Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
Nama : Rahmat Ardinan Aziz
NIM : F1B020118
Fakultas&Prodi : Teknik, Teknik Elektro
Semester :1
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas ini
yang Insyaallah tidak ada hambatan dalam penyelesaian makalah ini.Sholawat dan Salam
semoga ALLAH SWT limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW atas perjuangannya
membawa kita dari jalan yang gelap gulita menuju jalan yang terang benderang.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbimngan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidikan Agama Islam karena telah memberikan
tugas ini sehingga saya mendapatkan ilmu bermanfaat ini yang Insyaallah menambah
wawasan saya tentang islam.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagai setiap pihak termasuk saya dan
yang paling utana bagi pembaca.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam…………………1
II. Sains dan Teknologi dan Al-Qur’an dan Al-Hadits…………………………………2
III. Generasi terbaik menurut Al-Hadits………………………………………………….3
IV. Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits.………………………………………………...4
V. Islam, Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum……………...5
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3
1.Konsep Ketuhanan dalam Islam
Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi
penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang
mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya
ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi
ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula
berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165,
sebagai berikut:
Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap
Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.
Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang
mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika
memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum
turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29).
Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab
sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah,
kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan
apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul
karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras
dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan
konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.
Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-
Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;
4
Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu
beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan kepada Allah
jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan
Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam
kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur
alam semesta.
Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan
dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban atas
perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus
terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai
Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.
Adapun bukti bahwa ALLAH SWT itu ada dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
1. QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu
agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka
telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi
mereka”.Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak
ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang.
Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa
para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir.Jika terjadi
perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama adalah karena
perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan
manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.
2. QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan
Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.
3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
5
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama
isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah
diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim musytaq.
Tuhan yang haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam
surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran
diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum
Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-
Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut
ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain.
Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.Konsepsi
kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia
mempunyaikecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan
kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.
6
Akan tetapi, dalam kapasitasnya sebagai huda li al-nas, al-Qur’an memberikan informasi
stimulan mengenai fenomena alam dalam porsi yang cukup banyak, sekitar tujuh ratus lima
puluh ayat (Ghulsyani, 1993: 78). Bahkan, pesan (wahyu) paling awal yang diterima Nabi
SAW mengandung indikasi pentingnya proses investigasi (penyelidikan). Informasi alQur’an
tentang fenomena alam ini, menurut Ghulsyani, dimaksudkan untuk menarik perhatian
manusia kepada Pencipta alam Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana dengan
mempertanyakan dan merenungkan wujud-wujud alam serta mendorong manusia agar
berjuang mendekat kepada-Nya (Ghulsyani, 1993). Dalam visi al-Qur’an, fenomena alam
adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap alam itu akan
membawa manusia lebih dekat kepada Tuhannya. Pandangan al-Qur’an tentang sains dan
teknologi dapat ditelusuri dari pandangan al-Qur’an tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan
posisi ilmu pada tingkatan yang hampir sama dengan iman seperti tercermin dalam surat al-
Mujadalah ayat 11:“… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara
kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.Ayat-ayat al-Qur’an
yang memerintahkan manusia mencari ilmu atau menjadi ilmuwan begitu banyak. Al-Qur’an
menggunakan berbagai istilah yang berkaitan dengan hal ini.Misalnya, mengajak melihat,
memperhatikan, dan mengamati kejadian-kejadian (Fathir: 27; al-Hajj: 5; Luqman: 20;
alGhasyiyah: 17-20; Yunus: 101; al-Anbiya’: 30), membaca (al‘Alaq: 1-5) supaya
mengetahui suatu kejadian (al-An’am: 97;Yunus: 5), supaya mendapat jalan (al-Nahl: 15),
menjadi yang berpikir atau yang menalar berbagai fenomena (al-Nahl: 11;Yunus: 101; al-
Ra’d: 4; al-Baqarah: 164; al-Rum: 24; al-Jatsiyah:5, 13), menjadi ulu al-albab (Ali ‘Imran: 7;
190-191; al-Zumar: 18),dan mengambil pelajaran (Yunus: 3).Sedangkan pandangan al-
Qur’an tentang sains danteknologi, dapat diketahui dari wahyu pertama yang diterima Nabi
Muhammad saw.:“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.
Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (tulis baca).Dia Mengajarkan manusia
apa yang tidak diketahuinya”.(Q.S.Al-‘Alaq: 1-5).Kata iqra’, menurut Quraish Shihab, diambil
dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti
menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca
baik yang tertulis maupun tidak. Sedangkan dari segi obyeknya, perintah iqra’ itu mencakup
segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh manusia.(Shihab, 1996:433) Atas dasar itu,
sebenarnya tidak ada alasan untuk membuat dikotomi ilmu agama dan ilmu non agama.
Sebab,sebagai agama yang memandang dirinya paling lengkap tidak mungkin memisahkan
diri dari persoalan-persoalan yang bereperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan
umatnya. Berkaitan dengan hal ini, Ghulsyani
7
mengajukan beberapa alasan untuk menolak dikotomi ilmu agama dan ilmu non agama
sebagai berikut:
1. Dalam sebagian besar ayat al-Qur’an, konsep ilmu secara mutlak muncul dalam
maknanya yang umum, seperti pada ayat 9 surat al-Zumar: “Katakanlah: adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui.”Beberapa ayat
lain yang senada di antaranya Q.S. 2:31; Q.S. 12:76; Q.S. 16: 70.
2. Beberapa ayat al-Qur’an secara eksplisit menunjukkan bahwa ilmu itu tidak hanya berupa
prinsip-prinsip dan hukum-hukum agama saja. Misalnya, firman Allah pada surat Fathir ayat
27-28:“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami
hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka ragam jenisnya. Dan di antara
gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka ragam warnanya dan
ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang
melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah “ulama”.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."Dengan jelas kata ulama
(pemilik pengetahuan) pada ayat diatas dihubungkan dengan orang yang menyadari
sunnatullah (dalam bahasa sains: “hukum-hukum alam”) dan misteri-misteri penciptaan,
serta merasa rendah diri dihadapan Allah Yang Maha Mulia.
Di samping itu, subyek yang dituntut oleh wahyu pertama (al-‘Alaq: 1-5) adalah manusia,
karena potensi ke arah itu hanya diberikan oleh Allah swt. kepada jenis makhluk
ini.Pemberian potensi ini tentunya tidak terlepas dari fungsi dan tanggung jawab manusia
sebagai khalifah Allah di atas muka bumi. Sedangkan bumi dan langit beserta isinya telah
‘ditundukkan’ bagi kepentingan manusia. Mari perhatikan firman Allah di dalam surat al-
Jatsiyah ayat 13:“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi semuanya (sebagai rahmat dari-Nya). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.”Kata sakhkhara
(menundukkan) pada ayat di atas atau kata yang semakna dengan itu banyak ditemukan di
dalam alQur’an yang menegaskan bahwa Allah swt. Menundukkan semua ciptaan-Nya
sesuai dengan peraturan-peraturan (sunnatullah) Nya, sehingga manusia dapat mengambil
manfaat sepanjang manusia mau menggunakan akal dan pikirannya serta mengikuti
langkah dan prosedur yang sesuaidengan sunnatullah itu.
8
Misalnya, menurut Baiquni, (1997: 15-16 ) tertiupnya sehelai daun yang kering dan pipih
oleh angin yang membawanya membumbung tinggi ke atas adalah karena aliran udara di
sekitarnya. Orang yang melakukan pengamatan dan penelitian untuk menemukan jawaban
atas pertanyaan: “bagaimana daun itu diterbangkan?”, niscaya akan sampai kepada
sunnatullah yang menyebabkan daun itu bertingkah laku seperti yang tampak dalam
pengamatannya. Pada dasarnya, sebuah benda yang bentuknya seperti daun itu, yang
panjang dan bagian pinggir dan lebarnya melengkung kebawah, akan mengganggu aliran
udara karena pada bagian yang melengkung itu aliran udara tidak selancar di tempat lain.
Akibatnya, tekanan udara di lengkungan itu lebih tinggi dari pada bagian lainnya sehingga
benda itu terangkat. Orang yang melakukan pengamatan dan penelitian itu menemukan
sunnatullah yang dalam ilmu pengetahuan disebut aerodinamika. Dengan pengetahuan
yang lengkap dalam bidang aerodinamika dan pengetahuan tentang sifat-sifat material
tertentu manusia mampu menerapkan ilmunya itu untuk membuat pesawat terbang yang
dapat melaju dengan kecepatan tertentu. Untuk dapat memahami sunnatullah yang
beraturan di alam semesta ini, manusia telah dibekali oleh Allah SWT dua potensi penting,
yaitu potensi fitriyah (di dalam diri manusia) dan potensi sumber daya alam (di luar diri
manusia). Disamping itu, al-Qur’an juga memberikan tuntunan praktis bagi manusia berupa
langkah-langkah penting bagaimana memahami alam agar dicapai manfaat yang maksimal.
Suatu cara penghampiran yang sederhana dalam mempelajari ilmu pengetahuan
ditunjukkan al-Qur’an dalam surat al-Mulk ayat 3-4 yang intinya mencakup proses kagum,
mengamati, dan memahami. Dalam konteks sains, al-Qur’an mengembangkan beberapa
langkah/proses sebagai berikut.Pertama, al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk
mengenali secara seksama alam sekitarnya seraya mengetahui sifat-sifat dan proses-
proses alamiah yang terjadi di dalamnya. Perintah ini, misalnya, ditegaskan di dalam surat
Yunus ayat 101. “Katakanlah (wahai Muhammad): Perhatikan (dengan nazhor) apa yang
ada di langit dan di bumi….” Dalam kata unzhuru (perhatikan), Baiquni memahaminya tidak
sekedar memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan dengan perhatian yang seksama
terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari gejala alam yang diamati (Baiquni,
1997:20). Perintah ini tampak lebih jelas lagi di dalam firman Allah di surat al-Ghasyiyah
ayat 17-20: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan (dengan nazhor) onta bagaimana ia
diciptakan. Dan langit bagaimana ia diangkat. Dan gunung-gunung bagaimana mereka
ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dibentangkan.
9
Ketiga, al-Qur’an menekankan pentingnya analisis yang mendalam terhadap fenomena
alam melalui proses penalaran yang kritis dan sehat untuk mencapai kesimpulan yang
rasional. Persoalan ini dinyatakan dalam surat al-Nahl ayat 11-12.“Dia menumbuhkan
bagimu, dengan air hujan itu, tanamantanaman zaitun, korma, anggur, dan segala macam
buahbuahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi mereka yang mau berpikir. Dan Dia menundukkan malam dan siang,
matahari dan bulan untukmu; dan bintang-bintang itu ditundukkan (bagimu) dengan
perintah-Nya. Sebenarnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah
bagi kaum yang menalar”.
Tiga langkah yang dikembangkan oleh al-Qur’an itulah yang sesungguhnya yang dijalankan
oleh sains hingga saat ini,yaitu observasi (pengamatan), pengukuran-pengukuran,
lalumenarik kesimpulan (hukum-hukum) berdasarkan observasi dan pengukuran
itu.Meskipun demikian, dalam perspektif al-Qur’an,kesimpulan-kesimpulan ilmiah rasional
bukanlah tujuan akhir dan kebenaran mutlak dari proses penyelidikan terhadap gejala-gejala
alamiah di alam semesta. Sebab, seperti pada penghujung ayat yang menjelaskan gejala-
gejala alamiah,kesadaran adanya Allah dengan sifat-sifat-Nya Yang Maha Sempurna
menjadi tujuan hakiki di balik fakta-fakta alamiah yang dinampakkan.Memahami tanda-tanda
kekuasaan Pencipta hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang yang terdidik dan bijak
yang berusaha menggali rahasia-rahasia alam serta memiliki ilmu (keahlian) dalam bidang
tertentu. Ilmu-ilmu kealaman seperti matematika, fisika, kimia, astronomi, biologi, geologidan
lainnya merupakan perangkat yang dapat digunakan untuk memahami fenomena alam
semesta secara tepat. Dengan bantuan ilmu-ilmu serta didorong oleh semangat dan
sikaprasional, maka sunnatullah dalam wujud keteraturan tatanan(order) di alam ini
tersingkap.
10
sebagaimana beliau sebutkan dalam sebuah hadits mutawatir, beliau bersabda :“Sebaik-
baik manusia adalah pada generasiku (yakni sahabat),
1. Sahabat
2. Tabi’in
3. Tabi’ut Tabi’in
Inilah beberapa generasi terbaik yang beliau sebutkan dalam hadits tersebut :
1. Sahabat
Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam secara langsung serta membantu perjuangan beliau. Menurut Imam Ahmad,
siapa saja diantara orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah, baik sebulan,
sepekan, sehari atau bahkan cuma sesaat maka ia dikatakan sebagai sahabat. Derajatnya
masing-masing ditentukan dengan seberapa lama ia menyertai Rasulullah.Para sahabat
merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Diantara sahabat yang terbaik adalah para Khulafaur Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat
yang namanya disebutkan oleh Rasulullah yang mendapatkan jaminan surga.
2. Tabi’in
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau setelah beliau
wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat para sahabat.
Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para sahabat
Rasulullah.Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah
mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat, tetapi tidak
berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah disebutkan secara langsung melalui
lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi tapi terkenal di langit. Bahkan Rasulullah
memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali, untuk mencari Uwais dan meminta untuk di
doakan, karena ia merupakan orang yang memiliki doa yang diijabah oleh Allah.Adapun
diantara orang-orang yang tergolong generasi tabi’in lainnya yakni Umar bin Abdul Aziz,
Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin Al Hanafiyah, Hasan Al
Bashri dan yang lainnya.
11
3. Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau setelah mereka
wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan generasi tabi’in. tabi’ut
tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para tabi’in.Diantara
orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Imam Malik bin Anas, Sufyan bin
Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin Saad dan yang lainnya.Merekalah
generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat muslim yang datang
belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari kitab-kitab yang telah mereka
tuliskan. Semoga kita bisa mengikuti para generasi terbaik umat ini.
12
Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj
Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap orang yang mengikuti
jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini
disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan
seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj (sistem hidup dalam
ber-‘aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap
Muslim. Jadi, pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan
‘aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para Sahabat Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya perselisihan dan
perpecahan.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H).berkata:
“Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan
dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu karena manhaj Salaf tidak
lain kecuali kebenaran.”
ْٖن الس َِّبي ِْل َۗ و َما َت ْف َعلُ ْوا مِنْ َخي ٍْر َف ِا نَّ هّٰللا َ ِبه ِ ك َما َذا ُي ْنفِقُ ْو َن ۗ قُ ْل َم ۤا اَ ْن َف ْق ُت ْم مِّنْ َخي ٍْر َفل ِْل َوا لِدَ ي
ِ ْن َوا اْل َ ْق َر ِبي َْن َوا ْل َي ٰت ٰمى َوا ْل َم ٰس ِكي
ِ ْن َوا ب َ َيسْ ــ َئلُ ْو َن
َعلِ ْي ٌم
yas`aluunaka maazaa yungfiquun, qul maaa angfaqtum min khoiring fa lil-waalidaini wal-
aqrobiina wal-yataamaa wal-masaakiini wabnis-sabiil, wa maa taf'aluu min khoiring fa
innalloha bihii 'aliim
"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan.
Katakanlah, Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua
orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Dan
kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui."(QS.
Al-Baqarah 2: Ayat 215).
13
Dan salah satu ciri orang beriman yaitu mudah berbagi atau bersedekah, karena dia tahu
bahwa rezekinya itu hanya titipan dari sang maha kuasa.Sebagaimana dijelasskan dalam
Q.S. Al-Baqarah : 3. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan sholat, dan menginfakkan
sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka,"(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 3).
ALLAH SWT juga memerintahkan kita untuk bersedekah dijalannya apabila kita mempunyai
harta lebih dan ALLAH SWT akan melipatgandakan rezeki orang yang menginfakkan
hartanya di jalan ALLAH SWT.Ini terdapat pada Q.S. Al-Baqarah : 245, Q.S. Al-Baqarah :
135, Q.S. Al-Baqarah : 254,dan HR Muslim.Dan banyak lagi Al-Qur’an dan Al-Hadits yang
menjelaskan tentang berbagi atau bersedekah.
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan." [Al Maa-idah:8]Allah memerintahkan orang-orang
yang beriman untuk selalu menegakkan kebenaran dan berlaku adil.
14
Seorang wanita di jaman Rasulullah Saw sesudah fathu Mekah telah mencuri. Lalu
Rasulullah memerintahkan agar tangan wanita itu dipotong. Usamah bin Zaid menemui
Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman bagi wanita tersebut. Mendengar penuturan
Usamah, wajah Rasulullah langsung berubah. Beliau lalu bersabda : "Apakah kamu akan
minta pertolongan untuk melanggar hukum-hukum Allah Azza Wajalla?" Usamah lalu
menjawab, "Mohonkan ampunan Allah untukku, ya Rasulullah." Pada sore harinya Nabi Saw
berkhotbah setelah terlebih dulu memuji dan bersyukur kepada Allah. Inilah sabdanya :
"Amma ba'du. Orang-orang sebelum kamu telah binasa disebabkan bila seorang
bangsawan mencuri dibiarkan (tidak dihukum), tetapi jika yang mencuri seorang yang miskin
maka dia ditindak dengan hukuman. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya. Apabila
Fatimah anak Muhammad mencuri maka aku pun akan memotong tangannya." Setelah
bersabda begitu beliau pun kembali menyuruh memotong tangan wanita yang mencuri itu.
(HR. Bukhari).
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu para penegak keadilan, menjadi saksi
karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap kedua orangtua dan kaum
kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatan (untuk kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan
untuk menjadi saksi, maka ketahuilah bahwa Allah Mahateliti terhadap segala sesuatu yang
kamu kerjakan. – (Q.S An-Nisa: 135).
، وايم هللا. وإذا سرق فيهم الضعيف أقاموا عليه الحد، إنما هلك الذين من قبلكم أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريف تركواه،يا أيها الناس
لقطعت يده،لو أن فاطمة بنت محمد سرقت
DAFTAR PUSTAKA
https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03
https://core.ac.uk/download/pdf/297921818.pdf
https://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-ketuhanan-dalam-islam/
https://umma.id/article/share/id/1002/272772
https://almanhaj.or.id/3428-definisi-salaf-definisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html
https://islam.nu.or.id/post/read/74591/ini-nasihat-rasulullah-kepada-penegak-hukum
https://mutiaraislam.net/ayat-alquran-tentang-hukum-secara-adil/
https://www.kompasiana.com/nizami/54ff2ecea33311fb4550fb20/cara-islam-menegakkan-
hukum-dan-keadilan
LAMPIRAN