Anda di halaman 1dari 3

PENGANTAR

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) akan menyelenggarakan Sidang Raya ke-16 pada
2014 di Nias. Dalam rangka mempersiapkan pesta iman tersebut, Sidang MPH-PGI yang berlangsung
pada 9-10 Agustus 2012 telah menetapkan tema Sidang Raya, yaitu: “Tuhan Mengangkat Kita dari
Samudera Raya,” yang terinspirasi dari Mazmur 71:20b. Metafora “samudera raya” secara sengaja
dimanfaatkan untuk memberi muatan kontekstual-lokal pada sidang raya yang diselenggarakan di
daerah yang pernah mengalami bencana alam Tsunami dan gempa bumi pada 2006 dan 2007 yang
lalu. Tampaknya tema yang dipilih ini ingin menegaskan pengakuan PGI dalam solidaritas dengan
masyarakat Nias. Di satu sisi, kita mengakui keterbatasan manusia di hadapan alam yang dapat
menggeliatkan kekuatannya hingga mengancam kehidupan manusia dan menghadirkan kematian. Di
sisi lain, kita juga mengakui kekuasaan Allah yang melebihi dan melampaui kuasa alam tersebut,
yang bahkan berkenan untuk menyelamatkan manusia dari bencana.
Usaha-usaha penuh pengharapan yang dikerjakan masyarakat Nias pascabencana dimaknai
sebagai tanda pertolongan Allah yang mengangkat manusia dari ancaman kematian yang di dalam
Alkitab kerap disimbolisasi lewat “samudera raya.” Singkatnya, konteks trauma masyarakat Nias
akibat bencana alam dan pengharapan akan pembaruan masyarakat Nias pascabencana menjadi
konteks terdekat atau konteks lokal penyelenggaraan Sidang Raya ke-16 PGI.
Secara imajinatif, pergumulan masyarakat Nias tersebut menjadi kiasan pula bagi “tsunami
kemanusiaan” dan “gempa bumi hidup bersama” seluruh masyarakat Indonesia, bahkan juga dunia.
Maka Sidang Raya ke-16 di Nias ini tidak hanya menjadikan Nias sebagai konteks lokal atau
terdekatnya, namun juga harus mengingat senantiasa pergumulan bangsa Indonesia sebagai konteks
nasional atau konteks umumnya. Secara khusus, sub-tema Sidang Raya ke-16 memilih dan
menetapkan empat noktah persoalan dasariah bangsa Indonesia, yaitu kemiskinan, ketidakadilan,
radikalisme dan perusakkan lingkungan. Keempatnya dipilih karena diyakini telah menjadi masalah
terbesar bangsa Indonesia pada masa kini. Terhadap itu, Sidang Raya ke-16 ini ingin mengabdikan
percakapan, diskusi, keputusan, dan pengharapan yang berlangsung di dalamnya.

TIGA ISU TEOLOGIS MENDASAR

Hasil pembacaan Tim Perencana Penelaahan Alkitab (PA) Sidang Raya ke-16 PGI atas tema dan
sub-tema tersebut menuntun tim pada sebuah pemahaman sistemik bahwa tema dan sub-tema
tersebut sesungguhnya menciptakan ruang reflektif bagi umat Kristen Indonesia untuk menghayati
tiga isu teologis yang mendasar. Ketika isu teologis tersebut adalah sebagai berikut:

Isu Pertama: Antara Kehidupan dan Kematian


Tema Sidang Raya ke-16 PGI, “Dari Samudera Raya Bumi, Tuhan Mengangkat Kita Kembali,”
sesungguhnya ingin menyatakan iman Kristen kita yang dapat dibahasakan secara berbeda, “Dari
Kematian, Tuhan Memberikan Kehidupan kepada Kita.” Tradisi biblis Kristen senantiasa kerap
menghayati “samudera raya” sebagai simbol kematian yang menguasai manusia. Namun pada saat
bersamaan, kita mengakui dan menghayati kuasa Allah Sang Pemberi Kehidupan yang mengatasi
kuasa kematian yang menyekitari manusia, entah yang termanifestasi lewat kejahatan alam (natural
evil) maupun kejahatan moral (moral evil). Sementara bencana alam pada intinya dipandang sebagai
kejahatan alam, tak jarang ia juga muncul sebagai dampak dari kejahatan moral manusia terhadap
alam ciptaan Allah. Sebaliknya, kejahatan moral manusia tidak jarang juga berdampak luas pada
bencana alam yang tak tercipta akibat ulah manusia.
Secara teologis, isu pertama ini terhubung dengan kesadaran bahwa dunia dan seluruh
isinya adalah rumah Allah dan karenanya, apa yang harus dikembangkan di sini adalah sebuah
ekologi (oikologia) kehidupan. Secara ekumenis, isu kedua ini menggemakan pengakuan umat
Kristen pada Allah sebagai Allah Kehidupan (God of Life), sebagaimana muncul di dalam tema Sidang
Raya ke-10 DGD di Busan (2013): God of life, lead us to justice and peace.

Isu Kedua: Persoalan Identitas dalam Relasi Diri dan Sang Lain
Tema dan sub-tema Sidang Raya ke-16 PGI juga memusatkan perhatian pada persoalan-
persoalan bangsa, khususnya kemiskinan, ketidakadilan, dan radikalisme. Ketiga persoalan ini pada
hakikatnya patut ditelaah sebagai sebuah persoalan menata kehidupan bersama yang majemuk.
Iman Kristen memiliki sebuah tradisi yang kuat, yang bahkan berwatak Trinitaris, yang
menyeimbangkan keunikan dan kebersamaan, identitas dan keterbukaan, atau partikularitas dan
relasionalitas. Secara khusus, misalnya, radikalisme muncul karena ketidakmampuan masyarakat
mengolah kemajemukan dengan tetap menghargai keunikan setiap warganya.
Secara teologis, isu kedua ini terhubung dengan kesadaran bahwa tata-hidup sosial dapat
menjadi rumah kemanusiaan yang harus dikelola dengan prinsip keadilan. Dengan demikian perlu
dikembangkan sebuah model politik kehidupan yang mencerminkan ekonomi (oikonomia)
keselamatan Allah bagi kebaikan bersama (bonum commune). Maka, bersama dengan gereja-gereja
sedunia kita juga menyatakan pengharapan kita agar Allah Kehidupan menuntun kita pada keadilan.
God of life, lead us to justice and peace.

Isu Ketiga: Relasi Gereja dan Dunia


Isu ketiga yang tak bisa tidak perlu digeluti dalam terang tema dan sub-tema Sidang Raya ke-
16 PGI adalah relasi gereja dan dunia. Keduanya bukanlah domain yang terpisah dan malah
bertentangan. Sebaliknya, keduanya adalah pengejawantahan (embodiment) Allah Trinitas yang
berdiam bersama dengan umat manusia dalam antisipasi masa depan yang menawarkan sebuah
rumah bersama, di mana “kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-
sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka” (Why.
21:3). Ekumenisitas lantas memperoleh fokus ganda yang tak terpisahkan, yaitu ekumene kristiani
dan ekumene manusiawi (atau kerap disebut wider ecumenism). Dalam percakapan dialogis antara
teologi Alkitabiah dan teologi kontemporer, muncullah ekspresi kreatif yang memahami gereja
sebagai tubuh Kristus dan dunia sebagai tubuh Allah.
Secara teologis, isu ketiga ini terhubung dengan kesadaran bahwa relasi oikoumene yang
sehat dan saling-menyuburkan antara gereja (tubuh Kristus) dan dunia (tubuh Allah) harus
diusahakan dengan mengedepankan prinsip perdamaian sejati. Maka, bersama dengan gereja-gereja
sedunia kita juga menyatakan pengharapan kita agar Allah Kehidupan, sumber keadilan itu, akan
menuntun kita pula pada perdamaian. God of life, lead us to justice and peace.

PENJELASAN PENGGUNAAN

Buku bahan PA ini disiapkan oleh Tim Perencana PA PGI yang terdiri dari: 

-          Ruth Kadarmanto, M.A (Koordinator)


-          Novel Matindas, M.Th
-          Pdt. Joas Adiprasetya, Th.D
-          Pdt. Septemmy Lakawa, Ph.D
-          Pdt. Binsar Pakpahan, Ph.D
-          Ester Pudjo Widiasih, Ph.D
-          Toar Hutagalung, MA

Tim memilih Sepuluh penulis dengan memerhatikan persebaran gender, asal sekolah
teologi, denominasi, dan geo-eklesial serta kebutuhan untuk mengedepankan suara teolog-teolog
muda Kristen Indonesia. Satu kesamaan yang ada pada kesepuluh nama tersebut adalah
kemampuan teologis dan kecintaan pada gereja dan bangsa. Sepuluh bahan PA ini kami harap dapat
dimanfaatkan oleh gereja-gereja dalam proses mempersiapkan diri memasuki Sidang Raya XVI PGI
pada bulan November 2014, di Nias.
Bahan PA ini ditulis dengan mempertautkan konteks lokal (Nias) dan konteks nasional
(Indonesia), lantas menjabarkannya ke dalam tiga isu utama. Bahan PA ini lalu ditulis dalam tiga
model:
1. Model pembacaan PA. Materi yang ditulis dalam model ini akan menyajikan ilustrasi, dan
tafsiran teks, serta meminta keterlibatan fasilitator yang lebih banyak dalam proses diskusi.
2. Model refleksi simbol. Materi yang ditulis dalam model ini akan meminta peserta memilih simbol
dan merefleksikan simbol tersebut dalam kaitan dengan diskusi. Peran peserta dan fasilitator PA
lebih berimbang. penekanan ilustrasi yang digunakan, lalu menekankan refelski dan ketelibatan
peserta PA.
3. Model penyusunan narasi. Dalam model ini, peserta memiliki peranan yang lebih besar dan
kolektif. Fasilitator diminta untuk menstimulasi para peserta untuk terlibat aktif dalam model ini.

Besar harapan kami bahwa buku ini akan menjadi refleksi teologis gereja-gereja dalam
rangka mempersiapkan diri untuk pesta ekumenis Indonesia di Sidang Raya PGI ke-16, November
2014 di Nias. Selamat berefleksi.

Tim Perencana PA PGI 2014

Anda mungkin juga menyukai