Anda di halaman 1dari 44

ULASAN TEMA KEISLAMAN

1. TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN


DALAMISLAM
2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DANAL-HADITS
3. 3 GENERASI TERBAIK MENURUTAL-HADITS
4. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSHOLEH (REFERENSI AL-HADITS)
5. AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKKAN HUKUM DALAM ISLAM

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : DIAH HARUN IRNAWATI


Nim : E1A020019
Fakultas&Prodi : FKIP & pendidikan biologi
Semester :1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021\
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarkatuh.

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT atas selesainya
tugas ini dengan tepat waktu dan memberikan kami kemudahan mengerjakannya.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW semoga kita semua mendapat syafaatnya kelak di akhirat
nanti.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani ,S.
Th.I.,M.Sos sebagai dosen pengampuh mata kuliah Pendidikan agama islam . saya
tentu menyadari bahwa tugas ini masih terdapat kesalahan serta kekurangan
didalamnya. Jika ada suatu yang salah dalam penulisannya , seperti menyampaikan
informasi bebeda sehingga tidak sama dengan pengetahuan pembaca lain. Saya
mohon maaf sebesar- besarnya apabila ada kalimat atau kata-kata yang salah.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi orang lain. Demikian saya
ucapkan terimakasih atas waktu bapak Dosen yang telah membaca tugas saya.

Penyusun,Mataram 26 oktober 2020

Nama : DIAH HARUN IRNAWATI


Nim : E1A020019

i
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ................................................................................................


KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTARISI ............................................................................................................ ii
BAB I
Tauhid Keistimewaan Dan Kebenaran Konsep Ketuhanan Dalam Islam ............... 1
BAB II
Sains dan Teknologi dan Al-Qur’an dan Al-Hadits ................................................. 11
BAB III
Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits ...................................................................... 23
BAB IV
Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits ....................................................................... 29
BAB V
Islam: Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum ..................... 37
DAFTARPUSTAKA ................................................................................................
LAMPIRAN ............................................................................................................

NOTE:

Untuk Kata Kunci/ Keywords ketiklah: Islam, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos,
Universitas Mataram, Nama Fakultas, Nama Prodi, Nama Kalian Sendiri.

ii
BAB I
TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN
KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

A. Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai


untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia,
misalnya dalam surat  al-Furqan ayat 43

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya


sebagai Tuhannya ? Dalam surat al-Qashash ayat 38, perkataan ilah dipakai oleh
Fir’aun untuk dirinya sendiri: Dan Fir’aun berkata: ‘Wahai para pembesar hambaku,
aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku’.

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa


mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi
maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja).
Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad:
ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol
atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti tentang
definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika al-Qur’an adalah sebagai
berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya
yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan
kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-
ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya
untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan

1
ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya. (M. Imaduddin,
1989: 56).

Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa
berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia
tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an
setiap manusia pasti mempunyai sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan
demikian, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan
mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti
dengan suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim
harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam
hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah.

B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

1. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah


konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah
maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman
batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori
yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama
kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula
dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor,
Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran
tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:

a. Dinamisme

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui


adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu
yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda
mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan
ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda

2
disebut dengan nama yang berbeda-beda,
seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah
kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera.
Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang
misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan
pengaruhnya.

b. Animisme

Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga


mempercayai adanya peran roh dalam  hidupnya. Setiap benda yang
dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh
dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh
karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai
rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan.
Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan
ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia
harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan advis
dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

c. Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan


kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan.
Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai
tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang
bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air,
ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.

d. Henoteisme

Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum


cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan
seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-
kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif
(tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan
Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain.

3
kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme
(Tuhan tingkat Nasional).

e. Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi


monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk
seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari
filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme, dan
teisme.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana


dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew
Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat
primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah
juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka
mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang
khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud
yang lain.

Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur


golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana
agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan
memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka
menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi
dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan
pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh
kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-
bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah
monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu
Tuhan. (Zaglul Yusuf, 1993: 26-37).

2. Pemikiran Umat Islam

Dikalangan umat Islam terdapat polemik dalam masalah ketuhanan.


Satu kelompok berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu faham yang
mengatakan bahwa Tuhan mempunyai kekuatan mutlah yang menjadi penentu

4
segalanya. Di lain pihak ada yang berpegang pada doktrin Qodariah, yaitu
faham yang mengatakan bahwa manusialah yang menentukan nasibnya.
Polemik dalam masalah ketuhanan di kalangan umat Islam pernah
menimbulkan suatu dis-integrasi (perpecahan) umat Islam, yang cukup
menyedihkan. Peristiwa al-mihnah yaitu pembantaian terhadap para tokoh
Jabariah oleh penguasa Qadariah pada zaman khalifah al-Makmun (Dinasti
Abbasiah). Munculnya faham Jabariah dan Qadariah berkaitan erat dengan
masalah politik umat Islam setelah Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai
kepala pemerintahaan, Abu Bakar Siddiq secara aklamasi formal diangkat
sebagai pelanjut Rasulullah. Berikutnya digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab,
Usman dan Ali.

Embrio ketegangan politik  sebenarnya sudah ada sejak khalifah Abu


Bakar, yaitu persaingan segitiga antara sekompok orang Anshar (pribumi
Madinah), sekelompok orang Muhajirin yang fanatik dengan garis keturunan
Abdul Muthalib (fanatisme Ali), dan kelompok mayoritas yang mendukung
kepemimpinan Abu Bakar. Pada periode kepemimpinan Abu Bakar dan Umar
gejolak politik tidak muncul, karena sikap khalifah yang tegas, sehingga
kelompok oposisi tidak diberikan kesempatan melakukan gerakannya.

Ketika khalifah dipegang oleh Usman Ibn Affan (khalifa ke 3),


ketegangan politik menjadi terbuka. Sistem nepotisme yang diterapkan oleh
penguasa (wazir) pada masa khalifah Usman menjadi penyebab adanya reaksi
negatif dari kalangan warga Abdul Muthalib. Akibatnya terjadi ketegangan,yang
menyebabkan Usman sebagai khalifah terbunuh. Ketegangan semakin
bergejolak pada khalifah berikutnya, yaitu Ali Ibn Abi Thalib.  Dendam yang
dikumandangkan dalam bentuk slogan bahwa darah harus dibalas dengan 
darah, menjadi motto bagi kalangan oposisi di bawah kepemimpinan Muawiyah
bin Abi Sufyan. Pertempuran antara dua kubu tidak terhindarkan. Untuk
menghindari perpecahan, antara dua kubu yang berselisih mengadakan
perjanjian damai. Nampaknya bagi kelompok Muawiyah, perjanjian damai
hanyalah merupakan strategi untuk memenangkan pertempuran. Amru bin Ash
sebagai diplomat Muawiyah mengungkapkan penilaian sepihak. Pihak Ali yang
paling bersalah, sementara pihaknya tidak bersalah. Akibat perjanjian itu pihak
Ali (sebagai penguasa resmi) tersudut. Setelah dirasakan oleh pihak Ali bahwa
perjanjian itu merugikan pihaknya, di kalangan pendukung Ali terbelah menjadi

5
dua kelompok, yaitu : kelompok yang tetap setia kepada Ali, dan kelompok
yang menyatakan keluar, namun tidak mau bergabung dengan Muawiyah.
Kelompok pertama disebut dengan kelompok SYIAH, dan kelompok kedua
disebut dengan KHAWARIJ. Dengan demikian umat Islam terpecah menjadi
tiga kelompok politik, yaitu: 1) Kelompok Muawiyah (Sunni), 2) Kelompok
Syi’ah, dan 3) Kelompok Khawarij.Untuk memenangkan kelompok dalam
menghadapi oposisinya, mereka tidak segan-segan menggunakan konsep
asasi. Kelompok yang satu sampai mengkafirkan kelompok lainnya. Menurut
Khawarij  semua pihak yang terlibat perjanjian damai baik pihak Muawiyah
maupun pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak Muawiyah dikatakan kafir karena
menentang pemerintah, sedangkan pihak Ali dikatakan kafir karena tidak
bersikap tegas terhadap para pemberontak, berarti tidak menetapkan hukum
berdasarkan ketentuan Allah. Mereka mengkafirkan Ali dan para
pendukungknya, berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah (5) : 44

َ ‫َو َمنْ لَ ْم َيحْ ُك ْم ِب َما أَ ْن َز َل هَّللا ُ َفأُولَئ‬


َ ‫ِك ُه ُم ْال َكافِر‬
‫ُون‬

Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan apa yang


diturunkan Allah (Al-Quran), maka mereka dalah orang-orang kafir.

Munculnya doktrin saling mengkafirkan antara satu kelompok dengan


kelompok lain membuat pertanyaan besar bagi kalangan cendikiawan. Pada
suatu mimbar akademik (pengajian) muncul pertanyaan dari peserta pengajian
kepada gurunya yaitu Hasan Al-Bashry. Pertanyaan yang diajukan berkaitan
dengan adanya perbedaan pendapat tentang orang  yang berbuat dosa besar.
Sebagian pendapat mengatakan bahwa mereka itu adalah mukmin, sedangkan
pendapat lain mengatakan kafir. Para pelaku politik yang terlibat tahkim
perjanjian antara pihak Ali dan pihak Muawiyah, mereka dinilai sebagai pelaku
dosa besar. Alasan yang mengatakan mereka itu mukmin beralasan bahwa
iman itu letaknya di hati, sedangkan orang lain tidak ada yang mengetahui hati
seseorang kecuali Allah. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa
iman itu bukan hanya di hati melainkan berwujud dalam bentuk ucapan dan
perbuatan. Berarti orang yang melakukan dosa besar dia adalah bukan
mukmin. Kalau mereka bukan mukmin berarti mereka kafir.

6
Sebelum guru besarnya memberikan jawaban terhadap pertanyaan
yang dimajukan tentang dosa besar tersebut, seorang peserta pengajian yang
bernama Wasil ibnu Atha mengajukan jawaban, bahwa pelaku dosa besar
bukan mukmin dan bukan kafir melainkan diantara keduanya. Hasan Al-Bashry
sebagai pembina pengajian tersebut memeberikan komentar, terhadap
jawaban Wasil. Komentarnya bahwa pelaku dosa besar termasuk yang terlibat
dalam perjanjian damai termasuk kelompok fasik. Wasil membantah komentar
gurunya itu, karena orang yang fasik lebih hina dimata Allah ketimbang orang
yang kafir. Akibat polemik tersebut Wasil bersama beberapa orang  yang
sependapat dengannya memisahkan diri dari kelompok pengajian Hasal Al-
Bashry. Peserta pengajian yang tetap bergabung bersama Hasan Al-Bashry
mengatakan, “I’tazala Wasil ‘anna.” (Wasil telah memisahkan diri dari kelompok
kita.) Dari kata-kata inilah Wasil dan pendukungnya disebut kelompok
MUKTAZILAH. (Lebih jelasnya lihat Harun Nasution dalam Teologi Islam).

Kelompok Muktazilah mengajukan konsep-konsep yang bertentangan


dengan konsep yang diajukan golongan Murjiah (aliran teologi yang diakui oleh
penguasa politik pada waktu itu, yaitu Sunni. Berarti Muktazilah sebagai
kelompok penentang arus). Doktrin Muktazilah terkenal dengan lima azas
(ushul al-khamsah) yaitu:

1. meniadakan (menafikan) sifat-sifat Tuhan dan menetapkan zat-Nya


2. Janji dan ancaman Tuhan (al-wa’ad dan al-wa’id)
3. Keadilan Tuhan (al-‘adalah)
4. Al-Manzilah baina al-manzilatain (posisi diatara dua posisi)
5. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

Dari lima azas tersebut – menurut Muktazilah – Tuhan terikat dengan


kewajiban-kewajiban. Tuhan wajib memenuhi janjinya. Ia berkewajiban
memasukkan orang yang baik ke surga dan wajib memasukkan orang yang
jahat ke neraka, dan kewajiban-kewajiban lain. Pandangan-pandangan
kelompok ini menempatkan akal manusia dalam posisi yang kuat. Sebab itu
kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok teologi rasional dengan sebutan
Qadariah.

7
Sebaliknya, aliran teologi tradisional (Jabariah) berpendapat bahwa
Tuhan mempunyai sifat (sifat 20, sifat 13, dan maha sifat). Ia maha kuasa,
memiliki kehendak mutlak. Kehendak Tuhan tidak terikat dengan apapun.
Karena itu ia mungkin saja menempatkan orang yang baik ke dalam neraka
dan sebaliknya mungkin pula ia menempatkan orang jahat ke dalam surga,
kalau Ia menghendaki. Dari faham Jabariah inilah ilmu-ilmu kebatinan
berkembang di sebagaian umat Islam.

3. Konsep Ketuhanan dalam Islam

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu


setiap yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi
oleh manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah
(tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu  Allah, dan
selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda
seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai
ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165,
sebagai berikut:

ِ ‫ُون هَّللا ِ أَ ْندَ ا ًدا ُي ِحبُّو َن ُه ْم َكحُبِّ هَّللا‬


ِ ‫اس َمنْ َي َّتخ ُِذ مِنْ د‬
ِ ‫َوم َِن ال َّن‬

 Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai


tandingan terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana
mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut


konsep tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui
dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun
acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi
Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia
mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya
nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab
sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran
Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut
timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi
Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam
mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan

8
masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan
konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam


dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

َ ‫ْس َو ْال َق َم َر َل َيقُولُنَّ هَّللا ُ َفأ َ َّنى ي ُْؤ َف ُك‬


‫ون‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
wَ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّشم‬ ِ ‫َولَئِنْ َسأ َ ْل َت ُه ْم َمنْ َخلَقَ ال َّس َم َوا‬

Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum


tentu berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik
dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui
oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam
adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam
semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah


sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah
pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-
Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran
manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-
Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.

konsep ketuhanan dapat di artikan sebagai kecintaan, pemujaan atau


sesuatu yang di anggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal ( baik
abstrak maupun kongkrit ). Eksistensi atau kebenaran Allah disampaikan oleh
rasul melalui wahyu kepada manusia tapi yang diperoleh melalui proses
pemikiran atau perenungan imformasi melalui wahyu tentang perenungan
kepada Allah dapat dibawa dala kutipan dibawah ini :

a. Surat Al-anbiya : 25 yang artinya dan kami tidak mengutus seorang


rsaulpun sebelum kamu, melainkan kami mewahyukan kepadanya. Bahwa

9
sanya tidak ada tuhan selain Allah maka sembahlah olehmu sekalian akan
aku”.
Sejak diutusnya Nabi Adam AS sampai Muhammad SAW terahir.ajaran
islam yang Allah wahyukan kepada para utusannya adalah tauhidullah atau
monoteisme murni. Sedangkan lafaz kalimat tauhid itu adalah agama
wahyu, hal semacam itu disebabkan manusia mengubah ajaran tersebut.
Dan hal seperti itu termasuk kebohongan yang besar.
b. Surah Al-maidah : 72 dan al masih berkata hai bani israil sembahlah Allah
tuhanku da tuhanmu sesungguhnya orng yang memper sekutukan Allah
maka Allah pasti mengharamkan baginya syurga dan tempatnya dalah
neraka.
c. Surah Al-baqarah : 163 dan tuhanmu adalah tuhan yang maha esa tidak
ada tuhan yang maha pengasih lagi maha penyanyang.
Ayat-ayat diatas menegaskan bahwa Allah SWT adalah tuhan yang
mutlak ke esaanya. Lafaz Allah SWT adalah isim jamid. Personal nama
atau isim a’dham yang tidak dapat diterjemahkan digantikan atau
disejajarkan dengan yang lain . seseorang yang telah mengaku islam dan
telah mengikrarkan kalimat syahadat laa ilaha illa Allah ( tidak ada tuhan
selain Allah ) berate telah memiliki kenyakinan yang benar yaitu
monoteisme murni/mutlak .

10
BAB II
SAINS & TEKNOLOGI DALAM Al-QUR’AN DAN AL-HADIST

A. Sains dan teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-hadist


Nabi Muhammad saw., sebagaimana kita semua tahu, hidup empat belas
abad yang lampau. Catatan-catatan sejarah memperlihatkan bahwa, tatkala al-
Qur’an diwahyukan, masyarakat Arab tidak memiliki teknologi yang
memungkinkan mereka untuk melakukan penyelidikan-penyelidikan tentang dunia
ini atau alam semesta. Dengan demikian, terdapat suatu perbedaan yang
signifikan antara tingkat sains dan teknologi pada waktu itu, tatkala Nabi
Muhammad saw. masih hidup, dengan zaman kita. Sesungguhnya, perbedaan ini
terus berjalan pada awal mula abad ke-20 dan ke-21. Sebuah bukti yang
gamblang tentang ini adalah bahwa segelintir penemuan teknologis yang namanya
tak dapat disebutkan hanya beberapa dekade yang lalu telah menjadi unsur-unsur
yang sangat dibutuhkan pada kehidupan kita saat ini.

Meskipun adanya perbedaan-perbedaan yang sangat banyak ini, pada


abad ke-7, Nabi Muhammad saw. telah memberitahukan sejumlah kebenaran
mengenai masa depan. Dalam halaman-halaman berikut, kita akan menelaah
hadis-hadis yang menggambarkan tingkat pengetahuan ilmiah dan teknologi Akhir
Zaman. Kita akan melihat bahwa apa yang diramalkan oleh Nabi Muhammad saw.
empat belas abad yang lalu sedang menjadi kenyataan pada zaman kita.
1. Teknologi Kedokteran:
Selama berabad-abad, memiliki umur yang panjang sudah menjadi salah satu
dari tujuan utama umat manusia, di mana mereka telah mengerahkan banyak
usaha guna mencapainya. Mengenai hal ini, Nabi Muhammad saw.
memberitahukan kepada kita suatu kemajuan pada Akhir Zaman:
Pada saat itu … usia hidup akan makin bertambah panjang.
(Ibnu Hajar Haytsami, Al-Qawl al-Mukhtashar fi ‘Alamat al-Mahdi al-Muntazhar)
Empat belas abad telah berlalu semenjak Nabi Muhammad saw.
menyampaikan kata-kata ini. Catatan-catatan yang tersimpan mengenai
beberapa tahun terakhir ini telah menunjukkan dengan jelas bahwa rata-rata
harapan hidup pada zaman kita jauh lebih besar daripada pada setiap awal
abad sebelumnya. Bahkan, sudah ada suatu perbedaan yang besar sekali

11
antara awal dan akhir abad ke-20. Misalnya, seseorang yang lahir pada tahun
1995 dapat berharap untuk hidup lebih lama 35 tahun daripada seseorang yang
lahir pada tahun 1900.
Sebuah contoh lain yang mencolok tentang hal ini adalah, pada masa
lalu, jarang orang yang berusia hingga 100 tahun; pada hari ini banyak orang
yang mencapai usia tersebut.
Menurut United Nations Department of National Population, selama
beberapa tahun terakhir ini, populasi dunia terus mengalami transisi yang luar
biasa dari suatu tingkat kelahiran dan kematian yang tinggi ke tingkat kelahiran
dan kematian yang rendah. Substansi dari transisi ini adalah pertumbuhan
dalam jumlah dan proporsi orang-orang yang lebih tua. Peningkatan yang
cepat, besar, dan amat bisa dirasakan ini tak pernah terlihat sebelumnya dalam
sejarah peradaban.
Meningkatnya harapan hidup ini tentunya memiliki suatu sebab.
Kemajuan layanan kesehatan yang merupakan konse-kuensi dari kemajuan
teknologi kedokteran telah memungkinkan situasi yang demikian. Di samping
itu, perkembangan-perkembangan dalam ilmu genetika dan pesatnya kemajuan
Proyek Gen Manusia (Human Genome Project) segera mengawali lahirnya
sebuah era yang sama sekali baru di bidang kesehatan. Kemajuan-kemajuan
ini merupakan proporsi yang oleh orang-orang yang hidup pada masa-masa
terdahulu tak pernah terbayangkan. Berdasarkan pada semua perkembangan
ini, kita dapat mengatakan bahwa orang-orang yang hidup pada zaman kita
telah mencapai hidup yang panjang dan sehat seperti digambarkan dalam
hadis di atas.

2. Pendidikan:

Sebuah perbedaan signifikan yang membedakan abad ke-20 dan ke-21


dengan abad-abad sebelumnya adalah majunya kemampuan baca tulis. Pada
masa-masa yang lebih awal, kemampuan baca tulis hanya dimiliki oleh
segelintir orang yang memiliki status istimewa, sedangkan, menjelang akhir
abad ke-20, UNESCO dan organisasi-organisasi pemerintah dan swasta
lainnya, telah menyelenggarakan kampanye-kampanye di seantero dunia untuk
melawan kecenderungan ini. Mobilisasi sumber-sumber daya pendidikan ini,
dengan bantuan penemuan-penemuan teknologi layanan-layanan
kemanusiaan, telah membuahkan hasil pada zaman kita. Menurut sebuah

12
laporan dari UNESCO, rata-rata tingkat kemampuan baca tulis pada tahun
1997 adalah 77,4%. Angka ini tentu saja adalah yang tertinggi dalam 14 abad.
Pada saat yang sama, Nabi Muhammad saw. menggambarkan masyarakat
pada Akhir Zaman dalam hadis beliau:

Kemampuan baca tulis akan meningkat-tatkala Pengadilan semakin


dekat. (Ahmad Dhiya’ ad-Din al-Kamushkhanawi, Ramuz al-Ahadits)

3. Teknologi Konstruksi:

Suatu tanda kemajuan teknologi pada abad di mana kita hidup dan,
yang mana Nabi Muhammad saw. telah menyebutkannya adalah dibangunnya
gedung-gedung yang tinggi.

Tidak akan ada [Hari] Pengadilan-hingga gedung gedung yang sangat


tinggi dibangun. (Diriwayatkan oleh Abu Hurairah) As-Sa‘ah (Hari Kiamat) tidak
akan tiba  hingga manusia berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi.
(H.r. Bukhari)

Bila kita tilik sejarah arsitektur dan teknik, kita lihat bahwa gedung-
gedung berlantai banyak mulai dibangun hanya menjelang akhir abad ke-19.
Perkembangan-perkembangan teknologi, meningkatnya penggunaan baja dan
lift mempercepat laju pembangunan struktur-struktur yang disebut pencakar
langit. Pencakar langit telah menjadi sebuah bagian penting dari arsitektur abad
ke-20 dan ke-21, dan pada hari ini telah menjadi sebuah lambang prestise. Apa
yang dikatakan oleh hadis tadi telah menjadi kenyataan: manusia memang
telah berlomba-lomba dalam membangun gedung-gedung tinggi, dan bangsa-
bangsa pun saling berlomba-lomba dalam membangun pencakar langit
tertinggi.

4. Teknologi Transportasi:

Di sepanjang sejarah sudah ada suatu hubungan langsung antara


kekayaan dan kekuatan rakyatnya dengan teknologi transportasinya.
Masyarakat-masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mengadakan sistem
transportasi yang efektif dapat meningkatkan taraf kemajuan mereka.

13
Berbicara tentang karakteristik-karakteristik Akhir Zaman, Nabi
Muhammad saw. bersabda mengenai perkembangan transportasi:

Hari Akhir tidak akan tiba hingga … waktu berjalan dengan cepatnya.
(H.r. Bukhari) Jarak-jarak yang sangat jauh akan dilintasi dengan waktu singkat.
(H.r. Ahmad, Musnad)

Pesan dari hadis di atas cukup jelas. Pada Akhir Zaman, jarak-jarak
yang sangat jauh akan ditempuh dalam waktu yang singkat oleh kendaraan-
kendaraan baru. Pada zaman kita, pesawat terbang supersonik, kereta api dan
kendaraan-kendaraan canggih lainnya dapat, dalam sekian jam saja, melintasi
jarak yang dulunya ditempuh selama berbulan-bulan, dan melakukannya
dengan lebih mudah, nyaman, dan aman. Dalam hal ini, isyarat yang
diriwayatkan dalam hadis tadi telah menjadi kenyataan.

Al-Qur’an menyebutkan kendaraan-kendaraan yang dihasilkan oleh


kemajuan teknologi modern:Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan
keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan
Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (Q.s. an-Nahl: 8).

Di sini, kita dapat memikirkan dengan mendalam makna ungkapan


“waktu akan berjalan dengan cepat” dalam hadis pertama, dari pandang apa
yang telah kami ceritakan. Jelaslah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad
saw., pada waktu Akhir Zaman, tugas-tugas akan dirampungkan dalam waktu
yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan kurunkurun waktu lainnya.
Sungguh, kemajuan-kemajuan dalam sains telah memungkinkan adanya
peluang bagi hampir semua hal untuk diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih
singkat dan dengan hasil yang jauh lebih baik. Sebuah hadis serupa
menguatkan pandangan ini:

Saat Akhir tidak akan tiba sebelum waktu menyusut, setahun bagaikan
sebulan, sebulan bagaikan sepekan, sepekan bagaikan sehari, sehari bagaikan
sejam, dan sejam bagaikan nyala lilin.
(H.r. Tirmizi)

Misalnya, berabad-abad yang lalu, komunikasi internasional, yang


lamanya sampai berminggu-minggu, kini dapat ditempuh dalam hitungan detik

14
saja dengan menggunakan Internet dan teknologi komunikasi modern lainnya.
Pada masa lalu, barang-barang yang dulunya sampai ke tujuan setelah
menempuh perjalanan selama berbulan-bulan dalam kafilahkafilah, kini dapat
dikirim dengan cepat. Pada hari ini, jutaan buku dapat diterbitkan dalam waktu
yang beberapa abad yang lalu hanya dapat untuk menghasilkan satu buah
buku saja. Hal-hal sehari-hari sudah begitu saja menjadi hal yang lazim, seperti
kebersihan, cara-cara penyajian makanan, dan keperluan untuk perawatan
anak-anak, sudah tidak lagi menghabiskan banyak waktu berkat adanya
keajaiban-keajaiban teknologi modern.

Kita dengan mudah dapat memberikan sekian banyak contoh seperti itu.
Akan tetapi, yang harus kita pikirkan dengan mendalam di sini adalah tanda-
tanda yang diberitahukan oleh Nabi Muhammad saw. pada abad ke-7 dulu
yang kini sedang menjadi kenyataan.

Tanda lainnya lagi dari Akhir Zaman yang dalam hadis-hadis adalah
tersebar luasnya perdagangan (Diriwayatkan oleh Ibnu Masud r.a.) yang seiring
dengan kemaju-an-kemajuan di bidang transportasi. Transportasi-transportasi
modern telah memungkinkan tiap negeri di dunia ini untuk melakukan
hubungan perdagangan yang erat dengan negerinegeri lainnya.

5. Teknologi Komunikasi:

Sebagian dari informasi paling menarik yang diberitakan oleh Nabi


Muhammad saw. terdapat dalam hadis beliau yang menggambarkan teknologi
komunikasi di masa modern. Salah satu hal yang beliau katakan cukup
mencengangkan:

Hari Akhir tak akan tiba sebelum seseorang berbicara dengan gagang
cambuknya. (H.r. Tirmizi)

Bila kita lihat hadis ini dengan lebih dekat lagi, kita dapat melihat
kebenaran yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana kita maklumi, pada
zaman dulu, cambuk dipakai secara luas untuk menaiki hewan-hewan
tunggangan, khususnya onta dan kuda. Manakala kita telaah hadis ini kita pun
melihat bahwa Nabi Muhammad saw. sedang membuat sebuah perbandingan.

15
Mari kita tanyakan kepada orang-orang pada zaman sekarang: “Benda
berbicara apa yang dapat kita perbandingkan dengan bentuk sebuah cambuk?”
Jawaban yang paling mendekati atas pertanyaan ini adalah sebuah telepon
genggam atau suatu perangkat komunikasi lainnya yang serupa itu. Bila kita
ingat-ingat, perangkat komunikasi nirkabel, seperti telepon genggam atau
telepon satelit, adalah perkembangan yang baru-baru ini terjadi, maka kita akan
paham betapa futuristiknya gambaran Nabi Muhammad saw. 1.400 yang lalu.
Maka, ini adalah satu lagi pemberitahuan akan waktu sebelum Hari Pengadilan
di mana kita hidup di dalamnya.

Dalam riwayat lainnya dari Nabi Muhammad saw., beliau menyoroti


perkembangan teknologi komunikasi:

Tak ada Hari Pengadilan … hingga seseorang berbicara dengan


suaranya sendiri. (Mukhtashar Tadzkirah karya Qurthubi)

Pesan dalam hadis ini sudah cukup jelas: ia menyatakan bahwa


seseorang mendengar suaranya sendiri merupakan sebuah karakteristik Akhir
Zaman. Tentu saja, bagi seseorang agar dapat mendengar suaranya sendiri,
pertama-tama suara itu harus direkam dan kemudian didengarkan. Teknologi
rekaman dan reproduksi suara adalah produk-produk dari abad ke-20.
Perkembangan ini merupakan titik balik dari kemajuan sains, salah satunya
yang memungkinkan lahirnya industri-industri yang bergerak di bidang
komunikasi dan media. Rekaman suara kini sudah mencapai titik puncaknya,
dengan perkembangan-perkembangan mutakhir dalam komputer dan teknologi
laser.

Pendeknya, perangkat-perangkat elektronik pada hari ini, seperti


mikrofon dan pengeras suara, telah memungkinkan untuk merekam dan
mendengar suara seseorang, yang menunjukkan bahwa apa yang disebutkan
dalam hadis di atas kepada kita telah menjadi kenyataan.

Apa yang dikatakan dalam hadis-hadis yang menggambarkan Akhir


Zaman mengenai teknologi komunikasi tidak terbatas pada hadis yang dikutip
di atas saja. Masih ada tandatanda lain yang sangat menarik dalam hadis-hadis
lainnya:

16
Tanda hari itu: Sebuah tangan akan menjulur dari langit, dan orang-
orang akan menyaksikannya. (Ibnu Hajar Haytsami, Al-Qawl al-Mukhtashar fi
‘Alamat al-Mahdi al-Muntazhar)

Tanda hari itu adalah sebuah tangan menjulur di langit dan orang-orang
pun berhenti untuk melihatnya. (Al-Muttaqi al-Hindi, ‘Al-Burhan fi ‘Alamat al-
Mahdi Akhir az-Zaman) Jelaslah bahwa kata “tangan” dalam hadis di atas
merupakan kiasan. Pada zaman dahulu, sebuah tangan yang dijulurkan dari
langit dan orang-orang menyaksikannya, sebagaimana tersebut dalam hadis
tadi barangkali tidak begitu berarti bagi mereka. Namun bila kita
mempertimbangkan teknologi pada hari ini, pernyataan tadi dapat ditafsirkan
dengan sejumlah cara. Misalnya, televisi, yang kini sudah menjadi suatu bagian
yang tak terpisahkan dari dunia ini, dan ia, beserta dengan kamera dan
komputer, dapat menjelaskan dengan sangat baik apa yang digambarkan oleh
hadis tadi. Kata “tangan” yang disebut dalam hadis itu mungkin saja dipakai
untuk mengiaskan kekuasaan. Bisa dipakai untuk menyebut gambar-gambar
yang muncul dari langit dalam bentuk gelombang, yaitu, televisi.

B. SAINS MENURUT AL-QURAN DAN HADIS


Definisi sains menurut tradisi Islam ialah sains yang bersumberkan
daripada tradisi sains tamadun awal terutamanya Tamadun Islam dan kaedah
empirikal dan matematikal ataupun logikal merupakan sebahagian sahaja kaedah
yang digunakan (Harun, 1992: 7).
Metedologi sains Islam juga mengakui kaedah yang bukan empiris seperti
ilham dan kaedah gnostik atau kashf sebagai tergolong dalam metodolgi saintifik.
Kaedah ini pernah diamalkan oleh tokoh sains Islam yang terkenal. Islam amat
menyeru kepada penganutnya yang mementingkan budaya ilmu dan melakukan
sesuatu proses pencarian ilmu pengetahuan dengan bersungguh-sungguh.
Islam amat menegaskan tentang kepentingan menimba ilmu dan
dipraktikkan dalam pengenalan ilmu sains dan teknologi. Perkara ini dapat
dibuktikan secara fakta bahawa wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW amat menekankan kepada pembacaan sebagai perkara penting
dalam menimba ilmu (Jasmi, 2016b; Muslim, 2003; Ujang, 2009; Yusuf, 2011;
Samrin, 2013; Ina Fauzia, 2015).
Ilmu adalah satu perkara wajib yang perlu dituntut oleh setiap umat
manusia terutamanya umat Islam sama ada lelaki mahupun perempuan 15 (Ujang,

17
2009; Jasmi, 2016b).
Perkara ini dapat diterjemahkan menurut sebuah hadis Rasulullah SAW
yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA (Ibn Majah, 2009: 224
Maksud: menuntut ilmu adalah satu kewajipan ke atas setiap orang Islam.
(Ibn Majah) Dalam karya Imam Al-Ghazali (1967) dan Jasmi (2018) pula,
kewajipan menuntu ilmu yang tersebut dalam hadis ini terbahagi kepada dua, iaitu
wajib fardu ain dan wajib fardu kifayah. Mendalami ilmu sains teknologi juga
termasuk dalam kelompok ilmu wajib fardu kifayah.
Selain dari pada al-Quran yang banyak menceritakan tentang fenomena
sains yang wujud, terdapat beberapa hadis yang menggalakkan umat Islam
mengkaji dan mendalami tentang fenomena sains yang wujud (Jasmi, 2013a,
2013b, 2013d, 2013c).
Antara hadis tersebut ialah peristiwa Nabi Muhammad SAW yang
melarang sahabat baginda daripada melakukan proses pendebungaan pokok
kurma dengan menabur debunga jantan ke atas debunga betina lalu
menyebabkan buah kurma tidak masak sepenuhnya. Nabi Muhammad SAW
menerangkan bahawa pentingnya ilmu perubatan dan keperluannya (Abidin,
2003), secara tuntasnya menyeru umat Islam mengetahui dan mengkaji tentang
Ilmu sains yang berkaitan.
Firman Allah SWT yang artinya : Sesungguhnya Kami memberikan wahyu
kepadamu (wahai Muhammad) sebagaimana Kami memberikan wahyu kepada
Nabi Nuh dan Nabi yang diutuskan kemudian daripadanya dan Kami memberikan
wahyu kepada Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishak, Nabi Yaakob, serta Nabi
keturunannya dan Nabi Isa, dan Nabi Ayub, dan Nabi 16 Yunus, dan Nabi Harun,
dan Nabi Sulaiman, dan juga kami memberikan kepada Nabi Daud Kitab Zabur.”
(Surah al-Nisa’, 4: 163).
Menurut konsep Islam al-Quran sebagai petunjuk dan rahmat yang
menjadi panduan utama bagi membentuk pembentukkan cabang-cabang bidang
serta ilmu atau pengelasan ilmu dalam Islam.
Firman Allah SWT yang artinya: Dan antara tanda yang membuktikan
kekuasaan-Nya dan kebijaksanaan-Nya ialah kejadian langit dan bumi, dan
berbeza bahasa kamu dan warna kulit kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
mengandungi keterangan bagi orang yang berpengetahuan.” (Surah al-Rum, 30:
22). Peningkatan teknologi amat memberi galakkan dan dorongan umat Islam
untuk menceburi dan mendalami tentang keindahan sains-teknologi agar tidak

18
ketinggalan jauh daripada peredaran zaman. Umat Islam yang sejati akan
menjadikan al-Quran dan hadis sebagai panduan untuk memacu teknologi ke arah
yang komprehensif dan lebih teratur demi mewujudkan masyarakat Islam majmuk
yang lebih berkualiti dan berinnovasi berteraskan keilmuan Islam.
Allah SWT berfirman yang artinya: Dan kami mengajar Nabi Dawud
membuat baju besi unntuk kamu menjaga keselamatan kamu dalam mana-mana
peperangan kamu, maka adakah kamu sentiasa bersyukur? (Surah al-Anbiya’, 21:
80).
Dalam konteks sejarah Islam, sains Islam membuktikan bahawa
perkembangan yang pesat dan banyak memberi insprasi ke arah kemajuan 17
tamadun manusia menerusi berbagai bidang. Malah al-Quran meletakkan
panduan dalam mencari sumber serta maklumat tentang kajian yang akan atau
dilakukan untuk menjadikan ilmu yang diperolehi ampuh dan diyakini
kesahihannya. Kemajuan teknologi ini tidak menggalakkan sesuatu pembangunan
yang akan mengakibatkan kerusakan atau kemusnahan alam serta nilai akhlak
manusia itu sendiri.
Firman Allah SWT al-Quran: atinya: timbul berbagai kerosakan dan bala
bencana yang dilakukan oleh tangan manusia: (timbulnya yang demikian) kerana
Allah SWT hendak merasakan mereka sebahagian dari balasan perbuatan buruk
yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (insaf dan bertaubat). (Surah Rum,
30: 41) Ayat al-Quran memberi seruan kepada manusia agar mengkaji dan
meneliti alam untuk memahami dan mendalami ilmu supaya dapat
membangunkan suatu tamadun yang berkualiti.
Allah SWT berfirmanyang artinya: Tidakkah kamu perhatikan bahawa Allah
memudahkan untuk kemudahanmu apa yang ada dilangit dan di bumi, dan
memudahkan untuk kemudahan kamu apa yang ada dilangit dan apa yang ada di
bumi, dan melimpahkan kepada kamu nikmat-Nya yang zahir dan batin. (Surah al-
Luqman, 31: 20)
Ayat di atas menceritakan tentang kekuasaan Allah SWT mencipta alam ini
yang berpandukan syarat tertentu. Selain itu, ayat ini menceritakan tentang setiap
apa yang ada di bumi mahupun yang ada di langit ialah kepunyaan Sang Pencipta
yang diciptakan untuk memudahkan kehidupan dan kegunaan masyarakat sejagat
bersama. Pada pandangan Islam, tiada apa- 18 apa batasan antara Pemilik Alam
selain itu dapat merangkumi aspek kehidupan. Dalam konteks sains, al-Quran
menerangkan tentang kejayaan dalam beberapa aspek kehidupan makhluk.

19
Antara ayat yang dinyatakan dalam al-Quran mengenai kejadian manusia
yang artinya: Dan Dialah Tuhan yang menciptakan manusia dari air, lalu
dijadikannya (mempunyai) keturunan dan kemusaharah dan Tuhanmu adalah
Maha Kuasa sememangnya Tuhanmu berkuasa (menciptakan apa jua yang
dikehendaki-Nya). (Surah al-Furqan, 25: 54).
Kalamuallah ini menyatakan secara terperinci bahawa manusia ini
diciptakan daripada titisan air mani untuk meneruskan lagi zuriat dan keturunan
dibumi ini sebagai khalifah untuk mengembangkan tamadun manusia. Proses
kejadian manusia ini diceritan dari awal sehingga pengakhirannya yang dinyatakan
dalam al-Quran sebelum para saintis atau golongan cendikiawan yang mengkaji
proses penciptaan manusia.
Allah SWT berfirman: Dan sesunguhnya Kami menciptakan manusia dari
“pati” (yang berasal) dari tanah; kemudian Kami jadikan pati itu (setitis) air mani
pada penetapan yang kukuh; kemudian Kami ciptakan air mani itu menjadi
segumpal darah beku lalu Kami ciptakan darah 19 beku itu menjadi seketul
daging; kemudian Kami ciptakan daging itu menjadi beberapa tulang; kemudian
Kami balut tulang-tulang itu dengan daging. Selah sempurna kejadian itu Kami
bentuk ia menjadi makhluk yang lain sifat keadaannya.
Maka nyatalah kelebihan dan ketinggian Allah SWT sebaik-baik Pencipta. (Surah
al-Mu’minun 23: 12-14)
Petikan ayat membuktikan al-Quran menjadi sumber asas yang benar
dalam sains kemanusiaan. Hal ini kerana ketepatan al-Quran ternyata dapat
dibuktikan pada zaman ini.
SAINS-TEKNOLOGI DAN ILMU AGAMA
Teknologi dan sains ialah dua perkara yang tidak dapat dipisahkan ini
disebabkan perkembangan teknologi berasaskan dari kemajuan sains, sehingga
wujudnya istilah “sains-teknologi” yang mudah difahami bahawa penciptaan dan
perkembangan teknologi tidak akan wujud sekiranya sains tidak mempengaruhi.
Menurut karya Wuryadi berpendapat bawa ilmu dan teknologi mula-mula dikenali
sebagai bahagian yang menjadi hubugan antara ilmu dan terapan, namun
berkembang menjadi hubungan dalam erti kata lain menjadi lebih luas. Selain itu,
ilmu juga dipengaruhi oleh teknologi (Wuryadi, 2009).
Sebelum sains dan teknologi menghadapi perkembangan, antara aspek
menjadikan model pendidikan Islam bersifat statik dan ketinggalan ialah subject
matter pendidikan Islam masih dalam pengenalan waktu itu dan bersifat normal

20
dan tekstual, masih mengamalkan pengajaran maintainance learning berasakan
pasif, lambang dan mmpercayai benar terhadap warisan masa lalu dan
mengamalkan sikap pandangan dikotomi yang mengangap pembahagian atau
pemisahan antara dua kumpulan dalam sesuatu hal yang saling bertentanggan.
Sejarah pendidikan Islam sekitar abad ke 13 masihi, iaitu pada zaman
kejatuhan Islam, ia pernah membuktikan sains dan teknologi memang selalu
dimarjinalkan. Di lembaga pendidikan Islam dari peringkat bawahan hingga atasan
hanya menelaah pelajaran mengenai ilmu Fiqah, Tafsir, dan hadis. Ketika itu, ilmu
hanya mengutamakan untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT dan hanya
beribadah.
Antara contohnya ialah umat Islam mempelajari ilmu geometri untuk
mengetahui waktu puasa, arah kiblat dan sebagainya. Berbeza dengan
masyarakat barat, yang mempelajari ilmu tersebut untuk meningkatkan dan
mempraktik dalam kehidupan seharian. Antara contohnya, melahirkan industri
penerbangan, kapal laut, dan sebagainya bagi tujuan memberi manfaat kepada
masyarakat. 20 Sebelum abad ke-13, dunia Islam memainkan watak utama dalam
bidang sains-teknologi.
Menurut Harun Nasution menyatakan bahawa cendekiawan Islam tidak
hanya mempelajari sains-teknologi dan filsafat berasakan buku Yunani, malah
menambah baik kedalam hasil penyelidikan mereka dalam bidang sains-teknologi
dan pemikiran mereka tentang ilmu filsafat. Hal yang demikian, lahirnya ahli-ahli
ilmu pengetahuan dan filosof Islam, contohnya al-Farazi (abad VII) sebagai
astronomi Islam yang pertama kalinya menyusun Astroable (alat yang digunakan
untuk jarak ketinggian bintang dari bumi dan sebagainya) dan lain-lain. Dalam ilmu
agama pula wujudnya para ulama yang mengembangkan hadis (Bukhari Muslim
abad XI):
Ilmu Hukum Islam (Imam-Malik, al-Syafi, Abu Hanifah dan Ibn Khaldun
pada abad VII, IX) dan lainlain. Ilmuan ini mempunyai pengetahuan yang bersifat
desekuaristik yang bermaksud ilmu berpengatahuan umum yang mereka
kembangkan dari ilmu agama dan berasaskan nilai Islam. Contohnya, Ibnu sina
menghafal ayat al-Quran dan dikenali sebagai tokoh dalam bidang perubatan. Di
samping itu, kepandaian beliau dalam bidang ini degelar sebagai Doctor of
Doctors. Selain itu, Ibnu Rusd, dikenali di mata dunia barat sebagai Averous.
Belaiu bukan hanya terkena dalam bidang filsafat, malah dalam ilmu Fiqah. Dalam
kitab fikah karanganya, yang dikenali sebagai Bidayatul Mujtahid diguna pakai

21
sebagai rujukan umat Islam dipelusuk dunia. Seterusnya, al-biruni dikenali sebagai
seorang ahli astronomi, filsafat, geografi, matematik dan juga sejarawan.
Jasmi, Kamarul Azmi, Saleh, Siti Fauziyani Md, & Ismon, Masrom Zanaria.
2017. Kemahiran Menyeluruh Remaja dalam Kehidupan. Dlm. Kamarul Azmi
Jasmi (Ed.), Remaja Hebat: Pembangunan Kemahiran Diri Remaja Menurut Islam.
Jld. 3, hlm. 89-112. Skudai Johor: Penerbit UTM Press. Ma’arif, Syamsul. 2007.
Revitalisasi Pendidikan Islam. Yokyakarta: Graba

22
BAB III
3 GENERASI TERBAIK MENURUT Al-HADIST

Sesungguhnya generasi terbaik dari umat ini ialah generasi para sahabat
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Mereka adalah orang orang yang terbaik
dalam Agama ini dalam hal keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah Subhanahu
Wata’ala dan Rasul-Nya, serta paling gigih dalam memperjuangkan Agama ini dan
paling besar pengorbanannya untuk Allah dan Rasul-Nya.
.
Pantas jika Allah Subhanahu Wata’ala telah memuji mereka dalam Kitab-Nya
( Al Qur'an ), dan begitu pula Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam  juga telah memuji
mereka dalam sabda sabdanya didalam Hadits, bahkan menjadikan mereka sebagai
suri tauladan yang harus diikuti dan dicontoh dalam hal memahami dan mengamalkan
Agama ini, sehingga Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam telah merangkaikan
pemahaman dan pengamalan mereka dalam Agama menjadi suatu ikatan yang
menjadi patokan hukum dalam urusan Agama.

Hal ini tentu saja didasari dengan sebab dan alasan yang kuat, diantaranya
yaitu mereka ( para sahabat ) hadir dimasa saat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wasallam diutus, dan mereka juga hadir dimasa Ayat Ayat Al Qur'an diturunkan
Allah Subhanahu Wata’ala melalui malaikat Jibril untuk diwahyukan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Maka tentu saja mereka akan lebih mengetahui dan memahami tentang Ayat
Ayat Al- Qur'an yang diturunkan tersebut karena mereka akan mendapat penjelasan
dan contoh langsung dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tentang maksud dan tujuan
serta penerapan dari Ayat Ayat Al Qur'an yang diturunkan itu.

Oleh karena itu, setiap orang yang ingin mengetahui, memahami, dan
mengamalkan setiap urusan dalam Agama ini, hendaklah merujuk dan mempedomani
Kitab Al Qur'an dan Hadits, serta merujuk kepada pemahaman para sahabat
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dalam memahami dan mengamalkan Agama ini.

23
Sebab hal ini adalah sesuai dengan perintah Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam, dan
barangsiapa yang mengingkarinya, maka ia termasuk golongan yang tersesat dan
celaka !!
Berikut Ini Dalil-Dalil Yang Menunjukkan Keutamaan Sahabat
1. Dalil Al-Qur’an:
Allah Subhanallahu wa Ta'ala berfirman :
.
ٍ ‫ َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬w‫ ُه َوأَ َع‬w‫وا َع ْن‬w‫ض‬
‫ت‬ ُ ‫ َي هَّللا ُ َع ْن ُه ْم َو َر‬w‫ض‬
ِ ‫ان َر‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ w‫و ُه ْم ِبإِحْ َس‬wُ‫ِين ا َّت َبع‬ ِ ‫ص‬َ ‫ين َواأْل َ ْن‬ َ ُ‫ون اأْل َوَّ ل‬
َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬ َ ُ‫َّابق‬
ِ ‫َوالس‬
)100( ‫ك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬ َ ‫َتجْ ِري َتحْ َت َها اأْل َ ْن َها ُر َخالِد‬
َ ِ‫ِين فِي َها أَ َب ًدا َذل‬
"Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya,
mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (QS.
At-Taubah : 100).
Al Hafizh Ibnu Katsir Asy-Syafii berkata:
“Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada
orang-orang yang terdahulu dari para sahabat kalangan Muhajirin dan Anshar,
serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga
mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang
telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh
dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367).
2. Dalil Hadits:
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda

‫ َها َد َت ُه‬www‫ ُه َش‬www‫ َو َي ِم ْي ُن‬،ُ‫ ه‬www‫ ِد ِه ْم َي ِم ْي َن‬www‫ َها َدةُ أَ َح‬www‫ ِب ُق َش‬www‫و ٌم َت ْس‬ww
ْ ‫ ُث َّم َي ِجئُ َق‬،‫و َن ُه ْم‬www
ْ ُ‫ ُث َّم الَّ ِذي َْن َيل‬،‫و َن ُه ْم‬ww
ْ ُ‫رْ نِيْ ُث َّم الَّ ِذي َْن َيل‬www‫اس َق‬
ِ ‫ ُر ال َّن‬wwwْ‫خي‬.
َ

‘Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu Masa Para Sahabat),
kemudian yang sesudahnya, kemudian yang sesudahnya. Setelah itu akan datang
suatu kaum yang persaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya
dan sumpahnya mendahului persaksiannya.’”[Bukhari-Muslim]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

24
َ‫ دُون‬.‫ا ُيو َع‬..‫ابي َم‬
ِ ‫ َح‬. ‫ص‬ْ َ‫ابي َفإِ َذا َذ َه ْبتُ أَ َتى أ‬
ِ ‫ص َح‬ْ َ ‫وع ُد َوأَ َنا أَ َم َن ٌة أِل‬
َ ‫اء َما ُت‬ َّ ‫ت ال ُّن ُجو ُم أَ َتى‬
َ ‫الس َم‬ َّ ‫ال ُّن ُجو ُم أَ َم َن ٌة ل‬
ِ ‫ِلسمَاءِ َفإِ َذا َذ َه َب‬
َ‫ابي أَ َتى أ ُ َّمتِي َما ُيو َعدُون‬
ِ ‫ص َح‬ْ َ‫َب أ‬ َ ‫ابي أَ َم َن ٌة أِل ُ َّمتِي َفإِ َذا َذه‬
ِ ‫ص َح‬ ْ َ‫َوأ‬
Artinya:
"Sesungguhnya bintang-bintang itu adalah pengaman bagi langit. Jika bintang-
bintang itu lenyap, maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas langit. Aku
adalah pengaman bagi sahabatku, jika aku telah pergi maka akan datang apa
yang telah dijanjikan atas sahabatku. Dan sahabatku adalah pengaman bagi
umatku, jika sahabatku telah pergi maka akan datang apa yang telah dijanjikan
atas umatku". [HR Muslim]
.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda ;
.
‫ ِه‬wwْ‫ا َعلَي‬ww‫ا أَ َن‬ww‫ا َل َم‬ww‫و َل هَّللا ِ َق‬ww‫ا َر ُس‬ww‫ِي َي‬
َ ‫الُوا َومن ه‬ww‫دَ ًة َق‬wwِ‫ار إِاَّل ِملَّ ًة َواح‬
ِ ‫ِين ِملَّ ًة ُكلُّ ُه ْم فِي ال َّن‬ ٍ ‫ر ُق أُ َّمتِي َعلَى ثَاَل‬ww
َ ‫ ْبع‬ww‫ث َو َس‬ ِ ‫َو َت ْف َت‬
ّ‫ َر َواهُ ال ِّترْ ِمذِي‬. »‫وأصحابي‬
.
" Umatku akan terpecah sebanyak 73 golongan, yang semuanya akan
masuk neraka kecuali satu ". Para sahabat bertanya : "Golongan yang mana
( yang satu ) itu ?". Nabi SAW menjelaskan : " Yaitu ( yang mengikuti apa ) yang
sekarang aku lakukan ( Sunnahku), yang juga dilakukan oleh sahabat sahabatku
" . [Hadits Hasan, HR.Tirmidzi, dihasankan oleh Syeikh Al-Albani (As-Shahihah:
204)]
.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda ;
.
‫ وعضوا‬, ‫ تمسكوا بها‬, ‫ فعليكم بسنتى وسنة الخلفاء المهديين الراشدين‬, ‫فإنه من يعش منكم بعدى فسيرى اختالفا كثيرا‬
." ‫ وكل بدعة ضاللة‬, ‫ فإن كل محدثة بدعة‬, ‫ وإياكم ومحدثات األمور‬, ‫عليها بالنواجذ‬
Artinya:
" Maka sesungguhnya orang yang hidup setelah masaku sekarang pasti akan
menemukan berbagai perselisihan, karena itu wajib bagimu berpegang teguh pada
Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang telah mendapat hidayah.
Peganglah itu olehmu dan gigitlah dengan gerahammu kuat kuat. hendaklah kamu
menjauhi perkara-perkara yang baru, karena sesungguhya semua perkara yang
baru adalah bid'ah, dan semua bid'ah itu sesat " . [Shahih, HR.Abu Dawud-Ibnu
Majah-Baihaqi-Hakim, di shahihkan oleh imam Al-Hakim, Adz-Dzahabi, Al-Albani,
dll]

25
.
Dalam Atsar Sahabat
. Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

‫ ُث َّم‬،ِ‫ َفاصْ َط َفاهُ لِ َن ْفسِ ِه َفا ْب َت َع َث ُه ِب ِر َسالَ ِته‬،ِ‫ب ْال ِع َباد‬ ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َخي َْر قُلُ ْو‬َ ‫ب م َُح َّم ٍد‬ َ ‫ب ْال ِع َبا ِد َف َو َجدَ َق ْل‬ِ ‫هللا َن َظ َر فِي قُلُ ْو‬
َ َّ‫إِن‬
ِ ‫ب أَصْ َح ِاب ِه َخي َْر ُقلُ ْو‬
‫ا‬ww‫ َف َم‬،ِ‫ه‬w‫ا ِتلُ ْو َن َع َلى ِد ْي ِن‬ww‫ب ْال ِع َبا ِد َف َج َع َل ُه ْم وُ َز َرا َء َن ِب ِّي ِه ُي َق‬ َ ‫ َف َو َجدَ ُقلُ ْو‬،ٍ‫ب م َُح َّمد‬ ِ ‫ب ْال ِع َبا ِد َبعْ دَ َق ْل‬
ِ ‫َن َظ َر فِي قُلُ ْو‬
‫ ِّي ٌئ‬wwwwwwww‫هللا َس‬ َ ‫ ِّي ًئا َفه‬wwwwwwww‫ا َرأَ ْوا َس‬wwwwwwww‫ َو َم‬، ٌ‫ن‬wwwwwwww‫هللا َح َس‬
ِ ‫ َد‬wwwwwwww‫و عِ ْن‬wwwwwwwwُ ‫ ًنا َفه‬wwwwwwww‫لِم ُْو َن َح َس‬wwwwwwww‫َرأَى ْالم ُْس‬
ِ َ‫د‬wwwwwwww‫و عِ ْن‬wwwwwwwwُ
َ

“Sesungguhnya Allah memperhatikan hati para hamba-Nya. Allah mendapati hati


Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hati yang paling baik, sehingga
Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-Nya.
Kemudian Allah melihat hati para hamba-Nya setelah hati Muhammad, Allah
mendapati hati para sahabat beliau adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu,
Allah menjadikan para sahabat sebagai para pendukung Nabi-Nya yang berjuang
demi membela agama-Nya. Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para
sahabat), pasti baik di sisi Allah. Apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti
buruk di sisi Allah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, I/379, no. 3600.
Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanadnya shohih).
.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan:
.
(،‫لم‬ww‫ه وس‬ww‫لى هللا علي‬ww‫د ص‬ww‫ أولئك أصحاب محم‬،‫ فإن الحي ال تؤمن عليه الفتنة‬،‫من كان منكم مستنا ً فليستن بمن قد مات‬
‫اعرفوا‬ww‫ ف‬،‫ه‬ww‫ة دين‬ww‫ وإقام‬،‫ه‬ww‫حبة نبي‬ww‫ قوم اختارهم هللا لص‬،ً‫ وأقلها تكلفا‬،ً‫ وأعمقها علما‬،ً‫ أبرها قلوبا‬،‫كانوا أفضل هذه األمة‬
‫ فإنهم كانوا على الهدى المستقيم‬،‫ وتمسكوا بما استطعم من أخالقهم ودينهم‬،‫ واتبعوهم في آثارهم‬،‫)لهم فضلهم‬
.
Artinya:
“Barangsiapa di antara kalian yang ingin meneladani, hendaklah
meneladani Para Shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wsallam. Karena
sesungguhnya mereka adalah ummat yang paling baik hatinya, paling dalam
ilmunya, paling sedikit bebannya, dan paling lurus petunjuknya, serta paling baik
keadaannya. Suatu kaum yang Allah telah memilih mereka untuk menemani Nabi-
Nya, untuk menegakkan agama-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka serta
ikutilah atsar-atsar -petunjuknya-, karena mereka berada di jalan yang
lurus.” [Shahih, Dikeluarkan oleh Ibnu Abdil Baar dalam kitabnya Jami’ Bayanil Ilmi
wa Fadhlih II/947 no. 1810, tahqiq Abul Asybal Samir az-Zuhairy]

26
Selain Itu Dilarang Mencela Para Sahabat Nabi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda

‫اس أَجْ َم ِعي َْن‬ ِ ‫َمنْ سَبَّ أَصْ َح ِابي َف َعلَ ْي ِه لَعْ َن ُة‬
ِ ‫هللا َو ال َمالَ ِئ َك ِة َو ال َّن‬
Artinya:
“Barang siapa yang mencela sahabatku, maka atasnya laknat Allah, laknat
malaikat dan laknat seluruh umat manusia”. [Hadits Hasan, HR Thabrani,
dihasankan oleh Syeikh Al-Albani].
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda

‫اَل َت ُسبُّوا أَصْ َح ِابي َفلَ ْو أَنَّ أَ َحدَ ُك ْم أَ ْنفَقَ م ِْث َل أُ ُح ٍد َذ َهبًا َما َبلَغَ ُم َّد أَ َح ِد ِه ْم َواَل َنصِ ي َف ُه‬

Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Andaikan ada di antara kalian


yang menginfakkan emas sebesar gunung Uhud maka tidaklah akan bisa
menyamai satu mud infak mereka dan bahkan tidak pula setengahnya. [HR. al-
Bukhari dan Muslim].

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda ;


.
(‫د‬ww‫ ومن آذاهم فق‬،‫هم‬ww‫ي أبغض‬ww‫هم فببغض‬ww‫ ومن أبغض‬،‫بي أحبهم‬ww‫ا فمن أحبهم فبح‬ww‫ذوهم غرض‬ww‫حابي ال تتخ‬ww‫هللا هللا في أص‬
‫ ومن آذى هللا يوشك أن يأخذه‬،‫والحديث وإن كان فيه ضعف لكن له شواهد )آذاني ومن آذاني فقد آذى هللا‬.
.Artinya:
" Hendaknya kalian takut kepada Allah mengenai para sahabatku, jangan
sampai mereka dijadikan bahan makian. Barangsiapa yang mencintai mereka,
hendaknya mencintai mereka semata mata karena mencintaiku. Dan barangsiapa
yang memusuhi mereka, seakan akan telah memusuhiku. Barangsiapa yang
menyusahkan mereka, seakan akan telah menyusahkanku. Barangsiapa yang
menyusahkanku berarti telah menyusahkan Allah SWT. Dan barangsiapa yang
menyusahkan Allah, sungguh siksa Allah sangat dekat "
(Hadits Hasan lighairihi, HR. Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Ajurri, dll,
hadits ini sanadnya lemah, namun hadits memiliki penguat, sehingga bisa naik ke
derajat hasan lighairihi (Sebagaimana kata Abdul Aziz bin Abdillah Ar-Rajihi dalam
“Syarah Al-Aqidah At-Thohawiyah (1/365)).

27
Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata:
.
 (‫ير )ال تسبوا أصحاب محمد فلمقام أحدهم مع رسول هللا ساعة خير من عمل أحدكم أربعين سنة‬ww‫ (هي خ‬:‫ة‬ww‫وفي رواي‬
)‫من عمل أحدكم عمره‬
Artinya:
“Janganlah kalian mencela sahabat Muhammad, Benar-benar berdirinya salah
seorang mereka bersama Rasulullah satu saat saja, itu lebih baik daripada amal
salah seorang kalian selana 40 tahun, (dalam riwayat lain: daripada amal salah
seorang kalian selama seumur hidup).” (Atsar Shahih, disebutkan oleh Imam  At-
Thahawi dalam Kitab Aqidah Thahawiyah (1/364)).
Wallahu Ta’ala A’lam, Washallallahu Ala Nabiyyina Muhammad Wa’ala Alihi
Washahbihi Wasallam. [(Abu Utsman)]

28
BAB IV
PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSHOLEH

A. Pengertian salafusshaleh
1. Salaf ( bahasa arab : salaf as-salih ) adalah tiga generasi muslim awal yaitu
para sahabat tabi’in dan tabi’ut tabi’in. kemudian istilah salaf ini dijadikan
sebagai salah satu mahnaj dalam agama islam yang mengajarkan syariat
islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan, yaitu
salafiayah. Seseorang yang mengikuti tiga generasi tersebut diatas, ini disebut
salafi ( as-salafy ) jamaknya adalah salafiyyun ( as-salafiyyun ) didalam mahnaj
salaf dikenal pendapat dari beberapa mujtahid yang biasa disebut madzhab
seperti imam malik , imam hanafi, imam syafi’I, imam ahmad dan lain-lain.
Kemudian imam lain berangapan bahwa jika sesorang melakukan suatu
ibadah tanpa adanya ketetapan dari Allah dan Rasul nya bisa dikatakan
sebagai perbuatan bid’ah.
2. Menurut bahasa ( etimologi ) salaf artinya yang terdahulu ( nenek moyang ),
yang lebih tua dan lebih utama. Syaikh Mahmud Ahmad khafaji berkata di
dalam kitabnya al-akidatul islamiyah bainassalafiyyah wal-mu’tazilah :
penetapan istilah salaf tidak cukup dengan hanya dibatasi waktu saja, bahkan
harus sesuai dengan Al-Qur’an dan Asunnah menurut pemahaman salafus
shalih tentang aqidah mahnaj, ahlak dan suluk pent. Barang siapa yang
mendapatkan sesuai dengan Al-qur’an dan as-sunnah mengenai aqidah
hukum dan seluknya menurut pemahan salaf, maka ia disebut salafi meskipun
tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya barang siapa pendapatnya
menyalahi Al-qur’an dan as-sunnah maka ia bukan seorang salafi meskipun ia
hidup di zaman sahabat, tabi’in dan tab’u tabi’in.

B. Dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafussaleh


1. Dalil dari Al-Qur’an
Maka jika mereka beriman kepada semisal apa yang kamu telah
beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika
mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan
kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang

29
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al Baqarah:137].
Nadhir bin Sa’id Alu Mubarak berkata: “Allah Yang Maha Suci telah
menjadikan keimanan, sebagaimana keimanan sahabat dari seluruh sisi,
sebagai tempat bergantung petunjuk dan keselamatan dari maksiat dan
memusuhi Allah. Maka, jika manusia beriman dengan sifat ini, dan mengikuti
teladan jalan sahabat, berarti dia mendapatkan petunjuk menetapi kebenaran.
Jika mereka berpaling dari jalan dan pemahaman sahabat, maka mereka
berada di dalam perpecahan, permusuhan dan kemaksiatan kepada Allah dan
RasulNya. Dan Allah Maha mendengar terhadap pengakuan manusia, bahwa
mereka beraqidah dan bermanhaj Salafi, Dia mengetahui hakikat urusan
mereka. Dan Allah Ta’ala lebih mengetahui.
[Diringkas dari kitab Al Mirqah Fii Nahjis Salaf Sabilin Najah, hlm. 35-36].

‫هلل‬
ِ ‫ون ِبا‬ َ ‫اس َتأْ ُمر‬
َ ‫ُون ِب ْال َمعْ رُوفِ َو َت ْن َه ْو َن َع ِن ْالمُن َك ِر َو ُت ْؤ ِم ُن‬ ْ ‫ُكن ُت ْم َخي َْر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َج‬
ِ ‫ت لِل َّن‬

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah.. [Ali Imran:110].
Syaikh Salim Al Hilali berkata: “Allah telah menetapkan keutamaan
untuk para sahabat di atas seluruh umat. Ini berarti, mereka istiqomah (berada
di atas jalan lurus) dalam segala keadaan; karena mereka tidak pernah
menyimpang dari jalan yang terang. Allah telah menyaksikan telah menjadi
saksi untuk mereka, bahwa mereka menyuruh kepada seluruh yang ma’ruf
dan mencegah dari seluruh yang munkar. Hal itu mengharuskan menunjukkan
bahwa pemahaman mereka merupakan argumen terhadap orang-orang
setelah mereka”. [Limadza Ikhtartu Manhajas Salafi, hlm. 86].

َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬


wْ ‫ِين ُن َولِّ ِه َما َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َم َو َسآ َء‬
‫ت مَصِ يرً ا‬ ِ ‫َو َمن ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِن َبعْ ِد َما َت َبي ََّن َل ُه ْالهُدَى َو َي َّت ِبعْ غَ ي َْر َس ِب‬

Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya


dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia
ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.
[An Nisa’:115].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Sesungguhnya,

30
keduanya itu (yaitu menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Pen.) saling berkaitan.
Semua orang yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
berarti dia mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min. Dan
semua orang yang mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min,
berarti dia menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya.” Lihat Majmu’
Fatawa (7/38) Pada saat ayat ini turun, belum ada umat Islam selain mereka,
kecuali para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Merekalah orang-orang mu’min
yang pertama-tama dimaksudkan ayat ini. Sehingga wajib bagi generasi
setelah sahabat mengikuti jalan para sahabat Nabi.

ٍ ‫ َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬w‫ ُه َوأَ َع‬w‫وا َع ْن‬w‫ض‬


‫ت‬ ُ ‫ َي هللاُ َع ْن ُه ْم َو َر‬w‫ض‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُوهُم ِبإِحْ َس‬
ِ ‫ان َر‬ ِ ‫ص‬َ ‫ين َو ْاألَن‬ َ ُ‫ون ْاألَوَّ ل‬
َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬ َ ُ‫َّابق‬
ِ ‫َوالس‬
َ ‫َتجْ ِري َتحْ َت َها ْاألَ ْن َها ُر َخالِد‬
‫ِين فِي َهآ أَ َب ًدا َذل َِك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)


diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. [At
Taubah:100].
Lihatlah, Allah menyediakan surga-surga bagi dua golongan. Pertama,
golongan sahabat. Yaitu orang-orang Muhajirin dan Anshar. Mereka adalah
Salafush Shalih generasi sahabat. Kedua, orang-orang yang mengikuti
golongan pertama dengan baik. Jika demikian, maka seluruh umat Islam,
generasi setelah sahabat wajib mengikuti para sahabat dalam beragama,
sehingga meraih janji Allah di atas. Jika orang-orang Islam yang datang
setelah para sahabat enggan mengikuti jalan mereka, siapa yang akan
mereka ikuti? Jika bukan para sahabat, tentunya yang mereka adalah Ahli
Bid’ah!
Imam Ibnul Qoyim rahimahullah berkata: “Sisi penunjukan dalil
(wajibnya mengikuti sahabat), karena sesungguhnya Allah Ta’ala memuji
orang yang mengikuti mereka. Jika seseorang mengatakan satu perkataan,
lalu ada yang mengikutinya sebelum mengetahui dalilnya, dia adalah orang
yang mengikuti sahabat. Dia menjadi terpuji dengan itu, dan berhak
mendapatkan ridha (Allah), walaupun dia mengikuti sahabat semata-mata

31
dengan taqlid”.
2. Dalil dari sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat),
kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian
orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’ut tabi’in). [Hadits
mutawatir, riwayat Bukhari dan lainnya]. Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah
berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan, sesungguhnya
sebaik-baik generasi adalah generasi Beliau secara mutlak. Itu mengharuskan
(untuk) mendahulukan mereka dalam seluruh masalah (berkaitan dengan)
masalah-masalah kebaikan”.
3. Para sahabat adalah manusia terbaik, karena mereka merupakan murid-murid
Rasulullah Dibandingkan dengan generasi-generasi sesudahnya, mereka lebih
memahami Al Qur’an. Mengapa? Karena mereka menghadiri turunnya Al
Qur’an, mengetahui sebab-sebab turunnya. Dan mereka, juga bertanya
kepada Rasulullah n tentang ayat yang sulit mereka fahami. Al Qur’an juga
turun untuk menjawab pertanyaan mereka, memberikan jalan keluar problem
yang mereka hadapi, dan mengikuti kehidupan mereka yang umum maupun
yang khusus. Mereka juga sebagai orang-orang yang paling mengetahui
bahasa Al Qur’an, karena Al Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka.
Dengan demikian, mengikuti pemahaman mereka merupakan hujjah terhadap
generasi setelahnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertaqwa kepada Allah; mendengar
dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun (dia) seorang budak
Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat
perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada
Sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus.
Peganglah dan giggitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru
(dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah,
dan semua bid’ah adalah sesat. [HR Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi 2676; Ad
Darimi; Ahmad, dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah].
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menggabungkan sunnah (jalan, ajaran) para khalifah Beliau dengan
Sunnahnya. Beliau Shallallahu ‘alihi wa sallam memerintahkan untuk
mengikuti sunnah para khalifah, sebagaimana Beliau Shallallahu ‘alaihi wa

32
sallam memerintahkan untuk mengikuti Sunnahnya. Dalam memerintahkan hal
itu, Beliau bersungguh-sungguh, sampai-sampai memerintahkan agar
menggigitnya dengan gigi geraham. Dan ini berkaitan dengan yang para
khalifah fatwakan dan mereka sunnahkan (tetapkan) bagi umat, walaupun
tidak datang keterangan dari Nabi, namun hal itu dianggap sebagai sunnah
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga dengan yang difatwakan
oleh keseluruhan mereka atau mayoritas mereka, atau sebagian mereka.
Karena Beliau mensyaratkan hal itu dengan yang menjadi ketetapan Al
Khulafa’ur Rasyidun. Dan telah diketahui, bahwa mereka tidaklah
mensunnahkannya ketika mereka menjadi kholifah pada waktu yang sama,
dengan demikian diketahui bahwa apa yang disunnahkan tiap-tiap seorang
dari mereka pada waktunya, maka itu termasuk sunnah Al-Khulafa’ Ar-
Rosyidin”.
4. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah-belah menjadi 72 agama.
Dan sesungguhnya umatku akan berpecah-belah menjadi 73 agama. Mereka
semua di dalam neraka, kecuali satu agama. Mereka bertanya:“Siapakah
mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,“Siapa saja yang mengikutiku
dan (mengikuti) sahabatku.”
5. Ketika menjelaskan hubungan hadits ke-3 dengan hadits ke-2 ini, Syaikh
Salim Al Hilali berkata,”Barangsiapa yang memperhatikan dua hadits itu, ia
pasti mendapatkan keduanya membicarakan tentang satu masalah. Dan
solusinya sama, yaitu jalan keselamatan, kekuatan kehidupan, ketika umat
(Islam) menjadi jalan yang berbeda-beda, maka pemahaman yang haq adalah
apa yang ada pada Nabi n dan para sahabat beliau Radhiyallahu ‘anhum“[6]

DIANTARA PERKATAAN SAHABAT DAN ULAMA ISLAM

1. Abdullah bin Masud Radhiyallahu ‘anhu.


Dia membantah orang-orang yang menanti shalat dengan membuat halaqah-
halaqah (kumpulan orang-orang yang duduk melingkar) untuk berdzikir
bersama-sama dengan menggunakan kerikil dan dipimpin satu orang dari
mereka. Abdullah bin Masud Radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
Celaka kamu, wahai umat Muhammad. Alangkah cepatnya kebinasaan kamu!
Mereka ini, para sahabat Rasulullah masih banyak, ini pakaian-pakaian Beliau

33
belum usang, dan bejana-bejana Beliau belum pecah. Demi Allah Yang jiwaku
di tanganNya, sesungguhnya kamu berada di atas suatu agama yang lebih
benar daripada agama Muhammad, atau kamu adalah orang-orang yang
membuka pintu kesesatan. [HR Darimi, dishahihkan oleh Syaikh Salim Al Hilali
dalam Al Bid’ah Wa Atsaruha As Sayi’ Fil Ummah, hlm. 44]. Syaikh Salim Al
Hilali berkata: Abdullah bin Mas’ud telah berhujjah terhadap calon-calon
Khawarij dengan adanya para sahabat Rasulullah diantara mereka. Dan
sesungguhnya para sahabat tidak melakukan perbuatan mereka. Maka jika
perbuatan mereka calon-calon Khawarij itu baik -sebagaimana anggapan
mereka- pasti para sahabat Nabi n telah mendahului melakukannya. Maka,
ketika para sahabat tidak melakukannya, berarti itu adalah kesesatan.
Seandainya manhaj (jalan) sahabat bukanlah hujjah atas orang-orang setelah
para sahabat, tentulah mereka (orang-orang yang berhalaqoh itu) mengatakan
kepada Abdulloh bin Mas’ud: “Kamu laki-laki, kamipun laki-laki!” [Limadza, hal:
100] Abdullah bin Mas’ud juga pernah berkata: “Sesungguhnya kami
meneladani, kami tidak memulai. Kami mengikuti (ittiba’), kami tidak membuat
bid’ah. Kami tidak akan sesat selama berpegang kepada atsar (riwayat dari
Nabi dan sahabatnya, Pen.)”. [7]

2. Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu, berkata kepada orang-orang Khawarij:


Aku datang kepada kamu dari sahabat-sahabat Nabi, orang-orang Muhajirin
dan Anshar, dan dari anak paman Nabi dan menantu Beliau (yakni Ali bin Abi
Thalib). Al Qur’an turun kepada mereka, maka mereka lebih mengetahui
tafsirnya daripada engkau. Sedangkan diantara kalian tidak ada seorangpun
(yang termasuk) dari sahabat Nabi. [Riwayat Abdurrazaq di dalam Al
Mushonnaf, no. 18678, dan lain-lain. Lihat Limadza, hlm. 101-102; Munazharat
Aimmatis Salaf, hlm. 95-100. Keduanya karya Syaikh Salim Al Hilali].

3. Abul ‘Aliyah rahimahullah, ia berkata:


Pelajarilah Islam! Jika engkau mempelajarinya, janganlah kamu membencinya.
Hendaklah engkau meniti shirathal mustaqim (jalan yang lurus), yaitu Islam.
Janganlah engkau belokkan Islam ke kanan atau ke kiri. Dan hendaklah
engkau mengikuti Sunnah Nabimu dan yang dilakukan oleh para sahabatnya.
Dan jauhilah hawa nafsu-hawa nafsu ini (yakni bid’ah-bid’ah) yang
menimbulkan permusuhan dan kebencian antar manusia. [Al Muntaqa Min

34
Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 34, no. 5].

4. Muhammad bin Sirin rahimahullah, ia berkata:

‫ْق َما َكا ُن ْوا َعلَى اأْل َ َث ِر‬ َّ ‫َكا ُن ْوا َي َر ْو َن أَ َّن ُه ْم َعلَى‬
ِ ‫الط ِري‬

Orang-orang dahulu mengatakan, sesungguhnya mereka (berada) di atas jalan


(yang lurus) selama mereka meniti atsar (riwayat Salafush Shalih). [Al Muntaqa
Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 42, no. 36].
5. Auza’i rahimahullah, ia berkata:
Sabarkanlah dirimu (berada) di atas Sunnah. Berhentilah di tempat orang-orang
itu (Ahlus Sunnah, Salafush Shalih) berhenti. Katakanlah apa yang mereka
katakan. Diamlah apa yang mereka diam. Dan tempuhlah jalan Salaf (para
pendahulu)mu yang shalih, karena sesungguhnya akan melonggarkanmu apa
yang telah melonggarkan mereka.
6. Imam Abu Hanifah rahimahullah, berkata:
Aku berpegang kepada Kitab Allah. Kemudian apa yang tidak aku dapati (di
dalam Kitab Allah, maka aku berpegang) kepada Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika aku tidak dapati di dalam Kitab Allah dan
Sunnah Rasulullah, aku berpegang kepada perkataan-perkataan para sahabat
beliau.Aku akan berpegang kepada perkataan orang yang aku kehendaki. Dan
aku tinggalkan perkataan orang yang aku kehendaki diantara mereka. Dan aku
tidak akan keluar dari perkataan mereka kepada perkataan selain mereka.
[Riwayat Ibnu Ma’in dalam Tarikh-nya, no. 4219. Dinukil dari Manhaj As Salafi
‘Inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, hlm. 36, karya ‘Amr Abdul Mun’im Salim].

7. Imam Syafi’i rahimahullah, berkata:


Selama ada Al Kitab dan As Sunnah, maka alasan terputus atas siapa saja
yang telah mendengarnya, kecuali dengan mengikuti keduanya. Jika hal itu
tidak ada, kita kembali kepada perkataan-perkataan para sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau salah satu dari mereka. [10].
8. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, ia berkata:
Pokok-pokok Sunnah menurut kami adalah: berpegang kepada apa yang para
sahabat Rasulullah n berada di atasnya, meneladani mereka, meninggalkan
seluruh bid’ah. Dan seluruh bid’ah merupakan kesesatan … [Riwayat Al Lalikai;

35
Al Muntaqa Min Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, hlm. 57-58].

36
BAB V
AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGAI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM

1. Penegakan hukun dan keadilan dalam islam

Islam telah menggariskan sejumlah aturan untuk menjamin keberhasilan


penegakkan hukum antara lain:
Seluruh konstitusi dan perundang-undangan yang diberlakukan dalam
Khilafah Islamiyah bersumber dari wahyu. Ini bisa dipahami karena netralitas
hukum hanya bisa diwujudkan tatkala hak penetapan hukum tidak berada di
tangan manusia, tetapi di tangan Zat Yang menciptakan manusia.
Menyerahkan hak ini kepada manusia seperti yang terjadi dalam sistem
demokrasi secular sama artinya telah memberangus “netralitas hukum”.
Dalam sistem Islam, sekuat apapun upaya untuk mengintervensi hukum
pasti akan gagal. Pasalnya, hukum Allah SWT tidak berubah, tidak akan pernah
berubah, dan tidak boleh diubah. Khalifah dan aparat negara hanya bertugas
menjalankan hukum, dan tidak berwenang membuat atau mengubah hukum.
Mereka hanya diberi hak untuk melakukan ijtihad serta menggali hukum syariah
dari al-Quran dan Sunnah Nabi saw.

2. Kesetaraan di depan hukum.


Di mata hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan setara; baik ia
Muslim, non-Muslim, pria maupun wanita. Tidak ada diskriminasi, kekebalan
hukum, atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan kriminal
(jarimah) dihukum sesuai dengan jenis pelanggarannya. Dituturkan dalam
riwayat sahih, bahwa pernah seorang wanita bangsawan dari Makhzum
melakukan pencurian. Para pembesar mereka meminta kepada Usamah bin
Zaid agar membujuk Rasulullah saw. agar memperingan hukuman. Rasulullah
saw. murka seraya bersabda:

w‫ ُم‬w‫ا ْي‬w‫و‬wَ w‫ َّد‬ww‫ َح‬w‫ ْل‬w‫ ا‬w‫ ِه‬w‫ ْي‬w‫ َل‬w‫ َع‬w‫ا‬w‫و‬w‫ ُم‬w‫ا‬w‫ َق‬wَ‫ أ‬w‫ف‬ wُ w‫ي‬w‫ ِع‬w‫ض‬َّ w‫ل‬w‫ ا‬w‫ ُم‬w‫ ِه‬w‫ي‬w‫ ِف‬w‫ق‬wَ w‫ر‬wَ w‫ َس‬w‫ا‬w‫ذ‬wَ wِ‫وإ‬wَ w‫ ُه‬w‫و‬w‫ ُك‬w‫ر‬wَ ‫ت‬wَ w‫ف‬ َّ w‫ ال‬w‫ ُم‬w‫ ِه‬w‫ي‬w‫ ِف‬w‫ق‬wَ w‫ر‬wَ w‫س‬wَ w‫ا‬w‫ذ‬wَwِ‫ إ‬w‫ا‬w‫و‬w‫ ُن‬w‫ا‬w‫ َك‬w‫ ْم‬w‫ ُه‬w‫ َّن‬wَ‫ أ‬w‫ ْم‬w‫ ُك‬w‫ َل‬w‫ ْب‬w‫ َق‬w‫ن‬wَ w‫ي‬w‫َّ ِذ‬w‫ ال‬w‫ك‬
wُ w‫ي‬w‫ر‬wِ w‫ش‬ َ w‫ َل‬w‫ه‬wْ wَ‫ أ‬w‫ا‬w‫ َم‬w‫ َّن‬wِ‫إ‬
w‫ا‬w‫َد َه‬w w‫ َي‬w‫ت‬ wُ w‫ع‬wْ w‫ َط‬w‫ َق‬w‫ َل‬w‫ت‬ wْ w‫ َق‬w‫ر‬wَ w‫ َس‬w‫ ٍد‬w‫ َّم‬w‫ح‬wَ w‫ ُم‬w‫ت‬ wَ w‫ ْن‬w‫ ِب‬w‫ َة‬w‫ َم‬w‫ط‬wِ w‫ا‬w‫َّن َف‬w wَ‫ أ‬w‫و‬wْw‫هللا َل‬

Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah
tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah

37
yang mencuri, mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku
berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri
niscaya akan aku potong tangannya (HR al-Bukhari).
Imam al-Bukhari juga menuturkan sebuah riwayat dari Rafi’ bin Khudaij,
yang berkata, “Serombongan orang Anshar pergi ke Khaibar. Sesampainya di
sana, mereka berpisah-pisah. Lalu mereka mendapati salah satu anggota
rombongan terbunuh. Mereka berkata kepada orang yang mereka jumpai
(Orang-orang Yahudi), ’Sungguh kalian telah membunuh sahabat kami.’ Orang-
orang Yahudi Khaibar itu menjawab, ’Kami tidak mengetahuai pembunuhnya.’
Orang-orang Anshar itu pun menghadap menghadap Nabi saw., seraya
berkata, “Ya Rasulullah, kami telah pergi ke Khaibar, dan kami mendapati salah
satu anggota rombongan kami terbunuh.’ Nabi saw. bersabda, ’Al-Kubra al-
kubra(Sungguh sangat besar).’ Kemudian Nabi saw bersabda kepada mereka
agar mereka menghadirkan dua orang saksi yang menyaksikan orang yang
membunuh anggota rombongannya. Mereka berkata, ’Kami tidak mempunyai
bukti.’ Rasulullah saw. bersabda, ’Mereka (orang-orang Yahudi Khaibar) harus
bersumpah.’ Orang-orang Anshar itu berkata, ’Kami tidak ridha dengan
sumpahnya orang Yahudi.’ Rasulullah saw. menolak untuk membatalkan
darahnya. Lalu Rasulullah saw. membayarkan diyat 100 ekor unta sedekah.”
(HR al-Bukhari).
Saat itu Khaibar menjadi bagian Negara Islam. Penduduknya didominasi
orang Yahudi. Ketika orang Yahudi bersumpah tidak terlibat dalam
pembunuhan, Rasulullah saw. pun tidak menjatuhkan vonis kepada mereka
karena ketiadaan bukti dari kaum Muslim. Bahkan beliau
membayarkan diyat atas peristiwa pembunuhan tersebut. Hadis ini
menunjukkan bahwa semua orang memiliki kedudukan setara di mata hukum,
tanpa memandang perbedaan agama, ras, dan suku.

3. Mekanisme pengadilan efektif dan efisien.


Mekanisme pengadilan dalam sistem hukum Islam efektif dan efisien. Ini
bisa dilihat dari beberapa hal berikut ini. Pertama: keputusan hakim di majelis
pengadilan bersifat mengikat dan tidak bisa dianulir oleh keputusan pengadilan
manapun. Kaedah ushul fikih menyatakan:

38
w‫ ِد‬w‫ا‬w‫ َه‬w‫ ِت‬w‫ج‬wْ wِ ‫اْل‬w‫ا‬w‫ ِب‬w‫ض‬ wَ w‫ ُد‬w‫ا‬w‫ َه‬w‫ ِت‬w‫ج‬wْ wِ ‫اْل‬wَ‫ا‬
wُ w‫ َق‬w‫ ْن‬w‫ال ُي‬

4. Sebuah ijtihad tidak bisa dianulir dengan ijtihad yang lain.


Keputusan hakim hanya bisa dianulir jika keputusan tersebut menyalahi
nas syariah atau bertentangan dengan fakta. Keputusan hakim adalah hukum
syariah yang harus diterima dengan kerelaan. Oleh karena itu, pengadilan
Islam tidak mengenal adanya keberatan (i’tiradh), naik banding (al-istinaf) dan
kasasi (at- tamyiiz). Dengan begitu penanganan perkara tidak berlarut-larut dan
bertele-tele. Diriwayatkan bahwa Khalifah Umar ra. pernah memutuskan
hukum musyarakah karena tidak adanya saudara sepupu. Lalu ia menetapkan
bagian di antara saudara tersebut dengan musyarakah. Khalifah Umar lalu
berkata, “Yang itu sesuai dengan keputusanku, sedangkan yang ini juga sesuai
dengan keputusanku.”
Beliau menerapkan dua hukum tersebut sekalipun keduanya
bertentangan. Khalifah Umar juga pernah memutuskan bagian kakek dengan
ketentuan yang berbeda-beda, namun dia tidak mencabut keputusannya yang
pertama (Abdul Qadim Zallum, Nizham al-Hukmi fi al-Islam, ed. IV, 1996, Daar
al-Ummah, Beirut, Libanon, hlm. 1920).
Pertama: para Sahabat ra. menetapkan hukum atas suatu persoalan yang
berbeda dengan keputusan Khalifah sebelumnya, namun mereka tidak
menghapus keputusan-keputusan yang lain.
Kedua: Mekanisme pengadilan dalam majelis pengadilan mudah dan efisien.
Jika seorang pendakwa tidak memiliki cukup bukti atas sangkaannya,
maka qadhi akan meminta terdakwa untuk bersumpah. Jika terdakwa
bersumpah, maka ia dibebaskan dari tuntutan dan dakwaan pendakwa. Namun,
jika ia tidak mau bersumpah maka terdakwa akan dihukum berdasarkan
tuntutan dan dakwaan pendakwa. Sebab, sumpah (qasam) bisa dijadikan
sebagai alat bukti untuk menyelesaikan sengketa. Penghapusan sumpah
sebagai salah satu alat bukti (bayyinah) dalam sistem hukum sekuler
menjadikan proses pengadilan menjadi rumit dan bertele-tele.
Ketiga: Kasus-kasus yang sudah kadaluwarsa dipetieskan, dan tidak diungkit
kembali, kecuali yang berkaitan dengan hak-hak harta. Pasalnya, kasus lama
yang diajukan ke sidang pengadilan ditengarai bermotifkan balas dendam.
Keempat: Ketentuan persaksian yang memudahkan qadhi memutuskan
sengketa di antaranya adalah:

39
1) Seorang baru absah bersaksi atas suatu perkara jika ia menyaksikan sendiri,
bukan karena pemberitahuan orang lain;
2) Syariah menetapkan orang tertentu yang tidak boleh bersaksi, yakni, orang
yang tidak adil, orang yang dikenai had dalam kasus qadzaf, laki-laki
maupun wanita pengkhianat, kesaksian dari orang yang memiliki rasa
permusuhan, pelayan yang setia pada tuannya, kesaksian anak terhadap
bapaknya, atau kesaksian bapak terhadap anaknya, kesaksian seorang
wanita terhadap suaminya, atau kesaksian suami terhadap isterinya;
3) Adanya batas atas nishab kesaksian, yang memudahkan
seorang qadhi dalam menangani perkara.
Kelima: dalam kasus ta’zir, seorang qadhi diberi hak memutuskan berdasarkan
ijtihadnya. Hukum merupakan bagian integral dari keyakinan.Seorang Muslim
wajib hidup sejalan dengan syariah. Kewajiban ini hanya bisa diwujudkan tatkala
ia sadar syariah. Penegakkan hukum menjadi lebih mudah, karena setiap
Muslim, baik penguasa maupun rakyat, dituntut oleh agamanya untuk
memahami syariah sebagai wujud keimanan dan ketaatannya kepada Allah
SWT dan Rasul-Nya.
Seorang Muslim menyadari penuh bahwa ia wajib hidup sejalan dengan
syariah. Kesadaran ini mendorong setiap Muslim untuk memahami hukum
syariah. Sebab, hukum syariah menjadi bagian tak terpisahkan dari keyakinan
dan peribadahan mereka kepada Allah SWT. Penegakan hukum menjadi lebih
mudah karena ia menjadi bagian tak terpisahkan dari keyakinan kaum Muslim.
Berbeda dengan sistem hukum sekular; hukum yang diterapkan berasal dari
manusia yang terus berubah, bahkan acapkali bertentangan dengan keyakinan
penduduknya. Penegakkan hukum sekular justru mendapat penolakan dari
warga negaranya, khususnya kaum Muslim.

40
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad , M Rais. 2013. Penegakan- hukum- atas- keadilan-dalam-penegakan


islam-islam-ilmu-syariah , 1(2), 1-6

http://ilmucomunic.blogspot.com/2015/09//dalil-tentang-adanya-adanya-
Allah.html

Alfi Miza.wordpres.com/2010/08/26 sains dan-teknlogi-dalam-al-qur’an/

Ejournal.kopertais4.or.id

As.Asyafi’i.2020. sain dan teknolgi dalam Al-Qur’an.sumbula,5(1),1-25

http://www.Asysyariah.com, penulis:, ustadz abulforuq ayib syarudin, judul


rembulan di langit zaman.

Id.wikipedia.org / wiki / salaf

Hidayah ulama.wordpress.com/2013/06/29/ kewajiban-ittiba-mengikuti-jejak-


salafush-shalih-dan menetapkan mahnaj

http:// Almanhaj.or.id./3013-kewajiban-mengikuti-pemahaman salafush-


shalih.html

www.dibalikislam.com/2015/03/penegakan hukum dalam islam html

41

Anda mungkin juga menyukai