Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Kolestasis adalah suatu keadaan di mana terjadi hambatan sekresi dan atau aliran

empedu sehingga terjadi akumulasi, retensi serta regurgitasi bahan-bahan yang

diekskresikan oleh empedu, yaitu bilirubin, asam empedu, kolesterol dengan

gejala klinis utama berupa ikterus, urin berwarna tua, tinja berwarna dempul.1

Pada dasarnya ikterus fisiologis paling sering didapatkan pada bayi dan

gejalanya ringan. Ikterus yang terjadi dapat dibagi dua yaitu, ikterus berdasarkan

peningkatan bilirubin terkonjugasi (ikterus fisiologis) dan ikterus berdasarkan

peningkatan bilirubin tak terkonjugasi.2

Kolestasis timbul akibat adanya gangguan produksi dan ekskresi

hepatobilier sehingga konstituen empedu masuk ke sirkulasi darah.3 Kolestasis

dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kolestasis intrahepatik dan kolestasis

ekstrahepatik. Kolestasis intrahepatik terjadi oleh adanya defek fungsi

hepatoselular atau akibat lesi obstruktif traktus intrahepatik bilier bagian distal

dari kanalikuli empedu3, sedangkan kolestasis ekstrahepatik dapat disebabkan

oleh atresia bilier, hipoplasia atau stenosis duktus bilier dan massa.1

Epidemiologi kolestasis secara umum menyatakan bahwa kolestasis dapat

terjadi sebanyak 10-20 populasi.4 Pada bayi terjadi 1 banding 2.500 kelahiran

hidup, dan penyebab paling umum kolestasis pada bulan-bulan pertama kehidupan

1
adalah atresia bilier. Angka kejadian kolestasis meningkat pada bayi kurang bulan

dibandingkan dengan bayi cukup bulan.5

Berikut ini adalah sebuah kasus dengan diagnosis Kolestasis Intrahepatik

dd Ekstrahepatik yang ditemukan pada seorang anak yang datang berobat ke

RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2018.

2
STATUS PEMERIKSAAN PENDERITA
Oleh : Leonardus Bayu Agung Prakoso

I. IDENTITAS
I.1 IDENTITAS PENDERITA
Nomor register : 52.XX.XX

Nama penderita : BT

Tanggal Lahir : 8 Februari 2018

Usia : 1 bulan 26 hari

Tempat lahir : Rumah Sakit Advent

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tanggal MRS : 3 April 2018

I.2 IDENTITAS ORANG TUA


AYAH IBU
Nama : MT WK

Umur : 31 tahun 23 tahun

Pekerjaan : Pegawai Swasta IRT

Pendidikan : S1 S2

Agama : Kristen Kristen

Suku : Minahasa Minahasa

Pernikahan :1 1

3
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Kuning pada wajah dan tubuh sejak 2 minggu SMRS.

II.1 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke instalasi gawat darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

dengan keluhan kuning pada wajah dan tubuh sejak 2 minggu SMRS. Ibu pasien

mengatakan bahwa awalnya pasien mengalami kuning pada matanya sejak lahir,

namun tidak ada kuning pada wajah ataupun tubuh pasien. Demam disangkal oleh

ibu pasien. BAB berwarna dempul juga disangkal oleh ibu pasien, BAB dikatakan

berwarna kuning. Ibu pasien mengatakan selama ini BAB pasien selalu teratur

dengan frekuensi 3 – 4 kali per hari dan selalu berwarna kuning. Selain itu, BAK

pasien juga dikatakan tidak ada keluhan, BAK selalu lancar. Sekitar 5 hari SMRS,

ibu pasien mengatakan bahwa pasien dibawa oleh keluarga ke dokter spesialis

anak untuk diperiksa. Kemudian oleh dokter spesialis anak pasien dianjurkan

untuk dibawa ke Rumah Sakit untuk perawatan lanjutan. Saat lahir, ibu pasien

mengaku cukup bulan, berat badan lahir 2500 gram.

II.2 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


-

II.3 RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA


Hanya penderita yang menderita penyakit seperti ini dalam keluarga

4
SILSILAH KELUARGA

SUSUNAN ANGGOTA KELUARGA


No. Nama Hubungan Kelamin Umur Keterangan
(tahun)
1. MT Ayah L 31 Sehat
2. WK Ibu P 23 Sehat
3. BT Anak L 1 Bulan 26 hari Penderita

II.4 RIWAYAT SOSIAL


A. RIWAYAT ANTENATAL DAN KEHAMILAN
Selama hamil ibu melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur (7
kali). Ibu mendapat imunisasi TT 2 kali. Selama hamil ibu sehat.

B. RIWAYAT PERSALINAN
Penderita lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 2500 gram dan
lahir di RS Advent, langsung menangis, ditolong oleh dokter.

C. RIWAYAT PASCA LAHIR


Setelah lahir mata penderita tampak kuning. Penderita dapat menetek
dengan baik.

5
D. RIWAYAT MAKANAN
ASI : 0 - sekarang
PASI : 0 - sekarang
Bubur susu :-
Bubur saring :-
Bubur halus :-
Nasi lembek :-

E. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


Pertama kali membalik -
Pertama kali tengkurap -
Pertama kali duduk -
Pertama kali merangkak -
Pertama kali berdiri -
Pertama kali berjalan -
Pertama kali tertawa -
Pertama kali berceloteh -
Pertama kali memanggil papa -
Pertama kali memanggil mama -

F. RIWAYAT IMUNISASI

Jenis Imunisasi Dasar Ulangan


I II III I II III
BCG +
POLIO +
DTP
CAMPAK
HEPATITIS B +

G. RIWAYAT KEBUTUHAN DASAR

6
Asuh (Fisis Biomedis):
ASI diberikan orang tua sejak lahir hingga sekarang dan segaligus
diberikan PASI sejak lahir hingga sekarang. Pasien saat ini
mendapatkan pakaian yang layak. Pasien mendapatkan imunisasi
pertama untuk BCG, Polio, dan Hepatitis B.

Asih (Kebutuhan Emosional)


Pasien merupakan anak yang dinantikan dan diharapkan, karena itu
kasih sayang dan perhatian didapatkan dari kedua orang tua pasien.
Kedua orang tua saling membantu dan merawat pasien sejak lahir.

Asah (Stimulasi Mental)


Pasien berusia 1 bulan 26 hari. Orang tua dapat memahami tangisan
seperti saat pasien ingin minum susu dan saat pasien ingin digendong
ketika hendak tidur.

H. KEADAAN SOSIAL EKONOMI KEBIASAAN DAN


LINGKUNGAN
Pasien tinggal di rumah permanen, beratap seng, berdinding beton,

berlantai keramik, dan memiliki 2 buah kamar. Di huni oleh 6 orang,

terdiri dari 4 dewasa dan 2 anak-anak. WC/Kamar mandi berada

didalam rumah. Sumber air minum air sumur yang dimasak. Sumber

penerangan listrik dari Perusahaan Listrik Negara. Penanganan sampah

dibuang.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keluhan utama : Kuning pada wajah dan tubuh sejak 2 minggu SMRS.

7
Keadaan umum : Tampak sakit Kesadaran : Compos mentis

Antropometri
BB = 4000 gram TB = 52 cm Lingkar Kepala = 36,5 cm
Tanda vital : nadi 118x/m (reguler, isi cukup, kuat angkat), pernapasan 48x/m
suhu badan 36,50 C (aksila), oksigen dalam darah 97%
Kulit : warna sawo matang, ikterik (+), efloresensi (-), pigmentasi (-),
jaringan parut (-), lapisan lemak cukup, turgor kulit kembali cepat,
tonus eutoni, edema (-), sianosis (-).

Kepala dan leher


Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut,
ubun-ubun belum menutup.
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+), lensa jernih, refleks
kornea +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mm – 3 mm, refleks
cahaya +/+, bolamata terletak ditengah.
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : mukosa basah, lidah tidak ada beslag
Tenggorakan : T1 – T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
Dada : bentuk simetris, retraksi (-)

Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba pada bagian dada sebelah kiri
Perkusi : batas kanan linea parasternalis dextra, batas kiri linea
mid clavicularis sinistra, batas atas ICS II - III
Auskultasi : frekuensi detak jantung 118x/menit, regular, bising (-).

8
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan napas simetris kanan dan kiri
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor kanan = kiri
Auskultasi : suara pernapasan bronkovesikuler, kanan = kiri, ronki -/-,
wheezing -/-

Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, kramer III
Auskultasi : bising usus dalam batas normal
Palpasi : datar, hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba
membesar
Perkusi : bunyi timpani

Tulang belakang : deformitas (-)


Alat kelamin : laki-laki, normal
Anggota gerak : akral hangat, capillary refill time ≤ 2
Otot - otot : eutoni
Refleks : refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, spastis (-),
klonus (-)
Sensorik : kesan normal
Motorik : kekuatan otot normal

RESUME
Seorang bayi lak-laki, usia 1 bulan 26 hari dengan BB : 4000 gram dan

Panjang Badan : 52 centi meter masuk rumah sakit tanggal 3 April 2018 pukul

17.30 WITA datang ke rumah sakit dengan keluhan kekukningan pada wajah dan

tubuh sejak 2 minggu SMRS. Sejak lahir mata pasien kekuningan. BAB normal,

BAK normal.

9
Keadaan umum : tampak sakit
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 118 kali/menit
Respirasi : 48 kali/menit
Suhu : 36,5ºC
SpO2 : 97%
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+),
pernapasan cuping hidung (-) pupil bulat,
isokor Ø 3mm – 3mm, refleks cahaya +/+
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : bising (-)
Pulmo
o Inspeksi : Simetris kanan = kiri, retraksi (-)
o Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
o Perkusi : Sonor Kanan = kiri
o Auskultasi : Sp. bronkovesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
Status Lokalis : Kramer III

Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 3/4/2018

Parameter Nilai Normal Satuan Hasil

HEMATOLOGI
Leukosit 4000-10000 /uL 11400/uL
Eritrosit 4,70-6,10 10^6/uL 3.64 10^6/uL
Hemoglobin 13.5-19.5 g/dL 10.2 g/dL
Hematokrit 37.0-47.0 % 31.5 %

10
Trombosit 150-450 10^3/uL 349 10^3/uL
MCH 27.0-35.0 pg 27.9 pg
MCHC 30.0-40.0 g/dL 32.2 g/dL
MCV 80.0-100.0 fL 86.6 fL

KIMIA KLINIK
SGOT <33 U/L 149 U/L
SGPT <43 U/L 101 U/L
Bilirubin Total 0.10-1.20 mg/dL 11.96 mg/dL
Bilirubin Direct <0.30 mg/dL 9.73 mg/dL
Ureum Darah 10-40 mg/dL 14 mg/dL
Creatinin Darah 0.5-1.5 mg/dL 0.2 mg/dL
Chlorida Darah 98.0-109.0 mEq/L 107.0 mEq/L
Kalium Darah 3.50-5.30 mEq/L 5.30 mEq/L
Natrium Darah 135-153 mEq/L 136 mEq/L

IMUNOLOGI
Anti HCV Kualitatif Non Reaktif
HbsAg Elisa Non Reaktif

IV. DIAGNOSIS KERJA


Kolestasis Intrahepatik dd Ekstrahepatik
Anjuran : Feses Lengkap 3 porsi, USG Abdomen 2 fase

V. PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUS

4 April 2018
S Kuning (+)
BAB normal
O KU: Tampak sakit, Kesadaran: Compos Mentis
HR: 130x/m R: 38x/m S: 37,0 oC SpO2 : 98%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+), pupil bulat isokor 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-)

11
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikular, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : datar,lemas, asites (-), BU (+) normal,
hepar tidak teraba membesar
lien tidak teraba membesar
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 04/04/2018
Parameter Nilai Normal Satuan Hasil
URINALISIS
MAKROSKOPIS
Warna Kuning Muda Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih

MIKROSKOPIS
Eritrosit 0-1 /LPB 1-2 /LPB
Leukosit 1-5 /LPB 0-1 /LPB
Epitel 0-1 /lpk 0-1 /lpk
Bakteri /LPB - /LPB
Jamur /LPB - /LPB
Amoeba -

KIMIA
Berat Jenis 1005-1030 1005
pH 5-8 6,5
Leukosit neg
Nitrit Negatif neg
Protein Negatif neg
Glukosa Negatif neg
Keton Negatif neg
Urobilinogen Negatif neg
Bilirubin Negatif 1+
Darah/Eritrosit Negatif neg

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 04/01/2018


Parameter Nilai Normal Satuan Hasil

KIMIA KLINIK
Gamma GT < 57 U/L 158 U/L
Protein total 6.30-8.30 g/dL 4.60 g/dL

12
Albumin 3.50-5.70 g/dL 3.49 g/dL
Globulin 2.50-3.50 g/dL 1.11 mEq/L
Alkaline Fosfatase 34-114 U/L 433 U/L

HEMOSTASIS
PT 12.0-16.0 detik 14.6 detik
APTT 27.0-39.0 detik 32.6 detik

A Kolestasis intrahepatik dd ekstrahepatik

P - Usam Ursodeosikolat 2 x 40 mg pulv


- Vitamin K inj 1,2 mg SC / minggu
- Rencana USG abdomen

5 April 2018
S Kuning (+)
BAB normal
O KU: Tampak sakit, Kesadaran: Compos Mentis
HR: 140x/m R: 36x/m S: 37,0 oC SpO2 : 98%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+), pupil bulat isokor 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikular, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)

13
Abdomen : datar,lemas, asites (-), BU (+) normal,
hepar tidak teraba membesar
lien tidak teraba membesar
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 05/04/2018


Parameter Nilai Normal Satuan Hasil
FAESES
MAKROSKOPIS
Warna Kuning
Konsentrasi Lembek
Bau Asam
Cacing -

MIKROSKOPIS
Eritrosit/Benzidin Test 0-1 /LPB 1-2 /LPB
Leukosit 0-1 /LPB 0-1 /LPB
Epitel 0-1
Telur/larva cacing Negatif -
Bakteri -
Jamur -
Protozoa -

A Kolestasis intrahepatik dd ekstrahepatik

P - Usam Ursodeosikolat 2 x 40 mg pulv


- Vitamin K inj 1,2 mg SC / minggu

6 April 2018

14
S Kuning (+)
BAB normal
O KU: Tampak sakit, Kesadaran: Compos Mentis
HR: 128x/m R: 40x/m S: 36,6oC SpO2 : 98%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+), pupil bulat isokor 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikular, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : datar, lemas, asites (-), BU (+) normal,
hepar tidak teraba membesar
lien tidak teraba membesar
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Kolestasis intrahepatik dd ekstrahepatik

P - Usam Ursodeosikolat 2 x 40 mg pulv


- Vitamin K inj 1,2 mg SC / minggu

15
7 April 2018
S Kuning (+)
BAB normal
O KU: Tampak sakit, Kesadaran: Compos Mentis
HR: 138x/m R: 40x/m S: 36,7oC SpO2 : 98%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+), pupil bulat isokor 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikular, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : datar, lemas, asites (-), BU (+) normal,
hepar tidak teraba membesar
lien tidak teraba membesar
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Kolestasis intrahepatik dd ekstrahepatik

P - Usam Ursodeosikolat 2 x 40 mg pulv


- Vitamin K inj 1,2 mg SC
- APS

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia

Ad sanationam : dubia

16
PEMBAHASAN

Kolestasis adalah suatu keadaan di mana terjadi hambatan sekresi dan atau aliran

empedu sehingga terjadi akumulasi, retensi serta regurgitasi bahan-bahan yang

diekskresikan oleh empedu, yaitu bilirubin, asam empedu, kolesterol dengan

gejala klinis utama berupa ikterus, urin berwarna tua, tinja berwarna dempul.1

Pada dasarnya ikterus fisiologis paling sering didapatkan pada bayi dan

gejalanya ringan. Ikterus yang terjadi dapat dibagi dua yaitu, ikterus berdasarkan

peningkatan bilirubin terkonjugasi (ikterus fisiologis) dan ikterus berdasarkan

peningkatan bilirubin tak terkonjugasi.2

Kolestasis timbul akibat adanya gangguan produksi dan ekskresi

hepatobilier sehingga konstituen empedu masuk ke sirkulasi darah.3 Kolestasis

dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kolestasis intrahepatik dan kolestasis

ekstrahepatik. Kolestasis intrahepatik terjadi oleh adanya defek fungsi

hepatoselular atau akibat lesi obstruktif traktus intrahepatik bilier bagian distal

dari kanalikuli empedu3, sedangkan kolestasis ekstrahepatik dapat disebabkan

oleh atresia bilier, hipoplasia atau stenosis duktus bilier dan massa.1

Penggunaan istilah kolestasis pada bahasa aslinya berarti keadaan

penghentian empedu dan pada gejala klinisnya timbul sebagai suatu keadaan

jaundice atau kuning.4 Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat

yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol

didalam darah dan jaringan tubuh. Gangguan ini dapat terjadi mulai dari

membrana-basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke

dalam duodenum.5,6

17
Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus

empedu pada sel hati dan sistem bilier. Berdasarkan rekomendasi North American

Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (NASPGHAN),

kolestasis apabila kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl bila bilirubin total

kurang dari 5 mg/dl, sedangkan bila kadar dari bilirubin total lebih dari 5 mg/dl,

kadar bilirubin direk lebih dari 20% dari bilirubin total.5,6

Kolestasis terjadi pada kira-kira 1 banding 2500 kelahiran dan penyebab

paling sering kolestasis pada bulan-bulan pertama kehidupan adalah atresia bilier

(25-40%) dan kelainan genetik (25%) dan seringkali etiologinya tidak diketahui.

Pada atresia bilier terjadi jaundice obstruktif pada 3 bulan awal kehidupan bayi.

Prevalensi atresia bilier paling tinggi menurut kepustakaan adalah di Kanada,

yaitu 1:19.000 kelahiran hidup dan terendah di Taiwan (1:6000).7

Kolestasis dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kolestasis intrahepatik dan

ekstrahepatik.1 Pervalensi kolestasis intrahepatik adalah sebanyak 68%. Kolestasis

intrahepatik terjadi karena kelainan pada hepatosit atau elemen duktus biliaris

intrahepatik. Hal ini mengakibatkan akumulasi, retensi serta regurgitasi bahan-

bahan yang merupakan komponen empedu seperti bilirubin, asam empedu serta

kolesterol ke dalam plasma, sehingga pada pemeriksaan histopatologis akan

ditemukan penumpukan empedu di dalam sel dan sistem biliaris di dalam hati.8

18
Tabel 1. Diagnosis. diferensial kolestasis intrahepatik pada bayi dan upaya diagnostiknya.8

Untuk mendiagnosa kolestasis, diperlukan anamnesis yang mendetail

mengenai riwayat prenatal dan kelahiran serta penggunaan obat, termasuk

19
suplemen vitamin K. Anamnesis juga bertujuan untuk mengumpulkan informasi

tentang kapan pertama kali bayi kuning, perubahan warna feses dan warna urin. 7

Tanda dan gejala kolestasis dapat berupa keletihan, pruritus, xanthoma,

urin berwarna tua dan feses berwarna pucat. 8 Berdasarkan anamnesis yang

dilakukan, keluhan utama yang ditemukan adalah adanya urin yang berwarna tua

dan feses dempul (pucat). Warna feses menjadi dempul sejak usia 4 hari dan urin

berwarna kuning pekat sejak bayi berusia 4 hari.

Pustaka menyebutkan dalam penelitian tidak menemukan adanya

perbedaan insiden antara jenis kelamin laki-laki atau perempuan, namun pada

beberapa kondisi, kolestasis lebih dominan pada perempuan. Pada epidemiologi

usia, bayi baru lahir dan neonati lebih mungkin terjadi suatu kolestasis sebagai

akibat dari liver yang imatur.9 Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien

merupakan seorang anak perempuan berusia 2 bulan.

Diagnosis kolestasis ditegakkan melalui amannesis yang teliti,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis sering ditemukan

penderita ikterus dengan tinja yang berwarna dempul dan urin yang berwarna

gelap seperti air teh.10,11 Ikterus didefinisikan dengan menguningnya sklera, kulit

atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Ikterus pada bayi

yang lebih dari dua minggu dapat normal atau bersifat patologi.12, 13,14,15

Tinja yang berwarna dempul disebabkan oleh adanya obstruksi traktus

bilier sehingga menyebabkan terganggunya aliran empedu yang memasuki usus.

Urin menjadi lebih gelap pada kolestasis. Bilirubin yang terkonjugasi

20
diekskresikan ke urin dan menyebabkan bilirubinemia yang bisa timbul sebelum

adanya ikterus.14

Kriteria klinis untuk membedakan kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik14

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya hepatomegali dengan

derajat kerusakan fungsi hati dan nekrosis hepatoselular yang bervariasi. Sekitar

70-80 % bayi dengan kolestasis pada evaluasi lebih lanjut mengarah ke diagnosis

hepatitis neonatal idiopatik atau atresia bilier ekstra hepatik.16 Pada kasus ini dari

anamnesis ditemukan penderita kuning sejak hari ke 4 kelahiran disertai dengan

tinja warna dempul serta urin berwarna kuning pekat. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan sklera dan kulit yang ikterus.

21
Pada kolestasis terdapat akumulasi zat-zat yang tidak bisa diekskresikan

karena oklusi atau obstruksi dari sistem bilier, yang ditandai dengan

meningkatnya alkali fosfatase, γGT dan bilirubin direk.10,14

Pemeriksaan laboratorium yang paling penting pada bayi dengan ikterus

yang lebih dari dua minggu ialah bilirubin direk. Jika bilirubin direk meningkat,

maka harus dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut. Bilirubin direk yang

melebihi 17 μmol/L (1 mg/dL) atau lebih 15% dari nilai bilirubin total, maka

seharusnya dipikirkan suatu keadaan yang tidak normal.17 Selain itu keadaan ini

dapat disertai dengan peningkatan kadar γGT, rendahnya kadar albumin,

peningkatan alkalin fosfatse dan pemanjangan nilai PT dan APTT. 14 Pada kasus

ini ditemukan kadar bilirubin total 11,96 mg/dl, bilirubin direk 9,73 mg/dL, SGPT

149 U/L, SGOT 101 U/L. Pada pemeriksaan urin juga ditemukan ada bilirubin

dengan hasil +1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang, pasien didiagnosis kolestasis intrahepatic dd ekstrahepatik.

Quebec Score
1. Sulit menelan :0
2. Konstipasi :0
3. Tidak Aktif :0
4. Hipotonia :0
5. Hernia Umbilikalis :0
6. Makroglosia :0
7. Cutis marmotik :0
8. Kulit kering :0
9. Ubun-ubun kecil membuka >30 cm: 0
10. Wajah dismorfik :0
Total 0

22
Untuk anjuran pemeriksaan khusus lainnya seperti pemeriksaan hormon

tiroid juga dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding lain, seperti

hipotiroid kongenital. Pemeriksaan USG abdomen juga penting dilakukan untuk

menyingkirkan dilatasi duktus intra dan ekstrahepatik dan adanya masa karena

pemeriksaan USG lebih sensitif dan spesifik, non-invasif serta relatif murah. 2

Pada kasus ini hasil Quebec Score adalah 0 dan hasil pemeriksaan USG abdomen

adalah kolestasis intrahepatik.

Pemberian terapi dilakukan berdasarkan etiologi kolestasis dan terapi

suportif. Tujuan tatalaksana adalah: (1) memperbaiki aliran empedu, (2) nutrisi,

(3) terapi komplikasi yang sudah terjadi (4) dukungan psikologis dan edukasi

keluarga.18

Pada kolestasis dengan penyebab infeksi bakteri diberikan antibiotik

kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen

yang mungkin diderita pasien. Diupayakan kombinasi antibiotik tersebut

mempunyai sensitifitas yang baik terhadap kuman gram positif ataupun gram

negatif. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama

pemberian antibiotika 10-14 hari.19,20 Terapi suportif kolestasis suportif meliputi:

termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, dan terapi untuk

stimulasi asam empedu yaitu diberikan ursodeoksikolat. 19,21

Pemberian asam ursodeosiklat adalah asam empedu tersier yang

mempunyai sifat lebih hidrofilik serta lebih tidak hepatoksik sehingga merupakan

competitive binding terhadap asam empedu toksik. Selain itu asam ursodeosiklat

juga merupakan suplemen empedu untuk absorpsi lemak dan sebagai

23
hepatoprotektor karena dapat menstabilkan dan melindungi membran sel hati serta

sebagai bile flow inducer karena dapat meningkatkan regulasi sintesis dan

aktivitas transporter pada membran sel hati.18 Dosis yang dipakai adalah 10-20

mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis. Efek samping yang dapat terjadi adalah

diare dan hepatotoksik.18

Menurut Chen dkk, Asam ursodeoksikolat (UDCA) telah ditemukan

memiliki efek menguntungkan pada banyak bentuk kolestasis, dan umumnya

digunakan sebagai terapi lini pertama untuk pruritus karena kolestasis, kolestasis

akibat nutrisi parenteral, atresia bilier setelah perawatan bedah, dan defisiensi α1-

antitrypsin. (level of evidence 2b). Cara kerjanya tidak benar-benar dipahami

namun tampaknya memiliki dua komponen: (a) substitusi di kolam asam empedu

untuk asam empedu hidrofilik yang lebih hepatotoksik, dan (b) stimulasi aliran

empedu. Dosisnya 20-30 mg/kgBB/hari dalam tiga dosis terbagi. Satu-satunya

efek samping yang umum adalah diare yang biasanya merespons pengurangan

dosis. UDCA dapat dihentikan saat kolestasis telah dipecahkan.22

Penyebab tersering dari kolestasis dibagi atas kolestasis ekstrahepatik

(obstruktif) dan kolestasis intrahepatik. Penyebab tersering kolestasis ektrahepatik

ialah atresia bilier. Terjadinya atresia bilier diakibatkan oleh karena proses

inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus

bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier

adalah tertutupnya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus

bilier ekstrahepatik yang menyebabkan terjadinya hambatan aliran empedu.

24
Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan

peningkatan bilirubin direk.10,12,15

Tatalaksana yang tepat diperlukan pada penderita kolestasis yaitu untuk

mencegah terjadinya kerusakan hati yang lebih lanjut. Tumbuh kembang dapat

dioptimalisasikan dengan memperbaiki aliran bahan-bahan yang diekskresikan

hati ke dalam usus dan melindungi hati dari zat toksis. Pada penderita ini selain

pemberian nutrisi yang baik, juga diberikan vitamin yang larut dalam lemak,

karena pada penderita kolestasis terjadi defisiensi vitamin tersebut. 10,23,24,25 vitamin

K inj 1,2 mg subkutan.

Menurut Dani dkk, Penyerapan usus dari vitamin yang larut dalam lemak

(A, D, E dan K) memerlukan adanya asam empedu. Dosis setidaknya dua sampai

empat kali tunjangan harian yang disarankan diberikan. Suplementasi vitamin

harus terus berlanjut setidaknya tiga bulan setelah pemecahan penyakit kuning

karena ada penundaan sebelum aliran empedu normal terbentuk.22 (level of

evidence 5) Dosis oral vitamin A 5.000-25.000 IU, untuk dosis vitamin D 50-400

IU/hari. Dosis oral vitamin E untuk kolestasis yaitu 25-50 IU/kgBB/hari. Vitamin

K dapat diberikan secara intravena, subkutan atau per oral dengan dosis 2,5-5

mg/hari.22,25 (level of evidence 4).

Komplikasi dari kolestasis yaitu terjadinya proses fibrosis dan sirosis hati.

Adanya pembesaran limpa menandakan terjadinya hipertensi portal. Pada keadaan

lanjut dapat terjadi sirosis bilier dan terjadi gagal tumbuh serta defisiensi zat gizi.

Sirosis akan menyebabkan hipertensi portal yang berakibat lanjut terjadinya

25
perda-rahan, hipersplenisme dan asites. Terjadi-nya asites pada kolestasis

merupakan pe-tanda prognosis yang kurang baik.17,24

Prognosis kolestasis intrahepatik tergantung pada penyakit penyebab dan

banyaknya kerusakan sel-sel di hati. 1 Pada sebagian besar anak yang terinfeksi

sitomegalovirus, gejalanya ringan dan sembuh sempurna tetapi pernah dilaporkan

terjadinya fibrosis, sirosis dan hipertensi portal nonsirotik. Yang menjadi masalah

menetap adalah dapat terjadi kelainan perkembangan neurologis yang mungkin

atau sudah terjadi.18 Prognosis pada pasien quo ad vitam adalah dubia ad bonam

karena dengan pengobatan dan tatalaksana yang telah diberikan, tubuh pasien

memberi respon yang cukup baik karena sebelum rawat jalan, kuning di seluruh

tubuh pasien berkurang. Prognosis quo ad functionam adalah dubia karena BAB

pasien sampai rawat jalan kadang-kadang masih pucat. Prognosis quo ad

sanationam dubia karena kolestasis dapat terjadi sejak lahir dan menetap apabila

tidak dicari etiologi dan dilaksanakan terapi dengan cepat.

Menurut Teitelbaum dkk, Prognosis bayi prematur dengan kolestasis

umumnya baik dan penghentian nutrisi parenteral diikuti oleh hilangnya progresif

dan normalisasi penanda biokimia. (levef of evidence 2b).26

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiaji, et all. Pedoman Pelayan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ikatan

Dokter Anak Indonesis. Jakarta 2010.

2. European Association for the Study of Liver. Clinical practice guidelines:

management of cholestatic liver disease. Journal of Hepatology. 2009.p:237-

267.

3. M. Gideon, Hirschfield, Heathcote E.J, Gershwin E. Liver Center.

Pathogenesis of cholestatic liver disease and therapeutic approaches. Toronto

Western Hospital. Gastroenterology 2010;139:1481-1496.

4. Pollock G, Minuk GY. Diagnostic considerations for cholestatic liver

diseases. Journal of Gastroenterology and Hepatology. January 2017

5. Prasetyo D., Ermaya YS, Martiza I. Perbedaan manifestasi klinis dan

laboratorium kolestasis intrahepatal dengan ekstrahepatal pada bayi. MKB

Vol. 48 No. 1 Maret 2016.

6. Heathcote EJ. Diagnosis and management of cholestatic liver disease.

Clinical Gastroenterology and Hepatology 2007;5:776-782. University Health

Network.

7. Fawaz R, Baumann U, Ekong U, Fishler B, Hadzic N, et al. Guideline for the

evaluation of cholestatic jaundice in infants. JPGN Vol. 64, No.1, January

2017

8. Elisabeth Hutapea, Julfina Bisanto, Damayanti R. Sjarif, Partini P. Trihono.

Karakteristik Kolestasis Intrahepatik dengan Infeksi Saluran Kemih.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

27
Indonesia RS Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta. 2012.

Hal. 1-2.

9. Hendarwati C. Assosiation between viscosity, strecobilin, bilirubin in

meconium stained fluid withmeconium aspiration syndrome. Universitas

Diponegoro. Semarang: 2013. Hal. 3.

10. Hasan HA, Balistneri W. Neonatal cholestasis. Dalam: Kliegman RM,

Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson Textbook of Pediatrics.

Edisi 18. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007; p.1668-72.

11. Mawardi M, Warouw SM, Salendu PM. Kolestasis ektrahepatik et causa

atresia bilier pada seorang bayi. Biomedik. 2011;3:123-128.

12. Metremeli C, So N, Chu W, Lam W. Magnetic resonance cholangiography in

children. Br J Radiol. 2004;45:1059-63.

13. Davies Y, Wliam B. Liver transplantation in the neonate and young infant.

Neo Review. 2001;2:223-27.

14. Agata I, Balisteri W. Evaluation of liver disease in the pediatric patient.

Pediatr Rev. 1999;20:376-85.

15. Bisgaard LDA. 10 week old infant who has jaundice. Pediatr Rev.

2001;22:408-12.

16. Suchy FJ. Neonatal Cholestasis. Pediatr Rev. 2004;24:388-96.

17. Robert M, Daniel A, Stephen P. Hernia and varicocel. Pediatr Surg Int.

2000;9:75-8.

18. Juffrie M, Soenarto S, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani N. Buku ajar

gastroenterologi-hepatologi. Edisi ke 3 jilid 1. Jakarta:IDAI;2012.

28
19. Darmawati TA. Surjono SW. Evaluasi pemberian antibiotik untuk mencegah

kejadian sepsis neonatorum klinis dini pada neonatus dengan potensial

terinfeksi di RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Universitas Gajah Mada. 2013. Hal. 1-2.

20. Feldman A, Sokol R. Neonatal Cholestasis. Textbook of Pediatric Care.

American Academy of Pediatric. 2012. Hal 153-59.

21. Bhatia V, Bavdekar A, Matthai S, Waikar Y, Anupam Sibal. Management of

Neonatal Cholestasis. Consensus Statement of the Pediatric Gastroenterology

Chapter of Indian Academy of Pediatrics. 2014. Hal 76-82.

22. Dani C, Pratesi S, Raimondi F, Romagnoli C. Italian guidelines for the

management and treatment of neonatal cholestasis. Italian Journal of

Pediatrics. 2015;41:69

23. Fischler B, Papadogiannakis N, Nemeth A. A etilogical factors in neonatal

chole-stasis. Acta Paediatr. 2001;90:88-92.

24. Pratt A, Garcia M, Kerner J. Nutritional management of neonatal and infant

liver disease. Neo Reviews. 2001;2:215-22.

25. De Bruyne R, Van Biervliet S, Vande Velde S, Van Winckel M. Clinical

practice:neonatal cholestasis. Eur J Pediatr. 2011;170:279–84.

26. Teitelbaum DH, Tracy Jr TF, Aouthmany MM, Llanos A, Brown MB, Yu S,

et al. Use of cholecystokinin-octapeptide for the prevention of parenteral

nutritionassociated cholestasis. Pediatrics. 2005;115:1332–40.

29
LAMPIRAN

30

Anda mungkin juga menyukai