Proteinnn
Proteinnn
Antibodi, protein sistem pertahanan yang melindungi badan daripada serangan penyakit.
Dismutase superoxide, protein yang membersihkan darah kita.
Ovulbumin, protein simpanan yang memelihara badan.
Hemoglobin, protein yang berfungsi sebagai pembawa oksigen
Toksin, protein racun yang digunakan untuk membunuh kuman.
Insulin, protein hormon yang mengawal aras glukosa dalam darah.
Diawali dari asam amino, nama resminya adalah asam 2-amino karboksilat atau
asam α-amino karboksilat. Secara umum memiliki struktur sebagai berikut:
Dimana R adalah gugus samping mulai dari yang paling sederhana –H (glycine |
gly) hingga yang memiliki gugus samping siklik seperti tryptophan (trp). Gambar di
bawah ini adalah struktur dari 20 jenis asam amino penyusun protein. Gugus R ada yang
bersifat netral, bermuatan positif, negatif, ada yang hidrofilik dan hidrofobik.
Asam amino (selanjutnya disebut AA saja) dapat membentuk rantai karena gugus
amino (–NH2) suatu AA dapat bereaksi dengan gugus karboksilat (–COOH) pada AA
lainnya. Molekul rantai yang terbentuk dinamakan peptida, jika rantainya relatif pendek
(<10 AA) biasa disebut oligopeptida, jika rantainya panjang disebut polipeptida atau
protein (sekitar 50 – 2000 residu AA). Ikatan yang terbentuk antar AA dinamakan ikatan
peptida.
Secara sederhana, struktur primer protein adalah urutan asam amino penyusun
protein yang disebutkan dari kiri (N-terminal) ke kanan (C-terminal). AA bisa ditulis
dalam singkatan 3 huruf atau 1 huruf. Jadi untuk gambar di atas bisa ditulis seperti ini:
Gly-Pro-Thr-Gly-Thr-Gly-Glu-Ser-Lys-Cys-Pro-Leu-Met-Val-Lys-Val-Leu-Asp-
Ala-Val-Arg-Gly-Ser-Pro-Ala
Atau
GPTGTGESKCPLMVKVLNAVRGSPA
Cara penulisan yang terakhir (kode 1 huruf) lebih banyak digunakan karena lebih
praktis.
Struktur primer terbentuk karena ikatan peptida antar AA selama proses biosintesis
protein atau translasi. Urutan asam amino dapat ditentukan dengan metode Degradasi
Edman atau Tandem Mass Spectrophotometry. Atau bisa juga dari hasil translasi in
silico gen pengkode protein tersebut.
Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode:
(1) hidrolisis protein dengan asam kuat (misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam
amino ditentukan dengan instrumenamino acid analyzer,
(2) analisis sekuens dari ujung-N dengan menggunakan degradasi Edman,
(3) kombinasi dari digesti dengan tripsin dan spektrometri massa, dan
(4) penentuan massa molekular dengan spektrometri massa.
Struktur Sekunder ( Tingkat Dua )
Struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai
rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Berbagai
bentuk struktur sekunder misalnya ialah sebagai berikut:
Protein
o alpha helix (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk
seperti spiral;
o beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari
sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol
(S-H);
o beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan
o gamma-turn, (γ-turn, "lekukan-gamma").
Pada gambar sebelah kiri, terlihat bahwa struktur alfa-helix terbentuk oleh
‘backbone‘ ikatan peptida yang membentuk spiral dimana jika dilihat tegak lurus dari
atas, arah putarannya adalah searah jarum jam menjauhi pengamat (dinamakan alfa). Satu
putaran terdiri atas 3.6 residu asam amino dan struktur ini terbentuk karena adanya ikatan
hidrogen antara atom O pada gugus CO dengan atom H pada gugus NH (ditandai dengan
garis warna oranye).
Seperti halnya alfa-helix, struktur beta-sheet juga terbentuk karena adanya ikatan
hidrogen, namun seperti terlihat pada gambar sebelah kanan, ikatan hidrogen terjadi
antara dua bagian rantai yang pararel sehingga membentuk lembaran yang berlipat-lipat.
Struktur sekunder bisa ditentukan dengan menggunakan spektroskopi circular
dichroism (CD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Spektrum CD dari puntiran-
alfa menunjukkan dua absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta
menunjukkan satu puncak negatif sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi struktur
sekunder dari protein bisa dikalkulasi dari spektrum CD. Pada spektrum FTIR, pita
amida-I dari puntiran-alfa berbeda dibandingkan dengan pita amida-I dari lempeng-beta.
Jadi, komposisi struktur sekunder dari protein juga bisa diestimasi dari spektrum
inframerah.
Interiaksi ionik
Terjadi antara gugus samping yang bermuatan positif (memiliki gugus –NH2
tambahan) dan gugus negatif (–COOH tambahan).
Ikatan hidrogen
Protein
Jika pada struktur sekunder ikatan hidrogen terjadi pada ‘backbone‘, maka ikatan
hidrogen yang terjadi antar gugus samping akan membentuk struktur tersier. Karena pada
gugus samping bisa banyak terdapat gugus seperti –OH, –COOH, –CONH2 atau –NH2
yang bisa membentuk ikatan hidrogen.
Beberapa asam amino memiliki gugus samping (R) dengan rantai karbon yang cukup
panjang. Nilai dipol yang berfluktuatif dari satu gugus samping dapat membentuk ikatan
dengan dipol berlawanan pada gugus samping lain.
Jembatan Sulfida
Cysteine memiliki gugus samping –SH dimana dapat membentuk ikatan sulfida
dengan –SH pada cystein lainnya, ikatan ini berupa ikatan kovalen sehingga lebih kuat
dibanding ikatan-ikatan lain yang sudah disebutkan di atas.
Berdasarkan sifat polar gugus R, maka asam amino terdiri dari 4 golongan yakni :
1. Asam amino dengan gugus R yang tidak mengutub
Asam amino dibagi menjadi beberapa golongan yakni lima asam amino yang
mengandung gugus R alifatik (alanina, lesina, isolesina, valina, dan prolina), dua dengan
R aromatik (fenilalanina dan triptofana) dan satu mempunyai atom sulfur (metionina).
2. Asam amino dengan gugus R mengutub tidak bermuatan
Asam amino golongan ini lebih mudah larut dalam air, karena gugus R mengutub
dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Kepolaran serina, treonina, dan
tirosina disebabkan oleh gugus hidroksil, pada asparagina dan glutamine oleh gugus
amida, dan pada sisteina oleh gugus sulfidril (-SH).
3. Asam amino dengan gugus R bermuatan negatif/asam amino asam
Asam amino asam mempunyai pH 6 s/d 7 dan terdiri dari asam aspartat dan asal
glutamate dimana masing-masing asam amino ini mempunyai dua gugus karboksil
4. Asam amino dengan gugus R bermuatan positif/asam amino basa
Asam amino basa bermuatan positif pada pH 7 terdiri dari lisina yang
mengandung gugus amino, arginina mengandung gugus basa lemah (imidazolium),
histidina pada pH 6 umumnya bermuatan posistif.
b. Reaksi Kimia Asam Amino
1. Reaksi Ninhidrin
Reaksi Ninhidrin digunakan untuk penentuan kuantitatif asam amino, dengan
memanaskan asam amino dan ninhidrin akan terjadi larutan warna biru dan intensitasnya
dapat diukur dengan spektrofotometer. Asam amino dengan gugus α-amino bebas
memberikan reaksi ninhidrin yang positif, pada prolina dan hidroksi prolina
menghasilkan warna kuning.
2. Reaksi Sanger
Asa K Asam K
m Amino ode Amino ode
Esensial Nonesensial
Vali V Glisin G
n al l
Leus L Alanin A
in eu la
Isole I Serin S
usin le er
Treo T Asam G
nin hr glutamat lu
Lisin L Glutamin G
ys ln
Meti M Tirosin T
onin et yr
Fenil P Sistein C
alanin he ys
Tript T Prolin P
ofan rp ro
Histi H Aspargin A
din is sn
Argi A Asam A
nin rg aspartat sp
Protein
Reaksi Sanger adalah reaksi antara gugus α-amino dengan 1-fluoro-2-,4-
dinitrobenzena (FDNB). Dalam keadaan basa lemah, FDNB bereaksi dengan α-asam
amino menghasilkan derivat 2,4-dinitrofenil atau DNP-asam amino
Reaksi di atas digunakan untuk penentuan asam amino N-ujung dari suatu rantai
polipeptida.
3. Reaksi Dansil Klorida
Reaksi Dansil klorida adalah reaksi antara gugus amino dengan 1-dimetil amino
naftalena 5-sulfonil klorida. Karena gugus dansil mempunyai sifat fluoresensi yang
tinggi, maka derivat dansil asam amino dapat ditentukan dengan cara fluorometri
4. Reaksi Edman
Reaksi Edman merupakan reaksi antara α-asam amino dengan fenilisotiosianat
yang menghasilkan derivat asam amino feniltiokarbamil. Dalam suasana asam pelarut
nitrometana yang terakhir ini mengalami siklisasi membentuk senyawa lingkar
feniltuihidantoin.
Reaksi Edman sering dipakai untuk penentuan asam amno N-ujung suatu rantai
polipeptida.
5. Reaksi Basa Schiff
Reaksi basa Schiff merupakan reaksi reversible anta gugus α-amino dengan
gugus aldehida, basa Schiff b ini biasa terjadi sebagai senyawa antara dalam reaksi enzim
antara α-asam amino dan substrat.
6. Reaksi Gugus R
Gugus –SH pada sisteina, hidroksifenol pada tirosina, dan guanidium pada
arginina menunjukkan reaksi khas yang sering terjadi pada gugus fungsi tersebut. Gugus
sulfidril pada sisteina bereaksi dengan ion logam berat (ion Ag dan ion Hg) menghasilkan
merkaptida
Reaksi oksidasi sistein dengan ion besi menghasilkan senyawa disulfida, sistina
Peptida
c. Peptida
Peptida tersusun dari beberapa asam amino yang merupakan rantai yang
terhubungkan dari gugus karboksil asam amino dengan gugus amino dari asam amino
lainnya melalui ikatan peptide.
Dua asam amino yang dihubungan oleh ikatan peptida disebut dipeptida dan lebih
dari dua asam amino adalah tripeptida dan seterusnya akan menjadi polipeptida.
Penamaan peptida lebih lanjut didasarkan pada komponen asam aminonya. Urutan
dimulai dari rantai N-ujung.
Penamaan pentapeptida di atas didasarkan pada komponen asam aminonya.
Urutan dimulai dari rantai N-ujung, sehingga gambar di atas mempunyai susunan nama
adalah Serilglisiltirosilalanillesina (Ser-Gli-Tir-Ala-Les).
Ikatan peptida yang terjadi dari dua residu asam amino menunjukkan kemantapan
resonansi yang tinggi; ikatan C – N akan mempunyai sifat ikatan rangkap sebesar 40 %,
dan ikatan rangkap C = O mempunyai sifat ikatan tunggal sebesar 40 %. Akibatnya,
gugus amino
(- NH -) dalam ikatan peptida tersebut tidak mengalami ionisasi, juga ikatan C –
N dalam peptida tidak mengalami rotasi dengan bebas. Hal ini merupakan faktor penting
dalam menentukan struktur tiga dimensi dan sifat rantai polipeptida dari protein.
Protein
Sifat asam basa peptida ditentukan oleh gugus ujungnya, NH2 dan – COOH serta
gugus R yang berionisasi. Pada peptida dengan rantai panjang, sifat asam basa dari gugus
ujung berkurang artinya karena jumlah gugus R yang banyak dan berionisasi.
Beberapa peptida mempunyai aktivitas biologis yang penting seperti glutation
yang terdiri dari 3 asam amino, hormon vasopresin (meningkatkan tekanan darah dengan
kontraksi pembuluh darah perifer) dan oksitosin (penyebab kontraksi urat daging) dari
glandula (kelenjar) pituitari membentuk rantai nonapeptida.
d. Sintesis Rantai Polipeptida
Pembentukan peptida dari dua asam amino menemui beberapa masalah yaitu
bahwa pereaksi yang digunakan untuk pembentukan ikatan peptida juga dapat bereaksi
dengan gugus fungsi yang seharusnya tidak terlibat seperti gugus amino ujung, gugus
karboksil ujung dan gugus tios dari sisteina.
F. Saran
Banyaknya aktifitas akan mempengaruhi jumlah protein yang dibutuhkan oleh tubuh
untuk melakukan metabolisme
Daftar Pustaka
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Protein (diakses tanggal 21 maret 2013)
2. http://kamuskesehatan.com/arti/protein/ (diakses tanggal 22 maret 2013)
3. http://sciencebiotech.net/struktur-molekul-protein/(diakses tanggal 21 maret 2013)
4. http://lisadyprotein.blogspot.com/(diakses tanggal 21 maret 2013)
5. http://idonkelor.blogspot.com/2009/08/molekul-protein.html (diakses tanggal 23 maret
2013)
6. http://www.membuatblog.web.id/2010/03/fungsi-protein.html (diakses tanggal 22 maret
2013)
7. http://ziamaystri.blog.friendster.com/klasifikasi-protein/ (diakses tanggal 23 maret 2013)
8. http://kimia-master.blogspot.com/2011/11/klasifikasi-dan-fungsi-protein.html (diakses
tanggal 22 maret 2013)
9. http://veronikafoju.wordpress.com/i-love-biology/biokimia/biokimia-protein/ (diakses
tanggal 21 maret 2013)
10. http://rochem.wordpress.com/2012/01/20/metabolisme-protein-dan-asam-amino-2/
(diakses tanggal 23 maret 2013)
11. http://nawa-shofa.blogspot.com/2012/03/sifat-sifat-protein.html (diakses tanggal 23
maret 2013)
12. Campbell, P.N., A.D. Smith. 1982. Biochemistry Illustrated. Wilture Enterprises. Hong
Kong.
13. De Man, J.M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan. ITB. Bandung.
14. Girindra, A. 1986. Biokimia 1. Gramedia. Jakarta.
15. Hawab, M. dkk. 1989. Biokimia Lanjutan. PAU-Ilmu Hayat IPB. Bogor.
16. Houston, M.E. 1995. Biochemistry Primer For Exercise Science. Human Kinetics.
Champaign.USA.
17. Kay, E.R.M. 1966. Biochemistry : An Introduction to Dynamic Biology. Collier-
Macmillan.Canada.
18. Kuchel, P., G. B. Ralston. 2006. Biokimia. Schaum. Terjemahan. Erlangga. Jakarta.
Protein
19. Lehninger, A..L., et al. 1997. Principles of Biochemistry. 2 nd .Worth Publisher. New
York.
20. Nur, M. A. 1990. Konsep Modern Biokimia I. PAU-Ilmu Hayat IPB. Bogor.
21. Poedjiadi, A., F.M. T. Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakaerta.
22. Sastrohamidjoyo, H. 2005. Kimia Organik : Stereokimia, Karbohidrat, Lemak dan
Protein. Gajah Mada University Press. Jogjakarta.
23. Stryer, L. 2000. Biokimia. Vol 1,2,3. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
24. Wirahadikusumah, M. 1981. Biokimia : Proteine, Enzima & Asam Nukleat. ITB.
Bandung.