Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cacing Hati

Cacing hati merupakan parasit dari kelas trematoda yang hidup di dalam

buluh empedu sapi, domba, kambing dan mamalia lainnya. Klasifikasi Fasciola sp.

menurut Soulsby (1986) adalah

Kingdom : Animalia

Filum : Platyhelminthes

Kelas : Trematoda

Sub kelas : Digenea

Ordo : Echinostomida

Famili : Fasciolidae

Genus : Fasciola

Spesies : Fasciola gigantica, Fasciola hepatica

Fasciola gigantica mempunyai ukuran yang lebih besar dari Fasciola

hepatica yaitu mencapai 75 mm (Soulsby 1986). Ukuran Fasciola gigantica dewasa

di Indonesia panjangnya dapat mencapai 54 mm (Kusumamiharja 1992), mempunyai

pundak sempit, ujung posterior tumpul, ovarium lebih panjang dengan banyak

cabang, sedangkan Fasciola hepatica berukuran 35 x 10 mm, mempunyai pundak

lebar dan ujung posterior lancip. Telur Fasciola gigantica memiliki operkulum,

5
berwarna emas dan berukuran 190 x 100 µ, sedangkan telur Fasciola hepatica juga

memiliki operkulum, berwarna kuning emas dan berukuran 150 x 90 µ (Baker, 2007).

Gambar 1. Fasciola gigantica dengan pewarnaan H&E (Fayez et al., 2015)

Secara makroskopis Fasciola gigantica tampak berwarna abu-abu coklat dan

memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan Fasciola hepatica. Bentuk

tubuh menyerupai daun, pipih dorsoventral, tidak memiliki bentuk bahu yang jelas,

tidak bersegmen, dan tidak memiliki rongga badan. Panjang tubuh cacing dewasa

mencapai 7,5 cm dan lebar 1,5 cm. Hampir seluruh permukaan tubuh ditutupi dengan

duri-duri kecil atau tegumen (Taylor 2007). Tegumen atau lapisan kutikula berfungsi

memberi perlindungan terhadap pengaruh enzim pencernaan. Tegumen padat

endoparasit membantu menyerap glukosa dan asam amino. Selain itu terdapat

arterium

6
yang letaknya di bawah penis dan esofagus, uterus, vasikula seminalis, ovarium serta

oviduk pada hewan ini (Kaiser, 2012).

2.2 Siklus Hidup

Fasciola gigantica memiliki siklus hidup secara tidak langsung yaitu

memerlukan siput sebagai inang antara. Inang antara Fasciola gigantica adalah siput

Lymnaea rubiginosa (Asia Tenggara), Lymnaea auricularia (Amerika, Asia, Pasifik)

dan Lymnaea natalensis (Afrika) sedangkan inang antara Fasciola hepatica adalah

siput Lymnaea truncatula (Eropa), Lymnaea tomentosa (Australia) dan Lymnaea

humilis (Amerika Utara). Perbedaan inang antara ini menyebabkan kasus fasciolosis

yang terjadi di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh Fasciola gigantica (Levine

1995).

Telur-telur yang dihasilkan dari proses pembuahan cacing hati akan

disalurkan ke empedu untuk dapat melewati bagian-bagian usus besar dan anus

Telur menetas menjadi larva dengan cilia (rambut getar) di seluruh

permukaan tubuhnya yang disebut mirasidium. Mirasidium akan mencari inang

baru, sasaran utamanya adalah para moluska terutama siput air tawar bercangkang

seperti Lymnaea spp. Larva mirasidium mempunyai kemampuan reproduksi secara

aseksual dengan cara paedogenesis di dalam tubuh siput sehingga terbentuk larva.

Setelah berada dalam tubuh siput, mirasidium akan berubah menjadi sporosis.

Selanjutnya sporosis melakukan paedogenesis menjadi beberapa redia, kemudian

redia melakukan paedogenesis menjadi serkaria. Lama yang dibutuhkan fase larva

7
atau mirasidium ini adalah sekitar 10 – 12 hari. Serkaria akan keluar dari tubuh

siput Lymnaea spp. kemudian melanjutkan pergerakan dengan menggunakan ekornya

menuju rerumputan. Kemudian membentuk fase metaserkaria di mana ekor yang

sebelumnya ada pada serkaria menjadi hilang. Lama periode yang dibutuhkan

serkaria adalah sekitar 5 – 7 minggu pada kondisi yang lembab dan basah.

metaserkaria akan membungkus diri dan menjadi kista yang dapat bertahan lama pada

rumput. Semua mamalia yang memakan rerumputan (hewan herbivora) tersebut akan

terinfeksi cacing ini, termasuk sapi, kambing, bahkan manusia. Selanjutnya

metaserkaria masuk ke dalam sistem pencernaan melalui konsumsi tumbuhan atau

rerumputan yang sebelumnya telah menempel kista. Kemudian metaserkaria akan

keluar dari kista dan berubah menjadi cacing hati dewasa. Cacing dewasa ini

kemudian akan menembus dinding pada bagian bagian usus halus, menuju rongga

perut, dan mengincar hati sebagai tempat barunya (Boix et al., 2016)

2.3 Variasi Morfometri Fasciola gigantica

Cacing Fasciola hepatica tersebar luas di seluruh dunia sementara Fasciola

gigantica lebih tersebar luas di daerah tropis dan daerah subtropis (Esteban et al.,

2003; Ashrafi et al., 2004; Moghaddam et al., 2004; Mas-Coma et al., 2005). Namun,

distribusi kedua spesies ini mengalami tumpang tindih di daerah subtropis (Mas

Coma et al., 1999; 2005). Kedua spesies cacing tersebut secara umum dapat

dibedakan berdasarkan morfologinya (Ashrafi et al., 2006). Cacing Fasciola sp.dapat

diidentifikasi melalui perbedaan dalam bentuk tubuh dan ukuran cacing dewasa.

8
Spesies Fasciola hepatica memiliki ukuran yang lebih kecil dan bahu yang lebar

dibandingkan dengan Fasciola gigantica yang memiliki bahu yang lebih kecil dan

kerucut cephalic yang lebih pendek (Kahn, 2004). Penelitian yang dilakukan di Iran

menunjukan ukuran panjang Fasciola gigantica berkisar antara 19,14–40 mm dengan

rata-rata 29,10 mm sedangkan Fasciola hepatica berkisar antara 13-31,5 mm dengan

rata-rata 21,46 mm (Mojgan et al., 2017). Sedangkan penelitian yang dilakukan di

Filipina menyatakan ukuran panjang Fasciola gigantica berkisar antara 36,00-55,00

mm dengan rata-rata 46,23 mm dan Fasciola hepatica berkisar antara 24,00-35,00

mm dengan rata-rata 29,20 mm (Lara et al., 2017).

Bentuk intermediet antara Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica telah

dilaporkan dari negara-negara Asia termasuk Korea (Agatsuma et al., 2000; Choeet et

al., 2011), Jepang (Itagaki et al., 2005), Iran (Ashrafi et al. , 2006; Amor et al.,

2011), China (Peng et al., 2009; Ai et al., 2011) dan Vietnam (Le et al., 2008; Itagaki

et al., 2009), serta negara-negara Afrika termasuk Mesir (Periago et al., 2008; Amer

et al., 2011).

Perbedaan antara Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica adalah hal

penting karena kedua spesies ini berbeda dalam hal epidemiologi, karakteristik dan

patogenisitas. Sebuah penelitian terbaru pada domba Guirra menunjukkan bahwa,

Fasciola hepatica kurang patogen dari Fasciola gigantica karena ukuran yang lebih

kecil (Valero et al., 2016). Kedua spesies ini tumpang tindih di banyak wilayah.

Selain itu, kehadiran bentuk intermediet mungkin memiliki masalah yang signifikan

bagi orang yang tinggal di wilayah tersebut.

9
Variasi dalam morfometri dapat disebabkan oleh lingkungan dan genetik.

Faktor lingkungan dapat berupa iklim, pakan dan cara pemeliharaan sedangkan factor

genetic dapat berupa kejadian mutasi. Interaksi DNA dengan lingkungan dapat

menyebabkan kerusakan genetik yang akan tampak pada perubahan fenotip (Lodish

et al., 2000)

2.4 Pengukuran Morfometri

Standarisasi pengukuran telah disesuakan menurut metode Valero et al,

(1996, 2005) dan Periago et al, (2006). Beberapa poin utama yang diukur adalah area,

rasio dan Lineal biometric characters. Bagan dari poin – poin tersebut selengkapnya

dapat dilihat pada Gambar 2. Adapun poin area meliputi: body area (BA), oral sucker

area (OSA), ventral sucker area (VSA), pharynx area (PhA), dan testicular space

area (TA). Sedangkan rasio meliputi: panjang badan di atas lebar badan (BL/BW),

lebar badan pada level ovarium di atas lebar cone (BWOv/CW), oral sucker area di

atas ventral sucker area (OSA/VSA), dan panjang badan di atas jarak antara ventral

sucker dan bagian posteriur badan (BL/VS-P). Lineal biometric characters meliputi:

panjang badan (BL), lebar badan (BW), lebar badan pada level ovarium (BWOv),

body perimeter (BP), body roundness (BR), cone length (CL), cone width (CW),

diameter panjang oral sucker (OS max), diameter pendek oral sucker (OS min),

diameter panjang ventral sucker (VS max), diameter pendek ventral sucker (VS min),

jarak antara anterior badan dengan ventral sucker (A-VS), jarak antara oral sucker

dan ventral sucker (OS-VS), jarak antara ventral sucker dan kelenjar vitelline

10
(VSVit), jarak antara kelenjar vitelline dan bagian posterior badan (Vit-P), jarak

antara posterior badan dengan ventral sucker (VS-P), panjang pharynx (PhL), lebar

pharynx (PhW), panjang testicular space (TL), lebar testicular space (TW), dan

testicular space perimeter (TP).

Gambar 2. Standarisasi pengukuran pada Fasciola sp. : (A) Fasciola hepatica.

(B) Fasciola gigantica.

11
2.5 Teknik Pewarnaan
Ada beberapa cara untuk mendapatkan morfometri Fasciola sp, salah

satunya adalah dengan teknik pewarnaan yang dilakukan oleh Fayez et al, (2015).

Cacing dewasa yang telah diwarnai diperiksa di bawah stereomikroskop dan dimensi

tubuh dinilai dengan mikroskop dan Calibrated Ocular Micrometer (OSM4,

Olympus). Fasciola sp. dicuci bersih dengan larutan garam 0,9% untuk

menghilangkan kotoran dan kontaminasi. Pewarnaan dilakukan sesuai dengan sedikit

modifikasi pada waktu tahap pengeringan yang berkaitan dengan ketebalan spesimen.

2.6 Scanning Electron Microscopy (SEM)


Cacing dewasa direndam semalam dalam glutaraldehida 2,5% pada buffer

fosfat (PB) pH 7,4 pada suhu 4 º C, dicuci dengan PB dalam 10 menit, kemudian

dipasangkan dalam 1% osmium tetroxide pada suhu kamar selama satu jam. Proses

dehidrasi dilakukan melalui seri etanol panjang, yaitu 35%, 50%, 70%, 80% (10

menit), 95% (15 menit) dan diikuti oleh etanol absolut (10 menit). Cacing dewasa

akhirnya dikeringkan dengan pengering lalu dipasang pada stub dan dilapisi dengan

emas lalu diperiksa pada 42 KV menggunakan JSM Jeol Med 840-A SEM (Srimuzipo,

2000)

12
Telur-telur yang dihasilkan dari proses pembuahan cacing hati akan disalurkan ke
empedu untuk dapat melewati bagian-bagian usus besar dan anus sehingga bercampur
dengan kotoran sapi.

13

Anda mungkin juga menyukai