Bab Ii Tinjauan Pustaka: Cacing Hati Merupakan Parasit Dari Kelas Trematoda Yang Hidup Di Dalam
Bab Ii Tinjauan Pustaka: Cacing Hati Merupakan Parasit Dari Kelas Trematoda Yang Hidup Di Dalam
TINJAUAN PUSTAKA
Cacing hati merupakan parasit dari kelas trematoda yang hidup di dalam
buluh empedu sapi, domba, kambing dan mamalia lainnya. Klasifikasi Fasciola sp.
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Echinostomida
Famili : Fasciolidae
Genus : Fasciola
pundak sempit, ujung posterior tumpul, ovarium lebih panjang dengan banyak
lebar dan ujung posterior lancip. Telur Fasciola gigantica memiliki operkulum,
5
berwarna emas dan berukuran 190 x 100 µ, sedangkan telur Fasciola hepatica juga
memiliki operkulum, berwarna kuning emas dan berukuran 150 x 90 µ (Baker, 2007).
memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan Fasciola hepatica. Bentuk
tubuh menyerupai daun, pipih dorsoventral, tidak memiliki bentuk bahu yang jelas,
tidak bersegmen, dan tidak memiliki rongga badan. Panjang tubuh cacing dewasa
mencapai 7,5 cm dan lebar 1,5 cm. Hampir seluruh permukaan tubuh ditutupi dengan
duri-duri kecil atau tegumen (Taylor 2007). Tegumen atau lapisan kutikula berfungsi
endoparasit membantu menyerap glukosa dan asam amino. Selain itu terdapat
arterium
6
yang letaknya di bawah penis dan esofagus, uterus, vasikula seminalis, ovarium serta
memerlukan siput sebagai inang antara. Inang antara Fasciola gigantica adalah siput
dan Lymnaea natalensis (Afrika) sedangkan inang antara Fasciola hepatica adalah
humilis (Amerika Utara). Perbedaan inang antara ini menyebabkan kasus fasciolosis
yang terjadi di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh Fasciola gigantica (Levine
1995).
disalurkan ke empedu untuk dapat melewati bagian-bagian usus besar dan anus
baru, sasaran utamanya adalah para moluska terutama siput air tawar bercangkang
aseksual dengan cara paedogenesis di dalam tubuh siput sehingga terbentuk larva.
Setelah berada dalam tubuh siput, mirasidium akan berubah menjadi sporosis.
redia melakukan paedogenesis menjadi serkaria. Lama yang dibutuhkan fase larva
7
atau mirasidium ini adalah sekitar 10 – 12 hari. Serkaria akan keluar dari tubuh
sebelumnya ada pada serkaria menjadi hilang. Lama periode yang dibutuhkan
serkaria adalah sekitar 5 – 7 minggu pada kondisi yang lembab dan basah.
metaserkaria akan membungkus diri dan menjadi kista yang dapat bertahan lama pada
rumput. Semua mamalia yang memakan rerumputan (hewan herbivora) tersebut akan
keluar dari kista dan berubah menjadi cacing hati dewasa. Cacing dewasa ini
kemudian akan menembus dinding pada bagian bagian usus halus, menuju rongga
perut, dan mengincar hati sebagai tempat barunya (Boix et al., 2016)
gigantica lebih tersebar luas di daerah tropis dan daerah subtropis (Esteban et al.,
2003; Ashrafi et al., 2004; Moghaddam et al., 2004; Mas-Coma et al., 2005). Namun,
distribusi kedua spesies ini mengalami tumpang tindih di daerah subtropis (Mas
Coma et al., 1999; 2005). Kedua spesies cacing tersebut secara umum dapat
diidentifikasi melalui perbedaan dalam bentuk tubuh dan ukuran cacing dewasa.
8
Spesies Fasciola hepatica memiliki ukuran yang lebih kecil dan bahu yang lebar
dibandingkan dengan Fasciola gigantica yang memiliki bahu yang lebih kecil dan
kerucut cephalic yang lebih pendek (Kahn, 2004). Penelitian yang dilakukan di Iran
dilaporkan dari negara-negara Asia termasuk Korea (Agatsuma et al., 2000; Choeet et
al., 2011), Jepang (Itagaki et al., 2005), Iran (Ashrafi et al. , 2006; Amor et al.,
2011), China (Peng et al., 2009; Ai et al., 2011) dan Vietnam (Le et al., 2008; Itagaki
et al., 2009), serta negara-negara Afrika termasuk Mesir (Periago et al., 2008; Amer
et al., 2011).
penting karena kedua spesies ini berbeda dalam hal epidemiologi, karakteristik dan
Fasciola hepatica kurang patogen dari Fasciola gigantica karena ukuran yang lebih
kecil (Valero et al., 2016). Kedua spesies ini tumpang tindih di banyak wilayah.
Selain itu, kehadiran bentuk intermediet mungkin memiliki masalah yang signifikan
9
Variasi dalam morfometri dapat disebabkan oleh lingkungan dan genetik.
Faktor lingkungan dapat berupa iklim, pakan dan cara pemeliharaan sedangkan factor
genetic dapat berupa kejadian mutasi. Interaksi DNA dengan lingkungan dapat
menyebabkan kerusakan genetik yang akan tampak pada perubahan fenotip (Lodish
et al., 2000)
(1996, 2005) dan Periago et al, (2006). Beberapa poin utama yang diukur adalah area,
rasio dan Lineal biometric characters. Bagan dari poin – poin tersebut selengkapnya
dapat dilihat pada Gambar 2. Adapun poin area meliputi: body area (BA), oral sucker
area (OSA), ventral sucker area (VSA), pharynx area (PhA), dan testicular space
area (TA). Sedangkan rasio meliputi: panjang badan di atas lebar badan (BL/BW),
lebar badan pada level ovarium di atas lebar cone (BWOv/CW), oral sucker area di
atas ventral sucker area (OSA/VSA), dan panjang badan di atas jarak antara ventral
sucker dan bagian posteriur badan (BL/VS-P). Lineal biometric characters meliputi:
panjang badan (BL), lebar badan (BW), lebar badan pada level ovarium (BWOv),
body perimeter (BP), body roundness (BR), cone length (CL), cone width (CW),
diameter panjang oral sucker (OS max), diameter pendek oral sucker (OS min),
diameter panjang ventral sucker (VS max), diameter pendek ventral sucker (VS min),
jarak antara anterior badan dengan ventral sucker (A-VS), jarak antara oral sucker
dan ventral sucker (OS-VS), jarak antara ventral sucker dan kelenjar vitelline
10
(VSVit), jarak antara kelenjar vitelline dan bagian posterior badan (Vit-P), jarak
antara posterior badan dengan ventral sucker (VS-P), panjang pharynx (PhL), lebar
pharynx (PhW), panjang testicular space (TL), lebar testicular space (TW), dan
11
2.5 Teknik Pewarnaan
Ada beberapa cara untuk mendapatkan morfometri Fasciola sp, salah
satunya adalah dengan teknik pewarnaan yang dilakukan oleh Fayez et al, (2015).
Cacing dewasa yang telah diwarnai diperiksa di bawah stereomikroskop dan dimensi
Olympus). Fasciola sp. dicuci bersih dengan larutan garam 0,9% untuk
modifikasi pada waktu tahap pengeringan yang berkaitan dengan ketebalan spesimen.
fosfat (PB) pH 7,4 pada suhu 4 º C, dicuci dengan PB dalam 10 menit, kemudian
dipasangkan dalam 1% osmium tetroxide pada suhu kamar selama satu jam. Proses
dehidrasi dilakukan melalui seri etanol panjang, yaitu 35%, 50%, 70%, 80% (10
menit), 95% (15 menit) dan diikuti oleh etanol absolut (10 menit). Cacing dewasa
akhirnya dikeringkan dengan pengering lalu dipasang pada stub dan dilapisi dengan
emas lalu diperiksa pada 42 KV menggunakan JSM Jeol Med 840-A SEM (Srimuzipo,
2000)
12
Telur-telur yang dihasilkan dari proses pembuahan cacing hati akan disalurkan ke
empedu untuk dapat melewati bagian-bagian usus besar dan anus sehingga bercampur
dengan kotoran sapi.
13