mengajar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan
sejak itu mendalami dan mengajar mata kuliah ekonomi Islam.
Mulai tahun 2004, penulis mengajar akuntansi perbankan
syariah hingga sekarang. Beliau juga telah mengikuti pelatihan
akuntansi dan perbankan syariah, menjadi pengurus IAEI
dan MES cabang Yogyakarta. Sebagai Direktur Dana Pensiun
Muhamamdiyah dari tahun 2000–2006 dan 2006–2011, secara
intens berinteraksi dengan para praktisi BPRS dan Bank Umum Syariah. Pernah menulis
buku Dalil-dalil Naqli Seri Ekonomi Islam.

iv
SAMBUTAN
RAMZI A. ZUHDI
Direktur Direktorat Perbankan Syariah

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalaamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh,

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas semua anugerah dan
hidayah-Nya, sehingga dengan izin dan kasih sayang-Nya kita dapat terus
berkarya dalam bidang keahlian kita masing-masing. Shalawat dan salam
kita sampaikan bagi manusia paripurna Rasulullaah Muhammad saw., yang
dengan kesabarannya telah mempertemukan hati kita dengan cahaya Illahi,
yang kemudian memberikan semangat untuk selalu menebarkan kebaikan
dan manfaat.
Saya menyambut baik sekaligus bangga atas diterbitkannya buku ini.
Buku ini menjadi salah satu pelita di tengah terbatasnya literatur keilmuan
tentang operasional perbankan syariah, khususnya terkait akuntansi perbankan
syariah yang mengiringi pesatnya perkembangan industri perbankan Syariah
di Indonesia. Sdr. Rizal Yaya, Sdr. Aji Erlangga Martawireja, dan Sdr. Ahim
Abdurahim merupakan sedikit dari ilmuwan yang menyadari keterbatasan
tersebut, dan dengan kesadarannya telah memberikan sumbangsih nyata untuk
umat dengan menerbitkan buku yang berjudul Akuntansi Perbankan Syariah:
Teori dan Praktik Kontemporer.
Buku ini mengulas akuntansi syariah secara lengkap, mulai dari sejarah
perkembangan akuntansi syariah, pengembangan perbankan syariah, sistem
operasional bank syariah, hingga cara perhitungan bagi hasil yang disertai
ilustrasi transaksi riil. Hal ini menjadikan buku ini unik sekaligus menarik.
Begitu pula, muatan mengenai akuntansi syariah yang menjadi materi utama
dalam buku ini telah disajikan secara komprehensif dengan mengacu pada

v
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

PSAK terakhir maupun acuan akuntansi lainnya, seperti AAOIFI dan sebagainya. Singkat kata,
muatan buku ini begitu lengkap sehingga layak untuk dijadikan acuan oleh para akademisi
maupun praktisi.
Dengan hadirnya buku Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer ini,
kami berharap pemahaman para stakeholder perbankan syariah mengenai akuntansi perbankan
syariah dapat lebih meluas dan mendalam, di samping akan mendorong semua pihak untuk
lebih berkontribusi dalam pengembangan industri perbankan syariah.

Billahit taufiq wal hidayah, wassalaamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Jakarta, Agustus 2009


Ramzi A. Zuhdi
Direktur Pengawasan Bank Syariah BI
(periode 2007–2010)

vi
SAMBUTAN
PROF. Dr. SOFYAN
SYAFRI HARAHAP *
Pakar Akuntansi Syariah

Saya menyambut baik terbitnya buku yang berjudul Akuntansi Perbankan


Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, yang ditulis oleh Rizal Yaya, Aji
Erlangga Martawireja, dan Ahim Abdurrahim. Terbitnya buku ini sangat
penting dan tepat waktu karena saat ini perbankan Indonesia banyak membuka
bank syariah dalam bentuk Usaha Unit Syariah (UUS) dan Badan Usaha
Syariah (BUS), baik melalui spin off maupun konversi bank konvensional
menjadi BUS. Dengan makin banyaknya bank syariah, maka sudah barang
tentu SDM yang terlibat dengan bank syariah ini perlu ditingkatkan. Mereka
inilah yang memerlukan pengetahuan tentang produk dan tata cara pencatatan
dan pelaporan akuntansi syariah.
Sebagai buku baru, saya yakin buku ini ditulis lebih baik dari buku-buku
yang sudah ada. Buku ini mengacu pada peraturan-peraturan baru, seperti
PSAK Syariah dan berbagai ketentuan regulator yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia maupun Dewan Syariah Nasional. Isinya cukup luas, komprehensif,
serta mencakup teori dan praktik perbankan syariah yang kita kenal. Penulisnya
adalah orang-orang yang memang ahli dalam bidangnya, dan bukan saja
memiliki latar belakang akademis, tapi juga pengalaman praktik di lapangan.
Modal kombinasi teori dan praktik ini tentu akan menjadi keuntungan
tambahan dalam menuliskan pengetahuannya dalam bentuk buku yang Anda
pegang ini.
Kepada para penulis, saya mengucapkan selamat dan penghargaan
yang setinggi-tingginya. Buku seperti ini masih tergolong langka dan
sangat dibutuhkan masyarakat. Makin banyak buku, walaupun membahas
topik yang sama, pasti lebih baik dibandingkan hanya sedikit buku yang
diterbitkan. Kepada penulis saya menganjurkan untuk terus berkarya, masih
banyak animo masyarakat yang harus dipenuhi, terutama kehausan akan

vii
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

pengetahuan dalam bidang ekonomi, keuangan, perbankan, dan akuntansi syariah ini. Saya
meyakinkan bahwa buku ini layak dan sangat perlu dibaca, baik oleh akademisi maupun
paktisi.
Sekali lagi selamat dan semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmatnya kepada
ketiga penulis atas sumbangsihnya dalam mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan
langka ini kepada khalayak ramai.

Jakarta, 23 Oktober 2009

Prof. Dr. Sofyan S. Harahap



*Sambutan ini ditulis oleh Alm. Prof. Dr. Sofyan S. Harahap ketika beliau menjadi Guru Besar
Ekonomi dan Pakar Ekonomi Syariah Universitas Trisakti.

viii
PRAKATA

Studi tentang akuntansi syariah pada industri perbankan telah berkembang


tidak hanya pada perguruan tinggi berbasis Islam, melainkan juga pada
perguruan tinggi umum yang memandang ini sebagai bidang ilmu yang penting
untuk mendukung karier lulusannya di industri perbankan syariah. Akan
tetapi, kendati telah banyak perguruan tinggi yang menawarkan mata kuliah
ini, literatur yang digunakan masih terbatas. Hampir semua buku yang tersedia
memiliki keterbatasan dalam lingkup tema yang dibahas, aspek kekinian
konsep dan praktik di lapangan serta aspek keterpaduan ilustrasi kasus yang
dibahas. Keterbatasan tersebut sering kali mengakibatkan dosen pengajar
mata kuliah ini mengalami kesulitan dalam menyampaikan perkuliahan secara
komprehensif dan kontekstual.
Kebutuhan akan adanya buku ajar di bidang akuntansi perbankan
syariah yang dapat memberikan gambaran komprehensif dan terkini dari sisi
teori dan praktiknya telah mendorong penulis untuk menulis buku ajar ini.
Penulisan buku ajar dengan judul Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan
Praktik Kontemporer ini merupakan refleksi dari pengalaman penulis dalam
mengajar mata kuliah Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah I (Perbankan
Syariah) sejak tahun 2004 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan
follow-up dari observasi yang penulis lakukan di Kantor Cabang Yogyakarta
Bank Muamalat Indonesia selama dua bulan pada akhir tahun 2006 serta
interaksi dengan pimpinan dan staf Departemen Akuntansi Bank Syariah
Mandiri selama beberapa bulan di awal tahun 2009. Edisi pertama buku ini
dibuat berdasarkan pada PSAK 101 sampai 106 tahun 2007. Adapun pada
edisi kedua ini, revisi dilakukan untuk mengakomodasi PSAK yang terbaru dan
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia pada pertengahan tahun 2013.

ix
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Materi yang disajikan dalam buku ajar ini diarahkan untuk dapat mengakomodasi
kebutuhan pembelajaran akuntansi perbankan syariah oleh dosen di perguruan tinggi di
Indonesia dan praktisi pemula di bidang akuntansi perbankan syariah. Dalam hal ini, sistematika
penulisannya diarahkan pada penguasaan konsep-konsep dasar akuntansi syariah serta alternatif
kebijakan akuntansi yang dipilih bank syariah. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan baik
dari sisi pengetahuan dan kemampuan akuntansi para mahasiswa, materi pada buku ajar ini
dilengkapi dengan ilustrasi kasus beserta varian transaksi yang mungkin timbul dalam suatu
siklus akuntansi. Ilustrasi kasus selanjutnya diikuti dengan konsep dan teknis akuntansi dalam
hal pengakuan dan pengukuran transaksi serta penyajian dan pengungkapan informasi dalam
laporan keuangan.
Terselesaikannya buku ini tidak terlepas dari bantuan yang diberikan berbagai pihak. Untuk
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pengurus Program Studi Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) atas segala fasilitas yang disediakan,
kolega dosen UMY atas dorongan motivasi yang diberikan, para mahasiswa mata kuliah
Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah FE-UMY atas kritik, saran, dan keterlibatannya dalam
uji coba penerapan dan pengembangan draf buku ajar ini, pimpinan dan staf Kantor Cabang
Yogyakarta Bank Muamalat Indonesia, terutama Bapak Ahmad Junaedi, SE. dan Kantor Pusat
Bank Syariah Mandiri atas diperbolehkannya penulis melakukan observasi lapangan tentang
praktik akuntansi di perbankan, rekan-rekan pemerhati akuntansi syariah dan praktisi di
berbagai bank syariah yang telah memberikan berbagai informasi, saran dan komentar terhadap
berbagai hal yang penulis perlukan, Bapak Sri Yanto S.E., Akt.,—yang pada saat penyusunan
buku ini menjabat sebagai Direktur Teknis Ikatan Akuntan Indonesia—atas masukannya yang
sangat penting terkait konsep PSAK yang terbaru, Bapak Prof. Dr. H. Syamsul Anwar M.A.,
ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, atas komentar dan masukan yang berarti terhadap
aspek syariah yang terdapat dalam buku ini, dan keluarga penulis atas kasih sayang, perhatian,
dan pengertian yang diberikan kepada penulis selama proses pembuatan buku ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan
kualitas buku ini. Apabila ada masukan untuk perbaikan redaksi, substansi, metodologi,
maupun sistematika penyajian buku ini dapat disampaikan melalui alamat email: rizalyaya1@
gmail.com.

Yogyakarta, Januari 2014


Penulis

x
DAFTAR ISI

TENTANG PENULIS iii


SAMBUTAN RAMZI A. ZUHDI v
SAMBUTAN PROF. DR. SOFYAN SYAFRI HARAHAP vii
PRAKATA ix
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xix
DAFTAR FIGUR xxi
DAFTAR KASUS xxiii

BAB1 SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI SYARIAH 1


Pendahuluan 1
Pengaruh Islam terhadap Perkembangan Akuntansi 2
Praktik Akuntansi Pemerintahan Islam 3
Hubungan Peradaban Islam dengan Buku Pacioli 4
Berbagai Pendekatan dalam Mengembangkan Akuntansi Syariah 6
Referensi 10
Soal-Soal Latihan 11
Lembar Jawaban 12

BAB 2 PERKEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 15


Pendahuluan 15
Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah 16
xi
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Lembaga Keuangan Syariah Modern 16


Lembaga-Lembaga Pendukung Bank Syariah di Tingkat Internasional 18
Lembaga-Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia 22
Bank Syariah dan Perkembangannya di Indonesia 25
Institusi Pendukung Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia 27
Master Plan dan Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 29
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah 30
Referensi 31
Soal-Soal Latihan 31
Lembar Jawaban 33

BAB 3 PRINSIP DASAR BANK SYARIAH 35


Pendahuluan 35
Definisi Lembaga Keuangan Syariah 36
Larangan terhadap Transaksi yang Mengandung Barang atau Jasa
yang Diharamkan 38
Larangan terhadap Transaksi yang Diharamkan Sistem dan Prosedur
Perolehan Keuntungannya 38
Larangan terhadap Transaksi yang Tidak Sah Akadnya 45
Referensi 47
Soal-Soal Latihan 47
Lembar Jawaban 48

BAB 4 SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH 51


Pendahuluan 51
Definisi, Asas, dan Tujuan Bank Syariah 52
Fungsi Bank Syariah 52
Sistem Operasional Bank Syariah 54
Prinsip-Prinsip dalam Penghimpunan Dana Bank Syariah 56
Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah 59
Prinsip-Prinsip dalam Pelaksanaan Fungsi Jasa Keuangan Perbankan 62
Referensi 65
Soal-Soal Latihan 65
Lampiran 66
Lembar Jawaban 71

xii
Daftar Isi

BAB 5 KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN


KEUANGAN SYARIAH 75
Pendahuluan 75
Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah–Ikatan Akuntan Indonesia 76
Tujuan dan Peranan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan Syariah 77
Aspek yang Terkait dengan Transaksi Syariah dan Pemakai Laporan
Keuangan Syariah 78
Tujuan Laporan Keuangan 80
Asumsi Dasar 81
Karakteristik Kualitatif Informasi Keuangan Syariah 82
Unsur-Unsur Laporan Keuangan 83
Pengakuan dan Pengukuran Unsur-Unsur Laporan Keuangan 90
Catatan atas Laporan Keuangan 92
Referensi 93
Soal-Soal Latihan 93
Lembar Jawaban 95

BAB 6 AKUNTANSI PENGHIMPUNAN DANA 99


Pendahuluan 99
Ketentuan Syariah 100
Tabungan 100
Giro 103
Deposito Mudharabah 106
Penyajian Transaksi Penghimpunan Dana 108
Pengungkapan Transaksi Penghimpunan Dana 108
Referensi 109
Soal-Soal Latihan 109
Lembar Jawaban 111

BAB 7 AKUNTANSI TRANSAKSI PEMBIAYAAN MUDHARABAH 115


Pendahuluan 115
Definisi dan Penggunaan 116
Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah
Transaksi Mudharabah 116

xiii
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Alur Transaksi Mudharabah 122


Cakupan Standar Akuntansi Mudharabah bagi Bank Syariah 123
Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Mudharabah 123
Penyajian Transaksi Mudharabah dalam Laporan Keuangan 134
Pengungkapan Transaksi Mudharabah 134
Referensi 135
Soal-Soal Latihan 135
Lembar Jawaban 137

BAB 8 AKUNTANSI TRANSAKSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH 141


Pendahuluan 141
Definisi dan Penggunaan 142
Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah Transaksi
Musyarakah 142
Alur Transaksi Musyarakah 146
Cakupan Standar Akuntansi Transaksi Musyarakah bagi Bank Syariah
(Mitra Pasif) 147
Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Musyarakah 147
Penyajian Transaksi Musyarakah 159
Pengungkapan Transaksi Musyarakah 159
Referensi 161
Soal-Soal Latihan 161
Lembar Jawaban 164

BAB 9 AKUNTANSI TRANSAKSI MURABAHAH 167


Pendahuluan 167
Definisi dan Penggunaan Murabahah 168
Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah Transaksi
Murabahah 168
Alur Transaksi Murabahah 172
Cakupan Standar Akuntansi Murabahah 174
Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Murabahah 174
Penyajian Transaksi Murabahah di Laporan Keuangan 196
Pengungkapan Transaksi Murabahah 197
Referensi 198
Soal-Soal Latihan 198

xiv
Daftar Isi

Lampiran 202
Lembar Jawaban 206

BAB 10 AKUNTANSI TRANSAKSI SALAM DAN SALAM PARALEL 213


Pendahuluan 213
Definisi dan Penggunaan Transaksi Salam dan Salam Paralel 214
Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah Transaksi
Salam dan Salam Paralel 215
Alur Transaksi Salam dan Salam Paralel 217
Cakupan Standar Akuntansi Salam dan Salam Paralel 218
Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Salam bagi Bank Syariah 218
Penyajian 226
Pengungkapan 226
Referensi 227
Soal-Soal Latihan 227
Lembar Jawaban 229

BAB 11 AKUNTANSI TRANSAKSI ISTISHNA’ DAN ISTISHNA’ PARALEL 233


Pendahuluan 233
Definisi dan Penggunaan 234
Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah Transaksi
Istishna’ dan Istishna’ Paralel 234
Alur Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel 236
Cakupan Standar Akuntansi Istishna’ Paralel 238
Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Istishna’ 238
Penyajian 252
Pengungkapan 252
Referensi 253
Soal-Soal Latihan 253
Lembar Jawaban 256

BAB 12 AKUNTANSI TRANSAKSI IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYA


BIT TAMLIK 261
Pendahuluan 261
Definisi dan Penggunaan 262
Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah Transaksi

xv
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Ijarah dan Transaksi IMBT 262


Alur Transaksi Ijarah dan IMBT 265
Cakupan Standar Akuntansi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik 266
Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Ijarah bagi Bank Syariah 267
Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi IMBT bagi Bank Syariah 275
Penyajian Transaksi Ijarah atas Aset Berwujud 279
Pengungkapan Transaksi Ijarah atas Aset Berwujud 279
Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Ijarah untuk Multijasa 280
Penyajian Transaksi Ijarah atas Jasa 282
Pengungkapan Transaksi Ijarah atas Jasa 282
Referensi 283
Soal-Soal Latihan 283
Lembar Jawaban 286

BAB 13 AKUNTANSI TRANSAKSI DANA ZAKAT, DANA KEBAJIKAN,


DAN PINJAMAN QARDH 291
Pendahuluan 291
Dana Zakat 292
Pengungkapan Dana Zakat 295
Dana Kebajikan 296
Pengungkapan Dana Kebajikan 299
Pinjaman Qardh 299
Referensi 309
Soal-Soal Latihan 309
Lembar Jawaban 311

BAB 14 AKUNTANSI KAS, PENEMPATAN PADA BANK INDONESIA, KLIRING,


DAN PAJAK 315
Pendahuluan 315
Akuntansi Kas 316
Akuntansi Penempatan pada Bank Indonesia dan Kliring 321
Akuntansi Pajak 323
Referensi 326
Soal-Soal Latihan 326
Lembar Jawaban 328

xvi
Daftar Isi

BAB 15 PERHITUNGAN BAGI HASIL 333


Pendahuluan 333
Tahapan Perhitungan Bagi Hasil 334
Menentukan Prinsip Perhitungan Bagi Hasil 334
Menghitung Jumlah Pendapatan yang Dibagi Hasil 338
Menentukan Hak Bagi Hasil untuk Bank dan Nasabah 342
Referensi 345
Soal-Soal Latihan 345
Lembar Jawaban 348

DAFTAR PUSTAKA D-1


GLOSARIUM G-1
INDEKS I-1

xvii
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pendirian Bank Islam di Dunia: Dari Mit Ghamr Bank di Mesir Hingga
Bank Muamalat di Indonesia 17
Tabel 2.2 Instrumen Keuangan Syariah Global (Jan 2001–Des 2010) 20
Tabel 2.3 Daftar Standar yang Dihasilkan IFSB 21
Tabel 2.4 Emisi Sukuk oleh Pasar Modal di Indonesia hingga Juni 2015 24
Tabel 2.5 Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank
(Posisi November 2016) 25
Tabel 2.6 Jumlah Kantor dan Pegawai Perbankan Syariah di Indonesia
(Posisi November 2016) 26
Tabel 2.7 Daftar Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia
(Posisi November 2016) 26
Tabel 2.8 Struktur Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah 30
Tabel 5.1 Format Neraca Bank Syariah PT Bank Syariah “X” Laporan Posisi
Keuangan (Neraca) per 31 Desember 20X2 dan 20X1 84
Tabel 5.2 Format Laporan Laba Rugi Bank Syariah PT Bank Syariah “X” Laporan
Laba Rugi Periode 1 Januari s.d. 31 Desember 20X2 dan 20X1 86
Tabel 9.1 Jadwal Pembayaran Murabahah PT HANIYA 177
Tabel 9.2 Jadwal dan Realisasi Pembayaran Angsuran Murabahah PT HANIYA 184

xix
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tabel 15.1 Prinsip Bagi Hasil 335


Tabel 15.2 Data Sumber Dana, Penyaluran Dana, dan Pendapatan 337
Tabel 15.3 Perhitungan Pendapatan yang Akan Dibagi Hasil Berdasarkan Sumber
Dana Pihak Ketiga dari Sumber Dana Mudharabah 339
Tabel 15.4 Perhitungan Pendapatan yang Akan Dibagi Hasil Berdasarkan Sumber
Dana Pihak Ketiga dari Sumber Dana Mudharabah dan Wadiah 340
Tabel 15.5 Perhitungan Pendapatan yang Akan Dibagi Hasil Berdasarkan Seluruh
Sumber Dana 341
Table 15.6 Tabel Kelompok Sumber Dana dan Nisbah Bagi Hasil 342
Tabel 15.7 Tabel Distribusi Bagi Hasil kepada Nasabah dan Bank 343
Tabel 15.8 Tabel Equivalent Rate atas Bagi Hasil untuk Nasaba 344

xx
DAFTAR FIGUR

Figur 4.1 Sistem Operasional Bank Syariah 54


Figur 5.1 Bangun Prinsip Akuntansi Syariah 77
Figur 7.1 Skema Mudharabah Musytarakah 117
Figur 7.2 Alur Transaksi Mudharabah 122
Figur 8.1 Alur Transaksi Musyarakah 146
Figur 9.1 Alur Transaksi Murabahah (dengan Pesanan) 173
Figur 10.1 Alur Transaksi Salam Paralel 218
Figur 11.1 Alur Transaksi Istishna’ Paralel 237
Figur 12.1 Alur Transaksi Ijarah dan IMBT 266

Figur 13.1 Alur Transaksi Pinjaman Qardh 303


Figur 15.1 Tahapan Perhitungan Bagi Hasil Pendapatan 334
Figur 15.2 Perbedaan Prinsip Bagi Hasil Revenue Sharing dan Profit Sharing 336

xxi
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

xxii
DAFTAR KASUS

Kasus 6.1 Transaksi Penambahan Saldo Rekening Tabungan Mudharabah 101


Kasus 6.2 Transaksi Pengurangan Saldo Rekening Tabungan Mudharabah 102
Kasus 6.3 Transaksi Penambahan Saldo Rekening Giro Wadiah 104
Kasus 6.4 Transaksi Pengurangan Saldo Rekening Giro Wadiah 105
Kasus 6.5 Transaksi Terkait Deposito Mudharabah 107
Kasus 7.1 Transaksi Pembiayaan Mudharabah 123
Kasus 7.2 Transaksi Pembiayaan Mudharabah—Kasus Bermasalah 130
Kasus 8.1 Transaksi Pembiayaan Musyarakah 147
Kasus 8.2 Transaksi Pembiayaan Musyarakah Menurun—Kasus Bermasalah 156
Kasus 9.1 Transaksi Jual Beli Murabahah 175
Kasus 9.2 Transaksi LC dengan Akad Wakalah Wal Murabahah 194
Kasus 10.1 Transaksi Salam 219
Kasus 11.1 Transaksi Istishna’ 239
Kasus 11.2 Istishna’ dengan Pembayaran Tangguh 248
Kasus 12.1 Transaksi Ijarah 267
Kasus 12.2 Transaksi Ijarah dengan Skema Sewa atas Sewa 273
Kasus 12.3 Transaksi IMBT 275

xxiii
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Kasus 12.4 Transaksi Ijarah untuk Multijasa 280


Kasus 13.1 Transaksi Terkait Penghimpunan dan Penyaluran Dana Zakat 292
Kasus 13.2 Transaksi Terkait Penghimpunan dan Penyaluran Dana Kebajikan 297
Kasus 13.3 Pinjaman Qardh dengan Sumber Dana Intern 304
Kasus 14.1 Transaksi Kas Kecil 317
Kasus 14.2 Transaksi Penempatan pada Bank Indonesia 321
Kasus 14.3 Transaksi Penempatan pada SBI Syariah/FASBIS 322
Kasus 14.4 Transaksi Kliring 323
Kasus 14.5 Transaksi Pajak 324

xxiv
1
SEJARAH
PERKEMBANGAN
AKUNTANSI SYARIAH

Pendahuluan

Bab 1 menjelaskan tentang pengaruh Islam terhadap perkembangan akuntansi


pada masa Nabi Muhammad sallallahu alaihi wassalam (saw.), masa kekhalifahan,
dan masa sekarang. Dijelaskan bahwa perintah Allah Subhanahu wa taala (Swt.)
yang disampaikan melalui Nabi untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai
dan kewajiban umat Islam membayar zakat berimplikasi terhadap munculnya
kebutuhan umat Islam untuk mengembangkan dan menerapkan akuntansi.
Praktik akuntansi tersebut makin berkembang seiring dengan berkembangnya
wilayah kekuasaan pemerintahan Islam pada masa kekhalifahan. Beberapa bukti
bahkan menunjukkan bahwa buku akuntansi yang dikarang oleh Luca Pacioli,
yang dikenal sebagai bapak akuntansi modern, merujuk pada praktik akuntansi
yang diterapkan dan dikembangkan oleh masyarakat Islam pada saat itu.
Bagian akhir bab ini membahas tentang berbagai pendekatan yang digunakan
oleh para pakar akuntansi syariah dalam memformulasikan bentuk akuntansi syariah
yang dipandang pembaca tepat untuk masyarakat Muslim saat ini. Relevansi bab ini
adalah sebagai landasan untuk memahami dasar pemikiran yang digunakan oleh
berbagai pakar dalam mengembangkan teori dan praktik akuntansi syariah.
Setelah membaca Bab 1 ini, pembaca diharapkan dapat memahami
pengaruh Islam terhadap perkembangan akuntansi, praktik akuntansi pada
masa pemerintahan Islam, hubungan peradaban Islam dengan buku karangan
Luca Pacioli, dan berbagai pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan
akuntansi syariah. Pembaca juga bisa mengembangkan penalarannya dengan
mengevaluasi kelebihan dan kekurangan masing-masing pendekatan dalam
pengembangan akuntansi syariah dan mencoba memilih pendekatan yang
dipandang paling tepat untuk masyarakat saat ini.

1
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Pengaruh Islam terhadap Perkembangan Akuntansi

Sebelum berdirinya pemerintahan Islam, peradaban didominasi oleh dua bangsa besar yang
memiliki wilayah yang luas, yaitu bangsa Romawi dan bangsa Persia. Sebagian besar daerah
di Timur Tengah saat Nabi Muhammad saw. lahir berada dalam jajahan dan menggunakan
bahasa negara jajahan seperti Syam (sekarang meliputi Siria, Lebanon, Yordania, Palestina,
dan Israel) yang dijajah oleh Romawi, sedangkan Irak dijajah oleh Persia. Adapun perdagangan
bangsa Arab Mekkah terbatas ke Yaman pada musim dingin dan Syam pada musim panas.
Pada saat itu, akuntansi telah digunakan dalam bentuk perhitungan barang dagangan oleh
para pedagang sejak mulai berdagang sampai pulang kembali (Adnan dan Labatjo, 2006).
Perhitungan dilakukan untuk mengetahui perubahan-perubahan, dan untung atau rugi. Selain itu,
menurut Syahatah (2001), orang-orang Yahudi, yang saat itu banyak melakukan perdagangan,
menetap dan juga telah memakai akuntansi untuk transaksi utang-piutang mereka.
Praktik akuntansi pada masa Rasulullah mulai berkembang setelah ada perintah Allah
melalui Alquran untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai (Alquran 2:282) dan
untuk membayar zakat (Alquran 2:110, 177; 9:18, 71; 22:78; 58:13). Melalui Alquran surah
Al-Baqarah ayat 282 yang sebagian artinya berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang
yang berhutang itu mendiktekan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika
yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri
tidak mampu mendiktekannya, maka hendaklah walinya mendiktekan dengan jujur....”
Dalam hal ini perintah Allah Swt. untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai telah
mendorong setiap individu untuk senantiasa menggunakan dokumen ataupun bukti transaksi.

Adapun perintah Allah untuk membayar zakat telah mendorong umat Islam saat itu untuk
mencatat dan menilai aset yang dimilikinya. Perintah tersebut didasarkan pada Alquran antara
lain surah Al-Baqarah ayat 110 yang artinya:
“Dan laksanakanlah shalat dan tunaikan zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan
untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al-Baqarah : 110).
Secara operasional, pembayaran zakat diuraikan Nabi Muhammad saw. dalam berbagai
macam hadis antara lain yang diriwayatkan oleh Bukhari.
“Dari Salim Ibnu Abdullah, dari ayahnya r.a., bahwa Nabi sallallahu alaihi wassalam
bersabda: Tanaman yang disiram dengan air hujan atau dengan sumber air atau dengan
pengisapan air dari tanah, zakatnya sepersepuluh, dan tanaman yang disiram dengan
tenaga manusia, zakatnya seperduapuluh.”
Dengan demikian, agar zakat bisa dibayar dengan jumlah yang benar, seorang wajib zakat
perlu melakukan pencatatan dan perhitungan terhadap hasil usahanya yang diwajibkan untuk

2
Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah

membayar zakat. Kewajiban membayar zakat tidak saja pada hasil pertanian, peternakan,
ataupun pertambangan. Dalam satu riwayat, dilaporkan oleh Abu Ubaid, bahwa Maimun bin
Mihran, ulama tabiin, berkata:
“Apabila sudah tiba temponya kau berzakat, hitunglah berapa jumlah uang kontan yang
ada padamu dan barang yang ada, hitung berapa nilai barang itu, begitu juga piutang
yang ada pada orang yang mampu, kemudian keluarkanlah utangmu sendiri, barulah
dikeluarkan zakat darinya”.
Cara perhitungan zakat dalam riwayat di atas, telah menjadi salah satu pendekatan
dalam menghitung besarnya zakat perniagaan suatu usaha dagang. Jika dicermati lebih lanjut,
prinsip-prinsip perhitungan zakat perniagaan tersebut amatlah mirip dengan konsep net
current asset dalam akuntansi yang kita gunakan sekarang, yaitu selisih antara aset lancar
dengan liabilitas lancar.
Berkembangnya praktik pencatatan dan penilaian aset, merupakan konsekuensi logis dari
ketentuan pembayaran zakat yang besarnya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari aset
yang dimiliki seseorang yang telah memenuhi kriteria nisab dan haul. Dijelaskan dalam kitab-
kitab fikih bahwa nisab dan haul adalah kriteria yang ditetapkan atas wajib tidaknya seseorang
membayar zakat. Nisab merupakan kriteria yang didasarkan atas batas minimal nilai kekayaan
yang dikenakan kewajiban zakat, sedang haul merupakan kriteria yang didasarkan atas jangka
waktu yang dipenuhi hingga kewajiban zakat timbul pada pembayar zakat (muzaki). Dalam
bahasan kajian fikih zakat, jangka waktu yang mesti dipenuhi untuk zakat harta adalah satu
tahun, periodisasi yang sama dengan periodisasi pelaporan akuntansi saat ini.
Secara tidak langsung Alquran juga berperan dalam perkembangan akuntansi modern
melalui kajian yang dilakukan oleh al-Khawarizmi terhadap hukum waris yang ditetapkan
oleh Allah Swt. dalam Alquran. As-Sirjani (2011, hal 345–349) mengulas bahwa kajian yang
dilakukan oleh al-Khawarizmi yang dituangkan dalam buku berjudul Al-Jabar wal Muqabalah
tersebut telah menjadi dasar pengembangan ilmu baru saat itu, yang sampai sekarang dikenal
dengan nama aljabar atau algebra. Kajian yang dilakukan oleh al-Khawarizmi bersama ilmuwan
Muslim lainnya, juga berhasil menemukan fungsi angka nol seperti yang kita gunakan sekarang.
Dua penemuan oleh ilmuan Muslim tersebut telah memungkinkan akuntansi diterapkan
untuk beragam transaksi yang jauh lebih kompleks dibanding apa yang dipraktikkan sebelum
datangnya peradaban Islam.

Praktik Akuntansi Pemerintahan Islam

Kewajiban zakat berdampak pada didirikannya institusi Baitulmal oleh Nabi Muhammad saw. yang
berfungsi sebagai lembaga penyimpan zakat beserta pendapatan lain yang diterima oleh negara.
Hawari (1989) dalam Zaid (2001) mengungkapkan bahwa pemerintahan Rasulullah memiliki
42 pejabat yang digaji yang terspesialisasi dalam peran dan tugas tersendiri. Adnan dan Labatjo
(2006) memandang bahwa praktik akuntansi pada lembaga Baitulmal di zaman Rasulullah baru
berada pada tahap penyiapan personal yang menangani fungsi-fungsi lembaga keuangan negara.
Pada masa tersebut, harta kekayaan yang diperoleh negara langsung didistribusikan setelah harta
tersebut diperoleh. Dengan demikian, tidak terlalu diperlukan pelaporan atas penerimaan dan
pengeluaran Baitulmal. Hal sama berlanjut pada masa Khalifah Abu Bakar as Siddik.

3
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Perkembangan pemerintahan Islam hingga meliputi Timur Tengah, Afrika, dan Asia di
zaman Khalifah Umar bin Khatab telah meningkatkan penerimaan negara secara signifikan.
Dengan demikian, kekayaan negara yang disimpan di Baitulmal juga makin besar. Para
sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaan dan
pengeluaran negara. Selanjutnya, Khalifah Umar bin Khatab mendirikan unit khusus yang
bernama Diwan (dari kata dawwana = tulisan) yang bertugas membuat laporan keuangan
Baitulmal sebagai bentuk akuntabilitas Khalifah atas dana Baitulmal yang menjadi tanggung
jawabnya (Zaid, 2001).
Selanjutnya, reliabilitas laporan keuangan pemerintahan dikembangkan oleh Khalifah Umar
bin Abdul Aziz (681−720 M) berupa praktik pengeluaran bukti penerimaan uang. Kemudian,
Khalifah Al Waleed bin Abdul Malik (705−715 M) mengenalkan catatan dan register yang
terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya (Lasyin, 1973, dalam Zaid, 2001).
Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa
Daulah Abbasiah. Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi, antara lain akuntansi
peternakan, akuntansi pertanian, akuntansi bendahara, akuntansi konstruksi, akuntansi mata
uang, dan pemeriksaan buku (auditing) (Zaid, 2001). Pada masa itu, sistem pembukuan telah
menggunakan model buku besar, yang meliputi sebagai berikut.
1. Jaridah Al-Kharaj (mirip receivable subsidiary ledger), merupakan pembukuan pemerintah
terhadap piutang pada individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta hewan ternak yang
belum dibayar dan cicilan yang telah dibayar (Lasyin, 1973, dalam Zaid, 2001). Piutang
dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran di kolom yang lain.
2. Jaridah An-Nafaqat (jurnal pengeluaran), merupakan pembukuan yang digunakan untuk
mencatat pengeluaran negara.
3. Jaridah Al-Mal (jurnal dana), merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat
penerimaan dan pengeluaran dana zakat.
4. Jaridah Al-Musadareen, merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat
penerimaan denda atau sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk dari pejabat
yang korup.
Adapun untuk pelaporan, telah dikembangkan berbagai laporan akuntansi, antara lain
sebagai berikut.
1. Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan
(Bin Jafar, 1981, dalam Zaid, 2001).
2. Al-Khitmah Al-Jame’ah, laporan keuangan komprehensif yang berisikan gabungan antara
laporan laba rugi dan neraca (pendapatan, pengeluaran, surplus dan defisit, belanja untuk
aset lancar maupun aset tetap) yang dilaporkan di akhir tahun. Dalam perhitungan dan
penerimaan zakat, utang zakat diklasifikasikan dalam laporan keuangan menjadi tiga
kategori, yaitu collectable debts, doubtful debts, dan uncollectable debts (Lasyin, dalam
Zaid, 2001).

Hubungan Peradaban Islam dengan Buku Pacioli

Pada tahun 1494, seseorang berkebangsaan Italia bernama Luca Pacioli, menerbitkan buku
dengan judul Summa de Arithmetica Geometria, Proportioni et Proportionalita (Segala Sesuatu

4
Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah

tentang Aritmetika, Geometri, dan Proporsi). Buku tersebut terbagi atas lima bagian yang
banyak membahas tentang ilmu matematika. Salah satu bab di dalamnya membahas tentang
pembukuan yang menekankan pada sistem pencatatan yang terjadi di Venice lebih dari 200
tahun sebelumnya dan masih digunakan pada masa itu, dan dikenal dengan nama metode Venice
(Adnan dan Labatjo, 2006).
Melalui buku tersebut, Pacioli dianggap sebagai orang pertama yang menggagas sistem
tata buku berpasangan (double entry bookkeeping), sebuah sistem baru dan dianggap sebagai
revolusi dalam seni pencatatan dalam bidang ekonomi dan bisnis. Hendriksen (2000) menyatakan
bahwa jurnal yang dibuat Pacioli sudah mirip dengan yang digunakan sekarang. Debit dicatat
di sebelah kiri (disebut dengan istilah deve dare atau debere) dan kredit di sisi kanan (disebut
dengan istilah deve avare atau creed). Dalam berbagai literatur, Pacioli kemudian disebut sebagai
“Bapak Akuntansi”.
Adnan dan Labatjo (2006) menyatakan bahwa buku Summa de Arithmetica yang dibuat
Pacioli menimbulkan banyak pertentangan di kalangan peneliti yang meneliti tentang sejarah
akuntansi. Have (1976) dalam Zaid (2001) beranggapan bahwa perkembangan akuntansi
sebagaimana ditulis oleh Pacioli tidaklah terjadi di Republik Italia kuno. Menurut Have dalam
Zaid (2001), yang terjadi adalah Italia mengetahui tentang akuntansi dan ilmu itu sampai pada
mereka dari bangsa lain. Zaid (2001) menyatakan bahwa bab dalam buku Pacioli tentang akuntansi
hanyalah bagian dari apa yang ada pada saat itu, yang beredar di antara para guru dan murid
sekolah aritmetika dan perdagangan. Dengan demikian, Pacioli bukanlah penemu, melainkan
pencatat terhadap apa yang beredar saat itu (Zaid, 2001). Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Belkaoui (2000), bahwa Pacioli bukanlah penemu double entry bookkeeping, melainkan hanya
menjelaskan apa yang telah dipraktikkan pada masa itu.
Keraguan terhadap buku Pacioli cukup beralasan mengingat sejak abad ke-8 M, Bangsa
Arab berlayar sepanjang pantai Arabia dan India dan berhenti di Italia untuk menjual barang
dagangan yang mewah yang tidak diproduksi oleh Eropa (Have, 1976, dalam Zaid, 2001).
Wolf (1912) dalam Zaid (2001) mengemukakan bahwa pada akhir abad ke-15, Eropa sedang
terhenti perkembangannya dan tidak dapat diharapkan adanya kemajuan yang berarti dalam
metode akuntansi. Sementara itu, Heaps (1895) dalam Zaid (2001) mengemukakan bahwa
bookkeeping pastilah dipraktikkan pertama kali oleh para pedagang dan ia beranggapan bahwa
mereka berasal dari Mesir. Ball (1960) dalam Zaid (2001) menyatakan bahwa buku Pacioli
didasarkan pada tulisan Leonardo of Pisa, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku
Aljabar yang ditulis dalam bahasa Arab, yang berisikan dasar-dasar bookkeeping.
Dalam berbagai referensi, Leonardo diceritakan mengikuti ayahnya yang berdagang ke kota
pelabuhan Béjaïa di Aljazair dan disuruh belajar ilmu hitung kepada pakar yang ada di sana
(http://www.maths.surrey.ac.uk/hosted-sites/R.Knott/Fibonacci/fibBio.html). Leonardo kemudian
berkunjung dan belajar matematika di berbagai pusat pengetahuan kekhalifahan Islam saat itu
seperti Mesir, Sirya, Sisilia (saat dalam kekuasaan Muslim) dan berinteraksi dengan karya-karya
Al-Khawarizmi (https://www.britannica.com/biography/Leonardo-Pisano).Leonardo kemudian
menulis buku berjudul Liber Abaci, yang membantu bangsa Eropa mengenal fungsi angka nol dan
buku Practica Geometriae tentang praktik geometri yang keduanya dipelajari dari ilmuan Muslim
selama perjalanannya berinteraksi dengan masyarakat di wilayah kekhalifahan Islam.
Dalam sejarah Islam, lebih satu abad sebelum buku Pacioli diterbitkan, telah ada manuskrip
tentang akuntansi yang ditulis oleh Abdullah bin Muhammad bin Kiyah Al Mazindarani

5
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

dengan judul Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqaat pada tahun 1363 M.1 Beberapa kaidah dalam
manuskrip tersebut yang terkait dengan praktik double entry adalah sebagai berikut.
1. Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber-sumber
pemasukan tersebut.
2. Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaran-
pengeluaran tersebut.

Zaid (2001) menyatakan bahwa apa yang terdapat dalam manuskrip Mazindarani
tersebut telah menggambarkan praktik double entry bookkeeping masyarakat Muslim saat itu.
Pandangan ini dikuatkan oleh pendapat Littleton dan Yame (1978) dalam Triyuwono (2006)
yang menduga bahwa double entry bookkeeping berasal dari Spanyol dengan alasan bahwa
kebudayaan dan teknologi Spanyol pada abad pertengahan tersebut jauh lebih unggul dibanding
dengan peradaban Italia dan negara Eropa lainnya. Sementara pada waktu itu, Spanyol adalah
negara Muslim serta merupakan pusat kebudayaan dan teknologi di Eropa.
Beberapa ahli sejarah Barat menyimpulkan bahwa masyarakat yang dimaksud oleh Pacioli
dalam bukunya adalah masyarakat dan bahkan pemerintah Italia (Zaid, 2001). Pendapat ini
oleh Zaid (2001) dipandang bertentangan dengan fakta terkait mengenai tidak operasionalnya
angka Romawi untuk digunakan dalam praktik akuntansi yang sedemikian maju. Sementara,
masyarakat Muslim pada waktu itu telah mengembangkan penggunaan angka nol, yang kemudian
disebut dalam dunia akademik sebagai angka Arab, untuk mengembangkan berbagai bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Salah satu bidang ilmu yang menonjol pada waktu itu adalah ilmu
matematika, terutama bidang aljabar (algebra) yang ditemukan dan dikembangkan oleh para
ilmuwan Muslim yang sangat berkaitan dengan teknik double entry bookkeeping. Pengembangan
bidang ilmu tersebut sangatlah mungkin terkait dengan kebutuhan masyarakat Muslim yang telah
berkembang maju peradabannya pada waktu itu. Dengan demikian, masyarakat yang dimaksud
sangatlah mungkin masyarakat Muslim, termasuk masyarakat di berbagai daerah di Eropa yang
terimbas oleh kemajuan yang dicapai oleh peradaban Islam saat itu.

Berbagai Pendekatan dalam Mengembangkan


Akuntansi Syariah

Buku Pacioli menemukan momentumnya untuk berkembang luas seiring dengan berkembangnya
penemuan mesin cetak dan revolusi industri di Eropa (Adnan dan Labatjo, 2006). Selanjutnya,
perkembangan akuntansi banyak terjadi di Eropa dan dipengaruhi oleh ideologi kapitalis
yang menggunakan akuntansi sebagai instrumen utama bagi pemilik modal dalam memonitor
perkembangan modal usahanya. Sebaliknya, seiring dengan terjadinya kemunduran dalam hal
ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat Muslim, masyarakat Muslim cenderung menjadi
pemakai atas akuntansi yang dikembangkan oleh masyarakat Eropa yang telah diwarnai oleh
ideologi kapitalis dengan ciri pemisahan antara agama dengan kehidupan dunia atau bisnis.
Kondisi ini menjelang akhir abad ke-20 dipandang kurang tepat bagi para pakar akuntansi
yang mengkaji akuntansi dalam perspektif Islam. Hal ini terkait dengan pinsip “kafah” dalam ajaran

1
Manuskrip tulisan Al Mazindarani ini, menurut Zaid (2001), masih disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al
Qanuni di Istanbul Turki di bagian manuskrip nomor 2756 dengan menggunakan bahasa yang populer pada masa
Daulah Utsmaniyah.

6
Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah

Islam yang mewajibkan penganutnya untuk menerapkan prinsip dan ajaran Islam dalam seluruh
sendi kehidupannya, termasuk dalam aktivitas bisnis maupun profesi yang dijalani. Secara umum
dalam ajaran Islam, setiap orang boleh melakukan apa pun, kecuali yang dinyatakan dilarang.2
Akan tetapi, banyak di antara larangan tersebut merupakan sesuatu yang biasa dipraktikkan dalam
bisnis konvensional.3 Selain itu, Islam memiliki beberapa transaksi maupun kejadian ekonomi unik
yang tidak biasa diterapkan dalam bisnis konvensional, antara lain transaksi pembayaran zakat,
transaksi usaha yang menggunakan skema bagi hasil, skema sewa, dan lain sebagainya.
Atas dasar itu, muncullah kajian dan pemikiran untuk mengembangkan akuntansi dalam
perspektif Islam atau biasa disebut dengan Islamic Accounting dalam bahasa Inggris dan Akuntansi
Syariah dalam bahasa Indonesia. Hameed (2000) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan yang
berkembang di kalangan pakar akuntansi dalam perspektif Islam dalam merumuskan bentuk
akuntansi syariah, yaitu pendekatan induktif berbasis akuntansi kontemporer, pendekatan
deduktif dari sumber ajaran Islam, dan pendekatan hybrid.

Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer


Pendekatan induktif berbasis akuntansi kontemporer biasa disingkat dengan pendekatan
induktif. Berdasarkan Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution—
AAOIFI (2003), pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai
dengan organisasi bisnis orang Islam dan mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan
ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan
ini dapat diterapkan dan relevan dengan institusi yang memerlukannya (Rashid, 1987). Selain
itu, pendekatan ini sesuai dengan prinsip ibaha (mubah) yang menyatakan bahwa segala sesuatu
yang terkait dengan bidang muamalah (aktivitas duniawi) boleh dilakukan sepanjang tidak ada
larangan yang menyatakannya (Abdelgader, 1994). Oleh karena akuntansi merupakan sesuatu
yang bersifat muamalah, maka akuntansi yang dikembangkan oleh masyarakat kapitalis
merupakan hal yang juga boleh digunakan di masyarakat Islam sepanjang tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini
tidak bisa diterapkan pada masyarakat yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu
(Gambling dan Karim, 1991) dan dipandang merusak karena mengandung asumsi yang tidak
Islami (Anwar, 1987).
Pendekatan induktif dipelopori oleh AAOIFI dan diikuti oleh organisasi profesi akuntan
di berbagai negara, termasuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Tujuan akuntansi syariah
berdasarkan pendekatan ini adalah untuk pengambilan keputusan (decision usefulness) dan
memelihara kekayaan institusi (stewardship). Tujuan decision usefulness dalam pendekatan ini
dinyatakan dalam AAOIFI dalam SFA nomor 1 paragraf 25:
“. . . to assist users of these reports in making decisions.”

Hal yang sama juga dinyatakan oleh IAI dalam KDPP-LKS (Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Lembaga Keuangan Syariah) tahun 2007 paragraf 30:

Pembahasan lebih detail tentang transaksi yang dilarang dalam ajaran Islam dapat dilihat pada Bab 3 buku ini.
2

Istilah bisnis konvensional mengacu pada praktik bisnis yang memisahkan antara kepentingan bisnis dengan
3

kepentingan agama.

7
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

“. . . menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan


posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi.”

Adapun tujuan stewardship yang dinyatakan oleh AAOIFI dalam SFA nomor 1 paragraf
33−34:
“ . . . to contribute to the safeguarding of the assets and to the enhancement of the managerial &
productive capabilities of the institutions.”

Demikian pula oleh IAI dalam KDPP-LKS paragraf 30:


“. . . untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah
terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat
keuntungan yang layak.”

Mirza dan Baydoun (2000) menyatakan bahwa kedua tujuan ini merupakan sesuatu yang
harus menjadi fokus perhatian akuntan dalam institusi Islam.

Pendekatan Deduktif dari Sumber Ajaran Islam


Pendekatan ini diawali dengan menentukan tujuan berdasarkan prinsip ajaran Islam yang
terdapat dalam Alquran dan Sunah. Kemudian, tujuan yang sudah ditentukan tersebut
digunakan untuk mengembangkan akuntansi kontemporer. Argumen yang mendukung
pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini akan meminimalisasi pengaruh pemikiran
sekuler terhadap tujuan dan akuntansi yang dikembangkan (Karim, 1995). Adapun argumen
yang menentang menyatakan bahwa pendekatan ini sulit dikembangkan dalam bentuk
praktisnya (Rashid, 1987).
Pendekatan deduktif dipelopori oleh beberapa pemikir akuntansi syariah, antara lain Iwan
Triyuwono, Akhyar Adnan, Gaffikin, dan beberapa pemikir lainnya. Adnan dan Gaffikin (1997)
serta Triyuwono (2000) berpandangan bahwa tujuan akuntansi syariah adalah pemenuhan
kewajiban zakat (pertanggungjawaban melalui zakat).
“Overal accountability will be better operationalized if it is directed towards the fulfillment of
the zakat obligation.” (Adnan dan Gaffikin, 1997)

Lebih lanjut, Triyuwono (2000) menyatakan bahwa penggunaan akuntansi berorientasi


zakat akan menghasilkan organisasi yang lebih Islami.
“The use of zakat oriented accounting would result in a more Islamic organization.”
(Triyuwono, 2000)

Salah satu implikasi penggunaan zakat sebagai tujuan adalah akuntansi syariah harus
menerapkan current cost. Akan tetapi, pendekatan deduktif sejauh ini masih pada tahap kajian
dan belum teraplikasikan pada perusahaan.

8
Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah

Pendekatan Hybrid
Pendekatan ini didasarkan pada prinsip syariah yang sesuai dengan ajaran Islam dan persoalan
masyarakat yang akuntansi syariah mungkin dapat bantu menyelesaikannya (Hameed, 2000).
Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa suatu metodologi Islam harus
memperhatikan relevansinya dengan masalah masyarakat yang telah diidentifikasi dan dianalisis
dari sudut pandang Islam (Faruqi, 1982).
Penerapan pendekatan hybrid dipelopori oleh pemikir akuntansi syariah seperti Shahul
Hameed dan cukup banyak lulusan International Islamic University di Malaysia tempat beliau
mengajar. Tujuan akuntansi syariah dalam pendekatan ini menurut Hameed (2000) adalah
mewujudkan pertanggungjawaban Islam.
“It is a dual accountability, Accountability to Allah as the Real Owner of universe (Primary
Accountability), and accountability to the investor or owner as written in the contract
(secondary accountability).”

kuntabilitas primer diwujudkan dalam bentuk manusia menaati ketentuan Allah (Alquran
A
dan Sunah), sedang akuntabilitas sekunder diwujudkan dalam bentuk manajer mengidentifikasi,
mengukur, dan melaporkan aktivitas sosio-ekonomi yang berkaitan dengan masalah ekonomi,
sosial, lingkungan, dan syariah compliance kepada investor.
Pendekatan hybrid secara parsial telah diterapkan di lingkungan beberapa perusahaan
konvensional. Hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan dan non-keuangan perusahaan
maupun disclosure perusahaan yang memperhatikan tidak hanya masalah ekonomi, melainkan
juga masalah sosial dan lingkungan. Pendekatan hybrid mengapresiasi perkembangan akuntansi
sosial dan lingkungan di Eropa dalam tiga dekade terakhir, dan menganggap itu perlu
diaplikasikan dalam akuntansi syariah (Hameed dan Yaya, 2005; Yaya dan Hameed, 2006).
Di Eropa, saat ini sudah terdapat lembaga yang peduli dalam mengembangkan isu lingkungan
dan sosial seperti Global Reporting Initiative (GRI) dan ACCA. GRI bergerak dalam mengkaji
dan membuat standar pelaporan perusahaan dengan konsep triple bottom line (ekonomi, sosial,
dan lingkungan) (lihat www.globalreporting.org). ACCA, organisasi profesi akuntan di Inggris,
banyak mendorong pengungkapan lebih luas hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Aspek selanjutnya yang perlu dilakukan oleh pemikir akuntansi dalam perspektif Islam adalah
mengembangkan triple bottom line menjadi four bottom line (ekonomi, sosial, lingkungan, dan
kesesuaian syariah) (Yaya dan Hameed, 2006). Saat ini kajian pendekatan hybrid dikembangkan
dengan menjadikan pencapaian Maqasid Asy-Syariah sebagai hal utama untuk diperhatikan
dalam laporan organisasi. Ini mencakup lima hal yang perlu dijaga dan dikembangkan oleh
organisasi yaitu agama, jiwa, akal, harta, dan nasab keturunan.

9
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Referensi

Al-Faruqi, Ismail Rajhi. 1982. Islamization of Knowledge. Washington: IIIT.


AAOIFI. 2003. “Accounting and Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institutions”.
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. Manama: AAOIFI.
Abdelgader, A.E. 1994. “Accounting Postulates and Principles from an Islamic Perspective”. Review of
Islamic Economics 3, 2, hlm. 1–18.
Adnan, M.A. dan Gaffikin. 1997. The Shariah, Islamic Banks, and Accounting Concepts and Practices.
Proceedings of the International Conference 1: Accounting Commerce and Finance: The Islamic
Perspective. Sydney.
Adnan, Muhammad Akhyar, dan Labatjo, Irma H. 2006. Sejarah Akuntansi dalam Perspektif Islam:
Benarkah Luca Pacioli Bapak Akuntansi Modern? Yogyakarta: Matan.
Anwar, Muhammad. 1987. “Islamic Economic Methodology”. Paper of the Seminar on Islamic Economics.
Washington.
As-Sirjani, R. 2011. Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Belkaoui, Ahmed Riahi. 2000. Accounting Theory. London: Thomson Learning.
Gambling, Trevor dan Karim, R.A.A. 1991. Business and Accounting Ethics in Islam. London: Mansell
Publishing, Ltd.
Hameed, Shahul. 2000. “The need for Islamic Accounting: Perception of Its Objectives and Characteristics
by Malaysia Accountants and Academics”. Ph.D. Thesis. University of Dundee.
Hameed, Shahul dan Yaya, Rizal. 2005. “The Emerging Issues on the Objectives and Characteristics of
Islamic Accounting for Islamic Business Organizations”. Malaysian Accounting Review 4, 1, hlm.
75–92.
Mirza, M dan Baydoun, N. 2000. “Accounting Policy in a Riba Free Environment”. Accounting, Commerce,
and Finance: The Islamic Perspective Journal 4, 1, hlm. 30–40.
Rashid, S. 1987. “Islamic Economics: a Historic-Inductive Approach”. Paper of the Seminar on Islamic
Economics. Washington.
Syahatah, Husein. 2001. Pokok-pokok Pikiran Akuntansi Islam. Diterjemahkan oleh Khusnul Fatarib.
Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.
Triyuwono, Iwan. 1997. “Akuntansi Syariah dan Koperasi: Mencari Bentuk dalam Bingkai Metafora
Amanah”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia 4, 1, hlm. 1–34.
Triyuwono, Iwan. 2000. “Akuntansi Syariah: Implementasi Nilai Keadilan dalam Format Metafora
Amanah”. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia 4, 1, hlm. 1–34.
Triyuwono, Iwan. 2006. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Yaya, Rizal dan Hameed, Shahul. 2006. “The Emerging Issues on the Objectives and Characteristics
of Islamic Accounting its impact on Indonesia Islamic Accounting Development”. Proceeding
International Joint Seminar on Muslim Countries and Development. Yogjakarta: Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Zaid, Omar Abdullah. 2004. Akuntansi Syariah: Kerangka Dasar & Sejarah Keuangan dalam Masyarakat
Islam. Diterjemahkan oleh M. Syafii Antonio dan Sofyan S. Harahap. Jakarta: LPFE Trisakti.

10
Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah

Soal-Soal Latihan

1. Bacalah terjemahan dan tafsir Alquran surah Al-Baqarah ayat 282, dan identifikasilah
makna yang terkandung di dalamnya terkait dengan bidang ilmu akuntansi.
2. Jelaskan pengaruh perintah Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 282 terhadap perkembangan
praktik akuntansi dalam masyarakat Muslim di zaman Nabi Muhammad saw.
3. Jelaskan praktik akuntansi pada masa Nabi Muhammad saw. dan pada masa
kekhalifahan.
4. Jelaskan keterkaitan buku karangan Luca Pacioli yang berjudul Summa de Arithmetica
Geometria, Proportioni et Proportionalita dengan peradaban Muslim.
5. Berikanlah tiga argumen yang disampaikan oleh sejarawan akuntansi syariah yang
menunjukkan bahwa akuntansi modern telah lebih dahulu dikembangkan oleh masyarakat
Muslim.
6. Jelaskan tiga jenis pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan akuntansi
syariah.
7. Identifikasilah kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada masing-masing pendekatan
yang ada dalam mengembangkan akuntansi syariah.
8. Berikan pendapat tentang pendekatan yang menurut Anda tepat untuk dikembangkan
pada saat sekarang.
9. Jelaskan pandangan beberapa pakar yang mengkritisi permasalahan yang terdapat pada
akuntansi konvensional sehingga perlu dikembangkan akuntansi alternatif.
10. Jelaskan berbagai tawaran akuntansi sebagai alternatif terhadap praktik akuntansi
konvensional yang berkembang saat ini, selain akuntansi dalam perspektif syariah.
11. Jelaskan yang dimaksud akuntabilitas primer dan akuntabilitas sekunder serta implikasinya
terhadap akuntansi syariah.
12. Salah satu bentuk pendekatan deduktif adalah menjadikan zakat sebagai dasar
pengembangan akuntansi syariah. Jelaskan implikasi dijadikannya zakat sebagai dasar
dalam pengembangan akuntansi syariah.
13. Jelaskan permasalahan yang mungkin timbul dalam penggunaan akuntansi konvensional
sebagai dasar pengembangan akuntansi syariah.
14. Beberapa sejarawan akuntansi syariah menyatakan bahwa konsep double entry accounting
telah diterapkan oleh masyarakat Muslim pada abad pertengahan. Evaluasilah bukti-bukti
yang diajukan oleh para sejarawan tersebut dan berikan penilaian Anda apakah setuju
atau tidak setuju dengan pendapat tersebut.
15. Ajaran Islam sangat kondusif dengan penggunaan dan pengembangan akuntansi dalam
kehidupan manusia. Berikan argumentasi Anda guna mendukung pendapat tersebut.

11
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
6. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
7. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
8. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
9. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
10. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

12
Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah

11. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
12. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
13. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
14. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
15. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

13
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

14
2
PERKEMBANGAN
LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH

Pendahuluan

Bab 2 menjelaskan tentang perkembangan lembaga keuangan syariah secara


umum dan bank secara khusus. Dijelaskan bahwa pada masa Nabi Muhammad
saw., satu-satunya lembaga keuangan yang ada dan ditangani langsung oleh
Nabi adalah Baitulmal. Lembaga tersebut di masa kekhalifahan berkembang
tidak saja sebagai lembaga penyimpan zakat, pajak, dan harta kekayaan negara,
melainkan juga sebagai lembaga yang memiliki fungsi fiskal dan moneter.
Barulah kemudian pada awal tahun 1960-an, di Mesir didirikan bank dengan
prinsip bagi hasil yang menarik perhatian banyak negara, termasuk Organisasi
Konferensi Islam yang mendirikan bank sejenis yang selanjutnya disebut dengan
bank syariah atau Islamic bank.
Perkembangan bank syariah di Indonesia juga diikuti oleh perkembangan
lembaga syariah lainnya, seperti lembaga zakat, Baitulmal wat Tamwil (BMT),
asuransi syariah, dan sebagainya. Di tingkat internasional, keberadaan bank
syariah didukung oleh berbagai lembaga lain dalam hal di antaranya sistem
akuntansi dan audit, tata kelola, dan pengembangan pasar uang. Relevansi
bab ini adalah sebagai landasan untuk memahami lingkungan sekitar bank
syariah yang banyak berinteraksi dengan lembaga lain, baik di tingkat nasional
maupun internasional.
Setelah mempelajari Bab 2, pembaca diharapkan dapat memahami
perkembangan lembaga keuangan syariah pada masa Nabi Muhammad
saw., kekhalifahan, dan masa sekarang. Pembaca juga bisa mengembangkan
penalarannya sekiranya berada dalam posisi sebagai pengelola bank syariah yang
perlu secara cermat mengenali dan mengidentifikasi semua mitra kerja yang sudah
ada maupun yang potensial untuk pengembangan bank syariah.

15
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah

Alquran sebagai sumber hukum dalam agama Islam cukup banyak menyinggung hal yang
berkaitan dengan keuangan. Akan tetapi, Alquran tidak secara spesifik berbicara tentang
bentuk lembaga keuangan. Pembahasan Alquran lebih berkaitan dengan akhlak/etika yang
berkaitan dengan masalah keuangan, antara lain menjaga kepercayaan (amanah), keadilan
(‘adalah), kedermawanan (ikhsan), perintah menjauhi yang haram dan menegakkan yang baik
(amar ma’ruf nahi mungkar), dan teguran (tawsiah). Lembaga keuangan syariah yang berwujud
dalam sebuah institusi adalah ketika Rasulullah Muhammad saw. mendirikan Baitulmal, saat
pemerintahan Islam dibentuk di Madinah. Baitulmal di zaman Rasulullah merupakan lembaga
penyimpanan kekayaan negara. Pada saat itu, Baitulmal memiliki fungsi menerima pendapatan
dan mengeluarkan pembelanjaan negara.
Pada masa Khulafaurrasyidin, Baitulmal berkembang dalam hal jumlah kekayaan yang
dikelola dan fungsi yang dijalankan. Lembaga ini kemudian dikembangkan secara administrasi
dan dibentuk dewan-dewan untuk ketertiban administrasi. Selanjutnya, mulai Dinasti Abasiyah,
fungsi Baitulmal bertambah dengan mengeluarkan kebijakan moneter. Hingga pada saat runtuhnya
Dinasti Usmaniyah di Turki, nama Baitulmal tidak muncul lagi sebagai pusat pengaturan fiskal
dan moneter negara.

Lembaga Keuangan Syariah Modern

Pada tahun 1963, di desa Mit Ghamr, salah satu daerah di wilayah Mesir, dibentuk sebuah
lembaga keuangan pedesaan yang bernama Mit Ghamr Savings Bank atau biasa disebut Mit
Ghamr Bank yang dipelopori oleh seorang ekonom bernama Dr. Ahmad El Najjar. Lembaga
keuangan tersebut ternyata sangat sukses, baik dalam penghimpunan modal dari masyarakat
berupa tabungan, uang titipan dan zakat, sadaqah, dan infak, maupun dalam memberikan
modal kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah, terutama di bidang perdagangan dan
industri. Dalam operasinya, Mit Ghamr Bank tidak membebankan bunga pada peminjam
maupun membayar bunga kepada penabung. Bank ini melakukan investasi secara langsung
maupun dalam bentuk kemitraan dengan pihak lain dan selanjutnya membagi keuntungan
dengan para penabung.
Keberhasilan Mit Ghamr Bank menginspirasi banyak pihak untuk melakukan hal yang
sama, antara lain sebagai berikut.
1. Pemerintah Mesir di bawah pemerintahan Gamal Abdul Naser membentuk Naser Social
Investment dengan basis perkotaan pada tahun 1972.
2. Masyarakat cendekiawan dan profesional di Filipina membentuk Bank Amanah pada
tahun 1973.
3. Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang beranggotakan pemerintah berbagai negara
berpenduduk Muslim mendirikan Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1973 dan
mulai beroperasi tahun 1975 dengan kantor pusat di Jeddah.

Setelah IDB beroperasi, berbagai bank syariah tumbuh dan berkembang di berbagai negara
termasuk di Indonesia dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Berikut

16
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah

adalah tabel sejarah pendirian bank syariah di berbagai negara hingga didirikannya Bank
Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia.

Tabel 2.1 Pendirian Bank Islam di Dunia: Dari Mit Ghamr Bank di Mesir Hingga Bank
Muamalat di Indonesia

Tahun Nama Bank Islam


1963 The Mit Ghamr Bank
Islamic Development Bank, Jeddah
1973
Philippine Amanah Bank
Dubai Islamic Bank, Dubai
1975 Faisal Islamic Bank, Egypt
Faisal Islamic Bank, Sudan
1977 Kuwait Finance House, Kuwait
Jordan Islamic Bank, Jordan
1978
Islamic Finance House Universal Holding, Luxemburg
Bahrain Islamic Bank, Bahrain
1979
Iran lslamic Bank
1980 Islamic International Bank, Cairo
Dar-AI-Mal Al-Islami, Switzerland
Islamic Finance House, England
1981
Jordan Finance House, Jordan
Islamic Bank Of Western Sudan, Sudan
Islamic Bank Bangladesh, Bangladesh
1982
Kibris Islamic Investment House, Jordan
Qatar Islamic Bank, Qatar
Tadamon Islamic Bank, Sudan
Faisal Islamic Bank, Bahrain
Bank Islam, Malaysia
1983 Faisal Islamic Bank, Senegal
Islamic Bank International, Denmark
Faisal Islamic Bank, Niger
Sudan Islamic Bank, Sudan
Bank Al Baraka Al Sudani, Sudan
AI-Baraka Bank, Bahrain
Islamic Finance House, Jordan
1984
Bait At Tamwil Al Saudi Al Tunisi
Al Baraka Turkish Finance lnstitution, Turkey
1985 Al Baraka Islamic Bank, Mauritania
1992 Bank Muamalat Indonesia

17
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Keberadaan IDB banyak membantu perkembangan bank syariah di berbagai negara. Selain
mendapat dukungan dari IDB, berbagai lembaga internasional telah didirikan dalam rangka
memperkuat keberadaan sistem perbankan syariah. Beberapa lembaga tingkat internasional
tersebut adalah AAOIFI, IFSB, dan IIFM. Pada bagian berikut akan dibahas peran dan
perkembangan masing-masing lembaga tersebut, termasuk IDB.

Lembaga-Lembaga Pendukung Bank Syariah


di Tingkat Internasional

Islamic Development Bank


Islamic Development Bank (IDB) merupakan sebuah lembaga keuangan internasional yang
didirikan berdasarkan deklarasi hasil konferensi menteri-menteri keuangan negara-negara
Muslim di Jeddah pada bulan Desember 1973. Bank tersebut diresmikan pada bulan Juli 1975 dan
mulai beroperasi pada bulan Oktober 1975. IDB didirikan dengan tujuan mendorong kemajuan
pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara anggota dan komunitas Muslim secara
bersama-sama berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Hingga tahun 2009, keanggotaan IDB
terdiri dari 56 negara. IDB berpusat di Jeddah, Arab Saudi, dan memiliki dua kantor regional
yang bertempat di Maroko dan Kuala Lumpur. Selain kantor regional, IDB memiliki kantor
representatif di sebelas negara anggota, termasuk di Indonesia.
Dukungan IDB yang paling besar terhadap perkembangan perbankan syariah adalah
dalam bentuk memfasilitasi berbagai riset dan pengembangan (R&D) dalam bidang ekonomi,
keuangan, dan perbankan Islam. Khusus untuk mendukung riset tersebut, IDB mendirikan
lembaga bernama Islamic Research and Training Institute (IRTI). Hasil-hasil riset lembaga ini
telah diseminarkan dan dibukukan serta banyak dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan
perbankan syariah di berbagai negara. Dukungan lain yang dilakukan oleh IDB terhadap
perbankan syariah adalah dalam bentuk penyertaan modal maupun kepemilikan saham
pada bank syariah. Bank Muamalat Indonesia (BMI), misalnya, sebanyak 16,02% komposisi
sahamnya dimiliki oleh IDB. Keikutsertaan IDB dalam kepemilikan saham di BMI sejak tahun
1999 sangat banyak membantu perkembangan bank tersebut hingga dapat keluar dari krisis
keuangan yang sempat memengaruhi kinerja keuangan perusahaan.

Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution


Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) merupakan
lembaga internasional yang bersifat otonom dan non-profit yang menyiapkan berbagai standar
akuntansi, audit, tata kelola (governance), etika, dan syariah bagi lembaga-lembaga keuangan
Islam. AAOIFI didirikan berdasarkan kesepakatan yang ditandatangani oleh beberapa lembaga
keuangan Islam pada tanggal 26 Februari 1990 di Aljazair dan resmi didirikan pada tanggal 27
Maret 1991 di Bahrain. Pendirian lembaga tersebut dilatarbelakangi oleh tidak memadainya
standar akuntansi internasional yang ada selama ini dalam memenuhi kebutuhan lembaga-
lembaga keuangan syariah dunia.
Hingga tahun 2009, AAOIFI telah menerbitkan 23 standar akuntansi, 5 standar audit,
6 standar tata kelola, 2 standar kode etik, dan 30 standar syariah. Standar yang disusun oleh

18
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah

AAOIFI dirancang agar memperoleh dukungan kuat dari berbagai pihak secara internasional.
Adapun untuk menjaga kesesuaian standar yang dibuat dengan syariah Islam, AAOIFI bekerja
di bawah pengawasan dewan syariah yang beranggotakan 15 anggota dari berbagai negara, di
antaranya adalah Sheikh Muhammad Taqi Usmani, mantan hakim agung Pakistan; Dr. Wahba
Zuhaili, Dekan Fakultas Syariah Universitas Damaskus Syria; dan Dr. Husein Shehata dari
Universitas Al Azhar. Pada awal pendirian AAOIFI, juga pernah turut serta ulama terkemuka
Dr. Yusuf Qaradawi dalam dewan syariah lembaga tersebut.
Dewan syariah AAOIFI ini memiliki peran strategis dalam pengembangan bank syariah
dunia. Peran tersebut adalah melakukan berbagai upaya untuk mengharmonisasikan konsep
dan penerapan fatwa-fatwa di antara Dewan Pengawas Syariah (DPS) di berbagai lembaga
keuangan untuk menghindari adanya kontradiksi dan inkonsistensi. Hal ini penting, mengingat
kontradiksi dan inkonsistensi merupakan isu yang sangat krusial dalam aspek syariah,
mengingat dalam perkembangan Islam terdapat cukup banyak mazhab yang berkembang dan
masing-masing mazhab memiliki pendukung masing-masing. Dapat dipahami bahwa sekiranya
kontradiksi dan inkonsistensi mendominasi perkembangan bank syariah, maka bank syariah
akan sulit berkembang di level internasional.
Berbagai standar yang dikeluarkan oleh AAOIFI telah dijadikan sebagai acuan oleh lembaga
regulator di berbagai negara. Beberapa negara bahkan menjadikan standar AAOIFI bersifat
mandatory (wajib) untuk diikuti. Untuk Indonesia, Bank Indonesia (BI) sebagai regulator bank
syariah bersama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi yang berwenang
mengeluarkan standar akuntansi, telah menjadikan berbagai standar yang dikeluarkan oleh
AAOIFI sebagai acuan dalam membuat standar akuntansi bagi bank syariah di Indonesia.
Adapun ketika belum ada standar akuntansi yang khusus bagi bank syariah, Bank Muamalat
Indonesia banyak mengacu pada standar yang digunakan oleh AAOIFI dan dalam hal ini
dibolehkan oleh BI.
Saat ini, AAOIFI sedang mendorong dikembangkannya audit syariah bagi perbankan
syariah. Upaya mendorong ini diwujudkan dengan program sertifikasi akuntan publik syariah
atau Certified Islamic Public Accountant (CIPA). Hal lain yang terus dikembangkan oleh AAOIFI
adalah bekerja sama dengan berbagai lembaga internasional dan penyusun standar lain bagi
pengembangan industri perbankan syariah.

International Islamic Financial Market


International Islamic Financial Market (IIFM) merupakan lembaga internasional yang didirikan
untuk mengembangkan pasar modal dan pasar uang syariah secara global dan selanjutnya diharap
dapat mengembangkan pasar sekunder untuk instrumen keuangan syariah global. IIFM didirikan
atas usaha bersama lembaga moneter dan bank sentral Bahrain, Brunai, Indonesia, Malaysia,
Sudan, dan IDB. Lembaga ini dibentuk oleh anggota pendirinya berdasarkan kesepakatan
pendirian pada tanggal 13 November 2001 dan mulai beroperasi pada tanggal 11 Agustus 2002
dan berpusat di Bahrain. Fokus bidang garap IIFM saat ini adalah sebagai berikut.
1. Standardisasi pasar primer dan sekunder syariah terkait dengan kontrak dan produk.
2. Pengembangan instrumen kepatuhan syariah dalam sistem manajemen likuiditas dan
perdagangan internasional yang meliputi infrastruktur perdagangan, clearing, dan
settlement.
3. Melakukan riset dan pengembangan dalam pasar modal dan pasar uang jangka pendek.

19
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Keberadaan IIFM telah dimanfaatkan oleh berbagai negara dan lembaga keuangan syariah
dalam hal perancangan produk serta bantuan teknis dan konsultatif hingga produk keuangannya
dapat diperdagangkan di pasar modal maupun pasar uang. Berikut adalah tabel instrumen
keuangan syariah global di beberapa negara.

Tabel 2.2 Instrumen Keuangan Syariah Global (Jan 2001–Des 2010)

Total Sukuk Internasional Total Sukuk Domestik


Jumlah Jumlah
Wilayah dan Negara Total nilai % Total nilai %
sukuk sukuk
dalam USD terhadap dalam USD terhadap
yang yang
juta nilai total juta nilai total
diterbitkan diterbitkan
Asia-Timur Jauh
Malaysia 5.496 12 12% 108.040 1.644 72%
Indonesia 650 1 1,4% 4.009 69 3%
Pakistan 600 1 1,3% 2.847 34 2%
Brunei Darussalam 200 2 0,42% 976 19 1%
Singapore - - - 192 5 0,13
Total 6.946 16 15% 116.063 1.771 78%
Negara Teluk – Timur Tengah
Bahrain 5.633 90 12% 2.951 122 2%
Qatar 2.020 4 4% 480,79 2 0,32%
Saudi Arabia 5.440 9 11% 9.912 13 7%
UAE 25.050 30 52% 7.151 11 5%
Kuwait 1.575 9 3% - - -
Total 39.718 142 83% 20.494 148 14%
Afrika
Sudan 130 1 0,3% 12.928 21 8%
Gambia - - - 2,086 7 0,001%
Total 130 1 0,3% 12.930 28 8%
Lain-lain
Jepang 100 1 0,2% - - -
Turki 100 1 0,2% - - -
UK 271 2 0,6% - - -
USA 600 2 1,3% 167 1 0,082%
Jerman - - - 123 1 0,111%
Total 1.071 6 2% 290 2 0,193%
Total Keseluruhan 47.865 165 100% 149.777 1.949 100%

Sumber: IIFM (2011)

Dr. Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan RI


menyatakan dalam sebuah seminar keuangan Syariah bersama IRTI-IDB, bahwa hingga 29
April 2016, total sukuk di pasar internasional yang pernah dikeluarkan berjumlah US$ 43,56
miliar. Dari keseluruhan itu, Indonesia berkontribusi 23,3% atau sebesar US$ 10,15 miliar.
Di pertengahan tahun 2016, Indonesia adalah negara dengan nilai sukuk terbesar yang masih
beredar (tidak termasuk yang sudah jatuh tempo) dengan jumlah US$ 9,5 miliar.
20
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah

Keberadaan berbagai instrumen keuangan global diharap dapat membantu perkembangan


bank syariah dalam hal mengatasi persoalan kelebihan likuiditas di lembaga keuangan seperti
perbankan. Dengan adanya berbagai alternatif investasi yang sesuai dengan prinsip syariah,
maka bank syariah akan dapat memilih jenis investasi yang kompetitif.

Islamic Financial Services Board


Islamic Financial Services Board (IFSB) merupakan lembaga internasional penyusun standar
bagi lembaga pengatur dan pengawas yang memiliki kepentingan dalam mendorong stabilitas
dan kemajuan industri jasa keuangan syariah yang meliputi perbankan, pasar modal, dan
asuransi. IFSB didirikan pada tanggal 3 November 2002 oleh anggota pendirinya, yaitu Bahrain
Monetary Agency, BI, Bank Markazi Jomhouri Islami Iran, Central Bank of Kuwait, Bank
Negara Malaysia, State Bank of Pakistan, Saudi Arabian Monetary Agency, Bank of Sudan,
dan Islamic Development Bank. Adapun sidang pertama IFSB dipimpin oleh Gubernur BI
Dr. Syahril Sabirin, menggantikan ketua sidang pertamanya yang berhalangan hadir, yaitu
Gubernur Bahrain Monetary Agency. Lembaga ini mulai beroperasi pada tanggal 23 November
2002. Hingga tahun 2006, keanggotaan IFSB telah berjumlah 94 anggota, meliputi 22 lembaga
otoritas pengawasan dan pengaturan, termasuk International Monetary Fund dan World Bank
serta 67 lembaga keuangan dari 17 negara.
Produk yang dihasilkan oleh IFSB adalah standar yang nantinya dapat dijadikan sebagai
acuan bagi lembaga anggota dalam menyusun peraturan di wilayah otoritasnya masing-
masing. Hingga tahun 2009, IFSB telah mengeluarkan tujuh standar seperti yang tertera
dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Daftar Standar yang Dihasilkan IFSB

No. Standar Nama Standar


IFSB-1 Guiding Principles of Risk Management for Institutions (other than Insurance Institutions) offering
only Islamic Financial Services (IIFS)
IFSB-2 Capital Adequacy Standard for Institutions (other than Insurance Institutions) offering only Islamic
Financial Services (IIFS)
IFSB-3 Guiding Principles on Corporate Governance for Institutions Offering Only Islamic Financial Services
(Excluding Islamic Insurance (Takaful) Institutions and Islamic Mutual Funds
IFSB-4 Disclosures to Promote Transparency and Market Discipline for Institutions offering Islamic Financial
Services (excluding Islamic Insurance (Takaful) Institutions and Islamic Mutual Funds)
IFSB-5 Guidance on Key Elements in the Supervisory Review Process of Institutions offering Islamic Financial
Services (excluding Islamic Insurance (Takaful) Institutions and Islamic Mutual Funds)
IFSB-6 Guiding Principles on Governance for Islamic Collective Investment Schemes
IFSB-7 Capital Adequacy Requirements for Sukuk, Securitisations and Real Estate investment
IFSB-8 Guiding Principles on Governance for Takâful (Islamic Insurance) Undertakings
IFSB-9 Guiding Principles on Conduct of Business for Institutions offering Islamic Financial Services
IFSB-10 Guiding Principles on Sharîah Governance Systems for Institutions offering Islamic Financial Services
IFSB-11 Standard on Solvency Requirements for Takâful (Islamic Insurance) Undertakings
IFSB-12 Guiding Principles on Liquidity Risk Management for Institutions offering Islamic Financial Services
IFSB-13 Guiding Principles on Stress Testing for Institutions offering Islamic Financial Services

Catatan: Standar dapat diunduh dari www.ifsb.org/published.php. (10 Desember 2013)

21
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Standar yang dikembangkan oleh IFSB diperuntukkan sebagai acuan pengelolaan bank
syariah oleh pembuat kebijakan bidang perbankan syariah. Dengan demikian, bank syariah
perlu memperhatikan standar-standar yang telah dihasilkan oleh IFSB. Sekalipun standar yang
telah dibuat oleh IFSB belum diadopsi oleh BI, terdapat kemungkinan di masa yang akan datang
bahwa standar tersebut akan menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan pengelolaan bank
syariah di Indonesia oleh BI.

Lain-Lain
Selain keempat lembaga tersebut, terdapat pula lembaga lain yang memiliki fungsi penting
dalam pengembangan arsitektur perbankan syariah Internasional, antara lain General Council
of Islamic Banks and Financial Institution, Islamic International Rating Agency (IIRA), Liquidity
Management Center (LMC), dan International Islamic Center for Reconciliation and Comercial
Arbitration (IICRCA).

Lembaga-Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

Bank Umum Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dan


Unit Usaha Syariah Bank Konvensional
Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Syariah Indonesia No. 21 Tahun 2008, disebutkan
bahwa bank terdiri atas dua jenis, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional
adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional yang terdiri atas Bank
Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Adapun Bank syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum
Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah—BPRS (dahulu disebut dengan nama
Bank Perkreditan Rakyat Syariah).
BUS adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sementara itu, BPRS adalah bank syariah yang melaksanakan kegiatan usahanya tidak
memberikan jasa lalu dalam lintas pembayaran. Berdasarkan UU Perbankan Syariah No.
21 Tahun 2008 tersebut, disebutkan bahwa bank konvensional yang hendak melaksanakan
usaha syariah harus membentuk Unit Usaha Syariah (UUS) yang khusus beroperasi dengan
menggunakan sistem syariah.

Baitulmal wat Tamwil


Baitulmal wat Tamwil (BMT), atau disebut juga dengan “Koperasi Syariah”, merupakan lembaga
keuangan syariah yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana kepada anggotanya dan
biasanya beroperasi dalam skala mikro. BMT juga dikenal sebagai jenis lembaga keuangan
syariah pertama yang dikembangkan di Indonesia. BMT yang pertama kali berdiri bernama “Bait
at Tamwil Salman”. Lembaga ini didirikan pada tahun 1980 oleh beberapa aktivis mahasiswa

22
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah

ITB. Pendirian BMT tersebut menginspirasi kelompok masyarakat untuk mendirikan lembaga
sejenis. Hingga akhir tahun 2008 telah terdapat sekitar 3.200 BMT di seluruh Indonesia.
BMT terdiri dari dua istilah, yaitu “baitulmal” dan “baitultamwil”. Baitulmal merupakan
istilah untuk organisasi yang berperan dalam mengumpulkan dan menyalurkan dana non-
profit, seperti zakat, infak, dan sedekah. Baitultamwil merupakan istilah untuk organisasi
yang mengumpulkan dan menyalurkan dana komersial. Dengan demikian, BMT memiliki
peran ganda, yaitu fungsi sosial dan fungsi komersial. Dalam operasinya, BMT biasanya
menggunakan badan hukum koperasi. Oleh karena itu, BMT sering disebut dengan koperasi
jasa keuangan syariah.
Bank syariah sering bekerja sama dengan BMT dalam menyalurkan pembiayaan kepada
masyarakat. Kerja sama ini dilakukan mengingat BMT memiliki kemampuan akses kepada
masyarakat berpenghasilan rendah yang memerlukan pembiayaan dalam skala kecil atau
mikro.

Asuransi Syariah
Perusahaan asuransi syariah pertama di Indonesia adalah PT Asuransi Takaful Keluarga (asuransi
jiwa) dan PT Asuransi Takaful Umum yang didirikan pada tahun 1993. Kedua perusahaan ini
merupakan anak perusahaan PT Sarikat Takaful Indonesia yang pendiriannya diprakarsai oleh
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia melalui Yayasan Abdi Bangsa bersama Bank Muamalat
Indonesia dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri.
Asuransi syariah memiliki kaitan erat dengan bank syariah. Berbagai pembiayaan yang
disalurkan oleh bank syariah umumnya diasuransikan dengan menggunakan skema syariah.
Praktik asuransi ini dilakukan oleh bank syariah untuk mengantisipasi kegagalan bayar
pembiayaan nasabah karena faktor meninggalnya nasabah maupun faktor lainnya yang
disepakati dalam asuransi.

Pasar Modal Syariah


Pasar modal merupakan tempat perusahaan menerbitkan surat berharga, baik berupa saham
maupun obligasi, agar memperoleh dana dari investor. Di Bursa Efek Indonesia (dahulu
Bursa Efek Jakarta), saham atau obligasi yang diterbitkan memiliki klasifikasi berdasarkan
aspek kesyariahannya yang dapat dilihat pada Daftar Efek Syariah (DES). Adapun indikator
perkembangan saham yang sesuai syariah dinyatakan dalam Jakarta Islamic Index (JII). Bank
syariah yang memiliki kelebihan dana dan memandang penempatan pada pasar modal syariah
merupakan sesuatu yang menguntungkan, secara bisnis dapat menggunakan surat berharga
untuk menyalurkan kelebihan likuiditas tersebut. Sejauh ini, untuk menyalurkan kelebihan
likuiditasnya di pasar modal, bank syariah diizinkan sebatas pada pembelian obligasi syariah
atau biasa disebut dengan sukuk. Adapun pembelian saham secara langsung di pasar modal
tidak boleh dilakukan sebagaimana dilarang oleh UU Nomor 21 Tahun 2008. Berikut adalah
daftar obligasi yang pernah diterbitkan di pasar modal di Indonesia.

23
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tabel 2.4 Emisi Sukuk oleh Pasar Modal di Indonesia hingga Juni 2015

Sukuk yang Diterbitkan Sukuk Beredar


Tahun Total nilai Total jumlah Total nilai Total jumlah
(Rp miliar) (Rp miliar)
2002 175,0 1 175,0 1
2003 740,0 6 740,0 6
2004 1.424,0 13 1.394,0 13
2005 2.009,0 16 1.979,4 16
2006 2.282,0 17 2.179,4 17
2007 3.174,0 21 3.029,4 20
2008 5.498,0 29 4.958,4 24
2009 7.015,0 43 5.621,4 30
2010 7.815,0 47 6.121,0 32
2011 7.915,4 48 5.876,0 31
2012 9.790.4 54 6.883,0 32
2013 11.994,4 64 7.553,0 36
2014 12.956,4 71 7.105,0 35
2015 Mar 12.956,40 71 7.078,0 34
April 13.517,0 72 7.678.0 35
Mei 13.579,4 73 7.728,0 36
Juni 14.483,4 80 8.444,0 42

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (2015)

Reksa Dana Syariah


Reksa Dana Syariah merupakan perusahaan sekuritas yang khusus memfasilitasi investor
untuk menginvestasikan dananya pada surat berharga yang memenuhi kriteria syariah. Adanya
larangan bank syariah membeli saham di pasar modal menyebabkan bank syariah tidak
berhubungan dengan reksa dana dalam hal pembelian saham. Akan tetapi, kerja sama masih
bisa dilakukan dalam hal pembelian obligasi syariah jika bank syariah hendak membelinya
melalui reksa dana syariah. Kerja sama dengan reksa dana syariah juga dijalin oleh bank syariah
ketika hendak mengeluarkan saham atau obligasi di pasar modal guna mendapatkan dana dari
masyarakat. Dalam hal ini, peran reksa dana diperlukan bank syariah sebagai penjamin emisi
dalam penerbitan surat berharga tersebut.

Ar Rahnu
Ar Rahnu (pegadaian syariah) merupakan lembaga pegadaian yang beroperasi sesuai dengan
prinsip syariah. Pegadaian syariah di Indonesia diprakarsai oleh Bank Muamalat Indonesia yang
bekerja sama dengan Perum Pegadaian untuk menyalurkan tambahan modal bagi Unit Layanan
Gadai Syariah di berbagai kota di Indonesia.

24
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga Amil Zakat dan Badan Amil Zakat


Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Badan Amil Zakat (BAZ) merupakan lembaga amil zakat yang
diakui keberadaannya oleh pemerintah Indonesia. LAZ didirikan oleh masyarakat, sedangkan BAZ
didirikan oleh pemerintah. Berdasarkan undang-undang perbankan syariah, bank syariah dapat
menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitulmal, yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya (antara lain denda terhadap nasabah atau
ta’zir) dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Beberapa bank syariah memprakarsai
pendirian lembaga amil zakat seperti halnya Baitulmaal Muamalat (BMM) oleh Bank Muamalat
Indonesia dan LAZ BSM UMAT oleh Bank Syariah Mandiri. Bagi bank syariah atau UUS yang
tidak memprakarsai pendirian lembaga amil zakat sendiri, penyaluran dana zakat yang dihimpun
biasanya dilakukan melalui LAZ atau BAZ lain yang menjadi mitra mereka dalam penyaluran.

Bank Syariah dan Perkembangannya di Indonesia

Bank syariah di Indonesia secara konsisten telah menunjukkan perkembangannya dari waktu
ke waktu. Kendati pangsa perbankan syariah sempat tertahan cukup lama di kisaran 4%, pada
Oktober 2016 untuk pertama kalinya pangsa perbankan syariah terhadap total bank mencapai
di atas 5%, yaitu 5,17%—saat konversi PT BPD Aceh menjadi Bank Aceh Syariah. Di bulan
berikutnya, tren positif ini masih terasa hingga pangsa pasar bank syariah mencapai 5,34%
di akhir tahun 2017 dan 5,79% diakhir tahun 2017. Diperkirakan, ini akan berlanjut jika
rencana konversi beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD) menjadi BPD yang sepenuhnya
berskema syariah jadi dilakukan seperti BPD NTB. Kondisi ini adalah kemajuan positif guna
mengembangkan industri perbankan syariah di tanah air.
Menurut penulis, potensi pengembangan ke depan yang masih terbuka lebar adalah dorongan
dari pemerintah terutama Kementerian BUMN terhadap pengembangan industri perbankan
syariah di bawah lingkungan pemerintah sendiri dan optimalisasi pelibatan peran perbankan
syariah dalam pembangunan nasional maupun daerah. Adapun Otoritas Jasa Keuangan
dapat berperan mengeluarkan kebijakan yang lebih efektif mendorong pemilik bank syariah
untuk meningkatkan permodalan dan mendorong manajemen bank syariah meningkatkan
kapasitasnya. Di samping itu, secara kultural, pengenalan terhadap perbankan syariah kepada
masyarakat luas mesti terus dilakukan oleh semua pihak yang peduli pada pengembangan
perbankan syariah di tanah air.

Tabel 2.5 Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank (Posisi Desember 2017)

Bank Syariah
(BUS, UUS, dan BPRS) Total Bank
(triliun)
Nominal (triliun) Pangsa
Total aset per Januari 2009 51,8 2,24% 2.308,0
Total aset per Desember 2013 247,1 4,91% 4.954,5
Total aset per Oktober 2016 339,7 5,17% 6.570,3
Total aset per Desember 2016 365,7 5,34% 6.843,3
Total aset per Desember 2017 435,0 5,79% 7.513,1

Sumber: Statistik Perbankan Syariah dan Statistik Perbankan Indonesia Desember 2017 (Otoritas Jasa Keuangan,
2018)—diolah
25
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Perkembangan pertumbuhan bank syariah juga telah diikuti oleh perkembangan jaringan
kantor Perbankan Syariah. Pada bulan Desember 2017, jumlah BUS adalah sebanyak 13
perusahaan, sedangkan jumlah UUS sebanyak 21 unit, dan BPRS sebanyak 167 perusahaan
(lihat Tabel 2.6).

Tabel 2.6 Jumlah Kantor dan Pegawai Perbankan Syariah di Indonesia (Posisi Desember 2017)

2009 2010 2011 2012 2013 Desember-2017

Bank Umum Syariah:


Jumlah Bank 6 11 11 11 11 13
Jumlah Kantor 711 1.215 1.401 1.745 1.998 1.825
Jumlah Pegawai 10.348 15.224 21.820 24.111 26.717 51.068
Unit Usaha Syariah (UUS):
Jumlah UUS 25 23 24 24 23 21
Jumlah Kantor 287 262 336 517 590 344
Jumlah Pegawai 2.296 1.868 2.067 3.108 11.511 4.678
Bank Pembiayaan Syariah (BPRS)
Jumlah BPRS 138 150 155 158 163 167
Jumlah Kantor 225 286 364 401 402 453*
Jumlah Pegawai 2.799 3.172 3.773 4.359 4.826 4.379*

* Data per November 2016


Sumber: Statistik Perbankan Syariah Desember 2017 (Otoritas Jasa Keuangan, 2018)—diolah.

Dari 13 bank umum yang telah beroperasi penuh secara syariah, sebagian besar adalah bank
swasta nasional. Adapun dari 20 Unit Usaha Syariah yang ada saat ini, sebagian besar adalah Bank
Pembangunan Daerah (BPD) yang kepemilikannya adalah oleh pemerintah daerah. Melihat animo
masyarakat yang semakin tinggi terhadap perbankan syariah dan kuatnya komitmen kepala daerah,
tren konversi BPD menjadi syariah sepenuhnya sangat mungkin terjadi dan bias menjadi lokomotif
kemajuan bank syariah di tanah air.

Tabel 2.7 Daftar Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia
(Posisi November 2016)

No. Bank Umum Syariah


1. PT Bank Muamalat Indonesia
2. PT Bank Syariah Mandiri
3. PT Bank Syariah Mega Indonesia
4. PT Bank Syariah BRI
5. PT Bank Syariah BUKOPIN
6. PT Bank Panin Syariah
7. PT Bank Victoria Syariah
8. PT BCA Syariah
9. PT Bank Jabar dan Banten
10. PT Bank Syariah BNI

26
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah

11. PT Maybank Indonesia Syariah


12. PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah
13. PT Bank Aceh Syariah
No. Unit Usaha Syariah
1. PT Bank Danamon Indonesia Tbk
2. PT Bank Permata Tbk
3. PT Bank Internasional Indonesia Tbk
4. PT Bank Cimb Niaga, Tbk
5. PT Bank OCBC NISP, Tbk
6. PT BPD DKI
7. BPD Daerah Istimewa Yogyakarta
8. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah
9. PT BPD Jawa Timur
10. PT BPD Jambi
11. PT BPD Sumatera Utara
12. BPD Sumatera Barat
13. PT BPD Riau dan Kepulauan Riau
14. PT BPD Sumatera Selatan dan Bangka Belitung
15. PT BPD Kalimantan Selatan
16. PT BPD Kalimantan Barat
17. BPD Kalimantan Timur
18. PT BPD Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat
19. PT BPD Nusa Tenggara Barat
20. PT Bank Sinarmas
21. PT Bank Tabungan Negara

Institusi Pendukung Pengembangan Perbankan Syariah


di Indonesia

Upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia didukung secara intensif oleh tiga
lembaga, yaitu BI, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), dan Dewan
Standar Akuntansi Syariah-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS-IAI).

Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) merupakan regulator bagi perkembangan seluruh bank umum dan BPR di
Indonesia, termasuk BUS dan BPR syariah. Sebagai regulator, BI telah mengupayakan adanya
payung hukum bagi berkembangnya bank syariah di Indonesia, yaitu dengan masuknya
istilah prinsip syariah dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Selanjutnya,
BI mengupayakan berbagai upaya untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bank
syariah serta untuk mengembangkan pangsa bank syariah. Beberapa upaya yang dilakukan
untuk mengatasi persoalan bank syariah adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Pasar
Uang antar-Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi
Bank Syariah, Kualitas Aset Produktif, Office Chanelling, dan lain sebagainya. Secara khusus,
BI membuat Cetak Biru Perbankan Syariah yang dijadikan sebagai acuan pengembangan

27
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

bank syariah dari tahun 2003 hingga 2011. Pada pertengahan tahun 2008, pengaturan Bank
Syariah dimuat dalam undang-undang tersendiri, yaitu UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
Peran lain BI dalam pengembangan perbankan syariah adalah dalam menyediakan
instrumen keuangan guna membantu bank syariah menyimpan kelebihan likuiditasnya. Saat
ini, jenis instrumen yang digunakan oleh BI adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah (dahulu
bernama Sertifikat Wadiah Bank Indonesia). Selain itu, guna memastikan adanya landasan
hukum terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN sebagai lembaga yang memiliki otoritas
dalam mengeluarkan fatwa, BI berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2008 telah membentuk
Komite Perbankan Syariah yang bertugas menyusun peraturan BI terkait fatwa yang telah
dikeluarkan oleh DSN.

Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia dan Dewan Pengawas Syariah


Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan bagian dari MUI yang membuat fatwa terkait
produk keuangan syariah. DSN memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut.
1. Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota
DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah diterapkan.

Adapun DPS adalah badan terafiliasi yang ditempatkan oleh DSN dalam setiap lembaga
keuangan Syariah. DPS terdiri dari pakar di bidang syariah yang memiliki pengetahuan di bidang
Perbankan. DPS dalam menjalankan tugasnya wajib mengikuti fatwa DSN. Adapun tugas dan
wewenang DPS adalah sebagai berikut.
1. Melakukan pengawasan secara periodik terhadap lembaga keuangan syariah yang berada
di bawah pengawasannya.
2. Mengajukan usulan pengembangan lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada
DSN.
3. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.

Dewan Standar Akuntansi Syariah-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS-IAI)


Dewan Standar Akuntansi Syariah-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS-IAI) dibentuk oleh Ikatan
Akuntan Indonesia pada tahun 2010. DSAS ini menggantikan Komite Akuntansi Syariah (KAS)
merupakan komite yang dibentuk untuk merumuskan standar akuntansi syariah. KAS dibentuk
oleh IAI sejak oktober 2005 dari berbagai unsur antara lain (1) Dewan Standar Akuntansi
Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) (2) Dewan Syariah Nasional MUI (3) Bank
Indonesia (4) BABEPAM (5) Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (ASBISINDO) (6) Asosiasi
Asuransi Syariah Indonesia (AASI) dan (7) akademisi. KAS sampai akhir tahun 2006 telah
menghasilkan konsep Bangun Prinsip Akuntansi Syariah yang berlaku umum, Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah serta 6 exposure draft PSAK Syariah.
Draf yang telah dihasilkan KAS-IAI selanjutnya telah disahkan oleh DSAK pada tahun 2007.
Dengan dibentuknya DSAS, sejak 2010, pengesahan PSAK syariah dilakukan oleh DSAS.

28
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang berfungsi menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan. Lembaga ini didirikan pada tahun 2013 berdasarkan UU Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pada awal pendiriannya, lembaga ini baru
menangani Lembaga Keuangan non-Bank. Tugas pengaturan dan pengawasan perbankan
baru dialihkan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan sejak 31 Desember
2013. Pengawasan yang dilakukan oleh OJK adalah pengawasan terhadap individual bank
(mikroprudensial). Dengan adanya peralihan dari Bank Indonesia, perizinan pendirian bank
selanjutnya dilakukan oleh OJK.

Master Plan dan Roadmap Perbankan Syariah Indonesia

Di tahun 2015, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan dua dokumen strategis untuk
pengembangan perbankan syariah di Indonesia, yaitu Master Plan Jasa Keuangan Indonesia
2015–2019 dan Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015–2019. Dalam Master Plan
dijelaskan secara khusus upaya-upaya penguatan peran sektor jasa keuangan syariah.
Terdapat lima upaya yang dijadikan sebagai strategi OJK untuk memperkuat peran sektor
jasa keuangan syariah. Pertama, meningkatkan ekspansi usaha, jaringan, dan produk keuangan
syariah. Upaya ini diwujudkan dengan memperkuat permodalan LJK syariah; memperkuat
pengaturan atas produk, lembaga, dan profesi syariah di sektor jasa keuangan; dan meningkatkan
penawaran (supply) dan permintaan (demand) produk syariah. Kedua, meningkatkan fair
playing field bagi sektor jasa keuangan syariah dengan cara menyusun pengaturan yang
mendorong pertumbuhan sektor jasa keuangan syariah dan mendorong ketentuan sektor jasa
keuangan syariah sesuai dengan karakteristik usahanya dan tingkat kesiapan industri. Ketiga,
memperkuat kerja sama pengembangan sektor jasa keuangan syariah melalui sinergi kebijakan
dengan pemerintah, otoritas, dan pemangku kepentingan terkait. Upaya penguatan kerja sama
ini akan didukung dengan langkah-langkah mendorong penerapan sasaran dan kebijakan
pengembangan keuangan syariah sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;
mendorong pemanfaatan sektor jasa keuangan syariah sebagai alternatif pembiayaan BUMN
dan program pembangunan nasional; melakukan sinergi kebijakan tax neutrality dan/atau
insentif perpajakan; melakukan sinergi kebijakan sektor jasa keuangan syariah dan sektor
jasa keuangan konvensional; mendorong interkoneksi antara sektor jasa keuangan syariah
dan instrumen syariah; dan mendorong kerja sama dengan pihak terkait untuk mendukung
pengembangan sektor jasa keuangan syariah.
Upaya keempat adalah mengembangkan kualitas pelaku sektor jasa keuangan syariah
dengan meningkatkan capacity building sumber daya manusia dan meningkatkan jumlah tenaga
kerja/ahli di bidang keuangan syariah untuk mendukung pertumbuhan lembaga jasa keuangan
syariah. Adapun upaya kelima adalah melaksanakan promosi dan edukasi mengenai keuangan
syariah. Upaya promosi direncanakan akan didukung oleh langkah-langkah sosialisasi kepada
masyarakat dan pelaku pasar untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan atas produk
layanan lembaga jasa; dan melakukan kerja sama dengan pihak terkait dalam rangka promosi
dan edukasi keuangan syariah.

29
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Secara khusus dalam Roadmap Perbankan Syariah 2015–2019 terdapat tujuh arah
kebijakan OJK, yaitu: (1) memperkuat sinergi kebijakan antara otoritas dengan pemerintah
dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya; (2) memperkuat permodalan dan skala usaha
serta memperbaiki efisiensi; (3) memperbaiki struktur dana untuk mendukung perluasan segmen
pembiayaan; (4) memperbaiki kualitas layanan dan keragaman produk; (5) memperbaiki kuantitas
dan kualitas SDM dan teknologi informasi serta infrastruktur lainnya; (6) meningkatkan literasi
dan preferensi masyarakat; (7) memperkuat serta harmonisasi pengaturan dan pengawasan
perbankan syariah.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang


Perbankan Syariah

Sejak tahun 2008, perbankan syariah di Indonesia mulai menggunakan undang-undang yang
khusus tentang Perbankan Syariah. Undang-undang tersebut adalah UU Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008. Undang-undang tersebut
terdiri dari 13 Bab dan 70 Pasal, meliputi seperti yang tercakup dalam Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Struktur Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Nama Bab Judul Bab


Bab 1 Ketentuan Umum
Bab 2 Asas, Tujuan, dan Fungsi
Perizinan, Bentuk Badan Hukum, Anggaran Dasar, dan
Bab 3
Kepemilikan
Jenis dan Kegiatan Usaha, Kelayakan Penyaluran Dana, serta
Bab 4
Larangan bagi Bank Syariah dan UUS
Pemegang Saham Pengendali, Dewan Komisaris, DPS, Direksi,
Bab 5
dan Tenaga Kerja Asing
Tata Kelola, Prinsip Kehati-hatian, dan Pengelolaan Risiko
Bab 6
Perbankan Syariah
Bab 7 Rahasia Bank
Bab 8 Pembinaan dan Pengawasan
Bab 9 Penyelesaian Sengketa
Bab 10 Sanksi Administratif
Bab 11 Ketentuan Denda
Bab 12 Ketentuan Peralihan
Bab 13 Ketentuan Penutup

Pembahasan tentang UU Nomor 21 Tahun 2008 akan dijelaskan dalam Bab 4 buku ini,
yaitu mengenai Sistem Operasional Perbankan Syariah.

30
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah

Referensi

Alvi, Ijlal A. 2007. “Need for a global unified Sukuk market Key challenges & role of Islamic Financial
Institutions”. Makalah IIFM.
Bank Indonesia. 2003. “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Jakarta: Bank
Indonesia.
Bank Indonesia. 2013. Statistik Perbankan Syariah - September 2013. Jakarta: Bank Indonesia.
Bank Indonesia. 2013. Statistik Perbankan Indonesia – Vol 11 No. 10 September 2013. Jakarta: Bank
Indonesia.
Bapepam. 2013. Statistik Pasar Modal Syariah. Jakarta: Bapepam.
IIFM. 2011. Sukuk Report 2nd edition: a Comprehensive Study of the Global Sukuk Market. Manama:
International Islamic Financial Market.
Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Statistik Pasar Modal Syariah. Jakarta: Direktorat Pasar Modal Syariah—
Otoritas Jasa Keuangan.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 10 Tahun 1998.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
www.aaoifi.com
www.ifsb.org
www.iifm.net
www.isdb.org

Soal-Soal Latihan

1. Jelaskan kaitan Alquran dengan keberadaan lembaga keuangan syariah.


2. Jelaskan perkembangan lembaga keuangan syariah yang terdapat pada masa Nabi
Muhammad saw.
3. Jelaskan perkembangan lembaga keuangan syariah yang terdapat pada masa
kekhalifahan.
4. Jelaskan sejarah pendirian lembaga keuangan syariah modern pertama kali dan pengaruhnya
terhadap dunia Internasional.
5. Jelaskan peran lembaga-lembaga internasional seperti Islamic Development Bank (IDB),
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI), Islamic
Financial Services Board (IFSB), dan International Islamic Financial Market (IIFM) dalam
pengembangan lembaga keuangan syariah di dunia secara umum dan di Indonesia secara
khusus.

31
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

6. Sebutkan berbagai jenis lembaga keuangan syariah yang terdapat di Indonesia dan jelaskan
karakteristiknya masing-masing.
7. Identifikasilah kaitan kerja sama yang mungkin dilakukan oleh bank syariah dengan
lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya.
8. Jelaskan peran institusi-institusi seperti BI, Departemen Keuangan, MUI, dan IAI terhadap
pengembangan industri perbankan syariah.
9. Dengan melihat data perbankan syariah yang dikeluarkan oleh BI, simpulkanlah
perkembangan bank syariah di Indonesia dan prospeknya dalam sepuluh tahun ke depan.
10. Identifikasilah permasalahan yang dihadapi oleh industri perbankan syariah Indonesia
pada saat ini.
11. Jelaskan peran Indonesia dalam pengembangan bank syariah di tingkat internasional.
12. Ada pendapat yang menyatakan bahwa yang boleh dikembangkan oleh masyarakat
Muslim hanyalah Baitul Maal sebagaimana yang dikembangkan nabi dan para khalifah
pemerintahan Islam, adapun bank syariah dan lembaga keuangan syariah lain tidak
memiliki dasar syariah yang kuat untuk dikembangkan. Setujukah Anda dengan pendapat
tersebut dan berikan argumen guna menerima atau menolak pandangan tersebut.
13. Identifikasilah kelemahan yang terdapat pada bank konvensional.
14. Identifikasilah 3 kelebihan yang dimiliki oleh bank syariah yang diperkirakan dapat
mengatasi kelemahan bank konvensional.
15. Jelaskan dan evaluasilah tahapan perkembangan bank syariah yang direncanakan oleh
BI dalam cetak biru pengembangan bank syariah. Berikan saran Anda dalam upaya
pengembangan bank syariah.

32
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
6. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
7. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
8. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
9. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
10. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

33
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

11. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
12. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
13. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
14. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
15. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

34
PRINSIP DASAR
BANK SYARIAH 3

Pendahuluan

Bab 3 akan menjelaskan tentang prinsip syariah yang harus diperhatikan dalam
pengelolaan suatu bank syariah. Prinsip tersebut mengacu pada prinsip-prinsip
hukum muamalah yang disepakati oleh mayoritas ulama. Relevansi bab ini adalah
sebagai landasan untuk memahami berbagai transaksi yang dilarang dalam agama
Islam terkait dengan aktivitas ekonomi antar-individu. Pemahaman terhadap
aspek prinsip syariah ini sangat penting karena merupakan aspek utama yang
membedakan bank syariah dengan bank konvensional.
Setelah mempelajari Bab 3 ini, pembaca diharapkan dapat memahami prinsip-
prinsip hukum muamalah, transaksi yang dilarang karena zatnya, transaksi-
transaksi yang dilarang bukan karena zatnya, serta transaksi yang dilarang
karena ketidakabsahan akad. Pembaca juga diharap dapat mengembangkan
penalarannya dengan mengevaluasi boleh atau tidaknya suatu transaksi yang ada
di masyarakat dilakukan dalam sudut pandang syariah.

35
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Definisi Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga
keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang mendapat izin operasional
sebagai lembaga keuangan syariah (DSN-MUI, 2003). Definisi ini menegaskan bahwa suatu LKS
harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas
operasi sebagai lembaga keuangan.
Unsur kesesuaian suatu LKS dengan syariah Islam secara tersentralisasi diatur oleh DSN,
yang diwujudkan dalam berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut. Adapun
unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan diatur oleh berbagai institusi yang memiliki
kewenangan mengeluarkan izin operasi. Beberapa institusi tersebut antara lain adalah sebagai
berikut.
1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi
Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, asuransi, dan pasar modal.
2. Kantor Menteri Koperasi sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi
koperasi termasuk BMT.

Fatwa-fatwa DSN biasanya bersifat umum untuk semua LKS, termasuk Bank syariah.

Adapun fatwa tersebut mengacu pada prinsip-prinsip hukum muamalah yang dirumuskan
oleh mayoritas ulama. Beberapa prinsip dalam hukum muamalah adalah sebagai berikut.
1. Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh
Alquran dan Sunah Rasul (prinsip mubah).
2. Muamalah dilakukan atas dasar sukarela dan tanpa mengandung unsur-unsur paksaan
(prinsip sukarela).
3. Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan
mudarat dalam hidup masyarakat (prinsip mendatangkan manfaat dan menghindarkan
mudarat).
4. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-
unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan (prinsip
keadilan).

Dalam berbagai literatur fikih terkait pengambilan keuntungan, prinsip-prinsip berikut


merupakan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan:
1. Antaraddim minkum (rela sama rela). Prinsip Antaraddim minkum atau prinsip kerelaan
semua pihak yang bertransaksi merupakan salah satu syarat sahnya suatu transaksi.
Dengan demikian semua transaksi harus sah akadnya.
2. La tazhlimuna wa la tuzhlamun (tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi), berbagai
transaksi seperti riba, gharar, tadlis adalah terlarang.
3. Al kharaj bi al-dhaman (hasil usaha muncul bersama biaya), sehingga transaksi seperti jual
beli murabahah dibolehkan.
4. Al ghunmu bi al ghurmu (untung muncul bersama risiko), dengan demikian transaksi
seperti mudharabah dan musyarakah dibolehkan.

36
Prinsip Dasar Bank Syariah

Abu Ishaq al-Shatibi atau biasa dipanggil Imam As Shatibi merumuskan lima tujuan hukum
Islam, yakni:
1. Hifdz Ad-Din (Memelihara Agama)
2. Hifdz An-Nafs (Memelihara Jiwa)
3. Hifdz Al’Aql (Memelihara Akal)
4. Hifdz An-Nasb (Memelihara Keturunan)
5. Hifdz Al-Maal (Memelihara Harta)

Kelima tujuan hukum Islam tersebut di dalam literatur disebut al-maqasid al khamsah atau
al-maqasid al-shari’ah. Hifdz Ad-Din atau memelihara agama didasarkan pada perintah Allah di
dalam Alquran untuk terus menegakkan agama: “Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang
agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang
kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy Syura’ ayat
13).
Hifdz An-Nafs atau memelihara jiwa didasarkan pada firman Allah Swt. dalam QS. Al-Baqarah
ayat 178–179 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan
dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula),
yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishaash itu ada
(jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah ayat 178–179).
Hifdz Al’Aql atau memelihara akal manusia didasarkan pada perintah Allah kepada manusia
untuk berpikir dan memperhatikan langit dan bumi yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah
Swt. : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera
yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari
langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan
di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
(QS. Al-Baqarah ayat 164).
Hifdz An-Nasb atau memelihara keturunan didasarkan pada disyariatkannya pernikahan
dan diharamkannya hal-hal yang dapat membawa zina, serta ditetapkannya siapa-siapa yang
tidak boleh dikawini, bagaimana cara-cara perkawinan itu dilakukan, dan syarat-syarat apa yang
harus dipenuhi, sehingga perkawinan itu dianggap sah dan pencampuran antara dua manusia yang
berlainan jenis. Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An-Nisa: 3–4).
Hifdz Al-Maal atau memelihara harta didasarkan pada perintah Allah Swt. untuk tidak
mencari harta dengan cara yang batil. Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran: “Hai orang-orang

37
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu, dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa: 29–32).
Hukum muamalah tersebut secara detail dibahas oleh ulama dalam bidang ilmu yang biasa
disebut dengan fikih muamalah. Dalam fikih muamalah, ulama-ulama telah mengidentifikasi dan
memfatwakan beberapa jenis transaksi yang dilarang oleh Islam. Pelarangan beberapa transaksi
tersebut secara umum disebabkan oleh tiga hal berikut.
1. Mengandung barang atau jasa yang diharamkan.
2. Mengandung sistem dan prosedur memperoleh keuntungan yang diharamkan (tadlis, bai’
ikhtikar, bai’ Najsy, riba, gharar, maysir).
3. Tidak sah akadnya.

Larangan terhadap Transaksi yang Mengandung


Barang atau Jasa yang Diharamkan

Larangan terhadap transaksi yang mengandung barang atau jasa yang diharamkan sering dikaitkan
dengan prinsip muamalah yang ketiga, yaitu keharusan menghindar dari kemudaratan. Alquran
dan Sunah Nabi Muhammad saw., sebagai sumber hukum dalam menentukan keharaman suatu
barang atau jasa, menyatakan secara eksplisit berbagai jenis bahan yang dinyatakan haram untuk
dimakan, diminum, maupun dipakai oleh seorang muslim. Di antaranya adalah meminum khamar
dan menggunakan bangkai atau hewan yang dilarang seperti babi, binatang bertaring untuk
dimakan atau dipakai untuk kosmetik. Alquran dan Sunah Nabi saw. juga secara eksplisit melarang
dilakukannya berbagai jenis jasa atau tindakan, antara lain tindakan prostitusi, mempertontonkan
aurat, merusak akidah, menganiaya orang lain, dan sebagainya.
Seiring dengan perkembangan zaman, terdapat cukup banyak variasi makanan, minuman, dan
tindakan yang secara substansi sama dengan barang dan jasa yang secara eksplisit dilarang Alquran
dan Assunah. Dalam hal ini, mayoritas ulama sepakat untuk menerapkan hukum yang sama, yaitu
mengharamkan segala sesuatu yang memiliki substansi sama dengan zat yang diharamkan dalam
Alquran dan Sunah Nabi.
Bagi industri perbankan syariah, pelarangan terhadap transaksi yang haram zatnya tersebut
diwujudkan dalam bentuk larangan memberikan pembiayaan yang terkait dengan aktivitas
pengadaan jasa, produksi makanan, minuman, dan bahan konsumsi lain yang diharamkan oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam pemberian pembiayaan, bank syariah dituntut untuk
selalu memastikan kehalalan jenis usaha yang dibantu pembiayaannya oleh bank syariah. Dengan
demikian, pada suatu bank syariah tidak akan ditemui adanya pembiayaan untuk usaha yang
bergerak di bidang peternakan babi, minuman keras, ataupun bisnis pornografi dan lainnya yang
diharamkan.

Larangan terhadap Transaksi yang Diharamkan Sistem dan


Prosedur Perolehan Keuntungannya

Selain melarang transaksi yang haram zatnya, agama Islam juga melarang transaksi yang diharamkan
sistem dan prosedur perolehan keuntungannya. Beberapa hal yang masuk kategori transaksi yang
diharamkan karena sistem dan prosedur perolehan keuntungan tersebut adalah:
38
Prinsip Dasar Bank Syariah

1. tadlis (ketidaktahuan satu pihak),


2. gharar (ketidaktahuan kedua pihak),
3. ikhtikar (rekayasa pasar dalam pasokan),
4. bai’ najasy (rekayasa pasar dalam permintaan),
5. maysir (judi), dan
6. riba.

Tadlis
Tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal pokok yang tidak diketahui oleh salah satu pihak
(unknown to one party). Tadlis juga disebut dengan tindakan menipu untuk mendapat keuntungan
dari ketidaktahuan orang lain. Landasan syar’i larangan ini adalah: Diriwayatkan dari Abu Hurairah
bahwa Nabi melewati setumpuk tepung gandum yang dijual, lalu Beliau memasukkan tangannya
ke dalam tumpukan tersebut ternyata bagian dalamnya basah, Beliau bertanya, “Apa ini hai penjual
tepung?”, ia menjawab, “Terkena hujan wahai Rasulullah”, lalu Beliau bersabda, “Mengapa engkau
tidak meletakkannya di bagian atas sehingga orang dapat melihatnya. Sesungguhnya orang yang
menipu tidak termasuk golonganku”. (HR. Muslim). Tadlis dapat terjadi pada salah satu dari empat
hal pokok dalam hal jual beli berikut.
1. Kuantitas
Salah satu pihak (penjual) misalnya mengurangi takaran barang yang telah disepakati antara
penjual dan pembeli. Pengurangan takaran, dalam hal ini, hanya diketahui oleh si penjual.
Sekiranya pembeli mengetahui adanya pengurangan tersebut, dapat dipastikan pembeli tidak
akan rela dengan jual-beli yang telah dilakukan.
2. Kualitas
Dalam hal kualitas, misalnya salah satu pihak (penjual) mengetahui bahwa barang yang dijual
memiliki cacat yang sekiranya diketahui oleh pembeli, maka harga jual barang akan berkurang
sesuai dengan nilai barang sebenarnya. Dalam hal ini, penjual sengaja tidak memberi tahu
cacat barang tersebut agar dapat menjual dengan harga tinggi atau lebih tinggi dari sebenarnya.
Transaksi ini diharamkan karena sekiranya pembeli tahu, maka ia tidak akan rela terhadap
transaksi tersebut.
3. Harga
Praktik tadlis pada harga dilakukan penjual dengan memanfaatkan ketidaktahuan pembeli
tentang harga pasar, sehingga dapat menjual produknya dengan harga tinggi. Sekiranya
pembeli mengetahui bahwa harga tinggi tersebut hanya berlaku pada dirinya sedang orang
lain tidak, hal ini dapat mengakibatkan rusaknya kerelaan pembeli atas transaksi yang sudah
dilakukan.
4. Waktu Penyerahan
Praktik tadlis pada waktu penyerahan dilakukan penjual dengan menutupi kemampuan ia
dalam menyerahkan barang yang sebenarnya lebih lambat dari yang ia janjikan. Contoh praktik
tadlis dalam hal waktu penyerahan adalah janji penjual bisa menyelesaikan proyek dalam
jangka waktu 1 bulan, padahal penjual tersebut memahami bahwa pada waktu yang disepakati
tersebut apa yang dijanjikan tidak akan dapat dipenuhi. Kondisi ini juga bertentangan dengan
prinsip kerelaan dalam muamalah. Oleh karena sekiranya pembeli mengetahui hal demikian,
maka ia tidak akan mau bertransaksi dengan penjual tersebut.

39
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Ketiadaan informasi juga bisa terjadi pada penyedia jasa dalam transaksi sewa. Sebagai contoh,
pemberi kerja yang menyewa tenaga pekerja sengaja tidak menyebutkan bayaran yang akan diterima
pekerja dengan pertimbangan si pekerja akan keberatan bekerja karena tidak sesuai dengan harga
pasar. Setelah pekerja menyelesaikan pekerjaannya, barulah bayaran disampaikan dan pekerja tidak
memiliki pilihan selain menerima bayaran yang ditetapkan pemberi kerja.
Untuk menghindari praktik tadlis dalam perbankan syariah, semua transaksi yang dilakukan
oleh bank syariah, terutama yang terkait dengan jual beli barang maupun sewa jasa antara bank
syariah dengan nasabah dan pihak luar maupun antara bank syariah dengan para pegawainya, harus
dilakukan secara transparan. Segala hal yang pokok dalam jual beli barang atau sewa jasa harus
terinformasikan kepada kedua belah pihak dan dijelaskan pada akad yang disepakati kedua belah
pihak.

Gharar
Transaksi gharar memiliki kemiripan dengan tadlis. Dalam tadlis, ketiadaan informasi terjadi
pada salah satu pihak, sedangkan dalam gharar ketiadaan informasi terjadi pada kedua belah
pihak yang bertransaksi jual beli. Landasan syar’i larangan transaksi gharar adalah: Diriwayatkan
dari Abu Hurairah bahwa Nabi melarang jual beli hashah (jual beli tanah yang menentukan
ukurannya sejauh lemparan batu) dan juga melarang jual beli gharar. (HR. Muslim). Gharar
dapat terjadi pada salah satu dari empat hal pokok dalam jual beli berikut.
1. Kuantitas
Gharar dalam kuantitas, misalnya adalah pembelian seluruh hasil panen ketika pohon
atau tanaman belum menunjukkan hasilnya. Dalam hal ini, pada saat jual beli, baik
penjual atau pembeli tidak tahu berapa kuantitas hasil panen yang akan diperjualbelikan.
Nilai jual hasil panen bisa lebih tinggi dan bisa lebih lebih rendah dibanding nilai yang
diserahterimakan. Sekiranya hasil panen lebih tinggi dari nilai uang yang diberikan
pembeli, maka pembeli akan menjadi pihak yang diuntungkan, sedang penjual tidak dapat
menikmati keberhasilan panennya. Sebaliknya, jika hasil panen lebih rendah dibanding
nilai transaksi saat pembelian, pembeli akan menjadi pihak yang dirugikan.
2. Kualitas
Gharar dalam kualitas, misalnya adalah penjualan sapi yang masih dalam perut induknya.
Kedua belah pihak, baik pembeli maupun penjual, tidak mengetahui bagaimana kualitas
sapi itu nantinya ketika lahir. Dalam hal ini, sekiranya sapi yang dilahirkan berkualitas
baik, maka pembeli akan diuntungkan, dan sebaliknya akan menjadi pihak yang dirugikan
apabila sapi yang dilahirkan nantinya adalah sapi dengan kualitas buruk.
3. Harga
Gharar dalam hal harga dapat terjadi jika kedua belah pihak tidak pasti mengenai harga
yang dipakai dalam jual beli yang disepakati. Sebagai contoh adalah jual beli dengan
kesepakatan harga berikut, “sekiranya barang ini lunas dalam jangka waktu di bawah
satu tahun, maka marginnya adalah 20%, tapi seandainya lunas antara satu hingga dua
tahun, maka marginnya otomatis menjadi 40%.” Oleh karena kedua belah pihak tidak
tahu apakah pembayaran akan dilunasi dalam satu tahun atau lebih, dalam hal ini harga
barang mengalami ketidakpastian, apakah harga dengan margin 20% maupun harga
dengan margin 40%.

40
Prinsip Dasar Bank Syariah

4. Waktu Penyerahan
Gharar dalam hal waktu penyerahan dapat terjadi jika kedua belah pihak tidak tahu kapan
barang akan diserahterimakan. Sebagai contoh penjualan mobil yang sedang hilang dicuri
dengan akad pembeli membayar seharga tertentu dan berhak atas mobil yang sedang
hilang dilarikan pencuri.

elarangan jual beli di atas, selain memiliki dasar syariatnya (dalil naqli), juga
P
didasarkan atas kaidah fikih terkait dengan keharusan memelihara nilai keadilan serta
menghindari unsur-unsur penganiayaan dan unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam
kesempitan. Perbankan syariah wajib menghindari transaksi yang dilarang ini. Dalam
praktik, transaksi ini dihindari dengan memastikan bahwa barang yang diperjualbelikan
dapat diserahterimakan pada waktu yang disepakati sesuai dengan kuantitas dan spesifikasi
kualitas yang disepakati. Pembelian tersebut juga harus disepakati pada satu harga yang
tertuang dalam akad kesepakatan jual beli.

Bai’ Ikhtikar
Bai’ Ikhtikar merupakan bentuk lain dari transaksi jual beli yang dilarang oleh syariah
Islam. Ikhtikar, yaitu menahan barang yang merupakan hajat orang banyak dengan tidak
menjualnya agar permintaan bertambah dan harga menjadi naik, saat itulah kemudian ia
menjualnya. Dengan demikian, penjual akan memperoleh keuntungan yang besar karena
dapat menjual dengan harga yang jauh lebih tinggi dibanding harga sebelum kelangkaan
terjadi. Pelarangan tindakan ini didasarkan pada dalil naqli berikut.
Diriwayatkan dari Mu’amar bin Abdullah bahwa Nabi bersabda: “Orang yang melakukan
ikhtikar berdosa”. (HR. Muslim).
Pelarangan juga didasarkan atas kaidah fikih terkait dengan keharusan memelihara nilai
keadilan serta menghindari unsur-unsur penganiayaan dan unsur-unsur pengambilan kesempatan
dalam kesempitan.

Bai’ Najasy
Bai’ najasy adalah tindakan menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan
terhadap suatu produk, sehingga harga jual produk akan naik. Landasan syar’i larangan transaksi
Bai’ Najasy adalah:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata, “Rasulullah melarang najasy”. (HR.
Bukhari-Muslim).

Upaya menciptakan permintaan palsu antara lain dengan:


1. penyebaran isu yang dapat menarik orang lain untuk membeli barang,
2. melakukan order pembelian semu untuk memunculkan efek psikologis orang lain untuk
membeli dan bersaing dalam harga,

41
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

3. melakukan pembelian pancingan sehingga tercipta sentimen pasar. Bila harga sudah naik
sampai level yang diinginkan, maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung
dengan melepas kembali barang yang sudah dibeli.

Bai’ najasy dapat dianalogikan dengan praktik “menggoreng” saham di pasar modal. Pada
saat harga saham yang “digoreng” jauh melampaui nilai fundamentalnya, spekulan saham yang
terlibat akan melepas saham yang dimiliki untuk mendapat keuntungan yang maksimal. Di lain
pihak, investor yang terpancing ikut membeli saham tersebut akan mengalami kerugian karena
dalam waktu singkat saham yang dibeli akan turun harganya.

Maysir
Ulama dan fuqaha mendefinisikan maysir (judi atau gambling) sebagai sebuah permainan
di mana satu pihak akan memperoleh keuntungan sementara pihak lainnya akan menderita
kerugian (Ibnu Qudama: Al Mughni, 13/408). Landasan syar’i larangan transaksi Maysir adalah
Alquran surah Al-Maidah ayat 90–91:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian
di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan salat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu)”. (QS. Al-Maidah: 90–91).
Contoh penerapan larangan maysir pada keuangan syariah adalah larangan untuk
memberikan pembiayaan pada bisnis yang mengandung unsur judi. Contoh penerapan lain adalah
larangan pada bank untuk menjadikan uang sebagai instrumen spekulasi dan mendapatkan
keuntungan dari ketidakstabilan nilai tukar mata uang.

Riba
Secara bahasa, riba bermakna tambahan, tumbuh, atau membesar. Definisi riba yang banyak
digunakan dalam literatur ekonomi syariah adalah definisi yang dirumuskan oleh imam Sarakhsi
dalam Mabsut juz XII, hlm. 109 sebagai berikut.

“Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan
(iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.”
Riba adalah bentuk transaksi yang dilarang dalam Islam dan bersinggungan langsung
dengan praktik perbankan konvensional. Pada akhir tahun 2003, MUI secara resmi menfatwakan
haramnya bunga bank konvensional. Para ahli rakyu (ijtihad) dari kalangan Syiah berpendapat
bahwa alasan riba diharamkan oleh Allah Swt. dan Nabi Muhammad saw. adalah agar orang tidak
berhenti berbuat kebajikan. Hal ini karena ketika diperkenankan untuk mengambil bunga atas
pinjaman, seseorang tidak berbuat makruf lagi atas transaksi pinjam-meminjam dan sejenisnya,
padahal qard bertujuan menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antarmanusia (Ja’far Ash-
Shadiq dari kalangan Syiah).

42
Prinsip Dasar Bank Syariah

Larangan riba dalam sejarah Islam dilakukan secara bertahap. Pola ini juga terjadi pada
fase pelarangan khamar (minuman yang memabukkan) yang juga bertahap. Adanya tahapan ini
memberikan makna bahwa perubahan kepada sesuatu yang baik tidak bisa diharapkan terjadi
dengan serta-merta. Untuk itu dituntut kesabaran dan ketepatan strategi dalam melakukan
perubahan. Fase pertama pelarangan riba dimulai dengan turunnya firman Allah Swt. dalam
Q.S. Ar- Rum ayat 39 dengan terjemahan sebagai berikut.

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Q.S. Ar-Rum: 39)

yat ini dinamakan dengan ayat Makkiyah karena diturunkan Allah Swt. ketika Rasulullah
A
saw. masih di Mekah. Melalui ayat ini, Allah membandingkan riba dengan zakat dan menyatakan
bahwa harta yang dibayarkan untuk riba tidak memiliki manfaat di sisi Allah Swt., sementara
harta yang dibayarkan untuk zakat memiliki manfaat yang berlipat. Penekanan ayat ini lebih
pada menggugah pemahaman dan kesadaran kognitif manusia tentang tidak bergunanya riba di
sisi Allah Swt.
Fase kedua dan berikutnya terjadi setelah Rasulullah hijrah ke Madinah. Fase kedua
ditandai ketika Allah Swt. mengabarkan kepada umat Islam melalui Alquran larangan riba yang
diberlakukan pada umat terdahulu, yaitu kaum Yahudi melalui Q.S. An-Nisa ayat 160–161
dengan terjemahan sebagai berikut.

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan


makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan
harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang
yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

Halawani (2015) menyatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama,


apakah pada saat itu Riba sudah dinyatakan dilarang atau belum. Satu pendapat menyatakan
bahwa ayat tersebut tidak hanya menceritakan tentang larangan riba pada kaum Yahudi,
melainkan juga pemberlakuan riba pada umat Islam. Adapun sebagian lagi menyatakan
bahwa ayat itu hanya mengisahkan hukum larangan riba yang pernah diberlakukan pada
kaum Yahudi.
ase ketiga adalah ketika diturunkannya Q.S. Ali-Imran ayat 130 yang melarang orang
F
yang beriman memakan riba yang berlipat.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Ali-
Imran: 130)

ase ini dianggap sebagai fase mulai diharamkannya riba pada umat Islam. Akan tetapi,
F
pengharaman riba pada fase ini baru bersifat sebagian, yaitu pada riba yang berlipat.

43
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Fase keempat adalah fase di mana riba diharamkan secara keseluruhan tanpa membedakan
besar tambahan yang diberlakukan dalam riba tersebut. Hal ini tertuang pada Q.S. Al-Baqarah
ayat 275–276 dengan terjemahan sebagai berikut.

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba. Barang siapa yang datang kepadanya peringatan dari Allah. Lalu ia berhenti maka
baginya adalah apa yang telah berlalu dan urusannya adalah kepada Allah dan barang
siapa yang kembali lagi, maka mereka adalah penghuni neraka yang kekal di dalamnya.
Allah akan menghapus riba dan melipatgandakan sedekah dan Allah tidak suka kepada
orang-orang kafir lagi pendosa.”

Dan Q.S. Al-Baqarah ayat 278–279 dengan terjemahan sebagai berikut.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa
riba (yang belum dipungut), jika kamu orang- orang yang beriman. Jika kamu tidak
mengerjakan ( meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul- Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu. Kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”

Pada Q.S. Al-Baqarah ayat 278–279 cukup jelas disebutkan bahwa larangan riba tidak
memperhatikan besar kecilnya tambahan yang diberlakukan. Dengan demikian, baik yang
berlipat maupun yang tidak berlipat juga diharamkan oleh Allah Swt.
Adapun sumber hukum yang diacu dalam menentukan kriteria riba adalah hadis Nabi
Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Samit yang terdapat dalam Abu Daud
hadis 3343 dan dalam At Tirmidzi hadis 2819 dengan bunyi sebagai berikut.

“Emas dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung
gandum dengan tepung gandum dalam ukuran yang sama, kurma dengan kurma dalam
ukuran yang sama, garam dengan garam dalam ukuran yang sama. Jika seseorang memberi
lebih atau meminta lebih, ia telah berhubungan dengan riba. Tetapi tidak diharamkan
penjualan emas dengan perak dan perak dengan emas dalam berat yang tidak sama.
Pembayaran dilakukan pada saat itu juga dan janganlah menjual jika dibayar belakangan.
Dan tidak diharamkan menjual gandum dengan tepung gandum dan tepung gandum
(dengan gandum) dalam ukuran yang berbeda, pembayaran dilakukan pada saat itu. Jika
pembayaran dilakukan kemudian, janganlah menjualnya.”
Acuan lain yang dijadikan sebagai dasar membedakan riba dengan yang tidak riba adalah
hadis Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut.
“Jangan kamu bertransaksi satu dinar dengan dua dinar; satu dirham dengan dua dirham;
satu sha’ dengan dua sha’ karena aku khawatir akan terjadinya riba. Seorang bertanya:
Wahai Rasul, bagaimana jika seseorang menjual seekor kuda dengan beberapa ekor kuda
dan seekor unta dengan beberapa ekor unta? Jawab Nabi saw.: Tidak mengapa, asal
dilakukan dengan tangan ke tangan (langsung).” (HR.Muslim)

44
Prinsip Dasar Bank Syariah

Dari kedua hadis Nabi tersebut, disimpulkan bahwa riba timbul dalam transaksi utang
piutang dan transaksi jual beli barang ribawi. Riba dalam transaksi utang piutang terbagi atas
dua kategori, yaitu riba qardh dan riba jahiliyyah. Riba qardh adalah kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berutang, sedang riba jahiliyyah adalah riba yang timbul karena
peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Adapun riba dalam transaksi jual beli terbagi dua, yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah. Riba
fadhl adalah riba yang timbul karena pertukaran antarbarang ribawi yang sejenis dengan
kadar atau takaran yang berbeda. Riba nasi’ah adalah riba yang timbul karena penangguhan
penyerahan atau penerimaan barang yang dipertukarkan dengan jenis barang lainnya.
Berdasarkan hadis tersebut, juga disimpulkan bahwa hukum riba berlaku pada transaksi
antarbarang ribawi dengan jenis yang sama. Barang ribawi dapat dikelompokkan dalam dua
kelompok, yaitu kelompok mata uang dan kelompok makanan pokok.
1. Kelompok mata uang dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu jenis emas dan perak secara
khusus, baik dalam bentuk mata uang maupun dalam bentuk lainnya. Contoh riba fadhl
dalam hal ini adalah jika A yang sedang membutuhkan uang pecahan bersedia membeli
10 lembar uang Rp10.000 dengan membayar sebesar Rp102.000 kepada B. Kelebihan
Rp2.000 untuk B dapat dikatakan sebagai riba fadhl yang dilarang sebagaimana dilarangnya
transaksi seperti ini pada emas di zaman Rasulullah. Adapun contoh riba nasi’ah dalam mata
uang adalah jual beli mata uang asing yang penyerahannya tidak dilakukan dalam waktu
bersamaan. Sebagai contoh, A membeli 100 yen Jepang pada B yang mana A menerima
uang Yen tersebut saat itu juga, sedangkan penyerahan uang rupiah dilakukan beberapa
hari, Minggu, atau bulan kemudian. Transaksi ini juga dilarang karena adanya penundaan
waktu bisa menyebabkan perbedaan harga pasar dalam jual beli mata uang, sehingga dapat
mengakibatkan salah satu pihak menjadi diuntungkan dan pihak lain dirugikan.
2. Kelompok bahan makanan pokok seperti beras, gandum, dan jagung serta bahan makanan
tambahan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Contoh riba fadhl pada kelompok
bahan makanan pokok adalah peminjaman 10 kg beras oleh si A kepada si B, dengan
persyaratan pengembalian lebih dari 10 kg kepada si B di kemudian hari. Adapun contoh
riba nasi’ah pada bahan makanan pokok adalah penjualan 10 kg beras milik Y dengan 20
kg biji jagung milik Z. Riba nasi’ah dalam transaksi ini terjadi jika salah satu pihak telah
menerima barang diinginkannya, sedang pihak lainnya belum menerima karena adanya
penundaan waktu penyerahan. Adanya penundaan tersebut berpotensi dirugikannya salah
satu pihak karena adanya perubahan nilai tukar barang.

Larangan terhadap Transaksi yang Tidak Sah Akadnya

Suatu transaksi, kendati telah menggunakan barang atau jasa yang halal dan diperoleh dengan
mekanisme pemerolehan keuntungan yang dibolehkan agama, juga harus memenuhi syarat
keabsahan suatu akad. Akad secara bahasa berarti ikatan. Adapun akad menurut istilah adalah
keterikatan keinginan diri dengan keinginan orang lain dengan cara yang memunculkan adanya
komitmen tertentu yang disyariatkan. Hukum fikih menyatakan bahwa akad yang sah harus
dipenuhi, sedang akad yang tidak sah tidak boleh dipenuhi.

45
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Q.S. Al-Maidah (5):2


“Hai orang yang beriman. Penuhilah akad-akad itu…”

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keabsahan suatu transaksi haruslah
memenuhi rukun-rukun akad. Adapun rukun-rukun akad adalah sebagai berikut.
1. Adanya dua pihak atau lebih yang saling terikat dengan akad. Dalam hal ini, kedua pihak
dipersyaratkan memiliki kemampuan yang cukup untuk mengikuti proses perjanjian, jika
tidak, akad dianggap tidak sah. Kemampuan tersebut dibuktikan dengan kemampuan
membedakan yang baik dan yang buruk (sudah baligh dan tidak dalam keadaan tercekal
seperti dinyatakan pailit) dan tidak di bawah paksaan. Dalam hal ini, suatu jual beli barang
yang halal, misalnya, dapat menjadi batal secara syar’i jika yang terlibat dalam jual beli
tersebut tidak memenuhi syarat seperti di bawah umur atau dalam kondisi gila atau mabuk.
2. Adanya sesuatu yang diikat dengan akad, yakni barang yang dijual dalam akad jual beli,
atau sesuatu yang disewakan dalam akad sewa dan sejenisnya. Adapun syarat barang
tersebut dianggap sah bila:
a. Barang tersebut suci atau bila telah terkena najis, bisa disucikan.
b. Barang tersebut bisa digunakan dengan cara yang disyaratkan, misal hotel atau rumah
yang tidak diperuntukkan bagi aktivitas prostitusi.
c. Komoditas harus bisa diserahterimakan (contohnya tidak sah menjual barang yang
sedang diagunkan).
d. Barang yang dijual harus milik penjual.
e. Bila barang dijual langsung harus diketahui wujudnya, dan bila tidak berada di lokasi,
harus diketahui ukuran, jenis, dan kriterianya.
3. Adanya pengucapan akad berupa ungkapan serah terima (ijab kabul). Ijab adalah
ungkapan penyerahan kepemilikan oleh pemilik barang, sedangkan kabul adalah ungkapan
penerimaan kepemilikan oleh pemilik barang berikutnya. Ijmak ulama berpendapat tidak
ada keharusan ijab kabul harus secara lisan. Adapun sah atau tidaknya ungkapan ijab
kabul dapat menggunakan praktik yang umum di masyarakat tempat jual beli dilakukan.
Prinsipnya, kedua belah pihak rela atas serah terima kepemilikan.

Selain faktor rukun, akad yang dibuat tidak boleh mengandung unsur ta’alluq dan unsur
dua akad untuk satu transaksi (two in one). Ta’alluq adalah dua akad yang saling berkaitan,
di mana berlakunya akad 1 bergantung pada akad 2. Sebagai contoh adalah penjualan dengan
cara ’inah, yaitu seseorang menjual barang seharga tertentu secara cicilan (misalkan Rp11 juta)
kepada orang lain dengan syarat, orang lain tersebut kembali menjual barang tersebut secara
tunai (misalkan Rp10 juta).
Transaksi dua akad untuk satu transaksi juga tidak dibenarkan. Hal ini disebabkan karena
dapat menimbulkan ketidakpastian terhadap konsekuensi dari akad, misalnya saat transaksi sewa
modal (capital lease), yang merupakan transaksi antara dua pihak untuk menyewakan sesuatu
barang, terjadi pula transfer kepemilikan barang. Dalam transaksi ini mengandung ketidakjelasan
akad mana yang didahulukan, apakah akad sewa atau akad jual beli.

46
Prinsip Dasar Bank Syariah

Referensi

Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Jakarta: Tazkia Cendekia.
Al Mushlih, Abdullah dan Ash-Shawi, Shalah. 2004. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul
Haq.
DSN MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional edisi 2. Jakarta: DSN-MUI dan Bank
Indonesia.
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhammad. 2004. Dasar-Dasar Keuangan Islami. Yogyakarta: Ekonisia FE UII.

Soal-Soal Latihan

1. Jelaskan definisi lembaga keuangan syariah menurut Dewan Syariah Nasional.


2. Jelaskan empat prinsip hukum Muamalat.
3. Berilah tiga contoh transaksi yang haram zatnya yang sangat mungkin biasa dilakukan di
bank konvensional.
4. Jelaskan perbedaan antara tadlis dan gharar.
5. Berilah contoh transaksi yang sangat mungkin terjadi di masyarakat, akan tetapi masuk
dalam kategori tadlis dalam kategori harga, kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan.
6. Berilah contoh transaksi yang sangat mungkin terjadi di masyarakat, akan tetapi masuk
dalam kategori gharar dalam kategori harga, kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan.
7. Jelaskan yang dimaksud dengan riba dan berilah 3 contoh bisnis yang ada di masyarakat
yang beroperasi dengan konsep riba.
8. Jelaskan perbedaan antara bai’ najasy dengan bai’ ikhtikar dan berilah masing-masing 2
contoh yang mungkin masih ada di masyarakat.
9. Jelaskan yang dimaksud dengan maysir dan berilah 3 contoh praktik maysir yang mungkin
masih ada di masyarakat.
10. Jelaskan rukun sahnya akad.
11. Jelaskan perbedaan antara riba fadhl dan riba nasi’ah.
12. Berikan contoh praktik riba qardh dan riba jahiliyah.
13. Jelaskan yang dimaksud dengan ta’alluq dan beri contoh.
14. Transaksi short selling telah dinyatakan terlarang oleh Bapepam. Transaksi ini pada
dasarnya juga dilarang oleh syariat Islam. Masuk kategori apakah pelarangan atas transaksi
short selling?
15. Jelaskan hubungan antara ekonomi gelembung yang terjadi pada sistem ekonomi kapitalis
dengan berbagai transaksi yang dilarang syariah, tetapi dibolehkan kapitalis.

47
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
6. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
7. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
8. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
9. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
10. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

48
Prinsip Dasar Bank Syariah

11. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
12. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
13. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
14. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
15. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

49
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

50
SISTEM OPERASIONAL
BANK SYARIAH 4

Pendahuluan

Bab 4 akan membahas sistem operasional bank syariah yang meliputi aspek
penghimpunan dan penyaluran dana. Relevansi bab ini adalah sebagai landasan
untuk memahami model interaksi antara bank dengan nasabah yang tidak
bertentangan dengan syariah. Larangan memperoleh pendapatan dengan cara
riba telah mendorong fungsi intermediasi bank sebagai pemberi pinjaman beralih
pada fungsi-fungsi lain yang tidak bertentangan, yaitu manajer investasi, investor,
dan fungsi sosial.
Pada bab ini juga akan dibahas secara khusus tentang alternatif mekanisme
penghimpunan dan penyaluran dana. Untuk memahami sistem operasional bank
syariah, pembaca perlu membaca dengan cermat dan mengerjakan soal latihan
pada akhir bab ini.
Setelah membaca bab ini, pembaca diharapkan dapat memahami berbagai
alternatif skema operasional bank syariah yang dapat digunakan dalam hal
penghimpunan, penyaluran, dan penyediaan jasa layanan keuangan lain kepada
nasabah. Pembaca juga diharap dapat mengembangkan penalarannya dengan
memilih skema yang ada secara tepat untuk berbagai jenis transaksi yang
dibutuhkan oleh nasabah.

51
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Definisi, Asas, dan Tujuan Bank Syariah

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, disebutkan bahwa bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Bank terdiri atas dua jenis, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank
konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional yang terdiri
atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Di kedua jenis bank konvensional
tersebut, sistem operasi didasarkan pada prinsip simpan-pinjam dengan keuntungan penabung
didasarkan atas bunga dari uang yang disimpankan ke bank dan keuntungan bank diperoleh atas
bunga dari uang yang dipinjamkan. Bunga dalam hal ini dihitung dengan mengalikan persentase
tertentu terhadap uang yang disimpankan atau dipinjamkan, tanpa melihat hasil usaha dari
penggunaan uang yang disimpankan atau dipinjamkan tersebut. Dengan pendekatan tersebut,
hubungan bank dengan nasabah hanya sebatas hubungan antara kreditor dan debitur. Oleh
karena sifatnya pinjam-meminjam, dana yang disalurkan tidak wajib dijelaskan peruntukannya
secara detail dan dimonitor kesesuaian penggunaannya. Hal ini membuka kemungkinan untuk
digunakan pada pengeluaran selain dari yang sudah disepakati.
Disamping itu, sistem operasional bank konvensional hanya tunduk dan patuh pada
peraturan perundang-undangan, sehingga diperbolehkan memberi pinjaman pada usaha yang
tidak halal, tetapi dibolehkan secara hukum, seperti pemberian pinjaman pada bisnis minuman
beralkohol yang legal. Dengan demikian di perbankan konvensional, tidak dikenal adanya
dewan yang mengawasi aspek kesyariahan operasi bank sebagaimana halnya Dewan Pengawas
Syariah di perbankan syariah. Di perbankan konvensional, sangat dimungkinkan terjadinya
negative spread, yaitu tingkat bunga simpanan lebih tinggi daripada tingkat bunga pinjaman
sebagai salah satu langkah mempertahankan dana nasabah saat adanya krisis ekonomi seperti
yang terjadi di Indonesia tahun 1997–1998.

Fungsi Bank Syariah

Berdasarkan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan bahwa
Bank Syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
Bank Syariah juga dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitulmal, yaitu
menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya (antara
lain denda terhadap nasabah atau ta’zir) dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola
zakat. Selain itu, bank syariah juga dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf
uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi
wakaf (wakif).
Dalam beberapa literatur perbankan syariah, bank syariah dengan beragam skema transaksi
yang dimiliki dalam skema non-riba memiliki setidaknya empat fungsi, yaitu (1) fungsi manajer
investasi; (2) fungsi investor; (3) fungsi sosial; dan (4) fungsi jasa keuangan. Keempat fungsi
tersebut akan dibahas secara detail sebagai berikut.

52
Sistem Operasional Bank Syariah

Fungsi Manajer Investasi


Fungsi ini dapat dilihat pada segi penghimpunan dana oleh bank syariah, khususnya dana
mudharabah. Dengan fungsi ini, bank syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik
dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran
yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan
dibagihasilkan antara bank syariah dan pemilik dana.
Berbeda dengan bank konvensional, imbalan yang diberikan kepada para deposan bank
konvensional memiliki sifat tetap tanpa dipengaruhi oleh kinerja bank dan jumlahnya dapat
ditentukan di muka karena hanya didasarkan pada persentase tertentu terhadap jumlah uang
yang disimpan di bank konvensional. Sebaliknya, imbalan bank syariah kepada deposan sangat
bergantung pada pendapatan yang diperoleh oleh bank sebagai mudharib dalam mengelola
dana mudharabah. Makin besar pendapatan bank yang dapat dibagihasilkan, makin besar pula
imbalan yang akan diberikan kepada pemilik dana yang memercayakan uangnya dikelola oleh
bank syariah. Sebaliknya, makin kecil pendapatan bank yang dapat dibagihasilkan, makin kecil
pula imbalan yang akan diberikan kepada pemilik dana, kendati nominal uang yang ditempatkan
oleh nasabah di bank syariah tersebut adalah sama dengan jumlah yang ditempatkan pada
bulan atau periode sebelumnya.
Dalam hal bagi hasil kepada nasabah, bank syariah menggunakan konsep nisbah bagi hasil
atas persentase pendapatan yang diperoleh. Hal ini menyebabkan besar atau kecilnya imbalan
bagi pemilik dana tidak semata ditentukan oleh makin besarnya porsi bagi hasil oleh nasabah,
melainkan juga oleh kualitas penyaluran dana oleh bank. Salah satu implikasi dari mekanisme ini
adalah bank syariah tidak disarankan untuk menerima dana apabila tidak mampu menyalurkan
dana tersebut pada hal yang produktif. Ini disebabkan karena keterbatasan hasil yang diperoleh
juga akan dibagi kepada pemilik dana yang baru, yang dananya belum bisa disalurkan. Hal ini
tentu akan merugikan pemilik dana yang lama, yang sekiranya pemilik dana baru tidak ada,
mereka akan memperoleh imbalan bagi hasil lebih besar.

Fungsi Investor
Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana). Sebagai
investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor-
sektor yang produktif dengan risiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah. Selain
itu, dalam menginvestasikan dana bank syariah harus menggunakan alat investasi yang sesuai
dengan syariah. Investasi yang sesuai dengan syariah meliputi akad jual beli (murabahah, salam,
dan istishna’), akad investasi (mudharabah dan musyarakah), akad sewa-menyewa (ijarah dan
ijarah muntahiya bittamlik), dan akad lainnya yang dibolehkan oleh syariah.

Fungsi Sosial
Fungsi sosial bank syariah merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Setidaknya
ada dua instrumen yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya,
yaitu instrumen Zakat, Infak, Sadaqah, dan Wakaf (ZISWAF) dan instrumen qardhul hasan.
Instrumen ZISWAF berfungsi untuk menghimpun ZISWAF dari masyarakat, pegawai bank,
serta bank sendiri sebagai lembaga milik para investor. Dana yang dihimpun melalui instrumen
ZISWAF selanjutnya disalurkan kepada yang berhak dalam bentuk bantuan atau hibah untuk

53
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

memenuhi kebutuhan hidupnya. Instrumen qardhul hasan berfungsi menghimpun dana dari
penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal serta dana infak dan sedekah yang tidak
ditentukan peruntukannya secara spesifik oleh yang memberi. Selanjutnya, dana qardhul
hasan disalurkan untuk (1) pengadaan atau perbaikan kualitas fasilitas sosial dan fasilitas
umum masyarakat (terutama bagi dana yang berasal dari penerimaan yang tidak memenuhi
kriteria halal); (2) sumbangan atau hibah kepada yang berhak; dan (3) pinjaman tanpa bunga
yang diprioritaskan pada masyarakat golongan ekonomi lemah, tetapi memiliki potensi dan
kemampuan untuk mengembalikan pinjaman tersebut.

Fungsi Jasa Keuangan


Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank
konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of
guarantee, letter of credit, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam hal mekanisme mendapatkan
keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah tetap harus menggunakan skema yang sesuai
dengan pinsip syariah.

Sistem Operasional Bank Syariah

Sistem operasional bank syariah dapat digambarkan dalam Figur 4.1. Pada Figur 4.1 ditunjukkan
mekanisme dengan alur sebagai berikut.

Figur 4.1 Sistem Operasional Bank Syariah


4. menyalurkan pendapatan 3. menerima pendapatan

Bagi hasil/bonus Bagi hasil, margin, fee

BANK SYARIAH • Nasabah


mitra,
pengelola
1. Penghimpunan investasi,
Sebagai pengelola
dana pembeli,
Nasabah dana/penerima
penyewa
pemilik dan dana titipan
penitip dana
• Instrumen
penyaluran
Sebagai pemilik dana
2. Penyaluran lain yang
dana/ penjual/ dana dibolehkan
pemberi sewa

Jasa
Administrasi
5. Penyediaan tabungan, ATM,
Sebagai penyedia jasa transfer, kliring,
jasa keuangan Letter of Credit,
Bank Garansi,
Transaksi
valuta asing
dsb.

54
Sistem Operasional Bank Syariah

Pertama, sistem operasional bank syariah dimulai dari kegiatan penghimpunan dana
dari masyarakat. Penghimpunan dana dapat dilakukan dengan skema investasi maupun
skema titipan. Dalam penghimpunan dana dengan skema investasi dari nasabah pemilik
dana (shahibul maal), bank syariah berperan sebagai pengelola dana atau biasa disebut
dengan mudharib. Adapun pada penghimpunan dengan skema penitipan, bank syariah
berperan sebagai penerima titipan.

Kedua, dana yang diterima oleh bank syariah selanjutnya disalurkan kepada berbagai
pihak, antara lain mitra investasi, pengelola investasi, pembeli barang, dan penyewa
barang atau jasa yang disediakan oleh bank syariah. Pada saat dana disalurkan dalam
bentuk investasi, bank syariah berperan sebagai pemilik dana. Pada saat dana disalurkan
dalam kegiatan jual beli, bank syariah berperan sebagai penjual dan pada saat disalurkan
dalam kegiatan pengadaan objek sewa, berperan sebagai pemberi sewa.

Ketiga, dari penyaluran dana kepada berbagai pihak, bank syariah selanjutnya menerima
pendapatan berupa bagi hasil dari investasi, margin dari jual beli dan fee dari sewa dan
berbagai jenis pendapatan yang diperoleh dari instrumen penyaluran dana lain yang
dibolehkan.

Keempat, pendapatan yang diterima dari kegiatan penyaluran selanjut dibagikan kepada
nasabah pemilik dana atau penitip dana. Penyaluran dana kepada pemilik dana bersifat
wajib sesuai dengan porsi bagi hasil yang disepakati. Adapun penyaluran dana kepada
nasabah penitip dana bersifat sukarela tanpa ditetapkan di muka sebelumnya dan biasa
disebut dengan istilah bonus.

Kelima, selain melaksanakan aktivitas penghimpunan dan penyaluran, bank syariah dalam
sistem operasionalnya juga memberikan layanan jasa keuangan seperti jasa ATM, transfer,
letter of credit, bank garansi, dan lain sebagainya. Oleh karena jasa tersebut dilakukan
tanpa menggunakan dana dari pemilik dana maupun penitip dana, maka pendapatan
yang diperoleh dari jasa tersebut dapat dimiliki sepenuhnya oleh bank syariah tanpa harus
dibagi.

Dengan demikian, sistem operasional bank syariah dapat disimpulkan terdiri atas sistem
penghimpunan, sistem penyaluran dana yang dihimpun, dan sistem penyediaan jasa keuangan.
Jika dibandingkan dengan antara sistem operasional bank syariah dengan bank konvensional,
perbedaannya terletak pada mekanisme pemerolehan keuntungan pada pihak-pihak yang
terlibat dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana bank. Mekanisme pemerolehan
pendapatan pada bank konvensional menggunakan sistem bunga, yaitu sistem yang menjanjikan
pihak yang menyimpan uangnya atau yang menyalurkan dananya dengan persentase tertentu
terhadap dana yang disimpan atau disalurkan. Dengan demikian, pemerolehan pendapatan oleh
penabung atas uang yang ditabungkan tidak memiliki kaitan dengan pendapatan yang diperoleh
bank dari mekanisme penyaluran dananya. Dalam hal ini, nasabah bank konvensional bisa
langsung menghitung pendapatan yang akan diterimanya dari bank pada saat ia menyimpan
uangnya di bank konvensional. Sebagaimana telah dibahas pada Bab 2, sistem ini masuk dalam
kategori riba dan dilarang dalam agama Islam.

55
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Berbeda dengan bank konvensional, mekanisme pemerolehan keuntungan nasabah


penabung pada penghimpunan dana bank syariah terkait erat dengan hasil pemerolehan
pendapatan pada kegiatan penyaluran dana oleh bank syariah. Hal ini disebabkan karena
bank syariah menggunakan prinsip penghimpunan yang berbeda dengan bank konvensional.
Demikian juga halnya dengan pemerolehan pendapatan bank dari kegiatan penyaluran dana
kepada nasabah yang dibiayai. Berikut akan dibahas secara berurutan prinsip penghimpunan
dan penyaluran dana pada bank syariah. Pembahasan kemudian dilanjutkan dengan prinsip
yang digunakan dalam pelaksanaan fungsi jasa keuangan perbankan, di luar penghimpunan dan
penyaluran seperti jasa transfer dana, bank garansi, anjak piutang, dan lain sebagainya.

Prinsip-Prinsip dalam Penghimpunan Dana Bank Syariah

Penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh bank konvensional maupun syariah
dilakukan dengan menggunakan instrumen tabungan, deposito, dan giro yang secara total biasa
disebut dengan dana pihak ketiga. Akan tetapi, pada bank syariah, klasifikasi penghimpunan
dana bank syariah tidak didasarkan pada nama instrumen tersebut melainkan berdasarkan
pada prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), prinsip
penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua, yaitu prinsip wadiah dan
prinsip mudharabah.

Penghimpunan Dana dengan Prinsip Wadiah


Wadiah berarti titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum
yang harus dijaga dan dikembalikan oleh yang penerima titipan, kapan pun si penitip
menghendaki. Wadiah dibagi atas dua, yaitu wadiah yad-dhamanah dan wadiah yad-amanah.
Wadiah yad-dhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat
dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh
keuntungan, maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan. Prinsip titipan wadiah yad-
amanah adalah penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai si
penitip mengambil kembali titipannya.
Islam tidak membatasi secara khusus objek yang bisa dititipi, sehingga hal yang dititipi
tidak saja barang melainkan juga bisa uang. Penerima titipan dalam transaksi wadiah dapat
meminta imbalan (ujrah) kepada penitip atas jasanya dalam menjaga barang atau uang titipan.1
Sebaliknya, jika si penerima titipan, khususnya yang menggunakan akad wadiah yad-dhamanah
merasa mendapat manfaat atas sesuatu yang dititipi, maka si penerima titipan boleh memberikan
bonus kepada penitip dari hasil pemanfaatannya dengan syarat bonus tersebut tidak dijanjikan
sebelumnya dan besarnya bergantung pada penerima titipan. Berdasarkan fatwa DSN tentang
tabungan wadiah, baik giro wadiah dan tabungan wadiah sifatnya adalah titipan yang bisa
diambil kapan pun oleh penitip tanpa adanya imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian atau bonus yang bersifat sukarela dari pihak bank.

1
Praktik jasa penitipan dengan meminta imbalan di masyarakat antara lain adalah jasa penitipan kendaraan, jasa
penitipan sepatu di beberapa masjid, jasa penitipan surat atau barang berharga di beberapa bank, serta jasa penitipan
anak. Walau jarang ditemukan, konsep penitipan dengan memberi imbalan pada yang dititipi ini juga boleh diterapkan
pada kasus penitipan uang.

56
Sistem Operasional Bank Syariah

Prinsip wadiah yang lazim digunakan dalam perbankan syariah adalah wadiah yad-
dhamanah dan biasa disingkat dengan wadiah. Prinsip ini dapat diterapkan pada kegiatan
penghimpunan dana berupa giro dan tabungan. Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada
bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet
giro, kartu Automatic Teller Machine (ATM), sarana perintah pembayaran lainnya, atau
dengan cara pemindahbukuan. Adapun tabungan wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank
syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati dengan
menggunakan kuitansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara
pemindahbukuan. Berdasarkan observasi penulis, prinsip wadiah cenderung digunakan bank
syariah di Indonesia untuk kegiatan penghimpunan melalui giro, sedangkan penghimpunan
dana melalui tabungan cenderung menggunakan prinsip lain, yaitu prinsip mudharabah.

Penghimpunan Dana dengan Prinsip Mudharabah


Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis kerja sama usaha di mana pihak pertama
menyediakan dana dan pihak kedua bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Pihak yang
menyediakan dana biasa disebut dengan istilah shahibul maal, sedang pihak yang mengelola
usaha biasa disebut dengan istilah mudharib. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan
nisbah bagi hasil yang disepakati bersama sejak awal. Akan tetapi, jika terjadi kerugian, shahibul
maal akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerjanya selama proyek berlangsung.
Berdasarkan PSAK 105, mudharabah dibagi atas tiga, yaitu mudharabah muthlaqah,
mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musytarakah. Mudharabah muthlaqah adalah
mudharabah yang memberi kuasa kepada mudharib secara penuh untuk menjalankan usaha
tanpa batasan apa pun yang berkaitan dengan usaha tersebut. Batasan yang dimaksud berupa
jenis usaha, tempat, pemasok, dan konsumen usaha. Mudharabah muthlaqah biasa disebut
juga dengan investasi tidak terikat. Mudharabah muqayyadah, yaitu shahibul maal, memberi
batasan kepada mudharib dalam pengelolaan dana berupa jenis usaha, tempat, pemasok,
maupun konsumen. Mudharabah muqayyadah biasa disebut juga dengan investasi terikat.
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan
modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Akad musytarakah ini merupakan perpaduan
antara akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam mudharabah musyatarakah, pengelola
dana berdasarkan akad (mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama
(berdasarkan akad musyarakah). Pembahasan lebih lanjut dapat dilihat pada Bab 7 dengan
Sub-bab Mudharabah Musytarakah.
Dalam penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah muthlaqah, kedudukan bank syariah
adalah sebagai mudharib (pihak yang mengelola dana), sedangkan penabung atau deposan adalah
pemilik dana (shahibul maal). Selanjutnya, hasil usaha yang diperoleh bank dibagi antara bank
dengan nasabah pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati di muka. Dalam penghimpunan
dana dengan pinsip mudharabah muqayyadah, kedudukan bank hanya sebagai agen, karena
pemilik dana adalah nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah, sedang pengelola dana
adalah nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Pembagian hasil usaha dilakukan antara
nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah dengan nasabah pembiayaan mudharabah
muqayyadah. Bank sebagai agen dalam hal ini menerima fee. Pola investasi terikat (mudharabah
muqayyadah) dapat dilakukan dengan cara channeling dan executing. Pola channeling adalah
apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung

57
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

risiko apa pun. Pola executing adalah apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko. Dana
mudharabah muqayyadah yang disalurkan dengan pola executing disajikan dalam neraca bank
syariah, sedangkan dana mudharabah yang disalurkan dengan pola channeling, disajikan dalam
laporan investasi terikat dan terpisah dari neraca bank syariah.
Pada dasarnya, semua bentuk kegiatan penghimpunan dana bank syariah (tabungan,
deposito, dan giro) dapat menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Dalam praktik,
untuk keperluan kegiatan tabungan dan deposito, perbankan syariah di Indonesia umumnya
menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Kendati hanya ditulis tabungan mudharabah
dan deposito mudharabah, skema yang dimaksud pada dasarnya adalah tabungan mudharabah
muthlaqah dan deposito mudharabah muthlaqah.

Tabungan Mudharabah
Tabungan mudharabah adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang
dipersamakan dengan itu. Pada sub-bab penghimpunan dengan prinsip wadiah, disebutkan
bahwa prinsip syariah dapat diterapkan pada transaksi tabungan wadiah. Perbedaan tabungan
wadiah dan tabungan mudharabah terletak pada tiga aspek, yaitu sifat dana, insentif, dan
pengembalian dana. Sifat dana pada tabungan wadiah bersifat titipan, sedang sifat dana pada
tabungan mudharabah bersifat investasi. Insentif pada tabungan wadiah berupa bonus yang
tidak disyaratkan di muka dan bersifat sukarela jika bank hendak memberikannya. Adapun
insentif pada tabungan mudharabah adalah berupa bagi hasil yang wajib diberikan oleh bank
jika memperoleh pendapatan atau laba pada setiap periode yang disepakati (biasanya 1 bulan)
kepada penabung sesuai dengan nisbah yang disepakati. Dalam hal pengembalian dana, tabungan
wadiah dijamin akan dikembalikan semua oleh bank, tetapi pada tabungan mudharabah tidak
dijamin dikembalikan semua. Tidak dijaminnya pengembalian tabungan mudharabah terkait
dengan prinsip mudharabah yang menyatakan bahwa kerugian usaha ditanggung seluruhnya
oleh shahibul maal sepanjang kerugian tidak disebabkan oleh kelalaian mudharib. Kendati secara
teori dimungkinkan menanggung kerugian bank syariah, dalam praktik, nasabah tabungan
mudharabah hampir tidak pernah mengalami hal demikian, kecuali bank syariah tersebut
mengalami kebangkrutan. Hal ini disebabkan karena dalam membagi hasil dengan nasabah
tabungan mudharabah, bank syariah umumnya menggunakan metode revenue sharing.2
Beberapa ahli perbankan syariah menambahkan perbedaan lain tabungan wadiah dengan
tabungan mudharabah, yaitu pada waktu penarikan. Berdasarkan waktu penarikan, tabungan
wadiah dapat dilakukan sewaktu-waktu, sedangkan tabungan mudharabah hanya dapat
dilakukan pada periode atau waktu tertentu. Akan tetapi, pandangan ini tidak disepakati oleh
semua ulama, termasuk oleh DSN MUI.
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 2 Tahun 2000 tentang tabungan, disebutkan ketentuan
tentang tabungan mudharabah adalah sebagai berikut.
1. Dalam transaksi ini, nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank
bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.

2
Pembahasan tentang metode revenue sharing secara khusus dibahas pada Bab 7 tentang akuntansi transaksi
pembiayaan mudharabah.

58
Sistem Operasional Bank Syariah

2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk melakukan
mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan.

Deposito Mudharabah
Deposito mudharabah adalah simpanan dana dengan skema pemilik dana (shahibul maal)
memercayakan dananya untuk dikelola bank (mudharib) dengan hasil yang diperoleh dibagi
antara pemilik dana dan bank dengan nisbah yang disepakati sejak awal. Dalam transaksi
penyimpanan deposito mudharabah, bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai
nisbah dan tata cara pemberian keuntungan dan/atau perhitungan distribusi keuntungan serta
risiko yang dapat timbul dari deposito tersebut.
Periode penyimpanan dana biasanya didasarkan pada periode bulan. Deposito mudharabah
hanya dapat ditarik sesuai dengan waktu yang disepakati. Adapun pembayaran bagi hasil kepada
pemilik dana deposito mudharabah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dilakukan setiap
ulang tanggal pembukaan deposito mudharabah atau dilakukan setiap akhir bulan atau awal
bulan berikutnya tanpa memperhatikan tanggal pembukaan deposito mudharabah.

Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah

Penyaluran dana bank syariah dilakukan dengan menggunakan skema jual beli, skema investasi,
dan skema sewa. Skema jual beli memiliki beberapa bentuk, yaitu murabahah, salam, dan
istishna’. Skema investasi terdiri atas dua jenis, yaitu mudharabah dan musyarakah. Sementara
itu, skema sewa terdiri atas ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik.

Prinsip Jual Beli


Prinsip jual beli terdiri atas tiga, yaitu murabahah, salam, dan istishna’.

Jual Beli dengan Skema Murabahah


Jual beli dengan skema murabahah adalah jual beli dengan menyatakan harga perolehan
dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Skema ini dapat digunakan oleh
bank untuk nasabah yang hendak memiliki suatu barang, sedang nasabah yang bersangkutan
tidak memiliki uang pada saat pembelian. Pada pembiayaan dengan skema murabahah, bank
adalah penjual, sedang nasabah yang memerlukan barang adalah pembeli. Keuntungan yang
diperoleh bank dalam pembiayaan ini adalah berupa margin atau selisih antara barang yang
dijual oleh bank dengan harga pokok pembelian barang. Setelah barang diperoleh nasabah,

59
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

barang tersebut dapat dibayar secara tunai maupun secara angsuran kepada bank dalam
jangka waktu yang disepakati.

Jual Beli dengan Skema Salam


Jual beli dengan skema salam adalah jual beli yang pelunasannya dilakukan terlebih dahulu
oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima. Skema ini dapat digunakan oleh bank untuk
nasabah yang memiliki cukup dana, sedang yang bersangkutan kurang memiliki bargaining
power dengan penjual dibanding sekiranya pembelian barang dilakukan oleh bank. Dalam
skema ini, bank sebagai penjual memperoleh keuntungan dari selisih harga jual kepada nasabah
dengan harga pokok pembelian barang yang dilakukan pada pemasok.

Jual Beli dengan Skema Istishna’


Jual beli dengan skema istishna’ adalah jual beli yang didasarkan atas penugasan oleh pembeli
kepada penjual yang juga produsen untuk menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan
spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Berbeda
dengan murabahah, barang yang diperjualbelikan pada saat transaksi istishna’ dilakukan belum
ada dan memerlukan waktu untuk membuatnya terlebih dahulu. Skema ini dapat digunakan bank
untuk membantu nasabah yang memerlukan produk konstruksi seperti bangunan, kapal, dan
pesawat terbang yang belum jadi dan memerlukan waktu cukup lama untuk menyelesaikannya.
Oleh karena bank hanya sebagai penjual, sedang pembuatan produk dilakukan oleh pihak
lain, yaitu produsen, bank biasanya juga melakukan kontrak istishna’ dengan produsen untuk
membeli produk sebagaimana diinginkan oleh nasabah pembiayaan. Skema double istishna’ ini
biasa disebut dengan istishna’ paralel. Cara pembayaran skema ini dapat berupa pembayaran di
muka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu akad.

Prinsip Investasi
Prinsip investasi dalam pembiayaan oleh bank syariah terdiri atas investasi dengan skema
mudharabah dan investasi dengan skema musyarakah.

Investasi dengan Skema Mudharabah


Pada dasarnya, penyaluran dana dengan skema mudharabah sama dengan penghimpunan dana.
Dalam transaksi penghimpunan, bank adalah mudharib (pengelola dana), sedang nasabah
penabung/deposan adalah shahibul maal (pemilik dana). Akan tetapi, pada transaksi penyaluran
dana dengan skema mudharabah, bank bertindak sebagai shahibul maal, sedang nasabah yang
menerima pembiayaan bertindak sebagai pengelola dana. Dalam skema ini, seluruh modal
berasal dari bank sebagai shahibul maal.
Penyaluran dana dengan skema mudharabah terdiri atas dua jenis, yaitu mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Dalam mudharabah muthlaqah, bank berperan
sebagai shahibul maal yang memberi kewenangan kepada mudharib untuk menjalankan usaha
tanpa adanya batasan tempat, jenis produk, pelanggan maupun pemasok. Bank memperoleh
pendapatan dari nisbah bagi hasil yang menjadi hak bank. Adapun pada mudharabah

60
Sistem Operasional Bank Syariah

muqayyadah, bank hanya berperan sebagai agen yang menghubungkan nasabah pembiayaan
mudharabah muqayyadah yang telah menetapkan batasan tertentu dalam kegiatan investasi oleh
nasabah yang menerima pembiayaan mudharabah muqayyadah. Dari upaya bank memfasilitasi
pemilik dana dan pengelola dana mudharabah muqayyadah tersebut, bank memperoleh fee
sejumlah tertentu yang telah disepakati.

Investasi dengan Skema Musyarakah


Investasi dengan skema musyarakah adalah kerja sama investasi para pemilik modal yang
mencampurkan modal mereka pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian
ditanggung semua pemilik modal berdasarkan porsi modal masing-masing. Pada skema ini,
hubungan antara bank dengan nasabah pembiayaan adalah hubungan kemitraan sesama
pemilik modal. Dalam hal ini, bank dan mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai
suatu usaha tertentu baik yang sudah berjalan maupun yang baru berjalan. Selanjutnya, mitra
dapat mengembalikan modal tersebut beserta bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara
bertahap atau sekaligus kepada bank.

Prinsip Sewa
Prinsip sewa terdiri atas dua skema, yaitu skema ijarah dan skema ijarah muntahiya bittamlik.

Sewa dengan Skema Ijarah


Sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan
penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Dalam transaksi sewa
dengan skema ijarah, bank adalah pemilik objek sewa, sedang nasabah adalah penyewa. Transaksi
ini dapat diterapkan bank pada nasabah yang hanya menginginkan manfaat dari objek sewa
yang disediakan bank dan tidak untuk memilikinya. Skema ini oleh perbankan syariah dapat
dipergunakan untuk keperluan sewa barang maupun sewa jasa. Beberapa bank belakangan ini
mulai menggunakan skema ini untuk memfasilitasi nasabah membiayai kebutuhannya terhadap
jasa pendidikan, kesehatan, dan bahkan aktivitas rekreasi yang memerlukan biaya tertentu.
Dengan skema ini, nasabah difasilitasi oleh bank untuk menggunakan jasa kesehatan di rumah
sakit, jasa pendidikan di suatu institusi pendidikan, ataupun jasa rekreasi melalui biro perjalanan.
Selanjutnya, atas penggunaan fasilitas tersebut, nasabah membayar kepada bank baik secara
tunai maupun secara angsuran.

Sewa dengan Skema Ijarah Muntahiya Bittamlik


Sewa dengan skema ijarah muntahiya bittamlik adalah transaksi sewa-menyewa antara pemilik
objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disediakannya
dengan opsi perpindahan hak milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Berbeda dengan
transaksi ijarah, transaksi ijarah muntahiya bittamlik memberi hak pilih pada penyewa untuk
memiliki barang yang disewa.

61
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Prinsip-Prinsip dalam Pelaksanaan Fungsi Jasa


Keuangan Perbankan

Pelaksanaan fungsi jasa keuangan perbankan dapat menggunakan prinsip-prinsip transaksi


syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Beberapa prinsip itu adalah prinsip wakalah, kafalah,
sharf, ijarah.

Prinsip Wakalah
Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam konteks muamalah,
wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang (muwakkil) kepada yang lain (wakil)
dalam hal-hal yang diwakilkan (Antonio, 2001). Berdasarkan Fatwa DSN Nomor 10 Tahun 2000,
seorang muwakkil haruslah pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang ia wakilkan.
Adapun wakil haruslah orang yang dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya. Hal-
hal yang diwakilkan haruslah (1) diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili, (2) tidak
bertentangan dengan syariah Islam, dan (3) dapat diwakilkan menurut syariah Islam.
Sebagai pihak yang mengerjakan suatu tugas, bank syariah berhak mendapatkan imbalan
(fee) sesuai dengan kesepakatan. Berdasarkan fatwa DSN, wakalah dengan imbalan bersifat
mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak. Dalam praktik perbankan, prinsip wakalah
dapat digunakan untuk transaksi berikut ini.
1. Letter of Credit (L/C)
2. Setoran kliring
3. Kliring antarkota
4. RTGS
5. Inkaso
6. Transfer
7. Transfer valuta asing
8. Pajak online
9. Pajak impor

Prinsip Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ’anhu ’ashil) (Antonio,
2001). Dalam fatwa DSN Nomor 11 Tahun 2000, kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makfuul ’anhu ’ashil).
DSN mensyaratkan: (1) pihak penjamin dalam hal ini bank syariah, berhak penuh
melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah
tersebut; (2) pihak yang berutang (ashiil makfuul ’anhu) sanggup menyerahkan tanggungannya
kepada penjamin; (3) pihak yang berpiutang (makfuul lahu) dapat hadir pada waktu akad atau
memberikan kuasa. DSN juga mensyaratkan objek penjamin (makful bihi): (1) merupakan
tanggungan pihak yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan; (2) bisa
dilaksanakan oleh penjamin; (3) merupakan piutang yang mengikat yang tidak mungkin hapus

62
Sistem Operasional Bank Syariah

kecuali setelah dibayar atau dibebaskan; (4) jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya, serta (5) tidak
bertentangan dengan syariah Islam.
Dalam praktik perbankan, prinsip kafalah digunakan dalam transaksi bank garansi. Bila
pihak yang dijamin gagal memenuhi kewajiban pembayarannya, pemegang bank garansi dapat
melakukan klaim kepada bank penerbit atas bank garansi tersebut. Bank garansi itu sendiri
dapat digunakan antara lain untuk:
1. Tender, yang diberikan oleh bank kepada kontraktor atau pemasok.
2. Perdagangan, yang diberikan oleh bank kepada produsen atau pemasok.
3. Uang muka kerja, yang diberikan oleh bank kepada pelaksana proyek untuk uang muka
proyek dalam kontrak-kontrak tertentu.

Prinsip Hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil) kepada orang lain yang
menanggungnya (muhal ’alaih) (Antonio, 2001). Dalam transaksi hawalah, pada saat A (muhal)
memberi pinjaman kepada B (muhil), B masih mempunyai piutang pada C (muhal ’alaih). Begitu B
tidak mampu membayar utangnya pada A, ia lalu mengalihkan utang tersebut kepada C. Selanjutnya,
C harus membayar utang B kepada A, sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap selesai.
Dalam praktik perbankan, prinsip hawalah dapat digunakan untuk transaksi anjak piutang,
di mana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu
kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu
(Antonio, 2001).

Prinsip Sharf
Prinsip sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata uang, baik antarmata
uang sejenis maupun antarmata uang berlainan jenis. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 28 Tahun
2002, terdapat beberapa syarat transaksi jual beli mata uang, yaitu (1) tidak untuk spekulasi
(untung-untungan); (2) ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan); (3) apabila
transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka, nilainya harus sama dan secara tunai;
dan (4) apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku
pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

Prinsip Ijarah
Prinsip ijarah merupakan prinsip yang sangat banyak digunakan dalam pelaksanaan fungsi jasa
keuangan bank syariah. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 9 Tahun 2000, disebutkan bahwa
objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa. Ijarah bila diterapkan
untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa-menyewa, sedangkan bila diterapkan untuk
mendapatkan manfaat orang disebut upah-mengupah (Karim, 2004).
Menurut Karim (2004), ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang
pembayarannya bergantung pada kinerja yang disewa (ju’alah), di mana orang bersangkutan
memperoleh success fee, dan ijarah yang pembayarannya tidak bergantung pada kinerja yang
disewa atau disebut dengan ijarah di mana orang bersangkutan memperoleh gaji dan upah.
Dalam praktik perbankan, transaksi berikut banyak diimplementasikan dengan menggunakan
skema ijarah.

63
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

1. Kartu ATM.
2. SMS banking.
3. Pembayaran tagihan.
4. Pembayaran gaji elektronik.

Larangan bagi Bank Syariah


Larangan bagi BUS dan UUS diatur dalam Pasal 24 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Dalam Pasal 24 disebutkan bahwa baik BUS maupun UUS dilarang untuk:
1. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah;
2. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal;
3. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 tentang
kegiatan BUS dan UUS; dan
4. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi
syariah.
Adapun larangan bagi BPRS diatur dalam Pasal 25 yang meliputi larangan untuk:
1. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah;
2. menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
3. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin
Bank Indonesia;
4. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi
syariah;
5. melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi
kesulitan likuiditas BPRS; dan
6. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
tentang kegiatan BPRS.

64
Sistem Operasional Bank Syariah

Referensi
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
DSAK IAI. 2002. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
DSAK IAI. 2007. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
DSAK IAI. 2004. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 105 tentang Akuntansi Mudharabah”.
Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
Karim, Adiwarna. 2004. Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi 2. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Tim Penulis DSN MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Edisi 2. DSN-MUI dan Bank
Indonesia.
UU Nomor 10/1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
UU Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah.
Wiroso. 2005. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. Jakarta: Grasindo.

Soal-Soal Latihan

1. Jelaskan landasan hukum pendirian bank syariah di Indonesia.


2. Jelaskan perbedaan antara BUS dengan BPRS.
3. Jelaskan perbedaan antara BUS dengan UUS.
4. Jelaskan perbedaan fungsi bank syariah dengan bank konvensional.
5. Jelaskan aplikasi fungsi manajer investasi pada bank syariah.
6. Jelaskan aplikasi fungsi investor pada bank syariah.
7. Jelaskan aplikasi fungsi jasa keuangan pada bank syariah.
8. Ada dua prinsip yang dapat digunakan dalam penghimpunan dana oleh bank syariah,
yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah. Jelaskan perbedaan kedua prinsip tersebut
dalam aktivitas penghimpunan.
9. Jelaskan perbedaan antara wadiah yad-dhamanah dengan wadiah yad-amanah. Akad
manakah yang cocok untuk digunakan dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank
syariah?
10. Jelaskan perbedaan mudharabah muthlaqah dengan mudharabah muqayyadah dalam
penghimpunan dana bank syariah.
11. Sebutkan tiga alasan kenapa mudharabah muqayyadah tidak cocok untuk diterapkan pada
penghimpunan dana tabungan dan deposito.
12. Jelaskan perbedaan antara investasi terikat channeling dan pola investasi terikat
executing.
13. Jelaskan perbedaan antara tabungan, deposito, dan giro.

65
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

14. Jelaskan perbedaan antara tabungan mudharabah dengan tabungan konvensional.


15. Jelaskan tiga perbedaan antara tabungan wadiah dengan tabungan mudharabah.
16. Jelaskan dengan singkat ketentuan DSN Nomor 2 Tahun 2000 yang terkait dengan
tabungan mudharabah.
17. Jelaskan perbedaan dan persamaan deposito mudharabah dengan tabungan mudharabah.
18. Sebutkan tiga skema yang digunakan dalam penyaluran dana bank syariah.
19. Jelaskan perbedaan antara jual beli dalam bentuk murabahah dengan jual beli dalam
bentuk salam dan istishna’.
20. Jelaskan kelebihan dan kekurangan jual beli dalam bentuk salam dan istishna’ jika
dibandingkan jual beli dalam bentuk murabahah.
21. Jelaskan perbedaan antara jual beli istishna’ dengan jual beli istishna’ paralel.
22. Jelaskan perbedaan antara jual beli salam dengan jual beli salam paralel.
23. Jelaskan perbedaan prinsip investasi dengan skema mudharabah dan investasi dengan
skema musyarakat.
24. Jelaskan perbedaan antara prinsip sewa dengan skema ijarah dan prinsip sewa dengan
skema ijarah muntahiya bittamlik.
25. Dalam kondisi apakah skema ijarah dan skema ijarah muntahiya bittamlik cocok
digunakan?

Lampiran

Kegiatan BUS, UUS, dan BPRS berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.

Kegiatan usaha BUS meliputi: Kegiatan usaha UUS meliputi:


1. menghimpun dana dalam bentuk simpanan 1. menghimpun dana dalam bentuk simpanan
berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
akad wadi’ah atau akad lain yang tidak akad wadi’ah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah; bertentangan dengan prinsip syariah;
2. menghimpun dana dalam bentuk investasi 2. menghimpun dana dalam bentuk Investasi
berupa deposito, tabungan, atau bentuk berupa deposito, tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan akad mudharabah atau akad berdasarkan akad mudharabah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah; prinsip syariah;
3. menyalurkan pembiayaan bagi hasil 3. menyalurkan pembiayaan bagi hasil
berdasarkan akad mudharabah, akad berdasarkan akad mudharabah, akad
musyarakah, atau akad lain yang tidak musyarakah, atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah; bertentangan dengan prinsip syariah;

66
Sistem O p erasio nal B ank Syariah

4. menyalurkan pembiayaan untuk transaksi 4. menyalurkan pembiayaan untuk transaksi


jual beli berdasarkan akad murabahah, jual beli berdasarkan akad murabahah,
akad salam, akad istishna’, atau akad lain akad salam, akad istishna’, atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah; syariah;
5. menyalurkan pembiayaan berdasarkan 5. menyalurkan pembiayaan berdasarkan
akad qardh atau akad lain yang tidak akad qardh atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah; bertentangan dengan prinsip syariah;
6. menyalurkan pembiayaan penyewaan 6. menyalurkan pembiayaan penyewaan
barang bergerak atau tidak bergerak barang bergerak atau tidak bergerak
kepada nasabah berdasarkan akad ijarah kepada nasabah berdasarkan akad ijarah
dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik atau Akad lain muntahiya bittamlik atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah; syariah;
7.
melakukan pengambilalihan utang 7.
melakukan pengambilalihan utang
berdasarkan akad hawalah atau akad lain berdasarkan akad hawalah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah; syariah;
8. melakukan usaha kartu debit dan/atau 8. melakukan usaha kartu debit dan/atau
kartu pembiayaan berdasarkan prinsip kartu pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah; syariah;
9. membeli, menjual, atau menjamin atas 9. membeli, menjual, atau menjamin atas
risiko sendiri surat berharga pihak ketiga risiko sendiri surat berharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi yang diterbitkan atas dasar transaksi
nyata berdasarkan prinsip syariah, antara nyata berdasarkan prinsip syariah, antara
lain, seperti akad ijarah, musyarakah, lain, seperti akad ijarah, musyarakah,
mudharabah, murabahah, kafalah, atau mudharabah, murabahah, kafalah, atau
hawalah; hawalah;
10.
membeli surat berharga berdasarkan 10.
membeli surat berharga berdasarkan
prinsip syariah yang diterbitkan oleh prinsip syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau Bank Indonesia; pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
11. menerima pembayaran dari tagihan atas 11. menerima pembayaran dari tagihan atas
surat berharga dan melakukan perhitungan surat berharga dan melakukan perhitungan
dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga
berdasarkan prinsip syariah; berdasarkan prinsip syariah;
12. melakukan penitipan untuk kepentingan 12. melakukan penitipan untuk kepentingan
pihak lain berdasarkan suatu akad yang pihak lain berdasarkan suatu akad yang
berdasarkan prinsip syariah; berdasarkan prinsip syariah;

67
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

13. menyediakan tempat untuk menyimpan 13. menyediakan tempat untuk menyimpan
barang dan surat berharga berdasarkan barang dan surat berharga berdasarkan
prinsip syariah; prinsip syariah;
14.
memindahkan uang, baik untuk 14. memberikan fasilitas letter of credit atau
kepentingan sendiri maupun untuk bank garansi berdasarkan prinsip syariah;
kepentingan nasabah berdasarkan prinsip dan
syariah;
15.
melakukan kegiatan lain yang lazim
15. melakukan fungsi sebagai wali amanat dilakukan di bidang perbankan dan di
berdasarkan akad wakalah; bidang sosial, sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan sesuai
16. memberikan fasilitas letter of credit atau
dengan ketentuan peraturan perundang-
bank garansi berdasarkan prinsip syariah;
undangan.
dan
17.
melakukan kegiatan lain yang lazim
dilakukan di bidang perbankan dan di
bidang sosial, sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(Pasal 19 ayat 1 UU Nomor 21 Tahun 2008) (Pasal 19 ayat 2 UU Nomor 21 Tahun 2008)

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), BUS dapat dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), UUS dapat
pula: pula:
1. melakukan kegiatan valas berdasarkan 1. melakukan kegiatan valas berdasarkan
prinsip syariah; prinsip syariah;
2. melakukan kegiatan penyertaan modal 2. melakukan kegiatan dalam pasar modal,
pada BUS atau lembaga keuangan yang sepanjang tidak bertentangan dengan
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan ketentuan peraturan
prinsip syariah; perundang-undangan di bidang pasar
modal;
3. melakukan kegiatan penyertaan modal
sementara untuk mengatasi akibat 3. melakukan kegiatan penyertaan modal
kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip sementara untuk mengatasi akibat
syariah, dengan syarat harus menarik kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip
kembali penyertaannya; syariah, dengan syarat harus menarik
kembali penyertaannya;
4. bertindak sebagai pendiri dan pengurus
dana pensiun berdasarkan prinsip syariah; 4. menyelenggarakan kegiatan atau produk
bank yang berdasarkan prinsip syariah
5. melakukan kegiatan dalam pasar modal,
dengan menggunakan sarana elektronik;
sepanjang tidak bertentangan dengan

68
Sistem O p erasio nal B ank Syariah

prinsip syariah dan ketentuan peraturan 5. menerbitkan, menawarkan, dan memper-


perundang-undangan di bidang pasar dagangkan surat berharga jangka pendek
modal; berdasarkan prinsip syariah, baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui
6. menyelenggarakan kegiatan atau produk
pasar uang; dan
bank berdasarkan prinsip syariah dengan
menggunakan sarana elektronik; 6. menyediakan produk atau melakukan
kegiatan usaha BUS lainnya yang
7. menerbitkan, menawarkan, dan memper-
berdasarkan prinsip syariah.
dagangkan surat berharga jangka pendek
berdasarkan prinsip syariah, baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui
pasar uang;
8.
menerbitkan, menawarkan, dan
memperdagangkan surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah, baik
secara langsung maupun tidak langsung
melalui pasar modal; dan
9. menyediakan produk atau melakukan
kegiatan usaha BUS lainnya yang
berdasarkan prinsip syariah.

Pasal 20 ayat 1 UU Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat 2 UU Nomor 21 Tahun 2008

Kegiatan usaha BPRS meliputi:


1. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
a. simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad
wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan
b. investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
2. menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
a. pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah;
b. pembiayaan untuk transaksi jual beli berdasarkan akad murabahah, salam, atau
istishna’;
c. pinjaman berdasarkan Akad qardh;
d. pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah
berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
dan
e. pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah;
3. menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadi’ah
atau investasi berdasarkan akad mudharabah dan/atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah;

69
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

4. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah melalui
rekening BPRS yang ada di BUS, bank umum konvensional, dan UUS; dan
5. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank syariah lainnya yang sesuai
dengan prinsip syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.

Pasal 21 UU Nomor 21 Tahun 2008

70
Sistem Operasional Bank Syariah

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
6. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
7. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
8. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
9. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
10. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

71
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

11. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
12. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
13. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
14. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
15. ...................................................................................................................................

Menurut Wadiah Mudharabah

16. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
17. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
18. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
19. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

72
Sistem Operasional Bank Syariah

20. ...................................................................................................................................

Menurut Kelebihan terhadap Mudharabah
Murabahah


21. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
22. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
23. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
24. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
25. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

73
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

74
KERANGKA DASAR
PENYUSUNAN DAN
PENYAJIAN LAPORAN
KEUANGAN SYARIAH
5

Pendahuluan

Bab 5 akan membahas kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan


keuangan syariah. Pembahasan diawali dengan diskusi tentang perkembangan
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS)
dan diikuti dengan tujuan KDPPLKS, pemakai laporan keuangan syariah, tujuan
laporan keuangan, asumsi dasar, unsur-unsur laporan keuangan, dan pengakuan
serta pengukuran unsur-unsur laporan keuangan tersebut. Relevansi bab ini adalah
sebagai dasar dalam memahami landasan yang digunakan oleh penyusun standar
dalam membuat standar akuntansi syariah.

75
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian


Laporan Keuangan Syariah–Ikatan Akuntan Indonesia

Kerangka dasar merupakan rumusan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian
laporan keuangan bagi para pemakai eksternal. Adanya perbedaan karakteristik antara bisnis
yang berlandaskan pada syariah dengan bisnis konvensional menyebabkan Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) mengeluarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Bank Syariah (KDPPLKBS) pada tahun 2002. KDPPLKBS selanjutnya disempurnakan pada
tahun 2007 menjadi Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah
(KDPPLKS). Penyempurnaan KDPPLKS terhadap KDPPLKBS dilakukan untuk memperluas
cakupannya sehingga tidak hanya untuk transaksi syariah pada bank syariah, melainkan juga
pada jenis institusi bisnis lain, baik yang berupa entitas syariah maupun entitas konvensional
yang bertransaksi dengan skema syariah.
Berdasarkan pengantar yang disampaikan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan
dalam Exposure Draft KDPPLKS dan evaluasi penulis terhadap KDPPLKS yang telah disahkan,
terdapat perbedaan sistematika penulisan KDPPLKS dengan KDPPLKBS (2002). Sistematika
KDPPLKBS (2002) hanya menyajikan kerangka dasar yang berbeda atau bersifat tambahan
dari KDPPLK (2004) dan jika tidak diatur secara khusus diasumsikan kerangka dasar yang
ada dalam KDPPLK (1994) dianggap juga berlaku untuk bank syariah. Sementara itu pada
KDPPLKS, seluruh kerangka dasar dituliskan dengan tujuan agar pengguna dapat lebih mudah
memahami KDPPLKS dalam satu kesatuan secara utuh.
Pada bagian Pendahuluan KDPPLKS, dilakukan penyempurnaan, khususnya mengenai
pemakai dan kebutuhan informasi, paradigma transaksi syariah, asas transaksi syariah, dan
karakteristik transaksi syariah. Pada bagian Tujuan Laporan Keuangan terdapat tambahan
tujuan selain yang diatur dalam KDPPLK, yaitu tujuan laporan keuangan yang terkait dengan:
1. pemberian informasi dan peningkatan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah; dan
2. pemberian informasi pemenuhan kewajiban fungsi sosial entitas syariah.

Pada bagian Asumsi Dasar, selain diatur asumsi “dasar akrual” dan “kelangsungan usaha
(going concern)”, juga diatur bahwa penentuan bagi hasil harus didasarkan pada dasar kas.
Pendapatan atau hasil yang dimaksud ditentukan dari laba bruto (gross profit). Sementara itu,
bagian Unsur-Unsur Laporan Keuangan mengatur antara lain hal-hal sebagai berikut.
1. Komponen laporan keuangan entitas syariah meliputi komponen laporan keuangan yang
mencerminkan antara lain kegiatan komersial, kegiatan sosial, serta kegiatan dan tanggung
jawab khusus entitas syariah.
2. Unsur neraca entitas syariah terdiri dari aset, kewajiban, dana syirkah temporer, dan
ekuitas.
3. Unsur kinerja terdiri dari penghasilan, beban, dan hak pihak ketiga atas bagi hasil. Hak
pihak ketiga atas bagi hasil bukan unsur beban walaupun secara perhitungan dikurangkan
dalam penentuan laba entitas.

Bagian Pengukuran Unsur mengatur bahwa dasar pengukuran unsur dalam laporan
keuangan syariah yang dapat digunakan adalah biaya historis, biaya kini, dan nilai realisasi/
penyelesaian.

76
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah

Tujuan dan Peranan Kerangka Dasar Penyusunan dan


Penyajian Laporan Keuangan Syariah

Berdasarkan KDPPLKS paragraf 1, disebutkan bahwa KDPPLKS bertujuan dijadikan sebagai


acuan bagi berbagai pihak, antara lain:
1. penyusun standar akuntansi keuangan syariah dalam pelaksanaan tugasnya membuat
standar;
2. penyusun laporan keuangan untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum
diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah;
3. auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum;
4. para pemakai laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.

Wiroso, yang juga anggota DSAS-IAI, menggambarkan bangun prinsip akuntansi syariah
yang berlaku umum di Indonesia adalah sebagaimana pada Figur 5.1 (Wiroso, 2011). Menurut
beliau, setiap landasan dibawahnya menjadi landasan bagi lapisan diatasnya. Sekiranya terjadi
pertentangan maka auditor harus mengikuti perlakuan akuntansi yang diatur pada lapisan yang
terletak lebih di bawah. Dijelaskan lebih lanjut, akuntansi syariah memiliki landasan utama yakni
yang bersumber pada Alqur’an, hadist dan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh yang berhak
yaitu Dewan Syariah Nasional. Salah satu implikasi kesesuaian dengan syariah ini adalah tidak
digunakannya konsep pengukuran present value sebagaimana yang biasa diterapkan secara
umum dalam akuntansi konvensional (KDPPLK paragraf 100 butir d)

Figur 5.1 Bangun Prinsip Akuntansi Syariah


Kerangka
Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum
untuk Entitas Syariah di Indonesia
Praktik, konvensi, dan kebiasaan
Buku teks/ajar, simpulan riset, artikel,
Tingkat 3 pelaporan yang sehat sesuai dengan
dan pendapat ahli
syariah
Landasan SAK Peraturan Pedoman atau
Operasional atau Internasional/ pemerintah praktik akuntansi
Tingkat 2 Buletin Teknis
Landasan Praktik negara lain yang untuk industri industri (kajian
sesuai syariah (regulasi) asosiasi syariah)

Tingkat 1 PSAK & ISAK Syariah PSAK & ISAK umum yang sesuai syariah

LANDASAN KONSEPTUAL KDPPLK SYARIAH

FATWA SYARIAH

LANDASAN SYARIAH AL HADITS

Al QUR’AN

Sumber: Wiroso (2011)

77
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Aspek yang Terkait dengan Transaksi Syariah dan Pemakai


Laporan Keuangan Syariah

Paradigma Transaksi Syariah


Transaksi syariah berlandaskan pada paradigma bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan
sebagai amanah (kepercayaan Ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia
untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (falah). Paradigma dasar
ini menekankan bahwa setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah
yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan
salahnya aktivitas usaha. Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas
umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi
vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah
yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan
pemangku kepentingan entitas yang melakukan transaksi syariah. Adapun akhlak merupakan
norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk agar hubungan
tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis, dan harmonis (KDPPLKS paragraf 12-14).

Asas Transaksi Syariah


Transaksi syariah berasaskan pada prinsip (1) persaudaraan (ukhuwah); (2) keadilan (’adalah);
(3) kemaslahatan (maslahah); (4) keseimbangan (tawazun); dan (5) universalisme (syumuliyah).
Prinsip ukhuwah berarti bahwa transaksi yang diadakan merupakan bentuk interaksi sosial dan
harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling
tolong-menolong. Ukhuwah dalam transaksi syariah melingkupi berbagai aspek, yaitu saling
mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin
(takaful), dan saling bersinergi (tahaluf) (KDPPLKS paragraf 16).
Prinsip ’adalah mengandung arti menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan
sesuatu pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Implementasi keadilan
dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang unsur riba, dzulm,
maysir, gharar, ihtikar, najasy, risywah, ta’alluq, dan penggunaan unsur haram dalam barang,
jasa, maupun dalam aktivitas operasi (KDPPLKS paragraf 17).
Prinsip maslahah berarti bahwa transaksi syariah haruslah merupakan segala bentuk
kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta
individual dan kolektif. Kemaslahatan harus memenuhi dua unsur, yaitu halal (sesuai dengan
syariah) dan thayyib (bermanfaat dan membawa kebaikan). Transaksi syariah yang dianggap
maslahah harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan
syariah (maqasid syariah), yaitu pemeliharaan terhadap agama (dien), akal (aql), keturunan
(nasl), jiwa (nafs), dan harta benda (mal) (KDPPLKS paragraf 23).
Prinsip tawazun maksudnya adalah transaksi harus memperhatikan keseimbangan aspek
material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan riil, bisnis dan sosial, serta
keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Prinsip keseimbangan menekankan bahwa
manfaat yang didapat dari transaksi syariah tidak hanya difokuskan pada pemegang saham,

78
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah

melainkan pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi
(KDPPLKS paragraf 24).
Prinsip syumuliah artinya adalah transaksi syariah dapat dilakukan oleh, dengan, dan
untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama,
ras, dan golongan sesuai dengan semangat rahmatan lil ’alamin (KDPPLKS paragraf 25).

Karakteristik Transaksi Syariah


Transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun aktivitas
sosial yang bersifat non-komersial. Transaksi syariah komersial dapat berupa investasi untuk
mendapatkan bagi hasil, jual beli barang untuk mendapatkan laba, dan/atau pemberian layanan
jasa untuk mendapatkan imbalan. Adapun transaksi syariah non-komersial dapat dilakukan
dengan berupa pemberian pinjaman atau talangan (qardh), penghimpunan dan penyaluran
dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah (KDPPLKS paragraf 27-29). Kedua
jenis transaksi tersebut harus memenuhi persyaratan syariah, yaitu terbebas dari hal-hal yang
dilarang seperti terbebas dari unsur riba, zulm, maysir, gharar, haram, ihtikar, ta’alluq, dan
lainnya (pembahasan detail tentang topik ini dapat dilihat pada Bab 3) .

Pemakai Laporan Keuangan Syariah


Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial; pemilik dana qardh;
pemilik dana pembiayaan mudharabah; pemilik dana titipan; pembayar dan penerima zakat, infak,
sedekah, dan wakaf; pengawas syariah; karyawan; pemasok dan mitra usaha lainnya; pelanggan;
pemerintah; serta lembaga-lembaganya dan masyarakat. Para pemakai tersebut menggunakan
laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda. Berikut akan dibahas
kebutuhan informasi bagi masing-masing pemakai laporan keuangan (KDPPLKS paragraf 9).
1. Investor sekarang dan investor potensial. Investor adalah pihak yang menanamkan dananya
untuk memiliki usaha yang ada atau yang akan dilaksanakan. Biasanya, bukti kepemilikan
diwujudkan dalam bentuk surat saham. Investor sekarang adalah orang atau institusi
yang telah memiliki surat saham suatu perusahaan, sedangkan investor potensial adalah
orang atau institusi yang hendak membeli surat saham suatu perusahaan. Baik investor
sekarang maupun investor potensial berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil
dari investasi yang sedang atau akan dilakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk
membantu menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut.
Investor juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka menilai kemampuan
entitas syariah untuk membagikan dividen.
2. Pemberi dana qardh. Pemberi dana qardh merupakan individu atau institusi yang
memberikan pinjaman kepada entitas syariah dengan menggunakan skema qardh, yaitu
pinjaman dengan pengembalian sejumlah uang yang sama dengan yang dipinjam. Pemberi
dana qardh membutuhkan informasi yang memungkinkan mereka untuk menyimpulkan
apakah dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
3. Pemilik dana syirkah temporer. Pemilik dana syirkah temporer adalah individu atau
institusi yang menginvestasikan dananya pada entitas syariah secara temporer dengan
menggunakan skema bagi hasil. Pemilik dana syirkah temporer berkepentingan dengan

79
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk mengetahui tingkat keamanan


dan keuntungan dana yang diinvestasikan pada entitas syariah. Informasi tersebut dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk menarik, mempertahankan, atau
menambah dana yang diinvestasikan.
4. Pemilik dana titipan. Pemilik dana titipan adalah individu atau institusi yang menitipkan
dananya di entitas syariah dengan skema wadiah atau penitipan tanpa adanya kewajiban
bagi yang dititipi untuk memberikan tambahan kepada penitip. Pemilik dana titipan
membutuhkan informasi keuangan untuk memungkinkan mereka mengetahui apakah
dana titipan dapat diambil setiap saat.
5. Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Pembayar dan penerima
zakat, infak, sedekah, dan wakaf berkepentingan dengan informasi mengenai sumber dan
penyaluran dana tersebut.
6. Pengawas syariah. Pengawas syariah adalah orang yang ditugaskan oleh Dewan Syariah
Nasional untuk mengawasi kepatuhan suatu entitas syariah terhadap prinsip syariah.
Pengawas syariah memerlukan informasi keuangan untuk mengevaluasi kesesuaian produk
dan sistem operasi entitas syariah terhadap prinsip syariah.
7. Karyawan. Karyawan dalam hal ini adalah individu yang bekerja pada entitas syariah
atau kelompok-kelompok yang mewakili kepentingan mereka dalam hubungannya dengan
entitas syariah. Karyawan memerlukan informasi keuangan untuk memungkinkan mereka
menilai kemampuan entitas syariah dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan
kesempatan kerja.
8. Pemasok dan mitra usaha lainnya. Pemasok dan mitra usaha lainnya tertarik dengan
informasi yang memungkinkan mereka menilai apakah jumlah yang terutang akan dibayar
pada saat jatuh tempo.
9. Pelanggan. Pelanggan memerlukan informasi untuk menilai kelangsungan hidup entitas
syariah, terutama jika mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang.
10. Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga di bawah kekuasaannya berkepentingan
dengan alokasi sumber daya dan aktivitas entitas syariah. Mereka memerlukan informasi
tersebut untuk mengatur aktivitas entitas syariah, menetapkan kebijakan pajak, serta
sebagai dasar menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
11. Masyarakat. Informasi keuangan yang disediakan entitas syariah akan memungkinkan
masyarakat menilai kontribusi entitas syariah pada perekonomian nasional, termasuk
jumlah orang yang dipekerjakan.

Tujuan Laporan Keuangan

Berdasarkan paragraf 30 KDPPLKS, dinyatakan bahwa tujuan laporan keuangan menurut


KDPPLKS adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi. Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai berikut.

80
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah

1. meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan
usaha;
2. informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset,
kewajiban, pendapatan, dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada, serta
bagaimana perolehan dan penggunaannya;
3. informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah
terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat
keuntungan yang layak; dan
4. informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan
pemilik dana syirkah temporer serta informasi mengenai pemenuhan kewajiban fungsi
sosial entitas syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan
wakaf.

Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship)
atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai
ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian
agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi. Keputusan ini mungkin mencakup misalnya
keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam entitas syariah atau keputusan
untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen (KDPPLKS paragraf 32).

Asumsi Dasar

Ada dua asumsi dasar penyusunan laporan keuangan entitas syariah, yaitu dasar akrual dan
kelangsungan usaha.

Dasar Akrual
Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar akrual,
pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau
setara kas diterima atau dibayar) serta diungkapkan dalam catatan akuntansi dan dilaporkan
dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun
atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai, tidak hanya transaksi masa lalu
yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas, tetapi juga kewajiban pembayaran kas di
masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan
(KDPPLKS paragraf 41).
Akan tetapi, perhitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha tidaklah

menggunakan dasar akrual, melainkan menggunakan dasar kas. Dalam pembagian hasil
usaha, disebutkan dalam KDPPLKS paragraf 42, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah
laba bruto.

81
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Kelangsungan Usaha
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah dan
akan melanjutkan usahanya di masa depan. Oleh karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak
bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya
(KDPPLKS paragraf 43).

Karakteristik Kualitatif Informasi Keuangan Syariah

Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan
berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu dapat dipahami,
relevan, andal, dan dapat diperbandingkan.

Dapat Dipahami
Maksud karakteristik dapat dipahami adalah pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan
yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis dengan ketekunan yang wajar. Namun
demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak
dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk
dapat dipahami oleh pemakai tertentu (KDPPLKS paragraf 45).

Relevan
Maksud karakteristik relevan adalah memiliki kemampuan untuk memengaruhi keputusan
ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi masa lalu, masa kini, atau masa
depan dengan menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu (KDPPLKS
paragraf 46).

Andal
Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan
material, dan disajikan secara jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar
diharapkan dapat disajikan (KDPPLKS paragraf 52).

Dapat Dibandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan entitas syariah antarperiode
untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus
dapat memperbandingkan laporan keuangan antarentitas syariah untuk mengevaluasi posisi
keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran
dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan
secara konsisten untuk entitas syariah tersebut, antarperiode entitas syariah yang sama, dengan
entitas syariah yang berbeda maupun dengan entitas lain (KDPPLKS paragraf 60).

82
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah

Konsistensi dalam pengukuran dan penyajian tidak berarti penyusun standar tidak dapat
memperkenalkan standar akuntansi keuangan syariah yang lebih baik. Demikian pula dengan
entitas syariah, tidak perlu meneruskan kebijakan akuntansi yang tidak lagi selaras dengan
karakteristik kualitatif relevan dan andal. Entitas syariah juga tidak perlu mempertahankan
suatu kebijakan akuntansi jika ada alternatif lain yang lebih relevan dan lebih andal (KDPPLKS
paragraf 62).
Agar dapat dibandingkan, pemakai harus mendapat informasi tentang kebijakan
akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta
pengaruh perubahan tersebut. Para pemakai harus dimungkinkan untuk dapat mengidentifikasi
perbedaan kebijakan akuntansi yang diberlakukan untuk transaksi serta peristiwa lain yang
sama dalam sebuah entitas dari satu periode ke periode dan dalam entitas syariah yang berbeda.
Oleh karena pemakai ingin membandingkan posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi
keuangan antarperiode, maka entitas syariah perlu menyajikan informasi periode sebelumnya
dalam laporan keuangan yang dipublikasikan (KDPPLKS paragraf 63).

Unsur-Unsur Laporan Keuangan

Sesuai dengan karakteristiknya, laporan keuangan entitas syariah antara lain meliputi (KDPPLKS
paragraf 68) komponen-komponen berikut ini.
1. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial. Komponen
ini meliputi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan
perubahan ekuitas.
2. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial. Komponen ini meliputi
laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan.
3. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab
khusus entitas syariah tersebut.

Di antara berbagai laporan keuangan tersebut, laporan posisi keuangan dan laporan laba
rugi merupakan dua laporan keuangan utama. Laporan keuangan lain seperti laporan arus kas,
laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, serta laporan sumber
dan penggunaan dana kebajikan dipengaruhi oleh perubahan yang terdapat pada kedua laporan
keuangan utama.

Laporan Posisi Keuangan


Laporan posisi keuangan atau neraca menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan
peristiwa lain yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristik
ekonominya (KDPPLKS paragraf 69). Berikut adalah format umum neraca bank syariah
dengan mengacu pada lampiran PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah yang
diterbitkan IAI tahun 2007.

83
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tabel 5.1 Format Neraca Bank Syariah PT Bank Syariah “X” Laporan Posisi Keuangan
(Neraca) per 31 Desember 20X2 dan 20X1

POS-POS 20X2 20X1 POS-POS 20X2 20X1


ASET LIABILITAS
Kas xxxx xxxx Liabilitas segera xxxx xxxx
Penempatan pada Bank Indonesia xxxx xxxx Bagi hasil yang belum dibagikan xxxx xxxx
Giro pada bank lain xxxx xxxx Simpanan wadiah xxxx xxxx
Penempatan pada bank lain xxxx xxxx Simpanan dari bank lain xxxx xxxx
Investasi pada efek/surat berharga xxxx xxxx Hutang
Utang
Piutang HutangSalam
Utang Salam xxxx xxxx
Piutang Murabahah xxxx xxxx HutangIstishna’
Utang Istishna' xxxx xxxx
Piutang Salam xxxx xxxx Liabilitas pada bank lain xxxx xxxx
Piutang Istishna xxxx xxxx Pembiayaan yang diterima xxxx xxxx
Piutang Pendapatan Ijarah xxxx xxxx Hutang pajak xxxx xxxx
Pembiayaan Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi xxxx xxxx
Pembiayaan Mudharabah xxxx xxxx Pinjaman wadiah yang diterima xxxx xxxx
Pembiayaan Musyarakah xxxx xxxx Liabilitas lainnya xxxx xxxx
Pinjaman qardh xxxx xxxx Pinjaman subordinasi xxxx xxxx
Persediaan (aset untuk dijual kembali) xxxx xxxx Jumlah Liabilitas xxxx xxxx
Aset yang diperoleh untuk Ijarah xxxx xxxx Dana Syirkah Temporer
Aset Istishna dalam penyelesaian xxxx xxxx Dana syirkah temporer dari bukan bank
Penyertaan pada entitas lain xxxx xxxx Tabungan Mudharabah xxxx xxxx
Aset pajak tangguhan xxxx xxxx Deposito Mudharabah xxxx xxxx
Aset tetap dan akumulasi penyusutan xxxx xxxx Dana syirkah temporer dari bank
Aset lainnya xxxx xxxx Tabungan Mudharabah xxxx xxxx
Deposito Mudharabah xxxx xxxx
Musyarakah xxxx xxxx
Jumlah Dana Syirkah Temporer xxxx xxxx
Ekuitas
Modal disetor xxxx xxxx
Tambahan modal disetor xxxx xxxx
Saldo laba (rugi) xxxx xxxx
Jumlah Ekuitas xxxx xxxx

Jumlah Aset xxxx xxxx Jumlah Liabilitas, Dana Syirkah Temporer & Ekuitas xxxx xxxx

84
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah

Unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban,
dana syirkah temporer, dan ekuitas (KDPPLKS paragraf 71).
1. Aset. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan memiliki manfaat ekonomi masa depan bagi entitas syariah.
Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset dapat mengalir ke dalam entitas
syariah dengan beberapa cara, misalnya (KDPPLKS paragraf 77): digunakan sendiri
maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan jasa yang dijual oleh entitas
syariah; dipertukarkan dengan aset lain yang diperlukan; digunakan untuk menyelesaikan
kewajiban; atau dibagikan kepada para pemilik entitas syariah.
2. Kewajiban. Kewajiban adalah utang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa
masa lalu, yang penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber
daya entitas syariah yang mengandung manfaat ekonomi. Penyelesaian kewajiban yang
ada sekarang dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain (KDPPLKS paragraf 84):
pembayaran kas; penyerahan aset lain; pemberian jasa; penggantian kewajiban tersebut
dengan kewajiban lain; serta konversi kewajiban menjadi ekuitas. Kewajiban juga dapat
dihapuskan dengan cara lain, seperti kreditur membebaskan atau membatalkan haknya.
3. Dana syirkah temporer. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi
dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya, yang mana entitas syariah
mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian
hasil investasi berdasarkan kesepakatan. Contoh dana syirkah temporer adalah dana dari
pembiayaan mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, musyarakat, dan akun
lain yang sejenis. Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban karena
entitas syariah tidak berkewajiban, ketika mengalami kerugian, untuk mengembalikan
jumlah dana awal dari pemilik dana kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi entitas
syariah. Dana syirkah temporer juga tidak bisa dikategorikan sebagai ekuitas karena
mempunyai waktu jatuh tempo dan pemilik dana tidak mempunyai hak kepemilikan yang
sama dengan pemegang saham seperti hak voting dan hak atas realisasi keuntungan yang
berasal dari aset lancar dan non-investasi (KDPPLKS paragraf 87-88).
4. Ekuitas. Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua
kewajiban dan dana syirkah temporer. Ekuitas dapat berupa setoran modal oleh para
penanam saham, saldo laba, dan penyisihan saldo laba (KDPPLKS paragraf 92).

Laporan Laba Rugi


Laporan laba rugi merupakan ukuran kinerja entitas syariah yang juga merupakan dasar
bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi atau penghasilan per saham. Berikut adalah
format umum laporan laba rugi yang mengacu pada Penyajian Laporan Keuangan Syariah dan
KDPPLKS yang diterbitkan IAI tahun 2007.

85
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tabel 5.2 Format Laporan Laba Rugi Bank Syariah PT Bank Syariah “X” Laporan Laba Rugi
Periode 1 Januari s.d. 31 Desember 20X2 dan 20X1

POS-POS 20X2 20X1


PENDAPATAN
Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank sebagai Mudharib
Pendapatan dari jual beli:
Pendapatan margin
marjin murabahah
murabahah xxxx xxxx
Pendapatan neto
bersih salam
salam xxxx xxxx
Pendapatan neto
bersih istishna'
istishna’ xxxx xxxx
neto
Pendapatan sewa - bersih:
neto ijarah
Pendapatan bersih ijarah xxxx xxxx
Pendapatan dari bagi hasil
Pendapatan bagi hasil mudharabah xxxx xxxx
Pendapatan bagi hasil musyarakah xxxx xxxx
Pendapatan usaha utama lainnya xxxx xxxx
Jumlah Pendapatan Pengelola Dana oleh Bank
sebagai Mudharib xxxx xxxx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil (xxxx) (xxxx)
Hak bagi hasil milik bank xxxx xxxx
Pendapatan usaha lainnya
Pendapatan imbalan jasa perbankan xxxx xxxx
Pendapatan imbalan investasi terikat xxxx xxxx
Jumlah Pendapatan Usaha Lainnya xxxx xxxx
Beban Usaha
Beban kepegawaian (xxxx) (xxxx)
Beban administrasi dan umum (xxxx) (xxxx)
Beban penyusutan dan amortisasi (xxxx) (xxxx)
Beban penyisihan kerugian aktiva produktif
aset produktif (xxxx) (xxxx)
Beban estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi (xxxx) (xxxx)
Beban bonus giro wadiah (xxxx) (xxxx)
Beban lain-lain (xxxx) (xxxx)
Jumlah Beban Usaha (xxxx) (xxxx)
Laba (Rugi) Usaha xxxx xxxx
Pendapatan dan Beban Nonusaha
Pendapatan nonusaha xxxx xxxx
Jumlah Pendapatan (Beban) Nonusaha xxxx xxxx
Jumlah Pendapatan (Beban) Nonusaha xxxx xxxx
Laba (Rugi) Sebelum Pajak xxxx xxxx
Beban Pajak (xxxx) (xxxx)
Zakat* (xxxx) (xxxx)
Laba (Rugi) Bersih
Neto Periode Berjalan
Periode Berjalan xxxx xxxx

* Berdasarkan hasil konsultasi dengan Dewan Syariah Nasional, IAI tidak memasukkan zakat dalam laporan laba rugi, karena
menurut DSN pembayaran zakat merupakan kewajiban individu Muslim dalam suatu entitas dan bukan merupakan
kewajiban entitas. Pandangan ini menurut penulis merupakan suatu yang masih diperdebatkan, mengingat zakat
perniagaan merupakan salah satu jenis zakat yang juga disepakati ulama. Selain itu, kaidah zakat banyak diacu oleh pakar
akuntansi syariah dalam upaya pengembangan akuntansi syariah. Dengan demikian, penulis memandang pencantuman
akun zakat dalam laporan laba rugi sangatlah relevan bagi setiap entitas syariah.

86
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah

Unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran laba adalah penghasilan, beban, dan hak
pihak ketiga atas bagi hasil. Berikut akan dibahas ketiga unsur tersebut, ditambah dengan
unsur zakat yang menurut pandangan penulis relevan untuk dimasukkan sebagai unsur yang
keempat.
1. Penghasilan. Penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban
yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal
(KDPPLKS paragraf 97).
2. Beban. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam
bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan
penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian pada penanam modal (KDPPLKS
paragraf 97).
3. Hak pihak ketiga atas bagi hasil. Hak pihak ketiga atas bagi hasil adalah bagian bagi
hasil pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah
dalam suatu periode laporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan
alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan
bersama dengan entitas syariah. Oleh karena itu, hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa
dikelompokkan sebagai beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi) (KDPPLKS
paragraf 107).
4. Zakat. Zakat adalah besarnya zakat yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk
periode akuntansi penghitungan zakat. Pembahasan tentang zakat entitas syariah sangat
terbatas dalam KDPPLKS. Aspek zakat hanya muncul pada bahasan tentang laporan dana
zakat yang dikelola oleh entitas syariah sebagai amil zakat. Dalam literatur akuntansi
syariah, kepatuhan entitas syariah dalam menghitung dan membayar zakat merupakan
salah satu bentuk kepatuhan entitas tersebut pada syariah Islam. Dengan demikian, dengan
adanya kebutuhan untuk mengevaluasi kepatuhan bank syariah dalam penghitungan dan
pembayaran zakat, semestinya rekening zakat yang harus dikeluarkan oleh bank syariah
merupakan rekening utama yang mesti muncul dalam laporan laba rugi bank syariah.
Konsisten dengan konsep akrual dalam laporan laba rugi, semestinya zakat juga diakui
dengan menggunakan dasar akrual dan bukan dasar kas seperti yang pernah dipraktikkan
oleh industri perbankan syariah.

Laporan Perubahan Ekuitas


Perubahan ekuitas entitas syariah menggambarkan peningkatan atau penurunan aset neto
atau kekayaan selama periode bersangkutan. Suatu entitas syariah harus menyajikan laporan
perubahan ekuitas sebagai komponen utama laporan keuangan (PSAK 101 paragraf 67).
Laporan perubahan ekuitas harus menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
1. Laba atau rugi neto periode yang bersangkutan.
2. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya yang
berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam ekuitas.
3. Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan
mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait.
4. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik.
5. Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya.
6. Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agis, serta cadangan
pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.

87
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Laporan Arus Kas


Laporan arus kas disusun berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam PSAK terkait.

Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil


Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 17.1) Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil adalah
laporan yang menyajikan rekonsiliasi antara pendapatan Bank yang menggunakan dasar
akrual dengan pendapatan dibagihasilkan kepada pemilik dana yang menggunakan dasar kas.
Latar belakang adanya laporan ini adalah karena adanya perbedaan dasar pengakuan antara
pendapatan yang diterima Bank dengan pendapatan yang dibagihasilkan.
Dalam Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil, Bank menyajikan:
a. pendapatan usaha utama, dasar akrual;
b. penyesuaian atas:
i. dikurangi dengan pendapatan usaha utama periode berjalan yang kas atau setara
kasnya belum diterima;
ii. ditambah dengan pendapatan usaha utama periode sebelumnya yang kas atau setara
kasnya diterima di periode berjalan;
c. pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil.
d. bagian Bank atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil;
e. bagian pemilik dana atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil.

Berikut contoh laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil

PT BANK SYARIAH ‘X’


LAPORAN REKONSILIASI PENDAPATAN DAN BAGI HASIL
Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal
31 Desember 2012 dan 2011
2012 2011
Pendapatan usaha utama (akrual) xxxx xxxx
Pengurang:
Pendapatan tahun berjalan yang kas
atau setara kasnya belum diterima:
Pendapatan keuntungan murabahah xxxx xxxx
Pendapatan sukuk negara dan perusahaan xxxx xxxx
Pendapatan sewa ijarah xxxx xxxx
Pendapatan Sertifikat Bank Indonesia Syariah xxxx xxxx
Jumlah pengurang xxxx xxxx

88
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah

Penambah:
Pendapatan tahun sebelumnya yang
kasnya diterima pada tahun berjalan:
Penerimaan pelunasan piutang:
Keuntungan murabahah xxxx xxxx
Pendapatan sewa ijarah xxxx xxxx
Pendapatan Sertifikat Bank Indonesia Syariah xxxx xxxx
Pendapatan sukuk negara dan perusahaan xxxx xxxx
Jumlah penambah xxxx xxxx
Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil
Bagi hasil yang menjadi hak Bank xxxx xxxx
Bagi hasil yang menjadi hak pemilik dana xxxx xxxx
Bagi hasil yang menjadi hak pemilik
dana dirinci atas:
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang
sudah didistribusikan xxxx xxxx
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang
belum didistribusikan xxxx xxxx

Pada Bab 15 buku ini akan dibahas secara detail teknis perhitungan bagi hasil.

Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat


Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat merupakan salah satu komponen utama laporan
keuangan yang harus disajikan oleh entitas syariah (PSAK 101 paragraf 70). Unsur dasar Laporan
Sumber dan Penggunaan Dana Zakat meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu
jangka waktu, serta saldo dana zakat yang menunjukkan dana zakat yang belum disalurkan
pada tanggal tertentu. Secara khusus, laporan ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
1. Dana zakat yang berasal dari wajib zakat (muzakki), yaitu:
a. zakat dari dalam entitas syariah, dan
b. zakat dari pihak luar entitas syariah.
2. Penggunaan zakat melalui lembaga amil zakat untuk:
a. fakir,
b. miskin,
c. riqab,
d. gharim (orang yang terlilit utang),
e. muallaf,
f. fiisabilillah,
g. ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan), dan
h. amil.
3. Kenaikan dan penurunan dana zakat.
4. Saldo awal dana zakat.
5. Saldo akhir dana zakat.

89
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan


Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
1. Sumber dana kebajikan yang berasal dari penerimaan, yaitu:
a. infak,
b. sedekah,
c. hasil pengelolaan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,
d. pengembalian dana kebajikan produktif,
e. denda, dan
f. pendapatan non-halal.
2. Penggunaan dana kebajikan untuk:
a. dana kebajikan produktif;
b. sumbangan; dan
c. penggunaan lainnya untuk kepentingan umum.
d. kenaikan atau penurunan sumber dana kebajikan;
e. saldo awal dana penggunaan dana kebajikan; dan
f. saldo akhir dana penggunaan dana kebajikan

Penerimaan dana kebajikan oleh entitas syariah diakui sebagai kewajiban paling likuid dan
diakui sebagai pengurang kewajiban ketika disalurkan (PSAK 101 paragraf 77). Penerimaan non-
halal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, antara
lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank umum konvensional. Penerimaan
non-halal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh
entitas syariah karena secara prinsip dilarang oleh syariah.

Pengakuan dan Pengukuran Unsur-Unsur Laporan Keuangan

Pengakuan Unsur-Unsur Laporan Keuangan


Pengakuan unsur laporan keuangan merupakan proses pembentukan pos yang memenuhi
definisi unsur serta kriteria pengakuan dalam neraca atau laporan laba rugi. Pengakuan
dilakukan dengan menyatakan pos tersebut baik dalam kata-kata maupun dalam jumlah uang
dan mencantumkannya ke neraca atau laporan laba rugi. Pos yang memenuhi kriteria tersebut
harus diakui dalam neraca atau laporan laba rugi. Pos yang memenuhi suatu unsur harus diakui
jika ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan
mengalir dari atau ke dalam entitas syariah dan pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang
dapat diukur secara andal (KDPPLKS paragraf 109-110).
Dalam mengkaji apakah suatu pos memenuhi kriteria ini dan karenanya memenuhi syarat
untuk diakui dalam laporan laba rugi, perlu dipertimbangkan aspek materialitas (KDPPLKS
paragraf 111). Informasi dipandang material jika kelalaian mencantumkan atau kesalahan dalam
mencatat informasi tersebut dapat memengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas
dasar laporan keuangan. Berikut akan dibahas pengakuan masing-masing unsur utama laporan
keuangan berupa pengakuan aset, kewajiban, dana syirkah temporer, penghasilan, dan beban.

90
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah

1. Pengakuan aset. Aset diakui dalam neraca jika besar kemungkinan bahwa manfaat
ekonominya di masa depan diperoleh entitas syariah dan aset tersebut mempunyai nilai atau
biaya yang dapat diukur dengan andal. Aset tidak diakui dalam neraca jika pengeluaran
telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin mengalir ke dalam entitas
syariah setelah periode akuntansi berjalan (KDPPLKS paragraf 116–117).
2. Pengakuan kewajiban. Kewajiban diakui dalam neraca jika besar kemungkinan bahwa
pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk
menyelesaikan kewajiban sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur secara
andal (KDPPLKS paragraf 118).
3. Pengakuan dana syirkah temporer. Pengakuan dana syirkah temporer dalam neraca
hanya dilakukan jika entitas syariah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana
yang diterima melalui pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi dan
jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur secara andal. Jumlah dana syirkah temporer
dapat berubah sesuai dengan hasil dari investasinya (KDPPLKS paragraf 119).
4. Pengakuan penghasilan. Pengakuan penghasilan diakui dalam laporan laba rugi jika
kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aset atau
penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara andal. Ini berarti pengakuan
penghasilan terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan aset atau penurunan kewajiban.
Kriteria yang ditetapkan dalam pengakuan penghasilan adalah penghasilan tersebut telah
diperoleh. Prosedur ini dimaksudkan untuk membatasi pengakuan penghasilan pada pos-
pos yang dapat diukur secara andal dan memiliki derajat kepastian yang cukup (KDPPLKS
paragraf 120–121).
5. Pengakuan beban. Beban diakui dalam laporan laba rugi jika penurunan manfaat
ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban
telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti bahwa pengakuan beban terjadi
bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aset. Beban diakui
dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul dan pos
penghasilan tertentu yang diperoleh. Prinsip ini biasanya disebut dengan pengaitan biaya
dengan pendapatan (matching costs with revenue). Beban segera diakui dalam laporan laba
rugi jika pengeluaran tidak menghasilkan manfaat ekonomi masa depan atau sepanjang
manfaat ekonomi masa depan tidak memenuhi syarat untuk diakui dalam neraca sebagai
aset. Beban juga diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa adanya
pengakuan aset, seperti apabila timbul kewajiban akibat garansi produk (KDPPLKS
paragraf 122–123).

Pengukuran Unsur-Unsur Laporan Keuangan


Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap
unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi. Proses ini menyangkut pemilihan
dasar pengukuran tertentu dari tiga alternatif, yaitu biaya historis, biaya kini, dan nilai realisasi.
Dasar pengukuran yang umum digunakan entitas syariah dalam penyusunan laporan keuangan
adalah biaya historis. Akan tetapi dalam kondisi tertentu, dasar ini dikombinasikan dengan
dasar pengukuran yang lain, seperti pada penilaian persediaan yang dinyatakan sebesar nilai
terendah dari biaya historis atau nilai realisasi neto, sedang akuntansi dana pensiun menilai aset
tertentu berdasarkan nilai wajar (fair value) (KDPPLKS paragraf 129).

91
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Untuk memenuhi kriteria relevansi suatu informasi, entitas syariah dapat merevaluasi
nilai aset, kewajiban, dan dana syirkah temporer secara periodik dengan syarat harus terjamin
keandalannya. Akan tetapi, penggunaan konsep pengukuran nilai realisasi tidak mudah
diterapkan dalam kondisi sekarang. Penggunaan konsep nilai realisasi dapat diterapkan untuk
tujuan penyajian informasi tambahan yang relevan dengan suatu akun investasi yang telah
ada atau yang prospektif. Kendati demikian, penyajian informasi tambahan tersebut tidak
mewajibkan entitas syariah untuk mendistribusikan hasil investasi yang belum terealisasi
(KDPPLKS paragraf 131).

Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera
dalam laporan keuangan utama. Catatan atas laporan keuangan suatu entitas syariah harus
mengungkapkan hal-hal sebagai berikut.
1. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang
dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting.
2. Informasi yang diwajibkan dalam PSAK, tetapi tidak disajikan dalam Neraca, Laporan Laba
Rugi, Laporan Arus Kas; Laporan Perubahan Ekuitas; Laporan sumber dan Penggunaan
Dana Zakat; dan Laporan Penggunaan Dana Kebajikan.
3. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan, tetapi diperlukan
dalam rangka penyajian secara wajar.

Dalam rangka membantu pengguna laporan memahami laporan keuangan dan


membandingkannya dengan laporan keuangan entitas syariah lain, Catatan atas Laporan
Keuangan umumnya disajikan dengan urutan sebagai berikut.
1. Pengungkapan mengenai dasar pengukuran dan kebijakan akuntansi yang diterapkan.
2. Informasi pendukung pos-pos laporan keuangan sesuai urutan sebagaimana pos-pos
tersebut disajikan dalam laporan keuangan dan urutan penyajian komponen laporan
keuangan.
3. Pengungkapan lain termasuk kontijensi, komitmen, dan pengungkapan keuangan lainnya
serta pengungkapan yang bersifat non-keuangan.

92
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah

Referensi

DSAK IAI. 2007. “Kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah”. Jakarta: IAI
dan Penerbit Salemba.
DSAK IAI. 2007. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
Wiroso 2011. “Akuntansi Transaksi Syariah”. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.

Soal-Soal Latihan

1. Jelaskan tujuan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah
bagi penyusun standar, penyusun laporan keuangan, auditor, dan para pemakai laporan
keuangan.
2. Uraikan maksud paradigma transaksi syariah.
3. Jelaskan yang dimaksud dengan asas ukhuwah, ’adalah, mashlahah, tawazun, dan
syumuliyah beserta kaitannya dengan akuntansi.
4. Transaksi syariah dapat berupa komersial dan non-komersial, jelaskan kedua bentuk
transaksi tersebut.
5. Sebutkanlah pihak-pihak yang membutuhkan laporan keuangan.
6. Bandingkan laporan keuangan suatu bank syariah dengan suatu bank konvensional
(usahakan yang pemiliknya sama, misal Bank Mandiri dengan Bank Syariah Mandiri),
identifikasi perbedaan yang ada dari segi laporan yang disampaikan maupun akun yang
digunakan! Tunjukkan perbedaan tersebut dengan screen shoot file pdf laporan masing-
masing bank dan ulaslah perbedaan tersebut berdasarkan karakteristik bank masing-
masing!
7. Jelaskan yang dimaksud dengan pemilik dana syirkah temporer dan informasi apakah yang
diperlukannya dari laporan keuangan.
8. Jelaskan yang dimaksud dengan pemilik dana titipan dan informasi apakah yang
diperlukannya dari laporan keuangan.
9. Jelaskan informasi yang diperlukan oleh pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah,
dan wakaf.
10. Jelaskan kepentingan pengawas syariah terhadap laporan keuangan perusahaan.
11. Apakah tujuan utama dan tujuan lain laporan keuangan syariah?
12. Apakah yang dimaksud dengan asumsi dasar akrual?
13. Apakah yang dimaksud dengan asumsi kelangsungan usaha?
14. Jelaskan empat karakteristik kualitatif informasi keuangan syariah.
15. Dalam bentuk apakah manfaat ekonomi masa depan dalam suatu aset mengalir dalam
entitas syariah?

93
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

16. Dengan cara apakah penyelesaian kewajiban suatu entitas syariah dapat dilakukan di masa
depan?
17. Apakah yang dimaksud dengan dana syirkah temporer?
18. Sebutkan beberapa contoh dana syirkah temporer.
19. Kenapa dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban maupun
ekuitas?
20. Jelaskan yang dimaksud dengan penghasilan, beban, dan hak pihak ketiga atas bagi hasil.
21. Kapankah suatu aset diakui?
22. Kapankah suatu kewajiban diakui?
23. Kapankah dana syirkah temporer diakui?
24. Kapankah suatu penghasilan diakui?
25. Kapankah suatu beban diakui?

94
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
6. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
7. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
8. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
9. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
10. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

95
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

11. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
12. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
13. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
14. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
15. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
16. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
17. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
18. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
19. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
20. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
21. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

96
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah

22. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
23. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
24. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
25. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

97
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

98
AKUNTANSI
PENGHIMPUNAN DANA 6

Pendahuluan

Bab 6 akan membahas secara khusus tentang akuntansi untuk penghimpunan


dana. Pembahasan diawali dengan bahasan detail tentang ketentuan syariah
terkait skema transaksi yang dibolehkan untuk menghimpun dana. Kemudian,
akan dibahas tentang aplikasi ketentuan syariah tersebut untuk giro, tabungan,
dan deposito, serta dilanjutkan dengan praktik pengakuan dan pengukuran pada
masing-masing transaksi beserta variasi penerapan di lapangan. Relevansi bab
ini adalah sebagai dasar pengetahuan dalam menguasai praktik akuntansi terkait
pengakuan dan pengukuran berbagai transaksi yang terjadi dalam aktivitas
penghimpunan dana oleh bank syariah. Penguasaan teori dan praktik terkait
pengakuan dan pengukuran transaksi penghimpunan sangat penting dikuasai,
mengingat transaksi ini sangat dominan terjadi pada organisasi bank syariah.

99
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Ketentuan Syariah

Penghimpunan dana masyarakat di perbankan syariah menggunakan instrumen yang sama


dengan penghimpunan dana pada perbankan konvensional, yaitu instrumen giro, tabungan, dan
deposito. Ketiga jenis instrumen ini biasa disebut dengan istilah Dana Pihak Ketiga (DPK). Kendati
menggunakan instrumen yang sama, mekanisme kerja masing-masing instrumen penghimpunan
pada bank syariah berbeda dengan instrumen penghimpunan bank konvensional. Perbedaan
mendasar mekanisme kerja instrumen penghimpunan dana syariah terletak pada tidak adanya
bunga yang lazim digunakan oleh bank konvensional dalam memberikan keuntungan kepada
nasabah. Ketentuan tentang larangan haramnya menggunakan mekanisme bunga bagi bank
syariah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) dalam fatwa DSN Nomor 1 tentang
Giro, Nomor 2 tentang Tabungan, dan Nomor 3 tentang Deposito.
Pada masing-masing fatwa tersebut, juga difatwakan mekanisme alternatif yang dibenarkan
prinsip syariah. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 1 Tahun 2000 tentang Giro, disebutkan bahwa
mekanisme giro yang dibenarkan berdasarkan prinsip syariah adalah giro yang berdasarkan
prinsip mudharabah dan wadiah. Selanjutnya, berdasarkan fatwa DSN Nomor 2 Tahun 2000
tentang Tabungan, mekanisme tabungan yang dibenarkan bagi bank syariah adalah tabungan
yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah. Adapun untuk deposito, dinyatakan
dalam fatwa DSN Nomor 3 Tahun 2000, bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito
yang berdasarkan prinsip mudharabah. Oleh karena mekanisme penghimpunan dana pihak
ketiga hanya mengenal dua jenis, yaitu wadiah (titipan) dan mudharabah (bagi hasil), secara
teori pengklasifikasian penghimpunan dana di bank syariah didasarkan pada penghimpunan
berdasarkan wadiah dan penghimpunan berdasarkan mudharabah. Oleh karena buku ini
difokuskan pada kemudahan pemahaman sisi praktiknya, pembahasan akan dilakukan dengan
berdasarkan klasifikasi tabungan, giro, dan deposito.

Tabungan

Tabungan menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Sama halnya dengan giro, mekanisme tabungan yang dibenarkan oleh DSN bagi bank syariah
adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah. Tabungan mudharabah
harus mengikuti ketentuan mudharabah yang ditetapkan DSN, sedang tabungan wadiah harus
mengikuti ketentuan wadiah yang difatwakan DSN. Dalam praktik perbankan syariah di
Indonesia, sebagian besar bank syariah menggunakan skema tabungan mudharabah. Berikut
akan dibahas lebih detail tentang akuntansi tabungan mudharabah terlebih dahulu, kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan tabungan wadiah.

Akuntansi Tabungan Mudharabah


Akuntansi untuk tabungan mudharabah dan penghimpunan dana bentuk lainnya yang
menggunakan akad mudharabah pada dasarnya mengacu pada PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah, khususnya yang terkait dengan akuntansi untuk pengelola dana. Berdasarkan

100
Akuntansi Penghimpunan dana

PSAK 105 paragraf 25, dinyatakan bahwa dana yang diterima dari pemilik dana (nasabah
penabung) dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah
kas atau nilai wajar aset non-kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah
temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.

Transaksi Penambahan Tabungan Mudharabah


Beberapa transaksi terkait tabungan mudharabah dapat mengakibatkan bertambahnya saldo
tabungan mudharabah. Transaksi tersebut antara lain adalah setoran tunai nasabah, transfer
dari kantor cabang lain ke rekening nasabah, transfer dari bank lain ke rekening nasabah, dan
penerimaan bagi hasil mudharabah ke rekening nasabah.
Berikut adalah ilustrasi transaksi yang mengakibatkan bertambahnya rekening tabungan
mudharabah nasabah.

Kasus 6.1 Transaksi Penambahan Saldo Rekening Tabungan Mudharabah

Bank Murni Syariah (BMS) cabang Yogyakarta menerima setoran tunai pembukaan tabungan
02 Jun 20XA
mudharabah atas nama Ursila sebesar Rp3.500.000.

08 Jun 20XA Ursila menerima transfer dari nasabah BMS cabang Solo sebesar Rp500.000.

17 Jun 20XA Ursila menerima kiriman dari nasabah Bank Peduli Syariah (BPS) sebesar Rp1.500.000.

31 Jun 20XA Ursila menerima bagi hasil tabungan mudharabah dari BMS sebesar Rp20.000.

Jurnal untuk transaksi di atas adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/06/XA Db Kas 3.500.000

Kr Tab. mudharabah – Ursila 3.500.000

08/06/XA Db RAK cabang Solo* 500.000

Kr Tab. mudharabah – Ursila 500.000

17/06/XA Db Giro pada Bank Indonesia 1.500.000

Kr Tab. mudharabah – Ursila 1.500.000

31/06/XA Db Hak pihak ketiga atas bagi hasil 20.000

Kr. Tab. mudharabah – Ursila 20.000

* RAK juga dicatat di cabang yang mengirim.

Untuk transaksi yang bersifat transfer antarkantor, dalam praktik perbankan biasa digunakan
rekening sementara dengan nama rekening antarkantor (RAK), seperti dapat dilihat pada jurnal
transaksi tanggal 8 Juni. Adapun untuk transaksi yang melibatkan transaksi antarbank yang
berbeda, biasanya diselesaikan dalam mekanisme yang difasilitasi oleh Bank Indonesia atau
pihak yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Mekanisme ini biasa disebut dengan kliring. Pada
transaksi kliring, semua penerimaan dari atau pembayaran kepada bank lain dilakukan melalui
rekening giro pada Bank Indonesia, seperti yang terlihat pada jurnal transaksi tanggal 17 Juni.
101
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Transaksi Pengurangan Tabungan Mudharabah


Beberapa transaksi yang dapat mengakibatkan berkurangnya saldo tabungan mudharabah
adalah penarikan tunai oleh nasabah, transfer ke rekening lain pada bank yang sama, transfer
kepada nasabah bank lain, serta penarikan biaya administrasi tabungan, pajak, dan lainnya
oleh bank.
Berikut adalah ilustrasi transaksi yang mengakibatkan berkurangnya saldo rekening tabungan
mudharabah nasabah.

Kasus 6.2 Transaksi Pengurangan Saldo Rekening Tabungan Mudharabah

Ursila, nasabah Bank Murni Syariah (BMS) cabang Yogyakarta menarik tunai tabungan
07 Jun 20XA
mudharabah sebesar Rp1.500.000.

Ursila mentransfer sebesar Rp500.000 dari rekeningnya ke rekening tabungan nasabah BMS
11 Jun 20XA
cabang Solo.

Ursila mentransfer sebesar Rp250.000 dari rekeningnya ke rekening giro nasabah Bank Syariah
14 Jun 20XA
Muhammadiyah (BSM).

Potongan tabungan mudharabah Ursila untuk administrasi tabungan sebesar Rp2.000 dan pajak
31 Jun 20XA sebesar Rp4.000 (20% dari bagi hasil yang diterima sebesar Rp20.000 pada transaksi Kasus 6.1 di
atas).

Jurnal untuk transaksi di atas adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

07/06/XA Db Tab. mudharabah – Ursila 1.500.000

Kr Kas 1.500.000

11/06/XA Db Tab. mudharabah – Ursila 500.000

Kr RAK cabang Solo 500.000

14/06/XA Db Tab. mudharabah – Ursila 250.000

Kr Giro pada Bank Indonesia 250.000

31/06/XA Db Tab. mudharabah – Ursila 2.000

Pendapatan administrasi tab. Mudharabah 2.000

Db Tab. mudharabah – Ursila 4.000

Titipan kas negara – pajak tabungan* 4.000


* Pajak PPh Pasal 4 (2) atas bunga atau pendapatan yang dapat disamakan dengan itu (bagi hasil atau bonus dalam
transaksi perbankan syariah) adalah sebesar 20% dan dimasukkan dalam rekening titipan kas negara.

Akuntansi Tabungan Wadiah


Akuntansi tabungan wadiah pada prinsipnya sama dengan akuntansi tabungan mudharabah.
Perbedaan akuntansi tabungan wadiah dengan tabungan mudharabah adalah dalam hal insentif
yang diterima oleh nasabah. Berdasarkan PAPSI 2013, tabungan wadiah diakui sebesar nominal

102
Akuntansi Penghimpunan dana

penyetoran atau penarikan yang dilakukan oleh pemilik rekening. Setoran tabungan wadiah
yang diterima secara tunai diakui pada saat uang diterima. Setoran tabungan wadiah melalui
kliring diakui setelah efektif diterima (hal. 11.2).
Insentif yang diberikan kepada nasabah tabungan mudharabah disebut dengan hak pihak
ketiga atas bagi hasil yang dihitung dalam persentase tertentu yang harus dibayar oleh bank secara
periodik sesuai dengan tingkat keuntungan bank syariah. Adapun nasabah tabungan wadiah,
menerima insentif dalam bentuk bonus wadiah1 yang bersifat sukarela dan tidak disyaratkan
di muka, Berdasarkan PAPSI 2013, pemberian bonus atas simpanan kepada nasabah diakui
sebagai beban pada saat terjadinya.
Berdasarkan ilustrasi jurnal pada PAPSI 2013 (hal 11.2), transaksi pembayaran pajak
terhadap bonus wadiah, langsung mengurangi tabungan wadiah.
Db. Beban bonus tabungan wadiah
Kr. Tabungan wadiah
Kr. Kewajiban pajak penghasilan

Akan tetapi, dalam praktik, Bank cenderung menunjukkan jumlah total bonus yang
diberikan dalam buku tabungan.
Misalkan pada tanggal 5 Maret 20XA, Haniya nasabah tabungan wadiah Bank Peduli
Syariah (BPS) menerima bonus wadiah sebesar Rp20.000 dan dipotong pajak Rp4.000. Maka
jurnalnya adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

05/03/XA Db Beban bonus tabungan wadiah 20.000

Kr Tabungan wadiah – Haniya 20.000

Db Tabungan wadiah 4.000

Kr Titipan kas negara – pajak tabungan 4.000

Giro

Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan
cek, bilyet, giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Dalam
perbankan syariah, mekanisme giro yang dibenarkan ada dua jenis, yaitu wadiah dan mudharabah.
Dengan demikian, dikenal istilah giro wadiah dan giro mudharabah. Dalam praktik perbankan,
skema yang umum digunakan adalah giro wadiah. Bagian berikut akan membahas kedua jenis
giro tersebut.

Giro Wadiah
Giro wadiah adalah giro yang harus mengikuti fatwa DSN tentang wadiah. Akad wadiah
adalah akad penitipan dana dengan ketentuan penitip dana mengizinkan kepada bank untuk
memanfaatkan dana yang dititipkan tersebut dan bank wajib mengembalikan apabila sewaktu-

1
Disajikan pada pos beban operasional.

103
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

waktu penitip mengambil dana tersebut. Dalam transaksi giro wadiah ini, nasabah bertindak
sebagai penitip dana (mudi’) dan bank bertindak sebagai penerima dana titipan (muda’). Bank
berkewajiban menjaga dana titipan dan bertanggung jawab atas pengembaliannya bila sewaktu-
waktu ditarik oleh nasabah pemilik dana titipan.
Keuntungan atas pengelolaan dana titipan tersebut menjadi milik bank, karena hakikat
wadiah adalah qardh dan pada prinsipnya tidak ada bonus yang diberikan oleh bank kepada
pemilik dana wadiah. Kendati demikian, bank syariah diperbolehkan memberikan bonus
sukarela kepada pemilik dana wadiah, dengan syarat tidak diperjanjikan di muka.

Transaksi Penambahan Rekening Giro Wadiah


Rekening giro wadiah dapat bertambah melalui transaksi penyetoran tunai, transfer dari tabungan
maupun giro cabang lain dari bank yang sama, penerimaan cek dari nasabah bank lain yang
diuangkan oleh nasabah suatu bank, dan penerimaan bonus giro wadiah dari bank syariah.
Berikut adalah ilustrasi transaksi yang mengakibatkan bertambahnya saldo rekening giro
wadiah nasabah.

Kasus 6.3 Transaksi Penambahan Saldo Rekening Giro Wadiah

Bank Murni Syariah (BMS) cabang Yogyakarta menerima setoran tunai pembukaan giro wadiah
01 Mar 20XA
atas nama Thariq sebesar Rp35.000.000.

05 Mar 20XA Thariq menerima transfer dari BMS cabang Solo sebesar Rp5.000.000.

Thariq menerima bilyet giro dari nasabah Bank Peduli Syariah (BPS) yang pernah membeli
10 Mar 20XA sesuatu dari Thariq seharga Rp15.000.000. Bilyet giro tersebut dicairkan oleh Thariq untuk
dimasukkan ke rekening giro wadiah Thariq di BMS.

31 Mar 20XA Thariq menerima bonus giro wadiah dari BMS sebesar Rp50.000.

Jurnal untuk transaksi di atas adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


01/03/XA Db Kas 35.000.000
Kr Giro wadiah – Thariq 35.000.000
05/03/XA Db RAK cabang Solo 5.000.000
Kr. Giro wadiah – Thariq 5.000.000
10/03/XA Db Giro pada Bank Indonesia 15.000.000
Kr Giro wadiah – Thariq 15.000.000
31/03/XA Db Beban bonus giro wadiah 50.000
Kr Giro wadiah – Thariq 50.000

Untuk transaksi yang bersifat transfer antarkantor, dalam praktik perbankan biasa
digunakan rekening sementara dengan nama RAK, seperti dapat dilihat pada jurnal transaksi
tanggal 5 Maret. Adapun untuk transaksi yang melibatkan transaksi antarbank yang berbeda,
biasanya diselesaikan dalam mekanisme yang difasilitasi oleh Bank Indonesia atau pihak yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia.

104
Akuntansi Penghimpunan dana

Transaksi Pengurangan Giro Wadiah


Beberapa transaksi yang berakibat terjadinya berkurangnya saldo giro wadiah antara lain
adalah penarikan cek oleh nasabah giro wadiah untuk ditukar secara tunai, penarikan bilyet
giro untuk ditransfer ke cabang lain bank yang sama atau ke nasabah bank lain, serta potongan
administrasi dan pajak tabungan.
Berikut adalah ilustrasi transaksi yang mengakibatkan berkurangnya rekening giro
wadiah nasabah.

Kasus 6.4 Transaksi Pengurangan Saldo Rekening Giro Wadiah

Thariq menggunakan cek untuk mencairkan dana di rekening giro wadiahnya di Bank Murni
03 Mar 20XA
Syariah (BMS) secara tunai sebesar Rp12.000.000.

Thariq menggunakan bilyet giro untuk mentransfer sejumlah dana ke nasabah giro wadiah BMS
07 Mar 20XA
cabang Jakarta sebesar Rp5.000.000.

Thariq menggunakan bilyet giro untuk pembayaran pembelian sebuah mesin kepada nasabah
12 Mar 20XA
giro bank lain sebesar Rp10.000.000.

Dipotong giro wadiah Thariq untuk administrasi giro wadiah sebesar Rp15.000 dan untuk pajak
31 Mar 20XA sebesar Rp10.000 (20% dari bonus giro wadiah yang diterima sebesar Rp50.000 seperti yang
sudah dicatat pada kasus 6.3).

Jurnal untuk transaksi di atas adalah sebagai berikut.

Tanggal Uraian Debit (Rp) Kredit (Rp)

03/03/XA Db Giro wadiah – Thariq 12.000.000

Kr Kas 12.000.000

07/03/XA Db Giro wadiah – Thariq 5.000.000

Kr RAK cabang Jakarta 5.000.000

12/03/XA Db Giro wadiah – Thariq 10.000.000

Kr Giro pada Bank Indonesia 10.000.000

31/03/XA Db Giro wadiah – Thariq 15.000

Kr Pendapatan administrasi giro wadiah 15.000

Db Giro wadiah – Thariq 10.000

Kr Titipan kas negara – pajak giro 10.000

Giro Mudharabah
Giro mudharabah merupakan instrumen penghimpunan dana melalui produk giro yang
menggunakan akad mudharabah. Giro mudharabah harus mengikuti fatwa DSN tentang
mudharabah. Akad mudharabah adalah akad yang digunakan dalam perjanjian antara pihak
penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian
keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

105
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Penjelasan konsep dasar lebih lanjut dapat dilihat pada pembahasan tentang mudharabah dalam
Bab 7 buku ini.
Akuntansi giro mudharabah pada prinsipnya sama dengan akuntansi giro wadiah. Pembeda
antara akuntansi giro mudharabah dengan giro wadiah yang sudah dibahas adalah dalam hal
insentif yang diterima oleh nasabah. Dalam giro wadiah, insentif yang diterima adalah bonus
giro wadiah yang bersifat sukarela dan tidak disyaratkan di muka. Adapun insentif yang diterima
nasabah giro mudharabah adalah bagi hasil dalam persentase tertentu yang harus dibayar oleh
bank secara periodik sesuai dengan tingkat keuntungan bank syariah.
Sebagai contoh, pada tanggal 5 Maret 20XA Haniya, nasabah giro mudharabah Bank
Peduli Syariah (BPS), menerima imbalan bagi hasil atas rekening gironya sebesar Rp45.000.
Dengan demikian, jurnalnya adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

05/03/XA Db Hak pihak ketiga atas bagi hasil 45.000

Kr Giro mudharabah – Haniya 45.000

05/03/XA Db Giro mudharabah – Haniya 9.000

Kr Titipan kas negara – pajak giro 9.000

Deposito Mudharabah

Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, deposito adalah investasi dana
berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah
penyimpan dan bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS). Fatwa DSN Nomor 3 Tahun 2000
menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan dalam syariah adalah deposito yang berdasarkan
prinsip mudharabah. Dalam transaksi deposito mudharabah, nasabah bertindak sebagai pemilik
dana (shahibul maal) dan bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib). Dalam kapasitasnya
sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk bermudharabah dengan pihak lain.
Modal yang didepositokan harus dinyatakan dalam bentuk tunai dan bukan piutang. Adapun
pembagian piutang harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam pembukaan
rekening. Sebagai mudharib, bank menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya dan bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah
keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
Siklus kegiatan deposito dimulai dari transaksi pembukaan deposito oleh nasabah. Pada saat
itu, antara nasabah dan bank sudah menyepakati nisbah bagi hasil dasar dan jangka waktu deposito
(tanggal pencairan deposito). Selama jangka waktu deposito, saldo deposito bersifat tetap, karena
pengambilan atau penambahan deposito hanya dilakukan saat jatuh tempo atau saat penutupan jika
ingin diambil sebelum jatuh tempo, bagi hasil yang diterima oleh nasabah dimasukkan ke rekening

106
Akuntansi Penghimpunan dana

yang lain, dan pajak yang mesti dibayar langsung diambil dari bagi hasil yang akan diberikan kepada
nasabah. Transaksi berikut adalah ilustrasi terkait dengan transaksi deposito mudharabah.

Kasus 6.5 Transaksi Terkait Deposito Mudharabah

Bank Murni Syariah (BMS) menerima setoran atas nama Bunda Dolly Rp5.000.000 sebagai
01 Sep 20XA investasi deposito mudharabah untuk jangka waktu satu bulan dengan nisbah 60% untuk
nasabah dan 40% untuk BMS.

Berdasarkan perhitungan distribusi pendapatan, bagi hasil yang akan dibayar untuk
30 Sep 20XA
kelompok deposito mudharabah adalah sebesar Rp15.000.000.

Dibayarkan bagi hasil deposito mudharabah kepada Bunda Dolly sebesar Rp40.000 dan
04 Okt 20XA atas pembayaran tersebut dipotong pajak sebesar 20%. Pembayaran bagi hasil dilakukan ke
rekening tabungan mudharabah atas nama pemilik yang sama*.

05 Okt 20XA Bunda Dolly mencairkan deposito mudharabah. Pencairan dilakukan secara tunai.

* Dalam praktik perbankan, bagi hasil deposito dapat dibayarkan ke berbagai rekening sesuai permintaan nasabah deposito, antara
lain ke tabungan mudharabah, giro wadiah, penambah saldo deposito periode berikut, atau rekening nasabah di bank lain.

Jurnal untuk transaksi kasus di atas adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01/09/XA Db. Kas 5.000.000

Kr. Deposito mudharabah – Bunda Dolly 5.000.000

30/09/XA Db. Hak pihak ke-3 atas bagi hasil – deposito mudharabah* 15.000.000

Kr. Bagi hasil belum dibagikan – deposito 15.000.000

04/09/XA Db. Bagi hasil belum di bagikan – deposito 40.000

Kr. Tabungan mudharabah – Bunda Dolly** 32.000

Kr. Titipan kas negara – pajak deposito 8.000

05/09/XA Db. Deposito mudharabah – Bunda Dolly 5.000.000

Kr. Kas 5.000.000

* Hak pihak ke-3 atas bagi hasil dicadangkan sebagai beban yang masih harus dibayar setiap bulan. Besar
pencadangan ini mempunyai dua alternatif. Pertama, dicadangkan sebesar total bagi hasil yang akan dibayarkan
selama 1 bulan penuh pada bulan jatuh tempo. Kedua, dicadangkan sebesar porsi bagi hasil yang hanya menjadi
beban pada akhir bulan pencatatan. Kemudian saat pembayaran bagi hasil pada saat jatuh tempo, mengakui
adanya tambahan hak pihak ke-3 (biaya bagi hasil).
** Terdapat sedikit perbedaan dalam mekanisme penyaluran bagi hasil tabungan dengan bagi hasil deposito. Pada
tabungan, bank memasukkan semua bagi hasil untuk tabungan terlebih dahulu sebelum memotong pajak PPh
Pasal 4 (2) agar nasabah bisa melihat besar masing-masing bagi hasil dan pajak. Adapun bagi hasil deposito yang
disalurkan kepada nasabah bersifat neto karena sudah dipotong langsung.

107
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Penyajian Transaksi Penghimpunan Dana

Penyajian akun yang berkaitan dengan transaksi penghimpunan dana didasarkan pada akad
yang digunakan. Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.13), terdapat beberapa akun yang yang berkaitan
dengan penghimpunan dana dengan akad mudharabah disajikan sebagai berikut:
1. Dana mudharabah disajikan sebagai dana syirkah temporer dengan memisahkan antara
dana mudharabah yang berasal dai bank dan yang berasal dari bukan bank.
2. Bagi hasil dana mudharabah yang sudah diperhitungkan dan telah jatuh tempo tetapi
belum diserahkan kepada nasabah disajikan dalam pos kewajiban segera.
3. Bagi hasil dana mudharabah yang sudah diperhitungkan pada akhir periode tetapi belum
jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan.

Untuk penghimpunan dengan skema wadiah, PAPSI 2013 (h. 11.2) menyatakan bahwa
saldo simpanan wadiah disajikan sebesar jumlah nominalnya untuk masing-masing bentuk
simpanan.

Pengungkapan Transaksi Penghimpunan Dana

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.14-15), untuk dana yang dihimpun dengan skema mudharabah
harus mengungkap antara lain:
1. Isi kesepakatan utama akad mudharabah berupa porsi dana dan pembagian hasil usaha.
2. Rincian dana mudharabah yang diterima berdasarkan:
a. Jenis mudharabah (mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayadah).
b. Pemilik dana mudharabah (bank dan bukan bank).
c. Jenis mata uang dana mudharabah (rupiah dan valuta asing).
3. Rincian dana mudharabah yang disalurkan berdasarkan:
a. Sumber dana mudharabah yang berasal dari mudharabah mutlaqah dan mudharabah
muqayadah.
b. Penerima dana mudharabah: Bank dan bukan Bank Syariah.
c. Jenis mata uang yang digunakan: Rupiah dan valuta asing.
4. Pihak-pihak yang berelasi, baik nasabah (pemilik dana, shahibul maal) atau nasabah
penerima penyaluran dana mudharabah.
5. Jumlah simpanan yang diblokir untuk tujuan tertentu antara lain sebagai jaminan
pembiayaan dan atau transaksi perbankan syariah lainnya.

Untuk penghimpunan dengan skema wadiah, PAPSI 2013 (h. 11.2) menyebutkan hal-hal
yang harus diungkapkan antara lain:
1. Rincian simpanan mengenai:
a. Jumlah dan jenis simpanan, termasuk pihak berelasi.
b. Jumlah simpanan yang diblokir untuk tujuan tertentu.
2. Pemberian fasilitas istimewa kepada penyimpan.

108
Akuntansi Penghimpunan dana

Referensi

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
DSAK IAI. 2002. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
DSAK IAI. 2007. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
DSAK IAI. 2007. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 105 tentang Akuntansi Mudharabah”.
Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
DSN MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional edisi 2. Jakarta: DSN-MUI dan Bank
Indonesia.
Taswan. 2003. Akuntansi Perbankan: Transaksi dalam Valuta Rupiah Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.

Soal-Soal Latihan

A. Soal Teori
1. Jelaskan perbedaan antara penghimpunan dana pada bank syariah dengan penghimpunan
dana pada bank konvensional.
2. Jelaskan yang dimaksud dengan giro wadiah.
3. Jelaskan perbedaan mekanisme transfer antar kantor bank yang sama dengan antar bank
yang berbeda.
4. Akad wadiah banyak digunakan oleh bank syariah di Indonesia untuk instrumen giro. (a)
Jelaskan kelebihan dan kekurangan giro wadiah bagi nasabah; dan (b) Analisislah potensi
maupun praktik penggunaan akad mudharabah pada giro!
5. Akad mudharabah biasa digunakan untuk tabungan di Indonesia. (a) Jelaskan kelebihan
dan kekurangan tabungan mudharabah bagi nasabah; dan (b) Analisislah potensi maupun
praktik penggunaan akad wadiah pada tabungan!
6. Lihatlah laporan keuangan tahun terakhir salah satu bank syariah pada bagian penyajian
dan pengungkapan untuk penghimpunan dana. Lakukanlah check list tingkat kesesuaian
antara yang diterapkan oleh perbankan dengan standar yang relevan dari PAPSI 2013!

109
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

B. S oal Kasus
Kasus 1 Buatlah jurnal untuk transaksi terkait dengan giro wadiah berikut.

Bank Murni Syariah (BMS) cabang Bogor menerima setoran tunai pembukaan giro wadiah atas
05 Jan 20XA
nama Gina sebesar Rp55.000.000.

06 Jan 20XA Gina menarik cek untuk mencairkan dananya secara tunai sebesar Rp18.000.000.

Gina mengeluarkan bilyet giro untuk mentransfer sejumlah dana ke rekening Daniel nasabah
07 Jan 20XA
tabungan BMS cabang Jakarta sebesar Rp7.000.000.

10 Jan 20XA Gina menerima transfer dari BMS cabang Yogya sebesar Rp5.000.000 untuk rekening giro Gina.

Gina mengeluarkan bilyet giro untuk pembayaran pembelian sebuah mesin kepada PT Andrizal
15 Jan 20XA
Jaya nasabah giro Bank Berkah Syariah (BBS) sebesar Rp15.000.000.

20 Jan 20XA Gina menerima transfer dari BMS cabang Solo sebesar Rp5.000.000.

Gina menerima bilyet giro dari Fajar nasabah Bank Peduli Syariah (BPS) yang pernah membeli
23 Jan 20XA sesuatu dari Gina seharga Rp15.000.000. Bilyet giro tersebut dicairkan oleh Gina untuk dimasukkan
ke rekening giro Gina di Bank Murni Syariah cabang Bogor.

25 Jan 20XA Gina menerima transfer dari BMS cabang Yogya sebesar Rp12.000.000 untuk rekening giro Gina.

31 Jan 20XA Gina menerima bonus giro wadiah dari BMS sebesar Rp35.000.

31 Jan 20XA Dipotong giro Gina untuk administrasi sebesar Rp10.000 dan pajak sebesar Rp7.000.

Kasus 2 Buatlah jurnal untuk transaksi terkait dengan transaksi deposito mudharabah berikut.

Bank Syariah Muhammadiyah (BSM) menerima setoran atas nama Sdr. Donal sebesar Rp20.000.000
01 Sep 20XB sebagai investasi deposito mudharabah untuk jangka waktu satu bulan dengan nisbah 60 untuk
nasabah dan 40 untuk BSM.

Berdasarkan perhitungan distribusi pendapatan beban bagi hasil yang akan dibayar untuk
25 Sep 20XB
kelompok deposito mudharabah adalah sebesar Rp35.000.000.

Dibayarkan bagi hasil deposito mudharabah kepada Sdr. Donal sebesar Rp80.000 dan atas
01 Okt 20XB pembayaran tersebut dipotong pajak sebesar 20%. Pembayaran bagi hasil dilakukan ke
rekening tabungan mudharabah atas nama pemilik yang sama.

01 Okt 20XB Sdr. Donal mencairkan secara tunai deposito mudharabahnya.

110
Akuntansi Penghimpunan dana

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

111
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Jawaban Soal Kasus 1


Tanggal Rekening Debit (Rp) Rekening (Rp)

112
Akuntansi Penghimpunan dana

Jawaban Soal Kasus 2


Tanggal Rekening Debit (Rp) Rekening (Rp)

Tanggal Evaluasi : ........................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

113
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

114
7
AKUNTANSI TRANSAKSI
PEMBIAYAAN
MUDHARABAH

Pendahuluan

Bab 7 akan membahas secara khusus tentang akuntansi untuk transaksi


mudharabah. Pembahasan diawali dengan bahasan detail tentang ketentuan
syariah terkait skema transaksi mudharabah. Kemudian, akan dibahas tentang alur
transaksi beserta variasi yang mungkin muncul terkait dengan sifat dasar transaksi
mudharabah serta dilanjutkan dengan teknik pengakuan dan pengukuran
berbagai transaksi yang terjadi tersebut. Pada bagian akhir bab ini, akan dibahas
tentang penyajian transaksi mudharabah di laporan keuangan dan kebijakan
pengungkapan transaksi murabahah yang dianjurkan oleh Bank Indonesia.
Relevansi bab ini adalah sebagai dasar pengetahuan dalam menguasai praktik
akuntansi terkait pengakuan dan pengukuran berbagai transaksi yang terjadi
dalam aktivitas penyaluran dana bank syariah dengan menggunakan skema
mudharabah. Penguasaan teori dan praktik terkait pengakuan dan pengukuran
transaksi ini sangat penting dikuasai, mengingat transaksi ini merupakan skema
penyaluran dana kedua terbesar oleh Bank Syariah.

115
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Definisi dan Penggunaan

Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah kepada pihak
lain untuk suatu usaha yang produktif. Secara bahasa, Mudharabah berasal dari kata Dharb
yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga. Istilah Dharb populer
digunakan oleh penduduk Irak. Untuk maksud yang sama, penduduk Hijaz menggunakan istilah
muqharadah atau qiradh yang berarti memotong. Dalam pengertian ini, makna qiradh adalah
pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diserahkan kepada pengelola modal, dan
ia juga akan memotong keuntungan usahanya. Secara teknis, Antonio (2001) mendefinisikan
Mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul
maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan


Syariah Transaksi Mudharabah

Ketentuan Syar’i Mudharabah


Menurut PSAK 105, kontrak mudharabah dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu mudharabah
muqayyadah, mudharabah muthlaqah, dan mudharabah musytarakah.

Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola, dengan
kondisi pengelola dikenakan pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, dan/atau
objek investasi. Dalam transaksi mudharabah muqayyadah, bank syariah bersifat sebagai agen
yang menghubungkan shahibul maal dengan mudharib. Peran agen yang dilakukan oleh bank
syariah mirip dengan peran manajer investasi pada perusahaan sekuritas. Imbalan yang diterima
oleh bank sebagai agen dinamakan fee dan bersifat tetap tanpa dipengaruhi oleh tingkat
keuntungan yang dihasilkan oleh mudharib. Fee yang diterima oleh bank dilaporkan dalam
laporan laba rugi sebagai pendapatan operasi lainnya. Mudharabah muqayyadah biasa disebut
dengan mudharabah terikat (restricted mudharabah). Dalam praktik perbankan, mudharabah
muqayyadah terdiri atas dua jenis, yaitu mudharabah muqayyadah executing dan mudharabah
muqayyadah channeling. Pada mudharabah muqayyadah executing, bank syariah sebagai
pengelola menerima dana dari pemilik dana dengan pembatasan dalam hal tempat, cara, dan/
atau objek investasi. Akan tetapi, bank syariah memiliki kebebasan dalam melakukan seleksi
terhadap calon mudharib yang layak mengelola dana tersebut. Sementara itu pada mudharabah
muqayyadah channeling, bank syariah tidak memiliki kewenangan dalam menyeleksi calon
mudharib yang akan mengelola dana tersebut.

116
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola tanpa
adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek investasi.
Dalam hal ini, pemilik dana memberi kewenangan yang sangat luas kepada mudharib untuk
menggunakan dana yang diinvestasikan. Kontrak mudharabah muthlaqah dalam perbankan
syariah digunakan untuk tabungan maupun pembiayaan. Pada tabungan mudharabah, penabung
berperan sebagai pemilik dana, sedang bank berperan sebagai pengelola yang mengontribusikan
keahliannya dalam mengelola dana penabung. Adapun pada pembiayaan mudharabah, bank
berperan sebagai pemilik dana yang menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain
yang memerlukan dana untuk keperluan usahanya. Pihak lain yang memerlukan dan mengelola
dana tersebut biasa disebut dengan nasabah pembiayaan. Dana yang diterima oleh bank dari
penabung dilaporkan dalam neraca di bagian dana syirkah, sedangkan dana yang disalurkan
oleh bank kepada nasabah pembiayaan melalui akad mudaharabah dilaporkan dalam neraca
pada bagian aset lancar. Adapun bagian bank dari keuntungan yang dihasilkan oleh mudharib
dari kegiatan investasi yang dilakukannya dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai salah
satu unsur pendapatan operasi utama bank. Mudharabah muthlaqah biasa juga disebut dengan
mudharabah mutlak atau mudharabah tidak terikat (unrestricted mudharabah).

Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan
modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Akad musyatarakah ini merupakan solusi
sekiranya dalam perjalanan usaha, pengelola dana memiliki modal yang dapat dikontribusikan
dalam investasi, sedang di lain sisi, adanya penambahan modal ini akan dapat meningkatkan
kemajuan investasi. Akad musytarakah ini pada dasarnya merupakan perpaduan antara
akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam mudharabah musyatarakah, pengelola
dana berdasarkan akad (mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama
(berdasarkan akad musyarakah). Setelah penambahan dana oleh pengelola, pembagian hasil
usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha
musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.

Figur 7.1 Skema Mudharabah Musytarakah

Nasabah dana
bank
dengan sistem
pool of fund Nasabah pengelola
(mudarib)

investor

117
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Nasabah penghimpunan bank berperan sebagai mudharib, sedangkan nasabah penyaluran bank
berperan sebagai pemilik dana. Pada saat yang sama, bank melakukan kerja sama dengan investor
lain untuk membiayai suatu proyek yang dikerjakan oleh nasabah pengelola. Investor lain yang
terlibat dalam kerja sama ini memiliki peran sebagai pemilik dana. Bank dan investor memperoleh
pendapatan dari posisi sebagai pemilik dana (berbagi sesuai porsi masing-masing). Selanjutnya,
pendapatan hak bank tersebut dibagihasilkan lagi dengan nasabah deposan pool of fund.

Rukun Transaksi Mudharabah


Rukun transaksi mudharabah meliputi dua pihak transaktor (pemilik modal dan pengelola),
objek akad mudharabah (modal dan usaha), dan ijab dan kabul atau persetujuan kedua belah
pihak.

Transaktor
Kedua pihak transaktor di sini adalah investor dan pengelola modal. Investor biasa disebut
dengan istilah shahibul maal atau rabbul maal, sedang pengelola modal biasa disebut dengan
istilah mudharib. Kedua pihak disyaratkan memiliki kompetensi beraktivitas. Kriteria kompetensi
tersebut antara lain mampu membedakan yang baik dan yang buruk (baligh) dan tidak dalam
keadaan tercekal seperti pailit.

Objek Mudharabah
Objek mudharabah meliputi modal dan usaha. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai
objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah.
Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya.
Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap
maupun tidak sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Sementara itu, kerja yang diserahkan dapat
berbentuk keahlian menghasilkan barang atau jasa, keahlian mengelola, keahlian menjual, dan
keahlian maupun keterampilan lainnya. Tanpa dua objek ini, mudharabah tidak dibenarkan. Fatwa
Dewan Syariah Nasional Nomor 7 Tahun 2000 tentang Pembiayaan Mudharabah menyatakan
bahwa kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagai perimbangan modal yang disediakan oleh
penyedia dana harus memperhatikan hal-hal berikut.
1. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi
ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
2. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat
menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
3. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan
dengan mudharabah dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.

Dalam praktik perbankan, bentuk kegiatan usaha pengelola merupakan satu faktor yang
sangat diperhatikan oleh bank dalam memutuskan persetujuan pembiayaan mudharabah.
Adanya kewajiban bank menanggung kerugian yang timbul dari usaha mudharib menyebabkan

118
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

pembiayaan mudharabah dikategorikan sebagai pembiayaan dengan karakteristik risiko yang


tinggi. Dengan demikian, terdapat kecenderungan pada bank syariah untuk menyeleksi calon
nasabah pembiayaan mudharabah secara ketat. Saat ini, pembiayaan mudharabah yang banyak
diberikan adalah perusahaan atau perorangan yang sudah memiliki kontrak (proyek) yang
berkekuatan hukum dari pemerintah; usaha lembaga keuangan yang menyalurkan pembiayaan
dengan mekanisme yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah kepada para anggotanya;
dan pengembang properti atau bisnis lain seperti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU)
yang memiliki perkiraan arus kas yang relatif stabil.
Seiring dengan berkembangnya kemampuan bank syariah mengelola risiko pembiayaan
mudharabah, diperkirakan lingkup kegiatan usaha mudharib yang diberikan pembiayaan
mudharabah akan makin luas. Perluasan ini perlu diupayakan oleh industri perbankan syariah
dalam rangka memperluas pasar pembiayaan dan memenuhi harapan publik agar porsi
pembiayaan dengan skema bagi hasil makin diperluas. Perluasan lingkup bentuk kegiatan
usaha yang dapat dibiayai dengan skema mudharabah memiliki arti penting untuk meneguhkan
identitas bank syariah sebagai bank bagi hasil, tidak saja bagi hasil dengan nasabah penabung,
melainkan juga bagi hasil dengan nasabah pembiayaan.
Nisbah keuntungan mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang
terikat akad mudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya. Nisbah keuntungan
inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara
pembagian keuntungan.
Syarat pembagian keuntungan dalam pembiayaan mudharabah meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu
pihak.
2. Bagian keuntungan harus diketahui masing-masing pihak dan bersifat proporsional atau
dinyatakan dalam angka persentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Sekiranya
terdapat perubahan nisbah, harus berdasarkan kesepakatan.
3. Penyedia dana menanggung semua kerugian dari mudharabah dan pengelola tidak boleh
menanggung kerugian apa pun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian,
atau pelanggaran kesepakatan.
4. Sekiranya terjadi kerugian yang disebabkan oleh kelalaian mudharib, maka mudharib
wajib menanggung segala kerugian tersebut. Kelalaian antara lain ditunjukkan oleh
tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad; mengalami kerugian
tanpa adanya kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad; dan hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan.

Kesepakatan pembagian keuntungan atau nisbah harus dinyatakan pada waktu kontrak.
Dalam hal ini, juga perlu disepakati dasar bagi hasil yang akan digunakan. Dewan Syariah
Nasional dalam fatwa DSN Nomor 15 Tahun 2000 menyatakan bahwa bank syariah boleh
menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) sebagai
dasar bagi hasil.
Pembagian dasar bagi hasil tersebut dijelaskan dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Nomor 59 dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) 2003 dalam bentuk
berikut.

119
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil

Penjualan 100 Revenue sharing

Harga pokok penjualan 65

Laba bruto 35

Beban 25

Laba rugi neto 10 Profit Sharing

Dalam praktik, terdapat perbedaan dalam penggunaan istilah revenue sharing. Revenue
sharing dalam praktik lebih mengacu pada gross profit sharing. Dalam akuntansi, terminologi
revenue adalah nilai penjualan suatu barang (harga pokok plus margin keuntungan). Adapun
revenue yang dimaksud dalam dasar bagi hasil bank syariah dan yang dipraktikkan selama ini
adalah pendapatan dikurangi harga pokok barang yang dijual. Dalam akuntansi, konsep ini
biasa dinamakan dengan laba bruto (gross profit). Dengan demikian, istilah revenue sharing
yang biasa digunakan oleh industri perbankan syariah, pada dasarnya identik dan sama dengan
makna gross profit sharing. Adapun dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah tahun 2007, Ikatan Akuntan telah menyatakan secara eksplisit bahwa dalam
hal prinsip pembagian hasil usaha, terminologi pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah
laba bruto (KDPPLKS paragraf 42). PAPSI 2013 dan PSAK Nomor 105 paragraf 11 menyatakan
bahwa pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau
bagi laba dan jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah
laba bruto, bukan total pendapatan usaha (omzet). Sementara itu, jika berdasarkan prinsip
bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit), yaitu laba bruto dikurangi beban yang
berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.

Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil

Penjualan 100

Harga pokok penjualan 65

Laba bruto 35 Gross profit sharing

Beban 25

Laba rugi neto 10 Profit Sharing

Penggunaan gross profit sebagai dasar pembagian keuntungan cukup adil bagi perbankan
syariah, karena di sisi bagi hasil kepada nasabah penabung, bank syariah juga menggunakan
praktik yang sama. Penggunaan praktik gross profit sharing sebagai dasar bagi hasil nasabah
penabung atau deposan dengan skema mudharabah dapat terlihat pada pengakuan pendapatan
bank syariah. Pendapatan murabahah yang dibagi hasil misalnya adalah nilai margin murabahah
(selisih harga jual dengan harga pokok barang yang dijual) yang uangnya telah diterima oleh
bank syariah. Ini menunjukkan bahwa dasar bagi hasil kepada nasabah penabung pada dasarnya
adalah gross profit sharing dan bukan revenue sharing.

120
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Syekh Muhammad Taqi Usmani (2002) dalam bukunya An Introduction to Islamic Finance
secara eksplisit juga merekomendasikan penggunaan gross profit sekiranya terdapat kesulitan
dalam penggunaan net profit suatu pembiayaan mudharabah atau musyarakah. Gross profit,
dalam pandangan beliau dihitung dari selisih antara penjualan dengan biaya-biaya yang bersifat
langsung, dalam hal ini adalah harga pokok penjualan.

Ijab dan Kabul


Ijab dan kabul atau persetujuan kedua belah pihak dalam mudharabah yang merupakan wujud
dari prinsip sama-sama rela (an-taraddin minkum). Dalam hal ini, kedua belah pihak harus
secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju
dengan perannya untuk mengontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha setuju dengan
perannya untuk mengontribusikan kerja.
Akad mudharabah pada dasarnya sama dengan akad-akad yang lain dalam aspek yang
bersifat umum. Aspek yang bersifat umum tersebut antara lain tentang identitas kedua pihak yang
bertransaksi, besar pembiayaan, jangka waktu pembiayaan, prasyarat pengambilan pembiayaan,
jaminan, ketentuan denda, pelanggaran atas syarat-syarat perjanjian, dan penggunaan Badan
Arbitrase Syariah. Adapun hal spesifik dalam akad mudharabah antara lain kesepakatan tentang
dasar bagi hasil (revenue sharing atau profit sharing), besar nisbah bagi hasil, pernyataan bank sebagai
shahibul maal untuk menanggung kerugian kecuali yang disebabkan oleh kelalaian mudharib,
pernyataan hak bank untuk memasuki tempat usaha dan tempat lainnya untuk mengadakan
pengawasan terhadap pembukuan, catatan-catatan, transaksi mudharib yang berhubungan
dengan pembiayaan mudharabah baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain akad yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak, dalam praktik juga dilampiri dengan proyeksi pendapatan
dan jadwal pembayaran angsuran pokok maupun bagi hasil.

Pengawasan Syariah Transaksi Mudharabah


Untuk memastikan kesesuaian syariah pada praktik transaksi mudharabah yang dilakukan
bank, DPS melakukan pengawasan syariah secara periodik. Pengawasan tersebut berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dilakukan untuk hal-hal sebagai berikut.
1. Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan oleh bank kepada
nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan pembiayaan mudharabah telah
dilakukan.
2. Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai prinsip syariah.
3. Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian pembiayaan mudharabah.
4. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat mudharabah.
5. Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis kegiatan usaha
yang bertentangan dengan syariah.

Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk
berhati-hati dalam melakukan transaksi mudharabah dengan para nasabah. Selain itu, bank
juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan
DPS dapat tersedia setiap saat pengawasan dilakukan.

121
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Alur Transaksi Mudharabah

Alur Transaksi Mudharabah Dapat Dilihat pada Figur


Figur 7.2 Alur Transaksi Mudharabah

1. Negosiasi dan
Bank Syariah Akad Nasabah
(Shahibul maal) Mudharabah (Mudharib)

4a. menerima 2. Pelaksanaan


porsi laba Usaha Produktif 4b. menerima
5.menerima porsi laba
kembalian modal

3. Membagi hasil usaha


• Keuntungan dibagi sesuai
nisbah
• Kerugian tanpa kelalaian
nasabah ditanggung oleh Bank
syariah

Pertama, dimulai dari pengajuan permohonan pembiayaan oleh nasabah dengan mengisi
formulir permohonan pembiayaan. Formulir tersebut diserahkan kepada bank syariah
beserta dokumen pendukung. Pihak bank selanjutnya melakukan evaluasi kelayakan
pembiayaan mudharabah yang diajukan nasabah dengan menggunakan analisis 5C
(Character, Capacity, Capital, Commitment, dan Collateral). Analisis diikuti kemudian dengan
verifikasi. Bila nasabah dan usaha dianggap layak, selanjutnya diadakan perikatan dalam
bentuk penandatanganan kontrak mudharabah dengan mudharib di hadapan notaris.
Kontrak yang dibuat setidaknya memuat berbagai hal untuk memastikan terpenuhinya
rukun mudharabah.

Kedua, bank mengontribusikan modalnya dan nasabah mulai mengelola usaha yang
disepakati berdasarkan kesepakatan dan kemampuan terbaiknya.

Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan.
Keuntungan yang diperoleh akan dibagi antara bank sebagai shahibul maal dengan
nasabah sebagai mudharib sesuai dengan porsi yang telah disepakati. Seandainya terjadi
kerugian yang tidak disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mudharib, maka kerugian
ditanggung oleh bank. Adapun kerugian yang disebabkan oleh kelalaian nasabah
sepenuhnya menjadi Akuntansi tanggung jawab nasabah.

122
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan
metode perhitungan yang telah disepakati.

Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah. Jika nasabah telah
mengembalikan semua modal milik bank, selanjutnya usaha menjadi milik nasabah
sepenuhnya.

Cakupan Standar Akuntansi Mudharabah bagi Bank Syariah

Ketentuan tentang akuntansi mudharabah diatur dalam PSAK 105 Tahun 2007 tentang
Akuntansi Mudharabah. Standar ini mengatur pengakuan dan pengukuran transaksi, baik dari
sisi pemilik dana maupun dari sisi pengelola dana. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pengakuan dan pengukuran transaksi adalah mengenai dana mudharabah yang disalurkan, jenis
investasi berupa kas maupun non-kas, penurunan nilai investasi sebelum usaha dimulai, dana,
penghasilan usaha, kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola, hak pihak ketiga atas
bagi hasil dana syirkah, penyertaan dana pengelola dalam skema musytarakah, dan pembagian
hasil pada mudharabah musytarakah.

Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Mudharabah

Pembahasan teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi pembiayaan mudharabah akan


didasarkan pada Kasus 7.1 berikut.

Kasus 7.1 Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Tanggal 1 Agustus 20XA Bank Murni Syariah (BMS) menyetujui pemberian fasilitas
mudharabah Muthlaqah PT Haniya yang bergerak di bidang SPBU dengan kesepakatan
sebagai berikut.

Plafon : Rp1.450.000.000
Objek bagi hasil : Pendapatan (gross profit sharing)
Nisbah : 70% PT Haniya dan 30% BMS
Jangka Waktu : 10 bulan (jatuh tempo tanggal 10 Juni 20XB)
Biaya administrasi : Rp14.500.000 (dibayar saat akad ditandatangani)
Pelunasan : Pengembalian pokok di akhir periode.
Keterangan : Modal dari BMS diberikan secara tunai tanggal 10 Agustus 20XA.
Pelaporan dan pembayaran bagi hasil oleh nasabah dilakukan setiap
tanggal 10 mulai bulan September.

123
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Perhitungan Transaksi Mudharabah


Perhitungan yang diperlukan dalam transaksi mudharabah adalah perhitungan bagian bank
atas bagi hasil yang diperoleh.

Penjurnalan Transaksi Mudharabah


Saat Penandatanganan Akad Mudharabah
Jurnal pada tanggal 1 Agustus atau saat akad mudharabah ditandatangani terdiri atas jurnal
pembukaan rekening administratif komitmen pembiayaan PT Haniya dan jurnal pembebanan
biaya administrasi.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01/08/XA Db. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan 1.450.000.000

Kr. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan 1.450.000.000

(izin tarik tanggal 10 Agustus sebesar 1.450.000.000)

Db. Kas/Rekening nasabah – PT Haniya 14.500.000

Kr. Pendapatan administrasi 14.500.000

Penyerahan Pembiayaan Mudharabah


Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima
oleh pengelola dana. Berdasarkan PSAK 105 paragraf 12, disebutkan bahwa dana mudharabah
yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai pembiayaan mudharabah pada saat pembayaran
kas atau penyerahan aset non-kas kepada pengelola dana. Pembiayaan mudharabah dalam
bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan (PSAK 104 paragraf 13a).
Misalkan tanggal 10 Agustus 20XA, BMS mencairkan pembiayaan sebesar Rp1.450.000.000
untuk pembiayaan mudharabah.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

05/10/XA Db. Pembiayaan mudharabah* 1.450.000.000

Kr. Kas/Rekening nasabah 1.450.000.000

05/10/XA Db. Kewajiban komitmen administratif Pembiayaan 1.450.000.000

Kr. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan 1.450.000.000

* Dalam praktik perbankan, istilah “pembiayaan mudharabah”, sebagaimana yang terdapat dalam PSAK 105, belum
umum dipakai. Saat ini perbankan syariah di Indonesia masih menggunakan istilah “pembiayaan mudharabah”.

124
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Penerimaan Bagi Hasil Mudharabah


Berdasarkan PSAK 105 paragraf 22, dinyatakan bahwa pengakuan penghasilan usaha
mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi
penghasilan usaha dari pengelola dana dan tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari
proyeksi hasil usaha. Sekiranya bagian hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, bagian tersebut
diakui sebagai piutang (PSAK 105 paragraf 24).
Berikut adalah realisasi laba bruto PT Haniya selama 10 bulan yang dilaporkan setiap tanggal
10 bulan berikutnya.

Jumlah Laba Bruto Porsi Bank 30% Tanggal Pelaporan Tanggal Pembayaran
No. Bulan
(Rp) (Rp) Bagi Hasil Bagi Hasil
1. Ags XA 20.000.000 6.000.000 10 Sep 10 Sep
2. Sep XA 50.000.000 15.000.000 10 Okt 10 Okt
3. Okt XA 45.000.000 13.500.000 10 Nov 10 Nov
4. Nov XA 40.000.000 12.000.000 10 Des 10 Des
5. Des XA 60.000.000 18.000.000 10 Jan 10 Jan
6. Jan XB 50.000.000 15.000.000 10 Feb 10 Feb
7. Feb XB 40.000.000 12.000.000 10 Mar 10 Mar
8. Mar XB 50.000.000 15.000.000 10 Apr 10 Apr
9. Apr XB 55.000.000 16.500.000 10 Mei 05 Jun
10. Mei XB 60.000.000 18.000.000 15 Jun 15 Jun

Transaksi di atas dapat kita klasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu sebagai berikut.
1. Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan pelaporan bagi
hasil, seperti bagi hasil untuk bulan Agustus, September, Oktober, November, Desember,
Januari, Februari, Maret. Bentuk transaksinya adalah berikut ini.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


10/09/XA Db. Kas/Rekening nasabah 6.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 6.000.000
10/10/XA Db. Kas/Rekening nasabah 15.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 15.000.000
10/11/XA Db. Kas/Rekening nasabah 13.500.000
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 13.500.000
10/12/XB Db. Kas/Rekening nasabah 12.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 12.000.000
10/01/XB Db. Kas/Rekening nasabah 18.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 18.000.000
10/02/XB Db. Kas/Rekening nasabah 15.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 15.000.000
10/02/XB Db. Kas/Rekening nasabah 12.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 12.000.000
10/04/XB Db. Kas/Rekening nasabah 15.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 15.000.000

125
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

2. Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan tanggal pelaporan bagi
hasil seperti pada bagi hasil bulan April dan Mei. Berdasarkan PSAK 105 paragraf 24,
disebutkan bahwa bagian hasil usaha belum dibayar oleh pengelola, maka bagian tersebut
diakui sebagai piutang. Bentuk transaksinya adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/05/XB Db. Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah 16.500.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah - akrual 16.500.000

05/06/XB Db. Kas/rekening nasabah 16.500.000

Kr. Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah 16.500.000

Db. Pendapatan bagi hasil mudharabah - akrual 16.500.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 16.500.000

10/06/XB Db. Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah 18.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah - akrual 18.000.000

15/06/XB Db. Kas/rekening nasabah 18.000.000

Kr. Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah 18.000.000

Db. Pendapatan bagi hasil mudharabah - akrual 18.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah 18.000.000

Piutang pendapatan bagi hasil mudharabah disajikan dalam neraca pada bagian aset. Akun ini
merupakan sub-akun dari piutang. Adapun akun pendapatan bagi hasil mudharabah akrual
disajikan dalam laporan laba rugi. Oleh karena bagi hasil tersebut belum berwujud kas, maka
pendapatan bagi hasil akrual tidak diikutsertakan dalam perhitungan bagi hasil dengan nasabah
penghimpunan. Untuk keperluan praktis, pendapatan bagi hasil akrual perlu dibedakan dengan
pendapatan bagi hasil yang telah berwujud kas. Dalam pembahasan selanjutnya, khusus untuk
pendapatan yang belum berwujud kas, penulis akan menambahkan istilah akrual.
Dalam praktik perbankan, di beberapa bank terdapat deviasi dalam bentuk pengabaian
pendapatan bagi hasil mudharabah akrual. Pada tahun berjalan, kendati telah ada pemberitahuan
laba bruto oleh nasabah pembiayaan, bank tidak mengakuinya sebagai pendapatan bagi hasil.
Pengakuan pendapatan ditunda hingga bank menerima porsi bagi hasilnya. Selanjutnya untuk
keperluan pelaporan akhir tahun, bank mengidentifikasi pendapatan yang bersifat akrual secara
manual, untuk selanjutnya mengakuinya sebagai pendapatan pada laporan laba rugi dan piutang
pendapatan bagi hasil mudharabah pada laporan neraca.

Saat Akad Berakhir


1. Alternatif 1: nasabah pembiayaan mampu mengembalikan modal mudharabah.
Misalkan pada tanggal 10 Juni 20XB, saat jatuh tempo, PT Haniya melunasi pembiayaan
mudharabah sebesar Rp1.450.000.000. Maka, jurnal transaksi tersebut adalah sebagai
berikut.

126
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/06/XB Db. kas/Rekening nasabah 1.450.000.000

Kr. Pembiayaan mudharabah 1.450.000.000

2. Alternatif 2: nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal


mudharabah.
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 19, disebutkan bahwa jika akad mudharabah berakhir
sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka
pembiayaan mudharabah diakui sebagai piutang.
Misalkan pada tanggal 10 Juni 20XB, saat jatuh tempo, PT Haniya tidak mampu
melunasi pembiayaan mudharabah, maka jurnal pada saat jatuh tempo tersebut adalah
sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db Piutang pembiayaan mudharabah jatuh tempo 1.450.000.000

Kr. Pembiayaan mudharabah 1.450.000.000

Variasi Transaksi
1. Pembiayaan mudharabah dengan menggunakan aset non-kas.
Secara teori, transaksi pembiayaan mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan
aset non-kas. Akan tetapi, berdasarkan diskusi penulis dengan beberapa praktisi bank
syariah, dapat disimpulkan bahwa transaksi jenis ini tidak lazim diterapkan dalam
dunia perbankan syariah. Semua pembiayaan mudharabah oleh bank pada umumnya
berwujud kas. Akan tetapi, jika suatu bank syariah melakukan pembiayaan mudharabah
dengan menggunakan aset non-kas, dapat mengacu pada paragraf 12 dan 13 PSAK 105.
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 12, disebutkan bahwa dana mudharabah yang disalurkan
oleh pemilik dana diakui sebagai pembiayaan mudharabah pada saat pembayaran kas atau
penyerahan aset non-kas kepada pengelola dana. Penggunaan aset non-kas memungkinkan
terjadi tiga variasi, yaitu nilai wajar aset sama dengan nilai tercatatnya, nilai wajar aset
lebih tinggi dari nilai tercatatnya, dan nilai wajar aset lebih rendah dari nilai tercatatnya.
a. Nilai wajar aset mudharabah non-kas sama dengan dari nilai tercatatnya
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 13, disebutkan bahwa pembiayaan mudharabah dalam
bentuk aset non-kas diukur sebesar nilai wajar aset non-kas pada saat penyerahan.
Misalkan pada tanggal 10 Agustus 20XA, bank telah memiliki peralatan pompa bensin
dengan nilai buku sebesar Rp1.400.000.000, (harga perolehan Rp1.500.000.000 dan
akumulasi penyusutan Rp100.000.000). Peralatan tersebut selanjutnya diserahkan
kepada PT Haniya sebagai pembiayaan berwujud non-kas dan dihargai dengan nilai
Rp1.400.000.000. Maka jurnal untuk transaksi tersebut adalah:

127
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Pembiayaan mudharabah 1.400.000.000

Db. Akumulasi penyusutan 100.000.000

Kr. Aset non-kas 1.500.000.000

b. Nilai wajar aset mudharabah non-kas lebih tinggi dari nilai tercatatnya
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 13, disebutkan bahwa jika nilai wajar lebih tinggi
daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan
diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah (PSAK 105 paragraf 13b-i).
Misalkan pada tanggal 10 Agustus 20XA, bank telah memiliki peralatan pompa bensin
dengan nilai buku sebesar Rp1.400.000.000, (harga perolehan Rp1.500.000.000 dan
akumulasi penyusutan Rp100.000.000). Peralatan tersebut selanjutnya diserahkan
kepada PT Haniya sebagai pembiayaan berwujud non-kas dan dihargai dengan nilai
Rp1.450.000.000. Maka jurnal untuk transaksi tersebut adalah:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/08/XA Db. Pembiayaan mudharabah 1.450.000.000

Db. Akumulasi penyusutan 100.000.000

Kr. Aset non-kas 1.500.000.000

Kr. Keuntungan Tangguhan 50.000.000

Berdasarkan PSAK 105 paragraf 13b-i, keuntungan tangguhan tersebut diamortisasi


sesuai dengan jangka waktu akad.
Misalkan pada kasus di atas, dengan lama akad 10 bulan, dan bank melakukan
amortisasi setiap bulan, maka jurnal amortisasi keuntungan setiap bulan adalah
sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Keuntungan Tangguhan 5.000.000

Kr. Keuntungan 5.000.000*


Ket: Amortisasi = total keuntungan tangguhan/jumlah periode
amortisasi
Amortisasi = Rp50.000.000/10
= Rp5.000.000

c. Nilai wajar aset mudharabah non-kas lebih rendah dari nilai tercatatnya
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 13b-ii, jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai
tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
Misalkan pada tanggal 10 Agustus 20XA, bank telah memiliki peralatan pompa bensin
dengan nilai buku sebesar Rp1.400.000.000, (harga perolehan Rp1.500.000.000 dan
akumulasi penyusutan Rp100.000.000). Peralatan tersebut selanjutnya diserahkan
kepada PT Haniya sebagai pembiayaan berwujud non-kas dan dihargai dengan nilai
Rp1.350.000.000. Maka jurnal untuk transaksi tersebut adalah:

128
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/08/XA Db. Pembiayaan mudharabah 1.350.000.000

Db. Akumulasi penyusutan 100.000.000

Db. Kerugian 50.000.000

Kr. Aset non-kas 1.500.000.000

Ket: pencatatan penyerahan aset non-kas dengan


nilai wajar lebih rendah dari nilai buku

2. Kerugian usaha mudharabah.


Salah satu ciri dari pembiayaan mudharabah adalah ikut sertanya pemilik modal
menanggung risiko jika terjadi kerugian usaha. Kerugian usaha mudharabah dapat
dibedakan antara dua jenis, yaitu kerugian karena kelalaian pengelola dan kerugian bukan
karena kelalaian pengelola.
a. Kerugian disebabkan bukan karena kelalaian pengelola
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 21, disebutkan bahwa kerugian yang terjadi dalam
suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan
dibentuk cadangan kerugian investasi.
Misalkan untuk bagi hasil bulan April, dilaporkan pada tanggal 10 Mei 20XB
dilaporkan bahwa PT Haniya mengalami kerugian Rp40 juta akibat bencana alam
longsor yang mengenai pom bensin yang dikelola.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Beban kerugian mudharabah 40.000.000
Kr. Cadangan kerugian pembiayaan mudharabah 40.000.000

Cadangan kerugian sebesar Rp40.000.000 tersebut menunjukkan bahwa bank


syariah menanggung 100% kerugian pembiayaan mudharabah yang terjadi. Implikasi
dari adanya cadangan kerugian tersebut adalah berkurangnya pengembalian modal
pembiayaan mudharabah yang ditanggung bank syariah. Dengan demikian, jurnal
saat PT Haniya mengembalikan modal mudharabah pada waktu jatuh tempo adalah
sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Kas/Rekening nasabah 1.410.000.000
Db. Cadangan kerugian mudharabah 40.000.000
Kr. Pembiayaan mudharabah 1.450.000.000

Dalam praktik perbankan, pengakuan kerugian pada pembiayaan mudharabah sejauh


ini diperlakukan mengikuti perlakuan kebijakan kolektibilitas bank Indonesia.
b. Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola
1) Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang masih mampu
melanjutkan usaha

129
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Berdasarkan PSAK 105 paragraf 23, disebutkan bahwa kerugian akibat kelalaian
atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak
mengurangi pembiayaan mudharabah.
Misalkan untuk bagi hasil bulan April, dilaporkan pada tanggal 10 Mei 20XB
dilaporkan bahwa PT Haniya mengalami kerugian Rp40 juta. Setelah diteliti
kerugian disebabkan oleh kesalahan mudharib.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Tidak ada jurnal

Dalam hal ini tidak ada jurnal karena kelalaian nasabah dan kerugian ini tidak
berpengaruh pada pembayaran modal pembiayaan mudharabah pada bank
syariah.
Menurut PSAK 105 paragraf 18, kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara
lain ditunjukkan oleh:
a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak terpenuhi;
b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/
atau yang telah ditentukan dalam akad; atau
c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
2) Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang tidak mampu
melanjutkan usaha (bangkrut).
Dalam praktik perbankan, kerugian yang terjadi pada nasabah yang lalai, sangat
mungkin menyebabkan nasabah tidak mampu lagi melanjutkan usaha atau
mengalami bangkrut. Dalam hal ini, bank syariah juga bisa mengikuti perlakuan
kebijakan kolektibilitas bank Indonesia.
Berikut ini adalah ilustrasi pembiayaan mudharabah dengan kasus nasabah
pengelola melakukan kelalaian dan dipandang tidak mampu melanjutkan usaha
(bangkrut).

Kasus 7.2 Transaksi Pembiayaan Mudharabah—Kasus Bermasalah

Informasi singkat pembiayaan mudharabah:


• Besarnya investasi bank 1.000.000.
• Angsuran pokok dibayarkan 10× dalam setiap bulan @100.000.
• Bagi hasil ditentukan berdasarkan nisbah dari proyeksi profit. Profit diproyeksi besarnya
20.000/bulan. Nisbah disepakati nasabah : bank = 40 : 60 atau bank diproyeksikan
mendapatkan 12.000/bulan.
• Pencairan dilakukan 10 Januari 2009.
• Angsuran pokok dan bagi hasil dijadwalkan dibayar setiap tanggal 10, yaitu tanggal 10
Februari 2009 s/d 11 November 2009.

130
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Jurnal untuk ilustrasi tersebut adalah sebagai berikut.

Jurnal Saat Pencairan


Misalkan pada tanggal 10 Januari 2009, bank melakukan pencairan ke rekening nasabah, maka
jurnal saat pencairan adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Pembiayaan mudharabah 1.000.000

Kr. Kas/rekening Nasabah 1.000.000

Jurnal Penyisihan
Saat akhir bulan 31 Januari 2009, bank melakukan penilaian atas kualitas aset. Karena baru
cair dan status lancar, bank wajib membentuk cadangan kerugian sebesar 1%.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Biaya penyisihan penghapusan 10.000

Kr. Penyisihan penghapusan 10.000

Keterangan: 1% × 1.000.000 = 10.000

Biaya penyisihan penghapusan sebesar Rp10.000 masuk ke L/R, sedang penyisihan


penghapusan sebesar Rp10.000 masuk ke sisi aset neraca sebagai contra account mudharabah.
Atas jurnal penyisihan ini, maka penyajian di neraca sisi aset adalah sebagai berikut.
Pembiayaan mudharabah Rp 1.000.000
Penyisihan penghapusan Rp (10.000)
Pembiayaan mudharabah net Rp 990.000

Misalkan selama bulan Februari, Maret, dan April, nasabah secara rutin mengangsur
pokok dan bagi hasil kepada bank syariah dengan jumlah sebagai berikut.

Jumlah Laba Porsi Bank 60%


Bulan Jumlah Angsuran Pokok
(Rp) (Rp)

Feb 20.000 12.000 100.000

Mar 22.000 13.200 100.000

Apr 19.000 11.400 100.000

131
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Misalkan, pada 10 Februari 2009, nasabah mengangsur pokok dan bagi hasil. Realisasi
profit adalah 20.000. Jurnal untuk angsuran pokok dan bagi hasil pada tanggal tersebut adalah
sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Rekening nasabah 100.000
Kr. Pembiayaan mudharabah 100.000

Db. Rekening nasabah 12.000


Kr. Pendapatan bagi hasil 12.000
Ket: angsuran pokok porsi bagi hasil diterima bulan Januari

Db. Rekening nasabah 100.000


Kr. Pembiayaan mudharabah 100.000

Db. Rekening nasabah 13.100


Kr. Pendapatan bagi hasil 13.100
Ket: angsuran pokok porsi bagi hasil diterima bulan Januari

Db. Rekening nasabah 100.000


Kr. Pembiayaan mudharabah 100.000

Db. Rekening nasabah 11.400


Kr. Pendapatan bagi hasil 11.400
Ket: angsuran pokok porsi bagi hasil diterima bulan Januari

Misalkan pada tanggal 10 Mei 2009, nasabah tidak mengangsur pokok dan bagi hasil.
Realisasi profit adalah 0. Diketahui 7 hari yang lalu, usaha nasabah berhenti total karena
kebakaran akibat kecerobohan nasabah.
Jurnal angsuran pokok : tidak ada
Jurnal bagi hasil : tidak ada

Atas kejadian ini, bank menentukan kolektibilitas 5 pada investasi yang disalurkan tersebut.
Hal ini disebabkan karena sudah tidak dimungkinkan lagi usaha yang dibiayai memberikan
hasil atau keuntungan. Diketahui juga bahwa agunan yang digunakan dalam investasi turut
terbakar.
Saldo pokok investasi saat ini yang belum terbayar adalah 700.000 (besarnya investasi
awal 1.000.000 dikurangi 3× angsuran pokok @100.000). Berdasarkan ketentuan BI, maka
investasi kolektibilitas harus membentuk cadangan kerugian 100% dari saldo pokok investasi
yang belum terbayar.

132
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Penyisihan yang harus dibentuk: 100% × 700.000 = 700.000


Penyisihan yang telah dibentuk pada 31 Jan 2009 = 10.000
Kekurangan penyisihan adalah = 690.000

Jurnal Penyisihan Penghapusan


Sesuai ketentuan BI, kualitas investasi atau tingkat kolektibilitas ditentukan pada akhir bulan.
Maka pada tanggal 31 Mei 2009, bank mengakui adanya biaya penyisihan penghapusan dengan
jurnal sebagai berikut:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Biaya penyisihan penghapusan 690.000

Kr. Penyisihan penghapusan 690.000

Atas jurnal penyisihan ini, maka penyajian di neraca sisi aset adalah:
Pembiayaan mudharabah = 700.000
Penyisihan penghapusan = (700.000)
Pembiayaan mudharabah net = 0

Jurnal Penghapusbukuan
Sebagai perusahaan berbadan hukum, maka bank melakukan penghapusbukuan atas investasi
ini sesuai prosedur misalnya melalui RUPS. Disepakati bahwa hapus buku dilakukan 12 bulan
kemudian setelah diajukan ke RUPS tahun buku 2009. Hapus buku dilakukan pada tanggal 31
Mei 2010. Maka jurnal penghapusbukuan pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Penyisihan penghapusan 700.000

Kr. Pembiayaan mudharabah 700.000

Jurnal Penerimaan Kembali Investasi yang Telah Dihapus Buku


Misalkan pada tanggal 1 Juni 2010, nasabah dengan itikad baik melakukan angsuran pokok
investasi. Hal ini dikarenakan kerugian pembiayaan mudharabah terjadi akibat kelalaian
nasabah. Sesuai kemampuan arus kasnya, maka nasabah mengangsur 300.000. Jurnal atas
penerimaan angsuran atas investasi yang telah dihapus buku

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Kas/rekening nasabah 300.000

Kr. Penyisihan Penghapusan 300.000

133
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Penyajian Transaksi Mudharabah dalam Laporan Keuangan

Menurut PAPSI 2013 (h. 5.3), akun-akun yang berkaitan dengan transaksi pembiayaan
mudharabah disajikan sebagai berikut.
1. Pembiayaan mudharabah disajikan sebesar saldo pembiayaan mudharabah nasabah kepada
bank. Pembiayaan mudharabah yang diakhiri sebelum jatuh tempo atau sudah berakhir
dan belum diselesaikan oleh nasabah tetap disajikan sebagai bagian dari pembiayaan
mudharabah.
2. Piutang bagi hasil disajikan sebagai bagian dari dari aset lainnya lainnya pada saat nasabah
tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-performing maka
piutang bagi hasil disajikan pada rekening administratif.
3. Cadangan kerugian penurunan nilai pembiayaan mudharabah disajikan sebagai pos lawan
(contra account) pembiayaan mudharabah.

Pengungkapan Transaksi Mudharabah

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.4–5) hal-hal yang harus diungkapkan terkait transaksi pembiayaan
mudharabah antara lain:
1. Rincian jumlah pembiayaan mudharabah berdasarkan sifat akad (mudharabah mutlaqah
atau mudharabah muqayadah), jenis penggunaan dan sektor ekonomi.
2. Klasifikasi pembiayaan mudharabah menurut jangka waktu (masa akad), kualitas
pembiayaan, valuta, cadangan kerugian penurunan nilai dan tingkat bagi hasil rata-rata.
3. Jumlah dan persentase pembiayaan mudharabah yang diberikan kepada pihak-pihak
berelasi.
4. Jumlah pembiayaan mudharabah yang telah direstrukturisasi dan informasi lain tentang
pembiayaan mudharabah yang direstrukturisasi selama periode berjalan.
5. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko portofolio pembiayaan
Mudharabah.
6. Besarnya pembiayaan mudharabah bermasalah dan cadangan kerugian penurunan nilai
untuk setiap sektor ekonomi.
7. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan mudharabah bermasalah.
8. Ikhtisar pembiayaan mudharabah yang dihapus buku yang menunjukkan saldo awal,
penghapusan selama tahun berjalan, penerimaan atas pembiayaan mudharabah yang telah
dihapusbukukan dan pembiayaan mudharabah yang telah dihapus-tagih dan saldo akhir
pembiayaan mudharabah yang dihapus buku.

134
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

Referensi

Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Jakarta: Tazkia Cendekia.
Bank Indonesia. 2006. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi
Dewan Pengawas Syariah. Jakarta: Bank Indonesia.
Bank Indonesia. 2013. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Dewan Syariah Nasional–MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional edisi 2. Jakarta: DSN-
MUI dan Bank Indonesia.
DSAK IAI. 2002. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
DSAK IAI. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan
Syariah”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba
DSAK IAI. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 105 tentang Akuntansi Mudharabah”.
Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
Harahap, Sofyan S., Wiroso, Yusuf, M. 2004. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE USAKTI.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2003. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: IAI.
Usmani, Muhammad Taqi. 2002. An Introduction to Islamic Finance. Netherland: Kluwer Law
International.
Wiyono, Slamet. 2005. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah berdasarkan PSAK dan
PAPSI. Jakarta: Grasindo.

Soal-Soal Latihan

A. Soal Teori
1. Jelaskan definisi mudharabah.
2. Jelaskan perbedaan antara mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan
mudharabah musytarakah.
3. Dalam kondisi apakah masing-masing mudharabah muthalaqah, mudharabah muqayyadah,
dan mudharabah musytarakah cocok diterapkan?
4. Apakah landasan syar’i dibolehkannya transaksi mudharabah?
5. Jelaskan rukun transaksi mudharabah.
6. Perhatikan dan lakukanlah screen shoot terhadap penyajian dan pengungkapan yang
berkaitan dengan transaksi pembiayaan mudharabah di laporan keuangan di salah satu
bank syariah. Analisislah penerapannya jika dibandingkan dengan ketentuan yang terdapat
di PSAK 105 maupun PAPSI 2013.

135
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

B. Soal Kasus
Pada tanggal 5 Januari 20XA, ditandatangani akad pembiayaan mudharabah antara BPRS
Minang Raya dengan PT Ufi Widi senilai Rp100.000.000 untuk pembiayaan proyek renovasi
2 unit puskesmas dari Pemerintah Kota Padang. Bagi hasil usaha didasarkan atas laba bruto
proyek dengan komposisi 25% untuk BPRS. Buatlah jurnal untuk rangkaian transaksi berikut.
1. Tanggal 5 Januari BPRS Minang Raya membuka rekening komitmen administratif
pembiayaan tersebut.
2. Tanggal 5 Januari BPRS membebankan biaya administrasi pembiayaan kepada PT Ufi Widi
sebesar 0,2% dari nilai pembiayaan. Pembebanan langsung dilakukan dengan mendebit
rekening PT Ufi Widi.
3. Tanggal 10 Januari 20XA, BPRS mencairkan pembiayaan sebesar Rp100.000.000 untuk
pembiayaan mudharabah pada proyek renovasi Puskesmas yang dikelola oleh PT Ufi
Widi.
4. Tanggal 10 Maret 20XA PT Ufi Widi melaporkan telah menerima uang proyek dari
pemerintah untuk puskesmas pertama dengan laba bruto sebesar Rp20.000.000, bagi hasil
untuk BPRS (25%) langsung diserahkan secara tunai pada tanggal yang sama.
5. Tanggal 20 April 20XA PT Ufi Widi melaporkan telah menerima uang proyek dari
pemerintah untuk puskesmas kedua dengan laba bruto sebesar Rp16.000.000, bagi hasil
untuk BPRS (25%) dibayarkan secara tunai pada tanggal 27 April 20XA.
6. Tanggal 10 Mei 20XA, saat jatuh tempo PT Ufi Widi melunasi pembiayaan mudharabah
secara tunai sebesar Rp100.000.000.

136
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Jawaban Soal Kasus


1. Tanggal 5 Januari BPRS Minang Raya membuka rekening komitmen administratif
pembiayaan tersebut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

2. Tanggal 5 Januari BPRS membebankan biaya administrasi pembiayaan kepada PT Ufi Widi
sebesar 0,2% dari nilai pembiayaan. Pembebanan langsung dilakukan dengan mendebit
rekening PT Ufi Widi.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

137
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

3. Tanggal 10 Januari 20XA, BPRS mencairkan pembiayaan sebesar Rp100.000.000 untuk


pembiayaan mudharabah pada proyek renovasi Puskesmas yang dikelola oleh PT Ufi
Widi.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

4. Tanggal 10 Maret 20XA PT Ufi Widi melaporkan telah menerima uang proyek dari
pemerintah untuk puskesmas pertama dengan laba bruto sebesar Rp20.000.000, bagi hasil
untuk BPRS (25%) langsung diserahkan secara tunai pada tanggal yang sama.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

5. Tanggal 20 April 20XA PT Ufi Widi melaporkan telah menerima uang proyek dari
pemerintah untuk puskesmas kedua dengan laba bruto sebesar Rp16.000.000, bagi hasil
untuk BPRS (25%) dibayarkan secara tunai pada tanggal 27 April 20XA.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

138
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Mudharabah

6. Tanggal 10 Mei 20XA, saat jatuh tempo PT Ufi Widi melunasi pembiayaan mudharabah
secara tunai sebesar Rp100.000.000. Maka, jurnal transaksi tersebut adalah sebagai
berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

139
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

140
8
AKUNTANSI TRANSAKSI
PEMBIAYAAN
MUSYARAKAH

Pendahuluan

Bab 8 akan membahas secara khusus akuntansi untuk transaksi musyarakah.


Pembahasan diawali dengan bahasan detail tentang ketentuan syariah terkait
skema transaksi musyarakah. Kemudian, akan dibahas tentang alur transaksi beserta
variasi yang mungkin muncul terkait dengan sifat dasar transaksi musyarakah
serta dilanjutkan dengan teknik pengakuan dan pengukuran berbagai transaksi
yang terjadi tersebut. Pada bagian akhir bab ini akan dibahas tentang penyajian
transaksi musyarakah dalam laporan keuangan dan kebijakan pengungkapan
transaksi musyarakah yang dianjurkan oleh Bank Indonesia. Relevansi bab ini
adalah sebagai dasar pengetahuan dalam menguasai praktik akuntansi terkait
pengakuan dan pengukuran berbagai transaksi yang terjadi dalam aktivitas
penyaluran dana bank syariah dengan menggunakan skema musyarakah. Teori dan
praktik terkait pengakuan dan pengukuran transaksi ini sangat penting dikuasai,
mengingat transaksi ini merupakan skema penyaluran dana ketiga terbesar oleh
bank syariah.

141
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Definisi dan Penggunaan

Musyarakah berasal dari kata syirkah. Syirkah artinya pencampuran atau interaksi. Secara
terminologi, syirkah adalah persekutuan usaha untuk mengambil hak atau untuk beroperasi.
IAI dalam PSAK 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu dengan kondisi masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana, dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan,
sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Seperti halnya transaksi mudharabah,
transaksi ini merupakan salah satu bentuk transaksi dengan skema investasi. Dengan demikian,
transaksi ini memiliki banyak kesamaan dengan transaksi mudharabah. Beberapa kesamaan
transaksi musyarakah dengan transaksi mudharabah adalah pembiayaan hanya diberikan untuk
mendanai usaha yang bersifat produktif dan keuntungan yang diperoleh berasal dari bagi hasil
atas usaha yang didanai.

Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah


Transaksi Musyarakah

Ketentuan Syar’i Transaksi Musyarakah


Transaksi musyarakah secara syar’i terdiri atas dua jenis, yaitu musyarakah hak milik (syirkatul
amlak) dan musyarakah akad (syirkatul uqud). Musyarakah hak milik adalah persekutuan
antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab
kepemilikan seperti jual beli, hibah, atau warisan. Sementara itu, musyarakah akad adalah akad
kerja sama dua orang atau lebih yang bersekutu dalam modal atau keuntungan.
Berdasarkan perbedaan peran dan tanggung jawab para mitra yang terlibat, musyarakah
akad dapat diklasifikasikan atas musyarakah ‘inan, musyarakah abdan, musyarakah wujuh, dan
musyarakah muwafadhah. Musyarakah ‘inan adalah kerja sama antara dua orang atau lebih
dengan modal yang mereka miliki bersama untuk membuka usaha yang mereka lakukan sendiri,
lalu berbagi keuntungan bersama. Kewenangan mitra dalam musyarakah ‘inan bersifat terbatas
pada persetujuan mitra yang lain. Praktik musyarakah dalam dunia perbankan umumnya
didasarkan atas konsep musyarakah ‘inan.
Musyarakah abdan (syirkah usaha) adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih
dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh (praktik) mereka, seperti kerja sama sesama dokter
di klinik, sesama tukang jahit, atau sesama akuntan/konsultan. Imam Syafi’i melarang syirkah
ini karena syirkah ini dilakukan tanpa modal harta. Akan tetapi, mayoritas mazhab dan ulama
membolehkan dan membantah pendapat Imam syafi’i karena keuntungan tidak harus didapat
dari modal harta, tetapi dapat pula dari modal kerja.
Musyarakah wujuh adalah kerja sama dua pihak atau lebih, dengan cara membeli barang
dengan menggunakan nama baik mereka dan kepercayaan pedagang kepada mereka tanpa
keduanya memiliki modal uang sama sekali, menjualnya dengan pembagian keuntungan mereka

142
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

dan pedagang, lalu setelah dijual bagian keuntungan mereka dibagi bersama. Mazhab Syafi’i dan
Maliki menolak bentuk ini dengan alasan tidak adanya modal yang dikembangkan. Sebaliknya,
mayoritas ulama membolehkan dan menganggap kebutuhan terhadap modal uang lebih besar
dari kebutuhan terhadap pengembangan modal uang yang sudah ada.
Adapun musyarakah mufawadhah adalah musyarakah di mana para anggotanya memiliki
kesamaan dalam modal, aktivitas, dan utang piutang, dari mulai berdirinya musyarakah hingga
akhir (jika asas persamaan tidak terpenuhi, kategorinya masuk pada musyarakah ‘inan). Dalam
syirkah ini, masing-masing menyerahkan kepada mitranya untuk secara bebas mengoperasikan
modalnya, baik ketika ia ada atau tidak. Dengan demikian, ia bebas menjalankan berbagai
aktivitas finansial dan aktivitas kerja yang menjadi tuntutan bentuk kerja sama, seperti jual beli,
penjaminan, pegadaian, sewa-menyewa, menerima tenaga kerja, dan sejenisnya.
Mayoritas ulama membolehkan jenis syirkah mufawadhah. Akan tetapi, Imam Syafi’i
melarang syirkah ini karena mitra akan ikut menanggung akibat dari tindakan yang dilakukan
oleh mitra lainnya, kendati ia tidak mengetahuinya. Dengan demikian, jika hal ini dilaksanakan,
maka akan dikhawatirkan masuk dalam kategori gharar yang dilarang dalam agama Islam.
Alasan ini dibantah oleh mayoritas ulama karena penanggungan terhadap sesuatu yang tidak
diketahui bukanlah tujuan dari syirkah mufawadhah, melainkan konsekuensi dari kerja sama
yang memberikan kebebasan kepada mitra dalam menjalankan usaha.
Berdasarkan perubahan porsi dana para mitra, musyarakah dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu musyarakah permanen dan musyarakah menurun. Berikut akan dibahas kedua jenis
musyarakah tersebut.
1. Musyarakah permanen, yaitu musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra
bersifat tetap hingga akhir masa akad.
2. Musyarakah menurun atau biasa disebut dengan musyarakah mutanaqisha, yaitu
musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan bertahap
kepada mitra lainnya, sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad
mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha itu.

Ketentuan syar’i transaksi musyarakah yang dilakukan oleh bank syariah mengacu pada
Fatwa DSN Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000. Dalam fatwa tersebut, diatur berbagai hal terkait
ijab kabul, ketentuan tentang pihak-pihak yang bertransaksi, objek akad musyarakah, dan
biaya operasional yang disengketakan. Secara detail, fatwa DSN tentang transaksi musyarakah
dibahas dalam bagian rukun transaksi musyarakah berikut.

Rukun Transaksi Musyarakah


Rukun transaksi musyarakah meliputi: dua pihak transaktor, objek musyarakah (modal dan
usaha), serta ijab dan kabul yang menunjukkan persetujuan pihak yang bertransaksi.

Transaktor
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi musyarakah harus cakap hukum, serta berkompeten
dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Para mitra harus memperhatikan

143
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

hal-hal yang terkait dengan ketentuan syar’i transaksi musyarakah. Berdasarkan fatwa DSN
Nomor 8 Tahun 2000, disebutkan bahwa setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan
serta setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur
aset musyarakah dalam proses bisnis normal. Dalam hal pengelolaan aset, setiap mitra memberi
wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah
diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan
mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja. Kendati demikian, seorang
mitra tidak diizinkan menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

Objek Musyarakah
Objek akad musyarakah meliputi tiga aspek, yaitu:
1. Modal
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 8 Tahun 2000 tentang musyarakah disebutkan bahwa modal
yang diberikan dapat berupa kas dan/atau aset non-kas. Modal kas dapat dalam bentuk uang
tunai emas, perak, dan setara kas lainnya yang dapat dicairkan secara cepat menjadi uang.
Adapun modal berupa aset non-kas dapat berupa barang perdagangan, properti, aset tetap,
dan lainnya yang digunakan dalam proses usaha. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih
dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan, atau menghadiahkan
modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan para mitra. Pada
prinsipnya, tidak ada jaminan dalam transaksi musyarakah, tetapi untuk menghindari
penyimpangan, DSN membolehkan bank syariah meminta jaminan.
2. Kerja
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 8 tentang Musyarakah, partisipasi para mitra dalam
pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah. Akan tetapi, kesamaan porsi kerja
bukanlah syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lain,
dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. Setiap
mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya.
Kedudukan masing-masing dalam organisasi harus dijelaskan dalam kontrak. Mitra yang
aktif mengelola usaha musyarakah disebut mitra aktif. Sekiranya ada mitra yang tidak
ikut mengelola usaha musyarakah dan menyerahkan hak pengelolaannya pada mitra lain,
maka mitra tersebut disebut dengan mitra pasif. Dalam praktik perbankan, bank syariah
biasanya menempatkan diri sebagai mitra pasif.
3. Keuntungan dan kerugian
Dalam hal keuntungan musyarakah, DSN mewajibkan para mitra untuk menghitung
secara jelas keuntungannya untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu
alokasi keuntungan maupun ketika penghentian musyarakah. Setiap keuntungan mitra
harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah

144
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

nominal yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Jika keuntungan usaha
musyarakah melebihi jumlah tertentu, seorang mitra boleh mengusulkan kelebihan atau
persentase itu diberikan kepadanya. Adapun aspek-aspek sistem pembagian keuntungan
seperti dasar bagi hasil, persentase bagi hasil, dan periode bagi hasil harus tertuang jelas
dalam akad.
Dalam hal kerugian, DSN mewajibkan kerugian dibagi di antara para mitra secara
proporsional menurut bagian masing-masing. Apabila rugi disebabkan oleh kelalaian mitra
pengelola, maka rugi tersebut ditanggung oleh mitra pengelola usaha musyarakah. Rugi
karena kelalaian mitra pengelola diperhitungkan sebagai pengurang modal mitra pengelola
usaha, kecuali mitra mengganti kerugian tersebut dengan dana baru.

Ijab dan Kabul


Ijab dan kabul dalam transaksi musyarakah harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Akad penerimaan dan penawaran yang
disepakati harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak. Akad selanjutnya dituangkan
secara tertulis melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara yang lazim dalam suatu
masyarakat bisnis.

Pengawasan Syariah Transaksi Musyarakah


Untuk memastikan kesesuaian syariah pada praktik transaksi musyarakah yang dilakukan
bank, DPS melakukan pengawasan syariah secara periodik. Pengawasan tersebut berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dilakukan untuk:
1. meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan oleh bank kepada
nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan pembiayaan musyarakah
telah dilakukan;
2. menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai prinsip syariah;
3. memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian pembiayaan musyarakah;
4. memastikan terpenuhinya rukun dan syarat musyarakah;
5. memastikan bahwa biaya operasional telah dibebankan pada modal bersama musyarakah;
dan
6. memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis kegiatan usaha
yang bertentangan dengan syariah.

Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk
hati-hati dalam melakukan transaksi musyarakah dengan para nasabah. Selain itu, bank juga
dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS
dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.

145
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Alur Transaksi Musyarakah

Alur transaksi musyarakah dapat dilihat pada Figur 8.1. dengan urutan sebagai berikut.

Figur 8.1 Alur Transaksi Musyarakah

1. Negosiasi dan
Bank Syariah Akad Nasabah
(mitra pasif ) Musyarakah (mitra aktif )

4a. menerima 2. Pelaksanaan


porsi laba Usaha Produktif 4b. menerima
5.menerima porsi laba
kembalian modal

3. Membagi hasil usaha


• Keuntungan dibagi sesuai
nisbah
• Kerugian tanpa kelalaian
nasabah ditanggung sesuai
modal

Pertama, dimulai dari pengajuan permohonan pembiayaan musyarakah oleh nasabah


dengan mengisi formulir permohonan pembiayaan. Formulir tersebut diserahkan kepada
bank syariah beserta dokumen pendukung. Selanjutnya, pihak bank melakukan evaluasi
kelayakan pembiayaan musyarakah yang diajukan nasabah dengan menggunakan analisis
5 C (Character, Capacity, Capital, Commitment, dan Collateral). Kemudian, analisis diikuti
dengan verifikasi. Bila nasabah dan usaha dianggap layak, selanjutnya diadakan perikatan
dalam bentuk penandatanganan kontrak musyarakah dengan nasabah sebagai mitra di
hadapan notaris. Kontrak yang dibuat setidaknya memuat berbagai hal untuk memastikan
terpenuhinya rukun musyarakah.

Kedua, bank dan nasabah mengontribusikan modalnya masing-masing dan nasabah sebagai
mitra aktif mulai mengelola usaha yang disepakati berdasarkan kesepakatan dan kemampuan
terbaiknya.

Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan.
Keuntungan yang diperoleh akan dibagi antara bank dengan nasabah sesuai dengan porsi
yang telah disepakati. Seandainya terjadi kerugian yang tidak disebabkan oleh kelalaian

146
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

nasabah sebagai mitra aktif, maka kerugian ditanggung proporsional terhadap modal
masing-masing mitra. Adapun kerugian yang disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai
mitra aktif sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah.

Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan
metode perhitungan yang telah disepakati.

Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah. Jika nasabah telah
mengembalikan semua modal milik bank, usaha selanjutnya menjadi milik nasabah
sepenuhnya.

Cakupan Standar Akuntansi Transaksi Musyarakah bagi


Bank Syariah (Mitra Pasif)

Ketentuan tentang perlakuan akuntansi transaksi musyarakah didasarkan pada PSAK 106 Tahun
2007 tentang Akuntansi Musyarakah. PSAK ini menjelaskan tentang karakteristik musyarakah,
pengakuan dan pengukuran seputar transaksi musyarakah, serta penyajian dan pengungkapan
informasi pembiayaan musyarakah dalam laporan keuangan. PSAK ini membedakan akuntansi
untuk mitra aktif dan mitra pasif. Menurut PSAK 106, mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha
musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut. Adapun
mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah. Berdasarkan pembedaan
jenis mitra tersebut, bank syariah dalam skema pembiayaan musyarakah yang diberikan cenderung
masuk dalam kategori mitra pasif, karena tidak ikut mengelola usaha musyarakah.

Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Musyarakah

Pembahasan teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi pembiayaan musyarakah didasarkan


pada Kasus 8.1 berikut.

Kasus 8.1 Transaksi Pembiayaan Musyarakah

Pada tanggal 2 Februari 20XA, Bu Nasibah menandatangani akad pembiayaan usaha


penggilingan padi (membeli padi, menggiling selanjutnya menjual beras) dengan Bank Murni
Syariah (BMS) dengan skema musyarakah sebagai berikut.

Nilai Proyek : Rp80.000.000


Kontribusi Bank : Rp60.000.000 (pembayaran tahap pertama sebesar Rp35.000.000
dilakukan tanggal 12 Februari, pembayaran tahap kedua sebesar
Rp25.000.000, dilakukan tanggal 2 Maret)
Kontribusi Bu Nasibah : Rp20.000.000
Nisbah Bagi Hasil : Bu Nasibah 75% dan BMS 25%
Periode : 6 Bulan

147
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Biaya Administrasi : Rp600.000 (1% dari pembiayaan bank)


Objek Bagi Hasil : Laba bruto (selisih harga jual beras dikurangi harga pembelian
padi)
Skema Pelaporan dan
Pembayaran Porsi Bank : Setiap tiga bulan (dua kali masa panen) pada tanggal 2 Mei dan
2 Agustus 20XA
Skema Pelunasan Pokok : Musyarakah permanen—dilunasi pada saat akad berakhir
tanggal 2 Agustus 20XA

Perhitungan Transaksi Musyarakah


Perhitungan yang diperlukan dalam transaksi musyarakah adalah perhitungan pengembalian bagian
bank sekiranya jenis musyarakah yang digunakan adalah musyarakah menurun. Pada musyarakah
menurun, mitra aktif (nasabah pembiayaan) secara periodik mengembalikan bagian bank.

Penjurnalan Transaksi Musyarakah


Saat Akad Disepakati
Dalam praktik perbankan, pada saat akad musyarakah disepakati, bank akan membuka cadangan
rekening pembiayaan musyarakah untuk nasabah. Pada tanggal itu juga, bank membebankan
biaya administrasi dengan mendebit rekening nasabah.
Jurnal untuk membuka cadangan pembiayaan musyarakah untuk Bu Nasibah dan
pembebanan biaya administrasi adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/02/XA Db. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan 60.000.000

Kr. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan 60.000.000

Db. Kas/Rekening nasabah—Bu Nasibah 600.000

Kr. Pendapatan administrasi 600.000

Saat Penyerahan Pembiayaan Musyarakah oleh Bank kepada Nasabah


Dalam PSAK 106 paragraf 27 disebutkan bahwa pembiayaan musyarakah diakui pada saat
pembayaran kas atau penyerahan aset non-kas kepada mitra aktif. Aset berwujud kas dinilai
sebesar jumlah yang dibayarkan (paragraf 28a), sedangkan aset yang berwujud non-kas dinilai
sebesar nilai wajar, dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset non-kas,
maka selisih tersebut diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad;
atau sebagai kerugian pada saat terjadinya (paragraf 28b). Pembiayaan musyarakah non-kas
yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban
penyusutan atas aset yang diserahkan, dikurangi amortisasi keuntungan tangguhan (jika ada)
(paragraf 29). Adapun biaya yang terjadi akibat akad musyarakah, seperti biaya studi kelayakan,
tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah, kecuali ada persetujuan dari seluruh
mitra (paragraf 30).

148
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

Penyerahan pembiayaan musyarakah tidak harus dilakukan pada saat akad. Penyerahan
investasi dilakukan ketika nasabah siap menggunakan investasi yang diperlukan. Dengan
demikian, investasi bisa diserahkan lebih dari satu termin.
Dalam kasus Bu Nasibah di atas, anggaplah bahwa pada tanggal 12 Februari bank mentransfer
sebesar Rp35.000.000 ke rekening Bu Nasibah sebagai pembayaran tahap pertama. Selanjutnya
pada tanggal 2 Maret, bank syariah menyerahkan dana tahap kedua sebesar Rp25.000.000.
Adapun bentuk jurnalnya adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

12/02/XA Db. Pembiayaan musyarakah 35.000.000

Kr. Kas/Rekening nasabah 35.000.000

Db.Kewajiban komitmen administratif pembiayaan 35.000.000

Kr. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan 35.000.000

02/03/XA Db. Pembiayaan musyarakah 25.000.000

Kr. Kas/Rekening nasabah 25.000.000

Db. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan 25.000.000

Kr. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan 25.000.000

Saat Penerimaan Bagi Hasil Bagian Bank


Selama akad berlangsung, pendapatan usaha pembiayaan musyarakah diakui sebesar bagian
mitra pasif sesuai kesepakatan. Sementara itu, kerugian pembiayaan musyarakah diakui sesuai
dengan porsi dana. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra
aktif atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah.
Berikut adalah realisasi laba bruto usaha Bu Nasibah selama dua kali masa panen yang
dilaporkan pada tanggal 2 Mei 20XA dan 2 Agustus 20XA.

Tanggal Pembayaran
No. Periode Jumlah Laba Bruto (Rp) Porsi Bank 25% (Rp)
Bagi Hasil

1. Masa Panen I 14.000.000 3.500.000 02 Mei

2. Masa Panen II 16.000.000 4.000.000 12 Ags

Transaksi di atas dapat kita klasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan


pelaporan bagi hasil, (seperti pada bagi hasil untuk masa panen I)
Berdasar PSAK 106 paragraf 34, disebutkan bahwa pendapatan usaha pembiayaan
musyarakah diakui sebesar bagian mitra sesuai kesepakatan.
Misalkan untuk pembayaran bagi hasil musyarakah masa panen pertama, Bu Nasibah
melaporkan bagi hasil untuk bank syariah pada tanggal 2 Mei. Pada tanggal tersebut, Bu
Nasibah langsung membayar bagi hasil untuk bank syariah sebesar Rp3.500.000. Jurnal
untuk mencatat penerimaan bagi hasil tersebut adalah sebagai berikut.

149
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/05/XA Db. Kas/Rekening nasabah 3.500.000

Kr. Pendapatan bagi hasil musyarakah 3.500.000

2. Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan tanggal


pelaporan bagi hasil, seperti pada bagi hasil untuk masa panen II.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/08/XA Db. Piutang pendapatan bagi hasil musyarakah 4.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil musyarakah—akrual 4.000.000

12/08/XA Db. Kas/rek. nasabah 4.000.000

Kr. Piutang pendapatan bagi hasil musyarakah 4.000.000

Db. Pendapatan bagi hasil musyarakah—akrual 4.000.000

Kr. Pendapatan bagi hasil musyarakah 4.000.000

Piutang pendapatan bagi hasil musyarakah disajikan dalam neraca pada bagian aset. Akun
ini merupakan sub-akun dari piutang. Adapun akun pendapatan bagi hasil musyarakah
akrual disajikan dalam laporan laba rugi. Oleh karena bagi hasil ini belum berwujud kas,
maka pendapatan bagi hasil akrual tidak diikutsertakan dalam perhitungan bagi hasil dengan
nasabah penghimpunan. Untuk kemudahan mengidentifikasi pendapatan yang belum berwujud
kas, pendapatan bagi hasil akrual perlu dibedakan dengan pendapatan bagi hasil yang telah
berwujud kas.
Seperti halnya pada transaksi mudharabah, dalam praktik perbankan, beberapa
bank mengabaikan pengakuan pendapatan bagi hasil musyarakah akrual. Pada tahun
berjalan, kendati telah ada pemberitahuan laba bruto oleh nasabah pembiayaan, bank
belum mengakuinya sebagai pendapatan bagi hasil. Pengakuan pendapatan ditunda hingga
bank menerima porsi bagi hasilnya. Selanjutnya untuk keperluan pelaporan akhir tahun,
bank mengidentifikasi pendapatan yang bersifat akrual secara manual, untuk selanjutnya
mengakuinya sebagai pendapatan pada laporan laba rugi dan piutang pendapatan bagi hasil
musyarakah pada laporan neraca.

Saat Akad Berakhir


Pada musyarakah permanen, jumlah investasi bank syariah pada nasabah adalah tetap hingga
akhir masa akad. Investasi tersebut baru diterima kembali pada saat akad diakhiri. Pada saat
akad diakhiri, terdapat dua kemungkinan, yaitu nasabah mampu mengembalikan pembiayaan
musyarakah dan nasabah tidak mampu mengembalikan pembiayaan musyarakah tersebut.

1. Alternatif 1: nasabah pembiayaan mampu mengembalikan modal musyarakah bank


Misalkan pada tanggal 2 Agustus 20XA, saat jatuh tempo Bu Nasibah melunasi pembiayaan
musyarakah sebesar Rp60.000.000. Maka, jurnal transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

150
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/05/XB Db. Kas/Rekening nasabah 60.000.000

Kr. Pembiayaan musyarakah 60.000.000

2. Alternatif 2: nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal


musyarakah bank
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 33, disebutkan bahwa pada saat akad musyarakah berakhir,
pembiayaan musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.
Misalkan pada Bu Nasibah tidak mampu melunasi modal musyarakah bank, maka jurnal
pada saat jatuh tempo tersebut adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Piutang pembiayaan musyarakah jatuh tempo 60.000.000

Kr. Pembiayaan musyarakah 60.000.000

Jika dikemudian hari nasabah membayar piutang pembiayaan musyarakah jatuh tempo,
maka jurnalnya adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Kas/rekening nasabah 60.000.000

Kr. Piutang pembiayaan musyarakah jatuh tempo 60.000.000

Variasi Transaksi
1. Pembiayaan musyarakah dengan menggunakan aset non-kas
Secara teori, transaksi pembiayaan musyarakah dapat dilakukan dengan menggunakan
aset non-kas. Akan tetapi, berdasarkan diskusi penulis dengan beberapa praktisi bank
syariah dapat disimpulkan bahwa transaksi jenis ini tidak lazim diterapkan dalam dunia
perbankan syariah. Semua pembiayaan musyarakah oleh bank pada umumnya berwujud
kas. Akan tetapi, jika suatu bank syariah melakukan pembiayaan musyarakah dengan
menggunakan aset non-kas, dapat mengacu pada PSAK 106 paragraf 27, yang disebutkan
bahwa pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset
non-kas kepada mitra aktif.
a. Nilai wajar aset non-kas lebih tinggi dari nilai buku
Aset yang berwujud non-kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih
antara nilai wajar dan nilai tercatat aset non-kas, maka selisih tersebut diakui sebagai
keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau sebagai kerugian pada
saat terjadinya (paragraf 28b). Pembiayaan musyarakah non-kas yang diukur dengan
nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan
atas aset yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jika
ada) (paragraf 29). Adapun biaya yang terjadi akibat akad musyarakah, seperti biaya
studi kelayakan, tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah kecuali
ada persetujuan dari seluruh mitra (paragraf 30).

151
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Dalam kasus Bu Nasibah, misalkan pembayaran tahap pertama (tanggal 12 Februari


20XA) dilakukan dalam bentuk aset non-kas. Bank syariah menyerahkan peralatan
penggilingan padi untuk menambah kapasitas produksi usaha Bu Nasibah. Aset
non-kas tersebut memiliki nilai wajar Rp35.000.000. Berdasarkan pencatatan bank,
peralatan milik bank tersebut memiliki aset bank dengan nilai buku Rp34.100.000
(harga perolehan Rp34.500.000 dan akumulasi penyusutan Rp400.000). Adapun
bentuk jurnalnya adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/03/XA Db. Pembiayaan musyarakah 35.000.000

Db. Akumulasi penyusutan 400.000

Kr. Aset non-kas 34.500.000

Kr. Keuntungan tangguhan 900.000


Ket: penyerahan pembiayaan musyarakah berupa aset
non-kas dengan nilai wajar lebih tinggi dibanding nilai
buku

Berdasarkan PSAK 106 paragraf 29, keuntungan tangguhan diamortisasi selama masa
akad.
Misalkan pada kasus di atas, dengan lama akad 6 bulan, dan bank melakukan
amortisasi setiap bulan, maka jurnal amortisasi keuntungan setiap bulan adalah
sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Keuntungan Tangguhan 150.000

Kr. Keuntungan 150.000*

Ket: Amortisasi = total keuntungan tangguhan/jumlah periode amortisasi


*Amortisasi = Rp900.000/6
= Rp150.000

b. Nilai wajar aset non-kas lebih rendah dari nilai buku
Untuk aset yang berwujud non-kas dengan nilai wajar lebih rendah dari nilai buku,
maka selisih tersebut diakui sebagai kerugian pada saat terjadinya (paragraf 28b).
Dalam kasus Bu Nasibah di atas, misalkan pembayaran tahap pertama (tanggal 12
Februari 20XA) dilakukan dalam bentuk aset non-kas. Bank syariah menyerahkan
peralatan penggilingan padi untuk menambah kapasitas produksi usaha Bu Nasibah.
Aset non-kas tersebut memiliki nilai wajar Rp33.200.000. Berdasarkan pencatatan
bank, peralatan milik bank tersebut memiliki aset bank dengan nilai buku Rp34.100.000
(harga perolehan Rp34.500.000 dan akumulasi penyusutan Rp400.000). Adapun
bentuk jurnalnya adalah sebagai berikut.

152
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/03/XA Db. Pembiayaan musyarakah 33.200.000

Db. Akumulasi penyusutan 400.000

Db. Kerugian 900.000

Kr. Aset non-kas 34.500.000


Ket: penyerahan pembiayaan musyarakah berupa aset
non-kas dengan nilai wajar lebih rendah dibanding nilai
buku

2. Pelunasan Pembiayaan Musyarakah secara Bertahap


Selain menggunakan skema musyarakah permanen atau musyarakah dengan ketentuan
jumlahnya tetap hingga akhir masa akad, para mitra dapat menggunakan skema
musyarakah menurun. Musyarakah menurun atau biasa disebut dengan musyarakah
mutanaqisha adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan
dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun
dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut
(PSAK 106 paragraf 4).
Pada musyarakah menurun, pengembalian pokok investasi bank oleh nasabah dilakukan
sesuai dengan jadwal dan jumlah yang ditentukan bersama pada saat akad musyarakah
disepakati.
Misalkan pada kasus Bu Nasibah di atas disepakati bahwa pengembalian pokok dilakukan
setiap tanggal 2 mulai bulan Mei hingga bulan Agustus 20XA (4 bulan) dengan jadwal dan
realisasi pengembalian sebagai berikut.

Jumlah Pokok Pembiayaan


No. Jadwal Pengembalian Tanggal Pembayaran
yang Dikembalikan*

1. 02 Mei 20XA Rp15.000.000 02 Mei 20XA

2. 02 Jun 20XA Rp15.000.000 02 Jun 20XA

3. 02 Jul 20XA Rp15.000.000 12 Juli 20XA

4. 02 Ags 20XA Rp15.000.000 12 Ags 20XA

* Jumlah pokok pembiayaan yang harus diserahkan per bulan dapat dihitung dengan rumus berikut:
Pengembalian pokok per bulan = Total pembiayaan/jumlah bulan pelunasan
= Rp60.000.000/4
= Rp15.000.000

Pola pembayaran nasabah dapat dibedakan atas dua, yaitu pembayaran tepat pada jadwal
yang disepakati seperti pada pembayaran bulan Mei dan Juni, dan pembayaran melewati
jadwal yang ditentukan seperti pada bulan Juli dan Agustus.
a. Pembayaran cicilan pokok pembiayaan sesuai dengan jadwal yang disepakati
Pada kasus Bu Nasibah di atas, jurnal untuk pengembalian pokok pada bulan Mei
dan Juni yang dibayar pada tanggal jatuh tempo 2 Mei dan 2 Juni adalah sebagai
berikut.

153
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/05/XA Db. Kas/rekening nasabah 15.000.000

Kr. Pembiayaan musyarakah 15.000.000

02/06/XA Db. Kas/rekening nasabah 15.000.000

Kr. Pembiayaan musyarakah 15.000.000

b. Pembayaran cicilan pokok pembiayaan melewati jadwal yang disekapati


Berdasarkan PSAK 106 paragraf 33, disebutkan bahwa jika pembiayaan musyarakah
belum dikembalikan oleh mitra aktif saat jatuh tempo, pembiayaan musyarakah
tersebut selanjutnya diakui sebagai piutang.
Pada kasus Bu Nasibah di atas, jurnal untuk pengembalian pokok pada bulan Juli dan
Agustus yang dibayar setelah tanggal jatuh tempo adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/07/XA Db. Piutang musyarakah jatuh tempo 15.000.000

Kr. Pembiayaan musyarakah 15.000.000

12/07/XA Db. Kas/rekening nasabah 15.000.000

Kr. Piutang musyarakah jatuh tempo 15.000.000

02/08/XA Db. Piutang musyarakah jatuh tempo 15.000.000

Kr. Pembiayaan musyarakah 15.000.000

12/08/XA Db. Kas/rekening nasabah 15.000.000

Kr. Piutang musyarakah jatuh tempo 15.000.000

3. Kerugian Usaha Musyarakah


Salah satu ciri dari pembiayaan musyarakah adalah ikut sertanya pemilik modal menanggung
risiko jika terjadi kerugian usaha. Kerugian usaha musyarakah dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu kerugian karena kelalaian pengelola dan kerugian bukan karena kelalaian
pengelola.
a. Kerugian disebabkan bukan karena kelalaian pengelola
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 24, disebutkan bahwa kerugian pembiayaan
musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi
nilai aset musyarakah.
Misalkan pada bagi hasil masa panen II, dilaporkan pada tanggal 2 Agustus 20XA
bahwa Bu Nasibah mengalami kerugian Rp1 juta akibat bencana alam banjir bandang
yang mengenai gudang penyimpanan berasnya. Berdasarkan ketentuan musyarakah,
kerugian yang diakui bank adalah sesuai porsi bank.

154
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

Perhitungan porsi tanggung jawab bank adalah sebagai berikut.

Investasi bank
Porsi tanggung jawab bank = Total pembiayaan × Rp1.000.000
musyarakah
Rp60.000.000
= × Rp1.000.000
Rp80.000.000

= Rp750.000

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Beban kerugian musyarakah 750.000

Kr. Cadangan kerugian Pembiayaan musyarakah 750.000

Kerugian musyarakah sebesar Rp750.000 tersebut menunjukkan bahwa bank syariah


menanggung 75% kerugian Rp1.000.000 pembiayaan musyarakah yang terjadi. Implikasi
dari adanya kerugian tersebut adalah berkurangnya pengembalian modal pembiayaan
musyarakah milik bank syariah. Berdasarkan PSAK 106 paragraf 26, disebutkan bahwa
bagian mitra pasif atas pembiayaan musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di
akhir akad dinilai sebesar:
a. jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan
kerugian (jika ada); atau
b. nilai wajar aset musyarakah non-kas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah
setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).

Dengan demikian, jurnal saat Bu Nasibah mengembalikan modal musyarakah pada waktu
jatuh tempo adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. kas/Rekening nasabah 59.250.000

Db. Cadangan kerugian pembiayaan musyarakah 750.000

Kr. Pembiayaan musyarakah 60.000.000

Dalam praktik perbankan, pengakuan kerugian pada pembiayaan musyarakah sejauh ini
diperlakukan mengikuti perlaukan kebijakan kolektibilitas bank Indonesia.
b. Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola
1) Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang masih mampu
melanjutkan usaha.
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 24, disebutkan bahwa kerugian akibat kelalaian
atau kesalahan mitra aktif, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau
pengelola usaha musyarakah.

155
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Misalkan pada bagi hasil masa panen kedua, dilaporkan pada tanggal 2 Agustus
20XA bahwa Bu Nasibah mengalami kerugian Rp1 juta. Setelah diteliti, kerugian
disebabkan oleh kesalahan Bu Nasibah. Dalam hal ini tidak ada jurnal karena kelalaian
nasabah dan kerugian ini tidak berpengaruh terhadap pembayaran modal pembiayaan
musyarakah pada bank syariah.
2) Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang tidak mampu
melanjutkan usaha (bangkrut).
Dalam praktik perbankan, kerugian yang terjadi pada nasabah yang lalai sangat mungkin
menyebabkan nasabah tidak mampu lagi melanjutkan usaha atau mengalami bangkrut.
Dalam hal ini, bank syariah juga bisa mengikuti perlakuan kebijakan kolektibilitas bank
Indonesia.
Berikut ini adalah ilustrasi pembiayaan musyarakah menurun dengan kasus nasabah
pengelola melakukan kelalaian dan dipandang tidak mampu melanjutkan usaha
(bangkrut).

Kasus 8.2 Transaksi Pembiayaan Musyarakah Menurun—Kasus Bermasalah

Informasi singkat pembiayaan musyarakah menurun:


• Besarnya investasi bank 1.000.000.
• Besarnya investasi nasabah 500.000.
• Angsuran pokok dibayarkan 10× dalam setiap bulan @100.000.
• Bagi hasil ditentukan berdasarkan profit sharing dengan nisbah nasabah : bank = 40 : 60
• Pencairan dilakukan 10 Januari 2009.
• Angsuran pokok dan bagi hasil dijadwalkan dibayar setiap tanggal 10, yaitu tanggal 10
Februari 2009 s.d. 11 November 2009.

Jurnal untuk ilustrasi di atas adalah sebagai berikut.

1. Jurnal Saat Pencairan

Misalkan pada tanggal 10 Januari 2009, bank melakukan pencairan ke rekening nasabah,
maka jurnal saat pencairan adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Pembiayaan musyarakah 1.000.000

Kr. Kas/Rekening nasabah 1.000.000

2. Jurnal Penyisihan
Saat akhir bulan 31 Januari 2009, bank melakukan penilaian atas kualitas aset. Karena baru
cair dan status lancar, maka bank wajib membentuk cadangan kerugian sebesar 1%.

156
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Beban penyisihan penghapusan 10.000

Kr. Penyisihan penghapusan 10.000

keterangan: 1% x 1.000.000 = 10.000

Biaya penyisihan penghapusan sebesar Rp10.000 masuk ke L/R, sedangkan penyisihan


penghapusan sebesar Rp10.000 masuk ke sisi aset neraca sebagai contra account
musyarakah.

Atas jurnal penyisihan ini, maka penyajian di neraca sisi aset adalah:
Pembiayaan musyarakah Rp1.000.000
Penyisihan penghapusan Rp (10.000)
Pembiayaan musyarakah net Rp 990.000
Misalkan selama bulan Februari, Maret, dan April, nasabah secara rutin mengangsur pokok
dan bagi hasil kepada bank syariah dengan jumlah sebagai berikut.

Jumlah Laba Porsi Bank 60% Jumlah Angsuran


Bulan
(Rp) (Rp) Pokok
Feb 20.000 12.000 100.000
Mar 22.000 13.200 100.000
Apr 19.000 11.400 100.000

Misalkan, pada 10 Februari 2009, nasabah mengangsur pokok dan bagi hasil. Realisasi
profit adalah 20.000. Jurnal untuk angsuran pokok dan bagi hasil pada tanggal tersebut
adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Rekening nasabah 100.000

Kr. Pembiayaan musyarakah 100.000

Db. Rekening nasabah 12.000

Kr. Pendapatan bagi hasil 12.000

Ket: angsuran pokok porsi bagi hasil diterima bulan Januari

Db. Rekening nasabah 100.000

Kr. Pembiayaan musyarakah 100.000

Db. Rekening nasabah 13.200

Kr. Pendapatan bagi hasil 13.200

Ket: angsuran pokok porsi bagi hasil diterima bulan Februari

Db. Rekening nasabah 100.000

Kr. Pembiayaan musyarakah 100.000

157
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Rekening nasabah 11.400

Kr. Pendapatan bagi hasil 11.400

Ket: angsuran pokok porsi bagi hasil diterima bulan Maret

Misalkan pada tanggal 10 Mei 2009, nasabah tidak mengangsur pokok dan bagi hasil.
Realisasi profit adalah 0. Diketahui 7 hari kemudian, usaha nasabah berhenti total karena
kebakaran akibat kecerobohan nasabah.
Jurnal angsuran pokok : tidak ada
Jurnal bagi hasil : tidak ada

Atas kejadian ini, bank menentukan kolektibilitas 5 pada investasi yang disalurkan
tersebut. Hal ini disebabkan karena sudah tidak dimungkinkan lagi usaha yang dibiayai
memberikan hasil atau keuntungan. Diketahui juga bahwa agunan yang digunakan dalam
investasi turut terbakar.
Saldo pokok investasi saat ini yang belum terbayar adalah 700.000 (besarnya investasi
awal 1.000.000 dikurangi 3× angsuran pokok @100.000). Berdasarkan ketentuan BI,
maka investasi kolektibilitas harus membentuk cadangan kerugian 100% dari saldo pokok
investasi yang belum terbayar.
Penyisihan yang harus dibentuk: 100% × 700.000 = 700.000
Penyisihan yang telah dibentuk pada 31 Jan 2009 = (10.000)
Kekurangan penyisihan adalah = 690.000

3. Jurnal Penyisihan Penghapusan


Sesuai ketentuan BI, kualitas investasi atau tingkat kolektibilitas ditentukan pada akhir
bulan. Maka pada tanggal 31 Mei 2009, bank mengakui adanya biaya penyisihan
penghapusan dengan jurnal sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Beban penyisihan penghapusan 690.000

Kr. Penyisihan penghapusan 690.000

Atas jurnal penyisihan ini, maka penyajian di neraca sisi aset adalah:
Pembiayaan musyarakah = 700.000
Penyisihan penghapusan = (700.000)
Pembiayaan musyarakah net = 0
4. Jurnal Penghapusbukuan
Sebagai perusahaan berbadan hukum, bank melakukan penghapusbukuan atas investasi
ini sesuai prosedur, misalnya melalui RUPS. Disepakati bahwa hapus buku dilakukan 12
bulan kemudian setelah diajukan ke RUPS tahun buku 2009. Hapus buku dilakukan pada
tanggal 31 Mei 2010. Maka jurnal penghapusbukuan pembiayaan musyarakah menurun
adalah sebagai berikut.

158
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Penyisihan penghapusan 700.000
Kr. Pembiayaan musyarakah 700.000

5. Jurnal Penerimaan Kembali Investasi yang Telah Dihapus Buku


Misalkan pada tanggal 1 Juni 2010, nasabah dengan itikad baik melakukan angsuran
pokok investasi. Hal ini dikarenakan kerugian pembiayaan musyarakah menurun terjadi
akibat kelalaian nasabah. Sesuai kemampuan arus kasnya, maka nasabah mengangsur
300.000. Jurnal atas penerimaan angsuran atas investasi yang telah dihapus buku

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Kas/rekening nasabah 300.000
Kr. Penyisihan Penghapusan 300.000

Penyajian Transaksi Musyarakah

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.8) terdapat beberapa akun terkait transaksi pembiayaan
musyarakah. Akun tersebut adalah pembiayaan musyarakah, piutang bagi hasil, cadangan
kerugian penurunan nilai pembiayaan musyarakah,
1. Pembiayaan musyarakah disajikan sebesar saldo pembiayaan musyarakah nasabah kepada
bank. Tagihan kepada mitra aktif yang disebabkan akibat kelalaian atau penyimpangan
mitra aktif (nasabah) disajikan sebagai bagian dari pembiayaan musyarakah. Pembiayaan
musyarakah yang diakhiri sebelum jatuh tempo atau sudah berakhir dan belum diselesaikan
oleh nasabah tetap disajikan sebagai bagian dari pembiayaan musyarakah.
2. Piutang bagi hasil disajikan sebagai bagian dari aset lainnya pada saat nasabah tergolong
performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-performing maka piutang bagi
hasil disajikan pada rekening administratif.
3. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Pembiayaan Musyarakah disajikan sebagai pos lawan
(contra account) Pembiayaan Musyarakah.

Pengungkapan Transaksi Musyarakah

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.9-10), hal-hal yang harus diungkapkan terkait dengan transaksi
pembiayaan berdasarkan musyarakah adalah:
1. Rincian jumlah pembiayaan musyarakah berdasarkan modal mitra, jenis valuta, jenis
penggunaan, sektor ekonomi, status bank dalam pembiayaan musyarakah (mitra pasif),
dan mitra aktif (jika mitra aktif bukan berasal dari salah satu mitra musyarakah).
2. Klasifikasi pembiayaan musyarakah menurut jangka waktu akad pembiayaan, kualitas
pembiayaan, dan tingkat bagi hasil rata-rata.
3. Jumlah dan persentase pembiayaan musyarakah yang diberikan kepada pihak-pihak
berelasi.

159
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

4. Jumlah dan persentase pembiayaan musyarakah yang telah direstrukturisasi dan informasi
lain tentang pembiayaan musyarakah yang direstrukturisasi selama periode berjalan.
5. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko portofolio pembiayaan
musyarakah.
6. Besarnya pembiayaan musyarakah bermasalah dan cadangan kerugian penurunan nilai
untuk setiap sektor ekonomi.
7. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan musyarakah bermasalah.
8. Ikhtisar pembiayaan musyarakah yang dihapus buku yang menunjukkan saldo awal,
penghapusan selama tahun berjalan, penerimaan atas pembiayaan musyarakah yang telah
dihapusbukukan dan pembiayaan musyarakah yang telah dihapustagih dan saldo akhir
pembiayaan musyarakah yang dihapus buku.

160
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

Referensi

Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Jakarta: Tazkia Cendekia.
Bank Indonesia. 2006. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi
Dewan Pengawas Syariah. Jakarta: Bank Indonesia.
Bank Indonesia. 2013. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Dewan Syariah Nasional–MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional edisi 2. Jakarta: DSN-
MUI dan Bank Indonesia.
DSAK IAI. 2002. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
DSAK IAI. 2007. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah”. Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
DSAK IAI. 2007. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 106 tentang Akuntansi Musyarakah”.
Jakarta: IAI dan Penerbit Salemba.
Harahap, Sofyan S., Wiroso, Yusuf, M. 2004. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE USAKTI.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2003. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: IAI.
Wiyono, Slamet. 2005. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah berdasarkan PSAK dan
PAPSI. Jakarta: Grasindo.

Soal-Soal Latihan

A. Soal Teori
1. Jelaskan definisi pembiayaan musyarakah.
2. Jelaskan perbedaan antara transaksi dengan skema musyarakah dan yang dengan skema
mudharabah.
3. Jelaskan rukun transaksi musyarakah.
4. Jelaskan perbedaan antara musyarakah menurun dengan musyarakah permanen.
5. Jelaskan perbedaan antara revenue sharing, profit sharing, dan gross profit sharing. Jelaskan
juga kelebihan dan kelemahan masing-masing metode bagi hasil tersebut.
6. Perhatikan dan screen shoot-lah penyajian dan pengungkapan yang berkaitan dengan
transaksi pembiayaan musyarakah di laporan keuangan di salah satu bank syariah.
Analisislah, apakah praktik yang dilakukan sudah mengikuti ketentuan yang terdapat
dalam PSAK 106 maupun PAPSI 2013.

161
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

B. Soal Kasus
Kasus 1
Pada tanggal 12 Januari 20XA, BPRS Bangun Marwah Warga (BMW) dan Bapak Hendra
menandatangani akad musyarakah permanen untuk pembiayaan usaha fotokopi senilai Rp40.000.000,
yang terdiri dari Rp30.000.000 kontribusi BPRS dan Rp10.000.000 kontribusi Bapak Hendra. Bagi
hasil didasarkan pada laba bruto (penjualan dikurangi biaya kertas) dengan nisbah bagi hasil 20%
BPRS dan 80% Bapak Hendra. Bagi hasil disepakati untuk dibayar dan dilaporkan setiap tanggal 20
mulai bulan Februari. Pembiayaan musyarakah disepakati jatuh tempo pada tanggal 20 April 20XA.
Buatlah jurnal untuk transaksi berikut.
1. Tanggal 12 Januari BPRS (saat akad) membuka cadangan pembiayaan musyarakah untuk
Bapak Hendra.
2. Tanggal 12 Januari (saat akad) BPRS membebankan biaya administrasi sebesar 0,2% dari
nilai pembiayaan dan langsung diambil dari rekening Bapak Hendra.
3. Tanggal 20 Januari BPRS mentransfer sebesar Rp30.000.000 ke rekening Bapak Hendra
sebagai pembayaran porsi investasi BPRS.
4. Tanggal 20 Februari 20XA Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp5.000.000
dan pada tanggal yang sama membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari laba bruto.
5. Tanggal 20 Maret 20XA Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp4.000.000
dan membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari laba bruto pada tanggal 25 Maret
20XA.
6. Tanggal 20 April 20XA Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp6.000.000
dan pada tanggal yang sama membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari laba
bruto.
7. Tanggal 20 April 20XA, saat jatuh tempo, Bapak Hendra melunasi pembiayaan musyarakah
sebesar Rp30.000.000 via debit rekening.

Kasus 2
Berikut adalah informasi singkat investasi musyarakah menurun:
• Besarnya investasi BPRS Amanah Rp4.000.000.
• Besarnya investasi nasabah Rp1.000.000.
• Angsuran pokok dibayarkan 10× dalam setiap bulan @ Rp400.000.
• Bagi hasil ditentukan berdasarkan nisbah dari laba bruto 60% untuk Nasabah dan 40%
untuk Bank.
• Pencairan dilakukan 10 Januari 2015.
• Angsuran pokok dan bagi hasil dijadwalkan dibayar setiap tanggal 10, yaitu tanggal 10
Februari 2015 s.d. 11 November 2015.

162
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

Diminta:
Buatlah jurnal untuk transaksi-transaksi berikut!
1. Tanggal 10 Januari 2015, bank melakukan pencairan ke rekening nasabah.
2. Pada tanggal 31 Januari, bank melakukan penilaian atas kualitas aset dan membentuk
penyisihan kerugian sebesar 1%.
3. Selama bulan Februari, Maret, dan April, nasabah secara rutin mengangsur pokok dan
bagi hasil kepada bank syariah dengan jumlah sebagai berikut.

Bulan Jumlah Laba Bruto (Rp) Porsi Bank 40% (Rp) Jumlah Angsuran Pokok
Februari 300.000 120.000 400.000
Maret 200.000 80.000 400.000
April 150.000 60.000 400.000

4. Tanggal 10 Mei 2015, nasabah tidak mengangsur pokok dan bagi hasil. Realisasi profit
adalah Rp0. Diketahui 7 hari kemudian, usaha nasabah berhenti total karena kebakaran
akibat kecerobohan nasabah. Atas kejadian ini, bank menentukan kolektibilitas 5 pada
investasi yang disalurkan tersebut. Hitung penyisihan yang harus dibentuk, berapa
kekurangan penyisihannya serta buatlah jurnal penyisihan penghapusan.
5. Berdasarkan persetujuan RUPS, pada tanggal 31 Mei 2016, dilakukan penghapusbukuan
investasi musyarakah menurun.

163
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Jawaban Soal Kasus


1. Tanggal 12 Januari BPRS (saat akad) membuka cadangan pembiayaan musyarakah untuk
Bapak Hendra.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

2. Tanggal 12 Januari (saat akad) BPRS membebankan biaya administrasi sebesar 0,2% dari
nilai pembiayaan dan langsung diambil dari rekening Bapak Hendra.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

164
Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

3. Tanggal 20 Januari BPRS mentransfer sebesar Rp30.000.000 ke rekening Bapak Hendra


sebagai pembayaran porsi investasi BPRS.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

4. Tanggal 20 Februari 20XA Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar
Rp5.000.000 dan pada tanggal yang sama membayarkan secara tunai porsi bank
sebesar 20% dari laba bruto.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

5. Tanggal 20 Maret 20XA Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp4.000.000
dan membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari laba bruto pada tanggal 25 Maret
20XA.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

165
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

6. Tanggal 20 April 20XA Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar
Rp6.000.000 dan pada tanggal yang sama membayarkan secara tunai porsi bank
sebesar 20% dari laba bruto.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

7. Tanggal 20 April 20XA, saat jatuh tempo, Bapak Hendra melunasi pembiayaan
musyarakah sebesar Rp30.000.000 via debit rekening. Jurnal transaksi tersebut adalah
sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

166
AKUNTANSI TRANSAKSI
MURABAHAH 9

Pendahuluan

Bab 9 akan membahas secara khusus akuntansi untuk transaksi murabahah.


Pembahasan diawali dengan bahasan detail tentang ketentuan syariah terkait skema
transaksi murabahah. Selanjutnya, akan dibahas tentang alur transaksi beserta
variasi yang mungkin muncul terkait dengan sifat dasar transaksi murabahah dan
dilanjutkan dengan teknik pengakuan dan pengukuran berbagai transaksi yang
terjadi tersebut. Pada bagian akhir bab ini, akan dibahas tentang penyajian transaksi
murabahah di laporan keuangan dan kebijakan pengungkapan transaksi murabahah
yang diatur dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI).
Relevansi bab ini adalah sebagai dasar pengetahuan dalam menguasai praktik
akuntansi terkait pengakuan dan pengukuran berbagai transaksi yang terjadi dalam
aktivitas penyaluran dana bank syariah dengan menggunakan skema murabahah.
Penguasaan teori dan praktik terkait pengakuan dan pengukuran transaksi ini sangat
penting dikuasai, mengingat transaksi ini paling banyak dipilih sebagai skema
penyaluran dana bank syariah.

167
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Definisi dan Penggunaan Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah
keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut
kepada pembeli (PSAK 102 paragraf 5). Definisi ini menunjukkan bahwa transaksi murabahah
tidak harus dalam bentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat juga dalam bentuk
tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah menerima barang,
ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus di kemudian hari (PSAK 102 paragraf 8).
Jual beli spesifik yang diperuntukkan bagi skema pembayaran ditangguhkan biasa disebut
dengan Bai’ Bithaman ’Ajil atau disingkat dengan BBA. Kendati menggunakan istilah berbeda,
dalam praktiknya kedua istilah pada dasarnya mengacu pada transaksi yang sama, yaitu jual
beli dengan pembayaran ditangguhkan. Transaksi murabahah, kendati memiliki fleksibilitas
dalam hal waktu pembayaran, dalam praktik perbankan di Indonesia adalah tidak umum
menggunakan skema pembayaran langsung setelah barang diterima oleh pembeli (nasabah).
Praktik yang paling banyak digunakan adalah skema pembayaran dengan mencicil setelah
menerima barang. Adapun praktik dengan pembayaran sekaligus setelah ditangguhkan
beberapa lama, diterapkan secara selektif pada nasabah pembiayaan dengan karakteristik
penerimaan pendapatan musiman, seperti nasabah yang memiliki usaha pemasok barang
dengan pembeli yang membayar secara periodik.

Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah


Transaksi Murabahah

Ketentuan Syar’i Transaksi Murabahah


Pembolehan penggunaan murabahah didasarkan pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 275
yang menyatakan bahwa Allah Swt. telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Selain itu, ada pula hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berbunyi sebagai berikut.

Dari Shuaib Ar Rumi R.A. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum
dengan tepung untuk keperluan rumah.”

Ketentuan syar’i terkait dengan transaksi murabahah, digariskan oleh fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa tersebut membahas tentang ketentuan umum
murabahah dalam bank syariah, ketentuan murabahah kepada nasabah, jaminan, utang dalam
murabahah, penundaan pembayaran, dan kondisi bangkrut pada nasabah murabahah. Secara
spesifik, ketentuan syar’i tersebut akan dibahas pada bagian rukun transaksi murabahah
berikut.

Rukun Transaksi Murabahah


Rukun transaksi murabahah meliputi transaktor, yaitu adanya pembeli (nasabah) dan penjual
(bank syariah), objek akad murabahah yang di dalamnya terkandung barang dan harga, serta

168
Akuntansi Transaksi Murabahah

ijab dan kabul berupa pernyataan kehendak masing-masing pihak, baik dalam bentuk ucapan
maupun perbuatan.

Transaktor
Adanya pihak yang bertransaksi (transaktor) merupakan rukun transaksi murabahah. Transaktor
dalam transaksi murabahah terdiri atas pembeli (yaitu nasabah yang memerlukan barang)
dan penjual (yaitu bank syariah). Dalam fikih muamalah, transaktor disyaratkan memiliki
kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal, seperti tidak gila, tidak
sedang dipaksa, dan lainnya. Adapun untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan
dengan izin dan pantauan dari walinya. Terkait dengan jual beli, DSN membolehkan bank
meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan. Kebijakan meminta uang muka diterapkan secara ketat pada transaksi murabahah
yang pembelian asetnya dilakukan oleh bank. Pada umumnya, nilai uang muka yang diterapkan
adalah 30% dari harga perolehan. Penerapan uang muka pada dasarnya adalah untuk menguji
kemampuan finansial nasabah pada saat transaksi murabahah diadakan. Pada segmen nasabah
tertentu yang memiliki risiko rendah (misal pegawai pemerintah atau pegawai dari institusi
yang dianggap mapan secara finansial), beberapa bank tidak menerapkan ketentuan uang muka
secara ketat. Adanya uang muka juga dimaksudkan untuk mengantisipasi kerugian bank akibat
pembatalan nasabah membeli barang yang sudah dipesan dan diperoleh bank. Sekiranya terdapat
kerugian bank akibat pembatalan pembelian, bank dapat mengurangi uang muka sebesar
kerugian yang ditanggung oleh bank. Adapun jika uang muka tidak mencukupi untuk menutupi
kerugian Bank, DSN membolehkan bank meminta sisa kerugiannya kepada nasabah.
Fatwa DSN MUI tentang Murabahah membolehkan bank syariah meminta nasabah untuk
menyediakan jaminan yang dapat disimpan oleh bank. Penyerahan jaminan dapat dilakukan ketika
transaksi pemesanan maupun ketika akad jual beli sudah dilakukan. Jaminan tersebut bertujuan
agar nasabah serius dengan pesanannya maupun dengan pelunasan piutangnya. Dalam praktik,
biasanya jaminan yang digunakan adalah barang yang dibeli atau tanda kepemilikan harta tertentu
seperti sertifikat tanah atau tanda kepemilikan kendaraan yang dapat menutup biaya kerugian yang
ditanggung bank sekiranya terjadi kegagalan pembayaran angsuran.
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 17, nasabah tidak dibenarkan menunda-nunda pembayaran,
termasuk dalam pembayaran piutang murabahah. Penundaan pembayaran oleh nasabah
pembiayaan di satu sisi dapat mengganggu bank syariah dalam operasinya dan di lain sisi
merugikan nasabah penabung karena tidak jadi mendapatkan keuntungan bagi hasil yang
semestinya mereka terima. Atas pertimbangan ini, DSN MUI membolehkan bank syariah
menerapkan sanksi berupa denda sejumlah uang tertentu kepada nasabah yang menunda-nunda
menunaikan kewajibannya padahal memiliki kemampuan untuk melunasi kewajibannya.
Sanksi yang dikenakan atas penundaan pembayaran didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu
agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Dengan demikian, nasabah
yang tidak atau belum mampu membayar karena kondisi force majeur tidak boleh dikenai
sanksi. Bagi bank syariah, dana denda yang diterima harus diperuntukkan sebagai dana sosial
(Fatwa DSN Nomor 17 Tahun 2000).

169
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Objek Murabahah
Rukun objek akad transaksi murabahah meliputi barang dan harga barang yang diperjualbelikan.
Terkait dengan barang, fatwa DSN Nomor 4 menyatakan bahwa dalam jual beli murabahah,
barang yang diperjualbelikan bukanlah barang yang diharamkan oleh syariah Islam. DSN
mensyaratkan bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan harus
menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian kepada nasabah, misalnya jika
pembelian dilakukan secara utang.
Menurut fatwa DSN, bank harus memiliki terlebih dahulu aset yang akan dijualnya kepada
nasabah. Pemilikan barang dapat dilakukan sebelum adanya pesanan maupun setelah pesanan
(PSAK 102 mengenai Akuntansi Murabahah paragraf 6). Pemilikan barang oleh bank sebelum
adanya pesanan disebut dengan murabahah tanpa pesanan, sedangkan pemilikan barang
oleh bank setelah adanya pesanan dinamakan dengan murabahah dengan pesanan. Dalam
teori, murabahah dengan pesanan terbagi atas dua, yaitu yang bersifat mengikat dan bersifat
tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesan (PSAK 102 paragraf 7). Dalam
praktik perbankan, umumnya barang yang dipesan nasabah bersifat mengikat untuk dibeli
oleh nasabah. Dengan pertimbangan kepraktisan dan menghindari kesalahan spesifikasi yang
diinginkan nasabah, DSN membolehkan bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga atas nama bank. Hal ini diperbolehkan dengan catatan akad jual
beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. Transaksi
mewakilkan pembelian barang kepada nasabah biasanya didasarkan atas akad wakalah (fatwa
DSN Nomor 10 Tahun 2000). Dalam hal ini, aspek syariah yang harus diperhatikan adalah
pembelian tersebut adalah atas nama bank. Dengan demikian, saat jual beli antara bank dengan
nasabah dilakukan, barang yang dijual adalah barang milik bank.
Selanjutnya, bank menjual barang dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya.
Dalam hal ini, fatwa DSN Nomor 4 mensyaratkan bank memberi tahu secara jujur harga pokok
barang kepada nasabah, berikut biaya yang diperlukan. Selanjutnya, nasabah membayar harga
barang tersebut berdasarkan jangka waktu dan metode pembayaran yang telah disepakati.
Berdasarkan PAPSI 2003, metode pengakuan pendapatan margin murabahah yang dianjurkan
adalah metode proporsional yang mengakui pendapatan secara proporsional atas jumlah piutang
yang berhasil ditagih (PSAK 102 paragraf 24). Akan tetapi, pada kenyataannya, sebagian bank
ada yang menggunakan metode anuitas. Perbedaan pilihan pendekatan yang digunakan oleh bank
lebih terkait dengan kebijakan insentif bagi hasil kepada nasabah pihak ketiga. Sekiranya bank
cenderung memberikan bagi hasil yang lebih tinggi kepada nasabah pihak ketiga atau berorientasi
pada penghimpunan, penggunaan tabel anuitas merupakan pilihan yang tepat. Akan tetapi jika
bank tidak dalam kondisi ekspansi penghimpunan dana pihak ketiga, maka penggunaan secara
proporsional relatif lebih tepat untuk digunakan. Oleh karena kedua pendekatan tersebut pada
prinsipnya tidak berbeda untuk jangka panjang, bank syariah hampir tidak mengubah kebijakan
perhitungan margin yang sudah ditetapkan kendati dapat memiliki implikasi jangka pendek
terhadap bagi hasil kepada nasabah penghimpunan dana. Dalam perkembangannya PAPSI 2013
(h. 4.2) mengakomodasi kedua pendekatan tersebut tanpa menyebutkan bahwa salah satunya
adalah lebih dianjurkan.
‘Pengakuan pendapatan murabahah secara non-tunai dapat menggunakan metode anuitas
(efektif) atau metode proporsional (flat)’.

170
Akuntansi Transaksi Murabahah

Pelunasan piutang umumnya dilakukan dengan mencicil setiap bulan dengan jumlah yang
sama. Pada pelunasan piutang dengan angsuran, nasabah diwajibkan membayar angsuran
sebelum waktu jatuh tempo angsuran dengan cara mengisi rekening tabungannya. Selanjutnya,
bank melakukan penarikan dana di tabungan nasabah sebesar utang angsurannya yang jatuh
tempo. Pada sebagian bank, penarikan dana tabungan nasabah ada yang dilakukan langsung
pada saat tanggal jatuh tempo dan ada pula yang dilakukan beberapa hari setelah waktu jatuh
tempo. Pada bank yang berkepentingan untuk memperbaiki kinerja Dana Pihak Ketiga (DPK)
yang dihimpun, akan cenderung untuk menunda penarikan angsuran nasabah.
Jumlah angsuran piutang oleh nasabah biasanya adalah sama setiap bulan. Dalam administrasi
bank, adanya pembayaran angsuran piutang berarti adanya pengakuan pendapatan margin
murabahah dalam bentuk kas yang selanjutnya pendapatan tersebut akan dibagi antara bank
dan nasabah pemilik dana (penabung dan deposan yang menempatkan dana di bank dengan
akad mudharabah).
Sesuai dengan Fatwa DSN Nomor 17 Tahun 2000, bank syariah diperbolehkan
mengenakan denda pada nasabah yang sengaja menunda-nunda pembayaran kewajibannya.
Dalam hal ini, pengenaan denda lebih bertujuan untuk mendidik kedisiplinan dan tanggung
jawab nasabah, karena denda yang diterima tidak boleh masuk dalam pendapatan bank
syariah. Denda yang dikenakan selanjutnya dijadikan sebagai penambah dana kebajikan
untuk disalurkan kepada masyarakat.
Dalam praktik, terdapat beragam kebijakan penentuan besaran denda. Sebagian bank
menentukan besaran denda sebesar persentase tertentu terhadap pendapatan margin yang
tertunggak tanpa dikaitkan dengan jumlah hari keterlambatan, sedang sebagian lagi menentukan
besaran denda dengan persentase yang sangat kecil terhadap total kewajiban yang tertunggak dan
mengaitkannya dengan jumlah hari keterlambatan. Kendati demikian, dalam praktiknya bank
syariah sangat hati-hati menerapkan ketentuan denda. Sejauh ini, bank lebih mengedepankan
pendekatan persuasif dengan mengingatkan nasabah untuk memenuhi kewajibannya. Oleh
karenanya, beberapa bank syariah hampir tidak menerapkan kebijakan dendanya kepada
nasabah. Dalam situasi nasabah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank
menunda tagihan pembiayaan sampai menjadi sanggup kembali.

Ijab dan Kabul


Ijab dan kabul merupakan pernyataan kehendak para pihak yang bertransaksi, baik secara lisan,
tertulis, atau secara diam-diam. Akad murabahah memuat semua hal yang terkait dengan posisi
serta hak dan kewajiban bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Akad ini bersifat
mengikat bagi kedua pihak dan mencantumkan berbagai hal, antara lain sebagai berikut1.
1. Nama notaris serta informasi tentang waktu dan tempat penandatanganan akad.
2. Identitas pihak pertama, dalam hal ini pihak yang mewakili bank syariah (biasanya kepala
cabang).
3. Identitas pihak kedua, dalam hal ini nasabah yang akan membeli barang dengan didampingi
oleh suami/istri yang bersangkutan sebagai ahli waris.
4. Bentuk akad beserta penjelasan akad. Beberapa hal yang dijelaskan terkait akad murabahah
adalah definisi perjanjian pembiayaan murabahah, syariah, barang, pemasok, pembiayaan,

1
Berbagai item yang terdapat dalam akad murabahah ini juga digunakan pada skema transaksi yang lain dengan
penyesuaian pada aspek khusus skema yang digunakan.

171
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

harga beli, margin keuntungan, surat pengakuan pembayaran, masa berlakunya surat
pembayaran, dokumen jaminan, jangka waktu perjanjian, hari kerja bank, pembukuan
pembiayaan, surat penawaran (offering letter), surat permohonan realisasi pembiayaan,
cedera janji, dan penggunaan fasilitas pembiayaan.
5. Kesepakatan-kesepakatan yang disepakati, meliputi kesepakatan tentang fasilitas
pembiayaan dan penggunaannya, pembayaran dan jangka waktu, realisasi fasilitas
pembiayaan, pengutamaan pembayaran, biaya dan pengeluaran, jaminan, syarat-
syarat penarikan fasilitas pembiayaan, peristiwa cedera janji, pernyataan dan jaminan,
kesepakatan untuk tidak berbuat sesuatu, penggunaan fasilitas pembiayaan, pajak-pajak,
dan penyelesaian sengketa.

Pengawasan Syariah Transaksi Murabahah


Dalam memastikan kesesuaian praktik jual beli murabahah yang dilakukan bank syariah
dengan ketentuan syariah yang ditetapkan oleh DSN, Dewan Pengawas Syariah (DPS) biasanya
melakukan pengawasan secara periodik. Pengawasan tersebut dilaksanakan berdasarkan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/19/DPBs Tahun 2006 tentang Pedoman Pengawasan
Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah berupa
sebagai berikut.
1. Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
2. Memastikan bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga jual senilai harga
beli plus margin. Dalam hal nasabah membiayai sebagian dari harga barang tersebut, maka
akan mengurangi tagihan bank kepada nasabah.
3. Meneliti apakah akad wakalah telah dibuat oleh bank secara terpisah dari akad murabahah,
apabila bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dari
pihak ketiga. Akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip
menjadi milik bank yang dibuktikan dengan faktur atau kuitansi jual beli yang dapat
dipertanggungjawabkan.
4. Meneliti pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah dilakukan setelah adanya
permohonan nasabah dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank.

Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS, menuntut bank syariah untuk hati-
hati dalam melakukan transaksi jual beli murabahah dengan para nasabah. Di samping itu, bank
juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan
DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.

Alur Transaksi Murabahah

Gambaran transaksi murabahah dapat dilihat pada Figur 9.1 dengan alur sebagai berikut.
Pertama, dimulai dari pengajuan pembelian barang oleh nasabah. Pada saat itu, nasabah
menegosiasikan harga barang, margin, jangka waktu pembayaran, dan besar angsuran
per bulan.

172
Akuntansi Transaksi Murabahah

Kedua, Bank sebagai penjual selanjutnya mempelajari kemampuan nasabah dalam


membayar piutang murabahah. Apabila rencana pembelian barang tersebut disepakati
oleh kedua belah pihak, maka dibuatlah akad murabahah. Isi akad murabahah
setidaknya mencakup berbagai hal agar rukun murabahah dipenuhi dalam transaksi
jual beli yang dilakukan.

Figur 9.1 Alur Transaksi Murabahah (dengan Pesanan)

1. Negosiasi

2. Akad Murabahah

Bank Syariah Nasabah


(penjual) 6. Bayar (Pembeli)

5. kirim dokumen

3. Beli barang
PEMASOK
4. kirim barang

Ketiga, setelah akad disepakati pada murabahah dengan pesanan, bank selanjutnya
melakukan pembelian barang kepada pemasok. Akan tetapi, pada murabahah tanpa
pesanan, bank dapat langsung menyerahkan barang kepada nasabah karena telah
memilikinya terlebih dahulu. Pembelian barang kepada pemasok dalam murabahah
dengan pesanan dapat diwakilkan kepada nasabah atas nama bank. Dokumen pembelian
barang tersebut diserahkan oleh pemasok kepada bank

Keempat, barang yang diinginkan oleh pembeli selanjutnya diantar oleh pemasok kepada
nasabah pembeli.

Kelima, setelah menerima barang, nasabah pembeli selanjutnya membayar kepada


bank. Pembayaran kepada bank biasanya dilakukan dengan cara mencicil sejumlah uang
tertentu selama jangka waktu yang disepakati.

173
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Cakupan Standar Akuntansi Murabahah

Penggunaan standar akuntansi murabahah bergantung pada metode pengakuan pendapatan


murabahah. Menurut PAPSI 2013 (h. 4.2), untuk pengakuan murabahah yang menggunakan
metode anuitas wajib menggunakan PSAK 55 (2011) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan
dan Pengukuran, PSAK 50 (2010) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian, PSAK 60: Instrumen
Keuangan: Pengungkapan dan PSAK lain yang relevan, sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip Syariah. Hal ini dikarenakan metode anuitas didasarkan pada asumsi pembiayaan
(financing). Adapun jika bank memilih untuk menggunakan metode proporsional (flat) maka
pencatatan transaksi Murabahah wajib menggunakan PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah.
Standar ini mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2008.. PSAK ini menggantikan PSAK 59 yang
berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan murabahah.
PSAK 102 dapat diterapkan untuk lembaga keuangan syariah seperti bank, asuransi, lembaga
pembiayaan, dana pensiun, koperasi, dan lainnya yang menjalankan transaksi murabahah.
Di samping itu, PSAK 102 juga diterapkan oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi
murabahah dengan lembaga keuangan syariah tersebut (PSAK 102 paragraf 2 dan 3). Akan
tetapi, secara eksplisit disebutkan oleh IAI, standar ini tidak mencakup pengaturan perlakuan
akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad murabahah. Standar ini juga
memuat berbagai definisi terkait transaksi murabahah dan memberikan penjelasan tentang
karakteristik transaksi murabahah sebagaimana yang terdapat pada fatwa DSN dan telah
dibahas pada bagian awal bab ini.
Berbagai transaksi yang perlu diakui dalam transaksi ini oleh penjual antara lain

penerimaan uang muka murabahah, pengakuan dan pengukuran terkait aset murabahah
pada saat perolehan, aset murabahah setelah perolehan jika terjadi penurunan nilai aset atau
diskon pembelian. Adapun pada saat akad dilakukan, standar ini memberikan panduan tentang
pengakuan dan pengukuran piutang murabahah, keuntungan murabahah, denda jika pembeli
lalai dalam melakukan kewajibannya, potongan pelunasan piutang murabahah dan potongan
angsuran murabahah. PSAK 102 juga memberikan panduan bagi pembeli akhir. Beberapa hal
yang secara khusus diatur dalam standar ini antara lain adalah utang yang timbul dari transaksi,
aset yang diperoleh, beban murabahah, diskon pembelian yang diterima dari penjual, denda
yang dibayar akibat kelalaian, dan potongan uang muka akibat pembatalan pembelian.
Praktik penerapan standar akan dibahas secara khusus pada bagian berikut tentang
teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi murabahah. Adapun detail penyajian dan
pengungkapan rekening terkait transaksi murabahah dibahas pada sub-bab penyajian dan
pengungkapan dalam bab ini.

Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Murabahah

Pembahasan teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi jual beli murabahah akan
didasarkan pada Kasus 9.1 berikut.

174
Akuntansi Transaksi Murabahah

Kasus 9.1 Transaksi Jual Beli Murabahah

Pada tanggal 5 Januari 20XA, PT HANIYA melakukan negosiasi dengan Bank Murni
Syariah untuk memperoleh fasilitas Murabahah dengan pesanan untuk pembelian
kendaraan sebuah mobil dengan rencana sebagai berikut.
Harga Barang Rp 100 juta
Uang muka Rp 10 juta (10% dari harga barang)
Pembiayaan oleh bank Rp 90 juta
Margin Rp 18 juta
Harga jual Rp 118 juta (harga barang plus margin)
Jangka waktu 24 bulan
Biaya administrasi 1 % dari pembiayaan oleh bank

Teknis Perhitungan Transaksi Murabahah


Teknis perhitungan yang diperlukan dalam transaksi murabahah antara lain adalah:

Perhitungan Penentuan Margin Murabahah


Dalam praktik perbankan, biasanya margin dihitung dengan menggunakan metode anuitas,
makin lama jangka waktu pembiayaan, maka makin besar margin yang dikenakan pada nasabah.
Dalam diskusi ekonomi syariah, pembolehan konsep tersebut dikarenakan konsep anuitas hanya
digunakan sebagai dasar perhitungan margin. Setelah margin ditentukan, nilai margin tersebut
bersifat tetap dan tidak berubah kendati terjadi keterlambatan pembayaran oleh nasabah. Hal
ini juga disebutkan dalam PSAK 102 bahwa akad murabahah memperkenankan penawaran
harga yang berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan.
Namun, jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada satu harga yang digunakan (PSAK
102 paragraf 9).Teknis perhitungan margin yang biasa digunakan oleh bank syariah dapat
dilihat pada bagian Lampiran 1.

Perhitungan Angsuran per Bulan dan Pendapatan yang Diakui


Angsuran per bulan bersifat merata dan tetap sepanjang masa pelunasan. Perhitungan angsuran
dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut.
Total Piutang – Uang Muka
Angsuran per bulan =
Jumlah Bulan Pelunasan

Misalkan, dengan menggunakan data murabahah dengan pesanan di atas (total piutang
Rp118 juta; uang muka Rp10 juta, jangka waktu 24 bulan), maka:

175
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Angsuran per bulan = (Total Piutang – Uang Muka)/jumlah bulan pelunasan


= (Rp118.000.000 – Rp10.000.000 )/24
= 108.000.000 / 24
= 4.500.000
Untuk mendapatkan hasil yang sama, angsuran perbulan juga dapat dihitung dengan
menjumlahkan pokok per bulan dengan margin per bulan seperti yang ditunjukkan dalam
Lampiran 1. Cara ini paling sering digunakan dalam praktik perbankan dan untuk memudahkan
perhitungan bisa menggunakan program Microsoft Excell.

Perhitungan Pendapatan Margin yang Diakui saat Jatuh Tempo atau


Pembayaran Angsuran
Setiap tanggal jatuh tempo, bank syariah akan mengakui adanya pendapatan margin. Besarnya
pendapatan margin yang diakui bergantung pada alternatif pendekatan yang digunakan. Bila
bank menggunakan pendekatan proporsional, maka besarnya margin setiap bulan adalah sama,
sedang bila menggunakan pendekatan tabel anuitas, maka margin pada bulan pertama akan
lebih besar dibanding dengan bulan kedua dan seterusnya. Teknis perhitungan masing-masing
pendekatan dapat dilihat pada bagian Lampiran 1 bab ini.
Berdasarkan PSAK 102, pendekatan yang disarankan adalah pendekatan proporsional,
yaitu proporsional terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih dengan mengalikan persentase
keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih (PSAK 102 paragraf 24). Adapun
persentase keuntungan dihitung dari (1) perbandingan antara total margin dan total piutang
di luar uang muka atau (2) perbandingan antara total margin dengan biaya perolehan
murabahah.

1. Perhitungan persentase keuntungan dari perbandingan margin dengan biaya


perolehan.

Dalam PSAK 102 paragraf 24 disebutkan bahwa persentase keuntungan dihitung dengan
perbandingan antara margin dan biaya perolehan aset murabahah. Menurut pandangan
penulis, penggunaan persentase keuntungan dari perbandingan margin dengan biaya
perolehan aset murabahah tidaklah praktis untuk diterapkan terutama dalam melakukan
perhitungan margin yang diakui oleh bank pada saat adanya angsuran oleh nasabah. Untuk itu
perhitungan persentase keuntungan sebaiknya diambil dari perbandingan margin dengan
total piutang diluar uang muka yang telah dibayar nasabah

2. Perhitungan persentase keuntungan dari perbandingan margin dengan total


piutang neto (total piutang dikurangi uang muka)

Perhitungan persentase keuntungan dari perbandingan margin dengan total piutang adalah
sebagai berikut ditunjukkan oleh rumus berikut.

Total Margin
Persentase keuntungan = × 100%
Total Piutang Neto

176
Akuntansi Transaksi Murabahah

Rp. 18.000.000
= × 100%
Rp108.000.000

= 16,666666 %

Penggunaan pendekatan ini akan sangat membantu dalam hal perhitungan margin perbulan
yang dihitung proporsional terhadap jumlah yang dibayar.
Margin per bulan = persentase keuntungan × angsuran per bulan
= 16,6666666 % × Rp4.500.000
= Rp750.000

Pokok per bulan = angsuran per bulan – margin per bulan


= Rp4.500.000 – Rp750.000
= Rp3.750.000

Dengan demikian, untuk setiap pembayaran angsuran sebesar Rp4.500.000 per bulan,
terkandung di dalamnya margin sebesar Rp750.000.dan pokok sebesar Rp3.750.000.
Berdasarkan perhitungan angsuran, pokok dan margin per bulan di atas, bank selanjutnya
menyiapkan skedul pembayaran murabahah untuk PT HANIYA seperti terlihat pada Tabel 9.1.

Tabel 9.1 Jadwal Pembayaran Murabahah PT HANIYA

Angsuran per bulan


No. Tanggal Jatuh Tempo Pokok (Rp) Margin (Rp)
(Rp)

1. 10 Feb 20XA 4.500.000 3.750.000 750.000

2. 10 Mar 20XA 4.500.000 3.750.000 750.000

3. 10 Apr 20XA 4.500.000 3.750.000 750.000

4. 10 Mei 20XA 4.500.000 3.750.000 750.000

5. 10 Jun 20XA 4.500.000 3.750.000 750.000

6. 10 Jul 20XA 4.500.000 3.750.000 750.000

7. 10 Agt 20XA 4.500.000 3.750.000 750.000

8. 10 Sep 20XA 4.500.000 3.750.000 750.000

177
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Angsuran per bulan


No. Tanggal Jatuh Tempo Pokok (Rp) Margin (Rp)
(Rp)

9. 10 Okt 20XA 4.500.000 3.750.000 750.000

10. 10 Nov 20XA 4.500.000 3.750.000 750.000

11. 10 Des 20XA 4.500.000 3.750.000 750.000

12. 10 Jan 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

13. 10 Feb 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

14. 10 Mar 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

15. 10 Apr 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

16. 10 Mei 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

17. 10 Jun 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

18. 10 Jul 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

19. 10 Agt 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

20. 10 Sep 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

21. 10 Okt 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

22. 10 Nov 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

23. 10 Des 20XB 4.500.000 3.750.000 750.000

24. 10 Jan 20XC 4.500.000 3.750.000 750.000

TOTAL 108.000.000 90.000.000 18.000.000

Akuntansi Transaksi Murabahah

Saat Negosiasi
Pada waktu negosiasi, bank syariah tidak melakukan jurnal apa pun mengingat negosiasi
tersebut belum memiliki implikasi terhadap posisi keuangan bank syariah.

Pengakuan Uang Muka


Berdasarkan PSAK 102 paragraf 30, disebutkan bahwa uang muka diakui sebagai uang muka
pembelian sebesar jumlah yang diterima. Dalam praktik perbankan, terdapat tiga macam
alternatif mekanisme perlakuan uang muka. Pertama dengan mendebit langsung uang muka
yang disepakati tersebut, kedua memblokir rekening nasabah sebesar nilai yang disepakati, dan
ketiga uang muka dipegang dan dibayar langsung oleh nasabah kepada pemasok. Berikut akan
dibahas alternatif mendebit langsung rekening nasabah sebesar uang muka yang disepakati. Dua
alternatif yang lain akan dibahas pada bagian variasi transaksi.
Sekiranya yang digunakan adalah kebijakan pendebitan langsung untuk mengakui adanya uang
muka, saldo rekening nasabah langsung berkurang sebesar nilai uang muka yang disepakati.

178
Akuntansi Transaksi Murabahah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

05/01/XA Db. Rekening nasabah PT HANIYA 10.000.000

Kr. Uang muka1 10.000.000

*Uang muka disajikan dalam neraca pada bagian kewajiban

Pembelian Barang Pesanan


Pembelian barang pesanan dapat dilakukan dengan dua alternatif, yaitu (1) bank membeli
sendiri barang yang dipesan; dan (2) bank mewakilkan kepada nasabah pembeli membeli barang
yang dipesan atas nama bank syariah. Dalam hal ini alternatif mewakilkan kepada nasabah
merupakan hal yang umum diterapkan oleh perbankan syariah.
Alternatif pembelian sendiri oleh bank merupakan contoh yang digunakan dalam Pedoman
Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI). Dalam pembelian sendiri oleh bank dapat dilakukan dengan
membeli secara tunai kepada pemasok atau membeli secara kredit kepada pemasok. Berikut akan
dibahas pembelian barang pesanan yang dilakukan oleh bank. Bahasan tentang pembelian barang
pesanan dengan mewakilkan kepada nasabah dapat dilihat pada bagian variasi dalam transaksi
murabahah.

Alternatif 1a: Membeli langsung barang secara tunai kepada pemasok


Misalkan pada tanggal 7 Januari 20XA, Untuk keperluan transaksi murabahah dengan PT HANIYA,
BMS melakukan pembelian barang pesanan PT HANIYA kepada pemasok “Z” senilai Rp100 juta
secara tunai. Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

07/01/XA Db.Persediaan aset murabahah 100.000.000

Kr. Kas/rekening nasabah - pemasok * 100.000.000

*sekiranya pemasok memiliki rekening di bank syariah, maka pembayaran akan dilakukan via rekening. Akan tetapi,
jika pemasok tidak memiliki rekening di bank syariah, maka pembayaran akan dibayar dengan menyerahkan sejumlah
kas.

Alternatif 1b: Membeli langsung barang secara kredit kepada pemasok


Bank syariah dapat membeli barang pesanan kepada pemasok dengan menggunakan pembayaran
kredit.
Misalkan pada tanggal 7 Januari 20XA, Untuk keperluan transaksi murabahah dengan PT
HANIYA, BMS melakukan pembelian barang pesanan PT HANIYA kepada pemasok “Z” senilai
Rp100 juta secara kredit. Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db.Persediaan aset murabahah 100.000.000

Kr. Utang pada pemasok 100.000.000

179
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Selanjutnya, jurnal saat pelunasan utang pada pemasok adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Utang pada pemasok 100.000.000

Kr. Kas/rekening pemasok 100.000.000

Saat Akad Murabahah Tidak Jadi Disepakati


Berdasarkan PSAK 102 paragraf 7 disebutkan bahwa murabahah berdasarkan pesanan dapat
bersifat mengikat atau tidak mengikat untuk pembelian barang yang dipesannya. Hal ini
menunjukkan jika kontrak murabahah tersebut tidak mengikat pembeli untuk membeli barang
yang dipesan, maka pembeli dapat membatalkan pembeliannya. Selanjutnya, berdasarkan
PSAK 102 paragraf 30 disebutkan bahwa jika barang batal dibeli oleh pembeli, maka uang
muka dikembalikan kepada pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan oleh penjual.
Misalkan pada tanggal 10 Januari 20XA, nasabah pembeli membatalkan rencana pembeliannya
dan meminta kembali uang muka yang telah didebit oleh bank syariah. Atas pembatalan rencana
pembelian tersebut, bank syariah memotong uang muka sebesar Rp1.000.000 untuk mengganti
biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh bank syariah dalam rangka pengadaan barang dan rugi
yang ditanggung karena membatalkan pembelian pada pemasok. Jurnal pengembalian uang
muka tersebut adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Uang muka 10.000.000

Kr. Pendapatan operasional 1.000.000

Kr. Kas/rekening nasabah 9.000.000

Saat Akad Murabahah Disepakati


Tanggal 10/1/XA, PT HANIYA menandatangani akad murabahah sebagaimana yang telah
dinegosiasikan tanggal 5 Januari 20XA. Pada saat akad murabahah jadi disepakati tersebut,
terdapat beberapa transaksi yang perlu dicatat, yaitu (1) penjualan murabahah oleh bank kepada
PT HANIYA, (2) pengakuan uang muka sebagai bagian pelunasan piutang murabahah, dan (3)
pengakuan pendapatan administrasi dan penerimaan lain atas biaya yang dibebankan kepada
nasabah pembiayaan.

1. Pencatatan penjualan murabahah.

Berdasarkan PSAK 102 paragraf 22, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan aset
murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Adapun jurnalnya adalah sebagai berikut:

180
Akuntansi Transaksi Murabahah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/01/XA Db. Piutang murabahah 118.000.000

Kr. Persediaan aset murabahah 100.000.000

Kr. Margin murabahah yang ditangguhkan* 18.000.000

* Margin murabahah yang ditangguhkan, disajikan di neraca sebagai pengurang piutang murabahah. Cara penyajiannya
sama dengan penyajian akumulasi depresiasi aset tetap. Margin murabahah yang ditangguhkan akan berkurang
apabila telah jatuh tempo atau dibayar.

2. Pencatatan urbun sebagai bagian pelunasan murabahah.


Berdasarkan PSAK 102 paragraf 30, disebutkan bahwa jika barang jadi oleh pembeli (akad jual
beli disepakati), uang muka diakui sebagai pembayaran piutang. Pengakuan uang muka sebagai
bagian pelunasan piutang murabahah dilakukan sesuai dengan metode pencatatan uang muka
sebelum akad murabahah disepakati. Pengakuan uang muka sebagai bagian pelunasan piutang
murabahah dilakukan sesuai dengan metode pencatatan uang muka sebelum akad murabahah
disepakati, yaitu alternatif 1 jika uang muka didebit langsung dari rekening sebesar yang
disepakati, alternatif 2, jika rekening diblokir sebesar uang muka yang disepakati, alternatif 3
jika uang muka dipegang dan dibayarkan sendiri oleh nasabah kepada pemasok. Dalam praktik
perbankan, sebagian besar bank syariah menggunakan alternatif ketiga yaitu uang muka
dipegang dan dibayarkan oleh nasabah kepada pemasok. Berikut akan dibahas alternatif yang
pertama yaitu jika uang muka didebit langsung dari rekening sebesar yang disepakati, adapun
dua alternatif lainnya akan dibahas pada bagian variasi dalam transaksi murabahah.
Untuk uang muka yang sebelumnya diakui dengan mendebit rekening nasabah, jurnal
pengakuan uang muka sebagai bagian pelunasan piutang murabahah adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/1/XA Db. Uang muka 10.000.000

Kr. Piutang murabahah 10.000.000

3. Pencatatan biaya-biaya yang ditanggung nasabah.


Sehubungan dengan pembiayaan yang diberikan, pada umumnya bank membebankan beberapa
jenis biaya kepada nasabah. Biaya-biaya tersebut antara lain biaya administrasi, biaya meterai,
biaya notaris, biaya asuransi.
Misalkan dalam transaksi murabahah PT HANIYA di atas, nasabah dikenakan biaya-biaya
sebagai berikut.
Biaya administrasi Rp900.000
Biaya meterai Rp 30.000
Biaya notaris Rp225.000 (0,25% dari pembiayaan oleh bank)
Biaya asuransi Rp378.000 (0,21% × 2 tahun × pembiayaan oleh bank)

Jurnal terhadap transaksi di atas adalah sebagai berikut.

181
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/01/XA Db. Rekening nasabah—PT HANIYA 1.533.000

Kr. Pendapatan administrasi 900.000

Kr. Persediaan meterai 30.000

Kr. Rekening notaris 225.000

Kr. Rekening perusahaan asuransi 378.000



Penentuan biaya administrasi yang dikenakan pada nasabah dihitung berdasarkan persentase
tertentu terhadap jumlah pembiayaan. Dalam praktik, bank syariah menerapkan biaya
administrasi yang beragam antara satu bank dengan bank lainnya. Ada bank syariah yang
menerapkan biaya administrasi 1% atau lebih rendah dan ada juga yang menerapkan sekitar
1,5% dari total pembiayaan. Biaya materai ditentukan berdasarkan jumlah materai yang
digunakan untuk berbagai dokumen transaksi. Biaya notaris didasarkan pada kebijakan notaris
yang digunakan bank syariah. Salah satu metode yang digunakan oleh notaris adalah persentase
tertentu dari transaksi, misalnya 0,25% dari nilai pembiayaan. Biaya asuransi didasarkan pada
kebijakan perusahaan asuransi syariah yang menjadi mitra bank syariah. Perusahaan asuransi
syariah biasanya menetapkan besar premi asuransi berdasarkan persentase tertentu dari
nilai pembiayaan yang dikalikan dengan jumlah tahun pembiayaan. Dalam transaksi di atas,
persentase yang digunakan adalah 0,21 % yang selanjutnya dikalikan dengan jumlah tahun dan
besar pembiayaan. Untuk transaksi murabahah yang dilakukan dengan perusahaan, asuransi
yang diterapkan adalah asuransi kerugian dan bukan asuransi jiwa.
Dalam penjurnalan transaksi biaya-biaya, biaya administrasi yang dibayar oleh nasabah
diakui dengan mengkredit rekening pendapatan administrasi. Adapun biaya materai yang
dibayar nasabah diakui dengan mengkredit rekening materai, yang menunjukkan penggunaan
persediaan materai perusahaan. Pengakuan ini digunakan jika bank syariah menggunakan
pendekatan persediaan pada setiap pembelian materai. Dalam praktik, ada bank syariah yang
tidak menggunakan pendekatan persediaan, yaitu semua pembelian materai langsung dianggap
biaya walau belum digunakan. Dalam hal ini, biaya materai yang dibayar nasabah diakui dengan
mengkredit rekening biaya materai.
Dalam jurnal di atas, pengurusan biaya notaris dan asuransi dan langsung dilakukan
pada saat akad dengan mendebit rekening milik notaris dan perusahaan asuransi yang
bersangkutan. Adapun pada bank yang pengurusan asuransinya dilakukan beberapa hari
setelah penandatanganan kontrak, dapat digunakan rekening antara berupa “kewajiban segera
pos titipan asuransi”, dengan bentuk jurnal “debit rekening nasabah” dan “kredit kewajiban
segera titipan asuransi”. Selanjutnya, setelah asuransi diurus dan kontrak dengan pihak asuransi
disepakati, bank menjurnal dengan “debit kewajiban segera—titipan asuransi” dan “kredit
rekening perusahaan asuransi”. Dalam hal terdapat perbedaan antara biaya asuransi yang
dihitung dan dipotong bank dengan biaya asuransi yang ditentukan oleh perusahaan asuransi,
maka bank syariah akan mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.

Pembayaran Angsuran dan Pengakuan Keuntungan Murabahah


Pengakuan keuntungan murabahah dibedakan berdasarkan waktu pelunasan piutang murabahah,
yaitu dalam masa satu tahun atau lebih. Jika murabahah dilakukan secara tunai atau tangguh
yang tidak melebihi satu tahun, maka keuntungan murabahah dilakukan secara tunai [PSAK

182
Akuntansi Transaksi Murabahah

102 paragraf 23 (a)]. Jika murabahah dilakukan dengan transaksi tangguh lebih dari satu tahun,
terdapat beberapa alternatif metode pengakuan yang sesuai dengan karakteristik risiko dan
upaya transaksi murabahahnya [PSAK 102 paragraf 23 (b)]. Beberapa metode tersebut adalah
sebagai berikut.
(i) Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini diterapkan untuk
murabahah tangguh dimana risiko penagihan kas dari piutang murabahah dan beban
pengelolaan piutang serta penagihannya relatif rendah.
(ii) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang
murabahah. Metode ini diterapkan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko
piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih
piutang tersebut relatif besar juga.
(iii) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini
diterapkan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih
dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Dalam praktik
metode ini jarang dipakai karena transaksi murabahah tangguh mungkin tidak terjadi
bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan kasnya.
Pada praktik di bank untuk penerapan PSAK 102 paragraf 23 (b) butir (i) sampai (iii) terkait
dengan risiko adalah dengan melakukan pengukuran risiko pembiayaan sejak awal pembiayaan
diberikan. Secara umum, risiko pembiayaan dapat dinilai dari mitigasi yang dilakukan bank,
yaitu credit scoring dan agunan. Credit scoring merupakan instrumen standar (best practices)
dan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia tentang manajemen risiko kredit. Credit
scoring mengukur risiko dari profil nasabah dan dibuat spesifik sesuai produk bank yang
bersangkutan.
Agunan tertentu seperti deposito atau emas dapat menjadi mitigasi risiko yang mengurangi
risiko pembiayaan menjadi nihil. pertimbangan lain yang disusun bank dalam menyusun risiko
adalah risk rating sesuai industri dan kondisi ekonomi yg diperbarui (update) berkala. Untuk
pembiayaan dengan kualitas memburuk (dari lancar menja di non-perform), bank melakukan
switching skedul pengakuan pendapatan dengan mengakui margin di belakang. Semua hal ini
dilakukan untuk menyelamatkan aset bank (aset produktif) sehingga rasio non-performing
financing (NPF) dapat ditekan.
Dalam perbankan, praktik akuntansi yang cenderung digunakan dalam hal pengakuan
keuntungan adalah alternatif yang terdapat pada paragraf 23 (b) butir (ii), yaitu pengakuan
keuntungan proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih. Hal ini disebabkan karena
nasabah cenderung melunasi piutang dalam jangka waktu lebih satu tahun. Selain itu, dengan
menggunakan prinsip konservatisma, bank cenderung menilai tinggi terhadap risiko piutang
murabahah tidak tertagih. Berikut akan dibahas praktik akuntansi metode pengakuan keuntungan
proporsional dengan besar kas yang berhasil ditagih. Adapun dua metode pengakuan pendapatan
yang lain akan dibahas pada bagian variasi transaksi murabahah bab ini.
Misalnya, dalam kasus piutang murabahah PT Haniya, bank memilih untuk menggunakan
metode pengakuan keuntungan proporsional terhadap kas yang berhasil ditagih. Seiring
berjalannya waktu, realisasi pembayarannya yang dibandingkan dengan skedul pembayarannya,
ditunjukkan pada tabel berikut.

183
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tabel 9.2 Jadwal dan Realisasi Pembayaran Angsuran Murabahah PT HANIYA

Angsuran per
Tanggal Jatuh Pokok Margin Tanggal
No. Bulan Jumlah yang Dibayar
Tempo (Rp) (Rp) Pembayaran
(Rp)
1. 10/02/XA 4.500.000 3.750.000 750.000 10/02/XA 4.500.000
2. 10/03/XA 4.500.000 3.750.000 750.000 20/03/XA 4.500.000
10/04/XA 2.000.000
3. 10/04/XA 4.500.000 3.750.000 750.000
15/04/XA 2.500.000
4. 10/05/XA 4.500.000 3.750.000 750.000 30/05/XA 4.500.000 plus denda
Pelunasan dini
5. 10/06/XA 4.500.000 3.750.000 750.000 10/06/XA
(Rp90.000.000) minus potongan

Berdasarkan skedul diatas, terdapat beberapa pola pembayaran oleh nasabah. Pola pembayaran
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pembayaran angsuran dilakukan pada waktu tanggal jatuh tempo. Pola ini ditunjukkan oleh
pembayaran pada bulan Februari.
2. Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo tanpa dikenakan denda. Pola
ini ditunjukkan oleh pembayaran pada bulan Maret.
3. Pembayaran angsuran dilakukan sebagian pada waktu tanggal jatuh tempo dan sebagian
lagi setelah jatuh tempo tanpa dikenakan denda. Pola ini ditunjukkan oleh pembayaran pada
bulan April.
4. Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo dengan pengenaan denda
keterlambatan. Pola ini ditunjukkan oleh pembayaran pada bulan Mei.
5. Pembayaran untuk melunasi piutang lebih awal dari waktu yang ditentukan (pelunasan dini).
Pola ini ditunjukkan oleh pembayaran pada bulan Juni.

(i) Pembayaran angsuran dilakukan pada waktu tanggal jatuh tempo

Misalkan pada saat jatuh tempo tanggal 10 Februari, nasabah membayar angsuran
sebesar Rp4.500.000. Dengan menggunakan perhitungan kasus 7.1 dan jadwal
pembayaran pada Tabel 9.2, pada angsuran nasabah per bulan Rp4.500.000, terdapat
pendapatan margin sebesar Rp750.000, maka jurnal untuk transaksi tersebut adalah
sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/02/XA Db. Kas/Rekening nasabah - PT HANIYA 4.500.000

Kr. Piutang murabahah 4.500.000

Db. Margin murabahah yang ditangguhkan* 750.000

Kr. Pendapatan margin murabahah** 750.000

184
Akuntansi Transaksi Murabahah

* Margin murabahah yang ditangguhkan dilaporkan di neraca sebagai pengurang piutang murabahah.
Dalam laporan keuangan bank syariah, semua piutang murabahah net telah dikurangi terlebih dahulu
dengan margin murabahah yang ditangguhkan. Akan tetapi terkadang bank tidak mengeksplisitkan
adanya akun margin murabahah yang ditangguhkan.

** Pendapatan margin murabahah dilaporkan di laporan laba rugi pada bagian pendapatan pengelolaan dana
sebagai mudharib. Jika pendapatan margin murabahah telah berwujud kas, maka jumlah tersebut dapat
diikutsertakan dalam perhitungan bagi hasil dengan nasabah penghimpunan dana yang menggunakan
akad mudharabah (pembahasan lebih lanjut lihat bab 15 tentang perhitungan bagi hasil).

(ii) Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo tanpa dikenakan
denda

Misalkan pada pembayaran bulan Maret, hingga tanggal jatuh tempo, bank belum
menerima pembayaran angsuran dari nasabah. Pembayaran angsuran baru dilakukan
oleh nasabah pada tanggal 20 Maret, sebesar Rp4.500.000. Oleh karena nasabah
memberi alasan yang dapat diterima, bank menoleransi keterlambatan tersebut dan
tidak mengenakan denda. Jurnal untuk transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/03/XA Db. Piutang murabahah jatuh tempo 4.500.000

Kr. Piutang Murabahah 4.500.000

Db. Margin murabahah yang ditangguhkan 750.000

Kr. Pendapatan margin murabahah - akrual 750.000

20/03/XA Db. Kas/Rekening nasabah - PT HANIYA 4.500.000

Kr. Piutang murabahah jatuh tempo 4.500.000

Db. Pendapatan margin murabahah - akrual 750.000

Kr. Pendapatan margin murabahah 750.000

Pada saat jatuh tempo, bank mencatat dua pasang jurnal, yaitu pengakuan
terhadap perubahan piutang murabahah menjadi piutang murabahah jatuh tempo,
dan pengakuan terhadap perubahan margin yang ditangguhkan menjadi pendapatan
margin murabahah akrual. Selanjutnya, pada saat pendebitan rekening nasabah, bank
mengakui berkurangnya piutang murabahah jatuh tempo dan terjadinya perubahan
pendapatan margin akrual menjadi pendapatan margin.
Pendapatan margin murabahah akrual adalah pendapatan margin yang sudah
menjadi hak bank karena jatuh temponya angsuran piutang, akan tetapi belum
berwujud kas karena belum adanya penerimaan atas angsuran piutang tersebut.
PAPSI 2013 tidak membedakan antara pendapatan margin murabahah yang sudah
berwujud kas maupun belum. Keduanya digabung dalam satu rekening, yaitu
pendapatan margin murabahah. Pemisahan yang masih bersifat akrual dan kas dalam
buku ini lebih bersifat praktis untuk keperluan bagi hasil yang hanya menggunakan
pendapatan berwujud kas.

185
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Dalam praktik perbankan, beberapa bank belum mengakui pendapatan margin


murabahah akrual tersebut sebagai pendapatan untuk dilaporkan dalam laporan laba
rugi. Akan tetapi, tetap dilaporkan dalam neraca seperti halnya margin murabahah
ditangguhkan sebagai pengurang piutang. Adapun rekening yang digunakan
dinamakan dengan Margin Murabahah yang Ditangguhkan jatuh tempo. Menurut
sudut pandang penulis, jika perusahaan konsisten menggunakan basis akrual untuk
pengakuan pendapatannya, maka margin murabahah yang sudah jatuh tempo
seharusnya dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan margin murabahah
yang bersifat akrual.

(iii) Pembayaran angsuran dilakukan sebagian pada waktu tanggal jatuh tempo
dan sebagian lagi setelah jatuh tempo tanpa dikenakan denda

Sering kali, nasabah baru bisa membayar sebagian dari jumlah angsuran yang harus
dibayar. Dalam kondisi ini, bagian angsuran piutang yang belum dibayar berubah
menjadi piutang murabahah jatuh tempo. Adapun jumlah margin murabahah yang
ditangguhkan sebagian berubah menjadi pendapatan margin sebesar proporsional
terhadap jumlah yang dibayar dan sebagian lagi berubah menjadi pendapatan margin
murabahah akrual sebesar proporsional terhadap jumlah yang belum dibayar.
Misalkan pada tanggal 10 April (tanggal jatuh tempo), ketika bank hendak
mendebit rekening nasabah, didapati tidak terdapat dana yang cukup di rekening
PT Haniya untuk membayar angsuran bulan April. Saldo rekening yang tersedia
hanya Rp2.025.000 dan BMS maksimal hanya dapat mendebit rekening sebesar
Rp2.000.000. Maka jurnal yang diperlukan adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/04/XA Db. Kas/Rekening nasabah—PT HANIYA 2.000.000

Db Piutang murabahah jatuh tempo 2.500.000

Kr. Piutang murabahah 4.500.000

Db. Margin murabahah yang ditangguhkan 750.000

Kr. Pendapatan margin murabahah 333.333

Kr. Pendapatan margin murabahah - akrual 416.667

Pendapatan margin murabahah = Persentase keuntungan × Angsuran yang dibayar


= 16.6666% × 2.000.000 = Rp333.333
Pendapatan margin murabahah akrual = Margin murabahah ditangguhkan – Pendapatan margin murabahah
= Rp750.000 – Rp333.333 = Rp416.667

Misalkan pada tanggal 15 April, PT Haniya membayar kekurangan pembayaran


angsurannya (Rp4.500.000 – Rp2.000.000). BMS memaklumi alasan keterlambatan
pembayaran bulan April sehingga tidak dikenakan denda. Jurnal pembayaran tersebut
adalah sebagai berikut.

186
Akuntansi Transaksi Murabahah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

15/04/XA Db. Kas/rekening nasabah—PT HANIYA 2.500.000

Kr. Piutang murabahah jatuh tempo 2.500.000

Db. Pendapatan margin murabahah - akrual 416.667

Kr. Pendapatan margin murabahah 416.667

(iv) Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo dengan


pengenaan denda keterlambatan

Bank syariah diperbolehkan mengenakan denda pada nasabah yang memiliki


kemampuan untuk membayar angsurannya, tetapi sengaja menunda-nunda
pembayarannya. Berdasarkan PSAK 102 paragraf 29 disebutkan bahwa denda yang
diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan. Dalam praktik perbankan terdapat
beragam penerapan jumlah denda. Ada yang berdasarkan perhitungan otomatis seperti
1/1000 tunggakan per hari, ada yang bersifat nominal tertentu yang sudah ditetapkan
dan ada yang bersifat ‘pertimbangan subjektif/discretionary’ dengan melihat dasar
keterlambatan.
Misalkan PT HANIYA tidak memenuhi kewajiban pembayaran cicilannya untuk
bulan April hingga akhir bulan Mei. PT Haniya baru membayar kewajibannya pada
tanggal 30 Mei 20XA sebesar Rp4.500.000. Karena ketidakdisiplinan PT Haniya
tersebut, BMS mengenakan denda sebagaimana yang telah disepakati dalam akad yaitu
sebesar 10% dari total pendapatan margin akrual yang tertunggak. PT Haniya mengakui
ketidakdisiplinannya dan bersedia membayarnya. Semua pembayaran dilakukan pada
tanggal 30 Mei 20XA. Maka jurnal selama bulan Mei adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/05/XA Db. Piutang murabahah jatuh tempo 4.500.000

Kr. Piutang murabahah 4.500.000

Db. Margin murabahah yang ditangguhkan 750.000


Kr. Pendapatan margin murabahah -
750.000
akrual
30/05/XA Db. Kas/Rekening nasabah—PT HANIYA 4.500.000

Kr. Piutang murabahah jatuh tempo 4.500.000

Db. Pendapatan margin murabahah - akrual* 750.000

Kr. Pendapatan margin murabahah 750.000

30/05/XA Db. Kas/Rekening nasabah—PT HANIYA 75.000

Kr. Rekening dana kebajikan* 75.000

*Dana kebajikan = 10% × total margin akrual


= 10% × 750.000 = 75.000

187
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

(v) Pembayaran untuk melunasi piutang lebih awal dari waktu yang ditentukan
(pelunasan dini)

Nasabah diperkenankan melunasi pembiayaan yang didapatnya lebih awal dari


waktu yang disepakati. Bagi bank syariah, pelunasan lebih awal merupakan hal yang
sangat baik karena mengurangi beban pengawasan dan administrasi di masa depan.
Oleh karena itu, biasanya bank memberikan potongan atas pelunasan tersebut. Dalam
praktik perbankan perbankan besar/kecilnya potongan oleh bank mempertimbangkan
jenis pembiayaan dan jangka waktu. Pembiayaan untuk perusahaan atau lembaga
cenderung lebih besar dibanding potongan untuk individu. Adapun pembiayaan dengan
sisa jangka waktu lebih lama cenderung lebih besar dibanding dengan sisa waktu yang
lebih pendek. Oleh karena potongan tersebut merupakan kewenangan bank dan bukan
hak nasabah, maka bank juga boleh tidak memberikan potongan pada nasabah yang
melakukan pelunasan dini.
Berdasarkan PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, potongan pelunasan
piutang murabahah dapat diberikan pada pembeli yang melunasi secara tepat waktu
atau lebih cepat dari waktu yang disepakati (paragraf 26).
Misalkan pada tanggal 10 Juni 20XA, PT Haniya bermaksud melunasi sisa
kewajibannya dengan nilai buku Rp90.000.000 yang terdiri atas pokok pembiayaan
sebesar Rp75.000.000 dan margin yang ditangguhkan sebesar Rp15.000.000. Disepakati
pada saat pelunasan bahwa potongan pelunasan akan diberikan sebesar 80% dari sisa
margin murabahah yang masih ditangguhkan.
Besarnya potongan pelunasan dan margin murabahah yang akan menjadi
pendapatan margin murabahah adalah sebagai berikut.
Margin yang ditangguhkan = Rp15.000.000
Potongan pelunasan = 80% × Rp15.000.000
= Rp12.000.000
Pendapatan Margin murabahah = Margin yang ditangguhkan – potongan pelunasan
= Rp15.000.000 – Rp12.000.000
= Rp3.000.000

Pemberian potongan pelunasan piutang murabahah dapat dilakukan dengan


menggunakan salah satu dari metode (i) diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual
mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah, dan (ii) diberikan setelah
pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari pembeli dan kemudian
membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli (PSAK 102 paragraf 27). Berikut
akan dibahas aplikasi kedua alternatif tersebut.

Alternatif 1: Potongan diberikan pada saat pelunasan


Berdasarkan metode ini, bank sebagai penjual mengurangi piutang murabahah dan
keuntungan murabahah (PSAK no 102 paragraf 27a). Jurnal yang perlu dibuat: (1)
jurnal mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah sebesar potongan;

188
Akuntansi Transaksi Murabahah

(2) penerimaan pembayaran sebesar piutang murabahah yang telah diberi diskon; (3)
pengakuan pendapatan margin murabahah.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


10/06/XA Db. Beban potongan pelunasan murabahah* 12.000.000
Kr. Piutang murabahah 12.000.000
Db. Kas/rekening nasabah 78.000.000
Kr. Piutang murabahah 78.000.000
Db. Margin murabahah ditangguhkan 15.000.000
Kr. Pendapatan margin murabahah * 15.000.000
Ket: dalam laporan laba rugi, beban potongan akan
mengurangi pendapatan margin murabahah

Alternatif 2: Potongan diberikan setelah pelunasan


Pada metode pemberian potongan setelah pelunasan, bank sebagai penjual menerima
pelunasan piutang dari pembeli dan kemudian membayarkan potongan pelunasannya
kepada pembeli (PSAK no 102 paragraf 27b). Jurnal yang perlu dibuat terkait
pemberian potongan setelah pelunasan adalah (1) penerimaan pelunasan piutang
dengan debit rekening sebesar sisa piutang yang akan dilunasi dan kredit rekening
piutang (2) pengakuan pendapatan margin murabahah kas (3) pengakuan potongan
pada saat pemberian potongan.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


05/06/XA Db. Kas/Rekening nasabah 90.000.000
Kr. Piutang murabahah 90.000.000
Db. Margin murabahah ditangguhkan 15.000.000
Kr. Pendapatan margin murabahah* 15.000.000
Db. Beban potongan pelunasan 12.000.000
Kr. Kas/rekening nasabah 12.000.000
Ket: dalam laporan laba rugi, beban potongan
akan mengurangi pendapatan margin murabahah

Berdasarkan PSAK no. 102 paragraf 28, potongan angsuran murabahah diakui sebagai
pengurang keuntungan murabahah jika diberikan karena pembeli membayar secara
tepat waktu atau lebih cepat dari yang disepakati.
Selain dengan cara pengakuan potongan dengan cara mengakui adanya beban potongan
seperti yang contoh diatas yang diberikan, alternatif lain adalah dengan mereverse
pendapatan margin sebesar jumlah potongan. Metode mereverse pendapatan margin
tidak diintrodusir dalam PAPSI 2013, sehingga tidak dijelaskan lebih lanjut dalam
buku edisi ini sebagaimana pernah dijelaskan dalam edisi yang pertama.

189
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Terkait potongan piutang murabahah PAPSI 2013 (h. 4.9) menyatakan bahwa
potongan pelunasan piutang Murabahah diakui sebagai pengurang pendapatan
murabahah pada saat pelunasan sebesar jumlah yang diberikan. Jika potongan
pembayaran cicilan piutang murabahah diberikan kepada nasabah:
i. karena membayar cicilan tepat waktu, maka potongan pembayaran diakui
sebagai pengurang pendapatan murabahah; dan/atau
ii. karena adanya penurunan kemampuan pembayaran oleh nasabah, maka
potongan pembayaran diakui sebagai beban bank.
Perbedaan ini memiliki implikasi pada pendapatan yang dibagihasilkan. Jika
diperlakukan sebagai pengurang pendapatan murabahah, pendapatan yang
dibagihasilkan relatif lebih kecil dibandingkan dengan metode potongan sebagai
beban bank, karena potongan tersebut akan mengurangi jumlah pendapatan yang
akan dibagi hasil. Adapun pada metode potongan sebagai beban bank, pendapatan
yang dibagi hasil tidak terpengaruh, karena potongan yang diberikan seluruhnya
ditanggung oleh bank syariah sebagai bagian beban operasional.

Variasi dalam Transaksi Murabahah

1. Variasi dalam kebijakan uang muka.

Dalam praktik perbankan, terdapat tiga macam alternatif mekanisme perlakuan uang muka.
Pertama dengan mendebit langsung uang muka yang disepakati tersebut, kedua memblokir
rekening nasabah sebesar nilai yang disepakati, dan ketiga uang muka dipegang dan dibayar
langsung oleh nasabah kepada pemasok. Perlakuan alternatif pertama telah dibahas pada bagian
terdahulu. Berikut akan dibahas dua alternatif lainnya.
1. Memblokir rekening nasabah sebesar nilai uang muka yang disepakati
Pada praktik pemblokiran rekening, bank tidak melakukan penjurnalan. Uang yang terdapat
dalam rekening tabungan nasabah masih utuh tanpa dikurangi oleh bank. Hanya saja dengan
adanya pemblokiran tersebut, nasabah hanya dapat mengambil sebagian tabungannya saja
hingga menyisakan dana minimal sebesar nilai uang muka yang disepakati. Sekiranya akad
murabahah jadi disepakati, maka dana tabungan nasabah akan ditarik oleh bank sebesar
nilai uang muka, sebagai pengurang piutang atau harga jual. Uang muka dengan pendekatan
pemblokiran ini bank tidak memerlukan adanya jurnal.
2. Uang muka tidak diserahkan pada bank, tetapi dipegang dan dibayar langsung oleh nasabah
kepada pemasok
Pada perlakuan uang muka yang dipegang dan dibayar langsung oleh nasabah kepada pemasok,
bank tidak melakukan jurnal terhadap uang muka yang dipegang oleh nasabah tersebut. Dalam
hal ini, akad jual beli tetap dinyatakan sebesar Rp118.000.000, akan tetapi untuk kepraktisan
akuntansi, dalam buku bank dicatat sebesar Rp108.000.000 (pembiayaan bank Rp90.000.000
dan margin Rp18.000.000) dengan memberi keterangan bahwa uang muka sudah dibayar
langsung oleh nasabah kepada pemasok tanpa melalui bank. Dengan demikian, besar margin
dan angsuran per bulan adalah tetap sebesar Rp750.000 dan Rp4.500.000 berturut-turut.

190
Akuntansi Transaksi Murabahah

2. Variasi dalam pencatatan urbun sebagai bagian pelunasan murabahah.

Pengakuan uang muka sebagai bagian pelunasan piutang murabahah dilakukan sesuai dengan
metode pencatatan uang muka sebelum akad murabahah disepakati yaitu alternatif 1 jika uang
muka di debit langsung dari rekening sebesar yang disepakati, alternatif 2, jika rekening diblokir
sebesar uang muka yang disepakati, alternatif 3 jika uang muka dipegang dan dibayarkan sendiri
oleh nasabah kepada pemasok. Berikut akan dibahas dua alternatif terakhir, adapun alternatif
pertama telah dibahas pada bagian terdahulu.
1. Alternatif jika rekening diblokir sebesar uang muka yang disepakati
Dalam hal ini pemblokiran hanya dilakukan hingga akad disepakati. Selanjutnya pada saat
akad disepakati, bank mendebit rekening nasabah dan menjadikannya sebagai bagian dari
pelunasan piutang. Jurnal yang digunakan saat mendebit rekening nasabah adalah sebagai
berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Rekening nasabah - PT HANIYA 10.000.000
Kr. Piutang murabahah 10.000.000

2. Alternatif jika uang muka dipegang dan dibayarkan sendiri oleh nasabah kepada pemasok
Transaksi ini biasanya didahului dengan pembelian barang dengan mewakilkan kepada
nasabah pembeli. Karena uang muka dipegang oleh nasabah pembeli, uang yang diserahkan
pada nasabah pembeli hanyalah sebesar pembiayaan oleh bank.
Misalkan, pada transaksi murabahah PT Haniya sebelumnya, karena uang muka sebesar
Rp10.000.000 dipegang sendiri oleh PT Haniya, maka bank syariah mewakilkan
pembelian aset murabahah dengan menyerahkan uang sebesar Rp90.000.000. Jurnal
transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Piutang wakalah 90.000.000
Kr. Rekening nasabah - PT HANIYA 90.000.000

Pada saat PT Haniya menyerahkan barang, maka BMS melakukan jurnal:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Persediaan aset murabahah* 90.000.000
Kr. Piutang wakalah 90.000.000

*Adanya pembayaran uang muka sebesar Rp10.000.000 yang langsung dilakukan oleh nasabah bisa berdampak
pada perbedaan catatan akuntansi sebesar Rp90.000.000 dengan bukti pembelian sebesar Rp100.000.000. Dalam
hal ini, baik pada catatan akuntansi maupun dokumen pembelian perlu ditulis keterangan tambahan terkait
dengan pembayaran uang muka sebesar Rp10.000.000 yang langsung dilakukan oleh nasabah.

191
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Dalam hal ini, bank tidak perlu mengakui dan mengukur nilai uang muka yang digunakan
nasabah dalam jurnal. Dengan demikian, jurnal saat penjualannya adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


10/01/XA Db. Piutang murabahah 108.000.000
Kr. Persediaan aset murabahah 90.000.000
Kr. Margin murabahah yang ditangguhkan 18.000.000

3. Variasi dalam pengakuan pendapatan margin


Pada bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa terdapat tiga metode pengakuan keuntungan
murabahah, yaitu pertama diakui saat penyerahan aset murabahah, kedua diakui proporsional
dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah dan ketiga diakui saat seluruh
piutang murabahah berhasil ditagih. Pada ilustrasi sebelumnya telah dibahas metode pengakuan
proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih. Berikut akan dibahas dua alternatif
lain yaitu pengakuan pada saat penyerahan aset murabahah dan pengakuan pada saat piutang
murabahah berhasil ditagih.
1. Alternatif: Pengakuan margin murabahah saat penyerahan aset murabahah
Alternatif ini diterapkan jika murabahah dilakukan secara tunai atau tangguh yang tidak
melebihi satu tahun atau murabahah tangguh dengan lebih dari satu tahun dengan risiko
penagihan kas dari piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya
relatif rendah.
Misalkan pada transaksi murabahah PT Haniya, bank menilai bahwa risiko
penagihan kas dari piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya
relatif rendah, maka pengakuan pendapatannya dapat dilakukan pada saat penyerahan aset
murabahah. Beberapa jurnal terkait dengan transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

a. Jurnal saat akad disepakati

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Piutang murabahah 108.000.000
Kr. Persediaan aset murabahah 90.000.000
Kr. Pendapatan margin murabahah 18.000.000

b. Jurnal saat pembayaran angsuran oleh nasabah

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Kas/rekening nasabah 4.500.000
Kr. Piutang murabahah 4.500.000

192
Akuntansi Transaksi Murabahah

2. Alternatif: Pengakuan pendapatan hanya pada saat piutang murabahah berhasil ditagih
seluruhnya
Alternatif ini diterapkan jika transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak
tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar.
Misalkan pada transaksi murabahah PT Haniya di atas, bank menilai bahwa risiko
penagihan kas dari piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya
cukup besar, maka pengakuan pendapatannya dilakukan saat seluruh piutang murabahah
berhasil ditagih. Beberapa jurnal terkait dengan transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

a. Jurnal saat akad disepakati

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Piutang murabahah 108.000.000
Kr. Persediaan aset murabahah 90.000.000
Kr. Margin yang ditangguhkan 18.000.000

b. Jurnal saat pembayaran angsuran oleh nasabah

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Kas/rekening nasabah 4.500.000

Kr. Piutang murabahah 4.500.000

c. Jurnal saat pembayaran angsuran terakhir oleh nasabah


Dengan asumsi nasabah melakukan pembayaran sesuai dengan jadwal hingga pembayaran
terakhir pada bulan ke-24, maka jurnal pada bulan ke-24 adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Kas/rekening nasabah 4.500.000

Kr. Piutang murabahah 4.500.000

Db. Margin yang ditangguhkan 18.000.000

Kr. Pendapatan margin 18.000.000

Praktik murabahah untuk transaksi LC


Transaksi LC biasa menggunakan akad murabahah. Karena pembelian tidak langsung dilakukan
oleh bank, melainkan diwakilkan kepada nasabah, maka akadnya biasa disebut dengan akad
wakalah wal murabahah.

193
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Kasus 9.2 Transaksi LC dengan Akad Wakalah Wal Murabahah

Nominal LC : $100,000.00
jenis LC : LC sight (bayar saat dokumen barang sesuai syarat penerimaan)
periode : 3 bulan (bank membayar tunai kpd supplier (eksportir) di luar negeri,
nasabah tangguh kepada bank)
terbit LC : 6-May-09
jatuh tempo : 6 Agt 2009
rate bank : 4%

Skema praktik transaksi LC terdiri atas beberapa langkah, yaitu sebagai berikut.
1. Nasabah bank (importir) mengajukan LC atas pembelian barang dari supplier di luar
negeri.
2. Setelah melewati prosedur pembiayaan, bank setuju menerbitkan LC. Saat terbit LC, bank
mencatat sebagai komitmen bank (rekening administratif).
3. Saat LC dikonfirmasi di luar negeri, bank membayar kepada bank beneficiary atas petunjuk
eksportir.
4. Saat bank membayar kepada bank beneficiary, akad murabahah pembiayaan dimulai.
5. Nasabah membayar bank sesuai skedul yang telah ditetapkan.

Misalkan realisasi dari akad tersebut adalah sebagai berikut.

Bulan Keterangan Rate Pembayaran Margin


Pokok LC
Jun-09 Margin bulan I 4,00% $0,00 $333,33

Jul-09 Margin bulan ke II 4,00% $0,00 $333,33


Pokok & margin
Agt-09 4,00% $100.000,00 $333,34
bulan ke III
Total $100.000,00 $1.000,00

Jurnal atas LC usance dengan akad wakalah wal murabahah pada Kasus 9.2 adalah sebagai
berikut.

1. Saat penerbitan LC

Rekening Debit ($) Kredit ($)

Db. Kontra—kewajiban komitmen (LC impor) 100.000,00

Kr. Kewajiban komitmen (LC impor) 100.000,00

(jurnal ini pada rekening administratif)

Db. Rekening nasabah 850,00

Kr. Pendapatan atas biaya SWIFT 100,00

194
Akuntansi Transaksi Murabahah

Rekening Debit ($) Kredit ($)

Kr. Ujroh (fee) pembukaan LC Impor 750,00

(mencatat fee atas LC dan pendapatan SWIFT, misal ujroh ditetapkan


0,75% dari nilai LC & biaya SWIFT fixed USD100)

2. Saat LC dikonfirmasi oleh bank di luar negeri (beneficiary)

Rekening Debit ($) Kredit ($)

Db. kewajiban komitmen (LC impor) 100.000,00

Kr. Kontra—kewajiban komitmen (LC impor) 100.000,00

( mencatat perubahan dari komitmen menjadi kewajiban )

Db. Tagihan LC (kpd nasabah) 100.000,00

Kr. Kewajiban LC Impor (kpd beneficiary bank) 100.000,00

(mencatat kewajiban kpd beneficiary & tagihan kpd nasabah pada neraca)

3. Saat akad murabahah dengan nasabah atas LC

Rekening Debit ($) Kredit ($)

Db. Piutang Murabahah 101.000,00

Kr. Margin yang ditangguhkan 1.000,00

Kr. Tagihan LC 100.000,00

4. Saat pembayaran kepada beneficiary (H+2 s/d H+ 5 dari konfirmasi)

Rekening Debit ($) Kredit ($)

Db. Kewajiban LC 100.000,00

Kr. Giro Nostro (giro bank di Luar Negeri) 100.000,00


5. Saat angsuran I dari nasabah

Rekening Debit ($) Kredit ($)

Db. Kas/rekening nasabah 333,33

Kr. Piutang Murabahah 333,33

Db. Margin yang ditangguhkan 333,33

Kr. Pendapatan margin murabahah 333,33

195
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

6. Saat angsuran II dari nasabah

Rekening Debit ($) Kredit ($)

Db. Kas/Rekening Nasabah 333,33

Kr. Piutang Murabahah 333,33

Db Margin yang ditangguhkan 333,33

Kr. Pendapatan margin murabahah 333,33

7. Saat angsuran III dari nasabah

Rekening Debit ($) Kredit ($)

Db. Kas/Rekening Nasabah 100.333,33

Kr. Piutang Murabahah 100.333,33

Db Margin yang ditangguhkan 333,33

Kr. Pendapatan margin murabahah 333,33

Penyajian Transaksi Murabahah di Laporan Keuangan

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 4.9-10) terdapat beberapa akun terkait pembiayaan murabahah
yang relevan untuk disajikan dalam laporan keuangan.
1. Uang muka murabahah dari pembeli disajikan sebagai liabilitas lainnya.
2. Tagihan kepada nasabah atas pembatalan transaksi murabahah dimana uang muka
nasabah lebih kecil dari beban riil yang dikeluarkan nasabah disajikan sebagai piutang
qardh.
3. Piutang murabahah disajikan sebesar saldo pembiayaan murabahah nasabah kepada
bank.
4. Margin murabahah ditangguhkan disajikan sebagai pos lawan piutang murabahah.
5. Beban potongan pelunasan/angsuran murabahah sebagai pos lawan pendapatan marjin
murabahah.
6. Dalam hal bank menggunakan metode proporsional, pendapatan dan beban yang terkait
langsung dengan transaksi murabahah yang belum diamortisasi, disajikan sebagai liabilitas
lainnya dan aset lainnya.
7. Pendapatan margin murabahah yang akan diterima disajikan sebagai bagian dari aset
lainnya pada saat nasabah tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong
non-performing maka pendapatan margin murabahah yang akan diterima disajikan pada
rekening administratif.
8. Cadangan kerugian penurunan nilai murabahah disajikan sebagai pos lawan (contra
account) piutang murabahah.
9. Denda (ta’zir) disajikan sebagai komponen dari sumber dana kebajikan (qardhul hasan).

196
Akuntansi Transaksi Murabahah

Pengungkapan Transaksi Murabahah

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 4.14-15), hal-hal yang harus diungkapkan terkait transaksi
pembiayaan dengan skema murabahah antara lain:
1. rincian piutang murabahah berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis valuta, kualitas
piutang, jenis penggunaan, sektor ekonomi dan cadangan kerugian penurunan nilai;
2. jumlah piutang murabahah yang diberikan kepada pihak yang berelasi;
3. kebijakan dan metode akuntansi untuk pengakuan pendapatan, cadangan kerugian
penurunan nilai, penghapusan dan penanganan piutang murabahah yang bermasalah;
4. besarnya piutang murabahah baik yang dibebani sendiri oleh bank maupun secara bersama-
sama dengan pihak lain sebesar bagian pembiayaan bank.

197
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Referensi

Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Jakarta: Tazkia Cendekia.
Bank Indonesia. 2013. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Dewan Syariah Nasional–MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional edisi 2. DSN-MUI dan
Bank Indonesia.
DSAK IAI. 2002. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah”. Jakarta: IAI.
DSAK IAI. 2007. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah”. Jakarta: IAI.
DSAK IAI. 2007. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 102 tentang Akuntansi Murabahah”.
Jakarta: IAI.
Harahap, Sofyan S., Wiroso, Yusuf, M. 2004. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE USAKTI.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2003. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: IAI.
Wiyono, Slamet. 2005. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah berdasarkan PSAK dan
PAPSI. Jakarta: Grasindo.
Bank Indonesia. 2006. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi
Dewan Pengawas Syariah. Jakarta: Bank Indonesia.

Soal-Soal Latihan

A. Soal Teori
1. Jelaskan definisi murabahah.
2. Untuk transaksi apa sajakah murabahah cocok digunakan.
3. Sebutkan landasan syar’i transaksi murabahah.
4. Jelaskan rukun transaksi murabahah.
5. Bolehkah bank syariah mengenakan denda terhadap nasabah mampu, tapi yang menunda-
nunda pembayaran dengan sengaja? Bagaimanakah perlakuan akuntansi terhadap denda
yang dikenakan.
6. Perhatikan dan screen shoot-lah terhadap penyajian dan pengungkapan yang berkaitan
dengan transaksi murabahah di laporan keuangan di salah satu bank syariah. Analisislah
tingkat kesesuaiannya dengan PSAK 102 maupun PAPSI 2013.

B. Soal Kasus
Kasus 1
Pada tanggal 1 Maret 20XA PT Kemal Sejahtera melakukan negosiasi dengan BPRS Khairu
Ilahi untuk memperoleh fasilitas Murabahah dengan pesanan pembelian 1 set server seharga
Rp80.000.000 dengan rencana sebagai berikut:

198
Akuntansi Transaksi Murabahah

Harga total barang Rp80.000.000

Uang muka Rp20.000.000

Pembiayaan oleh BPRS Rp60.000.000

Margin Rp7.375.570,25

Harga jual Rp87.375.570,25 (harga barang plus margin)

Jumlah bulan angsuran 18 bulan

Biaya administrasi 0,5% dari pembiayaan oleh BPRS

Diminta:
1. Hitunglah angsuran per bulan yang mesti dibayar oleh PT Kemal Sejahtera.
2. Hitunglah persentase keuntungan dari total piutang neto.
3. Hitunglah besar margin dan pokok piutang dalam setiap angsuran perbulan yang dibayar
oleh PT Kemal Sejahtera jika menggunakan metode proporsional.

Kasus 2
Dengan menggunakan data pada Kasus 1, buatlah jurnal untuk transaksi berikut:
1. Tanggal 3 Maret 20XA, PT Kemal Sejahtera menyerahkan uang muka sebesar Rp20.000.000
kepada BPRS.
2. tanggal 8 Maret 20XA, Untuk keperluan transaksi murabahah dengan PT Kemal Sejahtera,
BPRS melakukan pembelian barang pesanan PT Kemal Sejahtera kepada pemasok senilai
Rp80.000.000 secara tunai.
3. Tanggal 10 Maret, akad jual beli murabahah disepakati antara Bank dan PT Kemal
Sejahtera. Pada saat itu Bank langsung menyerahkan satu set server kepada PT Kemal
Sejahtera.
4. Pada tanggal akad, uang muka yang sebelumnya sudah diterima oleh BPRS diakui sebagai
pengurang piutang murabahah.
5. Pada tanggal akad, nasabah dikenakan biaya administrasi sebesar 0,5% dari pembiayaan
oleh BPRS
6. Tanggal 10 April 20XA, saat jatuh tempo angsuran pertama nasabah membayar sebesar
Rp3.743.087,24
7. Pada pembayaran bulan Mei, hingga tanggal jatuh tempo angsuran kedua, BPRS belum
menerima pembayaran angsuran dari PT Kemal Sejahtera. Pembayaran angsuran baru
dilakukan oleh nasabah pada tanggal 20 Mei, sebesar Rp3.743.087,24 melalui debit
rekening.
8. Tanggal 10 Juni (tanggal jatuh tempo angsuran ketiga), ketika BPRS hendak mendebit
rekening nasabah, didapati tidak terdapat dana yang cukup di rekening PT Kemal Sejahtera
untuk membayar angsuran ketiga. Saldo rekening yang tersedia hanya Rp1.025.000 dan
BPRS mendebit rekening sebesar Rp1.000.000.

199
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

9. tanggal 15 Juni, PT Kemal Sejahtera membayar kekurangan pembayaran angsurannya


sebesar 2.743.087,24.
10. Hingga tanggal 10 Juli, PT Kemal Sejahtera tidak memenuhi kewajiban pembayaran
angsuran keempat.
11. PT Kemal Sejahtera baru membayar kewajibannya pada tanggal 5 Agustus 20XA. Karena
ketidakdisiplinan PT Kemal Sejahtera tersebut, BPRS mengenakan denda sebagaimana
yang telah disepakati dalam akad, yaitu sebesar 10% dari total pendapatan margin
akrual yang tertunggak. PT Kemal Sejahtera mengakui ketidakdisiplinannya dan bersedia
membayarnya. Semua pembayaran dilakukan pada tanggal 5 Agustus 20XA
12. Tanggal 10 Agustus 20XA, PT Kemal Sejahtera bermaksud melunasi sisa kewajibannya
dengan nilai buku Rp52.403.221,30 yang terdiri atas pokok pembiayaan sebesar
Rp46.666.666,66 dan margin yang ditangguhkan sebesar Rp5.736.554,64. Disepakati
pada saat pelunasan bahwa potongan pelunasan akan diberikan sebesar 80% dari sisa
margin murabahah yang masih ditangguhkan.
13. Buatlah jurnal untuk tanggal 10 Agustus 20XA, jika potongan pelunasan dilakukan setelah
pelunasan dan bukan saat pelunasan seperti pada poin 12 di atas.

Kasus 3
Pada tanggal 3 Maret 20XA, PT Agifira melakukan negosiasi dengan BPRS Arta Makmur
untuk memperoleh fasilitas murabahah dengan pesanan untuk 5 unit Laptop @ Rp10.000.000
dengan rencana sebagai berikut.

Harga total barang Rp50.000.000

Uang muka Rp10.000.000 (sama dengan 20% dari harga barang)

Pembiayaan oleh BPRS Rp40.000.000

Rp1.257.763,74 (sama dengan dengan 3,14440934% margin flat tanpa


Margin
disetahunkan atau 9,43322802% margin flat disetahunkan atau 15%
margin anuitas dari pembiayaan oleh BPRS)

Harga jual Rp51.257.763,74 (harga barang plus margin)

Jumlah bulan angsuran 4 Bulan

Biaya administrasi 0,5 % dari pembiayaan oleh BPRS

Diminta:
1. Hitunglah angsuran per bulan yang mesti dibayar oleh PT Agifira.
2. Hitunglah persentase keuntungan dari total piutang neto.
3. Hitunglah besar margin dan pokok piutang dalam setiap angsuran yang dibayar oleh PT
Agifira jika menggunakan metode proporsional.

200
Akuntansi Transaksi Murabahah

4. Hitunglah besar margin dan pokok piutang dalam setiap angsuran yang dibayar oleh
PT Agifira selama periode berjalan dengan menggunakan metode anuitas. (lihat contoh
perhitungan pada lampiran A bab ini).
5. Jawablah pertanyaan nomor 3 dan 4 dengan menggunakan file Ms. Excel pada CD
pendamping. (Jika diperlukan password untuk unprotect sheet, ketiklah ‘riajahyaya’
{tanpa koma di atas}. Aplikasi ini bisa digunakan untuk pembuatan berbagai variasi soal
oleh dosen atau instruktur.)

201
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Lampiran

A. Teknis Praktik Perhitungan Margin pada Perbankan dengan Metode Anuitas

Nama Nasabah : Darmanto Jml bulan masa angsuran : 24


Lokasi : Kulonprogo
Nama Petugas : Suhartono Tanggal Awal Angsuran : 20-Jan-08
Pokok (Awal) Pencairan : Rp100,000,000.00 Tanggal Akhir Angsuran : 20-Dec-09
Tanggal Pencairan : 5-Jan-08 : 0
Besar Margin Annuitas : 10.00% : 0
Ekuivalensi Margin Flat : 5.37391161% : 5-Jan-08
Tgkt Diskon Margin (pa Ann) : 0.00% : CCC

Berdasarkan Hasil Perhitungan Annuitas


No. Tgl Pembayaran Angsuran Pokok Angsuran Margin Angsuran (P + M) Ost. Pokok
Angsuran (Rp/bln) (Rp/bln) (Rp/bln) (Rp)
A B=D-C C = Rate/bulan x E bln lalu D=B+C E = E bln lalu - B
100,000,000.00
1 20-Jan-08 3,781,159.30 833,333.33 4,614,492.63 96,218,840.70
2 20-Feb-08 3,812,668.96 801,823.67 4,614,492.63 92,406,171.74
3 20-Mar-08 3,844,441.20 770,051.43 4,614,492.63 88,561,730.54
4 20-Apr-08 3,876,478.21 738,014.42 4,614,492.63 84,685,252.32
5 20-May-08 3,908,782.20 705,710.44 4,614,492.63 80,776,470.13
6 20-Jun-08 3,941,355.38 673,137.25 4,614,492.63 76,835,114.74
7 20-Jul-08 3,974,200.01 640,292.62 4,614,492.63 72,860,914.73
8 20-Aug-08 4,007,318.34 607,174.29 4,614,492.63 68,853,596.39
9 20-Sep-08 4,040,712.66 573,779.97 4,614,492.63 64,812,883.72
10 20-Oct-08 4,074,385.27 540,107.36 4,614,492.63 60,738,498.45
11 20-Nov-08 4,108,338.48 506,154.15 4,614,492.63 56,630,159.97
12 20-Dec-08 4,142,574.63 471,918.00 4,614,492.63 52,487,585.34
13 20-Jan-09 4,177,096.09 437,396.54 4,614,492.63 48,310,489.25
14 20-Feb-09 4,211,905.22 402,587.41 4,614,492.63 44,098,584.03
15 20-Mar-09 4,247,004.43 367,488.20 4,614,492.63 39,851,579.59
16 20-Apr-09 4,282,396.14 332,096.50 4,614,492.63 35,569,183.46
17 20-May-09 4,318,082.77 296,409.86 4,614,492.63 31,251,100.69
18 20-Jun-09 4,354,066.79 260,425.84 4,614,492.63 26,897,033.89
19 20-Jul-09 4,390,350.68 224,141.95 4,614,492.63 22,506,683.21
20 20-Aug-09 4,426,936.94 187,555.69 4,614,492.63 18,079,746.27
21 20-Sep-09 4,463,828.08 150,664.55 4,614,492.63 13,615,918.18
22 20-Oct-09 4,501,026.65 113,465.98 4,614,492.63 9,114,891.54
23 20-Nov-09 4,538,535.20 75,957.43 4,614,492.63 4,576,356.33
24 20-Dec-09 4,576,356.33 38,136.30 4,614,492.63 0.00
0.00 0.00 0.00

100,000,000.00 10,747,823.21 110,747,823.21

1. Perhitungan Total Piutang Neto


Total piutang neto = Total pembiayaan oleh bank + Total margin
Total piutang neto = Rp100.000.000 + 10.747.823,21
= Rp110.747.823,21

2. Perhitungan Angsuran per Bulan


Angsuran per bulan = Total piutang neto : jumlah bulan angsuran
= Rp110.747.823,21 : 24 bulan
= Rp4.614.492,63 per bulan

3. Perhitungan Angsuran Margin Bulan Pertama


Angsuran margin bulan t = rate per bulan × saldo pokok piutang bulan sebelumnya
Margin anuitas
Angsuran margin bulan t = × saldo pokok piutang bulan t-1
Jumlah bulan dalam 1 tahun

202
Akuntansi Transaksi Murabahah

10 %
Angsuran margin bulan I = × Rp100.000.000
12
Angsuran margin bulan I = Rp833.333,33

4. Perhitungan Angsuran Pokok Bulan Pertama


Angsuran pokok bulan t = Angsuran per bulan – margin bulan t
Angsuran pokok bulan I = Rp4.614.492,63 – Rp833.333,33
= Rp3.781.159,30

5. Perhitungan Pokok Piutang yang Masih Berjalan pada bulan pertama


Saldo pokok piutang bulan t = Pokok piutang sebelumnya – Angsuran pokok piutang
bulan t
Saldo pokok piutang bulan I = Rp100.000.000 – Rp3.781.159,30 = Rp96.218.840,70

6. Perhitungan untuk bulan kedua dan seterusnya, mengulangi lagi langkah 3, 4 dan 5.
Perhitungan angsuran margin pada bulan kedua menggunakan data pokok piutang yang
masih berjalan pada bulan sebelumnya (yaitu bulan pertama) yang diperoleh dari hasil
perhitungan langkah 5.

203
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

B. Teknis Praktik Perhitungan Margin pada Perbankan dengan Metode Proporsional

Nama Nasabah : Darmanto Jml bulan masa angsuran : 24


Lokasi : Kulonprogo
Nama Petugas : Suhartono Tanggal Awal Angsuran : 20-Jan-08
Pokok (Awal) Pencairan : Rp100,000,000.00 Tanggal Akhir Angsuran : 20-Dec-09
Tanggal Pencairan : 5-Jan-08
Besar Margin Annuitas : 10.00%
Ekuivalensi Margin Flat : 5.37391161%
: 0.00%

Berdasarkan Hasil Perhitungan Annuitas


No. Tgl Pembayaran Angsuran Pokok Angsuran Margin Angsuran (P + M) Ost. Pokok
Angsuran (Rp/bln) (Rp/bln) (Rp/bln) (Rp)

100,000,000.00
1 20-Jan-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 95,833,333.33
2 20-Feb-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 91,666,666.67
3 20-Mar-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 87,500,000.00
4 20-Apr-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 83,333,333.33
5 20-May-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 79,166,666.67
6 20-Jun-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 75,000,000.00
7 20-Jul-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 70,833,333.33
8 20-Aug-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 66,666,666.67
9 20-Sep-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 62,500,000.00
10 20-Oct-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 58,333,333.33
11 20-Nov-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 54,166,666.67
12 20-Dec-08 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 50,000,000.00
13 20-Jan-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 45,833,333.33
14 20-Feb-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 41,666,666.67
15 20-Mar-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 37,500,000.00
16 20-Apr-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 33,333,333.33
17 20-May-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 29,166,666.67
18 20-Jun-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 25,000,000.00
19 20-Jul-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 20,833,333.33
20 20-Aug-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 16,666,666.67
21 20-Sep-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 12,500,000.00
22 20-Oct-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 8,333,333.33
23 20-Nov-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 4,166,666.67
24 20-Dec-09 4,166,666.67 447,825.97 4,614,492.63 0.00

100,000,000.00 10,747,823.21 110,747,823.21

1. Perhitungan Total Margin


Total margin = Jumlah margin pada perhitungan anuitas
= margin bulan t + margin bulan t+1 + margin bulan t+2 + (dan seterusnya)
Dengan menggunakan tabel anuitas, maka total margin adalah sebagai berikut:
Total margin = 833.333,33 + 801.823,67 + 70.051,43 dan seterusnya hingga bulan ke-24
Total margin = Rp10.747.823,21

2. Perhitungan Angsuran Margin per Bulan


= Total Margin
Angsuran margin per bulan
Jumlah bulan angsuran
Rp10.747.823,21
Angsuran margin per bulan =
24

Angsuran margin per bulan = Rp447.825,97

204
Akuntansi Transaksi Murabahah

2. Perhitungan Total Piutang


Total piutang = Total pembiayaan oleh bank + Total margin
Total piutang = Rp100.000.0000 + 10.747.823,21
= Rp110.747.823,21

3. Perhitungan Angsuran Piutang per Bulan


Total Piutang
Angsuran per bulan =
Jumlah Bulan Angsuran

Rp110.747.823,21
Angsuran per bulan =
24
Angsuran per bulan = Rp4.614.492,63

4. Perhitungan Angsuran Pokok perbulan


Angsuran pokok per bulan = Angsuran per bulan – Margin per bulan
Angsuran pokok per bulan = Rp4.614.492,63 – Rp447.825,97
= Rp4,166,666.67
atau,
Total Pembiayaan
Angsuran pokok per bulan =
Jumlah Bulan Angsuran
Rp100.000.000
Angsuran pokok per bulan =
12
Angsuran pokok per bulan = Rp4,166,666.67

5. Perhitungan Pokok Piutang yang Masih Berjalan


Saldo pokok piutang bulan t = Pokok piutang sebelumnya – Angsuran pokok piutang
bulan t
Saldo pokok piutang bulan I = Rp100.000.000 – Rp4.166.666,67 = Rp95.833.333,33
Saldo pokok piutang bulan II = Rp95.833.333,33 – Rp4.166.666,67 = Rp91.666.666,67
dan seterusnya hingga bulan ke-24.

205
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Jawaban Soal Kasus


Kasus 1
1. Angsuran per bulan yang mesti dibayar PT Kemal Sejahtera
Angsuran per bulan =
Angsuran per bulan =
Angsuran per bulan =
Angsuran per bulan =
Angsuran per bulan =

2. Persentase keuntungan dari total piutang


Persentase keuntungan =
Persentase keuntungan =
Persentase keuntungan =

206
Akuntansi Transaksi Murabahah

3. Margin dan pokok piutang dalam setiap angsuran yang dibayar oleh PT Kemal Sejahtera
jika menggunakan metode proporsional.

Margin per bulan =

Pokok per bulan =

Kasus 2
1. Tanggal 3 Maret 20XA, PT Kemal Sejahtera menyerahkan uang muka sebesar Rp20.000.000
kepada BPRS

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


2. Tanggal 8 Maret 20XA, Untuk keperluan transaksi murabahah dengan PT Kemal Sejahtera,
BPRS melakukan pembelian barang pesanan PT Kemal Sejahtera kepada pemasok senilai
Rp80.000.000 secara tunai. Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah sebagai
berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

3. Tanggal 10 Maret, akad jual beli murabahah disepakati antara Bank dan PT Kemal
Sejahtera. Pada saat itu Bank langsung menyerahkan satu set server kepada PT Kemal
Sejahtera.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

207
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

4. Pada tanggal akad, uang muka yang sebelumnya sudah diterima oleh BPRS diakui sebagai
pengurang piutang murabahah.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

5. Pada tanggal akad, nasabah dikenakan biaya administrasi sebesar 0,5% dari pembiayaan
oleh BPRS.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

6. Tanggal 10 April 20XA, saat jatuh tempo angsuran pertama nasabah membayar sebesar
Rp3.743.087,24.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

7. Pada pembayaran bulan Mei, hingga tanggal jatuh tempo angsuran kedua, BPRS belum
menerima pembayaran angsuran dari PT Kemal Sejahtera. Pembayaran angsuran baru
dilakukan oleh nasabah pada tanggal 20 Mei, sebesar Rp3.743.087,24 melalui debit
rekening.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

208
Akuntansi Transaksi Murabahah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

8. Tanggal 10 Juni (tanggal jatuh tempo angsuran ketiga), ketika BPRS hendak mendebit
rekening nasabah, didapati tidak terdapat dana yang cukup di rekening PT Kemal Sejahtera
untuk membayar angsuran bulan April. Saldo rekening yang tersedia hanya Rp1.025.000
dan BPRS mendebit rekening sebesar Rp1.000.000.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

9. Tanggal 15 Juni, PT Kemal Sejahtera membayar kekurangan pembayaran angsurannya


sebesar Rp2.743.087,24.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10. Hingga tanggal 10 Juli PT Kemal Sejahtera tidak memenuhi kewajiban pembayaran
angsurannya untuk bukan Juni.

209
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

11. PT Kemal Sejahtera baru membayar kewajibannya pada tanggal 5 Agustus 20XA. Karena
ketidakdisiplinan PT Kemal Sejahtera tersebut, BPRS mengenakan denda sebagaimana
yang telah disepakati dalam akad yaitu sebesar 10% dari total pendapatan margin
akrual yang tertunggak. PT Kemal Sejahtera mengakui ketidakdisiplinannya dan bersedia
membayarnya. Semua pembayaran dilakukan pada tanggal 5 Agustus 20XA.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

12. Tanggal 10 Agustus 20XA, PT Kemal Sejahtera bermaksud melunasi sisa kewajibannya
dengan nilai buku Rp52.403.221,30 yang terdiri atas pokok pembiayaan sebesar
Rp46.666.666,66 dan margin yang ditangguhkan sebesar Rp5.736.554,64. Disepakati
pada saat pelunasan bahwa potongan pelunasan akan diberikan sebesar 80% dari sisa
margin murabahah yang masih ditangguhkan.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

210
Akuntansi Transaksi Murabahah

Kasus 3
1. Angsuran per bulan yang mesti dibayar PT Agifira
Angsuran per bulan =
Angsuran per bulan =
Angsuran per bulan =
Angsuran per bulan =
Angsuran per bulan =

2. Persentase keuntungan dari total piutang


Persentase keuntungan =
Persentase keuntungan =
Persentase keuntungan =

3. Margin dan pokok piutang dalam setiap angsuran yang dibayar oleh PT Agifira jika
menggunakan metode proporsional.
Margin per bulan =
Pokok per bulan =

4. Margin dan pokok piutang dalam setiap angsuran yang dibayar oleh PT Agifira selama
periode berjalan dengan menggunakan metode anuitas.

Langkah pertama: menghitung angsuran margin bulan pertama


Angsuran margin bulan t =
Angsuran margin bulan 1 =

Langkah kedua: Menghitung angsuran pokok bulan pertama


Angsuran pokok bulan t =
Angsuran pokok bulan 1 =

Langkah ketiga: menghitung saldo pokok piutang bulan pertama


Saldo pokok piutang bulan t =
Saldo pokok piutang 1 =

211
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Langkah keempat dan seterusnya: melakukan perhitungan dengan cara yang sama pada
langkah pertama hingga ketiga, untuk bulan kedua dan seterusnya.

Perhitungan untuk Bulan Kedua


Angsuran margin bulan 2 =
Angsuran pokok bulan 2 =
Saldo pokok piutang bulan 2 =

Perhitungan untuk Bulan Ketiga


Angsuran margin bulan 3 =
Angsuran pokok bulan 3 =
Saldo pokok piutang bulan 3 =

Perhitungan untuk Bulan Keempat


Angsuran margin bulan 2 =
Angsuran pokok bulan 2 =
Saldo pokok piutang bulan 2 =

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

212
10
AKUNTANSI TRANSAKSI
SALAM DAN
SALAM PARALEL

Pendahuluan

Bab 10 ini akan membahas secara khusus akuntansi untuk transaksi salam dan
salam paralel. Pembahasan diawali dengan definisi transaksi salam dan keunggulan
penggunaannya dalam bisnis perbankan syariah. Kemudian, akan dibahas tentang
ketentuan syar’i transaksi salam dan salam paralel dan dilanjutkan dengan teknik
pengakuan dan pengukuran berbagai transaksi yang terjadi dalam siklus salam
dan salam paralel. Pada bagian akhir bab ini, akan dibahas tentang penyajian
transaksi salam di laporan keuangan dan kebijakan pengungkapan transaksi
salam yang dianjurkan oleh Bank Indonesia. Relevansi bab ini adalah sebagai
dasar pengetahuan dalam menguasai praktik akuntansi terkait pengakuan dan
pengukuran berbagai transaksi yang terjadi dalam aktivitas penyaluran dana
bank syariah dengan menggunakan skema salam dan salam paralel. Penguasaan
teori dan praktik terkait pengakuan dan pengukuran transaksi ini sangat penting
dikuasai, mengingat transaksi ini merupakan skema penyaluran yang akan banyak
diterapkan dalam pengembangan sektor pertanian.

213
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Definisi dan Penggunaan Transaksi Salam dan Salam Paralel

Bai’ as salam, atau biasa disebut dengan salam, merupakan pembelian barang yang pembayarannya
dilunasi di muka, sedangkan penyerahan barang dilakukan di kemudian hari. Akad salam ini
digunakan untuk memfasilitasi pembelian suatu barang (biasanya barang hasil pertanian) yang
memerlukan waktu untuk memproduksinya. Adapun salam paralel merupakan jual beli barang
yang melibatkan dua transaksi salam, dalam hal ini transaksi salam pertama dilakukan antara
nasabah dengan bank, sedang transaksi salam kedua dilakukan antara bank dengan petani atau
pemasok. Penerapan transaksi salam dalam dunia perbankan masih sangat minim, bahkan
sebagian besar bank syariah tidak menawarkan skema transaksi ini. Hal ini dapat dipahami
karena persepsi masyarakat yang sangat kuat bahwa bank, termasuk bank syariah, merupakan
institusi untuk membantu masyarakat jika mengalami kendala likuiditas. Dengan demikian,
ketentuan salam yang mensyaratkan pembayaran di muka merupakan suatu hal yang masih
sulit untuk diaplikasikan.
Kendati demikian, skema transaksi ini tetap potensial dikembangkan di Indonesia seiring
dengan meningkatnya perhatian pemerintah untuk mengembangkan sektor pertanian. Secara
khusus, jika pemerintah terlibat dalam upaya mengembangkan kemampuan akses pendanaan
petani, penggunaan skema salam relatif lebih tepat dan lebih menguntungkan dibanding skema
lainnya. Keuntungan menggunakan skema salam antara lain adalah:
1. Bagi Petani
Skema salam dengan pembayaran di muka akan sangat membantu petani dalam membiayai
kebutuhan petani dalam memproduksi barang pertanian. Dengan demikian, petani memiliki
kesempatan dan dorongan yang lebih besar untuk meningkatkan kapasitas produksinya
agar dapat menghasilkan produk pertanian yang lebih banyak sehingga di samping untuk
diserahkan kepada pembeli sebanyak yang sudah ditentukan, juga dapat digunakan untuk
diri sendiri atau untuk dijual kepada pihak lain.
2. Bagi Pemerintah
Penggunaan skema salam dengan ciri pembayaran di muka akan dapat mempercepat
pencapaian target-target pemerintah dalam mendorong peningkatan cadangan pengadaan
produk pertanian. Skema ini dipandang dapat mengantisipasi keengganan petani menjual
produknya kepada pemerintah selama ini, baik karena telah terbiasa menjual kepada
tengkulak atau kepada pedagang besar. Keuntungan lainnya bagi pemerintah adalah dengan
tercapainya target cadangan pengadaan produk pertanian dengan dana yang terjangkau,
maka akan mempercepat peran serta pemerintah dalam ekspor produk pertanian ke luar
negeri yang belakangan ini mengalami kenaikan harga.
3. Bagi Pengusaha
Penggunaan skema salam bagi pengusaha berpotensi meningkatkan efisiensi dan nilai
penjualan pengusaha produk pertanian. Pengusaha, yang dalam hal ini berperan sebagai
penjual produk pertanian baik untuk konsumsi lokal maupun ekspor, akan dapat memiliki
produk pertanian dari petani dengan harga yang relatif akan lebih rendah dibanding
harga pasar mengingat pembayaran yang dilakukan di muka. Adanya harga pembelian
yang relatif lebih murah tersebut akan memberikan keuntungan bagi pengusaha untuk
memperoleh margin yang menarik. Keuntungan lain bagi pengusaha adalah adanya
kepastian memperoleh barang yang diinginkan, sehingga tidak perlu khawatir atas
persaingan mendapatkan barang pada saat panen dengan pengusaha lain.

214
Akuntansi Transaksi Salam dan Salam Paralel

4. Bagi Bank Syariah


Skema salam pada dasarnya sangat menguntungkan bagi bank syariah mengingat pembeli
sudah menyerahkan uangnya terlebih dahulu di muka. Dengan demikian, risiko kegagalan
membayar utang tidak ada sama sekali. Walau transaksi ini menimbulkan risiko baru, yaitu
kegagalan menyerahkan barang, dengan pengalaman dan jaringan petani yang dimiliki
bank risiko ini mestinya tidak sulit untuk di atasi oleh bank syariah.

Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah


Transaksi Salam dan Salam Paralel

Ketentuan Syar’i Transaksi Salam dan Salam Paralel


Landasan syar’i dibolehkannya transaksi salam adalah sebagaimana disebutkan dalam hadis
Nabi saw. riwayat Ibnu Abbas berikut.
“Barang siapa yang melakukan salaf (salam) hendaknya ia melakukan dengan takaran yang
jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”
Ketentuan syar’i transaksi salam diatur dalam fatwa DSN nomor 05/DSN-MUI/IV/2000
tentang Jual Beli Salam. Fatwa tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran, barang, salam
paralel, waktu penyerahan, dan syarat pembatalan kontrak. Ketentuan-ketentuan tersebut akan
dibahas dalam aspek rukun salam berikut.

Rukun Transaksi Salam


Rukun-rukun salam meliputi: (a) transaktor, yakni pembeli (muslam) dan penjual (muslam
ilaih); (b) objek akad salam berupa barang dan harga yang diperjualbelikan dalam transaksi
salam; dan (c) ijab dan kabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual beli secara salam,
baik berupa ucapan atau perbuatan.

Transaktor
Transaktor terdiri atas pembeli (muslam) yang dalam hal ini adalah nasabah dan penjual (muslam
ilaih) dalam hal ini bank syariah. Kedua transaktor disyaratkan memiliki kompetensi berupa
akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa,
dan lain-lain yang sejenis. Adapun untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan
izin dan pantauan dari walinya. Terkait dengan penjual, Fatwa DSN Nomor 05/DSN-MUI/
IV/2000 mengharuskan agar penjual menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas
dan jumlah yang telah disepakati. Penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari
waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan
dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
Sekiranya penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak
boleh meminta tambahan harga. Akan tetapi, jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas
yang lebih rendah dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan
harga (diskon). Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau
kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka pembeli memiliki dua

215
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

pilihan, yaitu pertama, membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya; kedua, menunggu
sampai barang tersedia.

Objek Salam
DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh
barang yang diperjualbelikan dalam transaksi salam. Ketentuan tersebut antara lain:
1. harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang
2. harus dapat dijelaskan spesifikasinya
3. penyerahannya dilakukan kemudian
4. waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
5. pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan

Terkait dengan alat pembayaran, DSN mensyaratkan alat bayar harus diketahui jumlah dan
bentuknya. Alat bayar bisa berupa uang, barang, atau manfaat. Pembayaran harus dilakukan pada
saat kontrak disepakati. Pembayaran itu sendiri tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.

Ijab dan Kabul


Ijab dan kabul dalam salam adalah pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, dengan
cara penawaran dari penjual (bank syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh pembeli
(nasabah). Pelafalan perjanjian dapat dilakukan dengan lisan, isyarat (bagi yang tidak bisa
bicara), tindakan maupun tulisan, bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat dan
menunjukkan keridhaan satu pihak untuk menjual barang salam dan pihak lain untuk membeli
barang salam. Dalam fatwanya, DSN menyatakan bahwa sepanjang disepakati oleh kedua belah
pihak dan tidak dipandang merugikan kedua belah pihak, kesepakatan salam dapat dibatalkan.
Pembatalan ini sangat mungkin terjadi pada saat pihak penjual gagal menghasilkan barang
salam sesuai kriteria yang diinginkan oleh pembeli.

Rukun Transaksi Salam Paralel


Berdasarkan fatwa DSN Nomor 5 Tahun 2000, disebutkan bahwa akad salam kedua (antara
bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad
pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang
terdapat pada akad salam pertama juga berlaku pada akad salam kedua.

Pengawasan Syariah Transaksi Salam dan Salam Paralel


Dalam memastikan kesesuaian praktik jual beli salam dan salam paralel yang dilakukan dengan
ketentuan syariah yang ditetapkan oleh DSN, DPS melakukan pengawasan syariah secara
periodik. Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
dilakukan untuk:

216
Akuntansi Transaksi Salam dan Salam Paralel

a. memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam;


b. memastikan bahwa pembayaran atas barang salam kepada pemasok telah dilakukan di
awal kontrak secara tunai sebesar akad salam;
c. meneliti bahwa akad salam telah sesuai dengan fatwa DSN-MUI tentang salam dan
peraturan Bank Indonesia yang berlaku;
d. meneliti kejelasan akad salam yang dilakukan dalam format salam paralel atau akad salam
biasa;
e. meneliti bahwa keuntungan bank syariah atas praktik salam paralel diperoleh dari selisih
antara harga beli dari pemasok dengan harga jual kepada nasabah/pembeli akhir.

Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk hati-hati
dalam melakukan transaksi jual beli salam dengan para nasabah. Di samping itu, bank juga dituntut
untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia
setiap saat dilakukan pengawasan terhadap kesyariahan transaksi salam yang dilakukan.

Alur Transaksi Salam dan Salam Paralel

Berdasarkan Figur 10.1, alur transaksi salam dilakukan dengan:


Pertama, negosiasi dengan persetujuan kesepakatan antara penjual dengan pembeli
terkait transaksi salam yang akan dilaksanakan.

Kedua, setelah akad disepakati, pembeli melakukan pembayaran terhadap barang yang
diinginkan sesuai dengan kesepakatan yang sudah dibuat.

Ketiga, pada transaksi salam, penjual mulai memproduksi atau menyelesaikan tahapan
penanaman produk yang diinginkan pembeli. Setelah produk dihasilkan, pada saat atau
sebelum tanggal penyerahan, penjual mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas
dan kuantitas yang telah disepakati kepada pembeli. Adapun transaksi salam paralel,
yang biasanya digunakan oleh penjual (bank syariah) yang tidak memproduksi sendiri
produk salam, setelah menyepakati kontrak salam dan menerima dana dari nasabah salam,
selanjutnya secara terpisah membuat akad salam dengan petani sebagai produsen produk
salam.

Keempat, Setelah menyepakati transaksi salam kedua tersebut, bank langsung melakukan
pembayaran kepada petani.

Kelima, Dalam jangka waktu tertentu, berdasarkan kesepakatan dengan bank, petani
mengirim produk salam kepada petani sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

Keenam, bank menerima dokumen penyerahan produk salam kepada nasabah dari
petani.

217
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Figur 10.1 Alur Transaksi Salam Paralel

1. Negosiasi
dan Akad
Bank Syariah Salam
sebagai Penjual
(muslam ilaih) 2. bayar Nasabah
pada salam 1 sebagai
dan Pembeli Pembeli
(Muslim) pada (Muslim)
salam 2

6. Kirim Dokumen

4. bayar
PEMASOK
5. kirim barang
3. Negosiasi dan
Akad Salam

Cakupan Standar Akuntansi Salam dan Salam Paralel

Akuntansi salam diatur dalam PSAK Nomor 103 tentang Akuntansi Salam. Standar tersebut
berisikan tentang pengakuan dan pengukuran, baik sebagai pembeli maupun sebagai penjual.
Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam ketentuan pengakuan dan pengukuran salam
adalah terkait dengan piutang salam, modal usaha salam, kewajiban salam, penerimaan barang
pesanan salam, denda yang diterima oleh pembeli dari penjual yang mampu, tetapi sengaja
menunda-nunda penyelesaian kewajibannya serta tentang penilaian persediaan barang pesanan
pada periode pelaporan. Konsep dan aplikasi detail standar akuntansi salam dan salam paralel
akan dibahas langsung pada sub-bab teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi.

Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Salam bagi


Bank Syariah

Teknis Perhitungan Transaksi Salam


Ilustrasi teknis perhitungan transaksi salam dapat dilihat pada Kasus 10.1 berikut.

218
Akuntansi Transaksi Salam dan Salam Paralel

Kasus 10.1 Transaksi Salam

Transaksi Salam Pertama

PT Thariq Agro Mandiri , membutuhkan 100 ton biji jagung hibryda untuk keperluan ekspor
6 bulan yang akan datang. Pada tanggal 1 Juni 20XA, PT Thariq Agro Mandiri melakukan
pembelian jagung dengan skema salam kepada Bank Syariah Sejahtera. Adapun informasi
tentang pembelian tersebut adalah sebagai berikut:

Spesifikasi barang : Biji jagung manis hybrida kualitas no. 2


Kuantitas : 100 ton
Harga : Rp700.000.000 (Rp7.000.000 per ton)
Waktu penyerahan : dua tahap setiap tiga bulan sebanyak 50 ton (2 September dan 2
Desember 20XA)
Syarat pembayaran : dilunasi pada saat akad ditandatangani

Transaksi Salam Kedua

Untuk pengadaan produk salam sebagaimana diinginkan oleh PT Thariq Agro Mandiri, bank
syariah selanjutnya pada tanggal 2 Juni 20XA mengadakan transaksi salam dengan petani
yang bergabung dalam KUD. Tunas Mulia dengan kesepakatan sebagai berikut:

Spesifikasi barang : Biji jagung manis hybrida kualitas kualitas no. 2


Kuantitas : 100 ton
Harga : Rp650.000.000 (Rp6.500.000 per ton)
Penyerahan modal : uang tunai sejumlah Rp650.000.000
Waktu penyerahan barang : dua tahap setiap tiga bulan sebanyak 50 ton (1 September dan
1 Desember 20XA)
Agunan : Tanah dan kendaraan senilai Rp700.000.000
Syarat pembayaran : dilunasi pada saat akad ditandatangani
Denda kegagalan penyerahan karena kelalaian atau kesengajaan: 2% dari nilai produk yang
belum diserahkan.

Penjurnalan Transaksi Salam

Transaksi pada Saat Akad Disepakati


Pada saat akad disepakati, pembeli disyaratkan untuk sudah membayar produk salam secara
lunas. Berdasarkan PSAK 103 paragraf 17, disebutkan bahwa kewajiban salam diakui pada saat
penjual menerima modal usaha sebesar modal usaha salam yang diterima.
Berdasarkan Kasus 10.1, pada saat bank syariah melakukan akad salam dengan PT Thariq
Agro Mandiri (PT TAM) dan menerima dana salam, maka jurnal transaksi tersebut adalah
sebagai berikut:

219
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01/06/XA Db. Kas/Rekening pembeli – PT TAM 700.000.000

Kr. Utang Salam 700.000.000

Berdasarkan PSAK 103 paragraf 18 disebutkan bahwa modal usaha salam yang diterima dapat
berupa kas dan aset non-kas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah
yang diterima, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset non-kas diukur sebesar nilai
wajar. Dalam praktik perbankan, penggunaan aset non-kas dapat dikatakan relatif tidak lazim
digunakan.

Penyerahan Modal Salam dari Bank Syariah kepada Pemasok atau Petani
Pada saat akad salam kedua dilakukan antara bank syariah dengan petani atau pemasok, bank
syariah langsung melakukan penyerahan modal salam kepada pemasok. Pemilihan pemasok
dilakukan dengan pertimbangan kemampuan pemasok menghasilkan produk sesuai dengan
spesifikasi jagung yang diinginkan dan harga yang lebih rendah dibanding harga penjualan
salam bank syariah kepada Bulog.
Berdasarkan PSAK 103 paragraf 11 disebutkan bahwa piutang salam diakui pada saat
modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam dalam
bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan (PSAK 103 paragraf 12).
Misalkan pada tanggal 1 Juni, bank syariah menyerahkan modal berupa uang tunai sebesar
Rp650.000.000 ke rekening KUD di bank maka jurnal saat penyerahan modal salam oleh bank
syariah kepada KUD adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/06/XA Db. Piutang salam 650.000.000

Kr. Kas/rekening nasabah penjual – KUD TM 650.000.000

Penerimaan Barang Pesanan dari Pemasok atau Petani


Berdasarkan PSAK 103 paragraf 16 disebutkan bahwa barang pesanan yang diterima diakui
sebagai persediaan. Adapun waktu penerimaan produk salam dari pemasok atau petani,
dilakukan sesuai dengan tanggal kesepakatan.
Dalam Kasus 10.1, disepakati penyerahan oleh KUD TM adalah pada tanggal 1 September
dan 1 Desember masing-masing sebanyak 50 ton biji jagung manis hybrida. Pada saat penerimaan
produk salam, sangat mungkin terjadi perbedaan antara kualitas dan nilai wajar barang dengan
kualitas dan nilai kontrak. Perbedaan tersebut antara lain berupa; (1) Kualitas barang dan nilai
wajar barang, sama dengan nilai kontrak; (2) Kualitas barang lebih rendah dan nilai wajar
barang lebih rendah dari nilai kontrak; (3) Kualitas barang dan nilai wajar barang, lebih tinggi
dari nilai kontrak; berikut akan dibahas alternatif yang pertama. Adapun dua alternatif lain
dibahas pada bagian lain bab ini.

220
Akuntansi Transaksi Salam dan Salam Paralel

Berdasarkan PSAK 103 paragraf 13a, disebutkan bahwa jika barang pesanan sesuai dengan
akad, maka dinilai sesuai dengan nilai yang disepakati.
Misalkan pada tanggal 1 September 20XA dan 1 Desember 20XA, KUD TM menyerahkan
masing-masing 50 ton biji jagung manis hybrida kualitas nomor 2 sebagaimana yang disepakati
dalam perjanjian salam. Adapun nilai wajar produk tersebut pada saat penyerahan sama
dengan nilai kontrak yaitu Rp325.000.000 (50 ton × Rp6.500.000 per ton). Jurnal untuk saat
penyerahan produk salam dari KUD ke bank syariah adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01/09/XA Db. Persediaan produk salam 325.000.000

Kr. Piutang salam 325.000.000

Ket: Penyerahan tahap pertama sebanyak 50 ton biji jagung


kualitas 2 dengan kualitas barang dan nilai wajar barang
sama dengan nilai kontrak.

01/12/XA Db. Persediaan produk salam 325.000.000

Kr. Piutang salam 325.000.000

Ket: Penyerahan tahap kedua sebanyak 50 ton biji jagung


kualitas 2 dengan kualitas barang dan nilai wajar barang
sama dengan nilai kontrak.

Penyerahan Barang Salam dari Bank Syariah kepada Nasabah Pembeli


Penyerahan barang salam dari bank syariah kepada nasabah pembeli dapat dilakukan oleh bank
syariah sendiri atau langsung dikirim oleh pemasok atau petani kepada nasabah pembeli pada
tanggal yang disepakati oleh bank dengan nasabah pembeli. Berdasarkan PSAK 103 paragraf
19 disebutkan bahwa kewajiban salam dihentikan pengakuannya pada saat penyerahan barang
kepada pembeli. Pada saat penyerahan kepada pembeli akhir tersebut, selisih antara perolehan
barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Misalkan dalam Kasus 10.1 di atas, setelah menerima produk salam dari KUD TM pada
tanggal 1 September 20XA dan 1 Desember 20XA masing-masing sebanyak 50 ton dengan kualitas
dan harga sesuai dengan kesepakatan antara bank syariah dan KUD TM (Rp325.000.000),
bank langsung mengirim produk salam ke gudang milik PT TAM pada tanggal 2 September
20XA dan 2 Desember 20XA pada kuantitas dan kualitas sesuai kesepakatan. Maka jurnal atas
pengiriman barang kepada nasabah pembeli tersebut adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


02/09/XA Db. Utang salam 350.000.000
Kr. Persediaan produk salam 325.000.000
Kr. Pendapatan neto salam 25.000.000
2/12/XA Db. Utang Salam 350.000.000
Kr. Persediaan produk salam 325.000.000
Kr. Pendapatan neto salam 25.000.000

221
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Variasi dalam Transaksi Salam


1. Penyerahan modal salam dengan menggunakan aset non-kas
Penggunaan aset non-kas, kendati dimungkinkan, hampir tidak diterapkan dalam praktik
perbankan syaraih. Kendati demikian jika terdapat bank yang menggunakan aset non-kas,
maka dapat mengacu pada PSAK 103 paragraf 12. PSAK 103 paragraf 12 disebutkan
modal usaha salam dapat berupa kas dan aset non-kas. Modal usaha salam dalam bentuk
aset non-kas diukur sebesar nilai wajar. Dengan damikian Penggunaan aset non-kas
memungkinkan terjadinya tiga variasi, yaitu:
a. Nilai wajar aset salam non-kas sama dengan dari nilai tercatatnya
Misalkan pada kasus di atas, bank syariah menyerahkan modal berupa uang tunai
ke rekening KUD di bank dan berupa mesin pertanian. Misalkan mesin pertanian
yang diserahkan memiliki nilai buku sebesar Rp25.000.000, (harga perolehan
Rp30.000.000.000 dan akumulasi penyusutan Rp5.000.000). Peralatan tersebut
selanjutnya diserahkan kepada KUD TM sebagai pembiayaan berwujud non-kas dan
dihargai dengan nilai Rp25.000.000. Maka jurnal untuk transaksi penyerahan aset
non-kas adalah sebagai berikut:
Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Piutang salam 25.000.000
Db. Akumulasi penyusutan 5.000.000
Kr. aset salam – mesin pertanian 30.000.000

b. Nilai wajar aset salam non-kas sama lebih tinggi dari nilai tercatatnya
Berdasarkan PSAK 103 paragraf 12 disebutkan selisih antara nilai wajar dan nilai
tercatat modal usaha non-kas yang diserahkan, diakui sebagai keuntungan atau
kerugian pada saat penyerahan modal usaha.
Misalkan mesin pertanian yang diserahkan memiliki nilai buku sebesar Rp25.000.000,
(harga perolehan Rp30.000.000.000 dan akumulasi penyusutan Rp5.000.000).
Peralatan tersebut selanjutnya diserahkan kepada KUD TM sebagai pembiayaan
berwujud non-kas dan dihargai dengan nilai Rp27.000.000. Maka jurnal untuk
transaksi penyerahan aset non-kas adalah sebagai berikut:
Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Piutang salam 27.000.000
Db. Akumulasi penyusutan 5.000.000
Kr. Aset salam – mesin pertanian 30.000.000
Kr. Keuntungan pada saat penyerahan 2.000.000

c. Nilai wajar aset salam non-kas sama lebih rendah dari nilai tercatatnya
Misalkan mesin pertanian yang diserahkan memiliki nilai buku sebesar Rp25.000.000,
(harga perolehan Rp30.000.000.000 dan akumulasi penyusutan Rp5.000.000).
Peralatan tersebut selanjutnya diserahkan kepada KUD TM sebagai pembiayaan
berwujud non-kas dan dihargai dengan nilai Rp23.000.000. Maka jurnal untuk
transaksi penyerahan aset non-kas adalah sebagai berikut:

222
Akuntansi Transaksi Salam dan Salam Paralel

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Piutang salam 23.000.000

Db. Akumulasi penyusutan 5.000.000

Db. Kerugian pada saat penyerahan 2.000.000

Kr. Aset salam – mesin pertanian 30.000.000

2. Variasi dalam penerimaan barang pesanan dari pemasok atau petani


Pada saat penerimaan produk salam, sangat mungkin terjadi perbedaan antara kualitas
dan nilai wajar barang dengan kualitas dan nilai kontrak. Variasi tersebut antara lain; (1)
Kualitas barang dan nilai wajar barang, sama dengan nilai kontrak; (2) Kualitas barang
lebih rendah dan nilai wajar barang lebih rendah dari nilai kontrak; (3) Kualitas barang
dan nilai wajar barang, lebih tinggi dari nilai kontrak; Berikut akan dibahas alternatif dua
alternatif terakhir. Adapun alternatif pertama telah dibahas pada bagian terdahulu.
a. kualitas barang lebih rendah dan nilai wajar barang lebih rendah dari nilai kontrak
Jika kualitas barang lebih rendah sehingga nilai wajar lebih rendah dari nilai kontrak,
berdasarkan PSAK 103 paragraf 13b(ii), barang pesanan yang diterima diukur sesuai
nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian.
Misalkan pada tanggal 1 September 20XA, KUD TM hanya bisa menyerahkan 50
ton biji jagung manis hybrida kualitas nomor 3. Adapun nilai wajar produk tersebut
adalah Rp300.000.000 (50 ton × Rp6.000.000). Jurnal untuk saat penyerahan produk
salam dari KUD ke bank syariah adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

1/9/XA Db. Persediaan salam – 50 ton biji jagung kualitas 3 300.000.000

Db. Kerugian penerimaan barang salam 25.000.000

Kr. Piutang salam 325.000.000

b. kualitas barang dan nilai wajar barang, lebih tinggi dari nilai kontrak
Jika kualitas barang lebih tinggi sehingga nilai wajar lebih tinggi dari nilai kontrak,
berdasarkan PSAK 103 paragraf 13b(i), barang pesanan yang diterima diukur sesuai
nilai akad.
Misalkan pada tanggal 1 September 20XA, KUD TM menyerahkan 50 ton biji
jagung manis hybrida kualitas nomor 1. Adapun nilai wajar produk tersebut adalah
Rp350.000.000 (50 ton × Rp6.500.000). Jurnal saat penyerahan produk salam dari
KUD ke bank syariah adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

1/9/XA Db. Persediaan salam – 50 ton biji jagung kualitas 1 325.000.000

Kr. Piutang salam 325.000.000

223
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

3. Pemasok atau petani gagal menyerahkan seluruh atau sebagian produk salam pada masa
akhir kontrak.
Pada akhir masa kontrak, sangat mungkin pemasok atau petani gagal menyerahkan seluruh
atau sebagian produk salam. Kegagalan tersebut bisa disebabkan karena bencana alam atau
wabah yang tidak bisa di atasi. Di samping itu pemasok atau petani juga tidak berhasil
mendapatkan produk pengganti dari pemasok atau petani lain. Dalam kondisi tersebut,
bank sebagai pembeli memiliki dua alternatif pilihan yaitu pertama memperpanjang masa
pengiriman dan kedua membatalkan pembelian barang yang dikirim.

Alternatif 1: Pembeli memperpanjang masa pengiriman


Berdasarkan PSAK 103 paragraf 13c(i) dinyatakan bahwa jika tanggal pengiriman
diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai
dengan nilai yang tercantum dalam akad. Dengan demikian, jika bank sebagai pembeli
memilih alternatif memperpanjang masa pengiriman, maka bank hanya melakukan revisi
terhadap kesepakatan jual beli salam dalam hal waktu penyerahan barang. Dalam hal ini
tidak ada transaksi yang harus dijurnal oleh bank.

Alternatif 2: Pembeli membatalkan pembelian barang yang belum dikirim


Berdasarkan PSAK 103 paragraf 13c(ii), disebutkan bahwa jika akad salam dibatalkan
sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus
dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi. Dengan demikian, jika
pembeli membatalkan pembelian barang yang belum dikirim, maka diperlukan jurnal
untuk mengakui pembatalan tersebut.
Jika pada Kasus 10.1, KUD TM gagal menyerahkan sisa produk salam yang disepakati
dan bank memilih untuk membatalkan pembelian barang yang belum dikirim, maka jurnal
untuk mengakui pembatalan tersebut adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


1/12/XA Db. Piutang qardh KUD TM 325.000.000
Kr. Piutang salam – KUD TM 325.000.000

Selanjutnya untuk melunasi piutang KUD TM, terdapat beberapa alternatif yaitu (1)
dilunasi dengan dana kas KUD TM, (2) dilunasi dengan penjualan jaminan. Adapun
jurnalnya adalah sebagai berikut:

Alternatif 1: KUD melunasi dengan dananya sendiri


Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Kas/rekening KUD TM 325.000.000
Kr. Piutang qardh KUD TM 325.000.000

Alternatif 2: Bank mengeksekusi jaminan atas akad salam. Jika terjadi penjualan jaminan

dengan hasil lebih kecil dari piutang salam, misalkan dalam kasus KUD TM hanya sebesar
Rp300.000.000 maka jurnalnya adalah:

224
Akuntansi Transaksi Salam dan Salam Paralel

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Kas 300.000.000
Db. Piutang qardh KUD TM 25.000.000
Kr. Piutang salam 325.000.000

Jika penjualan jaminan dengan hasil lebih besar dari piutang salam, misalkan dalam kasus
KUD TM hanya sebesar Rp350.000.000 maka jurnalnya adalah:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Kas 350.000.000
Kr. Rekening KUD TM 25.000.000
Kr. Piutang Salam 325.000.000

4. Pengenaan denda kepada penjual yang gagal menyerahkan produk salam bukan karena
force majeur
PSAK 103 paragraf 15 menyatakan bahwa pembeli dapat mengenakan denda kepada
pemasok yang gagal menyerahkan produk salam jika pemasok tersebut pada dasarnya
mampu, tetapi sengaja tidak melakukannya. Denda tidak berlaku bagi penjual yang
tidak mampu menunaikan kewajibannya karena force majeur. Adapun besar denda yang
dikenakan menurut PSAK 103 paragraf 15 adalah sebesar yang disepakati dalam akad.
Denda yang diterima oleh bank sebagai pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan
(dana qardh) (PSAK 103 paragraf 14).
Misalkan, pada Kasus 10.1, KUD TM gagal menyerahkan produk salam kepada bank
syariah senilai Rp325.000.000 pada waktu jatuh tempo. Sesuai dengan kesepakatan KUD
dikenakan denda 2% dari nilai produk yang belum direalisir atau sebesar Rp6.500.000.
Adapun jurnal penerimaan denda adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


01/12/XA Db. Kas/rekening – KUD 6.500.000
Kr. Dana kebajikan 6.500.000

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


02/09/XA Db. Utang salam 350.000.000
Kr. Persediaan 325.000.000
Kr. Pendapatan neto salam 25.000.000
02/12/XA Db. Utang Salam 350.000.000
Kr. Persediaan 325.000.000
Kr. Pendapatan neto salam 25.000.000

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Persediaan – mesin pertanian 25.000.000

Kr. Kas 25.000.000

225
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Penyajian

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 4.24-25), piutang salam dan utang salam adalah akun yang terkait
dengan jual beli dengan skema salam. Ketentuan penyajian transaksi tersebut dalam laporan
keuangan adalah sebagai berikut.
a. Piutang salam disajikan sebesar jumlah tercatat. Piutang salam yang tidak dapat dipenuhi
oleh pemasok dan pemasok menyatakan tidak dapat memenuhi kewajibannya disajikan
sebagai piutang qardh.
b. Utang salam disajikan sebesar jumlah tercatat.

Pengungkapan

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 4.25), hal-hal yang harus diungkapkan terkait transaksi pembiayaan
dengan skema salam antara lain:
1. rincian piutang salam dan utang salam berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis valuta,
jenis, dan kuantitas barang pesanan;
2. piutang salam dari pemasok dan utang salam kepada nasabah yang merupakan pihak
berelasi.

226
Akuntansi Transaksi Salam dan Salam Paralel

Referensi

Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Jakarta: Tazkia Cendekia.
Bank Indonesia. 2006. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi
Dewan Pengawas Syariah. Jakarta: Bank Indonesia.
Bank Indonesia. 2013. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Dewan Syariah Nasional-MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Edisi ke-2. Jakarta:
DSN-MUI dan Bank Indonesia.
DSAK IAI. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah. Jakarta: IAI.
DSAK IAI. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. Jakarta: IAI.
DSAK IAI. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 103 tentang Akuntansi Salam. Jakarta:
IAI.
Harahap, Sofyan S., Wiroso, Yusuf, M. 2004. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE USAKTI.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2003. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: IAI, 2003.
Wiyono, Slamet. 2005. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah berdasarkan PSAK dan
PAPSI. Jakarta, Grasindo.

Soal-Soal Latihan

A. Soal Teori
1. Jelaskan definisi jual beli dengan skema salam.
2. Jelaskan kelebihan dan kekurangan menggunakan akad salam.
3. Jelaskan perbedaan jual beli salam dengan jual beli murabahah.
4. Apakah landasan syar’i dibolehkannya transaksi salam?
5. Jelaskan rukun transaksi salam.
6. Perhatikanlah laporan keuangan bank syariah yang ada di Indonesia, carilah informasi
tentang produk salam yang tersedia dan apa pendapat Anda tentang penerapan transaksi
ini.

B. Soal Kasus
PT Minang Indah, membutuhkan 10 ton Beras Solok untuk keperluan ekspor 6 bulan yang akan
datang. Pada tanggal 10 Januari 20XB, PT Minang Indah melakukan pembelian beras dengan
skema salam kepada sebuah bank syariah. Adapun informasi tentang pembelian tersebut adalah
sebagai berikut:

227
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Spesifikasi barang : Beras Solok kualitas super


Kuantitas : 10 ton
Harga : Rp100.000.000 (Rp10.000.000 per ton)
Waktu penyerahan : dua tahap setiap tiga bulan sebanyak 5 ton (12 April dan 12 Juli 20XB)
Syarat pembayaran : dilunasi pada saat akad ditandatangani
Untuk pengadaan produk salam sebagaimana diinginkan oleh PT Minang Indah, bank syariah
selanjutnya pada tanggal 12 Januari 20XB mengadakan transaksi salam dengan petani yang
bergabung dalam KUD Talawi Jaya dengan kesepakatan sebagai berikut:
Spesifikasi barang : Beras Solok kualitas super
Kuantitas : 10 ton
Harga : Rp95.000.000 ( Rp9.500.000 per ton)
Penyerahan modal : uang tunai sejumlah Rp65.000.000, peralatan pertanian senilai
Rp30.000.000
Waktu penyerahan : dua tahap setiap tiga bulan sebanyak 5 ton (12 April dan 12 Juli 20XB)
Agunan : tanah dan kendaraan senilai Rp50.000.000
Syarat pembayaran : dilunasi pada saat akad ditandatangani
Denda kegagalan penyerahan karena kelalaian atau kesengajaan: 10% dari nilai produk yang
belum diserahkan.
Buatlah jurnal untuk transaksi berikut:

1. Tanggal 10 Januari 20XB, bank syariah melakukan akad salam dengan PT Minang Indah
dan menerima dana salam.
2. Tanggal 12 Januari 20XB, bank syariah menyerahkan modal berupa uang tunai sebesar
Rp65.000.000 ke rekening KUD. Talawi Jaya dan aset salam berupa peralatan pertanian
nilai buku sebesar Rp30.000.000, (harga perolehan Rp30.000.000 dan akumulasi
penyusutan Rp0).
3. Tanggal 12 April 20XB KUD. Talawi Jaya menyerahkan 5 ton Beras Solok sebagaimana
yang disepakati dalam perjanjian salam. Adapun nilai wajar produk tersebut pada saat
penyerahan sama dengan nilai kontrak yaitu Rp47.500.000 (5 ton × Rp9.500.000 per
ton).
4. Tanggal 12 April 20XB bank langsung mengirim produk salam ke gudang milik PT Minang
Indah pada kuantitas dan kualitas sesuai kesepakatan.
5. Tanggal 12 Juli 20XB, KUD Talawi Jaya menyerahkan 5 ton Beras Solok tahap kedua
sebagaimana yang disepakati dalam perjanjian salam.
6. Tanggal 12 Juli 20XB, Bank Syariah menyerahkan 5 ton Beras Solok pada PT Minang Indah
pada kuantitas dan kualitas sesuai kesepakatan.

228
Akuntansi Transaksi Salam dan Salam Paralel

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Jawaban Soal Kasus


1. Tanggal 10 Januari 20XB, pada saat bank syariah melakukan akad salam dengan PT
Minang Indah dan menerima dana salam.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

2. Tanggal 12 Januari 20XB, bank syariah menyerahkan modal berupa uang tunai sebesar
Rp650.000.000 ke rekening KUD. Talawi Jaya dan aset salam berupa peralatan pertanian
nilai buku sebesar Rp30.000.000, (harga perolehan Rp30.000.000 dan akumulasi
penyusutan Rp0).

229
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

3. Tanggal 12 April 20XB KUD. Talawi Jaya menyerahkan 5 ton Beras Solok sebagaimana
yang disepakati dalam perjanjian salam. Adapun nilai wajar produk tersebut pada saat
penyerahan sama dengan nilai kontrak yaitu Rp47.500.000 (5 ton × Rp9.500.000 per
ton).

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

4. Tanggal 12 April 20XB bank langsung mengirim produk salam ke gudang milik PT Minang
Indah pada kuantitas dan kualitas sesuai kesepakatan.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

5. Tanggal 12 Juli 20XB, KUD Talawi Jaya menyerahkan 5 ton Beras Solok tahap kedua
sebagaimana yang disepakati dalam perjanjian salam.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

230
Akuntansi Transaksi Salam dan Salam Paralel

6. Tanggal 12 Juli 20XB menyerahkan 5 ton Beras Solok pada PT PT Minang Indah pada
kuantitas dan kualitas sesuai kesepakatan.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

231
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

232
11
AKUNTANSI
TRANSAKSI ISTISHNA’
DAN ISTISHNA’ PARALEL

Pendahuluan

Bab 11 ini akan membahas secara khusus akuntansi untuk transaksi istishna’
dan istishna’ paralel. Pembahasan diawali dengan definisi transaksi istishna’
dan keunggulan penggunaannya dalam bisnis perbankan syariah. Kemudian,
akan dibahas tentang ketentuan syar’i transaksi istishna’ dan istishna’ paralel
dan dilanjutkan dengan teknik pengakuan dan pengukuran berbagai transaksi
yang terjadi dalam siklus istishna’ dan istishna’ paralel. Pada bagian akhir bab
ini, akan dibahas tentang penyajian transaksi istishna’ di laporan keuangan dan
kebijakan pengungkapan transaksi istishna’ yang dianjurkan oleh Bank Indonesia.
Relevansi bab ini adalah sebagai dasar pengetahuan dalam menguasai praktik
akuntansi terkait pengakuan dan pengukuran berbagai transaksi yang terjadi
dalam aktivitas penyaluran dana bank syariah dengan menggunakan skema
istishna’ dan istishna’ paralel. Penguasaan teori dan praktik terkait pengakuan
dan pengukuran transaksi istishna’ sangat penting dikuasai, mengingat
transaksi ini merupakan skema penyaluran yang akan banyak diterapkan dalam
pengembangan sektor konstruksi.

233
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Definisi dan Penggunaan

Bai’ al istishna’ atau biasa disebut dengan istishna’ merupakan kontrak jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). Transaksi istishna’ memiliki
kemiripan dengan transaksi salam, dalam hal barang yang dibeli belum ada pada saat transaksi
melainkan harus dilunasi terlebih dahulu. Berbeda dengan transaksi salam yang barangnya
adalah hasil pertanian, pada transaksi istishna’, barang yang diperjualbelikan biasanya adalah
barang manufaktur. Adapun dalam hal pembayaran, transaksi istishna’ dapat dilakukan di
muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Penggunaan akad istishna’ oleh bank syariah di Indonesia relatif masih minim. Akan tetapi,
seiring dengan makin meningkatnya jenis barang yang baru dilunasi setelah adanya pesanan dari
pembeli, sangat dimungkinkan akad istishna’ juga menjadi makin meningkat penggunaannya.

Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah


Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

Ketentuan Syar’i Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel


Menurut mazhab Hanafi, istishna’ hukumnya boleh karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat
muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang mengingkarinya. Ketentuan syar’i transaksi istishna’
diatur dalam fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna’. Fatwa tersebut
mengatur tentang ketentuan pembayaran dan ketentuan barang. Oleh karena istishna’ mirip
dengan transaksi salam, maka beberapa ketentuan salam juga berlaku pada transaksi istishna’.
Ketentuan-ketentuan tersebut akan dibahas dalam aspek rukun istishna’ berikut.

Rukun Transaksi Istishna’


Rukun transaksi istishna’ meliputi (a) transaktor, yakni pembeli (mushtashni’) dan penjual
(shani’); (b) objek akad meliputi barang dan harga barang istishna’; (c) ijab dan kabul yang
menunjukkan pernyataan kehendak jual beli istishna’ kedua belah pihak.

Transaktor
Transaktor terdiri atas pembeli dan penjual. Kedua transaktor disyaratkan memiliki kompetensi
berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa,
dan lain-lain yang sejenis. Adapun untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan
izin dan pantauan dari walinya. Terkait dengan penjual, DSN mengharuskan agar penjual
menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
Penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan
syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut
tambahan harga.

234
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

Dalam hal pesanan sudah sesuai dengan kesepakatan, hukumnya wajib bagi pembeli untuk
menerima barang istishna’ dan melaksanakan semua ketentuan dalam kesepakatan istishna’.
Akan tetapi, sekiranya pada barang yang dilunasi terdapat cacat atau barang tidak sesuai
dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
membatalkan akad.

Objek Istishna’
Rukun objek akad transaksi jual beli istishna’ meliputi barang yang diperjualbelikan dan harga
barang tersebut. Terkait dengan barang istishna’, DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada
beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Ketentuan tersebut antara lain:
• harus jelas spesifikasinya.
• penyerahannya dilakukan kemudian.
• waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
• pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
• Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
• memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati.
• Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan, bukan barang massal.

Terkait dengan alat pembayaran, DSN mensyaratkan alat bayar harus diketahui jumlah dan
bentuknya di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka
waktu akad. Alat bayar bisa berupa uang, barang, atau manfaat. Pembayaran harus dilakukan
sesuai kesepakatan. Pembayaran itu sendiri tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.

Ijab dan Kabul


Ijab dan kabul istishna’ merupakan pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak,
dengan cara penawaran dari penjual (bank syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh
pembeli (nasabah). Pelafalan perjanjian dapat dilakukan dengan lisan, isyarat (bagi yang tidak
bisa bicara), tindakan maupun tulisan, bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat
dan menunjukkan keridhaan satu pihak untuk menjual barang istishna’ dan pihak lain untuk
membeli barang istishna’. Menurut PSAK 104 paragraf 12, pada dasarnya istishna’ tidak dapat
dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
• Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya.
• Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan
atau penyelesaian akad.

Rukun Transaksi Istishna’ Paralel


Berdasarkan fatwa DSN Nomor 6 Tahun 2000, disebutkan bahwa akad istishna’ kedua (antara
bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad
pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang
terdapat pada akad istishna’ pertama juga berlaku pada akad istishna’ kedua.

235
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Pengawasan Syariah Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel


Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual beli istishna’ dan istishna’ paralel,
DPS biasanya melakukan pengawasan syariah secara periodik. Berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, pengawasan tersebut dilakukan untuk:
a. memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam;
b. meneliti apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan nasabah sesuai
pesanan dan kriteria yang disepakati;
c. memastikan akad istishna’ dan akad istishna’ paralel dibuat dalam akad yang terpisah;
d. memastikan bahwa akad istishna’ yang sudah dikerjakan sesuai kesepakatan hukumnya
mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memenuhi kondisi, antara lain (i)
kedua belah pihak setuju untuk menghentikan akad istishna’, dan (ii)akad istishna’ batal
demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau
penyelesaian akad.

Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk hati-
hati dalam melakukan transaksi jual beli istishna’ dan istishna’ paralel dengan para nasabah. Di
samping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen
yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.

Alur Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

Pada istishna’ paralel terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu Bank, Nasabah, dan Pemasok.
Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atas tagihan
pemasok selama masa periode pembangunan, sehingga memerlukan jasa pembiayaan dari bank.
Atas pembiayaan terhadap pembangunan barang, maka bank mendapatkan margin dari jual
beli barang yang terjadi. Margin diperoleh dari selisih harga beli bank kepada pemasok dengan
harga jual akhir kepada nasabah. Dimungkinkan juga, bank mendapatkan pendapatan selain
margin berupa pendapatan administrasi.
Pengertian yang dibuat atau dibangun dalam istishna’ menunjukkan periode yang diperlukan
(antara akad jual beli dengan penyerahan barang) untuk suatu pekerjaan penyelesaian barang.
Pekerjaan ini dapat berupa pekerjaan manufaktur atau konstruksi (bangunan/kapal/pesawat),
rakit/assemble (kendaraan/mesin), instalasi (mesin atau software) atau istilah teknis engineering
lainnya. Adapun skema transaksi istishna’ paralel ditunjukkan pada Figur 11.1. Transaksi
dilakukan dengan alur sebagai berikut.

236
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

Figur 11.1 Alur Transaksi Istishna’ Paralel

1. Negosiasi,
pesan barang
dan Akad
Bank Syariah Istishna’
1 Nasabah
sebagai Penjual
(shani’) pada 6.6.penagihan
penagihanpada
padapembeli
pembeli sebagai
istishna’ 1 dan Pembeli
pembeli (mustashni’)
(mustashni’) pada 9. pelunasan pembayaran
istishna’ 2
4. Kirim tagihan penyelesaian barang

8.8.Kirim
KirimDokumen
dokumenpengiriman
pengiriman
5. bayar 7. kirim barang
PEMASOK 3. buat barang
2. Negosiasi ,
(Shani’)
pesan barang
dan Akad
Istishna’

Pertama, nasabah memesan barang yang dikehendaki dan melakukan negosiasi


kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait transaksi istishna’ yang akan
dilaksanakan.

Kedua, pada transaksi istishna’ setelah akad disepakati, penjual mulai membuat atau
menyelesaikan tahapan pembuatan barang yang diinginkan pembeli. Setelah barang
dihasilkan, pada saat atau sebelum tanggal penyerahan, penjual mengirim barang sesuai
dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah disepakati kepada pembeli. Adapun
transaksi istishna’ paralel, yang biasanya digunakan oleh penjual (bank syariah) yang tidak
membayar sendiri barang istishna’, setelah menyepakati kontrak istishna’ dan menerima
dana dari nasabah istishna’, selanjutnya secara terpisah membuat akad istishna’ dengan
produsen barang istishna’.

Ketiga, setelah menyepakati transaksi istishna’ dalam jangka waktu tertentu, pemasok
kemudian mulai melakukan pengerjaan barang yang dipesan.

237
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Keempat, selama mengerjakan barang yang dipesan, pemasok melakukan tagihan kepada
bank syariah senilai tingkat penyelesaian barang pesanan

Kelima, bank syariah melakukan pembayaran kepada pembuat barang sebesar nilai yang
ditagihkan.

Keenam, bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli berdasarkan tingkat
penyelesaian barang.

Ketujuh, pemasok menyerahkan barang kepada nasabah pembeli.

Kedelapan, pemasok mengirimkan bukti pengiriman barang kepada bank syariah.

Kesembilan, nasabah melunasi pembayaran barang istishna’ sesuai dengan akad yang
telah disepakati.

Cakupan Standar Akuntansi Istishna’ Paralel

Akuntansi istishna’ diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 104
tentang istishna’. Terkait dengan pengakuan dan pengukuran transaksi, standar ini mengatur
tentang penyatuan dan segmentasi akad, pendapatan istishna’ dan istishna’ paralel, istishna’
dengan pembayaran tangguh, biaya perolehan istishna’, penyelesaian awal, pengakuan taksiran
rugi, perubahan pesanan, dan tagihan tambahan. Pembahasan detail tentang konsep dan
penerapan akuntansi istishna’ akan dibahas pada bagian teknis perhitungan dan penjurnalan
transaksi istishna’.

Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Istishna’

Teknis Perhitungan Transaksi Istishna’


Ilustrasi teknis perhitungan transaksi istishna’ dapat dilihat pada Kasus 11.1 berikut.

238
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

Kasus 11.1 Transaksi Istishna’

Transaksi Istishna’ Pertama

Untuk mengembangkan klinik ibu dan anak yang dikelolanya, dr. Ursila berencana menambah
satu unit bangunan seluas 100 m2 khusus untuk rawat inap di sebelah barat bangunan utama
klinik. Untuk kebutuhan itu, dr. Ursila menghubungi Bank Berkah Syariah untuk menyediakan
bangunan baru sesuai dengan spesifikasi yang diinginkannya. Setelah serangkaian negosiasi
beserta kegiatan survey untuk menghasilkan desain bangunan yang akan dijadikan acuan
spesifikasi barang, pada tanggal 10 Februari 20XA ditandatanganilah akad transaksi istishna’
pengadaan bangunan untuk rawat inap. Adapun kesepakatan antara dr. Ursila dengan Bank
Berkah Syariah adalah sebagai berikut:
Harga Bangunan : Rp150.000.000
Lama penyelesaian : 5 bulan (paling lambat tanggal 10 Juli)
Mekanisme panagihan : 5 termin sebesar Rp30.000.0000 per termin mulai tanggal 10
April
Mekanisme pembayaran : setiap 3 hari setelah tanggal penagihan

Transaksi Istishna’ Kedua

Untuk membuat bangunan sesuai dengan keinginan dr. Ursila, pada tanggal 12 Februari
20XA, Bank Berkah Syariah memesan kepada kontraktor PT Thariq Konstruksi dengan
kesepakatan sebagai berikut:
Harga Bangunan : Rp130.000.000
Lama penyelesaian : 4 bulan 15 hari (paling lambat tanggal 25 Juni)
Mekanisme penagihan kontraktor : tiga termin pada saat penyelesaian 20%, 50% dan
100%.
Mekanisme pembayaran oleh Bank : dibayar tunai sebesar tagihan dari kontraktor.

Penjurnalan Transaksi Istishna’


Transaksi Biaya Pra-Akad (Bank sebagai Penjual)
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 25, disebutkan bahwa biaya perolehan istishna’ terdiri dari
biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung meliputi biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan. Adapun biaya tidak langsung
adalah biaya overhead termasuk biaya akad dan biaya praakad. Selanjutnya pada paragraf 26
disebutkan bahwa biaya pra-akad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai
biaya istishna’ jika akad disepakati.

239
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Misalkan pada Kasus 11.1 di atas, pada tanggal 5 Februari 20XA, untuk keperluan survei
dan pembuatan desain bangunan yang akan dijadikan acuan spesifikasi barang, Bank Berkah
Syariah telah mengeluarkan kas hingga Rp2.000.000. Jurnal untuk mengakui transaksi ini
adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

05/02/XA Db. Beban praakad yang ditangguhkan 2.000.000

Kr. Kas 2.000.000

Dalam laporan keuangan, beban praakad disajikan dalam neraca pada bagian aset lancar
dengan perlakuan seperti memperlakukan beban dibayar di muka. Akan tetapi, karena rekening
ini bersifat sementara, biasanya saldo rekening ini adalah nol dan tidak disajikan pada laporan
keuangan.

Penandatanganan Akad dengan Pembeli (Bank sebagai Penjual)


Pada saat akad ditandatangani antara bank dengan pembeli, tidak ada jurnal yang harus dibuat
untuk mengakui adanya jual beli istishna’. Akan tetapi, adanya kesepakatan jual beli istishna’
ini menyebabkan pengeluaran-pengeluaran praakad diakui sebagai biaya istishna’. Berdasarkan
PSAK 104 paragraf 26, dinyatakan bahwa biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan dan
diperhitungkan sebagai biaya istishna’ jika akad disepakati.
Misalkan kasus dr. Ursila dengan Bank Berkah Syariah di atas, transaksi istishna’ jadi disepakati
pada tanggal 10 Februari, maka jurnal pengakuan beban praakad menjadi biaya istishna’ adalah
sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/02/XA Db. Biaya Istishna’ 2.000.000

Kr. Beban praakad yang ditangguhkan 2.000.000

Dalam praktik perbankan, jika akad jadi disepakati, beberapa bank memperlakukan beban
praakad sebagai piutang istishna’.

Pembuatan Akad Istishna Paralel dengan Pembuat Barang


(Bank sebagai Pembeli)
Seperti halnya saat akad istishna disepakati, pada saat akad istishna paralel disepakati dengan
pembuat barang, tidak ada jurnal yang harus dibuat terkait dengan kesepakatan jual beli
istishna’. Jurnal dilakukan jika terdapat transaksi pembayaran uang kepada pembuat barang
oleh bank syariah. Dalam Kasus 11.1 diketahui bahwa pembayaran dilakukan berdasarkan
tingkat penyelesaian, sehingga pada saat akad, tidak ada kas yang harus dikeluarkan oleh
bank syariah.

240
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

Berdasarkan PSAK 104 paragraf 29 disebutkan bahwa biaya perolehan istishna’ paralel terdiri
dari:
1. biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada
entitas;
2. biaya tidak langsung, yaitu biaya overhead termasuk biaya akad dan praakad; dan
3. semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika
ada.
Biaya perolehan istishna’ paralel diakui sebagai aset istishna’ dalam penyelesaian pada saat
diterimanya tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.

Penerimaan dan Pembayaran Tagihan kepada Penjual


(Pembuat) Barang Istishna’
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 36 disebutkan bahwa pembeli mengakui aset istishna’ sebesar
jumlah termin yang ditagih oleh penjual yang dalam hal ini pembuat barang dan sekaligus
mengakui utang istisna’ kepada pembuat barang tersebut. Dijelaskan lebih lanjut dalam PAPSI
2013 (h. 4.18) bahwa tagihan supplier kepada bank atas sebagian barang pesanan yang telah
diselesaikan diakui sebagai ‘aktiva istishna dalam penyelesaian’ dan ‘utang istishna’ sebesar
tagihan supplier.
Dalam Kasus 11.1, disebutkan bahwa mekanisme pembayaran dilakukan dalam tiga termin,
yaitu pada saat penyelesaian 20%, 50%, dan 100%. Misalkan dalam perjalanannya, realisasi
tagihan ketiga termin tersebut ditunjukkan dalam tabel berikut.

Tingkat Tanggal Jumlah tagihan Tanggal Jumlah Pembayaran


No. Termin
penyelesaian penagihan (Rp) Pembayar-an (Rp)

I 20% 1 April 26.000.000 8 April 26.000.000

II 50% 15 Mei 39.000.000 22 Mei 39.000.000

III 100% 25 Juni 65.000.000 2 Juli 65.000.000

Misalkan pada tanggal 1 April, PT Thariq Konstruksi menyelesaikan 20% pembangunan dan
menagih pembayaran termin pertama sebesar Rp26.000.000 (20% × Rp130.000.000) kepada
Bank Berkah Syariah. Jurnal pengakuan penagihan pembayaran oleh pembuat barang adalah
sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01/04/XA Db. Aset istishna dalam penyelesaian 26.000.000

Kr. Utang istishna’ 26.000.000

Adapun dasar pembukuan transaksi adanya utang istishna’ dan timbulnya aset istishna’ dalam
penyelesaian adalah dokumen tagihan. Dokumen tagihan umumnya didasari oleh dokumen
teknis progres pembangunan barang. Pada pekerjaan yang nilainya besar, dokumen progres
dikeluarkan oleh appraisal independen yang disepakati kedua belah pihak.

241
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Selanjutnya, untuk membayar tagihan pembuat barang, bank syariah dapat membayar secara
tunai maupun melalui kredit rekening. Praktik yang lazim di perbankan, tagihan biasa dibayar
melalui rekening.
Misalkan pembayaran dilakukan tanggal 8 April, maka jurnal pembayaran tersebut adalah
sebagai berikut.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

08/04/XA Db. Utang Istishna’ 26.000.000

Kr. Kas/rekening nasabah pemasok 26.000.000

Jurnal sejenis juga dilakukan pada saat penerimaan tagihan dan pembayaran kedua (penyelesaian
50%) dan ketiga (penyelesaian 100%).
Misalkan, tagihan kedua diterima pada tanggal 15 Mei dan diikuti dengan pembayaran oleh
bank pada tanggal 22 Mei 20XA. Tagihan ketiga diterima tanggal 25 Juni 20XA dan dibayarkan
pada tanggal 2 Juli 20XA. Jurnal untuk transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

15/05/XA Db. Aset istishna dalam penyelesaian 39.000.000

Kr. Utang istishna’ 39.000.000*

*(50% – 20%) × Rp130.000.000 = Rp39.000.000

22/05/XA Db. Utang istishna’ – pembuat barang 39.000.000

Kr. Kas/rekening nasabah pemasok 39.000.000

25/06/XA Db. Aset istishna dalam penyelesaian 65.000.000

Kr. Utang istishna’ 65.000.000*

*(100% – 50%) × Rp130.000.000 = Rp65.000.000

02/07/XA Db. Utang istishna’ – pembuat barang 65.000.000

Kr. Kas/rekening nasabah pemasok 65.000.000

Umumnya, pembayaran dilakukan tidak 100% lunas pada saat serah terima barang selesai,
namun ditahan sebesar 5% untuk masa commissioning. Lima persen merupakan nilai best
practice. Setelah bank yakin tidak ada permasalahan teknis atas barang yang selesai dibangun,
baru 5% sisa pembayaran diserahkan. Masa commissioning dapat berlangsung 1–3 bulan setelah
penyerahan barang tergantung dari kesiapan penggunaan operasional aset istishna’ tersebut.

Pengakuan Pendapatan Istishna’


Pada istishna’ paralel, terdapat dua metode pengakuan pendapatan, yaitu metode persentase
penyelesaian dan metode akad selesai. Pada metode akad selesai, pengakuan pendapatan diakui

242
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

setelah barang selesai. Pengakuan pendapatan di belakang berlaku juga untuk metode persentase
penyelesaian di mana tidak terdapat alasan rasional yang kuat untuk mengukur persentase
penyelesaian (progress pekerjaan atas barang yang dibangun).
Pada metode persentase penyelesaian, pendapatan diakui sesuai persentase penyelesaian dan
menambah nilai aset istishna’ dalam penyelesaian. Dasar dari pengakuan pendapatan adalah
alasan rasional yang terdokumentasi di mana bank dapat menaksir persentase penyelesaian
barang secara moneter untuk dijadikan nilai harga pokok jual beli. Pengakuan pendapatan ini
dapat dilakukan secara periodik (bulanan, triwulanan, dll) atau pada periode tertentu sepanjang
bank memiliki dokumen persentase penyelesaian.
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 18, disebutkan bahwa jika metode persentase penyelesaian
digunakan, maka:
1. bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam periode
tersebut, diakui sebagai pendapatan istishna’ pada periode yang bersangkutan;
2. bagian margin keuntungan istishna’ yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan
kepada aset istishna’ dalam penyelesaian; dan
3. pada akhir periode harga pokok istishna’ diakui sebesar biaya istishna’ yang telah
dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.

Pada proyek dengan periode pembuatan atau konstruksi aset istishna’ yang melewati satu
periode laporan keuangan, maka timbul konsekuensi bahwa bank tidak dapat mengakui adanya
pendapatan. Untuk itu, bank cenderung memilih penggunaan metode persentase penyelesaian
dan menyusun jadwal pembayaran piutang dari nasabah yang besarnya disesuaikan kemampuan
arus kas nasabah. Hal ini akan menghindari tiadanya pendapatan bank terlalu lama yang
ujungnya mengakibatkan bagi hasil untuk nasabah deposan menurun atau rendah pada periode
tersebut. Termin istishna disajikan sebesar jumlah tagihan termin Bank kepada nasabah.
Untuk Kasus 11.1 di atas, dengan menggunakan metode persentase penyelesaian, maka
pendapatan diakui sesuai dengan persentase penyelesaian. Adapun perhitungan pendapatan
istishna’, harga pokok istishna’ dan keuntungan istishna’ adalah sebagai berikut.
• Pendapatan istishna diukur sebesar bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan
yang telah diselesaikan dalam periode tersebut.
Pendapatan istishna = persentase penyelesaian × nilai akad penjualan
Maka pada tanggal 1 April saat penyelesaian 20%, diakui pendapatan sebesar
Rp30.000.000 (20% × Rp150.000.000).
• Harga pokok istishna’ diakui sebesar persentase penyelesaian aset istishna’.
Harga pokok istishna’ = persentase penyelesaian × nilai akad pembelian
= 20% × Rp130.000.000
= Rp26.000.000
• Keuntugan istishna’ yang dimaksud adalah bagian margin keuntungan istishna’ yang
diakui selama periode pelaporan yang ditambahkan kepada aset istishna’ dalam
penyelesaian.

243
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Keuntungan istishna’ = persentase penyelesaian × margin keuntungan istishna’


= 20% × (Rp150.000.000 – Rp130.000.000)
= 20% × Rp20.000.000
= Rp4.000.000
Dalam jurnal penyesuaian yang dibuat, pengakuan keuntungan istishna’ dilakukan
dengan mendebit asset istishna’ dalam penyelesaian sebesar Rp4.000.000.

Secara keseluruhan, jurnal yang terkait dengan transaksi pengakuan pendapatan saat penyelesaian
20%, 50% dan 100% adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


01/04/XA Db. Aset istishna’ dalam penyelesaian 4.000.000
Db. Harga pokok istishna’ 26.000.000
Kr. Pendapatan istishna’ 30.000.000*
Ket:
pendapatan margin = % penyelesaian × harga jual
= 20% × Rp150.000.000
= Rp30.000.000
Harga pokok istishna’ = % penyelesaian × harga beli

= 20% × Rp130.000.000
= Rp26.000.000
Aset istishna’ = % penyelesaian × keuntungan istishna’
dalam penyelesaian
= 20% × Rp20.000.000
= Rp4.000.000
15/05/XA Db. Aset istishna’ dalam penyelesaian 6.000.000
Db. Harga pokok istishna’ 39.000.000
Kr. Pendapatan istishna’ 45.000.000
Ket:
pendapatan margin = % penyelesaian × harga jual
= (50% – 20%) x Rp150.000.000
= Rp45.000.000
Harga pokok istishna’ = % penyelesaian × harga beli
= (50% – 20%) × Rp130.000.000
= Rp39.000.000
Aset istishna’ = % penyelesaian × keuntungan istishna’
dalam penyelesaian
= (50% – 20%) × Rp20.000.000
= Rp6.000.000
25/06/XA Db. Aset istishna’ dalam penyelesaian 10.000.000
Db. Harga pokok istishna’ 65.000.000
Kr. Pendapatan istishna’ 75.000.000

244
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Ket:
pendapatan margin = % penyelesaian × harga jual
= (100% – 50%) × Rp150.000.000
= Rp75.000.000
Harga pokok istishna’ = % penyelesaian × harga beli

= (100% – 50%) × Rp130.000.000


= Rp65.000.000
Aset istishna’ = % penyelesaian × keuntungan istishna’
dalam penyelesaian
= (100% – 50%) × Rp20.000.000
= Rp10.000.000

Dasar dari pengakuan pendapatan adalah laporan teknis yang dijadikan dasar perusahaan untuk
mengakui adanya pendapatan. Laporan teknis ini berupa laporan unit kerja produksi atau unit
kerja teknis terhadap kondisi pekerjaan konstruksi yang dilakukan (unit kerja akuntansi tidak
dapat menyusun sendiri laporan teknis karena masalah teknis berada di luar domain legitimasi
dari akuntan).

Penagihan Piutang Istishna’ Pembeli


Penagihan dilakukan penjual dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam akad dan tidak selalu
sesuai dengan persentase penyelesaian pembuatan barang pesanan (PSAK 104 paragraf 24).
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 23 disebutkan bahwa tagihan setiap termin kepada pembeli
diakui sebagai piutang istishna’ dan termin istishna’ (billing) pada pos lawannya. Karena istishna’
yang dilakukan adalah istishna’ paralel, maka termin yang ada dibedakan antara termin bank-
pemasok dengan termin bank-nasabah. Keduanya tidak harus sama karena bergantung kepada
kondisi setiap pihak yang terlibat. Dijelaskan lebih lanjut dalam PAPSI 203 9 (h. 4.18) bahwa
tagihan bank kepada nasabah atas sebagian barang pesanan yang telah diserahkan diakui sebagai
piutang istishna’ sebesar persentase harga jual yang telah diselesaikan dan diakui sebagai ‘termin
istishna’ sebesar persentase harga pokok yang telah diselesaikan.
Misalkan dalam kasus di atas, penagihan oleh bank kepada pembeli akhir dilakukan dalam
5 termin dalam jumlah yang sama, yaitu Rp30.000.000, setiap tanggal 10 mulai bulan April.
Maka, jurnal untuk mengakui 5 kali penagihan piutang istishna’ kepada pembeli dan penerimaan
pembayaran dari pembeli tersebut adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/04/XA Db. Piutang istishna’ 30.000.000

Kr. Termin Istishna’ 30.000.000*

* Rp150.000.000/5 termin = Rp30.000.000 per termin

10/05/XA Db. Piutang istishna’ 30.000.000

Kr. Termin Istishna’ 30.000.000

245
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/06/XA Db. Piutang istishna’ 30.000.000

Kr. Termin Istishna’ 30.000.000

10/07/XA Db. Piutang istishna’ 30.000.000

Kr. Termin Istishna’ 30.000.000

10/08/XA Db. Piutang istishna’ 30.000.000

Kr. Termin Istishna’ 30.000.000

Penerimaan Pembayaran Piutang Istishna’ dari Pembeli


Pembayaran piutang istishna’ oleh nasabah dilakukan setelah menerima tagihan istishna’ dari
bank. Oleh karena termin istishna’ merupakan pos lawan dari piutang istishna’, maka pada
waktu pembayaran piutang, bank sebagai penjual perlu menutup termin istishna’. Pada saat
yang sama bank juga menkredit aset istishna’ dalam penyelesaian untuk mengakui adanya
pengalihan aset kepada pembeli sebesar jumlah yang dibayar.
Misalkan dalam kasus di atas, pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan 3 hari setelah
menerima tagihan dari bank sebagai penjual. Maka, jurnal untuk mengakui 5 kali penerimaan
pembayaran dari pembeli tersebut adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

13/04/XA Db. Kas/rekening nasabah pembeli istishna’ 30.000.000

Kr. Piutang istishna’ 30.000.000

13/05/XA Db. Kas/rekening nasabah pembeli istishna’ 30.000.000

Kr. Piutang istishna’ 30.000.000

13/06/XA Db. Kas/rekening nasabah pembeli istishna’ 30.000.000

Kr. Piutang istishna’ 30.000.000

13/07/XA Db. Kas/rekening nasabah pembeli istishna’ 30.000.000

Kr. Piutang istishna’ 30.000.000

13/08/XA Db. Kas/rekening nasabah pembeli istishna’ 30.000.000

Kr. Piutang istishna’ 30.000.000

Menurut PAPSI 2013 (h. 4.19), pada saat barang pesanan telah diserahkan kepada nasabah,
bank melakukan jurnal balik atas rekening aktiva istishna’ dalam penyelesaian dan termin
istishna. Untuk Kasus 11.1, misalkan barang pesanan diserahkan pada tanggal 13/8/XA, maka
jurnal pada saat penyerahan barang tersebut adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

13/08/XA Db. Termin istishna 150.000.000

Kr. Aset istishna’ dalam penyelesaian 150.000.000

246
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

Variasi Transaksi dan Kebijakan Akuntansi


1. Perlakuan akuntansi terhadap beban praakad jika transaksi tidak jadi disepakati
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 26 disebutkan kalau akad tidak jadi disepakati, maka
biaya tersebut dibebankan pada periode berjalan.
Misalkan transaksi istishna’ pada Kasus 11.1 tidak jadi disepakati, maka jurnal pengakuan
beban pra-akad yang ditangguhkan menjadi beban operasional pada periode berjalan
adalah sebagai berikut.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Beban operasional 2.000.000

Kr. Beban pra-akad yang ditangguhkan 2.000.000

Beban operasional yang diakui pada periode berjalan, disajikan dalam laporan laba rugi
bank syariah.
2. Pengakuan pendapatan dengan metode akad selesai
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 17, disebutkan bahwa pendapatan istishna’ diakui
dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Dalam
hal ini, penjurnalan transaksi 11.1 menggunakan metode persentase penyelesaian. Adapun
metode akad selesai, dapat digunakan jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya
untuk penyelesaiannya tidak dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan
keuangan (PSAK 104 paragraf 19).
Akad dikatakan selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan
kepada pembeli. Berdasarkan PSAK 104 paragraf 19, disebutkan bahwa pada metode
akad selesai melekat beberapa ketentuan berikut.
1. tidak ada pendapatan istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
2. tidak ada harga pokok istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut
selesai;
3. tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna’ dalam penyelesaian sampai
dengan pekerjaan tersebut selesai; dan
4. pengakuan pendapatan istishna’, harga pokok istishna’, dan keuntungan dilakukan
hanya pada saat penyelesaian pekerjaan..
Untuk Kasus 11.1 dengan menggunakan metode akad selesai, pendapatan, harga pokok
istishna’ dan bagian keuntungan baru diakui pada saat pekerjaan selesai dikerjakan 100%.
Misalkan, pada tanggal 25 Juni 20XA, pemasok melaporkan bahwa pekerjaan telah
berhasil diselesaikan. Maka, jurnal pengakuan pendapatan dengan menggunakan metode
akad selesai pada saat pekerjaan selesai dikerjakan oleh pemasok adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

25/06/XA Db.Aset istishna’ dalam penyelesaian 20.000.000

Db. Harga pokok istishna’ 130.000.000

Kr. Pendapatan istishna’ 150.000.000

247
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

3. Pembayaran dengan cara tangguh


Berdasarkan PSAK 104 paragraf 20, jika menggunakan metode persentase penyelesaian
dan proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari satu tahun setelah penyerahan
barang pesanan, maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila istishna’
dilakukan secara tunai, diakui sesuai persentase penyelesaian; dan
b. Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode
pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran. Proporsional yang
dimaksud sesuai dengan paragraf 24–5 PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah.

Kasus 11.2 Istishna’ dengan Pembayaran Tangguh

Dengan mangacu pada Kasus 11.1, misalkan barang bangunan yang dipesan oleh dr. Ursila
disepakati untuk dibayar dalam masa 3 tahun. Dalam pembayaran tangguh tersebut disepakati
nilai pembayaran secara angsuran selama 3 tahun adalah Rp190.000.000. Berikut adalah
ringkasan informasi transaksi dengan pembayaran tangguh.

Biaya perolehan bangunan : Rp130.000.000


Margin keuntungan : Rp 20.000.000
Nilai tunai saat barang diserahkan : Rp150.000.000
Nilai akad untuk pembayaran secara angsuran selama 3 tahun : Rp190.000.000
Selisih nilai akad dan nilai tunai yang diakui selama 3 tahu : Rp 40.000.000

Untuk hal-hal yang berkaitan dengan pemasok, pencatatan transaksi istishna’ dengan pembayaran
tangguh pada dasarnya sama dengan pembayaran tunai seperti yang dibahas pada kasus 11.1.
Berikut jurnal yang relevan dengan transaksi tersebut:

1. Jurnal saat pengakuan pengeluaran untuk memperoleh istishna’

Mengacu pada Kasus 11.1 yang mendahului Kasus 11.2, terdapat tiga kali pengakuan
pengeluaran untuk memperoleh istishna’ sesuai dengan tagihan dan pembayaran oleh bank
kepada pemasok:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Aset istishna’ dalam penyelesaian 26.000.000

Kr. Utang 26.000.000

Db. Utang 26.000.000

Kr. Kas/rekening 26.000.000

Ket: Tagihan dan pembayaran pertama oleh bank kepada pemasok

Db. Aset istishna’ dalam penyelesaian 39.000.000

Kr. Utang 39.000.000

248
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Utang 39.000.000

Kr. Kas/rekening 39.000.000

Ket: Tagihan dan pembayaran pertama oleh bank kepada pemasok

Db. Aset istishna’ dalam penyelesaian 65.000.000

Kr. Utang 65.000.000

Db. Utang 65.000.000

Kr. Kas/rekening 65.000.000


Ket: Tagihan dan pembayaran ketiga oleh bank kepada pemasok
sehingga keseluruhan tagihan dari pemasok adalah Rp130.000.000
(Rp26.000.000 + Rp39.000.000 + Rp 65.000.000)

2. Jurnal saat pengakuan pendapatan

Sebagaimana halnya pada istishna’ dengan pembayaran tunai, pengakuan pendapatan pada
istishna’ tangguh didasarkan pada metode yang dipilih: metode persentase penyelesaian
atau metode akad selesai. Jika menggunakan metode persentase penyelesaian, maka
pengakuan pendapatannya adalah sebagaimana yang dibahas pada kasus 11.1. Pada
metode tersebut pengakuan pendapatan istishna’, harga pokok istishna’ dan keuntungan
istishna’ dilakukan seiring dengan tingkat persentase penyelesaian yang ditandai dengan
tagihan oleh pemasok. Adapun jika menggunakan metode akad selesai, pengakuan
pendapatan istishna’, harga pokok istishna’ dan keuntungan istishna’ dilakukan hanya
pada saat penyelesaian pekerjaan dengan jurnal sebagai berikut:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db.Aset istishna’ dalam penyelesaian 20.000.000

Db. Harga pokok istishna’ 130.000.000

Kr. Pendapatan istishna’ 150.000.000

3. Jurnal saat penagihan dan penyerahan aset istishna’ kepada pembeli

Meskipun istishna’ dilakukan dengan pembayaran tangguh, penjual harus menentukan


nilai tunai istishna’ pada saat penyerahan barang pesanan sebagai dasar untuk mengakui
margin keuntungan. Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui
selama periode pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran. Nilai akad
dalam istishna’ adalah harga yang disepakati antara penjual dan pembeli akhir. Menurut
PAPSI 2013 (h. 4.18), pengakuan pendapatan untuk transaksi istishna menggunakan
metode sebagaimana pengakuan pendapatan pada transaksi murabahah. Adapun jurnal
saat penagihan bulanan pada kasus 11.2 adalah sebagai berikut.

249
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db.Piutang istishna’ 150.000.000

Kr. Termin istishna’ 150.000.000

Kr. Margin istishna’ ditangguhkan 40.000.000

Saat proyek diserahkan, maka dilakukan jurnal sebagai berikut:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db.Termin istishna’ 150.000.000

Kr. Margin istishna’ ditangguhkan 150.000.000

4. Jurnal saat pembayaran oleh pembeli

Misalkan cicilan istishna’ dibayar per bulan selama 3 tahun (36 bulan), maka pembayaran
perbulan adalah:

Rp190.000.000
Pembayaran per bulan =
36 bulan
Pembayaran per bulan = Rp5.277.778
Pada saat yang sama, pendapatan istishna’ yang ditangguhkan berubah menjadi pendapatan
istishna’ sebesar

Rp40.000.000
Pendapatan per bulan = 36 bulan

Pendapatan per bulan = Rp1.111.111

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Kas/rekening nasabah 5.277.778

Kr. Piutang istishna’ 5.277.778

Db. Margin istishna’ ditangguhkan 1.111.111

Kr. Pendapatan istishna 1.111.111

250
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

5. Jurnal pemberian potongan jika pembeli melunasi lebih awal

Berdasarkan PSAK 106 paragraf 31, disebutkan bahwa jika pembeli melakukan pembayaran
sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual memberikan potongan, maka potongan tersebut
diakui sebagai pengurang pendapatan istishna’. Pengurangan pendapatan istishna’ akibat
penyelesaian awal piutang istishna’ dapat diperlakukan sebagai:
(a) potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna’ pada saat
pembayaran; atau
(b) penggantian reimbursement kepada pembeli sebesar jumlah keuntungan yang
dihapuskan tersebut setelah menerima pembayaran piutang istishna’ secara
keseluruhan.
Misalkan dalam Kasus 11.2, nasabah melunasi lebih awal pembiayaannya pada akhir tahun
kedua saat sisa pembayaran sebesar Rp63.333.333. Atas pelunasan lebih awal tersebut,
bank memberikan potongan sebesar Rp10.000.000.

Alternatif I: potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna’ pada saat
pembayaran.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db.Kas 53.333.333

Kr. Potongan 10.000.000

Kr. Piutang istishna’ 63.333.333

Alternatif II: penggantian reimbursement kepada pembeli sebesar jumlah keuntungan yang
dihapuskan tersebut setelah menerima pembayaran piutang istishna’ secara keseluruhan.

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db.Kas 63.333.333

Kr. Piutang istishna’ 63.333.333

Db. Pendapatan istishna’ tangguh 13.333.333*

Kr. Kas/rekening nasabah 10.000.000

Kr. Pendapatan istishna’ 3.333.333

Ket: * saldo pendapatan istishna’ tangguh pada akhir tahun kedua

251
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Penyajian

Menurut PAPSI 2013 (h. 4.19-20), ketentuan penyajian transaksi terkait jual beli dengan skema
istishna dalam laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Uang muka Istishna disajikan sebagai liabilitas lainnya.
2. Uang muka kepada pemasok disajikan sebagai aset lainnya.
3. Utang Istishna disajikan sebesar tagihan dari pemasok yang belum dilunasi.
4. Aktiva Istishna Dalam Penyelesaian disajikan sebesar dana yang dibayarkan Bank kepada
supplier.
5. Termin Istishna disajikan sebesar jumlah tagihan termin Bank kepada nasabah.
6. Piutang Istishna disajikan sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.
7. Marjin Istishna ditangguhkan disajikan sebagai pos lawan piutang istishna.

Pengungkapan

Menurut PAPSI 2013 (h. 4.21) hal-hal yang harus diungkapkan terkait jual beli dengan skema
istishna antara lain:
1. Rincian piutang istishna berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis valuta dan kualitas
piutang dan cadangan kerugian penurunan nilai piutang Istishna.
2. Jumlah piutang murabahah yang diberikan kepada pihak yang berelasi.
3. Kebijakan akuntansi yang dipergunakan dalam pengakuan pendapatan cadangan kerugian
penurunan nilai, penghapusan dan penanganan piutang istishna yang bermasalah.
4. Besarnya piutang istishna baik yang dibiayai sendiri oleh bank maupun secara bersama-
sama dengan pihak lain sebesar bagian pembiayaan bank.
5. Jumlah akumulasi biaya atas kontrak berjalan serta pendapatan dan keuntungan sampai
dengan akhir periode berjalan.
6. Jumlah sisa kontrak yang belum selesai menurut spesifikasi dan syarat kontrak.
7. Klaim tambahan yang belum selesai dan semua denda yang bersifat kontinjen sebagai
akibat keterlambatan pengiriman barang.
8. Nilai kontrak istishna yang sedang berjalan serta rentang periode pelaksanaannya.
9. Nilai kontrak istishna yang telah ditandatangani bank selama periode berjalan tetapi belum
dilaksanakan dan rentang periode pelaksanaannya.
10. Rincian utang istishna berdasarkan jumlah, tujuan (pemasok atau nasabah), jangka waktu
dan jenis mata uang.
11. Utang istishna kepada nasabah yang merupakan pihak berelasi.
12. Jenis dan kuantitas barang pesanan.

252
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

Referensi

Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Jakarta: Tazkia Cendekia.
Bank Indonesia. 2006. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Bagi
Dewan Pengawas Syariah. Jakarta: Bank Indonesia.
Bank Indonesia. 2013. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Dewan Syariah Nasional–MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Edisi 2. DSN-MUI dan
Bank Indonesia.
DSAK IAI. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah. Jakarta: IAI.
DSAK IAI. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. Jakarta: IAI.
DSAK IAI. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 104 tentang Akuntansi Istishna’.
Jakarta: IAI.
Harahap, Sofyan S., Wiroso, Yusuf, M. 2004. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE USAKTI.
Ikatan Akuntan Indonesia. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: IAI.
Wiyono, Slamet. 2005. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah berdasarkan PSAK dan
PAPSI. Jakarta, Grasindo.

Soal-Soal Latihan

A. Soal Teori
1. Jelaskan definisi jual beli Istishna’.
2. Jelaskan perbedaan antara jual beli istishna’ dengan jual beli murabahah dan jual beli
salam.
3. Jelaskan rukun transaksi istishna’.
4. Untuk keperluan apakah transaksi istishn’a sangat cocok untuk digunakan?
5. Jelaskan perbedaan antara istishna’ dengan istishna’ paralel.
6. Perhatikan dan screen shoot-lah aspek penyajian dan pengungkapan yang berkaitan dengan
transaksi istishna’ di laporan keuangan di salah satu bank syariah. Analisislah tingkat
kesesuaian praktiknya dengan PSAK 104 maupun PAPSI 2013.

B. Soal Kasus
Pada tanggal 5 Maret 20XA sebuah bank syariah mendapat pesanan dari Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta dengan kontrak istishna’ untuk pembelian 10 unit rumah untuk
karyawannya dengan total nilai kontrak Rp600.000.000, dengan spesifikasi luas bangunan
75m2 bahan batu bata dan kayu bengkire.

253
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Lama penyelesaian : 5 bulan (paling lambat tanggal 5 Agustus)


Mekanisme panagihan : 3 termin sebesar Rp200.000.0000 per termin mulai tanggal 5
Agustus
Mekanisme pembayaran : setiap 10 hari setelah tanggal penagihan
Untuk pengadaan rumah tersebut, pada tanggal 10 Maret bank bekerjasama dengan PT Mentari
Prima Karsa dengan menggunakan kontrak istishna’ dengan nilai kontrak Rp560.000.000 untuk
10 unit rumah.
Lama penyelesaian : 4 bulan 20 hari (paling lambat tanggal 30 Juli)
Mekanisme penagihan kontraktor : dua termin pada saat penyelesaian 50% dan 100%.
Mekanisme pembayaran oleh bank : dibayar tunai 5 hari setelah tanggal tagihan dari
kontraktor.
Buatlah jurnal untuk kasus berikut, adapun metode pangakuan pendapatan menggunakan
metode persentase penyelesaian!

1. Tanggal 2 Maret 20XA, untuk keperluan survei dan pembuatan desain bangunan yang
akan dijadikan acuan spesifikasi barang, Bank Syariah telah mengeluarkan kas hingga
Rp5.000.000.
2. Tanggal 5 Maret 20XA disepakati akad transaksi istishna pembuatan 10 unit rumah antara
bank syariah dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Saat akad, beban praakad
diakui sebagai biaya istishna’
3. Tanggal 20 Mei, PT Mentari Prima Karsa menyelesaikan 50% pembangunan dan menagih
pembayaran termin pertama sebesar Rp280.000.000 (50% × Rp560.000.000) kepada
Bank Syariah.
4. Diakui pendapatan istishna’ saat penyelesaian 50%.
5. Tanggal 25 Mei 20XA, Bank Syariah membayar tagihan PT Mentari Prima Karsa sebesar
yang ditagihkan.
6. Tanggal 30 Juli, PT Mentari Prima Karsa menyelesaikan 100% pembangunan dan menagih
pembayaran termin kedua sebesar Rp280.000.000 kepada Bank Syariah.
7. Diakui pendapatan istishna’ saat penyelesaian 100%.
8. Tanggal 4 Agustus 20XA, Bank Syariah membayar tagihan PT Mentari Prima Karsa
sebesar yang ditagihkan.
9. Tanggal 5 Agustus 20XA bank syariah melakukan penagihan termin pertama pada
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebesar Rp200.000.000.
10. Tanggal 15 Agustus 20XA Universitas Muhammadiyah Yogyakarta membayar tagihan
istishna’ termin pertama sebesar Rp200.000.000.

254
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

11. Tanggal 5 September 20XA bank syariah melakukan penagihan termin kedua pada
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebesar Rp200.000.000.
12. Tanggal 15 September 20XA Universitas Muhammadiyah Yogyakarta membayar tagihan
istishna’ termin kedua sebesar Rp200.000.000.
13. Tanggal 5 Oktober 20XA bank syariah melakukan penagihan termin ketiga pada Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta sebesar Rp200.000.000.
14. Tanggal 15 Oktober 20XA Universitas Muhammadiyah Yogyakarta membayar tagihan
istishna’ termin ketiga sebesar Rp200.000.000.
15. Saat penerimaan pembayaran termin yang terakhir dari nasabah, tanggal 15 Oktober,
rumah pesanan diakui secara akuntansi penyerahannya kepada Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

255
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Jawaban Soal Kasus


1. Tanggal 2 Maret 20XA, untuk keperluan survei dan pembuatan desain bangunan yang
akan dijadikan acuan spesifikasi barang, Bank Syariah telah mengeluarkan kas hingga
Rp5.000.000. Jurnal untuk mengakui transaksi ini adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

2. Tanggal 5 Maret 20XA disepakati akad transaksi istishna pembuatan 10 unit rumah antara
bank syariah dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Saat akad, beban praakad
diakui sebagai biaya istishna’.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

256
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

3. Tanggal 20 Mei, PT Mentari Prima Karsa menyelesaikan 50% pembangunan dan menagih
pembayaran termin pertama sebesar Rp280.000.000 (50% × Rp560.000.000) kepada
Bank Syariah.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

4. Diakui pendapatan istishna’ saat penyelesaian 50%.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

5. Tanggal 25 Mei 20XA, Bank Syariah membayar tagihan PT Mentari Prima Karsa sebesar
yang ditagihkan.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

6. Tanggal 30 Juli, PT Mentari Prima Karsa menyelesaikan 100% pembangunan dan menagih
pembayaran termin kedua sebesar Rp280.000.000 kepada Bank Syariah.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

257
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

7. Diakui pendapatan istishna’ saat penyelesaian 100%.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

8. Tanggal 4 Agustus 20XA, Bank Syariah membayar tagihan PT Mentari Prima Karsa sebesar
yang ditagihkan.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

9. Tanggal 5 Agustus 20XA bank syariah melakukan penagihan termin pertama pada
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebesar Rp200.000.000.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10. Tanggal 15 Agustus 20XA Universitas Muhammadiyah Yogyakarta membayar tagihan


istishna’ termin pertama sebesar Rp200.000.000.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

258
Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel

11. Tanggal 5 September 20XA bank syariah melakukan penagihan termin kedua pada
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebesar Rp200.000.000.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

12. Tanggal 15 September 20XA Universitas Muhammadiyah Yogyakarta membayar tagihan


istishna’ termin kedua sebesar Rp200.000.000.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

13. Tanggal 5 Oktober 20XA bank syariah melakukan penagihan termin ketiga pada Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta sebesar Rp200.000.000.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

14. Tanggal 15 Oktober 20XA Universitas Muhammadiyah Yogyakarta membayar tagihan


istishna’ termin ketiga sebesar Rp200.000.000.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

259
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

260
12
AKUNTANSI TRANSAKSI
IJARAH DAN IJARAH
MUNTAHIYA BIT TAMLIK

Pendahuluan

Bab 12 akan membahas secara khusus akuntansi untuk transaksi ijarah dan
ijarah muntahiya bittamlik. Pembahasan diawali dengan bahasan detail tentang
ketentuan syariah terkait skema transaksi ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik.
Kemudian, akan dibahas tentang alur transaksi beserta variasi yang mungkin
muncul terkait dengan sifat dasar transaksi ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik
dan dilanjutkan dengan teknik pengakuan dan pengukuran berbagai transaksi
yang terjadi tersebut. Pada bagian akhir bab ini, akan dibahas tentang penyajian
transaksi ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik di laporan keuangan dan kebijakan
pengungkapan transaksi ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik yang dianjurkan
oleh Bank Indonesia. Relevansi bab ini adalah sebagai dasar pengetahuan dalam
menguasai praktik akuntansi terkait pengakuan dan pengukuran berbagai
transaksi yang terjadi dalam aktivitas penyaluran dana bank syariah dengan
menggunakan skema ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik. Penguasaan teori dan
praktik terkait pengakuan dan pengukuran transaksi ini sangat penting dikuasai,
mengingat transaksi ini mulai banyak dikembangkan untuk mengatasi kesulitan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya terhadap jasa yang diperlukan.

261
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Definisi dan Penggunaan

Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) merupakan transaksi sewa-menyewa yang
diperbolehkan oleh syariah. Akad ijarah merupakan akad yang memfasilitasi transaksi
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang. Adapun akad IMBT
memfasilitasi transaksi ijarah, yang pada akhir masa sewa, penyewa diberi hak pilih untuk
memiliki barang yang disewa dengan cara yang disepakati oleh kedua belah pihak. Akad ijarah
dalam suatu lembaga keuangan syariah dapat digunakan untuk transaksi penyewaan suatu
barang maupun penggunaan suatu jasa yang dibutuhkan oleh nasabah.
Bagi bank syariah, transaksi ini memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan
jenis akad lainnya, yaitu:
1. Dibandingkan dengan akad murabahah, akad ijarah lebih fleksibel dalam hal objek
transaksi. Pada akad murabahah, objek transaksi haruslah berupa barang sedangkan
pada akad ijarah, objek transaksi dapat berupa jasa seperti jasa kesehatan, pendidikan,
ketenagakerjaan, pariwisata, dan lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah.
2. Dibandingkan dengan investasi, akad ijarah mengandung risiko usaha yang lebih rendah,
yaitu adanya pendapatan ijarah yang relatif tetap.

Kendati mengandung kelebihan dibanding transaksi jual beli maupun investasi, pada
transaksi ijarah dan IMBT, melekat konsekuensi yang harus ditanggung oleh bank sebagai
pemberi sewa. Pembahasan tentang konsekuensi yang melekat pada bank sebagai pemberi sewa
akan dibahas pada bagian ketentuan syar’i dan rukun transaksi ijarah dan IMBT.

Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah


Transaksi Ijarah dan Transaksi IMBT

Ketentuan Syar’i Transaksi Ijarah dan Transaksi IMBT


Berdasarkan terminologi, Ijarah adalah memindahkan kepemilikan fasilitas dengan imbalan.
Penyewaan dalam sudut pandang Islam meliputi dua hal, yaitu: Pertama, penyewaan terhadap
potensi atau sumber daya manusia; Kedua, penyewaan terhadap suatu fasilitas. Penyewaan
terhadap potensi manusia, misalnya adalah menyewa seseorang untuk membantu pekerjaan
dalam waktu tertentu (dikategorikan oleh ahli fikih dengan pekerja pribadi) atau untuk
menyelesaikan satu pekerjaan tertentu (dikategorikan oleh ahli fikih dengan pekerja umum).
Adapun penyewaan untuk fasilitas antara lain penyewaan tempat tinggal, tanah garapan atau
mobil angkutan.
Ketentuan syar’i transaksi ijarah diatur dalam fatwa DSN Nomor 09 Tahun 2000. Adapun
ketentuan syar’i transaksi ijarah untuk penggunaan jasa diatur dalam fatwa DSN Nomor 44
tahun 2004. Sedangkan ketentuan syar’i IMBT diatur dalam fatwa DSN Nomor 27 Tahun
2000. Secara detail, fatwa DSN tentang transaksi ijarah dan IMBT dibahas dalam bagian rukun
transaksi ijarah, multijasa, dan IMBT berikut.

262
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Rukun Transaksi Ijarah


Rukun transaksi ijarah meliputi (a) transaktor, yakni penyewa dan pemberi sewa, (b) objek
ijarah, yakni fasilitas dan uang sewa; dan (c) ijab dan kabul yang menunjukkan serah terima,
baik berupa ucapan atau perbuatan.

Transaktor
Transaktor terdiri atas penyewa (nasabah) dan pemberi sewa (Bank Syariah). Kedua transaktor
disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal
seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa, dan lain-lain yang sejenis. Adapun untuk transaksi
dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan pantauan dari walinya. Perjanjian sewa-
menyewa antara bank syariah sebagai pemberi sewa dengan nasabah sebagai penyewa memiliki
implikasi kepada kedua belah pihak. Implikasi perjanjian sewa kepada bank syariah sebagai
pemberi sewa adalah sebagai berikut.
a. Menyediakan aset yang disewakan.
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset. Biaya ini meliputi biaya yang terkait langsung
dengan substansi objek sewaan yang manfaatnya kembali kepada pemberi sewanya
(misalnya renovasi, penambahan fasilitas dan reparasi yang bersifat insidental). Semua
biaya ini dibebankan kepada pemberi sewa. Jika pemberi sewa menolak menanggung,
maka sewa-menyewa sifatnya batal. Jika terdapat kelalaian penyewa, tanggung jawab ada
pada penyewa.
c. Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan

Adapun kewajiban nasabah sebagai penyewa adalah:


a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa serta
menggunakannya sesuai kontrak.
b. Menanggung biaya pemeliharaan yang sifatnya ringan (tidak materiil). Biaya ini meliputi
biaya yang berkaitan langsung dengan optimalisasi fasilitas yang disewa dan kegunaannya
adalah kewajiban penyewa (misal pemeliharaan rutin). Semua biaya ini merupakan
tanggung jawab penyewa. Misalnya mengisi bensin untuk kendaraan yang disewa.
c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan,
juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung
jawab atas kerusakan tersebut.

Objek Ijarah
Objek kontrak ijarah meliputi pembayaran sewa dan manfaat dari penggunaan aset. Manfaat dari
penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak yang harus dijamin, karena ia merupakan
rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.
Adapun ketentuan objek ijarah adalah sebagai berikut.
1. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. Dalam hal
ini, hendaklah fasilitas objek sewaan itu mempunyai nilai komersial, dengan demikian kita
dilarang menyewakan durian untuk sekadar dicium baunya. Hendaknya juga penggunaan

263
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

fasilitas objek sewaan tidak menghabiskan substansinya, sebagai contoh tidak boleh
menyewakan lilin untuk penerangan atau sabun mandi.
3. Fasilitasnya mubah (dibolehkan). Dalam hal ini, menyewa tenaga atau fasilitas untuk
maksiat atau sesuatu yang diharamkan adalah haram. Berdasarkan pedoman pengawasan
syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, disebutkan bahwa transaksi multijasa yang
biasanya menggunakan akad ijarah dapat dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan,
ketenagakerjaan, dan kepariwisataan.
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah. Dalam hal ini
objek transaksi bisa diserahterimakan secara substansi dan syariat. Dengan demikian,
dilarang menyewakan orang buta untuk penjagaan yang memerlukan penglihatan atau
menyewakan unta yang hilang karena secara substantif tidak akan dapat menjalankan
fungsinya. Begitu pula dilarang menyewa wanita haid membersihkan masjid karena secara
syariat tidak boleh masuk ke dalam masjid pada waktu haid.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan ketidaktahuan
yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas termasuk jangka waktunya. Atau bisa
juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. Untuk sesuatu yang tidak aktif,
kapasitas diketahuinya adalah waktu sewa. Untuk sesuatu yang aktif seperti manusia
dan binatang kapasitas diketahuinya adalah dasar pekerjaan dan waktu.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar kepada LKS sebagai pembayaran
manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa
dalam ijarah.
8. Ketentuan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan
jarak.

Ijab dan Kabul


Ijab dan kabul dalam akad ijarah merupakan pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak,
dengan cara penawaran dari pemilik aset (bank syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh
penyewa (nasabah). Pelafalan perjanjian dapat dilakukan dengan lisan, isyarat (bagi yang tidak
bisa bicara), tindakan maupun tulisan, bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat dan
menunjukkan keridhaan satu pihak untuk menyewa dan pihak lain untuk menyewakan tenaga/
fasilitas.

Rukun Transaksi Ijarah untuk Pembiayaan Multijasa


Pembiayaan multijasa dengan skema ijarah adalah pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa dengan
menggunakan akad ijarah. Pembiayaan multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan
akad ijarah atau kafalah. Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua
ketentuan yang ada dalam fatwa ijarah. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat
memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase.

264
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Rukun Transaksi IMBT


Berdasarkan fatwa DSN Nomor 27 Tahun 2002, disebutkan bahwa pihak yang melakukan
transaksi IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Dengan demikian, pada akad
IMBT juga berlaku semua rukun dan syarat transaksi ijarah. Adapun akad perjanjian IMBT
harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani. Selanjutnya, pelaksanaan akad pemindahan
kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah
selesai. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 27 tersebut, janji pemindahan kepemilikan yang
disepakati di awal akad ijarah hukumnya bersifat tidak mengikat. Oleh karena itu, apabila janji
tersebut ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan
setelah masa ijarah selesai.

Pengawasan Syariah Transaksi Ijarah dan IMBT


Untuk menguji kesesuaian transaksi ijarah dan IMBT yang dilakukan bank dengan fatwa dewan
DSN, DPS suatu bank syariah akan melakukan pengawasan syariah. Menurut Bank Indonesia,
pengawasan tersebut antara lain berupa:
a. Memastikan penyaluran dana berdasarkan prinsip ijarah tidak dipergunakan untuk
kegiatan yang bertentangan dengan prinsip syariah;
b. Memastikan bahwa akad pengalihan kepemilikan dalam IMBT dilakukan setelah akad
ijarah selesai, dan dalam akad ijarah, janji (wa’ad) untuk pengalihan kepemilikan harus
dilakukan pada saat berakhirnya akad ijarah;
c. Meneliti pembiayaan berdasarkan prinsip ijarah untuk multijasa menggunakan perjanjian
sebagaimana diatur dalam fatwa yang berlaku tentang multijasa dan ketentuan lainnya
antara lain ketentuan standar akad;
d. Memastikan besar ujrah atau fee multijasa dengan menggunakan akad ijarah telah disepakati
di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase.

Alur Transaksi Ijarah dan IMBT

Skema transaksi istishna’ ditunjukkan pada Figur 11.1. Transaksi dilakukan dengan alur sebagai
berikut.
Pertama, nasabah mengajukan permohonan ijarah dengan mengisi formulir permohonan.
Berbagai informasi yang diberikan selanjutnya diverifikasi kebenarannya dan dianalisis
kelayakannya oleh bank syariah. Bagi nasabah yang dianggap layak, selanjutnya diadakan
perikatan dalam bentuk penandatanganan kontrak ijarah atau IMBT.
Kedua, sebagaimana difatwakan oleh DSN, bank selanjutnya menyediakan objek sewa
yang akan digunakan oleh kepada nasabah. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk
mencarikan barang atau jasa yang akan disewa nasabah untuk selanjutnya dibeli atau dibayar
oleh bank syariah.
Ketiga, nasabah menggunakan barang atau jasa yang disewakan sebagaimana yang telah
disepakati dalam kontrak. Selama penggunaan objek sewa, nasabah menjaga dan menanggung
biaya pemeliharaan barang yang disewa sesuai kesepakatan. Sekiranya terjadi kerusakan bukan
karena kesalahan penyewa, maka bank syariah sebagai pemberi sewa akan menanggung biaya
perbaikannya.

265
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Keempat, nasabah penyewa membayar fee sewa kepada bank syariah sesuai dengan
kesepakatan akad sewa.
Kelima, pada transaksi IMBT, setelah masa ijarah selesai, bank sebagai pemilik barang
dapat melakukan pengalihan hak milik kepada penyewa.

Figur 12.1 Alur Transaksi Ijarah dan IMBT

1. Negosiasi dan
Akad Ijarah
Bank Syariah
sebagai Nasabah
pemberi sewa sebagai
4. membayar sewa pada penyewa
barang/jasa

3.menggunakan
objek ijarah
2. membeli
barang/jasa
pada pemasok
OBJEK IJARAH
(Barang/Jasa)
5. mengalihkan hak milik
barang ijarah pada akhir
masa sewa (khusus IMBT)

Cakupan Standar Akuntansi Ijarah dan Ijarah


Muntahiya Bit Tamlik

Ketentuan akuntansi untuk transaksi ijarah diatur dalam PSAK No. 107 yang berlaku untuk
penyusunan dan penyajian laporan keuangan mulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2009.
Standar ini memuat tentang mekanisme transaksi dan ketentuan tentang pengakuan dan
pengukuran transaksi yang terdapat dalam skema ijarah baik untuk pemberi sewa maupun
penyewa. Beberapa hal dicakup dalam standar ini adalah pengakuan dan pengukuran biaya
perolehan, penyusutan, pendapatan, beban dan perpindahan kepemilikan. Bentuk aplikasi
standar ini akan dibahas pada subbab teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi ijarah bagi
bank syariah.

266
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Ijarah bagi


Bank Syariah

Pembahasan teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi ijarah akan mengacu pada
Kasus 12.1 berikut.

Kasus 12.1 Transaksi Ijarah

PT Namira membutuhkan sebuah mesin untuk keperluan produksi usahanya. Pada bulan
Januari 20XA, PT Namira mengajukan permohonan ijarah kepada Bank Syariah. Adapun
informasi tentang penyewaan tersebut adalah sebagai berikut:
Biaya perolehan barang : Rp120.000.000
Umur ekonomis barang : 5 tahun (60 bulan)
Masa Sewa : 24 bulan
Nilai sisa umur ekonomis : Rp0
Sewa per bulan : Rp2.400.000
Biaya administrasi : Rp480.000

Harga perolehan barang dalam hal ini merupakan nilai historis yang dikeluarkan oleh bank
syariah untuk memperoleh barang yang akan disewakan. Umur ekonomis dihitung berdasarkan
standar yang umum diterapkan terhadap kebijakan penyusutan suatu aset. Adapun nilai sisa
adalah perkiraan nilai aset setelah habisnya umur ekonomis. Masa sewa ditentukan oleh
kebutuhan nasabah dalam menggunakan fasilitas yang akan disewa. Sewa per bulan dihitung
dengan mempertimbangkan tingkat keuntungan yang ingin diperoleh bank Syariah.

Teknis Perhitungan Transaksi Ijarah


Beberapa hal yang perlu dilakukan terhadap perhitungan terkait transaksi ijarah adalah
perhitungan penentuan keuntungan dan fee ijarah, perhitungan uang muka sewa, dan biaya
administrasi ijarah.

Perhitungan Penyusutan dan Pendapatan Ijarah


Misalkan kebijakan bank syariah adalah memperoleh keuntungan 20% dari modal penyewaan
(beban penyusutan).
Harga Perolehan – Nilai Sisa
Penyusutan per bulan =
Jumlah Bulan Umur Ekonomis

Rp120.000.000 – Rp0
Penyusutan per bulan = = Rp2.000.000
60

267
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Pendapatan ijarah per bulan = modal penyewaan + n% modal penyewaan


= Rp2.000.000 + (20% × 2.000.000)
= Rp2.400.000
Dalam praktik, mengingat sewa dilakukan lebih dari satu tahun, penentuan sewa dapat
menggunakan tabel anuitas. Akan tetapi, setelah dihitung nilai nominalnya, angka tersebut
harus bersifat tetap selama kontrak sewa. Pertimbangan lain dalam penentuan sewa adalah
(1) risiko kerusakan yang menjadi tanggungan bank syariah, (2) kemampuan nasabah, dan (3)
opportunity cost nasabah sekiranya ada alternatif skema lain yang memungkinkan untuk dipilih
oleh nasabah, baik dari bank syariah yang sama, maupun dengan bank lain untuk kebutuhan
tujuan yang sama.

Perhitungan Biaya Administrasi Ijarah


Biaya administrasi bisa diterapkan dengan menggunakan persentase tertentu dari modal yang
digunakan untuk persewaan. Misalkan dalam kasus di atas, bank syariah menggunakan
kebijakan 1% dari modal persewaan. Maka biaya administrasinya adalah sebagai berikut.
Biaya administrasi ijarah = n% × modal persewaan per bulan × jumlah bulan
= 1% × Rp2.000.000 × 24
= 1 % × Rp48.000.000
= Rp480.000

Penjurnalan Transaksi Ijarah


Transaksi Pengadaan Aset Ijarah
Sebelum akad ijarah dilakukan, bank syariah terlebih dahulu melakukan pengadaan aset ijarah.
Berdasarkan PSAK nomor 107 disebutkan bahwa objek ijarah diakui pada saat objek ijarah
diperoleh sebesar biaya perolehan.
Misalkan untuk keperluan transaksi ijarah PT Namira di atas, pada tanggal 5 Juni 20XA
Bank Syariah membeli aset kepada perusahaan yang menyuplai barang yang diperlukan.
Pembelian dilakukan via rekening pemasok tersebut. Jurnal terhadap transaksi tersebut adalah
sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

05/06/XA Db. Persediaan ijarah 120.000.000

Kr. Kas/Rekening pemasok 120.000.000

Transaksi pada Saat Akad Disepakati


Pada saat akad disepakati, terdapat beberapa transaksi yang harus diakui oleh bank syariah.
Transaksi tersebut adalah (1) konversi persediaan ijarah menjadi aset, sebagai bentuk pengakuan
atas adanya pengalihan hak guna kepada penyewa, dan (2) Penerimaan biaya administrasi.
Misalkan pada tanggal 10 Juni, PT Namira menandatangani akad ijarah atas sebuah mobil.
Maka jurnal yang diperlukan pada waktu itu adalah:

268
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


10/06/XA Db. Aset yang diperoleh untuk ijarah 120.000.000
Kr. Persediaan ijarah 120.000.000
10/06/XA Db. Rekening nasabah – PT Namira 480.000
Kr.Pendapatan administrasi 480.000

Transaksi Pengakuan Penerimaan Pendapatan Ijarah


Berdasarkan PSAK 107 pendapatan ijarah selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset
telah diserahkan kepada penyewa. Piutang pendapatan ijarah diukur sebesar nilai yang dapat
direalisasikan pada akhir periode pelaporan.
Misalkan rencana dan realisasi pembayaran sewa oleh PT Namira adalah sebagai berikut:

Tanggal Sewa per


Porsi pokok Porsi ujrah Tanggal Jumlah
No. Jatuh bulan
(Rp) (Rp) Pembayaran dibayar
Tempo (Rp)
1. 10 Juli XA 2.400.000 2.000.000 400.000 10 Juli XA 2.400.000

2. 10 Agt XA 2.400.000 2.000.000 400.000 10 Agt XA 2.400.000

3. 10 Sept XA 2.400.000 2.000.000 400.000 10 Sept XA 2.400.000

4. 10 Okt XA 2.400.000 2.000.000 400.000 10 Okt XA 2.400.000

5. 10 Nov XA 2.400.000 2.000.000 400.000 5 Des XA 2.400.000

10 Des XA 1.400.000
6. 10 Des XA 2.400.000 2.000.000 400.000
3 Jan XA 1.000.000

Pembayaran yang dilakukan oleh PT Namira diatas dapat diklasifikasikan dalam tiga bentuk.
Pertama, pembayaran pada saat tanggal jatuh tempo seperti pada pembayaran bulan Juli sampai
dengan bulan Oktober. Kedua, pembayaran setelah tanggal jatuh tempo seperti pada pembayaran
untuk bulan November. Ketiga pembayaran yang dilakukan sebagian pada saat jatuh tempo
dan sisanya setelah tanggal jatuh tempo seperti pada pembyaran untuk bulan Desember. Berikut
akan ditunjukkan penjurnalan untuk masing-masing klasifikasi tersebut.

(i) Pembayaran sewa oleh nasabah dilakukan saat jatuh tempo

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/7/XA Db. Kas/rekening nasabah 2.400.000

Kr. Pendapatan ijarah 2.400.000

10/08/XA Db. Kas/rekening nasabah 2.400.000

Kr. Pendapatan ijarah 2.400.000

10/09/XA Db. Kas/rekening nasabah 2.400.000

Kr. Pendapatan ijarah 2.400.000

10/10/XA Db. Kas/rekening nasabah 2.400.000

Kr. Pendapatan ijarah 2.400.000

269
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

(ii) Pembayaran sewa oleh nasabah dilakukan setelah tanggal jatuh tempo

Misalkan untuk pembayaran sewa bulan November, pada tanggal 10 November


20XA, nasabah belum membayar sewa kepada bank. Pembayaran baru dilakukan
pada tanggal 5 Desember 20XA. Maka jurnal atas transaksi tanggal 10 November dan
5 Desember tersebut adalah:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/11/XA Db. Piutang sewa (porsi pokok) 2.000.000

Db. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah) 400.000

Kr. Pendapatan ijarah – akrual 2.400.000

05/12/XA Db. Kas/rekening nasabah 2.400.000

Kr. Piutang sewa (porsi pokok) 2.000.000

Kr. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah) 400.000

Db. Pendapatan ijarah – akrual 2.400.000

Kr. Pendapatan ijarah 2.400.000

Penambahan istilah akrual pada pendapatan ijarah akrual adalah untuk keperluan
praktis membedakannya dengan pendapatan yang telah berwujud kas. Pembedaan
ini dipandang perlu untuk keperluan bagi hasil, yang mana pendapatan yang belum
bewujud kas tidak diikutsertakan dalam perhitungan bagi hasil.

(iii) Pembayaran sewa oleh nasabah dilakukan sebagian pada saat jatuh tempo
dan sebagian lagi setalah tanggal jatuh tempo

Misalkan tanggal 10 Desember 20XA, nasabah membayar sebesar Rp1.400.000.


Sisanya dibayar kemudian pada tanggal 3 Januari 20XB. Maka jurnal atas transaksi
tanggal 10 Desember 20XA dan 3 Januari 20XB tersebut adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/12/XA Db. Kas/rekening nasabah 1.400.000

Db. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah)* 166.667

Db. Piutang sewa (porsi pokok)** 833.333

Kr. Pendapatan ijarah 1.400.000

Kr. Pendapatan ijarah – akrual 1.000.000

* (Rp1.000.000/Rp2.400.000) × Rp400.000 = Rp166.667


** Rp1.000.000 – Rp166.667 = Rp833.333
03/01/XB Db. Kas/rekening nasabah 1.000.000
Kr. Piutang sewa (porsi pokok) 833.333
Kr. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah) 166.667
Db. Pendapatan ijarah – akrual 1.000.000
Kr. Pendapatan ijarah 1.000.000

270
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Pengakuan Penyusutan Aset yang Diperoleh untuk Ijarah


Berdasarkan PSAK 107, objek ijarah, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi,
sesuai dengan kebijakan penyusutan atau penyusutan untuk aset sejenis selama umur manfaatnya
(umur ekonomis). Dalam hal ini, penyusutan aset ijarah, dapat diakui setiap bulan ketika
pendapatan diakui. Pengakuan penyusutan mengakibatkan meningkatnya rekening beban
penyusutan dan rekening akumulasi penyusutan.
Dengan menggunakan teknik perhitungan penyusutan yang telah dibahas pada sub-bab
Perhitungan penyusutan dan pendapatan ijarah, jurnal untuk pengakuan penyusutan aset yang
diperoleh ijarah untuk enam bulan pertama adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10/07/XA Db. Beban penyusutan aset ijarah 2.000.000

Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah 2.000.000

10/08/XA Db. Beban penyusutan aset ijarah 2.000.000

Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah 2.000.000

10/09/XA Db. Beban penyusutan aset ijarah 2.000.000

Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah 2.000.000

10/10/XA Db. Beban penyusutan aset ijarah 2.000.000

Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah 2.000.000

10/11/XA Db. Beban penyusutan aset ijarah 2.000.000

Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah 2.000.000

10/12/XA Db. Beban penyusutan aset ijarah 2.000.000

Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah 2.000.000

Perlakuan Akuntansi Beban Perbaikan dan Pemeliharaan


Berdasarkan PSAK 107, biaya perbaikan objek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan
tersebut dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas
persetujuan pemilik. Pengakuan biaya perbaikan objek ijarah adalah sebagai berikut:
(a) biaya perbaikan tidak rutin objek ijarah diakui pada saat terjadinya;
(b) jika penyewa melakukan perbaikan rutin objek ijarah dengan persetujuan pemilik, maka
biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya;
dan
(c) dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan
objek ijarah yang dimaksud dalam huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik maupun penyewa
sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas objek ijarah.

Misalkan pada tanggal 23 Desember 20XA dilakukan perbaikan aset ijarah sebesar
Rp500.000. Perbaikan tersebut dilakukan atas tanggungan Bank Syariah sebagai pemilik objek

271
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

sewa dengan sistem pembayaran langsung pada perusahaan jasa ruko maka jurnal atas transaksi
tersebut adalah:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

23/12/XA Db. Beban perbaikan aset Ijarah 500.000

Kr. Kas/Rekening nasabah 500.000

Penyajian pada Laporan Laba Rugi dan Laporan Perhitungan Bagi Hasil
Pendapatan ijarah dilaporkan, baik pada laporan laba rugi maupun laporan perhitungan
bagi hasil. Pada kedua laporan, pendapatan yang disajikan adalah pendapatan neto, yaitu
pendapatan ijarah dikurangi dengan beban-beban yang terkait dengan ijarah, antara lain beban
penyusutan dan beban perbaikan dan pemeliharaan. Pada laporan laba rugi biasanya dibuat
pada akhir tahun, sedangkan laporan perhitungan bagi hasil biasanya disajikan setiap bulan
untuk keperluan perhitungan bagi hasil dengan pemilik dana pihak ketiga. Laporan laba rugi
memasukkan pendapatan ijarah yang memang terjadi pada periode terkait, tetapi laporan untuk
perhitungan bagi hasil hanya memasukkan pendapatan ijarah yang sudah berwujud kas pada
periode terkait.

(i) Laporan laba rugi

Juli Agustus September Oktober November Desember Total


Pendapatan ijarah
2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 14.400.000
(saldo kas + akrual)
(Beban penyusutan) (2.000.000) (2.000.000) (2.000.000) (2.000.000) (2.000.000) (2.000.000) (12.000.000)

(Beban perbaikan) – – – – – (500.000) (500.000)

(Beban lain) – – – – – – –

Pendapatan ijarah neto 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 (100.000) 1.900.000

(ii) Laporan perhitungan bagi hasil

Juli Agustus September Oktober November Desember Total

Pendapatan ijarah – Kas 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 – 3.800.000 13.400.000

(Beban penyusutan) (2.000.000) (2.000.000) (2.000.000) (2.000.000) (2.000.000) (2.000.000) (12.000.000)

(Beban perbaikan) – – – – – (500.000) (500.000)

(Beban lain) – – – – – – –

Pendapatan ijarah neto 400.000 400.000 400.000 400.000 (2.000.000) 1.300.000 900.000

272
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Variasi Transaksi Ijarah


Dalam praktik, perbankan sering menerapkan transaksi sewa atas sewa, yaitu menyewakan
barang sewaan. Dalam hal ini objek ijarah yang disewakan tidak mesti menjadi milik bank.

Kasus 12.2 Transaksi Ijarah dengan Skema Sewa atas Sewa

Misalkan PT Yasmina menyewa sebuah ruko untuk usaha pakaian Muslim. Pemilik
tempat sepakat untuk menyewakan ruko dengan harga sewa Rp150 juta untuk 2 tahun (24
bulan). Karena PT Yasmina hanya memiliki uang tunai untuk sewa Rp50 juta, PT Yasmina
mengajukan permohonan pembiayaan kepada bank syariah. Skim yang disepakati adalah
skim ijarah dan agunan yang disepakati adalah kendaraan milik PT Yasmina, Toyota Kijang
Innova tahun 2006. Setelah dilakukan proses analisis, maka bank memberikan persetujuan
pembiayaan dengan keterangan sebagai berikut.:
1. tujuan pembiayaan: pembiayaan modal kerja untuk usaha ruko
2. jangka waktu: 24 bulan
3. ujroh bank (margin sewa): Rp12.976.333,34 (perhitungan margin annuity 12% untuk
24 bulan)
4. total harga sewa: Rp162.976.333,34
5. uang muka nasabah: Rp50 juta
6. jumlah pembiayaan: Rp100 juta
7. sewa yang diangsur: Rp112.976.333,34 (pembiayaan bank Rp100 juta + keuntungan
bank)
8. angsuran pembiayaan: Rp4.707.347,22 (Rp112.976.333,34 : 24 bulan)
9. amortisasi perbulan : Rp4.166.666,67 (Rp100.000.000 : 24 bulan)

Bentuk-bentuk jurnal terhadap transaksi di atas adalah sebagai berikut:

1. Jurnal saat pencairan


Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Aset yang diperoleh untuk ijarah 100.000.000

Kr. Kas/rekening nasabah 100.000.000

2. Jurnal saat angsuran


Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Kas/rekening nasabah 4.707.347,22

Kr. Pendapatan ijarah ijarah 4.707.347,22

273
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

3. Jurnal saat penyusutan per bulan

Oleh karena menggunakan skema sewa atas sewa, maka aset ijarah yang dimiliki adalah
aset tidak berwujud. Hal ini tidak bertentangan dengan syariah karena seseorang boleh
menyewakan kepada orang lain suatu objek yang disewanya dari pemilik objek sewa
sepanjang tidak ada larangan dalam kesepakatan dengan pemilik objek sewa. Dalam
hal ini istilah yang digunakan adalah amortisasi dan bukan depresiasi. Di PSAK 107,
suatu entitas syariah dibenarkan menggunakan istilah penyusutan atau amortisasi
untuk transaksi ijarah. Jurnal untuk pengakuan amortisasi tersebut adalah sebagai
berikut:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Beban amortisasi 4.166.666,67

Kr. Akumulasi amortisasi 4.166.666,67

4.a. Jurnal saat angsuran berakhir & pembiayaan lunas

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Akumulasi amortisasi 100.000.000

Kr. Aset yang diperoleh untuk ijarah 100.000.000

4.b. Jurnal jika nasabah melunasi sebelum masa sewa berakhir

apabila nasabah bermaksud melunasi setelah pembayaran angsuran ke 20. Informasi


yang diperoleh saat akan pelunasan adalah:

Penyajian di neraca sebelum pelunasan


Aset yang diperoleh untuk ijarah 100.000.000,00
Akumulasi amortisasi (83.333.333,33)
Nilai neto 16.666.666,67

 sisa aset yang diperoleh untuk ijarah 16.666.666,67 (sisa angsuran pokok bulan ke 21–24)
 sisa sewa yang masih harus dibayar 18.829.388,89
{112.796.333,34 – (20 × 4.707.347,22)}
 sewa neto yang akan diterima 2.162.722,22
Maka jurnal saat pelunasan sebelum masa sewa berakhir adalah sebagai berikut:

274
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Kas/rekening nasabah 18.829.388,89

Db. Akumulasi amortisasi 83.333.333,33

Kr. Pendapatan ijarah 2.162.722,22

Kr. Aset yang diperoleh untuk ijarah 100.000.000,00


Dalam jurnal pelunasan di atas, rekening nasabah didebit sebesar jumlah sisa sewa
yg harus dibayarkan nasabah, akumulasi penyusutan didebit sebesar nilai akumulasi
penyusutan yg tercantum dalam neraca, keuntungan ijarah dibagihasilkan dikredit
sebesar selisih sisa aset ijarah dengan sisa sewa yang masih harus dibayar, adapun aset
ijarah dikredit sebesar biaya perolehan aset sehingga set ijarah terhapus dari neraca.

Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi IMBT bagi


Bank Syariah

Pembahasan teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi IMBT akan dilakukan dengan
mengacu pada Kasus 12.2 berikut.

Kasus 12.3 Transaksi IMBT

Dengan mengacu pada transaksi kasus 12.1. PT Namira yang telah dibahas pada bagian
terdahulu, misalkan akad yang disepakati adalah IMBT dengan informasi tentang penyewaan
sebagai berikut:
Biaya perolehan barang : Rp120.000.000
Umur barang : 5 tahun (60 bulan)
Masa Sewa (umur ekonomis) : 24 bulan
Waktu Pembelian barang : Setelah bulan ke–24

Teknis Perhitungan Transaksi IMBT


Teknis perhitungan transaksi IMBT pada dasarnya sama dengan transaksi ijarah. Perbedaan
teknis perhitungan terletak pada penentuan penyusutan aset ijarah.

Perhitungan Penyusutan Aset IMBT


Berdasarkan PSAK 107 disebutkan bahwa kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih
harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari
objek ijarah. Umur ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat
dipakai selama 5 tahun diijarahkan dengan akad ijarah muntahiya bittamlik selama 2 tahun.
Dengan demikian umur ekonomisnya adalah 2 tahun.

275
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Berdasarkan kasus diatas maka beban penyusutan perbulan barang IMBT adalah:

Biaya perolehan
Penyusutan IMBT per bulan =
Jumlah bulan masa sewa

Rp120.000.000
Penyusutan IMBT per bulan =
24

Penyusutan IMBT per bulan = Rp5.000.000

Penentuan Pendapatan IMBT


Selanjutnya dengan kebijakan keuntungan sewa 20% dari modal barang yang disewakan,
pendapatan IMBT per bulan adalah sebagai berikut:

Pendapatan IMBT perbulan = modal penyewaan + n% modal penyewaan


= Rp5.000.000 + (20% x 5.000.000)
= Rp5.000.000 + 1.000.000
= Rp6.000.000
Total pendapatan IMBT selama masa sewa = 24 × Rp6.000.000
= Rp144.000.000
Adapun untuk fee IMBT, mengingat penyewa memiliki hak pilih untuk memiliki barang
yang disewakan, modal barang persewaan dapat diperlakukan sama dengan harga perolehan
barang.

Penjurnalan Transaksi IMBT


Penjurnalan transaksi IMBT pada dasarnya sama dengan penjurnalan pada transaksi ijarah.
Perbedaan mendasar hanya terdapat pada konsep perhitungan penyusutan yang tidak dikaitkan
dengan umur ekonomis, melainkan dikaitkan dengan masa sewa sebagaimana telah dibahas
pada sub-bab 12.6.1. Dengan demikian, pembahasan penjurnalan IMBT langsung ditujukan
pada transaksi pemindahan kepemilikan aset kepada penyewa.
Perpindahan hak milik IMBT dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu melalui
(1) hadiah, (2) pembayaran sisa sewa sebelum berakhirnya masa sewa, dan (3) pembayaran
sekadarnya.

Pelepasan sebagai Hadiah


Berdasarkan PSAK 107, perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa
dalam ijarah muntahiya bittamlik dengan cara:
a. hibah,
b. penjualan sebelum berakhirnya masa, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang
disepakati,
c. penjualan setelah selesai masa akad.

276
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Pada perpindahan hak milik sewa dalam IMBT melalui hibah, maka jumlah tercatat objek
ijarah diakui sebagai beban
Dalam kasus transaksi IMBT, PT Namira di atas, sekiranya pada akhir masa sewa (setelah
bulan ke-24) dilakukan pelepasan aset ijarah oleh bank syariah dengan menghadiahkan aset
tersebut kepada PT Namira. Adapun nilai buku aset di neraca pada bulan ke-24 adalah:

penyajian di neraca (bulan ke–24)


Aset yang diperoleh untuk ijarah 120.000.000
Akumulasi penyusutan (120.000.000)
Nilai neto 0

maka jurnal atas transaksi pelepasan dengan menghadiahkan tersebut adalah sebagai
berikut:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah 120.000.000

Kr. Aset yang diperoleh untuk ijarah 120.000.000

Pelepasan Melalui Penjualan Objek Sewa Sebelum Berakhirnya Masa Sewa


Berdasarkan PSAK 107 disebutkan bahwa pada penjualan objek ijarah sebelum berakhirnya
masa sewa, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati, maka selisih antara harga
jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian. Dalam hal ini
pemilik objek sewa mengakui keuntungan atau kerugian atas penjualan tersebut sebesar selisih
antara harga jual dan nilai buku neto objek sewa.

(i) Jika harga jual di atas nilai buku aset ijarah

Misalkan setelah penerimaan pendapatan ijarah bulan ke–20, bank syariah menjual
mesin yang menjadi aset ijarah tersebut sebesar sisa cicilan sewa kepada nasabah
penyewa yaitu Rp24.000.000 (4 × Rp6.000.000), Adapun nilai buku aset di neraca
pada bulan ke–20 adalah:

penyajian di neraca (bulan ke–20)


Aset yang diperoleh untuk ijarah 120.000.000
Akumulasi penyusutan (100.000.000)
Nilai neto 20.000.000
Maka jurnal untuk transaksi tersebut adalah:

277
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Kas 24.000.000

Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah 100.000.000

Kr. Aset yang diperoleh untuk ijarah 120.000.000

Kr. Keuntungan penjualan aset ijarah 4.000.000

(ii) jika harga jual di bawah nilai buku aset ijarah

Misalkan setelah penerimaan pendapatan ijarah bulan ke–20, bank syariah menjual
mesin yang menjadi aset ijarah tersebut sebesar Rp15.000.000. Adapun nilai buku
aset di neraca pada bulan ke–20 adalah:

penyajian di neraca (bulan ke–20)


Aset yang diperoleh untuk ijarah 120.000.000
Akumulasi penyusutan (100.000.000)
Nilai neto 20.000.000

maka jurnal untuk transaksi tersebut adalah:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Kas 15.000.000

Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah 100.000.000

Db. Kerugian penjualan aset ijarah 5.000.000

Kr. Aset ijarah 120.000.000

Pelepasan Melalui Penjualan Objek Sewa Setelah Berakhirnya Masa Sewa


Berdasarkan PSAK 107 disebutkan bahwa pada penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih
antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Dalam hal ini pemilik objek sewa mengakui keuntungan atau kerugian atas penjualan tersebut
sebesar selisih antara harga jual dan nilai buku neto objek sewa.
Misalkan setelah berakhirnya masa sewa, bank syariah menjual mesin yang menjadi aset ijarah
senilai Rp2.000.000. Adapun nilai buku aset di neraca pada bulan ke–24 adalah:

penyajian di neraca (bulan ke–24)


Aset yang diperoleh untuk ijarah 120.000.000
Akumulasi penyusutan (120.000.000)
Nilai neto 0

Maka jurnal atas transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

278
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Db. Kas 2.000.000

Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah 120.000.000

Kr. Aset yang diperoleh untuk ijarah 120.000.000

Kr. Keuntungan penjualan aset ijarah 2.000.000

Pelepasan Melalui Penjualan Objek Sewa secara Bertahap


Berdasarkan PSAK 107, disebutkan bahwa penjualan objek ijarah secara bertahap, maka: (i)
selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian objek ijarah yang telah dijual diakui sebagai
keuntungan atau kerugian; sedangkan (ii) bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui
sebagai aset tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.

Penyajian Transaksi Ijarah atas Aset Berwujud

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 6.4) terdapat beberapa ketentuan penyajian di laporan keuangan
terhadap akun yang berkaitan dengan transaksi ijarah dengan aset berwujud.
1. Objek sewa yang diperoleh bank disajikan sebagai aset ijarah.
2. Akumulasi penyusutan/amortisasi dan cadangan kerugian penurunan nilai dari aset ijarah
disajikan sebagai pos lawan aset ijarah.
3. Porsi pokok atas pendapatan sewa yang belum dibayar disajikan sebagai piutang sewa.
4. Porsi ujrah atas pendapatan sewa yang belum dibayar disajikan sebagai pendapatan sewa
yang akan diterima yang merupakan bagian dari aset lainnya pada saat nasabah tergolong
performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-performing maka pendapatan
sewa yang akan diterima disajikan pada rekening administratif.
5. Cadangan kerugian penurunan nilai atas piutang sewa disajikan sebagai pos lawan (contra
account) piutang ijarah.
6. Beban penyusutan/amortisasi aset ijarah disajikan sebagai pengurang pendapatan ijarah
pada laporan laba rugi.

Pengungkapan Transaksi Ijarah atas Aset Berwujud

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 6.6-7), hal-hal yang harus diungkapkan terkait transaksi ijarah
dengan menggunakan aset berwujud antara lain:
1. sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan ijarah;
2. jumlah piutang cicilan ijarah yang akan jatuh tempo hingga dua tahun terakhir;
3. jumlah objek sewa berdasarkan jenis transaksi (ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik),
jenis aset dan akumulasi penyusutannya serta cadangan kerugian penurunan nilai jika ada,
apabila bank sebagai pemilik objek sewa;
4. komitmen yang berhubungan dengan perjanjian ijarah muntahiyah bittamlik yang berlaku
efektif pada periode laporan keuangan berikutnya;

279
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

5. kebijakan akuntansi yang digunakan atas transaksi Ijarah dan Ijarah muntahiyyah
bittamlik;
6. transaksi dan saldo dengan pihak-pihak yang berelasi.

Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Ijarah


untuk Multijasa

Praktik perhitungan dan penjurnalan transaksi ijarah untuk jasa pada dasarnya sama dengan
perhitungan dan penjurnalan transaksi ijarah untuk barang. Perbedaannya adalah pada ijarah
untuk jasa tidak terdapat kegiatan pemeliharaan dan perbaikan aset ijarah. Berikut adalah salah
contoh kasus transaksi ijarah untuk multijasa.

Kasus 12.4 Transaksi Ijarah untuk Multijasa

Ibu Ulli melakukan transaksi ijarah dengan BPRS Anugerah Sejahtera untuk keperluan biaya
sekolah anaknya selama 1 semester di Universitas Gadjah Mada (UGM). Adapun informasi
tentang transaksi untuk penyediaan jasa tersebut adalah sebagai berikut.
Harga perolehan jasa : Rp9.000.000 (dibayar ke UGM tanggal 1 Februari 20XA
Masa sewa : 6 bulan (mulai 1 Februari 20XA s.d. 1 Agustus 20XA)
Sewa per bulan : Rp1.700.000 (setiap tanggal 1 mulai bulan Maret)
Penyusutan per bulan : Rp1.500.000 (setiap tanggal 1 mulai bulan Maret)
Biaya administrasi 0,5% : Rp45.000 (diterima tanggal 1 Februari 20XA)

Jurnal untuk transaksi di atas meliputi jurnal pengadaan aset ijarah, jurnal pada saat akad,
jurnal penyusutan aset ijarah, dan jurnal penerimaan pendapatan ijarah ijarah.

Pengadaan Aset Ijarah


Jurnal pengadaan aset ijarah jasa adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01/02/XA Db. Aset yang diperoleh untuk ijarah 9.000.000

Kr. Rekening UGM 9.000.000

Ket: Pengadaan aset ijarah

Saat Akad Disepakati


Jurnal pada saat akad adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01/02/XA Db. Rekening Nasabah/Kas 45.000

Kr. Pendapatan administrasi 45.000

Ket: Penerimaan biaya administrasi pembiayaan

280
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Saat Pengakuan Penyusutan Aset Ijarah dan Pembayaran Sewa Ijarah


Berikut adalah tabel penyusutan aset ijarah dan pembayaran sewa

Beban Amortisasi Pembayaran Sewa Keterangan tanggal


No
(Rp) (Rp) penyusutan dan pembayaran

1 1.500.000 1.700.000 1 Maret 20XA

2 1.500.000 1.700.000 1 April 20XA

3 1.500.000 1.700.000 1 Mei 20XA

4 1.500.000 1.700.000 1 Juni 20XA

5 1.500.000 1.700.000 1 Juli 20XA

6 1.500.000 1.700.000 1 Agustus 20XA

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01/03/XA Db. Beban amortisasi aset ijarah 1.500.000

Kr. Akumulasi amortisasi aset ijarah 1.500.000

Ket : Pengakuan amortisasi aset ijarah

01/03/XA Db. Kas/Rekening nasabah 1.700.000

Kr. Pendapatan ijarah 1.700.000

Ket: Pengakuan penerimaan pendapatan sewa

01/04/XA Db. Beban amortisasi aset ijarah 1.500.000

Kr. Akumulasi amortisasi aset ijarah 1.500.000

01/04/XA Db. Kas/Rekening nasabah 1.700.000

Kr. Pendapatan ijarah 1.700.000

01/05/XA Db. Beban amortisasi aset ijarah 1.500.000

Kr. Akumulasi amortisasi aset ijarah 1.500.000

01/05/XA Db. Kas/Rekening nasabah 1.700.000

Kr. Pendapatan ijarah 1.700.000

01/06/XA Db. Beban amortisasi aset ijarah 1.500.000

Kr. Akumulasi amortisasi aset ijarah 1.500.000

01/06/XA Db. Kas/Rekening nasabah 1.700.000

Kr. Pendapatan ijarah 1.700.000

01/07/XA Db. Beban amortisasi aset ijarah 1.500.000

Kr. Akumulasi amortisasi aset ijarah 1.500.000

01/07/XA Db. Kas/Rekening nasabah 1.700.000

Kr. Pendapatan ijarah 1.700.000

01/08/XA Db. Beban amortisasi aset ijarah 1.500.000

281
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Kr. Akumulasi amortisasi aset ijarah 1.500.000

01/08/XA Db. Kas/Rekening nasabah 1.700.000

Kr. Pendapatan ijarah 1.700.000

01/08/XA Db. Akumulasi amortisasi aset ijarah 9.000.000

Kr. Aset yang diperoleh untuk ijarah 9.000.000


Ket: untuk mengakhiri siklus transaksi ijarah multijasa
dengan menutup akumulasi amortisasi aset ijarah dan
menutup aset tak berwujud yang diperoleh untuk
ijarah.

Penyajian Transaksi Ijarah atas Jasa

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 6.8) terdapat beberapa ketentuan penyajian di laporan keuangan
terhadap akun yang berkaitan dengan transaksi ijarah dengan jasa
1. Perolehan atas jasa disajikan sebagai bagian aset ijarah dan disajikan terpisah dari aset
ijarah lain.
2. Amortisasi atas perolehan aset ijarah disajikan sebagai pos lawan dari aset ijarah.
3. Porsi pokok atas pendapatan sewa multijasa yang belum dibayar disajikan sebagai piutang
sewa.
4. Porsi ujrah atas pendapatan sewa multijasa yang belum dibayar disajikan sebagai
pendapatan sewa multijasa yang akan diterima yang merupakan bagian dari aset lainnya
pada saat nasabah tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-
performing maka pendapatan sewa multijasa yang akan diterima disajikan pada rekening
administratif.
5. Cadangan kerugian penurunan nilai atas piutang sewa disajikan sebagai pos lawan (contra
account) piutang sewa.
6. Beban amortisasi aset ijarah disajikan sebagai pengurang pendapatan ijarah pada laporan
laba rugi.

Pengungkapan Transaksi Ijarah atas Jasa

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 6.10), hal-hal yang harus diungkapkan terkait transaksi ijarah
dengan jasa antara lain:
1. Sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan ijarah.
2. Rincian perolehan atas jasa berdasarkan jenis.
3. Jumlah piutang cicilan ijarah yang akan jatuh tempo hingga dua tahun terakhir.
4. Transaksi dan saldo dengan pihak-pihak yang berelasi.

282
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Referensi

Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Jakarta: Tazkia Cendekia.
Bank Indonesia. 2006. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Bagi
Dewan Pengawas Syariah. Jakarta: Bank Indonesia.
Bank Indonesia. 2013. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Dewan Syariah Nasional-MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Edisi 2. Jakarta: DSN-
MUI dan Bank Indonesia.
DSAK IAI, 2009. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 107 tentang Akuntansi Ijarah. Jakarta:
IAI.
DSAK IAI. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan
Syariah. Jakarta: IAI.
Harahap, Sofyan S., Wiroso, Yusuf, M. 2004. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE USAKTI.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2003. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: IAI.
Wiyono, Slamet. 2005. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah berdasarkan PSAK dan
PAPSI. Jakarta, Grasindo.

Soal-Soal Latihan

A. Soal Teori
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ijarah.
2. Jelaskan perbedaan antara antara ijarah dengan ijarah muntahiya bittamlik.
3. Jelaskan rukun transaksi ijarah.
4. Jelaskan bentuk pengawasan syariah pada transaksi ijarah dan IMBT.
5. Jelaskan keuntungan penggunaan transaksi ijarah dibanding jenis akad lainnya.
6. Perhatikan dan screen shoot-lah aspek penyajian dan pengungkapan yang berkaitan
dengan transaksi ijarah di laporan keuangan di salah satu bank syariah. Analisislah tingkat
kesesuaian praktiknya dengan PSAK 107 maupun PAPSI 2013.

B. Soal Kasus
Kasus 1
Bapak Hasanudin membutuhkan sebuah bangunan kantor untuk keperluan usahanya. Pada awal
bulan Maret 20XA, Bapak Hasanudin mengajukan permohonan ijarah kepada Bank Syariah
Nahdatul Ulama (BSNU). Permohonan tersebut disetujui dengan menggunakan pola sewa atas
sewa kepada pemilik bangunan. Adapun informasi tentang penyewaan tersebut adalah sebagai
berikut.

283
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

• tujuan pembiayaan: pembiayaan modal kerja untuk sebuah bangunan kantor


• jangka waktu: 18 bulan
• ujroh bank (margin sewa): Rp4.051.372,01 (margin anuitas 12%, periode 18 bulan)
• total harga sewa: Rp64.051.372,01
• uang muka nasabah: Rp10.000.000
• jumlah pembiayaan: Rp50.000.000
• sewa yang diangsur: Rp54.051.372,01 (pembiayaan bank Rp50 juta + keuntungan bank)
• angsuran pembiayaan: Rp3.002.854,00 (Rp54.051.372,01 : 18 bulan)
• amortisasi perbulan : Rp2.777.777,78 (Rp50.000.000 : 18 bulan)

Buatlah jurnal untuk transaksi berikut.

1. Tanggal 7 Maret, Bapak Hasanudin dan BSNU menyepakati akad ijarah untuk sebuah
bangunan kantor. Pada tanggal tersebut bank menyerahkan dana sebesar Rp50.000.000
ke pemilik bangunan kantor untuk keperluan sewa Bapak Hasanudin.
2. Tanggal 7 April 20XA, saat jatuh tempo angsuran pertama, bank syariah mengakui
amortisasi aset ijarah sebesar Rp2.777.777,78. Pada saat itu Bapak Hasanudin membayar
angsuran ijarah pertamanya sebesar Rp3.002.854.
3. Tanggal 7 Mei 20XA, saat jatuh tempo angsuran kedua, bank syariah mengakui amortisasi
aset ijarah sebesar Rp2.777.777,78. Pada saat itu Bapak Hasanudin belum dapat membayar
angsuran keduanya.
4. Tanggal 10 Mei 20XA, Bapak Hasanudin melakukan pembayaran angsuran keduanya.
5. Tanggal 7 Juni 20XA, saat tanggal jatuh tempo ketiga, bank syariah mengakui
amortisasi aset ijarah. Pada saat itu, Bapak Hasanudin hanya membayar angsurannya
sebesar Rp1.000.000.
6. Tanggal 14 Juni 20XA, Bapak Hasanudin membayar sisa angsuran tahap ketiga sebesar
Rp2.002.854.
7. Tanggal 20 Juni 20XA, Bapak Hasanudin melunasi semua sisa sewa hingga bulan ke–18
sebesar Rp45.042.810,01.

Kasus 2
Haniya membutuhkan sebuah rumah untuk tempat tinggal sementara. Pada awal bulan Maret
2014, Haniya mengajukan permohonan ijarah kepada Bank Syariah Peduli Umat (BSPU)
dengan jangka waktu lima tahun (60 bulan). Permohonan tersebut disetujui dengan informasi
tentang penyewaan sebagai berikut.
• harga perolehan aset ijarah: Rp200.000.000
• umur ekonomis 10 tahun (120 bulan)
• nilai sisa umur ekonomis: Rp0
• jangka waktu sewa: 60 bulan
• total porsi pokok (selama 60 bulan) Rp100.000.000
• total porsi ujroh (selama 60 bulan) Rp13.227.402
• biaya administrasi Rp100.000

284
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

A. Hitunglah beban penyusutan perbulan, porsi ujrah per bulan, dan angsuran sewa perbulan
(porsi pokok perbulan plus porsi ujrah per bulan), keterangan: porsi pokok perbulan sama
dengan beban penyusutan perbulan.
B. Buatlah jurnal untuk transaksi berikut.
1. Untuk keperluan transaksi tersebut, pada tanggal 5 Maret 2014, Bank Syariah membeli
aset kepada developer (pengembang) seharga Rp200.000.000.
2. Tanggal 7 Maret 2014, Haniya menandatangani akad ijarah sebuah rumah dengan BSPU
dan membayar biaya administrasi.
3. Tanggal 7 April 2014, saat jatuh tempo angsuran pertama, Bank Syariah mengakui
penyusutan aset ijarah dan pada saat itu Haniya membayar angsuran ijarah pertamanya.
4. Tanggal 7 Mei 2014, saat jatuh tempo angsuran kedua, bank syariah mengakui penyusutan
aset ijarah dan pada saat itu Haniya belum dapat membayar angsuran keduanya.
5. Tanggal 10 Mei 2014, Haniya melakukan pembayaran angsuran keduanya.
6. Tanggal 7 Juni 2014, saat tanggal jatuh tempo ketiga, Bank Syariah melakukan penyusutan
aset ijarah. Pada saat itu, Haniya hanya membayar angsurannya sebesar Rp1.000.000.
7. Tanggal 8 Juni 2014, Haniya membayar sisa angsuran tahap ketiga.
8. Tanggal 9 Juni 2014, bank melakukan perbaikan aset ijarah sebesar Rp250.000 yang
dibayar secara tunai kepada rekanan pemeliharaan.
9. Nasabah membayar lunas sisa angsuran sewanya.

Kasus 3 (bobot 10%)


Dengan mengacu pada Kasus 2, misalkan akad yang disepakati adalah Ijarah Muntahiya Bit-
tamlik. Hitunglah penyusutan perbulan.

285
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Jawaban Soal Kasus


1. Tanggal 7 Maret 20XA, Bapak Hasanudin dan BSNU menyepakati akad ijarah untuk sebuah
bangunan kantor. Pada tanggal tersebut, bank menyerahkan dana sebesar Rp50.000.000
ke pemilik bangunan kantor untuk keperluan sewa Bapak Hasanudin.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

286
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

2. Tanggal 7 April 20XA, saat jatuh tempo angsuran pertama, bank syariah melakukan
amortisasi aset ijarah sebesar Rp2.777.777,78. Pada saat itu, Bapak Hasanudin membayar
angsuran ijarah pertamanya sebesar Rp3.002.854.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

3. Tanggal 7 Mei 20XA, saat jatuh tempo angsuran kedua, bank syariah melakukan amortisasi
aset ijarah sebesar Rp2.777.77,78. Pada saat itu, Bapak Hasanudin belum dapat membayar
angsuran keduanya.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

4. Tanggal 10 Mei 20XA, Bapak Hasanudin melakukan pembayaran angsuran keduanya.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

287
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

5. Tanggal 7 Juni 20XA, saat tanggal jatuh tempo ketiga, bank syariah melakukan
amortisasi aset ijarah. Pada saat itu, Bapak Hasanudin hanya membayar angsurannya
sebesar Rp1.000.000.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

6. Tanggal 14 Juni 20XA, Bapak Hasanudin membayar sisa angsuran tahap ketiga sebesar
Rp2.002.854.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

7.
Tanggal 20 Juni 20XA, Bapak Hasanudin melunasi semua sisa sewa hingga bulan ke–18
sebesar Rp45.042.810,01.

Sisa aset ijarah :

Sisa sewa yang masih harus dibayar :

Keuntungan ijarah :

288
Akuntansi Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

Maka jurnal saat pelunasan sebelum masa sewa berakhir adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

289
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

290
AKUNTANSI TRANSAKSI
DANA ZAKAT, DANA
KEBAJIKAN, DAN
PINJAMAN QARDH
13

Pendahuluan

Bab 13 akan membahas secara khusus akuntansi untuk dana zakat, dana kebajikan,
dan transaksi pinjaman qardh. Pembahasan diawali dengan bahasan detail tentang
akuntansi dana zakat dan dana kebajikan. Pada bagian akhir pembahasan dana
zakat dan dana kebajikan, akan disajikan format laporan keuangan untuk dana
zakat dan dana kebajikan. Kemudian, dilanjutkan dengan transaksi pinjaman qardh.
Pada transaksi pinjaman qardh, akan dijelaskan definisi dan aplikasi pinjaman
qardh, ketentuan syar’i yang harus diperhatikan dalam transaksi pinjaman qardh,
dan dilanjutkan dengan gambaran alur transaksi dan teknis perhitungan serta
penjurnalan pinjaman qardh. Relevansi bab ini adalah sebagai dasar pengetahuan
dalam menguasai praktik akuntansi terkait pengakuan dan pengukuran berbagai
transaksi sosial yang terjadi dalam bank syariah. Penguasaan teori dan praktik terkait
pengakuan dan pengukuran transaksi dana ini sangat penting dikuasai mengingat
dana sosial ini merupakan salah satu ciri khas bank syariah.

291
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Dana Zakat

Definisi Dana Zakat


Zakat adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (muzakki) untuk
diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan apabila nisab dan
haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria wajib zakat (PSAK 101 paragraf 71).
Unsur dasar Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat meliputi sumber dana, penggunaan
dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat yang menunjukkan
dana zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu (paragraf 72). Dalam hal ini, dana
zakat tidak diperkenankan untuk menutup cadangan kerugian aset produktif. Sumber dana
zakat di bank syariah terdiri atas:
• Zakat dari dalam entitas bank syariah
• Dana zakat dari pihak luar entitas bank syariah (termasuk zakat dari nasabah)

Penyaluran dana zakat dibatasi pada 8 golongan (asnaf) yang sudah ditentukan oleh
syariah, yaitu:
(1) Fakir
(2) Miskin
(3) Amil
(4) Orang yang baru masuk Islam (muallaf)
(5) Hamba sahaya (riqab)
(6) Orang yang terlilit utang (ghorimin)
(7) Orang yang sedang berjihad (fisabilillah)
(8) Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil)

Akuntansi Dana Zakat


Berikut akan disajikan ilustrasi kasus yang terkait dengan pengumpulan dan penyaluran dana
zakat.

Kasus 13.1 Transaksi Terkait Penghimpunan dan Penyaluran Dana Zakat

Pada laporan keuangan tahun 20XA, saldo dana zakat Bank Syariah Peduli adalah sebesar
Rp15.000.000. Berikut adalah transaksi yang terkait dengan dana zakat pada Bank Syariah
Peduli selama tahun 20XB.
15 Jan 20XB diterima zakat dari Bapak Rahmad secara tunai sebesar Rp3.000.000.
13 Mar 20XB diterima zakat dari Bapak Thariq secara tunai sebesar Rp12.000.000.
17 Mar 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada masyarakat miskin sebesar
Rp12.000.000.
1 Apr 20XB diterima zakat perniagaan Bank Syariah Peduli selama tahun 20XB sebesar
Rp50.000.000.
2 Mei 20XB diterima via rekening tabungan, zakat dari jamaah pengajian BUMN sebesar
Rp10.000.000.

292
Akuntansi Transaksi Dana Zakat, Dana Kebajikan, dan Pinjaman Qardh

7 Mei 20XB disalurkan dana zakat kepada ustad yang berdakwah di pedalaman pulau
Kalimantan sebesar Rp10.500.000.
16 Ags 20XB diterima dana zakat penghasilan dari nasabah giro sebesar Rp20.000.000 via
rekening nasabah.
25 Sp 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada orang miskin Rp65.000.000.
30 Nov 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada mualaf sebesar Rp2.000.000.
15 Des 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada ibnu sabil sebesar Rp500.000.
27 Des 20XB ditransfer honorarium amil sebesar Rp500.000 ke rekening tabungan Bapak
Abdi petugas penyaluran bantuan dana ZIS.

Jurnal transaksi di atas adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

15 Januari 20XB Db. Kas 3.000.000

Kr. Dana zakat 3.000.000

Ket: Zakat dari pihak luar BPRS

13 Maret 20XB Db. Kas 12.000.000

Kr. Dana zakat 12.000.000

Ket : Zakat dari pihak luar BPRS

17 Maret 20XB Db. Dana zakat 12.000.000

Kr. Kas 12.000.000

Ket: dibayar kepada mustahiq orang miskin

1 April 20XB Db. Zakat Bank Syariah Peduli 50.000.000

Kr. Dana zakat 50.000.000

Ket: Zakat dari bank

2 Mei 20XB Db. Rekening tabungan nasabah 10.000.000

Kr. Dana zakat 10.000.000

Ket: Zakat dari pihak luar BPRS

7 Mei 20XB Db. Dana Zakat 10.500.000

Kr. Kas 10.500.000

Ket: dibayar kepada mustahiq fisabilillah

16 Agustus 20XB Db. Rekening giro nasabah 20.000.000

Kr. Dana zakat 20.000.000

Ket: Zakat dari pihak luar BPRS

25 Sept 20XB Db. Dana Zakat 65.000.000

Kr. Kas 65.000.000

Ket: dibayar kepada mustahiq orang miskin

293
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

30 November 20XB Db. Dana Zakat 2.000.000

Kr. Kas 2.000.000

Ket: dibayar kepada mustahiq muallaf

15 Desember 20XB Db. Dana Zakat 500.000

Kr. Kas 500.000

Ket: dibayar kepada mustahiq ibnu sabil

27 Desember 20XB Db. Dana Zakat 500.000

Kr. Rekening tabungan – Bapak Abdi 500.000

Ket: dibayar kepada mustahiq amil

Laporan Dana Zakat


Berdasarkan transaksi Kasus 13.1 dapat dibuat Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
sebagai berikut untuk tahun 20XB yang dibandingkan dengan laporan tahun sebelumnya.

Bank Syariah Peduli


Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat
Periode 1 Januari s/d 31 Desember 20X2 dan 20X1

Keterangan Tahun 20X2 Tahun 20X1

Sumber Dana Zakat


a) Zakat dari Bank Rp50.000.000 Rp35.000.000
b) Zakat dari pihak luar BPRS Rp45.000.000 Rp45.000.000
Total sumber dana Rp95.000.000 Rp80.000.000

Penggunaan dana Zakat


a. Fakir (Rp 0) (Rp 0)
b. Miskin (Rp77.000.000) (Rp48.000.000)
c. Amil (Rp 500.000) (Rp 500.000)
d. Muallaf (Rp2.000.000) (Rp4.000.000)
e. Gharim (Rp 0) (Rp 0)
f. Hamba sahaya (Riqab) (Rp 0) (Rp 0)
g. Orang yg berjihad (Fisabilillah) (Rp10.500.000) (Rp1.500.000)
h. Orang yg dalam perjalanan (Ibnu sabil) (Rp 500.000) (Rp30.000.000)
Total Penggunaan (Rp90.500.000) (Rp84.000.000)

Kenaikan (penurunan) sumber atas penggunaan Rp4.500.000 (Rp4.000.000)

Sumber dana Zakat pada awal tahun Rp15.000.000 Rp19.000.000

Sumber dana Zakat pada akhir tahun Rp19.500.000 Rp15.000.000

294
Akuntansi Transaksi Dana Zakat, Dana Kebajikan, dan Pinjaman Qardh

PAPSI 2003 (h. 224) memberikan kebebasan bank syariah menyalurkan langsung dana
zakat yang dihimpun kepada pihak yang berhak menerima zakat atau kepada lembaga amil
zakat atau Badan Amil Zakat. Dalam perkembangannya, PAPSI 2013 (h.18.1) menyebutkan
bahwa bank hanya dapat menyalurkan dana zakat yang diterima kepada lembaga amil zakat
atau Badan Amil Zakat. Dijelaskan dalam PAPSI terdahulu (h.224) bahwa sekiranya bank
syariah menyalurkan dana zakat melalui pengelola zakat yang badan hukumnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan tentang zakat dan terpisah dari badan hukum bank, maka bank
dianggap telah menyalurkan dana zakat yang diterimanya secara keseluruhan berdasarkan
prinsip syariah. Oleh karenanya dalam laporan sumber dan penggunaan dana zakat tidak perlu
merinci penyaluran dana zakat seperti di atas, tetapi cukup menyebutkan lembaga pengelolanya
seperti dalam contoh berikut.

Bank Syariah Aman Sejahtera


Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat
Periode 1 Januari s.d. 31 Desember 20X2 dan 20X1

Keterangan Tahun 20X2 Tahun 20X1

Sumber Dana Zakat Rpxxxxxxx


Rpxxxxxxx
a. Zakat dari bank Rpxxxxxxx
Rpxxxxxxx
b. Zakat dari pihak luar BPRS
Total sumber dana Rpxxxxxxx Rpxxxxxxx

Penyaluran dana Zakat


1. LAZIS Muhammadiyah (Rpxxxxxx) (Rpxxxxxx)
2. LAZIS NU (Rpxxxxxx) (Rp xxxxxx)
3. PKPU (Rpxxxxxx) (Rpxxxxxx)
4. DSUQ (Rpxxxxxx) (Rpxxxxxx)
5. Rumah Zakat (Rpxxxxxx) (Rpxxxxxx)
6. Dompet Dhuafa Rpxxxxxxx Rpxxxxxxx

Total penyaluran Rpxxxxxxx Rpxxxxxxx


Kenaikan (penurunan) sumber atas penggunaan
(Rpxxxxxx) (Rpxxxxxx)
Sumber dana zakat pada awal tahun
(Rpxxxxxx) (Rpxxxxxx)
Sumber dana zakat pada akhir tahun
(Rpxxxxxx) (Rpxxxxxx)

Pengungkapan Dana Zakat

Hal-hal yang harus diungkapkan terkait transaksi dana zakat antara lain:
1. Sumber dana zakat yang berasal dari internal bank.
2. Sumber dana zakat yang berasal dari eksternal bank.
3. Kebijakan penyaluran zakat.
4. Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing entitas pengelola zakat yang
diklasifikasikan menjadi pihak berelasi dan pihak ketiga.

295
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Dana Kebajikan

Definisi Dana Kebajikan


Dana kebajikan merupakan dana sosial di luar zakat yang berasal dari masyarakat yang dikelola
oleh bank syariah. Dana kebajikan biasa juga disebut dengan dana qardhul hasan. PSAK No. 59
dan PAPSI 2003 menggunakan istilah qardhul hasan dan bukan istilah dana kebajikan. Akan
tetapi pada PSAK No. 101 dan PAPSI 2013, istilah ini diganti dengan istilah “Dana Kebajikan”.
Akan tetapi, pada PSAK 101, istilah ini diganti dengan istilah “Dana Kebajikan”. Tidak ada
keterangan resmi alasan penggantian istilah ini dalam PSAK 101. Akan tetapi, adanya istilah dana
kebajikan memberi fleksibilitas dalam sumber maupun penggunaan dana tersebut, mengingat
istilah qardh lebih tepat digunakan untuk transaksi yang terkait dengan pinjam meminjam tanpa
bunga. Berdasarkan PSAK 101 paragraf 75, sumber dana kebajikan terdiri atas:
• Infak
• Sedekah
• Hasil pengelolaan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
• Pengembalian dana kebajikan produktif
• Denda
• Pendapatan non-halal
• Sumbangan/hibah1

Infak dan sedekah yang dimaksud dalam dana kebajikan adalah semua jenis infak dan
sedekah baik yang peruntukannya ditentukan secara khusus oleh pemberi infak dan sedekah
maupun yang tidak. Denda merupakan sanksi berupa uang yang dikenakan oleh bank syariah
kepada nasabah yang mampu, tetapi dengan sengaja menunda-nunda pembayaran kewajibannya
kepada bank syariah. Semua penerimaan bank syariah dari nasabah yang merupakan denda
dimasukkan ke dalam dana kebajikan. Sumbangan atau hibah pada dasarnya merupakan salah
satu bentuk sedekah sunah. Akan tetapi, istilah sumbangan atau hibah secara terminologi
dipandang universal, sehingga dapat menampung bantuan yang mungkin berasal dari orang
yang bukan beragam Islam ataupun dari instansi dan lembaga yang cenderung memilih istilah
yang umum dalam memberikan suatu bantuan. Pendapatan non-halal merupakan sumber dana
kebajikan yang berasal dari transaksi bank syariah dengan pihak lain yang tidak menggunakan
skema syariah. Untuk keperluan lalu lintas keuangan, bank syariah dalam hal tertentu harus
memiliki rekening di bank konvensional. Dengan memiliki rekening di bank konvensional, baik
yang ada di dalam maupun di luar negeri, adanya bunga bank dari bank mitra merupakan suatu
yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini, bunga yang diterima tersebut tidak boleh menambah
pendapatan bank syariah, tetapi dimasukkan sebagai tambahan dana kebajikan.
Berdasarkan PSAK 101, dana kebajikan dapat digunakan untuk:
1. Dana kebajikan produktif;
2. Sumbangan; dan
3. Penggunaan lainnya untuk kepentingan umum

1
Sumbangan atau hibah tidak terdapat dalam PSAK 101, akan tetapi cukup relevan untuk masuk dalam kategori
sumber dana kebajikan. Memang terdapat asosiasi antara sumbangan dengan sedekah, akan tetapi istilah sumbangan
lebih tepat digunakan terhadap dana sosial yang diberi oleh non-Muslim.

296
Akuntansi Transaksi Dana Zakat, Dana Kebajikan, dan Pinjaman Qardh

Akuntansi Dana Kebajikan


Berikut akan disajikan ilustrasi kasus yang terkait dengan pengumpulan dan penyaluran dana
kebajikan.

Kasus 13.2 Transaksi Terkait Penghimpunan dan Penyaluran Dana Kebajikan

Pada laporan keuangan tahun 20XA, saldo dana kebajikan Bank Syariah Peduli adalah sebesar
Rp10.000.000. Berikut adalah transaksi yang terkait dengan dana kebajikan pada BPRS Peduli
selama tahun 20XB.

5 Januari 20XB diterima infak dari Bapak Andan secara tunai Rp2.000.000

1 Februari 20XB diterima transfer dari rekening Bapak Wahyu sebagai sedekah sebesar Rp5.000.000

diterima transfer dari rekening Bapak Rudi sebagai denda atas keterlambatan pembayaran
7 Maret 20XB
angsuran murabahah sebesar Rp100.000

13 April 20XB diterima transfer dari rekening PT Antariksa sebagai sumbangan sebesar Rp10.000.000

30 April 20XB diterima bunga dari rekening giro di Chase Manhattan Bank sebesar Rp250.000

disalurkan dana kebajikan sebagai sumbangan kepada Panti Asuhan Yatim Putra
15 Mei 20XB
Muhammadiyah secara tunai sebesar Rp10.000.000

disalurkan dana Kebajikan sebagai sumbangan kepada Sekolah Dasar Negeri 1 Sidoarjo
11 Juni 20XB
secara tunai sebesar Rp5.000.000

disalurkan secara tunai dana Kebajikan untuk pinjaman Qardhul hasan Mbah Mujir yang
12 Agustus 20XB
hendak merintis usaha pisang goreng sebesar Rp100.000.

diterima secara tunai pengembalian dana Qardhul hasan tahap 1 oleh Mbah Mujir sebesar
8 September 20XB
Rp50.000.

disalurkan dana Kebajikan untuk pinjaman Qardhul hasan Ibu Sukini yang hendak merintis
18 Oktober 20XB
usaha pecel lele sebesar Rp500.000.

diterima secara tunai pengembalian dana Qardhul hasan tahap 2 oleh mbah Mujir sebesar
17 Desember 20XB
Rp50.000 dan tahap 1 oleh Ibu Sukini sebesar Rp100.000.

Jurnal transaksi di atas adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

5 Januari 20XB Db. Kas 2.000.000

Kr. Dana Kebajikan 2.000.000

Ket: Penerimaan dari infak

1 Februari 20XB Db. Rekening Nasabah 5.000.000

Kr. Dana Kebajikan 5.000.000

Ket: Penerimaan dari sedekah

297
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

7 Maret 20XB Db. Rekening nasabah 100.000

Kr. Dana kebajikan 100.000

Ket: Penerimaan dari denda

13 April 20XB Db. Rekening nasabah 10.000.000

Kr. Dana kebajikan 10.000.000

Ket: Penerimaan dari sumbangan

30 April 20XB Db. Giro pada bank lain 250.000

Kr. Dana kebajikan 250.000

Ket: Penerimaan dari pendapatan non-halal

15 Mei 20XB Db. Dana kebajikan 10.000.000

Kr. Kas 10.000.000

Ket: Penyaluran untuk sumbangan

11 Juni 20XB Db. Dana kebajikan 5.000.000

Kr. Kas 5.000.000

Ket: Penyaluran untuk sumbangan

12 Agustus 20XB Db. Dana kebajikan 100.000

Kr. Kas 100.000

Ket: Penyaluran untuk pinjaman qardhul hasan

8 September 20XB Db. Kas 50.000

Kr. Dana kebajikan 50.000


Ket: Penerimaan dari pengembalian pinjaman
qardhul hasan
18 Oktober 20XB Db. Dana kebajikan 500.000

Kr. Kas 500.000

Ket: Penyaluran untuk pinjaman qardhul hasan

17 Desember 20XB Db. Kas 150.000

Kr. Dana kebajikan 150.000


Ket: Penerimaan dari pengembalian pinjaman
qardhul hasan

Laporan Dana Kebajikan


Berdasarkan transaksi Kasus 13.2, dapat dibuat laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan
untuk tahun 20XB yang dibandingkan dengan laporan tahun sebelumnya.

298
Akuntansi Transaksi Dana Zakat, Dana Kebajikan, dan Pinjaman Qardh

Bank Syariah Peduli


Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
Periode 1 Januari s/d 31 Desember 20X2 dan 20X1

Keterangan Tahun 20X2 Tahun 20X1

Sumber Dana Kebajikan


Rp 7.000.000 Rp 5.000.000
a. Infak dan Sedekah
Rp 100.000 Rp 3.000.000
b. Denda
Rp10.000.000 Rp 8.000.000
c. Sumbangan/hibah
Rp 250.000 Rp 2.000.000
d. Pendapatan non-halal
Rp17.350.000 Rp18.000.000
Total sumber dana

Penggunaan dana Kebajikan


(Rp 400.000) (Rp2.000.000)
a. Pinjaman Qardhul hasan
(Rp15.000.000) (Rp12.000.000)
b. Sumbangan
(Rp15.400.000) (Rp14.000.000)
Total Penggunaan

Kenaikan (penurunan) sumber atas penggunaan


Rp 1.950.000 Rp 4.000.000

Sumber dana Kebajikan pada awal tahun


Rp10.000.000 Rp 6.000.000

Sumber dana Kebajikan pada akhir tahun


Rp11.950.000 Rp10.000.000

Pengungkapan Dana Kebajikan

Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:


1. Sumber dana kebajikan.
2. Kebijakan penyaluran dana kebajikan kepada masing-masing penerima.
3. Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima dana kebajikan yaitu pihak
berelasi dan pihak ketiga.
4. Alasan terjadinya dan penggunaan atas penerimaan non-halal.

Pinjaman Qardh2

Definisi dan Penggunaan


Secara terminologi, qardh berarti menyerahkan harta kepada orang yang menggunakannya
untuk dikembalikan gantinya pada suatu saat. Qardh merupakan transaksi yang diperbolehkan

2
Dalam PSAK 101, istilah pinjaman qardh diganti dengan istilah dana kebajikan produktif. Menurut penulis,
penggantian istilah tersebut kuranglah tepat mengingat dalam praktiknya pinjaman yang diberikan tidak harus
dalam bentuk usaha produktif melainkan juga dalam pemenuhan kebutuhan dana non-produktif. Akan tetapi,
terdapat di dalamnya kesepakatan pengembalian dana tanpa adanya tambahan pendapatan yang disyaratkan di
muka. Dalam hal ini, istilah pinjaman qardh beserta hukum-hukum syar’i yang melekat pada qardh justru lebih tepat
untuk digunakan.

299
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

oleh syariah dengan menggunakan skema pinjam-meminjam. Akad qardh merupakan akad
yang memfasilitasi transaksi peminjaman sejumlah dana tanpa adanya pembebanan bunga atas
dana yang dipinjam oleh nasabah. Transaksi qardh pada dasarnya merupakan transaksi yang
bersifat sosial karena tidak diikuti dengan pengambilan keuntungan dari dana yang dipinjamkan.
Kendati demikian, transaksi ini juga bermanfaat bagi bank syariah untuk memfasilitasi berbagai
keperluan bank syariah dalam hal:
1. Pemenuhan tanggung jawab sosial bank syariah untuk membantu mengembangkan usaha
kecil mikro yang memerlukan dana tanpa bunga.
2. Menyalurkan dana sosial yang dihimpun oleh bank syariah baik dari sumber dana yang
sesuai dengan syariah seperti dana infak, sedekah, hibah, denda, dan lainnya maupun yang
tidak sesuai dengan syariah seperti bunga bank konvensional yang tidak dapat dihindari
terkait dengan pembukaan giro dan sebagainya di bank konvensional.
3. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya
yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek, ataupun nasabah
yang memerlukan dana cepat sedangkan ia tidak bisa menarik karena dananya tersimpan
di bank syariah dalam bentuk deposito (Antonio, 2001).
4. Sebagai skema khusus membantu pegawai bank syariah yang membutuhkan pinjaman
untuk kebutuhan yang bersifat insidental.
5. Pengambilalihan utang bank konvensional kepada bank syariah. Proses pengambilalihan
tersebut didahului dengan bank syariah memberikan dana qardh kepada nasabah. Dengan
dana qardh tersebut, nasabah melunasi utang konvensionalnya. Jaminan yang sudah jadi
milik nasabah kemudian dijual kepada bank syariah. Dengan hasil penjualan tersebut,
nasabah melunasi qardh kepada bank syariah. Selanjutnya, bank syariah menyewakan
aset yang telah dimilikinya tersebut kepada nasabah dengan akad al-Ijarah Muntahiya
Bittamlik. Kesemua akad dilakukan terpisah dan tidak ada mempersyaratkan satu dengan
yang lain.

Disarikan dalam PAPSI 2013 (h. 7.1), akad Qardh dalam Lembaga Keuangan Syariah
terdiri dari dua macam:
a. Akad Qardh yang berdiri sendiri untuk tujuan sosial semata sebagaimana dimaksud dalam
Fatwa DSN-MUI Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh, bukan sebagai sarana
atau kelengkapan bagi transaksi lain dalam produk yang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan;
b. Akad Qardh yang dilakukan sebagai sarana atau kelengkapan bagi transaksi lain yang
menggunakan akad-akad mu’awadhah (pertukaran dan dapat bersifat komersial) dalam
produk yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Penggunaan dana dari pihak
ketiga hanya diperbolehkan untuk tujuan komersial antara lain seperti produk Rahn Emas,
Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, Pengalihan Utang, Syariah
Charge Card, Syariah Card, dan Anjak Piutang.

300
Akuntansi Transaksi Dana Zakat, Dana Kebajikan, dan Pinjaman Qardh

Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah Transaksi


Pinjaman Qardh

Ketentuan Syar’i Transaksi Pinjaman Qardh


Disyariatkannya qardh mengacu pada Alquran dan Sunah, antara lain:

Q.S. Al-Baqarah: 245, “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang
baik (menafkahkan di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.”

Hadis riwayat Ibnu Hibban, “Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya
dua kali, maka ia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.”

Hadis riwayat Bukhari, “Berikan saja kepadanya. Sesungguhnya orang yang terbaik adalah
yang paling baik dalam mengembalikan utang.”
Ketentuan yang terkait dengan transaksi pinjaman qardh meliputi berbagai aspek antara lain:

a. Larangan mensyaratkan tambahan pengembalian atas suatu pinjaman


Dalam pinjaman qardh, tidak dibolehkan disyaratkan tambahan pengembalian atas pinjaman
tersebut. Q.S. Al-Baqarah 278-279 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”

Akan tetapi, asal tidak dipersyaratkan pada saat akad, orang yang meminjam boleh
saja mengembalikan lebih baik dari yang dipinjamnya (bahkan ini dianjurkan oleh rasul
kepada peminjam). Nabi pernah mengembalikan utang unta bakr dengan unta ruba’ie.
Hadis riwayat Bukhari yang artinya:

“Sesungguhnya orang yang terbaik adalah yang paling baik dalam mengembalikan
utang.”

b. Larangan menunda pembayaran pinjaman bagi orang yang mampu


Orang yang meminjam tidak dibolehkan menunda pembayarannya jika dalam keadaan mampu
membayar sebagaimana disebut dalam hadis riwayat Jama’ah yang artinya:
“Penundaan pembayaran oleh orang yang mampu adalah suatu kezaliman.”

301
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

c. Perintah meringankan beban orang yang kesulitan membayar pinjaman


Upaya meringankan beban orang yang kesulitan membayar pinjaman dapat dilakukan
dalam bentuk memberikan tangguh maupun menghapus pinjaman. Perintah Allah memberi
tangguh orang yang kesulitan membayar pinjaman terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah (2):
280 yang artinya:
“Dan jika ia dalam kesulitan, berilah tangguh sampai ia berkelapangan.”
Sedangkan menghapus pinjaman orang yang kesulitan membayar pinjaman adalah
didasarkan pada hadis Nabi Muhammad saw. riwayat Muslim yang artinya:
“Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan
kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia suka
menolong saudaranya.”

d. Pembolehan mengenakan biaya administrasi


Fatwa DSN membolehkan untuk pemberi pinjaman untuk membebankan biaya administrasi
kepada nasabah. (Fatwa Nomor 19 Tahun 2000). Dalam penetapan besarnya biaya
administrasi sehubungan dengan pemberian qardh, tidak boleh berdasarkan perhitungan
persentase dari jumlah dana qardh yang diberikan.

e. Pembolehan pengenaan sanksi pada peminjam yang mampu, tapi melalaikan


kewajibannya
Berdasarkan fatwa DSN nomor 19, disebutkan bahwa dalam hal nasabah tidak
menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan
karena ketidakmampuannya, bank syariah dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
Sanksi yang dijatuhkan dapat berupa pengadaan denda yang digunakan sebagai dana
kebajikan.

Rukun Transaksi Pinjaman Qardh


Rukun transaksi pinjaman qardh meliputi (a) transaktor, yaitu pemberi pinjaman (muqridh)
dan penerima pinjaman (muqtaridh); (b) objek qardh (mahall al-qardh) yang berupa uang atau
benda habis pakai; dan (c) ijab dan kabul yang merupakan pernyataan kehendak para pihak
yang bertransaksi.

a. Transaktor
Transaktor pada transaksi pinjaman qardh terdiri atas pemberi pinjaman (muqridh) dan
penerima pinjaman (muqtaridh). Sebagaimana pada transaksi lainnya, para pihak yang
terlibat dalam transaksi pinjaman qardh haruslah memenuhi prinsip syariah.

b. Objek qardh (mahall al-qardh)


Objek qardh atau biasa disebut mahall al-qardh dapat berupa uang atau benda habis
pakai. Uang yang digunakan sebagai objek qardh oleh bank syariah dibatasi sumbernya
dari (i) bagian modal bank; (ii) keuntungan bank yang disisihkan; dan (iii) lembaga lain
atau individu yang mempercayakan penyaluran infaknya kepada bank.

302
Akuntansi Transaksi Dana Zakat, Dana Kebajikan, dan Pinjaman Qardh

c. Ijab dan kabul


Ijab dan kabul dalam transaksi pinjaman qardh merupakan pernyataan dari kedua belah
pihak yang berkontrak, dengan cara penawaran dari pemberi pinjaman (bank syariah) dan
penerimaan yang dinyatakan oleh penerima pinjaman (nasabah). Pelafalan perjanjian dapat
dilakukan dengan lisan, isyarat (bagi yang tidak bisa bicara), tindakan maupun tulisan,
bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat dan menunjukkan keridhaan satu
pihak untuk meminjamkan sejumlah dana (objek qardh) dan pihak lain untuk menerima
dan melunasi pinjamannya.

Pengawasan Syariah Transaksi Pinjaman Qardh


DPS dalam menjalankan tugasnya menyatakan pendapat tentang kesesuaian operasional bank syariah
melakukan berbagai pengujian terkait transaksi pinjaman qardh. Pengujian tersebut antara lain:
a. meneliti apakah pembiayaan yang diberikan berdasarkan prinsip qardh tidak dipergunakan
untuk kegiatan yang bertentangan dengan prinsip syariah;
b. meneliti bahwa nasabah yang terkena sanksi denda adalah nasabah yang lalai, yaitu
nasabah yang mempunyai kemampuan secara ekonomi untuk membayar, namun sengaja
menunda pembayaran;
c. memastikan bahwa bank telah memberikan kelonggaran waktu yang cukup kepada
nasabah untuk melunasi kewajibannya dalam hal nasabah tersebut mengalami kesulitan
keuangan akibat penurunan usaha;
d. meneliti apakah pendapatan yang diterima bank dari nasabah atas pengenaan sanksi telah
diakui sebagai sumber dana kebajikan;
e. memastikan sumber dana yang digunakan untuk pembiayaan qardh konsumtif dan bersifat
sosial adalah bukan berasal dari dana investasi atau modal bank;
f. memastikan bahwa sumber dana yang digunakan untuk pembiayaan qardh dalam rangka
dana talangan nasabah adalah berasal dari modal bank.

Alur Transaksi Pinjaman Qardh


Transaki pinjaman qard dapat dilihat pada Figur 13.1. Alur transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

Figur 13.1 Alur Transaksi Pinjaman Qardh

1. Seleksi dan
Akad Qardh
Bank Syariah Nasabah
sebagai penerima
pemberi pinjaman
pinjaman 2. menyerahkan dana qardh qardh
qardh

3. mengembalikan dana qardh


sebesar yang dipinjam

303
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Pertama, bank syariah melakukan evaluasi dan seleksi terhadap kelayakan nasabah
menerima pinjaman qardh. Evaluasi dan seleksi lebih dilihat pada aspek kesesuaian
nasabah dengan kriteria yang ditetapkan bagi penerima dana qardh yang bersifat sosial.
Selanjutnya kedua belah pihak menyepakati akad qardh.

Kedua, setelah akad qardh disepakati, bank syariah selanjutnya menyerahkan dana qardh
sesuai dengan yang disepakati.

Ketiga, nasabah melakukan pengembalian pinjaman qardh sebesar yang dipinjam, baik
secara langsung keseluruhan maupun angsuran.

Cakupan Standar Akuntansi Pinjaman Qardh


Menurut PAPSI 2013 (h.7.2) tentang pinjaman qardh, disebutkan bahwa pinjaman qardh diakui
sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya. Menurut PAPSI 2013, pendapatan
yang berasal dari biaya administrasi dalam pinjaman Qardh yang dananya berasal dari dana
pihak ketiga akan dibagi-hasilkan, sedangkan untuk pinjaman Qardh yang dananya berasal
dari modal Bank tidak dibagi-hasilkan. Ujrah dari akad ijarah atau akad lain yang dilakukan
bersamaan dengan pemberian pinjaman Qardh (untuk rahn, talangan haji, dan pengalihan
utang) yang dananya berasal dari dana pihak ketiga maka pendapatan yang diperoleh akan
dibagi-hasilkan, sedangkan apabila dananya berasal selain dari dana pihak ketiga pendapatan
yang diperoleh tidak dibagi-hasilkan. Dalam hal nasabah mengalami tunggakan pembayaran
angsuran, Bank membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk pinjaman Qardh
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PSAK yang terkait. Pengenaan biaya administrasi
diakui sebagai pendapatan operasi lainnya. Sekiranya bank syariah menerima imbalan yang
tidak dipersyaratkan sebelumnya, maka imbalan tersebut diakui sebagai pendapatan operasi
lainnya sebesar jumlah yang diterima.

Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Pinjaman Qardh


Bagian ini secara khusus akan membahas transaksi pinjaman qardh dengan menggunakan dana
intern (ekuitas) bank syariah. Berikut akan disajikan suatu kasus dengan menggunakan skema
pinjaman qardh dengan sumber dana intern bank.

Kasus 13.3 Pinjaman Qardh dengan Sumber Dana Intern

Bapak Hartanto, yang bekerja pada sebuah bank syariah meminjam kepada bank syariah
tersebut dengan skema qardh untuk membayar uang masuk sekolah anaknya di Perguruan
Tinggi. Pinjaman qardh ini menggunakan dana intern bank. Informasi terkait akad yang
disepakati adalah sebagai berikut.
Jumlah pinjaman : Rp1.000.000
Lama pinjaman : 4 bulan
Biaya administrasi : Rp10.000

304
Akuntansi Transaksi Dana Zakat, Dana Kebajikan, dan Pinjaman Qardh

Teknis Perhitungan Pinjaman Qardh


Dalam transaksi pinjaman qardh, terdapat beberapa perhitungan yang harus dilakukan oleh
bank syariah, yaitu:

a. Perhitungan angsuran per bulan:


Total Piutang Neto
Angsuran per bulan =
Jumlah Bulan Pelunasan

Rp1.000.000
Angsuran per bulan =
4

Angsuran per bulan = Rp250.000

b. Perhitungan biaya administrasi


Biaya administrasi yang dibebankan kepada nasabah dapat dihitung dengan menggunakan
persentase tertentu dari besar pinjaman. Biaya administrasi dipungut untuk menutup
beban yang dikeluarkan bank syariah untuk administrasi pembiayaan. Biaya administrasi
langsung dipungut bank pada saat akad disepakati. Dalam hal ini, bank syariah
menerapkan kebijakan biaya administrasi sebesar 1% dari pinjaman. Dengan demikian
biaya administrasi adalah sebagai berikut.
Biaya administrasi = n% × besar pinjaman
= 1% × Rp1.000.000
= Rp10.000

Penjurnalan Transaksi Pinjaman Qardh

a. Saat akad disepakati


Pada saat akad disepakati, terdapat beberapa transaksi yang harus diakui oleh bank
syariah. Transaksi tersebut adalah (1) transaksi penyerahan dana pinjaman qardh kepada
nasabah dan (2) transaksi penerimaan biaya administrasi pinjaman.
Misalkan, pada tanggal 20 Agustus 20XA, bank syariah menyetujui pinjaman qardh Bapak
Hartanto dan langsung memasukkannya dalam rekening tabungan atas nama Bapak
Hartanto. Pada hari yang sama bank syariah langsung memotong biaya administrasi atas
transaksi pinjaman qardh.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

20/08/07 Db Pinjaman qardh 1.000.000

Kr. Rekening nasabah—Bpk Hartanto 1.000.000

20/08/07 Db. Rekening nasabah—Bpk Hartanto 10.000

Kr. Pendapatan administrasi 10.000

305
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

b. Saat pembayaran angsuran


Pembayaran angsuran qardh umumnya dilakukan setiap bulan, mulai bulan berikut setelah
transaksi pinjaman qardh dilakukan. Pengakuan angsuran dilakukan setelah bank syariah
mendebit rekening milik nasabah pinjaman qardh. Pada saat mendebit rekening nasabah
pada tanggal jatuh tempo angsuran, bank syariah bisa dihadapkan pada tiga macam
situasi, yaitu (i) terdapat dana yang cukup untuk membayar angsuran; (ii) tidak terdapat
dana sama sekali yang dapat didebit; dan (iii) terdapat dana yang terbatas sehingga hanya
dapat mendebit sebagian dari jumlah angsuran.
i. Terdapat dana yang cukup untuk membayar angsuran
Apabila pada tanggal 20 September 20XA (tanggal jatuh tempo angsuran pertama)
bank syariah mendapati rekening nasabah memiliki saldo dana yang cukup untuk
pembayaran angsuran, maka jurnal pendebitan rekening untuk pembayaran angsuran
pinjaman qardh adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

20/09/07 Db Rekening nasabah – Bpk Hartanto 250.000

Kr. Pinjaman qardh 250.000

Mengingat pada transaksi qardh jumlah pinjaman yang diterima adalah sama dengan
jumlah yang dibayarkan, maka angsuran yang dibayarkan tidak mengandung unsur
pendapatan sama sekali. Hal ini berbeda halnya dengan angsuran pada transaksi jual
beli yang mengandung unsur margin.

ii. Tidak terdapat dana sama sekali yang dapat didebit


Apabila pada tanggal 20 Oktober 20XA (tanggal jatuh tempo angsuran kedua) tidak
terdapat dana sama sekali yang dapat didebit untuk pembayaran angsuran. Barulah
pada tanggal 5 November 20XA, Bapak Hartanto memasukkan sejumlah dana
sehingga memungkinkan bank syariah untuk mendebit rekening sebesar angsuran yang
jatuh tempo. Jurnal atas transaksi 20 Oktober dan 5 November tersebut adalah sebagai
berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

20/10/07 Db Pinjaman qardh jatuh tempo 250.000

Kr. Pinjaman qardh 250.000

5/11/07 Db Rekening nasabah— Bpk Hartanto 250.000

Kr. Pinjaman qardh jatuh tempo 250.000

iii. Terdapat dana yang terbatas sehingga hanya dapat mendebit sebagian dari jumlah
angsuran
Apabila pada tanggal 20 November 20XA (tanggal jatuh tempo angsuran ketiga) terdapat
dana yang terbatas sehingga bank syariah hanya dapat mendebit sebesar Rp150.000.
Pendebitan berikut baru dapat dilakukan pada tanggal 10 Desember 20XA, setelah Bapak

306
Akuntansi Transaksi Dana Zakat, Dana Kebajikan, dan Pinjaman Qardh

Hartanto memasukkan sejumlah dana sehingga memungkinkan bank syariah untuk


mendebit sisa angsuran yang belum didebit rekening oleh bank. Jurnal atas transaksi 20
November dan 10 Desember tersebut adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

20/11/07 Db. Rekening nasabah – Bapak Hartanto 150.000

Db Pinjaman qardh jatuh tempo 100.000

Kr. Pinjaman qardh 250.000

10/12/07 Db Rekening nasabah – Bapak Hartanto 100.000

Kr. Pinjaman qardh jatuh tempo 100.000

c. Saat penerimaan imbalan


Misalkan pada tanggal 20 Desember 20XA (waktu pembayaran angsuran terakhir) yang
juga merupakan waktu akhir periode pinjaman qardh, Bapak Hartanto, di samping
membayar cicilannya yang terakhir, sebagai rasa terima kasihnya kepada bank syariah
yang telah memberi pinjaman qardh untuk pembayaran uang kuliah anaknya, memberikan
imbalan sebesar Rp25.000 kepada bank syariah. Penyerahan cicilan dan imbalan dilakukan
secara langsung tanpa melalui debit rekening. Jurnal transaksi pada tanggal 20 Desember
tersebut adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


20/12/07 Db. Kas 275.000
Kr. Pinjaman qardh 250.000
Kr. Pendapatan operasi lainnya 25.000

d. Pembentukan Cadangan Kerugian Pinjaman Qardh


Misalkan pada pertengahan bulan Desember 2007, Bpk Hartanto melaporkan dirinya
mengalami musibah sehingga diperkirakan tidak mampu membayar cicilan terakhirnya.
Untuk itu dibentuk cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan-pinjaman qardh
dengan jurnal sebagai berikut:

Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


Db. Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan - pinjaman qardh 250.000
Kr. Cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan - pinjaman qardh 250.000

Penyajian Pinjaman Qardh


Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 7.2) disebutkan bahwa:
1. Pinjaman Qardh yang bersumber dari intern Bank dan dana pihak ketiga disajikan pada
pos pinjaman Qardh.

307
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

2. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai pinjaman Qardh disajikan sebagai pos lawan (contra
account) pinjaman Qardh.

Pengungkapan Pinjaman Qardh


erdasarkan PAPSI 2013 (h. 7.2) disebutkan bahwa:
B
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
1. Rincian jumlah pinjaman qardh berdasarkan sumber dana, jenis penggunaan dan sektor
ekonomi.
2. Jumlah pinjaman qardh yang diberikan kepada pihak yang berelasi.
3. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko pinjaman qardh.
4. Ikhtisar pinjaman qardh yang dihapus buku yang menunjukkan saldo awal, penghapusan
selama tahun berjalan, penerimaan atas pinjaman qardh yang telah dihapusbukukan dan
pinjaman qardh yang telah dihapus tagih dan saldo akhir pinjaman qardh yang dihapus
buku.

308
Akuntansi Transaksi Dana Zakat, Dana Kebajikan, dan Pinjaman Qardh

Referensi

Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Jakarta: Tazkia Cendekia.
Bank Indonesia. 2013. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Dewan Syariah Nasional-MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Edisi 2. Jakarta: DSN-
MUI dan Bank Indonesia.
DSAK IAI. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah. Jakarta: IAI.
DSAK IAI. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. Jakarta: IAI.
Harahap, Sofyan S., Wiroso, Yusuf, M. 2004. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE USAKTI.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2005. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: IAI.
Wiyono, Slamet. 2005. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah berdasarkan PSAK dan
PAPSI. Jakarta, Grasindo.

Soal-Soal Latihan

A. Soal Teori
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan dana kebajikan.
2. Jelaskan berbagai keperluan bank syariah yang dapat difasilitasi dengan menggunakan
skema pinjaman qardh dan identifikasilah transaksi tersebut di salah satu laporan keuangan
bank syariah yang ada.
3. Dari mana sajakah sumber dana kebajikan diperoleh dan bisa digunakan untuk apa sajakah
dana kebajikan?
4. Dari mana sajakah sumber dana ZIS diperoleh dan bisa digunakan untuk apa sajakah dana
Zakat?
5. Jelaskan ketentuan syar’i terkait dengan pinjaman qardh.
6. Perhatikan dan screen shoot-lah aspek penyajian dan pengungkapan yang berkaitan dengan
transaksi dana zakat, dana kebajikan, dan pinjaman qardh di laporan keuangan di salah
satu bank syariah. Analisislah tingkat kesesuaian praktiknya dengan PAPSI 2013.

B. Soal Kasus
Kasus 1
Pada awal bulan Juli 20XB, Bapak Hari, yang berprofesi sebagai tukang sapu jalan, meminjam
kepada bank syariah dengan skema qardh untuk membayar uang masuk sekolah anaknya di
SMA. Informasi terkait akad yang disepakati adalah sebagai berikut:

309
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Jumlah pinjaman : Rp2.000.000


Lama pinjaman : 4 bulan
Biaya administrasi : Rp10.000
Buatlah jurnal untuk transaksi berikut
1. Tanggal 7 Juli 20XB, Bank syariah menyetujui pinjaman qardh Bpk Hari dan langsung
memasukkannya dalam rekening tabungan atas nama Bpk Hari. Pada hari yang sama bank
syariah langsung memotong biaya administrasi atas transaksi pinjaman qardh.
2. Tanggal 7 Agustus 20XB (tanggal jatuh tempo cicilan pertama) bank syariah mendapati
rekening nasabah memiliki saldo dana yang cukup untuk pembayaran cicilan, maka jurnal
pendebitan rekening untuk pembayaran cicilan pinjaman qardh adalah sebagai berikut:
3. Tanggal 7 September 20XB (tanggal jatuh tempo cicilan kedua) Bapak Hari belum memiliki
uang di rekeningnya untuk membayar cicilan.
4. Tanggal 20 September 20XB, setelah Bapak Hari mengisi rekeningnya, bank syariah untuk
mendebit rekening sebesar cicilan tahap kedua yang jatuh tempo.
5. Pada tanggal 7 Oktober 20XB (tanggal jatuh tempo cicilan ketiga) terdapat dana yang
terbatas sehingga bank syariah hanya mendebit sebesar Rp200.000.
6. Pada tanggal 15 Oktober 20XB, Bpk Hari memasukkan sejumlah dana sehingga
memungkinkan bank syariah untuk mendebit sisa cicilan yang belum didebit rekening oleh
bank.
7. Tanggal 7 November 20XB (waktu pembayaran cicilan terakhir) yang juga merupakan
waktu akhir periode pinjaman qardh, Bpk Hari, di samping membayar cicilannya yang
terakhir, sebagai rasa terima kasihnya kepada bank syariah yang telah memberi pinjaman
qardh untuk pembayaran uang sekolah anaknya, memberikan imbalan sebesar Rp20.000
kepada bank syariah. Penyerahan cicilan dilakukan via debit rekening sedangkan dan
imbalan dilakukan secara langsung tanpa melalui debit rekening. Jurnal transaksi pada
tanggal 20 Desember tersebut adalah sebagai berikut.

Kasus 2
Saldo dana zakat Bank Syariah Peduli tahun 20XB adalah sebesar Rp15.000.000. Berikut adalah
transaksi yang terkait dengan dana zakat pada Bank Syariah Peduli selama tahun 20XB:

25 Januari 20XB diterima zakat dari Bpk Tono secara tunai Rp2.000.000.

16 Maret 20XB diterima zakat dari Bpk Umar secara tunai untuk korban bencana gempa
Bantul sebesar Rp10.000.000.
19 April 20XB disalurkan dana zakat untuk masyarakat miskin sebesar Rp11.000.000.

18 Mei 20XB diterima zakat Bank Syariah Peduli atas perniagaan selama tahun 20XB
sebesar Rp45.000.000.
29 Juli 20XB diterima via rekening sedekah dari jamaah pengajian FE UMY untuk zakat
sebesar Rp13.000.000.

310
Akuntansi Transaksi Dana Zakat, Dana Kebajikan, dan Pinjaman Qardh

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................

Dana Qardh Dana Zakat

3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Jawaban Soal Kasus


Kasus 1
1. Tanggal 7 Juli 20XB, Bank syariah menyetujui pinjaman qardh Bpk Hari dan langsung
memasukkannya dalam rekening tabungan atas nama Bpk Hari. Pada hari yang sama bank
syariah langsung memotong biaya administrasi atas transaksi pinjaman qardh.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

311
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

2. Tanggal 7 Agustus 20XB (tanggal jatuh tempo cicilan pertama) bank syariah mendapati
rekening nasabah memiliki saldo dana yang cukup untuk pembayaran cicilan, maka jurnal
pendebitan rekening untuk pembayaran cicilan pinjaman qardh adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

3. Tanggal 7 September 20XB (tanggal jatuh tempo cicilan kedua) Bapak Hari belum memiliki
uang di rekeningnya untuk membayar cicilan.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

4. Tanggal 20 September 20XB, setelah Bapak Hari mengisi rekeningnya, bank syariah untuk
mendebit rekening sebesar cicilan tahap kedua yang jatuh tempo.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

5. Pada tanggal 7 Oktober 20XB (tanggal jatuh tempo cicilan ketiga) terdapat dana yang
terbatas sehingga bank syariah hanya mendebit sebesar Rp 200.000.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

312
Akuntansi Transaksi Dana Zakat, Dana Kebajikan, dan Pinjaman Qardh

6. Pada tanggal 15 Oktober 20XB, Bpk Hari memasukkan sejumlah dana sehingga
memungkinkan bank syariah untuk mendebit sisa cicilan yang belum didebit rekening oleh
bank.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

7. Tanggal 7 November 20XB (waktu pembayaran cicilan terakhir) yang juga merupakan
waktu akhir periode pinjaman qardh, Bpk Hari, di samping membayar cicilannya yang
terakhir, sebagai rasa terima kasihnya kepada bank syariah yang telah memberi pinjaman
qardh untuk pembayaran uang kuliah anaknya, memberikan imbalan sebesar Rp 20.000
kepada bank syariah. Penyerahan cicilan dilakukan via debit rekening sedangkan dan
imbalan dilakukan secara langsung tanpa melalui debit rekening. Jurnal transaksi pada
tanggal 20 Desember tersebut adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Kasus 2

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

313
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

314
AKUNTANSI KAS,
PENEMPATAN PADA
BANK INDONESIA,
KLIRING, DAN PAJAK
14

Pendahuluan

Bab 14 ini akan membahas secara khusus akuntansi untuk transaksi kas,
penempatan pada Bank Indonesia dan bank lain, serta pembayaran pajak.
Pembahasan diawali dengan pengenalan transaksi yang berpengaruh pada
kas dan dilanjutkan dengan alternatif mekanisme pengelolaan dana kas kecil.
Pembahasan kemudian dilanjutkan dengan akuntansi transaksi penempatan
pada Bank Indonesia dan bank lain serta pembayaran pajak. Setelah membaca
bab ini, mahasiswa diharapkan memiliki pemahaman dan praktik yang baik
tentang akuntansi kas, penempatan pada Bank Indonesia dan bank lain,
serta pembayaran pajak. Penguasaan teori dan praktik terkait pengakuan
dan pengukuran transaksi ini sangat penting untuk dikuasai karena banyak
digunakan dalam praktik perbankan.

315
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Akuntansi Kas

Kas adalah mata uang kertas dan logam baik dalam valuta rupiah maupun valuta asing yang
masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Perubahan posisi saldo kas di bank dapat
disebabkan oleh beberapa hal berikut.
a. Penyetoran dan penarikan tunai oleh nasabah,
b. Penyetoran kepada Bank Indonesia atau penarikan dari rekening bank yang bersangkutan
di Bank Indonesia,
c. Penggunaan untuk transaksi internal bank seperti untuk dana kas kecil, pembayaran biaya-
biaya operasional, biaya gaji, dan sebagainya.

Akuntansi kas senantiasa terkait dengan beberapa jenis transaksi di atas. Berikut ini
akan dibahas akuntansi kas untuk transaksi internal bank syariah. Transaksi penyetoran
dan penarikan tunai oleh nasabah dapat dilihat secara detail di Bab 6 tentang akuntansi
penghimpunan dana. Adapun transaksi penyetoran kepada Bank Indonesia atau penarikan
dari rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia akan dibahas pada Sub-bab Giro
Pada Bank Indonesia di bab ini.
Transaksi internal bank syariah dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu tanpa menggunakan
kas kecil dan dengan menggunakan kas kecil. Untuk transaksi tanpa menggunakan kas kecil,
bank biasanya melakukan pembayaran via rekening. Adapun transaksi dengan menggunakan
kas kecil biasanya dilakukan untuk transaksi yang nilai rupiahnya relatif kecil, antara lain untuk
pembayaran konsumsi, biaya transpor, biaya langganan koran atau majalah, dan biaya listrik
atau air. Akuntansi kas kecil pada bank dapat menggunakan sistem dana tetap (imprest fund
system) maupun sistem dana berfluktuatif (fluctuating system).
Transaksi dana kas kecil dengan sistem dana tetap meliputi pembentukan dana kas
kecil, pemakaian dana kas kecil, dan pengisian dana kas kecil. Dalam sistem ini, pada saat
pembentukan dana kas kecil, bank akan mendebit dana kas kecil dan selanjutnya pemakaian
kas kecil tidak dijurnal, tapi hanya diarsip sehingga saldo dana kas kecil akan tetap. Yang
berubah adalah komposisi kasnya, karena komposisi kasnya terdiri atas uang tunai dan arsip
yang bernilai untuk ditukarkan pada saat pengisian kembali. Jumlah uang berkurang, tetapi
bukti pemakaiannya bertambah. Pada saat pengisian kembali, bank akan mendebit biaya-biaya
yang telah dikeluarkan dan mengkredit rekening kasnya.
Adapun pada akuntansi kas kecil dengan sistem dana berfluktuasi, pada saat pengisian kas
kecil, bank akan mendebit dana kas kecil dan mengkredit rekening kas. Pada saat pemakaian
kas kecil akan didebit biaya-biaya atau utang yang terjadi dan mengkredit dana kas kecil. Pada
pada saat pengisian kembali mendebit rekening dana kas kecil dan mengkredit rekening kas.
Kasus berikut adalah ilustrasi transaksi kas kecil Bank Peduli Syariah.

316
Akuntansi Kas, Penempatan pada Bank Indonesia, Kliring, dan Pajak

Kasus 14.1 Transaksi Kas Kecil

1 Maret 20XA dibentuk dana kas kecil sebesar Rp 500.000


3 Maret 20XA dibayar biaya konsumsi rapat 40.000
7 Maret 20XA dibayar biaya bahan bakar mobil kantor 60.000
10 Maret 20XA dibayar biaya asuransi cash in save 50.000
11 Maret 20XA dibayar biaya asuransi cash in transit 20.000
15 Maret 20XA dibayar biaya langganan koran dan majalah 40.000
23 Maret 20XA dibayar biaya listrik bulan terakhir 120.000
26 Maret 20XA dibayar biaya air bulan terakhir 100.000
27 Maret 20XA dibayar biaya service kendaraan kantor 50.000
31 Maret 20XA kas kecil diisi kembali

Jurnal bila menggunakan sistem dana tetap (imprest fund system) adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

1 Maret XA Db. Dana kas kecil 500.000

Kr. Kas 500.000

31 Maret XA Db. Beban konsumsi rapat 40.000

Db. Beban bahan bakar 60.000

Db. Beban asuransi cash in save 50.000

Db. Beban asuransi cash in transit 20.000

Db. Beban koran dan majalah 40.000

Db. Beban listrik 120.000

Db. Beban air 100.000

Db. Beban service kendaraan 50.000

Kr. Kas 480.000

Jurnal bila menggunakan sistem dana berfluktuasi (fluctuating system) adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01 Maret XA Db. Dana kas kecil 500.000

Kr. Kas 500.000

03 Maret XA Db.Biaya konsumsi rapat 40.000

Kr. Dana kas kecil 40.000

07 Maret XA Db.Biaya bahan bakar 60.000

Kr. Dana kas kecil 60.000

11 Maret XA Db.Biaya asuransi cash in save 50.000

Kr. Dana kas kecil 50.000

317
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

11 Maret XA Db.Biaya asuransi cash in transit 20.000

Kr. Dana kas kecil 20.000

15 Maret XA Db.Biaya koran dan majalah 40.000

Kr. Dana kas kecil 40.000

23 Maret XA Db.Biaya listrik 120.000

Kr. Dana kas kecil 120.000

26 Maret XA Db. Biaya air 100.000

Kr. Dana kas kecil 100.000

27 Maret XA Db. Biaya service kendaraan 50.000

Kr. Dana kas kecil 50.000

31 Maret XA Db. Dana Kas Kecil 480.000

Kr. Kas 480.000

Akuntansi Kas untuk Penyetoran dan Penarikan oleh Nasabah Melalui Teller
Variasi transaksi penyetoran dan penarikan oleh nasabah melalui teller didasarkan pada lokasi.
Berikut akan ditunjukkan bentuk jurnal pada masing-masing lokasi transaksi:

Transaksi Setoran Kas di Cabang Sendiri


Transaksi setoran cabang sendiri adalah transaksi dimana seorang nasabah memasukkan uang
untuk rekening yang berasal dari kantor cabang tempat uang itu dimasukkan.
Misalkan pada tanggal 2 Agustus 20X9 Ibu Yanti nasabah Bank Syariah Mandiri
cabang Pekanbaru, melakukan setoran tunai di kantor cabang Pekanbaru ke rekeningnya
sebesar Rp250.000.

Jurnal di kantor cabang tempat transaksi (cabang Pekanbaru)

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

2 Agt X9 Db. Kas 250.000

Kr. Rekening Nasabah—Yanti 250.000

Transaksi Penarikan Kas di Cabang Sendiri


Transaksi penarikan di cabang sendiri adalah transaksi dimana seorang nasabah menarik uang
dari rekening yang berasal dari kantor cabang tempat uang itu ditarik.
Misalkan pada tanggal 4 Agustus 20X9 Ibu Yanti nasabah Bank Syariah Mandiri
cabang Pekanbaru, melakukan penarikan tunai uangnya di kantor cabang Pekanbaru
sebesar Rp100.000.

318
Akuntansi Kas, Penempatan pada Bank Indonesia, Kliring, dan Pajak

Jurnal di kantor cabang tempat transaksi penarikan (cabang Pekanbaru)

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

4 Agustus 20X9 Db. Rekening nasabah—Yanti 100.000

Kr. Kas 100.000

Transaksi Setoran Kas ke Cabang Lain


Transaksi setoran cabang lain adalah transaksi dimana seorang nasabah memasukkan uang
di suatu kantor cabang untuk rekening yang berasal dari kantor cabang lain pada bank yang
sama.
Misalkan pada tanggal 7 Agustus 20X9 Ibu Yanti melakukan setoran tunai di kantor BSM
cabang Pekanbaru ke rekening BSM atas nama Syaza di Yogyakarta sebesar Rp150.000. Maka
jurnalnya adalah sebagai berikut:

Jurnal di kantor cabang tempat transaksi penyetoran (cabang Pekanbaru)

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

07 Agustus 20X9 Db. Kas 150.000

Kr. RAK cabang Yogyakarta 150.000

Jurnal di kantor cabang pemilik rekening (cabang Yogyakarta)

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

07 Agustus 20X9 Db. RAK cabang Pekanbaru 150.000

Kr. Rekening nasabah - Syaza 150.000

Transaksi Penarikan Kas di Cabang Lain


Transaksi penarikan di cabang lain adalah transaksi dimana seorang nasabah menarik uangnya
di suatu kantor cabang melalui kantor cabang lain pada bank yang sama.
Misalkan pada tanggal 10 Agustus 20X9 Ibu Yanti nasabah Bank Syariah Mandiri cabang
Pekanbaru, melakukan penarikan di Bank syariah Mandiri cabang Padang sebesar Rp50.000.
Maka jurnalnya adalah sebagai berikut.
Jurnal di kantor cabang tempat transaksi penarikan (Cabang Padang)

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10 Agustus 20X9 Db. RAK cabang Pekanbaru 50.000

Kr. Kas 50.000

319
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Jurnal di kantor cabang pemilik rekening (Cabang Pekanbaru)

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

10 Agustus 20X9 Db. Rekening nasabah—Yanti 50.000

Kr. RAK cabang Padang 50.000

Akuntansi Kas melalui Automatic Teller Machine (ATM)


Transaksi kas melalui ATM meliputi (1) transaksi pengisian kas ATM (2) Penarikan oleh
nasabah cabang pemilik ATM dan (3) Penarikan oleh nasabah cabang lain

Pengisian Kas ATM


Transaksi pengisian kas ATM merupakan transaksi bank mengisi kas yang terdapat dalam
ATM.
Misalkan pada tanggal 12 Agustus 20X9 BSM cabang Jakarta melakukan pengisian
ATMnya sebesar Rp100.000.000. Maka jurnalnya adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

12 Agustus 20X9 Db. Kas – ATM 100.000..000

Kr. Kas 100.000.000

Penarikan Kas oleh Nasabah Cabang Pemilik ATM


Transaksi penarikan oleh nasabah cabang pemilik kas ATM merupakan transaksi saat nasabah
menarik dananya di bank melalui ATM.
Misalkan pada tanggal 15 Agustus 20X9, Bapak Edi nasabah Bank Syariah Mandiri (BSM)
cabang Jakarta menarik dananya melalui ATM BSM cabang Jakarta sebesar Rp500.000. Maka
jurnalnya adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

15 Agustus 20X9 Db. Rekening nasabah—Edi 500.000

Kr. Kas—ATM 500.000

Penarikan Kas Bukan oleh Nasabah Cabang Pemilik ATM


Transaksi penarikan bukan oleh nasabah cabang pemilik kas ATM merupakan transaksi saat
adanya nasabah dari cabang lain yang menarik dananya di bank melalui ATM.
Misalkan pada tanggal 15 Agustus 20X9, Ibu Desmiati nasabah BSM cabang Padang
menarik dananya melalui ATM BSM cabang Jakarta sebesar Rp300.000. Maka jurnalnya
adalah sebagai berikut:

320
Akuntansi Kas, Penempatan pada Bank Indonesia, Kliring, dan Pajak

Jurnal di kantor cabang tempat transaksi penarikan ATM (cabang Jakarta)

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

15 Agustus 20X9 Db. RAK cabang Padang 300. 000

Kr. Kas—ATM 300.000

Jurnal di kantor cabang asal rekening yang ditarik (cabang Padang)

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

15 Agustus 20X9 Db. Rekening nasabah - Desmiati 300. 000

Kr. RAK cabang Jakarta 300.000

Kas ATM merupakan pos tersendiri untuk memudahkan identifikasi transaksi. Pengisian
ATM dilakukan apabila stok kas pada mesin sudah melewati titik minimal. jurnal pada ATM
dilakukan otomatis oleh sistem.

Akuntansi Penempatan pada Bank Indonesia dan Kliring

Penempatan pada Bank Indonesia


Penempatan pada Bank Indonesia dilakukan dalam bentuk Giro dan Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia. Giro Bank Indonesia merupakan rekening giro milik bank komersial dalam valuta
asing maupun valuta rupiah di Bank Indonesia. Dengan giro Bank Indonesia, bank dapat
membiayai transaksi antarcabang maupun antarbank melalui penyelesaian kliring. Mutasi
giro Bank Indonesia makin sering dilakukan bila transaksi antarbank atau antarcabang makin
banyak. Transaksi tersebut dibatasi oleh Bank Indonesia tidak boleh sampai mengakibatkan
ketentuan jumlah giro wajib minimum tidak tercapai.

Kasus 14.2 Transaksi Penempatan pada Bank Indonesia

Tanggal 1 Agustus 20XA, Bank Murni Syariah cabang Padang menyetor tunai untuk giro di
Bank Indonesia sebesar Rp1 miliar.
Tanggal 10 Agustus 20XA, Bank Murni Syariah cabang Padang mengambil dana di Bank
Indonesia sebesar Rp400 juta.

Jurnal kedua transaksi di atas adalah:

321
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01 Agustus 20XA Db. Giro pada Bank Indonesia 1.000.000.000

Kr. Kas 1.000.000.000

10 Agustus 20XA Db. Kas 400.000.000

Kr. Giro pada Bank Indonesia 400.000.000

entuk lain penempatan dana bank syariah pada Bank Indonesia adalah dalam bentuk
B
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Syariah yang merupakan instrumen pengganti atas Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Baik SBI Syariah maupun SWBI merupakan sarana penitipan
dana jangka pendek oleh bank syariah yang mengalami kelebihan likuiditas. SBI syariah
menggunakan skema jualah dengan kebijakan return saat ini mengacu pada SBI konvensional.
Sebagai alternatif terhadap acuan pada SBI konvensional, beberapa pakar ekonomi Islam di
Indonesia cenderung mengusulkan kebijakan return yang mengacu pada rata-rata return seluruh
bank syariah yang ada di Indonesia. Dengan demikian, perkembangan bank syariah akan
tetap seiring dengan perkembangan ekonomi riil masyarakat dan konsisten dengan prinsip the
existence of underlying transaction pada setiap keuntungan yang diperoleh.

Kasus 14.3 Transaksi Penempatan pada SBI Syariah/FASBIS

• Tanggal 1 September 20X9 Bank Murni Syariah menempatkan dana sebesar


Rp3.000.000.000 di SBI Syariah dengan masa penempatan 3 bulan.
• Tanggal 5 September 20X9 Bank Murni Syariah menempatkan dana sebesar
Rp500.000.000 di FASBIS dengan masa penempatan 1 bulan.
• Tanggal 5 Oktober 20X9, bank mencarirkan FASBIS yang dimasukkan tanggal 5
September.
• Tanggal 1 Desember 20X9, bank mencairkan SBI syariah yang pernah dimasukkan
tanggal 1 September 20X9.

Jurnal transaksi di atas adalah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01 September 20X9 Db. SBI syariah 3.000.000.000

Kr. Giro pada Bank Indonesia 3.000.000.000

05 September 20X9 Db. FASBIS 500.000.000

Kr. Giro pada Bank Indonesia 500.000.000

05 oktober 20X9 Db. Giro pada Bank Indonesia 500.000.000

Kr. FASBIS 500.000.000

01 Desember 20X9 Db. Giro pada Bank Indonesia 3.000.000.000

Kr. FASBIS 3.000.000.000

Catatan: SBI syariah maupun FASBIS hanya bisa dilakukan atas pendebitan atau pengkreditan rekening giro bank di BI.

322
Akuntansi Kas, Penempatan pada Bank Indonesia, Kliring, dan Pajak

Kliring
Kliring merupakan sarana atau cara perhitungan utang-piutang dalam bentuk surat berharga
atau surat dagang dari suatu bank peserta yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia atau pihak
lain yang ditunjuk. Untuk mengikuti kliring, Bank komersial harus terlebih dahulu terdaftar
sebagai peserta kliring pada penyelenggara kliring, yaitu Bank Indonesia. Dalam kegiatan
kliring, digunakan warkat, dokumen, dan formulir kliring. Warkat adalah alat pembayaran
bukan tunai yang diperhitungkan atas beban atau untuk rekening nasabah atau bank melalui
kliring. Beberapa bentuk warkat adalah cek, bilyet giro, wesel bank untuk transfer, surat bukti
penerimaan transfer, surat bukti penerimaan transfer, nota debit, dan nota kredit. Dokumen
kliring adalah dokumen yang berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring
ditempat penyelenggara. Dokumen kliring yang digunakan adalah daftar warkat kliring
penyerahan/pengembalian yang disediakan oleh masing-masing-masing peserta. Formulir
kliring adalah formulir yang digunakan untuk proses perhitungan kliring meliputi neraca kliring
penyerahan dan pengembalian yang disediakan oleh penyelenggara kliring, neraca kliring
penyerahan, dan pengembalian yang disediakan peserta kliring dan bilyet saldo kliring yang
disediakan oleh peserta. Berikut disajikan ilustrasi penarikan dan penyetoran kliring.

Kasus 14.4 Transaksi Kliring

• Tanggal 5 Juli 20XA, Bank Murni Syariah menerima tagihan dari Bank Peduli Syariah
sebesar Rp200.000.000 untuk beban Bapak Rahmad.
• Tanggal 6 Juli 20XA, Bank Murni Syariah menyerahkan warkat kliring ke Bank
Indonesia dan pada tanggal itu juga kliring dinyatakan berhasil sebesar Rp300.000.000
untuk keuntungan rekening giro Bapak Syamsul.

Adapun jurnal transaksi di atas adalah sebagai berikut.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

5 Juli 20XA Db. Giro Ahmad 200.000.000

Kr. Giro pada Bank Indonesia 200.000.000

6 Juli 20XA Db. Giro pada Bank Indonesia 300.000.000

Kr. Giro Syamsul 300.000.000

Akuntansi Pajak

Aktivitas bank syariah yang mengakibatkan bertambahnya pendapatan seseorang merupakan


objek pajak yang harus dibayarkan kepada negara. Berikut adalah beberapa jenis objek pajak
yang terkait dengan aktivitas bank syariah beserta tarif pajak yang dikenakan.
1. Penerimaan bonus giro wadiah oleh nasabah giro wadiah dikenakan pajak PPh pasal 4 (2)
giro sebesar 20% dari bonus yang diterima nasabah.

323
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

2. Penerimaan bagi hasil oleh nasabah giro mudharabah, tabungan mudharabah, dan deposito
mudharabah dikenakan pajak PPh Pasal 4 (2). Ketiganya dikenakan pajak sebesar 20%
dari bagi hasil atau bonus yang diterima.
3. Penghasilan yang diterima pegawai bank syariah dikenakan PPH 21 perorangan dikenakan
pajak 10%.
4. Penghasilan bank syariah yang kena pajak dikenakan PPH 21 badan.
5. Dividen yang dibayar bank syariah kepada pemegang saham dikenakan PPH Pasal 4 (2)
dividen.

Pajak yang dipungut oleh bank disimpan terlebih dahulu dalam rekening Titipan Kas
Negara dengan sub-rekening sesuai dengan jenis pajak yang dipungut. Secara berkala, pajak
tersebut dibayar pada rekening pemerintah di Bank Indonesia. Berikut adalah ilustrasi transaksi
pemotongan berbagai pajak oleh Bank Murni Syariah.

Kasus 14.5 Transaksi Pajak

• Tanggal 30 Oktober 20XA, dibayar bonus giro wadiah pada rekening Thariq Muhammad
Ridho, nasabah giro wadiah BMS sebesar Rp100.000. BMS memotong pajak 20% PPh
Pasal 4 (2) giro.
• Tanggal 30 Oktober 20XA, dibayar bagi hasil yang sudah diumumkan, tapi belum
dibayar dan langsung dipotong pajak ke (1) rekening Ursila Husnul Ridho nasabah
tabungan mudharabah sebesar Rp60.000, (2) rekening tabungan mudharabah Dolly
Viviane, nasabah deposito mudharabah sebesar Rp200.000.
• Tanggal 1 November 20XA, dibayar gaji Thariqullah pegawai BMS sebesar Rp3.000.000,
dipotong pajak sebesar 10 %. Gaji langsung masuk rekening tabungan mudharabah
thariqullah.
• Tanggal 1 November 20XA, dipotong PPH 21 badan masa sebesar Rp15.000.000.
• Tanggal 1 November, dibayar dividen kepada Juoro Rochmadi, salah seorang pemegang
saham sebesar 20.000.000 dan dipotong PPh Pasal 4 (2) dividen. Dividen dibayar via
tabungan mudharabah Juoro.
• Tanggal 5 November, disetor semua pajak yang telah dipotong BMS ke rekening
pemerintah di Bank Indonesia sebesar Rp256.640.000.

324
Akuntansi Kas, Penempatan pada Bank Indonesia, Kliring, dan Pajak

Tanggal Uraian Debit (Rp) Kredit (Rp)

30/10 Db. Beban bonus wiro wadiah 100.000

Kr Giro wadiah (an Thariq M.R.) 80.000

Kr. Titipan kas negara- PPh pasal 4 (2) giro 20.000

30/10 Db. Hak pihak ketiga atas bagi hasil 60.000

Kr. Tabungan mudharabah (a.n. Ursila) 60.000

Db. Tabungan mudharabah (a.n. Ursila) 12.000

Kr. Titipan kas negara- PPh pasal 4 (2) tabungan 12.000

01/11 Db. Beban gaji 3.000.000

Kr. Tabungan mudharabah (a.n. Thariqullah) 2.700.000

Kr. Titipan kas negara-PPH 21 300.000

01/11 Db. Beban pajak 15.000.000

Kr. Titipan kas negara-PPh 21 Badan 15.000.000

01/11 Db. Dividen 20.000.000

Kr. Tabungan mudharabah (a.n. Juoro Rochmadi) 16.000.000

Kr. Titipan kas negara-PPH pasal 4 (2) dividen 4.000.000

05/11 Db. Rupa-rupa titipan kas negara 256.640.000

Kr. Bank Indonesia 256.640.000

325
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Referensi

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Bank Indonesia. 2013. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
DSAK IAI. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah. Jakarta: IAI.
DSAK IAI. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan
Syariah. Jakarta: IAI.
DSN MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi 2. Jakarta: DSN-MUI dan Bank
Indonesia.
Taswan. 2003. Akuntansi Perbankan: Transaksi dalam Valuta Rupiah Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.

Soal-Soal Latihan

A. Soal Teori
1. Transaksi apa sajakah yang menyebabkan terjadinya perubahan posisi saldo kas?
2. Apakah perbedaan akuntansi kas kecil sistem dana tetap dengan sistem dana
berfluktuatif?
3. Apakah yang dimaksud dengan kliring?
4. Dalam hal apa sajakah kliring dilakukan?
5. Jelaskan objek pajak dan tarif pajak yang terdapat pada bank syariah.

B. Soal Kasus
Kasus 1
Berikut adalah ilustrasi transaksi kas kecil Bank Murni Syariah bulan Juni.
01 Juni 20XB dibentuk dana kas kecil sebesar Rp1.000.000
06 Juni 20XB dibayar biaya bahan bakar mobil kantor 240.000
09 Juni 20XB dibayar biaya konsumsi rapat 260.000
10 Juni 20XB dibayar asuransi cash in save 60.000
10 Juni 20XB dibayar asuransi cash in transit 40.000
11 Juni 20XB dibayar biaya servis kendaraan kantor 100.000
18 Juni 20XB dibayar biaya listrik bulan terakhir 180.000
24 Juni 20XB dibayar biaya air bulan terakhir 50.000
26 Juni 20XB dibayar biaya langganan koran dan majalah 50.000
30 Juni 200XB kas kecil diisi kembali

Buatlah jurnal transaksi di atas dengan menggunakan:


a. metode dana tetap;
b. metode berfluktuasi.

326
Akuntansi Kas, Penempatan pada Bank Indonesia, Kliring, dan Pajak

Kasus 2
Bank Berkah Syariah (BBS) cabang Padang menerima setoran tunai
7 Okt. 20XB
pembukaan tabungan atas nama Heri Mulyadi sebesar Rp75.000.000.
Heri Mulyadi melakukan setoran tunai di kantor cabang Padang ke rekening
12 Okt. 20XB
Zeno, nasabah BBS cabang Surabaya sebesar Rp17.000.000.
Heri Mulyadi melakukan penarikan tunai uang di rekeningnya di kantor
13 Okt. 20XB
cabang Padang sebesar Rp10.000.000.
Heri Mulyadi melakukan penarikan tunai di kantor cabang Jakarta sejumlah
15 Okt. 20XB
uang di rekeningnya sebesar Rp5.000.000.
30 Okt. 20XB Heri Mulyadi menerima bagi hasil sebesar Rp70.000.
30 Okt. 20XB Dipotong tabungan Heri Mulyadi untuk PPh Pasal 4(2) sebesar Rp14.000.

Diminta:
Buatlah jurnal di kantor cabang Padang yang
terkait dengan transaksi di atas!

327
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Jawaban Soal Kasus


Kasus 1
A. Jurnal bila menggunakan sistem dana tetap (imprest fund system)

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

328
Akuntansi Kas, Penempatan pada Bank Indonesia, Kliring, dan Pajak

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

2. Jurnal bila menggunakan sistem metode fluktuatif

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

329
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

Kasus 2

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

330
Akuntansi Kas, Penempatan pada Bank Indonesia, Kliring, dan Pajak

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

331
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

332
PERHITUNGAN
BAGI HASIL 15

Pendahuluan

Berkaitan dengan perhitungan bagi hasil dari pendapatan yang diterima,


bank syariah dapat berada dalam dua posisi yang berbeda, pertama bagi hasil
pendapatan antara bank dengan nasabah dimana bank sebagai mudharib dan
nasabah sebagai sahibul maal, kedua bagi hasil pendapatan antara bank dengan
nasabah dimana bank sebagai sahibul maal dan nasabah sebagai mudharib.
Dalam bab 15 ini akan dibahas perhitungan bagi hasil pendapatan, dimana posisi
bank sebagai mudharib sedangkan nasabah sebagai sahibul maal. Pembahasan
mencakup prinsip perhitungan pendapatan, dasar alokasi bagi hasil, dan metode
perhitungan bagi hasil serta akuntansi bagi hasil.

333
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tahapan Perhitungan Bagi Hasil

Untuk menghitung pendapatan bagi hasil yang diterima oleh bank maupun nasabah di mana
bank sebagai mudharib sedangkan nasabah sebagai sahibul maal, dilakukan beberapa tahapan
yang dilakukan, sebagai berikut.
1. Menentukan prinsip perhitungan bagi hasil.
2. Menghitung jumlah pendapatan yang akan didistribusikan untuk bagi hasil.
3. Menentukan sumber pendanaan yang digunakan sebagai dasar perhitungan bagi hasil.
4. Menentukan pendapatan bagi hasil untuk bank dan nasabah.
5. Akuntansi bagi hasil untuk bank syariah.

Secara ringkas, tahapan perhitungan bagi hasil pendapatan dapat digambarkan sebagai
berikut.

Figur 15.1 Tahapan Perhitungan Bagi Hasil Pendapatan

Distribusi Bagi Hasil Pendapatan kepada


Menghitung Pendapatan yang masing- masing Nasabah sesuai nisbah
akan dibagi hasil yang disepakati

Menghitung Proporsi Bagi


Menentukan Menghitung Saldo Rata -
hasil pendapatan untuk
Prinsip Bagi rata harian Sumber Dana
setiap jenis sumber dana
Hasil yang
Digunakan
Menghitung Saldo Rata - Menghitung pendapatan
rata harian Penyaluran bagi hasil untuk nasabah
Dana dan Bank

Menentukan Prinsip Perhitungan Bagi Hasil

Prinsip perhitungan bagi hasil pendapatan sangat penting untuk ditentukan di awal dan diketahui
oleh kedua belah pihak yang akan melakukan kesepakatan kerja sama bisnis karena apabila hal
ini tidak dilakukan, maka berarti telah terjadi ghoror, sehingga transaksi menjadi tidak sesuai
dengan prinsip syariah. Prinsip perhitungan bagi hasil menentukan jumlah pendapatan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan untuk bagi hasil, apakah menggunakan penerimaan neto,
laba bruto, atau laba neto. Dewan Syariah Nasional dalam fatwanya dengan Nomor 15 tahun
2000 menyatakan bahwa bank syariah boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing)
maupun bagi untung (profit sharing) sebagai dasar bagi hasil.

334
Perhitungan Bagi Hasil

Dalam praktik di lapangan, terdapat perbedaan interpretasi dalam memahami istilah


revenue sharing. Revenue sharing dalam praktik dipersepsikan sama dengan gross profit
sharing yang menganalogikan revenue adalah nilai penjualan suatu barang (harga pokok plus
margin pendapatan). Adapun revenue yang dimaksud dalam dasar bagi hasil bank syariah
dan yang dipraktikkan selama ini adalah pendapatan dikurangi harga pokok barang yang
dijual. Dalam akuntansi, konsep ini biasa dinamakan dengan gross profit. Dengan demikian,
istilah revenue sharing yang biasa digunakan oleh industri perbankan syariah pada dasarnya
identik dan sama dengan makna gross profit sharing. Menurut Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah tahun 2007, Ikatan Akuntan menyatakan secara
eksplisit bahwa dalam hal prinsip pembagian hasil usaha, terminologi pendapatan atau hasil
yang dimaksud adalah pendapatan bruto (gross profit) (KDPPLKS paragraf 42). Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 105 paragraf 11 menyatakan bahwa pembagian
hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba dan
jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross
profit) bukan total pendapatan usaha (omzet). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba,
dasar pembagian adalah laba neto (net profit), yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan
dengan pengelolaan dana mudharabah.

Tabel 15.1 Prinsip Bagi Hasil

Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil

Penjualan 100

Harga Pokok Penjualan 65

Laba bruto 35 Gross profit sharing atau revenue sharing

Beban 25

Laba Rugi neto 10 Profit Sharing

Dalam praktik perbankan, gross profit sharing yang dibagi hasil kepada pihak ketiga
meliputi:
1. margin bank yang meliputi margin Murabahah, salam, dan istishna. Dalam hal ini margin
bank adalah selisih antara harga jual barang dengan harga beli barang. Sekiranya ada
pemberian potongan kepada nasabah, maka potongan tersebut akan mengurangi margin
bank.
2. Pendapatan ijarah neto. Dalam hal ini pendapatan ijarah neto adalah selisih antara
pendapatan ijarah dengan akumulasi penyusutan ijarah. Gain atas penjualan aset ijarah
juga termasuk dalam pendapatan ijarah.
3. Bagi hasil pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah Penggunaan gross profit
sharing sebagai dasar perhitungan bagi hasil lebih adil bagi perbankan syariah maupun
nasabah, karena penggunaan laba bruto sebagai dasar perhitungan bagi hasil telah
mempertimbangkan faktor kinerja (penjualan) dan juga biaya (harga pokok penjualan)
sebagai komponen perhitungan laba atau pendapatan bruto. Secara ideal prinsip profit
sharing lebih mencerminkan laba yang sesungguhnya karena dihasilkan dari perhitungan
seluruh pendapatan dikurang seluruh biaya, namun secara teknis dilapangan prinsip profit

335
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

sharing membuka peluang yang besar adanya ketidak seimbangan informasi (assimetric
information) antara sahibul maal dan mudharib, yang dapat menimbulkan kerugian bagi
sahibul maal.

Penggunaan praktik gross profit sharing sebagai dasar bagi hasil bagi nasabah penabung atau
deposan dengan skema mudharabah dapat terlihat pada pengakuan pendapatan bank syariah.
Pendapatan murabahah yang dibagi hasil misalnya adalah nilai margin murabahah (selisih harga
jual dengan harga pokok barang yang dijual) yang uangnya telah diterima oleh bank syariah.
Ini menunjukkan bahwa dasar bagi hasil kepada nasabah penabung pada dasarnya adalah gross
profit sharing dan bukan revenue sharing. Demikian pula dalam pengakuan pendapatan ijarah,
besaran pendapatan ijarah yang disajikan dalam pendapatan utama pada laporan rugi laba
adalah pendapatan ijarah setelah dikurangi biaya operasional aset yang disewakan sebelum
dikurangi biaya operasional rutin lainnya.
Perbandingan prinsip revenue sharing dan profit sharing dapat dilihat dalam gambar 15.2
berikut.

Figur 15.2 Perbedaan Prinsip Bagi Hasil Revenue Sharing dan Profit Sharing

PRINSIP REVENUE PRINSIP PROFIT


SHARING SHARING

Pendapatan utama:
•  Bagi hasil
•  Margin
•  Sewa
•  Pendapatan utama
lainnya

Laba/Rugi Neto Laba/Rugi Neto

336
Perhitungan Bagi Hasil

Dari Figur 15.2 terlihat bahwa terdapat perbedaan jumlah pendapatan yang akan dijadikan
sebagai dasar untuk menghitung distribusi bagi hasil dari kedua prinsip bagi hasil tersebut.
Dengan prinsip revenue sharing pendapatan yang digunakan untuk diperhitungkan dalam
perhitungan bagi hasil adalah pendapatan bruto yang terdiri atas pendapatan bagi hasil yang
diterima dari bagi hasil investasi pembiayaan, pendapatan margin murabahah (penjualan setelah
dikurangi harga pokok), pendapatan ijarah neto setelah dikurangi biaya-biaya opersional sewa
aset yang bersangkutan dan pendapatan neto lainnya, sedangkan dengan prinsip profit sharing
pendapatan yang menjadi dasar perhitungan bagi hasil dengan prinsip revenue sharing harus
dikurangi lagi dengan biaya operasional rutin bank, sehingga diperoleh laba neto. Laba neto
inilah yang digunakan sebagai dasar perhitungan bagi hasil.
Sebagai ilustrasi kasus untuk menghitung bagi hasil pendapatan digunakan data berikut
dalam Tabel 15.2 berikut.

Tabel 15.2 Data Sumber Dana, Penyaluran Dana, dan Pendapatan

Sumber Dana Penyaluran Dana Pendapatan

Prinsip Wadiah   Prinsip Bagi Hasil    

Tabungan Wadiah 50.000.000 Pemb. Mudharabah 80.000.000 800.000

Giro Wadiah 80.000.000 Pemb. Musyarakah 60.000.000 250.000

Jumlah 130.000.000 Jumlah 140.000.000 1.050.000

         

Prinsip Mudharabah   Prinsip Jual Beli    

Tabungan Mudharabah 60.000.000 Murabahah 70.000.000 300.000

Deposito Mudharabah 140.000.000 Salam 60.000.000 200.000

Jumlah 200.000.000 Istishna 50.000.000 50.000

    Jumlah 180.000.000 550.000

Sumber Lain        

Modal 70.000.000 Prinsip Ijarah (Sewa)    

Jumlah 70.000.000 Ijarah 30.000.000 100.000

    Jumlah 30.000.000 100.000

         

    Lainnya  

    IMA 22.000.000 150.000

    SBI Syariah 28.000.000 150.000

    Jumlah 50.000.000 300.000

Total 400.000.000   400.000.000 2.000.000

337
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Menghitung Jumlah Pendapatan yang Dibagi Hasil

Setelah menentukan prinsip perhitungan bagi hasil yang akan digunakan, misalnya menggunakan
revenue sharing, maka dari laporan laba rugi dapat diperoleh jumlah pendapatan yang akan
diperhitungkan untuk bagi hasil dari masing-masing jenis pembiayaan (lihat Tabel 15.1). Tahap
selanjutnya adalah menghitung pendapatan yang akan didistribusikan sebagai pendapatan bagi
hasil untuk bank dan nasabah. Dalam perolehan pendapatan, terdapat dua variasi sumber dana
untuk memperoleh pendapatan yang diterima oleh bank syariah, yaitu sebagai berikut.
1. Seluruh pendapatan berasal dari pembiayaan yang sumbernya dari dana nasabah.
2. Sebagian pendapatan berasal dari pembiayaan yang sumbernya dari dana nasabah dan
sebagian pendapatan dari modal bank.

Oleh karena adanya variasi tersebut, maka perlu dipisahkan mana yang pendapatannya
diterima dari sumber dana nasabah dan yang berasal dari dana bank. Hal ini penting karena
jika pendapatan diperoleh dari sumber dana yang dimiliki bank, maka tidak ada distribusi
bagi hasil untuk nasabah, artinya semua pendapatan menjadi hak bank. Apabila pendapatan
berasal dari pembiayaan yang sumbernya dari dana nasabah, maka pendapatan tersebut harus
didistribusikan (bagi hasil) untuk nasabah dan bank.
Untuk menghitung jumlah pendapatan yang akan didistribusikan, terdapat tiga alternatif
pendekatan. Pendapatan yang akan dibagi hasil dihitung berdasarkan:
a. Sumber Dana Pihak ketiga dari Dana Mudharabah saja (Rp200.000.000).
b. Sumber Dana Pihak ketiga dari Dana Mudharabah dan Wadiah (Rp330.000.000).
c. Seluruh Sumber dana (Rp400.000.000).
Apabila perhitungan pendapatan yang akan dibagi hasil menggunakan pendekatan sumber
dana dari dana mudharabah saja, maka tahapan perhitungannya seperti berikut.
1. Menghitung Rata-rata Saldo Harian Sumber Dana (RSSD). Hal ini dilakukan karena saldo
nasabah dapat berubah setiap hari. Perhitungan Rata-Rata Saldo Harian Sumber Dana
menggunakan rumus berikut.
Saldo tanggal 1 + saldo tanggal 2, dan seterusnya.... tanggal n
RSSD =
Jumlah hari n
Rata-rata Saldo Harian Sumber Dana disajikan dalam Tabel 15.2 kolom 1.
2. Menghitung Rata-Rata Saldo Harian Pembiayaan (RSP). Hal ini dilakukan karena saldo
untuk masing-masing pembiayaan dapat berubah setiap hari. Perhitungan Rata-Rata Saldo
Harian Pembiayaan menggunakan rumus berikut.
Saldo tanggal 1 + saldo tanggal 2, dan seterusnya.... tanggal n
RSP =
Jumlah hari n
Rata-Rata Saldo Harian Pembiayaan disajikan dalam Tabel 15.2 kolom 2.
Setelah diketahui rata-rata saldo harian sumber dana dan rata-rata saldo harian pembiayaan,
kemudian tambahkan data jumlah hasil usaha untuk masing-masing pembiayaan pada
kolom 3 yang diperoleh dari Tabel 15.1.

338
Perhitungan Bagi Hasil

3. Menghitung pendapatan untuk bagi hasil. Pendapatan untuk bagi hasil dihitung dengan
menggunakan rumus:
Jumlah Rata-rata Saldo Sumber Dana
Pendapatan Bagi Hasil = × Jumlah Pendapatan
Jumlah Rata-rata Saldo Harian Pembiayaan

200.000.000
Pendapatan Bagi Hasil = × 2.000.000
400.000.000
Dari perhitungan di atas diperoleh jumlah pendapatan yang akan dibagi hasil antara bank
dengan nasabah sebesar Rp1.000.000.

Tabel 15.3 Perhitungan Pendapatan yang Akan Dibagi Hasil Berdasarkan Sumber Dana Pihak
Ketiga dari Sumber Dana Mudharabah

Rata-Rata Harian Rata-rata harian Pendapatan Pendapatan untuk


Sado Sumber Dana Pembiayaan Penyaluran dana bagi hasil
Kelompok

1 2 3 4

Penghimpunan Dana        

- Tabungan Mudharabah 60.000.000      

- Deposito Mudharabah 140.000.000      

Jumlah Sumber Dana 200.000.000      

         

Penyaluran dana        

- Jual Beli   180.000.000 550.000

- Ijarah   30.000.000 100.000  

- Bagi Hasil   140.000.000 1.050.000  

- Penyaluran lainnya   50.000.000 300.000  

Jumlah – 400.000.000 2.000.000 1.000.000

Apabila perhitungan pendapatan yang akan dibagihasilkan menggunakan pendekatan


berdasarkan dana pihak ketiga yang berasal dari sumber dana mudharabah dan wadiah maka
dihasilkan perhitungan seperti dalam Tabel 15.4 berikut.

339
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Tabel 15.4 Perhitungan Pendapatan yang Akan Dibagi Hasil Berdasarkan Sumber Dana Pihak
Ketiga dari Sumber Dana Mudharabah dan Wadiah

Rata-rata Pendapatan Pendapatan untuk


Rata-Rata Harian
Harian Penyaluran dana bagi hasil
Kelompok
1 2 3 4

Prinsip Wadiah        

Tabungan Wadiah 50.000.000      

Giro Wadiah 80.000.000      

Jumlah 130.000.000      

Penghimpunan Dana        

- Tab Mudharabah 60.000.000      

- Dep Mudharabah 140.000.000      

Jumlah 200.000.000      

Jumlah Sumber Dana 330.000.000      

         

Penyaluran dana        

- Jual Beli   180.000.000 550.000

- Ijarah   30.000.000 100.000  

- Bagi Hasil   140.000.000 1.050.000  

- Penyaluran lainnya   50.000.000 300.000  

Jumlah – 400.000.000 2.000.000 1.650.000

330.000.000
Pendapatan Bagi Hasil = × 2.000.000
400.000.000

Dari perhitungan di atas diperoleh jumlah pendapatan yang akan dibagi hasil antara bank
dengan nasabah sebesar Rp1.650.000.
Apabila perhitungan pendapatan yang akan dibagi hasilkan menggunakan pendekatan
berdasarkan dana pihak ketiga yang berasal dari seluruh sumber dana maka dihasilkan
perhitungan seperti dalam Tabel 15.5 berikut.

340
Perhitungan Bagi Hasil

Tabel 15.5 Perhitungan Pendapatan yang Akan Dibagi Hasil Berdasarkan Seluruh Sumber Dana

Pendapatan Pendapatan
Rata-Rata Harian Rata-rata Harian
Kelompok Penyaluran dana untuk bagi hasil

1 2 3 4

Prinsip Wadiah        
Tabungan Wadiah 50.000.000      

Giro Wadiah 80.000.000      

Jumlah 130.000.000      
Penghimpunan Dana        
- Tab Mudharabah 60.000.000      

- Dep Mudharabah 140.000.000      

Jumlah 200.000.000      
         

Modal 70.000.000      

Jumlah 70.000.000      
Jumlah Sumber Dana 400.000.000      
         
Penyaluran dana        
- Jual Beli   180.000.000 550.000
- Ijarah   30.000.000 100.000  
- Bagi Hasil   140.000.000 1.050.000  
- Penyaluran lainnya   50.000.000 300.000  
Jumlah – 400.000.000 2.000.000 2.000.000

Tahapan selanjutnya adalah menghitung distribusi pendapatan yang akan dibagi hasil
kepada bank dan nasabah. Dalam perhitungan distribusi pendapatan yang akan dibagi hasil
kepada bank dan nasabah dapat menggunakan pendekatan sumber dana dari dana pihak ketiga
mudharabah saja (Rp200.000.000) atau sumber dana dari dana pihak ke tiga dari sumber
dana mudharabah dan wadiah (Rp330.000.000), atau seluruh sumber dana (Rp400.000.000).
Perhitungan selanjutnya dalam penjelasan buku ini menggunakan pendekatan sumber dana dari
sumber dana pihak ketiga dari sumber dana mudharabah saja.

341
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Menentukan Hak Bagi Hasil untuk Bank dan Nasabah

Untuk melanjutkan menghitung hasil akhir berapa pendapatan bagi hasil yang akan diterima
bank dan nasabah, maka diperlukan informasi tambahan yang digunakan seperti tersaji dalam
Tabel 15.6.

Tabel 15.6 Tabel Kelompok Sumber Dana dan Nisbah Bagi Hasil

Jenis Kelompok Saldo Rata-Rata Nisbah Nasabah Nisbah Bank

Tab Mudharabah 60.000.000 40% 60%

Deposito Mudharabah  

1 Bulan 40.000.000 60% 40%

3 Bulan 30.000.000 65% 35%

6 Bulan 50.000.000 65% 35%

12 Bulan 20.000.000 70% 30%

Untuk data saldo rata-rata dalam tabel di atas diperoleh dari perhitungan dalam Tabel
15.3. sedangkan jumlah besaran nisbah diperoleh dari kebijakan atau kesepakatan antara bank
dengan nasabah pada saat persetujuan penyetoran dana dari nasabah.
Dari data dalam Tabel 15.3 dan Tabel 15 .4 dihitung proporsi pendapatan yang akan dibagi
hasil untuk masing-masing kelompok sumber dana dengan menggunakan rumus:

Saldo Rata-Rata Sumber


Dana × Jumlah Pendapatan
Proporsi Tabungan Mudharabah =
Jumlah Keseluruhan Saldo yang Dibagi Hasil
Rata-Rata Sumber Dana

60.000.000
Proporsi Tabungan Mudharabah = × 1.000.000
200.000.000

Proporsi Tabungan Mudharabah = Rp300.000.

Setelah diketahui jumlah pendapatan yang akan dibagi hasil untuk masing-masing kelompok
investasi, selanjutnya dihitung pendapatan bagi hasil untuk bank dan nasabah dengan
menggunakan rumus berikut.
Pendapatan Nasabah Proporsi Pendapatan
= × Nisbah bagi hasil nasabah
Tabungan Mudharabah Tabungan Mudharabah
Pendapatan Nasabah Tabungan Mudharabah = 300.000 × 40% = 120.000.

Pendapatan Bank dari Proporsi Pendapatan


= × Nisbah bagi hasil bank
Tabungan Mudharabah Tabungan Mudharabah
Pendapatan Bank dari Tabungan Mudharabah = 300.000 × 60% = 180.000.

342
Perhitungan Bagi Hasil

Untuk perhitungan sumberdana deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan mengikuti
perhitungan yang sama dengan perhitungan tabungan.

Tabel 15.7 Tabel Distribusi Bagi Hasil kepada Nasabah dan Bank

Proporsi Nasabah Bank


Jenis Kelompok Saldo Rata-Rata Pendapatan
dibagi Nisbah Pendapatan Nisbah Pendapatan

Tab Mudharabah 60.000.000 300.000 40% 120.000 60% 180.000

Dep. Mudharabah – – – – – –

1 Bulan 40.000.000 200.000 60% 120.000 40% 80.000

3 Bulan 30.000.000 150.000 65% 97.500 35% 52.000

6 Bulan 50.000.000 250.000 65% 162.500 35% 87.500

12 Bulan 20.000.000 100.000 70% 70.000 30% 30.000

  200.000.000 1.000.000   570.500   430.000

Di lapangan, para praktisi khususnya marketing bank syariah menghadapi kesulitan untuk
memberi penjelasan kepada calon nasabah investor mengenai gambaran perkiraan return masa
datang yang akan diterima apabila calon nasabah berinvestasi di bank syariah dalam bentuk
investasi tabungan maupun investasi deposito. Hal tersebut terjadi karena:
a. bank syariah hanya memberikan informasi kepada nasabah investor besaran nisbah bagi
hasil yang belum dapat memberi gambaran pasti jumlah return yang akan diterima nasabah,
karena pendapatan bagi hasil sesungguhnya hanya dapat dihitung setelah pendapatan riil
direalisasi;
b. bank syariah tidak diperbolehkan memberikan janji pendapatan kepada nasabah investor,
karena pendapatan riil hanya dapat diketahui setelah hasil investasi direalisasi.

Untuk menjembatani masalah tersebut maka digunakan data masa lalu, biasanya digunakan data
return beberapa bulan sebelumnya. Data return inipun dibuat dalam bentuk tingkat persentase
(indication rate) pendapatan bagi hasil dari rata-rata investasi pada bulan-bulan sebelumnya.
Digunakannya satuan persentase rate indikasi ini karena pada umumnya para nasabah mudah
memperoleh gambaran dalam bentuk prosentase yang biasa digunakan dalam perhitungan
bunga bank pada bank konvensional, sehingga istilah yang digunakan oleh para praktisi bank
syariah menyebutnya equivalent rate, artinya jika pendapatan bulan sebelumnya dengan bagi
hasil tertentu, maka apabila dihitung dalam bentuk persentase maka equivalent rate (dalam
bank konvensional) adalah sebesar sekian persen.
Apabila data dalam Tabel 15.7 dilanjutkan dengan perhitungan equivalent rate. Untuk
menghitung equivalent rate digunakan infomasi jumlah hari dalam satu tahun (misalnya 365
hari) dan jumlah hari dalam satu bulan, misalnya 30 hari. Perhitungan equivalent rate untuk
sumber dana kelompok tabungan mudharabah sebagai berikut.

Pendapatan Nasabah × 365 × 100%


Equivalent Rate =
Saldo Rata-Rata × 30

343
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

120.000 × 365 × 100%


Equivalent Rate =
60.000.000 × 30

Equivalent Rate = 2,43%

Untuk sumber dana deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan menggunakan rumus
yang sama dengan sumber dana tabungan.

Tabel 15.8 Tabel Equivalent Rate atas Bagi Hasil untuk Nasabah

Nasabah Bank
Proporsi
Jenis Kelompok Saldo Rata-Rata
Pendapatan Dibagi
Nisbah Pendapatan Eq R Nisbah Pendapatan

Tab Mudharabah 60.000.000 300.000 40% 120.000 2,43% 60% 180.000

Dep. Mudharabah –-    

1 Bulan 40.000.000 200.000 60% 120.000 3,65% 40% 80.000

3 Bulan 30.000.000 150.000 65% 97.500 3,95% 35% 52.500

6 Bulan 50.000.000 250.000 65% 162.500 3,95% 35% 87.500

12 Bulan 20.000.000 100.000 70% 70.000 4,26% 30% 30.000

  200.000.000 1.000.000   570.000     430.000

Setelah equivalent rate diperoleh, bank selanjutnya dapat menghitung bagi hasil bagi
nasabah perorangan pada setiap akhir bulan. Untuk menghitung bagi hasil untuk nasabah
perorangan dapat menggunakan rumus berikut.

Saldo rata-rata nasabah × 30 hari × equivalent rate


Bagi Hasil Nasabah =
365 hari

Misalkan Hanif nasabah tabungan mudharabah memiliki saldo rata-rata pada bulan Januari
sebesar Rp1.000.000. Maka perhitungan bagi hasil yang diperolehnya adalah sebagai berikut.

Rp1.000.000 × 30 × 2,43%
Bagi hasil Hanif =
365

Rp1.000.000 × 30 hari × 2,43


Bagi hasil Hanif =
365 × 100

Rp72.900.000
Bagi hasil Hanif =
36500

Bagi hasil Hanif = Rp1.997

344
Perhitungan Bagi Hasil

Referensi

Bank Indonesia. 2013. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Dewan Syariah Nasional - MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional edisi 2. (Jakarta: DSN-MUI
dan Bank Indonesia, 2003)
DSAK IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan
Syariah. (Jakarta: IAI, 2007)
Ikatan Akuntan Indonesia, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia, (Jakarta: IAI, 2003)

Soal-Soal Latihan

A. Soal Teori
1. Jelaskanlah tahapan perhitungan bagi hasil!
2. Apakah yang dimaksud dengan revenue sharing, gross profit sharing dan profit sharing?
Jelaskanlah perbedaan ketiganya!
3. Apakah dasar bagi hasil yang umum digunakan perbankan syariah di Indonesia saat
ini? Jelaskan kelebihan yang terdapat dalam dasar bagi hasil tersebut sehingga banyak
digunakan dalam praktik perbankan!
4. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan saldo rata-rata harian!
5. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan equivalent rate dan apakah kegunaannya bagi
nasabah penghimpunan!

B. Soal Kasus
Kasus 1
Berikut data harian sumber dana dan pembiayaan bank Murni Syariah selama bulan Desember
20XA dan pendapatan yang diperoleh selama bulan Desesember 20XA. Buatlah tabel perhitungan,
berapa pendapatan yang dibagi hasil, jika menggunakan pendekatan:
a. Sumber dana dari mudharabah muthlaqah saja.
b. Sumber dana dari mudharabah dan wadiah.

Rata-Rata Harian Sumber Dana Rata-Rata Harian Penyaluran Dana Pendapatan Bulan Juli
Penghimpunan dengan skema Penyaluran dengan skema Bagi Hasil
Wadiah
Tab. Wadiah 40.000.000 Pemb. Mudharabah 100.000.000 60.000.000
Giro Wadiah 100.000.000 Pemb. Musyarakah 245.000.000 225.000.000
Jumlah 140.000.000 Jumlah 345.000.000 285.000.000

Penghimpunan dengan skema Penyaluran dengan skema Jual Beli


Mudharabah

345
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Rata-Rata Harian Sumber Dana Rata-Rata Harian Penyaluran Dana Pendapatan Bulan Juli
Penghimpunan dengan skema Penyaluran dengan skema Bagi Hasil
Wadiah
Tab. Mudharabah 120.000.000 Murabahah 100.000.000 30.000.000
Dep. Mudharabah 200.000.000 Salam 75.000.000 2.500.000
Jumlah 320.000.000 Istishna 50.000.000 1.000.000
Jumlah 225.000.000 33.500.000
Sumber Lain
Modal 340.000.000 Penyaluran dengan skema Ijarah (Sewa)
Jumlah 340.000.000 Ijarah 60.000.000 1.200.000
Jumlah 60.000.000 1.200.000

Lainnya
IMA 30.000.000 800.000
SBI Syariah 40.000.000 700.000
Jumlah 70.000.000 1.500.000
Total 800.000.000 700.000.000 321.200.000

Kasus 2
Berikut ini adalah data rata-rata harian penghimpunan dana dan rata-rata harian pembiayaan
serta perhitungan pendapatan yang akan dibagi hasil pada bank Murni Syariah pada bulan
April 20XB.

Pendapatan Pendapatan untuk


Rata-Rata Harian
Kelompok Penyaluran Dana Bagi Hasil

1 3 4

Penghimpunan Dana      

- Deposito Mudharabah 600.000.000    

- Tabungan Mudharabah 300.000.000    

Jumlah Sumber Dana 900.000.000    

       

Penyaluran dana      
- Jual Beli 1.550.000.000 30.000.000
- Ijarah 80.000.000 2.400.000  
- Bagi Hasil 1.300.000.000 22.300.000  
- Penyaluran lainnya 70.000.000 1.300.000  
Jumlah 3.000.000.000 56.000.000 16.800.000

346
Perhitungan Bagi Hasil

Berikut ini adalah tabel saldo rata-rata harian simpanan serta nisbah bagi hasil antara bank
dengan nasabah penabung dan deposan.

Jenis Kelompok Saldo Rata-Rata Nisbah Nasabah Nisbah Bank

Tabungan Mudharabah 300.000.000 35% 65%

Deposito Mudharabah  

1 Bulan 100.000.000 60% 40%

3 Bulan 250.000.000 61% 39%

6 Bulan 200.000.000 63% 37%

12 Bulan 50.000.000 65% 35%

Dengan menggunakan data harian 365 hari dalam setahun dan 30 hari dalam sebulan, hitunglah
berapa jumlah berikut.
a. Pendapatan yang diperoleh bank syariah dan nasabah tabungan serta deposito 1 bulan, 3
bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
b. Berapa equivalent rate tingkat retur nasabah tabungan dan deposito pada bulan April
20XB.
c. Misalkan Rofi adalah nasabah tabungan mudharabah dengan saldo rata-rata harian
sebesar Rp10.000.000. Hitunglah bagi hasil yang diterimanya untuk bulan tersebut.
d. Jika Nita adalah nasabah deposito 6 bulan dengan saldo rata-rata harian sebesar
Rp8.000.000. Hitunglah bagi hasil yang diterimanya untuk bulan tersebut.

347
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

LEMBAR JAWABAN

Jawaban Soal Teori


1. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Jawaban Soal Kasus


Kasus 1

Kasus 2

348
Perhitungan Bagi Hasil

Tanggal Evaluasi : .....................................

Paraf Dosen : Nilai :

Komentar Dosen :
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

349
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

350
DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruqi, Ismail Rajhi. 1982. Islamization of Knowledge. Washington: IIIT.


AAOIFI. 2003. Accounting and Auditing and Governance Standards for Islamic
Financial Institutions. Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions. Manama, Bahrain.
Abdelgader, A.E. 1994. Accounting postulates and principles from an Islamic
perspective. Review of Islamic Economics. 3, 2, hlm. 1-18.
Adnan, M.A. dan Gaffikin. 1997. The Shariah, Islamic banks and accounting concepts
and practices. Proceedings of the International Conference 1: Accounting
Commerce and Finance: The Islamic Perspective. Sydney.
Adnan, Muhammad Akhyar, dan Labatjo, Irma H. 2006. Sejarah Akuntansi dalam
Perspektif Islam: Benarkah Luca Pacioli Bapak Akuntansi Modern? Yogyakarta:
Penerbit Matan.
Al Mushlih, Abdullah dan Ash-Shawi, Shalah. 2004. Fikih Ekonomi Keuangan Islam.
Jakarta: Darul Haq.
Anwar, Muhammad. 1987. “Islamic Economic Methodology”. Paper of the Seminar
on Islamic Economics. Washington.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani.
Bank Indonesia. 2003. Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia.
Jakarta: Bank Indonesia.
Belkaoui, Ahmed Riahi. 2000. Accounting Theory. London: Thomson Learning.
DSAK IAI. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 59 tentang
Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: IAI.
DSAK IAI. 2007. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah. Jakarta: IAI.

D-1
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

DSAK IAI. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan. Jakarta: IAI.
DSAK IAI. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 102 tentang Akuntansi Murabahah. Jakarta:
IAI.
DSAK IAI. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 103 tentang Akuntansi Salam. Jakarta: IAI.
DSAK IAI. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 104 tentang Akuntansi Istishna’.
Jakarta: IAI.
DSAK IAI. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 105 tentang Akuntansi Mudharabah.
Jakarta: IAI.
DSAK IAI. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 106 tentang Akuntansi Musyarakah.
Jakarta: IAI.
DSN MUI. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional edisi 2. DSN-MUI dan Bank Indonesia.
Gambling, Trevor dan Karim, R.A.A. 1991. Business and Accounting Ethics in Islam. London: Mansell
Publishing Ltd.
Hameed, Shahul. 2000. “The need for Islamic Accounting: Perception of Its Objectives and Characteristics
by Malaysia Accountants and Academics”. Ph.D. Thesis. University of Dundee.
Hameed, Shahul dan Yaya, Rizal. 2005. “The Emerging Issues on the Objectives and Characteristics of
Islamic Accounting for Islamic Business Organizations”. Malaysian Accounting Review 4, 1, hlm.
75-92.
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam, Analisis Fiqih, dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mirza, M & Baydoun, N. 2000. “Accounting Policy in a Riba Free Environment”. Accounting, Commerce
and Finance: The Islamic Perspective Journal. 4 (1): 30-40.
Muhammad. 2004. Dasar-Dasar Keuangan Islami. Yogyakarta: Ekonisia FE-UII.
Rashid, S. 1987. “Islamic Economics: a Historic-Inductive Approach”. Paper of the Seminar on Islamic
Economics. Washington.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta:
Ekonisia.
Syahatah, Husein. 2001. Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam. Diterjemahkan Khusnul Fatarib. Jakarta:
Akbar Media Eka Sarana.
Taswan. 2003. Akuntansi Perbankan: Transaksi dalam Valuta Rupiah Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Triyuwono, Iwan. 1997. “Akuntansi Syariah dan Koperasi: Mencari Bentuk dalam Bingkai Metafora
Amanah”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. 4, 1, hlm. 1-34.
Triyuwono, Iwan. 2000. “Akuntansi Syariah: Implementasi Nilai Keadilan dalam Format Metafora
Amanah”. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia. 4, 1, hlm. 1-34.
Triyuwono, Iwan. 2006. Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Yaya, Rizal dan Hameed, Shahul. 2006. “The Emerging Issues on the Objectives and Characteristics
of Islamic Accounting its Impact on Indonesia Islamic Accounting Development”. Proceeding
International Joint Seminar on Muslim Countries and Development. Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.

D-2
Daftar Pustaka

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.


UU No. 10/1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Wiroso. 2005. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. Jakarta: Grasindo.
www.isdb.org.
www.aaoifi.com.
www.ifsb.org.
www.iifm.net.
Zaid, Omar Abdullah. 2004. Akuntansi Syariah: Kerangka Dasar & Sejarah Keuangan dalam Masyarakat
Islam. Diterjemahkan oleh M. Syafii Antonio dan Sofyan S. Harahap. Jakarta: LPFE Trisakti.

D-3
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

D-4
GLOSARIUM

A 
Akad  Keterikatan keinginan diri dengan keinginan orang lain dengan cara yang
memunculkan adanya komitmen tertentu yang disyariatkan.
Akad Mudharabah  Akad yang digunakan dalam perjanjian antara pihak penanam
dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan
pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang
telah disepakati sebelumnya.
Akad Qardh  Akad yang memfasilitasi transaksi peminjaman sejumlah dana tanpa
adanya pembebanan bunga atas dana yang dipinjam oleh nasabah.
Akad Salam Pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, dengan cara
penawaran dari penjual (bank syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh
pembeli (nasabah).
Akad Wadiah  Akad penitipan dana dengan ketentuan penitip dana mengizinkan
kepada Bank untuk memanfaatkan dana yang dititipkan tersebut dan bank
wajib mengembalikan apabila penitip mengambil sewaktu-waktu dana
tersebut.
Aset  Sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan memiliki manfaat ekonomi masa depan bagi entitas syariah.

B 
Bai’ najasy Tindakan menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak
permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk akan naik.
Baitulmal  Organisasi yang berperan dalam pengumpulan dan penyaluran dana non-
profit seperti zakat, infak, dan shadaqah.

G-1
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Baitul Tamwil  Organisasi yang mengumpulkan dan menyalurkan dana komersial.


Bank  Badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank Perkreditan Rakyat  Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau “berdasarkan
prinsip syariah” yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Umum Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan
prinsip usaha syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

D 
Dana Qardh  Dana sosial yang berasal dari masyarakat yang dikelola oleh bank syariah yang dalam
penyalurannya tidak dibatasi secara khusus oleh pemberi dana.
Dana Syirkah Temporer  Dana Syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan
jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya yang mana entitas syariah mempunyai
hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi
berdasarkan kesepakatan.
Dana ZIS  Dana yang bersumber dari zakat, infak, dan shadaqah.
Deposito Mudharabah  Simpanan dana dengan skema pemilik dana (shahibul maal) mempercayakan
dananya untuk dikelola bank (mudharib) dengan hasil yang diperoleh dibagi antara pemilik dana
dan bank dengan nisbah yang disepakati sejak awal.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) Badan terafiliasi yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN) dalam setiap lembaga keuangan Syariah.
Dewan Syariah Nasional (DSN)  Bagian dari MUI yang membuat fatwa terkait dengan produk keuangan
syariah.

E 
Ekuitas Hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban dan dana syikah
temporer. Ekuitas dapat berupa setoran modal oleh para penanam saham, saldo laba dan
penyisihan saldo laba (KDPPLKS paragraf 92).

I 
Ikhtikar  Mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun.
Istishna’ Pembelian barang yang pembayarannya dilunasi di muka, sedangkan penyerahan barang
dilakukan di kemudian hari.
Istishna’ Paralel  Jual beli barang yang melibatkan dua transaksi istishna’, dalam hal ini transaksi istishna’
pertama dilakukan dilakukan antara nasabah dengan bank, sedang transaksi istishna’ kedua
dilakukan antara bank dengan petani atau penyuplai.

J 
Jual beli dengan Skema Istishna’  Jual beli yang didasarkan atas penugasan oleh pembeli kepada penjual
yang juga produsen untuk menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang
disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati.

G-2
Glosarium

Jual beli dengan Skema Murabahah  Jual beli dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Jual beli dengan Skema Salam  Jual beli yang pelunasannya dilakukan oleh pembeli sebelum barang
pesanan diterima.

K 
Karakteristik Andal Bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan disajikan
secara jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan
(KDPPLKS paragraf 52).
Karakteristik dapat dipahami Pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang dapat memadai
tentang aktivitas ekonomi dan bisnis dengan ketekunan yang wajar.
Karakteristik Relevan Memiliki kemampuan untuk memengaruhi keputusan ekonomi pemakai
dengan membantu mereka mengevaluasi masa lalu, masa kini, atau masa depan menegaskan
atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu (KDPPLKS paragraf 46).
Kas  Mata uang kertas dan logam baik dalam valuta rupiah maupun valuta asing yang masih berlaku
sebagai alat pembayaran yang sah.
Kewajiban  Utang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang penyelesaiannya
diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas syariah yang mengandung
manfaat ekonomi.
Komite Akuntansi Syariah (KAS) Komite yang dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesia untuk
merumuskan standar akuntansi syariah.

L 
Laporan Laba Rugi  Ukuran kinerja entitas syariah yang juga merupakan dasar bagi ukuran yang lain
seperti imbalan investasi atau penghasilan per saham.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS)  Lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah
dan yang mendapat izin operasional sebagai lembaga keuangan syariah (DSN-MUI, 2003).

M 
Maysir  Sebuah permainan di mana satu pihak akan memperoleh keuntungan, sementara pihak lainnya
akan menderita kerugian (Ibnu Qudama: Al Mughni, 13/408).
Mudharabah  Perjanjian atas suatu jenis kerja sama usaha di mana pihak pertama menyediakan dana
dan pihak kedua bertanggung jawab atas pengelolaan usaha.
Mudharabah Akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Mudharabah Muqayyadah  Shahibul maal memberi batasan kepada mudharib dalam pengelolaan dana
berupa jenis usaha, tempat, penyuplai, maupun konsumen.
Mudharabah Muthlaqah Mudharabah yang memberi kuasa kepada mudharib secara penuh untuk
menjalankan usaha tanpa batasan apa pun yang berkaitan dengan usaha tersebut.
Mudharib  Pihak yang mengelola usaha.
Murabahah  Transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

G-3
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Musyarakah (Syirkah)  Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dengan
kondisi masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan
dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.
Musyarakah ‘Inan  Kerja sama antara dua orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki bersama
untuk membuka usaha yang mereka lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan bersama.
Musyarakah Abdan (Syirkah Usaha)  Kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam usaha yang dilakukan
oleh tubuh (skill) mereka, seperti kerja sama sesama dokter di klinik atau sesama tukang jahit,
atau sesama akuntan/konsultan.
Musyarakah Mufawadhah  Musyarakah di mana para anggotanya memiliki kesamaan dalam modal,
aktivitas, dan utang-piutang, dari mulai berdirinya musyarakah hingga akhir (jika asas persamaan
tidak terpenuhi kategorinya masuk pada musyarakah ‘inan).
Musyarakah Wujuh  Kerja sama dua pihak atau lebih dengan cara mereka membeli barang dengan
menggunakan nama baik mereka dan kepercayaan pedagang kepada mereka tanpa keduanya
memiliki modal uang sama sekali, menjualnya dengan pembagian keuntungan mereka dan
pedagang, lalu setelah dijual bagian keuntungan mereka dibagi bersama.

P 

Pasar Modal  Tempat perusahaan menerbitkan surat berharga baik berupa saham maupun obligasi agar
memperoleh dana dari investor.
Pegadaian Syariah  Lembaga pegadaian yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah.
Pembiayaan Mudharabah  Pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah kepada pihak lain untuk
suatu usaha yang produktif.
Pengakuan  Proses pembentukan pos yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan dalam
neraca atau laporan laba rugi.
Pengukuran  Proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan
keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi.
Prinsip Maslahah  Transaksi syariah haruslah merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang
berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
Prinsip Ukhuwah Transaksi yang diadakan merupakan bentuk interaksi sosial dan harmonisasi
kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong-
menolong.
Prinsip ’Adalah  Menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan sesuatu pada yang berhak
serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
Prinsip Keseimbangan  Transaksi harus memperhatikan keseimbangan aspek material dan spiritual,
aspek privat dan publik, sektor keuangan dan riil, bisnis dan sosial dan keseimbangan aspek
pemanfaatan dan pelestarian.
Prinsip Universalisme (Syumuliah)  Transaksi syariah yang dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk
semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras, dan
golongan sesuai dengan semangat rahmatan li alamin (KDPPLKS paragraf 25).

G-4
Glosarium

Q 
Qardh  Transaksi yang diperbolehkan oleh syariah dengan menggunakan skema pinjam-meminjam.

R 
Reksadana Syariah  Perusahaan sekuritas yang khusus memfasilitasi investor yang menginvestasikan
dananya pada saham-saham yang memenuhi kriteria syariah.
Riba  Tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (iwad) yang dibenarkan
syariah atas penambahan tersebut.

S 
Salam Pembelian barang yang pembayarannya dilunasi di muka, sedangkan penyerahan barang
dilakukan di kemudian hari.
Salam Paralel  Jual beli barang yang melibatkan dua transaksi salam, dalam hal ini transaksi salam
pertama dilakukan antara nasabah dengan bank, sedang transaksi salam kedua dilakukan antara
bank dengan petani atau penyuplai.
Sewa dengan Skema Ijarah  Transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan.
Sewa dengan Skema Ijarah Muntahiya Bit Tamlik  Transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa
dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disediakannya dengan opsi
perpindahan hak milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
Shadaqah  Istilah yang umum digunakan untuk segala sesuatu yang kita kontribusikan kepada orang
lain.
Shahibul Maal  Pihak yang menyediakan dana.

T 
Tabungan Mudharabah  Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dipersamakan dengan itu.
Tadlis  Transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu pihak (unknown to
one party).
Gharar  Transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh kedua belah pihak.
Takaful  Lembaga asuransi yang beroperasi dengan sistem syariah.

W 
Wadiah  Titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga
dan dikembalikan oleh yang penerima titipan, kapan saja si penitip menghendaki.
Wadiah Yad-amanah  Penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai si
penitip mengambil kembali titipannya.
Wadiah Yad-dhamanah  Titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan
oleh penerima titipan.

G-5
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

G-6
INDEKS

A Bank syariah, 49–58, 60, 61, 63, 64


Bank Umum Syariah, 16, 20
AAOIFI, 7, 8, 10, 16, 17, 29 Baydoun, 8, 10
Abdullah bin Muhammad bin Kiyah Al BAZ, 23, 25
Mazindarani, 5 BMI, 16, 20
ACCA, 9 BMT, 13
Accounting and Auditing Organization BPRS, 20, 62, 67
for Islamic Financial Institution, 7, BUS, 20, 62–64, 66–68
16, 29
Adnan, 2, 3, 5, 6, 8, 10
Akad mudharabah, 94, 95, 99, 100
C
Akhyar Adnan, 8 Certified Islamic Public Accountant, 17
Al-kafalah, 60 Channeling, 55, 56, 63
Al-Khitmah, 4, 22 CIPA, 17
Al-Khitmah Al-Jame’ah, 4 Current cost, 8
An-taraddin minkum, 115
Ar Rahnu, 22
Asuransi syariah, 13
D
Dana mudharabah, 51, 55, 56, 59
B Dana Pihak Ketiga, 94
Deposito mudharabah, 100, 101, 104, 105
Badan Amil Zakat, 23 Dewan Pengawas Syariah, 17, 26
Bai’ najasy, 36, 45 Dewan Syariah Nasional, 25, 26, 28, 45
Baitulmal, 50 Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Baitulmal wat Tamwil, 9, 13, 15 Indonesia, 25, 26
Ball, 5 Disclosure, 9
Bank konvensional, 50–54, 63 DPK, 94
Bank Muamalat Indonesia, 14, 20, 24 DPS, 17
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, 20, Dr. Ahmad El Najjar, 14
62, 68 Dr. Husein Shehata, 17
Bank Perkreditan Rakyat Syariah, 20 Dr. Wahba Zuhaili, 17
I-1
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

Dr. Yusuf Qaradawi, 17 Investor, 73


DSN, 25, 94, 97, 99, 100, 103 Investor potensial, 73
DSN-MUI, 25 Investor sekarang, 73
IRTI, 16
E Islamic Development Bank, 14
Islamic Financial Services Board, 19, 51
executing, 55, 56, 63 Islamic International Rating Agency, 20
Islamic Research and Training Institute, 16

F Istishna’, 51
Iwan Triyuwono, 8
four bottom line, 9
J
G Jaridah Al-Kharaj, 4
Gaffikin, 8, 10 Jaridah Al-Mal, 4
Gamal Abdul Naser, 14 Jaridah Al-Musadareen, 4
General Council of Islamic Banks and Financial Jaridah An-Nafaqat, 4
Institution, 20
Gharar, 35, 36, 38, 45
Giro mudharabah, 97, 100
K
Giro wadiah, 97–99 Kafalah, 60, 61, 65
Global Reporting Initiative, 9 Kafiil, 60
GRI, 9 KDPPLKBS, 70
Gross profit, 114, 115 KDPP-LKS, 7
Gross profit sharing, 114 KDPPLKS, 69–77, 79, 81, 84, 85, 86
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian

H Laporan Keuangan Bank Syariah, 70


Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Hameed, 7, 9, 10 Laporan Keuangan Syariah, 69–71, 87
Have, 5 Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Hawalah, 61 Laporan Lembaga Keuangan Syariah, 25
Heaps, 5
Hendriksen, 5
Hybrid, 7
L
Labatjo, 2, 3, 5, 6, 10

I LAZ, 23
Lembaga Amil Zakat, 23
IAI, 7, 8, 17, 30 Lembaga Keuangan Syariah, 34
IDB, 14, 16, 17, 29 Leonard of Piza, 5
IFSB, 16, 19, 20, 29 Liquidity Management Center, 20
IICRCA, 20 LKS, 34
IIFM, 16–18, 29 LMC, 20
IIRA, 20 Luca Pacioli, 1
Ijarah, 51, 57, 59, 60, 61, 64, 65, 67
Ijarah muntahiya bittamlik, 51, 57, 59, 64, 65, 67
Ikatan Akuntan Indonesia, 7, 17
M
Ikhtikar, 35, 36, 45 Makful bihi, 60
International Islamic Center for Reconciliation Makfuul ’anhu ’ashil, 60
and Comercial Arbitration, 20 Makfuul lahu, 60
International Islamic Financial Market, 15, 17, 29 Maysir, 35, 36

I-2
Indeks

Mirza, 8
Mit Ghamr Bank, 14 Q
Mit Ghamr Savings Bank, 14 Qardhul hasan, 51, 52
Mudharabah, 51, 54–59, 63–65, 67, 94–97,
99–101, 104
Mudharabah muqayyadah, 55, 56, 58, 59, 63, 110, R
129
Reksa Dana Syariah, 22
Mudharabah muqayyadah channeling, 110
Restricted mudharabah, 110
Mudharabah muqayyadah executing, 110
Revenue sharing, 113–115
Mudharabah musytarakah, 55, 110, 117, 129
Riba, 35, 36, 40
Mudharabah muthlaqah, 55, 110, 111, 129
Riba fadhl, 42, 43
Mudharabah terikat, 110
Riba jahiliyyah, 42
Mudharib, 51, 55, 57, 61, 110–113, 115, 124
Riba nasi’ah, 42, 43
Muhal, 51, 61
Riba qardh, 42
Muhal ’alaih, 51
Muhil, 51
Musyarakah, 67, 136, 137, 139–142, 144, 147, 159 S
Musyarakah abdan, 136
Musyarakah akad, 136 Salam, 51, 57, 58, 64, 65, 67
Musyarakah hak milik, 136 SFA, 7, 8
Musyarakah ‘inan, 136 Shahibul maal, 51, 53, 55–58, 100
Musyarakah menurun, 137, 147 Shahul Hameed, 9
Musyarakah mutanaqisha, 137, 147 Sharf, 60, 61
Musyarakah muwafadhah, 136 Sheikh Muhammad Taqi Usmani, 17
Musyarakah permanen, 137, 142 Skema ijarah, 59, 61, 64
Musyarakah wujuh, 136 Skema ijarah muntahiya bittamlik, 59
Skema investasi, 53, 57
Skema istishna’, 58
N Skema jual beli, 57
Skema mudharabah, 58, 64
Naser Social Investment, 14
Skema musyarakah, 58, 59
Net profit, 114, 115
Skema salam, 58
Nisbah, 51, 55
Skema sewa, 57
Skema wadiah, 74
P Syariah compliance, 9
Syirkah, 136, 137
Pacioli, 1, 4–6, 10, 11 Syirkah usaha, 136
PAPSI, 161, 173, 196 Syirkatul amlak, 136
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Syirkatul uqud, 136
Indonesia, 161, 196
Pemberi dana qardh, 73
Pemilik dana syirkah temporer, 73, 74 T
Pemilik dana titipan, 74
Ta’alluq, 44, 45
Prinsip ’adalah, 72
Tadlis, 35–38, 45
Prinsip hawalah, 61
Transaksi mudharabah, 136, 144
Prinsip ijarah, 61
Transaksi musyarakah, 135–137, 139, 141, 142,
Prinsip maslahah, 72
144, 155
Prinsip sharf, 61
Transaktor, 112
Prinsip syumuliah, 73
Triple bottom line, 9
Prinsip tawazun, 72
Prinsip ukhuwah, 72

I-3
Ak u nt an s i Perb an k an Syar i a h: Teo ri d an Prak tik Ko ntemp o rer

U
Unit Usaha Syariah, 20, 25, 64
Unrestricted mudharabah, 111
UU No. 21 Tahun 2008, 21
UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008, 20
UUS, 20

V
Venice, 5

W
Wadiah, 54–56, 63, 64, 94, 96–101, 103, 104
Wadiah yad-amanah, 54, 63
Wadiah yad-dhamanah, 54, 55, 63
Wolf, 5

Z
Zaid, 3, 4, 5, 6, 10

I-4

Anda mungkin juga menyukai