Anda di halaman 1dari 27

ARTIKEL TEMA KEISLAMAN:

1. TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN


DALAM ISLAM
2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS)
5. AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM.

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Mira Oktaviana Wulandari


NIM : G1A020039
Fakultas&Prodi : MIPA/Biologi
Semester : 1 (Ganjil)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT karena dengan
rahmat dan karunia-Nya tugas artikel pendidikan agama islam sebagai penilaian untuk
ulangan tengah semester bisa diselesaikan tanpa adanya kendala yang berarti.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad


SAW atas berkat beliau yang membawa umat islam dari zaman jahiliyah menuju
zaman islamiyah sehingga kita dapat menikmati nikmati nikmat dan keindahan islam.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam,
dengan berkat bimbingan dan arahan Beliau kami dapat menyelesaikan artikel ini tepat
waktu tanpa kendala yang bararti. Semoga Beliau selalu diberikan kesehatan oleh
Allah agar tetap dapat membimbing kami menjadi lebih baik lagi. Aamiin.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat untuk semua orang
terlebih untuk penulis pribadi. Kami mohon maaf jika terdapat kesalahan kata kata
yang kurang berkenan bagi pembaca dalam artikel ini. Penulis menyadari bahwa
artikel ini sangat jauh dari kata sempurna sehingga segala kritik dan saran senantiasa
diharapkan demi penyempurnaan artikel ini.

Mataram, 21 Oktober 2020

Penyusun,

Mira Oktaviana Wulandari


(NIM : G1A020039)

ii
DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................iii
BAB I ............................................................................................................................ 1
TAUHID : KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM
ISLAM ........................................................................................................................... 1
BAB II ........................................................................................................................... 5
SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS ................................ 5
BAB III .......................................................................................................................... 8
TIGA GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS .................................................... 8
BAB IV ........................................................................................................................ 13
PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS) ................ 13
BAB V ......................................................................................................................... 18
AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA PENEGAKAN
HUKUM DALAM ISLAM .............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 23

iii
BAB I

TAUHID : KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP


KETUHANAN DALAM ISLAM

A. Pengertian tauhid
Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari
fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya
menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu
menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja,
kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-
satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh
Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa
banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa
Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain,
namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan saja.
B. Pembagian Tauhid
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para
ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada
tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan
Tauhid Al-Asma Was-Shifat.
1. Tauhid Rububbiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa
dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala
adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang
mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab
Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam
mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit
serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah
yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang,
dll. Dinyatakan dalam Al-Qur’an surah Al-An’am ayat pertama “Segala puji

1
bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap
dan terang”.

2. Tauhid Uluhiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang
zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Sedangkan makna
ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala
sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala
sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti
shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa,
cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang
bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah
semata, dan tidak kepada yang lain.
3. Tauhid Al-Asma Was-Shifat
Yaitu mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat
Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an
dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma
wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang
Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah
nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan
tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Tahrif adalah memalingkan
makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahir-
nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang
artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’. Ta’thil adalah
mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana
sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan
mereka berkata Allah berada di mana-mana. Takyif adalah
menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak
serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu
menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha
menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.

2
C. Konsep Ketuhanan dalam Islam
Kata Rabb dalam Alquran memiliki tiga unsur makna yaitu: Yang
Menciptakan, Yang Memiliki, dan Yang Mengatur. Maksudnya Rabb adalah
yang menciptakan, yang memiliki, dan yang mengatur alam semesta ini.
Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu
setiap yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi
oleh manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah
(tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan
selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda
seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai
ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah ayat 165 yang
artinya “Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai
tandingan terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana
mencintai Allah”.
Sebelum turunnya Al-Quran, dikalangan masyarakat Arab telah
menganut konsep tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini
diketahui dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a
maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi
Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia
mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya
nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab
sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran
Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut
timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi
Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam
mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan
masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan
konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum
tentu berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik
dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui
oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam
adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam
semesta.

3
Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah
sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah
pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-
Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran
manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-
Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.
Pengakuan manusia terhadap eksistensi Tuhan telah melahirkan
kesadaran bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah swt. Hal
ini juga akan menjadikan manusia-manusia rabbani yaitu orang-orang yang
memiliki komitmen dalam pemeliharaan apa yang menjadi tanggung jawabnya,
orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang hukum agama,
hikmah dan kebijaksanaan mengatur dan membina, serta berusaha
mewujudkan kemaslahatan warganya.

4
BAB II

SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS

Sejak awal kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu


besar kepada ilmu. Salah satu pencerahan yang dibawa oleh Islam bagi kemanusiaan
adalah pemikiran secara ilmiah yang merujuk kepada Alquran dan Hadits. Kesadaran
para ilmuan muslim yang bersumber dari Alquran dan Hadits memicu pencapaian
terbesar dalam ilmu pengetahuan. Sifat lain yang diajarkan oleh Alquran dan Hadits
kepada kaum muslim adalah keterbukaan pikiran, yang memungkinkan mereka
mendapatkan ilmu pengetahuan dari peradaban lain tanpa prasangka. Diketahui
bahwa dalam Islam tidak ada satupun ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari
bangunan epistemologis Islam, ilmu-ilmu tersebut tidak lain merupakan bayan atau
penjelasan yang mengafirmasi wahyu, yang kebenarannya pasti. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai filter dalam mengantisipasi pengaruh negatif dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sains atau Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua sosok yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu adalah sumber teknologi yang mampu
memberikan kemungkinan munculnya berbagai penemuan rekayasa dan ide-ide.
Adapun teknologi adalah terapan atau aplikasi dari ilmu yang dapat ditunjukkan dalam
hasil nyata yang lebih canggih dan dapat mendorong manusia untuk berkembang lebih
maju lagi. Dasar filosofis untuk mengembangkan ilmu dan teknologi itu bisa dikaji dan
digali dalam al-Qur’an yang merupakan kitab suci agama Islam yang banyak
mengupas keterangan-keterangan mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Memang di dalam al-Qur’an mengandung sekian banyak ayat ayat yang
memaparkan tentang sains dan teknologi (Kebenaran Ilmiah). Allah telah membakukan
beberapa fakta alam di dalam al-Qur’an dan Sunnah-Nya, diskripsi tentang sejumlah
fenomena alam dan hukum-hukum alam dapat dijadikan sebagai argumentasi yang
melampaui batas logika manusia. Atau menurut istilah yang dikenal mengenai
keajaiban al-Qur’an (mukjizat al-Qur’an).
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat ayat tang menjelaskan tentang dasar
dasar ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat digali dan dikembangkan oleh
manusia yang suka befikir untuk keperluan dalam hidupnya. Manusia perlu melengkapi
dirinya dengan sains dan teknologi karena mereka adalah pengelola sumber daya
alam yang ada di bumi.

5
Diantara ayat ayat Al-Qur’an yang juga membahas dasar dasar sains adalah surah Al-
Mukminun ayat 12-13 yang artinya :
“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah, kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim).”
Dalam Tafsir Al-Maraghi, dijelaskan bahwa air mani lahir dari tanah yang tejadi
dari makanan, baik yang bersifat hewani maupun nabati. Makanan yang bersifat
hewani akan berakhir pada makanan yang bersifat nabati, dan tumbuh-tumbuhan lahir
dari saripati tanah dan air. Jadi, pada hakikatnya manusia lahir dari saripati tanah,
kemudian saripati itu mengalami perkembangan kejadian hingga menjadi air mani. Dari
keterangan di atas dapat dipetik suatu pelajaran tentang asal kejadian wujud manusia
dari mana ia berasal, dan dari hal inilah manusia dapat mempelajari bagian dari ilmu
biologi maupun ilmu kedokteran.
Meskipun demikian, dalam perspektif al-Qur’an, kesimpulankesimpulan ilmiah
rasional bukanlah tujuan akhir dan kebenaran mutlak dari proses penyelidikan
terhadap gejala-gejala alamiah di alam semesta. Sebab, seperti pada penghujung ayat
yang menjelaskan gejala-gejala alamiah, kesadaran adanya Allah dengan sifat-sifat-
Nya Yang Maha Sempurna menjadi tujuan hakiki di balik fakta-fakta alamiah yang
dinampakkan.
Tidak hanya dalam Al-Qur’an, dalam Hadits pun mengandung sebuah
pernyataan yang belum pernah sampai kepada pengetahuan manusia pada masa itu,
apalagi zaman tersebut dikenal dengan sebutan generasi ummy. Kemampuan mereka
untuk membaca dan menganalisis fenomena alam dan ciptaan Allah sanfat terbatas.
Sais dan teknologi pada masa itu belum berkembang sehingga mereka menilai suatu
fenomena secara zahie sesuai dengan apa yang didapatkan dari Rasulullah.
Apabila ditemukan Hadits nabi yang substansinya bertentangan dengan logika
manusia, maka sebagai umat islam harus lebih mengedepankan apa yang termaktub
dalam hadits tersebut degan syarat hadits tersebut adalah hadits yang sohih. Sebagai
contoh, hadits nabi yang mengabarkan bahwa pada salah satu sayap lalat
mengandung obat penawar untuk sayap yang lain.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Dari Abu Hurairah ra ia berkata
:Rasulullah SAW bersabda : apabila lalat jatuh ke dalam minuman seseorang dari
kalian maka hendaklah ia membenamkannya kemudian baru mengangkatnya
(membuang lalat tersebut), sebab pada salah satu sayap lalat tersebut ada racun
sedangkan pada sayap sebelahnya ada penawar racun tersebut.“ (HR. Bukhari).

6
Para ilmuan di awal abad dua puluh banyak yang menolak hadits ini. Logika
mereka tidak bisa menerima substansi hadits tersebut. Maka keberadaan hadits
tersebut benar benar memberikan bukti atas kedangkalan ilmu manusia, serta
ketidakmampuan mereka untuk sempai kepada hakikat sesuatu. Inilah salah satu dari
hadits nabi yang mengandung i’jas ‘ilmi yang substansinya menunjukkan kepada kita
bahwa kebenaran yang dibawa Rasulullah melampaui kekuatan ilmu pengetahuan
yang dimiliki manusia.
Mengedepankan hadits sebagai petunjuk dan hidayah adalah suatu keharusan,
karena memang tugas utamanya adalah menjadi petunjuk dalam kehidupan manusia,
tanpa memikirkan relevansinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Sebab
hadits jika sudah nyata benar maka kewajiban kita umatnya agar selalu
membenarkannya meskipun seolah olah bersebrangan dengan ilmu dan sains
moderen.

7
BAB III

TIGA GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS

Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi
yang diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir
diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan
memasuki Surga terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya. Rasulullah
SAW bersabda :
‫ﺧَ ﯾ َْر أ ُ ﱠﻣﺗِـﻲ ﻗَ ْرﻧِﻲ ﺛ ُ ﱠم اﻟﱠ ِذﯾْنَ َﯾﻠُوﻧَ ُﮭ ْم ﺛُ ﱠم اﻟﱠذِﯾنَ َﯾﻠُوﻧَ ُﮭ ْم‬

“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku (yakni sahabat), kemudian


orang-orang yang mengiringinya (yakni tabi’in), kemudian orang-orang yang
mengiringinya (yakni generasi tabi’ut tabi’in).” (mutawatir. HR. Bukhari dan yang
lainnya)
Diantara tiga generasi terbaik itu adalah sebagai berikut.
A. Sahabat
Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah dalam al-Ihkam (V/89) berkata:
“(Yang disebut) sahabat, ialah semua orang yang telah duduk bersama
Rasulullah SAW meski hanya sesaat dan mendengar perkataan beliau meski
hanya satu kalimat atau lebih, atau menyaksikan beliau secara langsung dan
tidak termasuk kaum munafik yang sudah dikenal kemunafikannya dan mati
dalam keadaan munafik. Dan tidak termasuk orang-orang yang diusir oleh
Rasulullah SAW karena alasan yang patut, misalnya kaum banci dan orang-
orang semacam itu. Siapa saja yang telah memenuhi kriteria tersebut, maka ia
berhak disebut sahabat.
Semua sahabat termasuk (sebagai) imam panutan, insan utama dan
diridhai. Kita wajib menghormati mereka, mengagungkan mereka, memohon
ampunan bagi mereka dan mencintai mereka. Sebiji kurma yang mereka
sedekahkan lebih utama daripada seluruh harta yang disedekahkan oleh selain
mereka. Kedudukan mereka di sisi Rasulullah SAW lebih utama daripada
ibadah kita seumur hidup, baik yang masih kanak-kanak maupun yang sudah
baligh. Walaupun diselingi dengan kemurtadan, kemudian kembali kepada
Islam, ia tetap disebut sahabat. Ibnu Hazm rahimahullah melanjutkan
penjelasannya dalam kitab yang sama. Adapun yang murtad dari Islam

8
sepeninggal Rasulullah SAW , atau setelah ia bertemu beliau kemudian
kembali masuk Islam dan bagus keislamannya, seperti al-‘Asyats bin Qais,
‘Amru bin Ma’dikarib dan selainnya.
Nabi SAW menjelaskan, mereka ialah sebaik-baik manusia. Akan tetapi,
musuh-musuh SWT tetap mencela sebaik-baik manusia yang telah dipuji oleh
sebaik-baik hamba yang tidak berucap dengan hawa nafsu. Rasulullah SAW
menjelaskan, kurun beliau dan kurun para sahabatnya ialah sebaik-baik kurun
secara mutlak. Tidak ada kurun yang lebih baik daripada kurun mereka. Barang
siapa mengatakan selain itu, maka ia termasuk zindiq (orang sesat).
Kesempatan dapat menyertai dan bertemu dengan Rasulullah SAW
merupakan anugerah yang tidak dapat tergantikan oleh apapun. Allah SWT
telah memilih di antara para hamba-Nya untuk menyertai rasul-Nya dalam
menegakkan agama-Nya di muka bumi. Manusia-manusia pilihan ini, tentu
memiliki kedudukan istimewa dibanding yang lain. Karena pilihan Allah SWT
tidak mungkin keliru
Abdullah bin Mas’ud ra berkata: “Barang siapa di antara kalian ingin
mengikuti sunnah, maka ikutilah sunnah orang-orang yang sudah wafat.
Karena orang yang masih hidup, tidak ada jaminan selamat dari fitnah
(kesesatan). Mereka ialah sahabat-sahabat Muhammad SAW . Mereka
merupakan generasi terbaik umat ini, generasi yang paling baik hatinya, yang
paling dalam ilmunya, yang tidak banyak mengada-ada, kaum yang telah dipilih
Allah menjadi sahabat Nabi-Nya dalam menegakkan agama-Nya. Kenalilah
keutamaan mereka, ikutilah jejak mereka, berpegang teguhlah dengan akhlak
dan agama mereka semampu kalian, karena mereka merupakan generasi yang
berada di atas Shirathal Mustaqim.”
Beliau juga berkata: “Sesungguhnya Allah SWT melihat hati para
hamba-Nya. Allah menemukan hati Muhammad adalah sebaik-baik hati hamba-
Nya. Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya dengan membawa
risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba setelah hati Muhammad.
Allah mendapati hati sahabat-sahabat beliau adalah sebaik baik hati hamba.
Maka Allah mengangkat mereka sebagai wazir Nabi-Nya, berperang demi
membela agama-Nya. Maka apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin
(para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Dan apa yang dipandang buruk oleh
mereka, pasti buruk di sisi-Nya”.

9
Diantara sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga ialah Abu Bakar
Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah
bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas,
Sa’id bin Zaid, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
B. Tabi’in
Tabi’in adalah orang Islam awal yang masa hidupnya setelah
para Sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup Nabi Muhammad SAW.
Usianya tentu saja lebih muda dari sahabat nabi, bahkan ada yang masih anak-
anak atau remaja pada masa sahabat masih hidup. Tabiin merupakan
murid sahabat nabi. Masa tabi’in dimulai sejak wafatnya sahabat nabi
terakhir, Abu Thufail al-Laitsi, pada tahun 100 H (735 M) di kota Makkah; dan
berakhir dengan wafatnya Tabiin terakhir, Khalaf bin Khulaifat, pada tahun 181
H (812 M). Setelah masa tabiin berakhir, maka diteruskan dengan masa tabi’ut
tab’iin atau generasi ketiga umat Islam setelah Nabi Muhammad wafat.
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam karyanya Taqrib at-
Tahdzib membagi para tabiin menjadi empat tingkatan berdasarkan usia dan
sumber periwayatannya, yaitu:
1. Para tabiin kelompok utama/senior (kibar at-tabi'in), yang telah wafat sekitar
tahun 95 H/713 M. Mereka seangkatan dengan Said bin al-Musayyab (lahir
13 H - wafat 94 H).

2. Para tabiin kelompok pertengahan (al-wustha min at-tabi'in), yang telah


wafat sekitar tahun 110 H/728 M. Mereka seangkatan dengan Al-Hasan al-
Bashri (lahir 21 H - wafat 110 H) dan Muhammad bin Sirin (lahir 33 H -
wafat 110 H),
3. Para tabiin kelompok muda (shighar at-tabi'in) yang kebanyakan
meriwayatkan hadis dari para tabiin tertua, yang telah wafat sekitar tahun
125 H/742 M. Mereka seangkatan dengan Qatadah bin Da'amah (lahir 61 H
- wafat 118 H) dan Ibnu Syihab az-Zuhri (lahir 58 H - wafat 124 H),
4. Para tabiin kelompok termuda yang kemungkinan masih berjumpa dengan
para sahabat nabi dan para tabiin tertua walau tidak meriwayatkan hadis
dari sahabat nabi, yang telah wafat sekitar tahun 150 H/767 M. Mereka
seangkatan dengan Sulaiman bin Mihran al-A'masy (lahir 61 H - wafat 148
H).

10
Mayoritas ulama penulis biografi para periwayat hadis (asma ar-rijal)
juga membagi para tabiin menjadi tiga tingkatan berdasarkan Sahabat Nabi
yang menjadi guru mereka, yaitu:
1. Para tabiin yang menjadi murid para sahabat yang masuk Islam sebelum
peristiwa Fathu Makkah.
2. Para tabiin yang menjadi murid para Sahabat yang masuk Islam setelah
peristiwa Fathu Makkah.
3. Para tabiin yang menjadi murid para Sahabat yang belum berusia dewasa
ketika Nabi Muhammad SAW. wafat.
Diantara tabi’in adalah Uwais Al-Qarni, Aban bin Utsman bin Affan,
Ayyub bin Musa bin ‘Amr bin Said bin al-‘Ash, Umayyah bin Abdullah bin Khalid,
Arzaq bin Qais al-Haritsi, Al-A’masy, namanya Sulaiman bin Mihran al-Kahili al-
Asadi, al-Aswad bin Hilal al-Muharibi, Ibrahim bin Maisarah Ath-Thaifi, Ibrahim
bin Abdurrahman bin ‘Auf, Ibrahim bin Ismail Al-Asyhali, Ibrahim bin Al-Fadll Al-
Makhzumi, Ishaq bin Abdullah Al-Anshari, Ishaq bin Rahwaih, ia adalah Abu
Ya’kub bin Ibrahim At-Taimi, Abu Ishaq As-Sabi’I, Ishaq bin Musa Al-Anshari,
Abu Ibrahim al-Asyhali Al-Anshari, Abu Israil Ismail bin Al-Khalifah al-Mala’i,
Abu Ayyub Al-Maraghi Al-Utki, Abul Ahwash, namanya ‘Auf bin Malik bin
Fadlilah, Al-Ahwash, Abul Ahwash Salam bin Salim al-Hafidz, Bilal bin Yasir bin
Zaid, Bilal bin Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab, Bisyr bin Marwan bin Al-
Hakim al-Umawi, Bisyr bin Rafi’, Basyir bin Abu Mas’ud Al-Badri, Basyir bin
Maimun, Bajalah bin ‘Abdah At-Tamimi, Abu Burdah Amir bin Abdullah bin
Qais. Diantara para tabi’in, yang paling terkenal adalah Uwais Al-Qarni.

C. Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in atau Atbaut Tabi’in artinya pengikut Tabi’in, adalah orang
Islam teman sepergaulan dengan para Tabi’in dan tidak mengalami masa hidup
Sahabat Nabi. Tabi’ut tabi’in disebut juga murid Tabi’in. Menurut banyak
literatur Hadis : Tab’ut Tabi’in adalah orang Islam dewasa yang pernah bertemu
atau berguru pada Tabi’in dan sampai wafatnya beragama Islam. Dan ada juga
yang menulis bahwa Tabi’in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat
ingatannya. Karena Tabi’in yang terahir wafat sekitar 110-120 Hijriah.
Dalam kalangan 4 imam mazhab ahli sunnah waljamaah imam Hanafi
tidak termasuk dalam tabi’ tabiin karena beliau pernah berguru dengan sahabat
Nabi. Manakala baik 3 imam yaitu imam Malik dan imam Syafi’i adalah tabi’

11
tabiin karena mereka berguru dengan tabiin. Tabi’in seperti definisi di atas tapi
bertemu dengan Sahabat. Sahabat yang terahir wafat sekitar 80-90 Hijriah.
Diantara para tabi’ut tabi’in selain yang tersebut diatas adalah , Al
Auza’iy, Sufyan Ats-Tsauriy, Sufyan bin Uyainah Al-Hilaliy, Al-Laits bin Saad,
Abdullah bin Al-Mubaarok, Waki’, Abdurrahman bin Mahdiy, Yahya bin Said Al-
Qathan, Yahya bin Ma’in, Ali bin Al-Madiniy, Ja'far al-Sadiq, al-Qasim bin
Muhammad bin Abu Bakr as-Siddiq, dan Syu’bah ibn a Hajjaj.

12
BAB IV

PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS)

A. Pengertian
Istilah Salafi atau Salafiyah menurut bahasa adalah telah lalu. Kata
Salaf juga bermakna seseorang yang telah mendahului (terdahulu) dalam ilmu,
iman, keutamaan dan kebaikan. Ibnu Manzhur mengatakan bahwa salaf berarti
orang yang mendahului anda, baik dari bapak maupun orang-orang terdekat
(kerabat) yang lebih tua umurnya dan lebih utama.
Adapun salaf menurut istilah adalah sifat yang khusus dimutlakkan
kepada para sahabat. Ketika disebutkan salaf, maka yang maksud pertama kali
adalah para sahabat. Adapun selain mereka itu ikut serta dalam makna salaf
ini, yaitu orang orang yang mengikuti mereka. Artinya bila mereka mengikuti
para sahabat, maka disebut Salafiyyun (orang orang yang mengikuti salafush
shalih). Allah SWT berfirman yang artinya :
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai
di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan
yang besar.”
Dari segi zaman, kata salaf digunakan untuk menunjukkan kepada
sebaik baik kurun, dan yang lebih patut dicontoh dan diikuti yaitu tiga kurun
yang pertama (dalam Islam) yang diutamakan, yang disaksikan dan disifati
dengan kebaikan melalui lisan sebaik-baik manusia, yaitu Rasulullah.
Pembatasan dari segi zaman tidak cukup untuk membatasi pengertian
salaf, harus ditambahkan syarat dalam hal ini yatiu kesesuaian dengan al-
Qur’an dan Sunnah, sehingga siapapun yang akalnya menyelisihi kedua
sumber tersebut bukanlah salafi, meskipun dia hidup ditengah-tengah para
sahabat dan tabi’in. Ada beberapa hal di dalam memahami pengertian Salafi
yaitu:
Al-salaf yaitu mereka tiga generasi pertama dan paling utama dari umat
islam, yaitu para sahabat (mereka yang hidup sebagai muslim pada masa Nabi,
pernah bertemu dengan beliau, serta wafat sebagai muslim), Tabi’in (mereka

13
yang hidup di masa sahabat dan wafat sebagai muslim), dan Tabi’ut Tabi’in
(mereka yang hidup di masa tabi’in dan wafat dalam keadaan muslim).
Salafiyah adalah sebuah gerakan dakwah yang sama artinya dengan
gerakan dakwah Ahlul Sunnah wal Jama’ah. Gerakan dakwah ini sudah mulai
dari masa Rasulullah, lalu terus berlanjut dan mempertahankan eksistensinya
hingga menjelang akhir zaman kelak. Salafi adalah sebutan untuk orang yang
menyatakan diri sebagai muslim yang berupaya mengikuti ajaran al-Qur’an dan
al-Hadits, sesuai dengan pemahaman ulama al-Salaf. Dari uraian tersebut
dapat dipahami bahwa salafiyah adalah arus pemikiran yang mengedepankan
nash nash syar’iyah berbagai macam pemikiran baik secara metode maupun
sistem, yang senantiasa komitmen terhadap petunjuk Nabi dan petunjuk para
sahabat baik secara keilmuan dan pengamalan, menolak berbagai manhaj
yang menyelisihi petunjuk tersebut, baik terkait masalah ibadah maupun
ketetapan syari’at.

B. Prinsip Prinsip Faham Salafi


1. Sumber aqidah adalah al-Qur’an dan al-Hadits yang shahih dan ijma’ salaful
shalih. Sumber rujukan dalam memahami aqidah dalam manhaj salaf hanya
terbatas pada tiga, yaitu al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ salaful shalih. Aqidah
dalam agama Islam adalah perkara yang ghaib, yakni yang tidak dapat
diketahui dengan sunnah dan ijma’ ahlul sunnah karena ijma’ mereka
ma’sum. Yang menjadi tolak ukur dan patokan dalam menjelaskan
persoalan tauhid kepada manusia adalah al-Qur’an dan al-Sunnah tanpa
membuat kebid’ahan, dengan menimba dalil dalil dari ilmu filsafah yang
tidak pernah dapat sinkron dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.
2. Wajib taat kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak
memerintahkan untuk berbuat kemaksiatan. Apabila mereka
memerintahkan untuk berbuat maksiat, dikala itu tidak boleh mentaati
namun tetap wajib taat dalam kebenaran lainnya. Ibnu ‘Abil ‘Izz
berpendapat bahwa hukum mentaati ulil amri adalah wajib selama tidak
dalam kemaksiatan.
3. Tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslim kecuali apabila dia
melakukan perbuatan yang membatalkan aqidah atau keimanan dan
keislaman. Adapun dosa besar selain syirik tidak ada dalil yang
menghukumi pelakuknya sebagai kafir.

14
4. Al-wala’ wal bara’ (cinta karena Allah dan benci karena Allah), yaitu
mencintai dan memberikan wala’ (loyalitas) kepada kaum muslimin, dan
membenci kaum musyrikin serta orang- orang kafir dengan bara’ (berpaling)
dari mereka.
5. Senantiasa menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar menurut
ketentusan syari’at. Yang dimaksud al-ma’ruf ialah semua ketaatan, dan
yang paling agungnya adalah ibadah kepada Allah satu satunya, tidak
sekutu baginya, mengikhlaskan ibadah itu hanya kepada-Nya,
meninggalkan semua peribadatan kepada selain Dia, dan kemudian
ketaatan lainnya baik yang wajib maupun yang sunnah. Sedangkan al-
munkar adalah semua yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, termasuk di
dalamnya kemaksiatan, kebid’ahan, dan kemunkaran. Adapun kemunkaran
yang paling besar adalah syirik kepada Allah.
C. Jejak Salafussoleh
Rasulullah, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, mereka adalah salaful ummah (pendahulu ummat), dan siapa saja
yang menyeru kepada apa yang diserukan oleh Rasulullah SAW, para
sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, mereka juga
salaful ummah. Serta siapa saja yang menyeru kepada apa yang diserukan
oleh Rasulullah SAW, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, maka mereka berada di atas manhaj as-Salaf ash-Sholih.
Maka wajib bagi setiap muslim untuk ittiba’ (mengikuti) al-Qur'an al-Karim dan
as-Sunnah al-Muthoharoh dengan mengembalikannya kepada pemahaman as-
Salaf ash-Shalih ridlwanullahu ‘alaihim ajma’in, karena mereka adalah kaum
yang lebih berhak untuk ditiru atau diikuti, karena mereka adalah orang orang
yang paling benar keimanannya, yang kuat aqidahnya dan yang paling ikhlash
ibadahnya.
Seutama utama salaf setelah Rasulullah SAW adalah para sahabat,
yang mereka mengambil agama mereka langsung dari Rasulullah SAW dengan
kejujuran dan keikhlasan. As-Salaf Ash-Shalih merupakan generasi terbaik
yang paling utama sebagaimana yang disebutkan Rasulullah dalam haditsnya :
“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku, kemudian generasi setelahnya,
kemudian generasi setelahnya”
Pokok agama yang dipegang teguh oleh para imam agama, ulama
islam dan salaf salih adalah mengimani Al-Kitab dan AS-Sunnah secara ijmal

15
dan tafshil, mereka bersaksi atas keesaan Allah SWT dan bersaksi atas
nubuwah dan risalah Muhammad SAW. Mereka mengenal Rabb mereka
dengan sifat-Nya yang dipaparkan oleh wahyu-Nya dan risalah-Nya, atau yang
dipersaksikan oleh Rasulullah SAW. Mereka menetapkan bagi Allah SWT apa
yang Allah tetapkan bagi diri-Nya sendiri di dalam Kitab-Nya, atau yang
ditetapkan lisan Rasulullah SAW, tanpa melakukan tasybih (penyerupaan)
terhadap makhluk-Nya, tanpa takyif (menggambarkan kaifiyatnya), tanpa ta’thil
(meniadakan seluruh sifat-Nya), tanpa tahrif (memalingkan makna-Nya kepada
makna yang bathil), tanpa tabdil (merubah maknanya) dan tanpa tamtsil
(membuat contoh seperti makhluk).
Di dalam sebuah hadits, terdapat suatu peringatan dari mengikuti
perkara perkara yang baru (muhaddats) di dalam agama dan ibadah.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Barangsiapa yang mengada-adakan di dalam urusan kami yang tidak ada
perintahnya maka tertolak.”
Bid’ah adalah segala perkara yang diada adakan tanpa ada dasarnya
dari syariat yang menunjukkan pensyariatannya. Adapun jika suatu perkara
memiliki asal di dalam syariat yang menunjukkan pensyariatannya maka
bukanlah hal ini termasuk bid’ah secara syariat, namun dimutlakkan sebagai
bid’ah secara bahasa. Maka setiap orang yang mengada adakan sesuatu dan
menyandarkannya kepada agama padahal tidak ada asal yang yang
menunjukkannya maka ia termasuk kesesatan, dan agama ini berlepas diri
darinya baik itu dalam masalah keyakinan, perbuatan maupun ucapan.
Adapun yang terdapat pada ucapan salaf yang menyatakan kebaikan
beberapa bid’ah, maka sesungguhnya yang dimaksud adalah bid’ah secara
bahasa tidak secara syar’i (istilah), diantaranya adalah ucapan Umar bin
Khaththab ra. tatkala beliau mengumpulkan manusia pada saat sholat Tarawih
di bulan Ramadhan pada imam yang satu di Masjid, beliau keluar dan melihat
mereka sedang sholat, beliau berkata “Ini adalah sebaik baik bid’ah”. Amalan
ini mempunyai dasar di dalam syariat, karena SAW pernah sholat Tarawih
secara berjama’ah di Masjid, kemudian beliau meninggalkannya karena takut
akan diwajibkan kepada ummatnya sedangkan ummatnya tidak mampu
mengamalkannya. Adapun ibadah yang telah tetap di dalam syariat maka tidak
boleh menambah-nambahinya.

16
Ada beberapa perkara yang dilakukan oleh kaum muslimin yang tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Namun perkara-perkara ini merupakan
suatu keharusan (dharuriyah) dalam rangka memelihara Islam, mereka
memperbolehkanya dan mendiamkannya, seperti Utsman bin Affan yang
mengumpulkan mushaf menjadi satu karena khawatir ummat akan berpecah
belah, dan para sahabat lain pun menganggap hal ini baik, karena padanya
terdapat maslahat yang sangat jelas. Juga seperti penulisan hadits Nabi yang
mulia dikarenakan khawatir akan sirna karena kematian para penghafalnya.
Demikan pula penulisan tafsir al-Qur'an, al-Hadits, penulisan ilmu nahwu untuk
menjaga Bahasa Arab yang merupakan sarana dalam memahami Islam,
penulisan ilmu mustholah hadits. Semua ini diperbolehkan dalam rangka
menjaga syariat Islam.

17
BAB V

AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA


PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM

A. Tuntunan Islam tentang Berbagi


Rasulullah SAW bersabda :
ٌ‫ﺻ َدﻗَﺔ‬
َ ‫ﻋﻠَ ْﯾ ِﮫ‬ َ ‫ﺎس‬ ِ ‫ﺳ َﻼ َﻣـﻰ ﻣِنَ اﻟﻧﱠ‬ ُ ‫ ُﻛ ﱡل‬: ‫ﻋﻠَ ْﯾ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َم‬ َ ُ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱣـﮫ‬
َ ‫ﺳ ْو ُل اﻟﻠﱣـ ِﮫ‬
ُ ‫ ﻗَﺎ َل َر‬: ‫ ﻗَﺎ َل‬، ُ‫ﻲ ﷲُ َﻋ ْﻧﮫ‬ َ ‫ﺿ‬ ِ ‫ـﻲ ھ َُرﯾ َْرة َ َر‬ ْ ِ‫َﻋ ْن أَﺑ‬
ُ‫ أَ ْو ﺗ َْرﻓَ ُﻊ ﻟَﮫُ َﻋﻠَ ْﯾ َﮭﺎ َﻣﺗَﺎ َﻋﮫ‬، ‫اﻟرﺟُلَ ﻓِـ ْﻲ َداﺑﱠﺗِ ِﮭﻔَﺗَﺣْ ﻣِ ﻠُﮫُ َﻋﻠَ ْﯾ َﮭﺎ‬ َ ‫ ﺗ َ ْﻌ ِد ُل ﺑَﯾْنَ اﺛْﻧَﯾ ِْن‬: ‫س‬
‫ َوﺗُ ِﻌﯾْنُ ﱠ‬، ٌ‫ﺻ َدﻗَﺔ‬ ‫ُﻛ ﱠل ﯾَ ْو ٍم ﺗ َْطﻠُ ُﻊ ﻓِ ْﯾ ِﮫ اﻟ ﱠ‬
ُ ‫ﺷ ْﻣ‬
ٌ‫ﺻ َدﻗَﺔ‬
َ ‫ﻖ‬ ‫ط اْﻷ َ َذ ٰى َﻋ ِن ﱠ‬
ِ ‫اﻟط ِر ْﯾ‬ ُ ‫ َوﺗُـﻣِ ْﯾ‬، ٌ‫ﺻ َدﻗَﺔ‬ ْ ‫ َو ِﺑ ُﻛ ِّل ُﺧ‬، ٌ‫ﺻ َد َﻗﺔ‬
‫ط َو ٍة ﺗ َْـﻣ ِﺷ ْﯾ َﮭﺎ ِإﻟَـﻰ اﻟ ﱠ‬
َ ‫ﺻﻼَ ِة‬ ‫ َو ْاﻟ َﻛ ِﻠ َﻣﺔُ ﱠ‬، ٌ‫ﺻ َدﻗَﺔ‬
َ ُ‫اﻟط ِّﯾ َﺑﺔ‬ َ

Artinya :
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Setiap
persendian manusia wajib bersedekah pada setiap hari di mana matahari terbit
di dalamnya: engkau berlaku adil kepada dua orang (yang bertikai/berselisih)
adalah sedekah, engkau membantu seseorang menaikannya ke atasnya
hewan tunggangannya atau engkau menaikkan barang bawaannya ke atas
hewan tunggangannya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah,
setiap langkah yang engkau jalankan menuju (ke masjid) untuk shalat adalah
sedekah, dan engkau menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.’”
(HR. al-Bukhâri dan Muslim).
Hadits diatas menjelaskan kepada kita bahwa bersedekah itu tidak
hanya dengan harta, akan tetapi juga dengan apa yang mampu, seperti
membantu orang, berkata baik, menyingkirkan duri yang ada di jalan, dan lain
lain.
Menginfakkan harta di jalan Allah adalah ibadah yang paling agung.
Ibadah tidak hanya dilakukan dengan anggota badan, melainkan dapat juga
dilakukan dengan harta seperti bersedekah. Oleh karenanya, Allah menetapkan
zakat sebagai salah satu rukun islam. Membelanjakan harta di jalan Allah
termasuk bentuk ihad yang paling mulia. Bahkan, jihad di jalan Allah dengan
harta lebih didahulukan dibanding jihad dengan jiwa. Hal ini karena jihad
dengan harta dapat memberikan manfaat yang lebih luas.
Allah SWT berfirman :

18
‫ِف ِﻟ َﻣ ْن‬
ُ ‫ﺿﺎﻋ‬ ُ ‫َﻣﺛَ ُل اﻟﱠ ِذﯾْنَ ﯾُ ْﻧ ِﻔﻘُ ْونَ أَ ْﻣ َواﻟَ ُﮭ ْم ﻓ ِْﻲ َﺳ ِﺑ ْﯾ ِل ﷲِ َﻛ َﻣﺛَ ِل َﺣﺑﱠ ٍﺔ أَ ْﻧ َﺑﺗَتْ َﺳ ْﺑ َﻊ َﺳﻧَﺎﺑِلَ ﻓ ِْﻲ ُﻛ ِّل‬
َ ُ‫ﺳ ْﻧﺑُ َﻠ ٍﺔ ﻣِ ﺎﺋَﺔُ َﺣﺑﱠ ٍﺔ َوﷲُ ﯾ‬
‫ﷲ َواﺳِ ٌﻊ َﻋ ِﻠ ْﯾ ٌم‬
ُ ‫َﯾﺷَﺎ ُء َو‬

Artinya :
“Perumpamaan sedekah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipatgandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 261)
Allah mengumpamakan sedekah dengan sebutir benih yang akan
menghasilkan ratusan biji. Hal tersebut menunjukkan bahwa Allah akan
melipatgandakan pahala orang yang bersedekah. Sedekah kepada orang yang
lebih membutuhkan lebih afdhal dibandingkan sedekah kepada selain sedekah.
Dan nafkah kepada diri sendiri dan keluarga juga merupakan sedekah.
Diantara keutamaan sedekah adalah :
1. Sedekah merupakan bukti kebenaran dari iman seseorang.
2. Sedekah dapat menghapus dosa dan kesalahan.
3. Sedekah sebagai sebab masuk Surga dan dibebaskan dari Neraka.
4. Sebagai sebab keselamatan dari panasnya hari Kiamat.
5. Sedekah sebagai sebab mendapatkan pertolongan, kemenangan, dan
rezeki.
6. Sedekah dapat memelihara jiwa dari kekikiran.
7. Sedekah sebagai sebab mendapatkan keberkahan, tambahan karunia, dan
ganti yang lebih baik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
8. Orang yang bersedekah karena mengharapkan keridhaan Allah Ta’ala akan
sukses dengan mendapat pujian dari Allah, ganjaran yang besar, dan
hilangnya rasa takut dan sedih
9. Sedekah dapat mengobati penyakit-penyakit jasmani
10. Sedekah dapat membersihkan harta dan mengikis kotoran-kotoran yang
menimpanya karena perbuatan sia-sia, sumpah dusta, dan kelalaian
11. Orang yang bersedekah dapat memadamkan bagi dirinya panasnya alam
kubur

19
B. Keadilan dan Penegakan Hukum dalam Islam
Adil merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh manusia dalam
rangka menegakkan kebenaran kepada siapapun tanpa terkecuali. Secara
etimologis, al-adl berarti tidak berat sebelah; tidak memihak; atau
menyampaikan yang satu dengan yang lain (al-musawah). Secara terminologis,
adil berarti mempersamakan yang satu dengan yang lain, baik dari segi nilai
maupun ukuran sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah dan tidak
berbeda satu sama lain. Keadilan lebih dititik beratkan pada pengertian
meletakkan sesuatu pada tempatnya jika sudah dicapai.
Allah SWT berfirman :
۟ ‫ﺎس أَن ﺗَﺣْ ُﻛ ُﻣ‬
ُ ‫وا ِﺑ ْﭑﻟ َﻌ ْد ِل ۚ ِإ ﱠن ٱ ﱠ َ ﻧِﻌِ ﱠﻣﺎ َﯾ ِﻌ‬
َ ‫ظ ُﻛم ِﺑ ِﮫۦٓ ۗ ِإ ﱠن ٱ ﱠ‬ ِ ‫ت ِإﻟَ ٰ ٓﻰ أَ ْھ ِﻠ َﮭﺎ َو ِإ َذا َﺣﻛ َْﻣﺗُم َﺑﯾْنَ ٱﻟﻧﱠ‬ ۟ ‫ِإ ﱠن ٱ ﱠ َ َﯾﺄْ ُﻣ ُر ُﻛ ْم أَن ﺗ ُ َؤد‬
ِ َ‫ﱡوا ْٱﻷَ ٰ َﻣ ٰﻧ‬
‫ﯾرا‬
ً ‫ﺻ‬ ِ َ‫َﻛﺎنَ َﺳﻣِ ﯾ ۢﻌًﺎ ﺑ‬
” Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’ : 58)
Allah SWT disebut sebagai Yang Maha Adil dan Bijaksana terhadap
semua hambanya, karena Allah tidak mempunyai kepenitingan apa apa dari
perbuatan yang dilakukan oleh hambanya. Jika manusia berbuat kebaikan,
maka tidak akan mengurangi kemaha adilan-Nya. Apa yang diperbuat oleh
manusia, apakah kebaikan atau kezaliman, hasilnya akan diterima oleh
manusia itu sendiri.
Dalam periwayatan hadits, adil merupakan salah satu syarat dari
seorang perawi. Adil dalam ilmu hadits berarti kataatan menjalankan perintah
Allah SWT dan menjauhi larangan Allah,menjauhkan diri dari perbuatan keji,
memelihata hak dan kewajiban, memelihara lidah dari kata kata yang dapat
merusak agama, dan berani menegakkan kebenaran.
Dalam beberapa bidang hukum islam, persyaratan adil sangat
menentukan benar atau tidaknya dan sah atau batalnya suatu persyaratan
hukum. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang memerintahkan manusia untuk
berlaku adil dalam segala hal, walaupun akan merugikan diri sendiri.
Diantaranya adalah perintah agar manusia berlaku adil dan berbuat kebaikan
serta menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar. Selain itu, perlakuan

20
adil wajib ditegakkan kepada siapa saja, walaupun pada orang yang tidak
seiman. Allah SWT berfirman :
ُ ‫وا ھ َُو أَ ْﻗ َر‬
‫ب‬ ۟ ُ‫وا ۚ ٱ ْﻋ ِدﻟ‬۟ ُ‫ﺷﻧَـﺎنُ ﻗَ ْو ٍم َﻋﻠَ ٰ ٓﻰ أَ ﱠﻻ ﺗَ ْﻌ ِدﻟ‬ َ ‫ﺷ َﮭ َدآ َء ﺑِﭑ ْﻟ ِﻘﺳْطِ ۖ َو َﻻ ﯾَﺟْ ِر َﻣﻧﱠ ُﻛ ْم‬
ُ ِ ‫ُوا ﻗَ ٰ ﱠوﻣِ ﯾنَ ِ ﱠ‬ ۟ ‫ٰ ٓﯾَﺄَﯾﱡ َﮭﺎ ٱﻟﱠذِﯾنَ َءا َﻣﻧ‬
۟ ‫ُوا ُﻛوﻧ‬

ٌ ۢ ‫وا ٱ ﱠ َ ۚ ِإ ﱠن ٱ ﱠ َ َﺧ ِﺑ‬
َ‫ﯾر ِﺑ َﻣﺎ ﺗَ ْﻌ َﻣﻠُون‬ ۟ ُ‫ﻟِﻠﺗ ﱠ ْﻘ َو ٰى ۖ َوٱﺗﱠﻘ‬
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah : 8)
Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman dan melaksanakan prisip
prinsip peradilan, Allah memerintahkan manusia agar berlaku adil. Dalam
beberapa ayat Al-Qur’an, dijelaskan secara terperinci tentang kewajiban bagi
penegak hukum untuk berlaku adil dalam memutuskan perkara di antara
manusia sebagai pencari keadilan. Dalam surah An-Nisa’ ayat 58 Allah
memerimtahkan agar berlaku adil dalam memutus suatu perkara, dan dilarang
memutus perkara dengan hawa nafsu.
Dalam ensiklopedia hukum islam disebutkan bahwa Imam Abu Hanifah
dan Imam Syafi’i menggaris bawahi tentang kewajiban hakim untuk berlaku adil
terhadap orang yang berperkara . hal ini sesuai dengan surat Amr bin Abi
Syaibah (salah seorang sahabat Rasulullah SAW) yang di kirim ke Bassrah
dalam bidang peradilan dengan sanad dari Ummu Salamah, yakni Rasulullah
berkata bahwa siapa saja yang diserahi tugas sebagai hakim maka hendaklah
ia berlaku adil dalam ucapan, tidak tanduk, dan kedudukan. Hakim tidak boleh
meninggikan suara kepada salah satu pihak sementara melembutkan pada
pihak lain. Demikian juga surat Umar bin Kattab kepada Abu Musa Al-Asy’ari
sahabat Rasulullah yang diangkat menjadi hakim di Kuffah. Dalam surat ii
antara lain berbunyi “samaratakanlah manusia dalam persidangan, kedudukan
dan keputusanmu sehingga tidak ada celah bagi orang terpandang yang
menginginkan agar kamu menyeleweng dan tidak berlaku adil. Begitupula tidak
akan putus asa kaum yang lemah dan mendambakan keadilan dirimu”. Dalam
hadits lain, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Salamah,
rasulullah bersabda bahwa jika ada hakim yang memutuskan suatu perkara
tanpa mendengarkan kedua belah pihak, maka keputusannya itu sama dengan
sepotong api neraka.

21
Dalam proses penyelesaian suatu perkara diperlukan kesaksian dari
saksi yang adil. Adil merupahan salah satu syarat seseorang menjadi saksi.
Dalam surah Al-Maidah ayat 8, Allah menegaskan bahwa janganlah kebencian
terhadap sesuatu, menjadikan kamu tidak adil, karena adil itu lebih dekat
kepada taqwa. Dari keterangan tersebut terbentuklah suatu kaidah bahwa
keadilan itu semestinya tidak terpengaruh oleh pertimbangan pertimbangan
yang bersifat emosional, seperti kecintaan pada diri sendiri, keberpihakan
terhadap kerabat sendiri, kebencian pada suatu kaum, kebencian seorang
musuh dan kecintaan seorang kekasih.
Demikian prinsip keadilan terhadap keadilan yang diperintahkan dalam
Al-Qur’an dengan ridha Allah SWT. Penerapan keadilan tidak membedakan
antara musuh dengan sahabat dan antara relasi dengan rival. Ketentuan yang
berlaku dihadapan timbangan keadilan ini dipegang oleh tangan orang orang
yang memegang teguh prinsip keadilan sebagaimana yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT, dan ia takut melanggar keadilan serta selalu menjaga
kebenciannya, ia akan selalu mendapat perlindungan dari Allah sebagiamana
tersebut dalam Al-Qur’an dan jika memutarbalikkan kata kata dan enggan
menjadi saksi, sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang
kita kerjakan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Al Fauzan, S. b. (t.thn.). Macam-Macam Tauhid. Dipetik Oktober 22, 2020, dari Almanhaj:
https://almanhaj.or.id/546-macam-macam-tauhid.html

Al-Arna'ut, A. Q. (2009). Al-Wajiz Fi Manhajis Salaf (Keringkasan di dalam Manhaj Salaf).

Al-Atsari, A. I. (t.thn.). Keutamaan Sahabat Nabi. Dipetik Oktober 25, 2020, dari Almanhaj:
https://almanhaj.or.id/3448-keutamaan-sahabat-nabi.html

Almanhaj. (t.thn.). Anjuran Bersedekah Dan Membantu Orang-Orang Yang Sedang Mengalami
Kesulitan. Dipetik Oktober 24, 2020, dari Almanhaj: https://almanhaj.or.id/15202-anjuran-
bersedekah-dan-membantu-orang-orang-yang-sedang-mengalami-kesulitan2.html

AS., A. S. (2020). Sains dan Teknulogi dalan Al-Qur'an (Kajian Filsafat Pendidikan Islam).
Sumbula .

Bashri, H. (2018). Relevansi antara Hadits dan Sains Kaedah dan Aplikasinya dalam Bingkai I'jaz
Ilmi. Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman , 130-146.

Firdaus. (2015). Konsep Al-Ruqubiyah dalam Al-Qur'an. Jurnal Diskursus Islam .

Harun, N. (t.thn.). makna keadilan dalam persfektif hukum islam dan perundang undangan.

Jawas, Y. b. (2009). Setiap Manusia Wajib Bersedekah. Dipetik Oktober 24, 2020, dari
Almanhaj: https://almanhaj.or.id/12254-setiap-manusia-wajib-bersedekah-2.html

Konsep Ketuhanan dalam Islam. (t.thn.). Dipetik Oktober 21, 2020, dari google sites:
https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03

Kusumawati, D. P. (2019, Mei 29). Jangan Remehkan Sedekah. Dipetik Oktober 23, 2020, dari
Muslimah.or.id: https://muslimah.or.id/11216-jangan-remehkan-sedekah.html

Lifestyle, H. (2018, Oktober 23). Mengenal Tabi'in dan Tabi’ut tabi’in. Dipetik Oktober 25,
2020, dari Hijab Lifestyle: https://kumparan.com/hijab-lifestyle/mengenal-tabiin-dan-tabiut-
tabiin-1540298896607695377/full

Muhammadin. (2013). Manhaj Salafiyah. JIA , 147-161.

Purnama, Y. (2026, Juli 26). Makna Tauhid. Dipetik Oktober 21, 2020, dari Muslim.or.id:
https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html

Qutub, S. (2011). Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur'an dan Hadits. Humaniora ,
1339-1350.

Ukkasyah, S. A. (2016, Januari 20). Penjelasan Kasyfus Syubuhat (5) : Definisi Dan Macam-
Macam Tauhid. Dipetik Oktober 21, 2020, dari Muslim.or.id: https://muslim.or.id/27346-
penjelasan-kasyfus-syubuhat-5-definisi-dan-macam-macam-tauhid.html

23
Wikipedia. (t.thn.). Tabi'in. Dipetik Oktober 25, 2020, dari Wikipedia.id:
https://id.wikipedia.org/wiki/Tabiin

24

Anda mungkin juga menyukai