PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Alhamdulillah Hirobbil Alamin kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami kelompok 5 dapat menyelesaikan
makalah Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Puasa” dengan baik dan lancar. Kami
menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.
Pentingnya pembahasan mengenai bab Puasa adalah yang Pertama, sebagai salah
satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rezeki bagi kita. Kedua,
sebagai perisai diri dari nafsu dan amarah. Ketiga, puasa juga bisa digunakan untuk menjaga
kesehatan.
Keseluruhan dari makalah ini adalah pada Bab I berisi tentang latar belakang kenapa
kami membuat makalah ini, rumusan masalah yang berisi beberapa pokok pembahasan
yang akan kami ulas pada makalah dan tujuan pembahasan mengenai puasa. Pada Bab II
terdapat materi pembahasan dari beberapa rumusan masalah yang sudah kami sertakan
pada Bab I. Bab III berisi kesimpulan dari pembahasan materi Puasa.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian puasa dan dasar hukum puasa?
2. Apa saja syarat wajib dan syarat sah puasa?
3. Apa saja rukun puasa?
4. Apa saja macam-macam puasa?
5. Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Ingin memahami pengertian puasa dan dasar hukum puasa
2. Ingin memahami syarat wajib dan syarat sah puasa
3. Ingin memahami rukun puasa
4. Ingin memahami macam-macam puasa
5. Ingin memahami apa saja hal-hal yang membatalkan puasa
BAB II
PEMBAHASAN
Dari segi bahasa, puasa berarti menahan (imsak) dan mencegah (kaff) dari sesuatu.
Misalnya, dikatakan “shama ‘anil-kalam”, artinya menahan dari berbicara. Allah SWT
berfirman sebagai pemberitahuan tentang kisah Maryam:
Maksudnya, diam dan menahan diri dari berbicara. Orang Arab lazim mengatakan,
“shama an-nahar”, maksudnya perjalanan matahari berhenti pada batas pertengahan siang.
Adapun menurut syarak (syara’), puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang
membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh orang bersangkutan pada siang hari, mulai
terbit fajar sampai terbenam matahari.
Dengan kata lain, puasa menurut istilah adalah menahan diri dari perbuatan (fi’li)
yang berupa dua macam syahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan serta menahan diri
dari segala sesuatu agar tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisnya. Hal itu dilakukan
pada waktu yang telah ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari, oleh
orang tertentu yang berhak melakukannya, yaitu orang Muslim, berakal, tidak sedang haid,
dan tidak sedang nifas. Puasa harus dilakukan dengan niat, yakni, bertekad dalam hati untuk
mewujudkan perbuatan itu secara pasti, tidak ragu-ragu. Tujuan niat adalah membedakan
antara perbuatan ibadah dan perbuatan yang telah menjadi kebiasaan.1
1
1 Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 84-85.
B. Syarat Wajib Dan Syarat Sah Puasa
1. Syarat Wajib Puasa
a) Baligh
Puasa tidak diwajibkan atas anak kecil. Akan tetapi, puasa yang dilakukan oleh
anak kecil yang mumayiz, hukumannya sah, seperti halnya sholat. Wali anak tersebut,
menurut mazhab Syafi’i, Hanafi, dan hanbali, wajib menyuruhnya berpuasa ketika dia
telah berpuasa tujuh tahun. Dan jika anak kecil itu tidak mau berpuasa,walinya wajib
memukulnya ketika dia telah berusia sepuluh tahun. Hal itu dimaksudkan agar dia menjadi
terbiasa dengan puasa, seperti halnya shalat.2
“Tiga orang terlepas dari hukum (a) orang yang sedang tidur hingga ia bangun,
(b) ornag gila sampai ia sembuh, (c) kanak-kanak sampai ia balig.” (Riwayat Abu Dawud
dan Nasai) 3
b) Berakal
Puasa tidak wajib dilakukan oleh orang gila, orang pingsan dan orang-orang
mabuk. Pendapat ini dipahami dari Hadis Nabi SAW berikut:
َوع َِن،َ َو َع ِن النَّائِ ِم َحتَّى يَ ْستَ ْيقِظ،َ َع ِن ْال َمجْ نُوْ ِن َحتَّى يَفِ ْيق:ُرفِ َع ْالقَلَ ُم ع َْن ثَالَثَ ٍة
صبِ ِّي َحتَّى يَحْ تَلِ َم َّ ال
Pena diangkat dari tiga orang; dari anak kecil sampai dia dewasa, dari orang gila
sampai dia sadar, dan dari orang tidur sampai dia terjaga.4
Orang yang akalnya (ingatannya) hilang tidak dikenai kewajiban berpuasa. Dengan
demikian, puasa yang dilakukan oleh orang gila, orang pingsan, dan orang mabuk tidak
sah. Sebab, mereka tidak berkemungkinan untuk melakukan niat.5 2
a) Islam
22
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 163.
3 H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014),227.
4Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 162.
5 Ibid, 163.
Syarat wajib puasa yang pertama dan paling utama adalah beragama Islam. Orang
yang menjalankan ibadah puasa dalam Islam harus beragama Islam atau seorang muslim
dan muslimah. Selain itu, puasa juga masuk dalam rukun Islam yang ke empat.
b) Sehat
Syarat wajib puasa berikutnya adalah sehat. Jika kamu akan menjalankan ibadah
puasa, kamu harus sehat atau tidak sedang dalam keadaan sakit. Jika kamu sedang sakit,
dikhawatirkan jika kamu menjalankan ibadah puasa, maka sakit yang diderita akan
semakin parah. Kemudian jika kamu tidak bisa menjalankan ibadah puasa karena sakit,
maka kamu harus mengganti puasa tersebut. Bisa menggantinya dilain waktu, atau
mengganti puasa dengan membayar denda atau fidyah.
Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah : 184
36
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 169.
Sedangkan pada wanita dikatakan sudah baligh jika ia sudah mendapat
menstruasi. Namun jika tanda ini belum juga muncul pada seseorang, maka batas
baligh yakni di usia 15 tahun.
c) Mumayiz
d) Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan).
Orang yang haid atau nifas itu tidak sah berpuasa, tetapi keduanya wajib
mengqadha (membayar) puasa yang tertinggal itu secukupnya.
Dari Aisyah. Ia berkata, “kami disuruh oleh Rasulullah SAW mengqada puasa
dan tidak disuruhnya mengqada salat,” (Riwayat Bukhari)
Dilarang puasa pada dua hari raya dan hari Tasyrik (tanggal 11-12-13 bulan
Haji).
Dari Anas, “Nabi SAW telah melarang berpuasa lima hari dalam satu tahun; (a)
Hari Raya Idul Fitri, (b) Hari Raya Haji, (c) tiga hari Tasyriq (tanggal 11,12,13
bulan Haji).” (Riwayat Daruqutni)7
C. Rukun Puasa
Rukun puasa ialah menahan diri dari dua macam syahwat, yakni syahwat perut dan
syahwat kemaluan. Maksudnya, menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya.8
a) Niat
Niat dan doa di bulan Ramadhan merupakan tahapan penting dalam menjalankan
ibadah puasa Ramadhan. Niat dilakukan sebelum menjalankan ibadah puasa
Ramadhan. Niat doa puasa Ramadhan diucapkan sebelum fajar tiba. Beberapa
hadist menjelaskan juga bahwa niat bisa diucapkan malam harinya sebelum sahur
atau setelah sholat tarawih.
47
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 229.
8
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 85.
5
“Barang siapa yang tidak berniat puasa pada malamnya sebelum fajar terbit,
maka tiada puasa baginya.” (Riwayat Lima Orang Ahli Hadis)
Kecuali puasa sunat, boleh berniat pada siang hari, asal sebelum zawal
(matahari condong ke barat).
b) Menahan diri dari segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari.9
Rukun puasa Ramadan yang kedua adalah menahan diri dari hal-hal yang
membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai waktu berbuka puasa. Rukun
puasa Ramadan ini sesuai dengan firman Allah pada Q.S. Al Baqarah ayat 187
yang berbunyi:
ْ َ ض ِمنَ ا ْل َخ ْي ِط اأْل
س َو ِد ِمنَ ا ْلفَ ْج ِر ثُ َّم ُ ََو ُكلُوا َواش َْربُوا َحتَّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ا ْل َخ ْيطُ اأْل َ ْبي
ِّ أَتِ ُّموا
الصيَا َم إِلَى اللَّ ْي ِل
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari be6nang hitam,
yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS.
Al Baqarah: 187).
D. Macam-Macam Puasa
1. Puasa Wajib
a. Puasa yang diwajibkan karena waktu tertentu, yakni puasa pada bulan
ramadhan
b. Puasa yang diwajibkan karena suatu sebab (‘illat), yakni puasa kafarat.
Puasa kafarat adalah puasa untuk menebus dosa karena perbuatannya yang
melanggar larangan yang diharamkan oleh allah Swt.
59
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 230.
10
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 107.
6
c. Puasa yang diwajibkan karena seseorang mewajibkan puasa kepada dirinya
sendiri, yakni puasa nazar.
Puasa nazar adalah puasa yang dijanjikan atau diikrarkan, yang dikaitkan
dengan sesuatu yang dilakukan oleh seseorang yang bernazar.
2. Puasa Haram11
Puasa haram ini ialah sebagai berikut :
a. Puasa sunnah (nafilah) seorang perempuan yang dilakukan tanpa izin
suaminya. Kecuali, jika suaminya tidak memerlukannya. Misalnya, ketika
suaminya sedang bepergian, sedang melakukan ihram haji atau umrah, atau
sedang melakukan itikaf. Puasa ini diharamkan berdasarkan hadis yang
diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahihain berikut:
“Seorang perempuan tidak dihalalkan berpuasa ketika suaminya hadir di
sampingnya, kecuali dengan izinnya.”12
Lagipula, faktor yang menyebabkan pengharaman puasa ini ialah
karena memenuhi hak suami merupakan kewajiban, yang tidak boleh
diabaikan karena ada perbuatan sunnah. Seorang perempuan yang berpuasa
tanpa izin suaminya, maka puasanya tidak dipandang sah, sekalipun
diharamkan;
b. Puasa pada hari yang diragukan (yaumus-sakk). Yakni, puasa pada hari ketiga
puluh bulan Syakban, ketika orang-orang meragukan bahwa hari itu termasuk
bulan Ramadan.
Dengan demikian, puasa yang dilakukan sehari atau dua hari sebelum
Ramadan, hukumnya makruh.
c. Puasa pada hari raya dan hari-hari Tasyrik.13
917
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 125.
18
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 126.
19
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 128.
Firman Allah SWT :
ض ِم َن ْال َخ ْي ِط ا أْل َ ْس َو ِد ِم َن ْال َف ْج ِر
ُ اش َر ُب وا َح َّت ٰى َي َت َب َّي َن لَ ُك ُم ْال َخ ْي ُط ا أْل َ ْب َي
ْ و ُك لُ وا َو...
َ
“Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benag hitam, yaitu
fajar.” (Q.S. Al Baqarah : 187)
Makan dan minum yang membatalkan puasa ialah apabila dilakukan dengan
sengaja. Kalau tidak sengaja, misalnya lupa tidak membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah SAW :
“Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau
minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena sesungguhnya Allah-lah
yang memberinya makan dan minum.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
2. Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali ke dalam.20
Muntah yang tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah SAW :
Dari Abu Hurairah. Rasulullah SAW telah berkata, “Barangsiapa paksa muntah,
tidaklah wajib mengqada puasanya; dan barangsiapa yang mengusahakan munta,
maka hendaklah dia mengqada puasanya.” (Riwayat Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).
3. Bersetubuh
Firman Allah SWT :
َ ِث إِ لَ ٰى ن
س ا ئِ ُك ْم ِّ أُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْي لَ ةَ ا ل
ُ َص يَ ا ِم ا ل َّر ف
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri
kamu.” (Q.S. Al-Baqarah : 187).
Laki-laki yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh di waktu siang hari
di bulan Ramadan, sedangkan dia berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar
kafarat.21
4. Keluar darah haid (kotoran) atau nifas (darah sehabis melahirkan)22
Dari Aisyah. Ia berkata, “Kami disuruh oleh Rasulullah SAW mengqada
puasa, dan tidak disuruhnya untuk mengqada salat.” (Riwayat Bukhari)
5. Gila.23 Jika gila itu datang waktu siang hari, batallah puasa. 10
6. Keluar mani dengan sengaja (karena berentuhan dengan perempuan atau lainnya).
Karena keluar mani itu adalah uncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka
1020
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 231.
21
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 231..
22
Ibid, 232.
23
Ibid, 233.
hukumnya disamakan dengan bersetubuh. Adapun keluar mani karena bermimpi,
mengkhayal, dan sebagainya, tidak membatalkan puasa. 24
11
12
BAB III
KESIMPULAN
1124
Ibid, 233.
12
Dari makalah yang kami buat ini kami simpulkan bahwa dari segi bahasa,
puasa berarti menahan dan mencegah dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah
adalah menahan diri dari perbuatan (fi’li) yang berupa dua macam syahwat
(syahwat perut dan syahwat kemaluan serta menahan diri dari segala sesuatu agar
tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisnya.) Hal itu dilakukan pada waktu yang
telah ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari.
Puasa dilakukan oleh orang tertentu yang berhak, yaitu orang Muslim, sudah
baligh, berakal, tidak sedang haid, dan tidak sedang nifas. Puasa harus dilakukan
dengan niat, yakni, bertekad dalam hati untuk mewujudkan perbuatan itu secara
pasti, tidak ragu-ragu dan mampu menahan diri dari segala yang membatalkan
sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
12
Ada pula beberapa hal yang membatalkan puasa, yaitu, makan dan minum yang
disengaja, muntah yang disengaja, bersetubuh, keluar darah haid (kotoran) atau nifas,
gila, dan keluar mani dengan sengaja. Pembatalan puasa juga dapat diganti dengan
melakukan qadha, kifarat ataupun fidyah.
Puasa mengajarkan kita untuk lebih bersyukur terhadap segala hal yang telah
kita miliki pada saat ini. Mengajarkan kita untuk mampu membantu orang- orang
fakir dan miskin.
13