Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS AKSESIBILITAS LAYANAN PERPUSTAKAAN

SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA


BAGI SISWA DISABILITAS

Supriyatna*), Athanasia O. P. Dewi

Program Studi S-1 Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro,
Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia, 50275

Abstrak

Penelitian ini berjudul “Analisis Aksesibilitas Layanan Perpustakaan Sekolah Luar Biasa
Negeri Pembina Yogyakarta bagi Siswa Disabilitas”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui aksesibilitas layanan perpustakaan di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina
Yogyakarta bagi Siswa Disabilitas. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif
dengan jenis penelitian deskriptif. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah di
Sekolah Luar biasa Negeri Pembina Yogyakarta, satu orang Koordinator Perpustakaan
Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta, Tiga orang guru dan dua orang siswa
disabilitas di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.Teknik pengumpulan data
yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dengan teknik analisis
data menggunakan model Miles dan Huberman yaitu meliputi reduksi data, penyajian data,
dan kesimpulan/verifikasi. Hasil dari penelitian mengenai aksesibilitas layanan
perpustakaan Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta bagi siswa disabilitas adalah,
terdapat area parkir yang luas dan dekat dengan ruang perpustakaan, area depan dan pintu
masuk ke perpustakaan memiliki ukuran yang dapat dilalui oleh pengguna kursi roda,
terdapat dua jenis meja baca, staf perpustakaan dilatih untuk membantu pemustaka dalam
keadaan darurat, pintu dan ruang toilet yang luas serta menggunakan toilet duduk sehingga
dapat digunakan oleh pengguna kursi roda, memiliki beberapa jenis koleksi seperti buku
cerita dengan ilustrasi gambar, buku Braille, koleksi dengan format video, buku elektronik,
buku pop up, memberikan layanan khusus bagi siswa disabilitas yaitu jadwal literasi, lomba-
lomba, pojok baca, menjalin kerjasama dengan Perpustakan Daerah Provinsi Yogyakarta,
Dinas Pendidikan dan Penerbit.

Kata kunci: aksesibilitas layanan perpustakaan; perpustakaan sekolah luar biasa; siswa
disabilitas

Abstract
[Title: Analysis on Service Accessibility of Library in Public Special School Pembina,
Yogyakarta for Disability Student]. The purposes of this research is to know the service
accessibility of the library in Public Special School Pembina, Yogyakarta for Disability.
This research uses qualitative research design with descriptive research type. The
informants in tihis study were are Headmaster of the Public Special School Pembina
Yogyakarta, one Coordinator of the Library Public Special School Pembina Yogyakarta,
three teachers and two disabled students at the Public Special School Pembina
Yogyakarta.The data collecting technique used are interview, observation, and
documentation studies with data analysis technique using Miles and Huberman models
which include data reduction, data presentation, and conclusion/verification. The result of
the research on the accessibility of Public Special School Pembina Yogyakarta library
service for Disability students is that there is a large parking area close to the library space,
the front area and the entrance to the library has a size that can be passed by the

*)Penulis Korespondensi
Email: supriyatnaundip@gmail.com
wheelchair user, there are two types of reading desk, libraries are trained to assist
audiences in emergency situations, spacious toilets and toilets and use the toilet seat so that
it can be used by wheelchair users, have several types of collections such as story books
with illustrations of drawings, Braille books, collection with video formats, e-books, pop
ups, providing special services for students with disabilities ie literacy schedules,
competitions, reading corner, collaborating with the Yogyakarta Provincial Library, the
Education Office and Publishers.

Keywords: library service accesibility; library of special school; student disability

1. Pendahuluan mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi


Perpustakaan merupakan sarana pendidikan yang disediakan oleh perpustakaan.
nonformal dan formal, artinya perpustakaan 7. Memberikan hiburan sehat untuk mengisi waktu
merupakan tempat belajar di luar maupun di senggang melalui kegiatan mebaca, khususnya
lingkungan pendidikan sekolah. Yang berkaitan buku-buku dan sumber bacaan lain yang bersifat
dengan pendidikan non formal yaitu perpustakaan kreatif dan ringan, misalnya fiksi, cerpen, dan
umum, sedangkan yang berkaitan dengan pendidikan lain sebagainya.
formal adalah perpustakaan perguruan tinggi dan Selain itu, menurut Bafadal (2008: 5-6) dengan
perpustakaan sekolah. adanya penyelenggaraan perpustakaan di Sekolah
Keberadaan perpustakaan di sekolah menjadi akan mendatangkan beberapa manfaat seperti berikut
salah satu unit terpenting untuk mencapai ini.
keberhasilan pendidikan dan merupakan fasilitas 1. Perpustakaan sekolah dapat menimbulkan
utama sebagai penunjang sumber belajar di sekolah. kecintaan murid-murid terhadap membaca.
Sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 2 tahun 2. Perpustakaan sekolah dapat memperkaya
1989, berbunyi: pengalaman belajar murid-murid.
“Sumber belajar dan mengajar yang lengkap 3. Perpustakaan sekolah dapat menenamkan
merupakan implementasi pendidikan yang baik. kebiasaan belajar mandiri yang akhirnyan murid
Suatu sumber terpenting untuk mendukung mampu belajar mandiri.
proses belajar dan mengajar adalah 4. Perpustakaan sekolah dapat mempercepat
perpustakaan sekolah. Tanpa perpustakaan proses penguasaan teknik membaca.
sekolah kegiatan belajar dan mengajar tidak 5. Perpustakaan sekolah dapat membantu
akan berhasil.” perkembangan kecakapan bahasa.
Pernyataan Undang-undang di atas dapat 6. Perpustakaan sekolah dapat melatih murid-
dijadikan bahan renungan bagi setiap sekolah untuk murid ke arah tanggung jawab.
mempertimbangkan penyelenggaran perpustakaan di 7. Perpustakaan sekolah dapat memperlancar
sekolah agar tercapai tujuan pendidikan. Menurut murid-murid dalam menyelesaikan tugas
Bafadal (2008: 4-5) perpustakaan sekolah merupakan sekolah.
sekumpulan bahan perpustakaan baik berupa buku 8. Perpustakaan sekolah dapat membantu guru-
atau bukan buku yang berapa di suatu ruangan dan guru menemukan sumber pengajaran.
diorganisir dengan sistem tertentu dengan tujuan agar 9. Perpustakaan sekolah dapat membantu murid-
dapat membantu murid-murid dan guru-guru dalam murid, guru-guru, dan anggota staf sekolah
kegiatan belajar di sekolah. Adapun tujuan dalam mengikuti perkembangan ilmu
diselenggarakan perpustakan di sekolah dijelaskan pengetahuan dan teknologi.
secara rinci oleh Prastowo (2012: 50-51) sebagai Jenis sekolah terdapat 2 macam, yaitu sekolah
berikut: umum dan sekolah luar biasa. Tentunya perpustakaan
1. Mendorong dan mempercepat proses di sekolah juga terbagi menjadi dua jenis, yaitu
penguasaan teknik membaca para siswa. perpustakaan di sekolah umum dan sekolah luar
2. Membantu menulis kreatif bagi para siswa biasa. Pada hakikatnya perpustakaan sekolah biasa
dengan bimbingan guru dan pustakawan. ataupun pada sekolah luar biasa (SLB) memiliki
3. Menumbuhkembangkan minat dan kebiasaan definisi yang sama, yaitu perpustakaan yang
membaca siswa. tergabung dalam sebuah sekolah dan dikelola
4. Menyediakan berbagai macam sumber sebelumnya oleh sekolah yang bersangkutan (Aziz,
informasi untuk kepentingan pelaksanaan 2014: 250). Umumnya, Sekolah Luar Biasa belum
kurikulum. memiliki gedung atau ruang perpustakaan secara
5. Mendorong, menggairahkan, memelihara, dan khusus. Namun, penyelenggaraan perpustakaan
memberi semangat membaca dan belajar kepada biasanya akan lebih diprioritaskan apabila sekolah
para siswa. telah terakreditasi atau hendak melakukan akreditasi
6. Memperluas, memperdalam, dan memperkaya sekolah.
pengalaman belajar para siswa dengan Penyelenggaran perpustakaan di Sekolah Luar
membaca buku dan koleksi lain lain yang Biasa menjadi sangat penting sebagai sarana
penunjang belajar bagi siswa disabilitas, dengan yaitu, Standar IFLA Checklist. Standar IFLA
menyediakan koleksi dan fasilitas yang memadai Checklist merupakan standar yang dikembangkan
agar memudahkan anak disabilitas untuk oleh IFLA Standing Committe of Libraries Serving
menggunakan dan memanfaatkan perpustakaan Disadventage Person (LSDP) yaitu staf perpustakaan
secara maksimal. yang melayani pemustaka tertinggal dalam hal ini
Mengacu pada Undang-undang No. 8 tahun 2016 membutuhkan layanan khusus atau pemustaka
tentang penyandang disabilitas, disabilitas atau disabilitas. Standar ini dapat digunakan oleh setiap
penyandang disabilitas adalah setiap orang yang perpustakaan (umum, perguruan tinggi, sekolah, dan
memiliki keterbatasan baik fisik, intelektual, mental khusus) untuk menilai tingkat aksesibilitas pada
dan atau sensorik sehingga mengalami kesulitan bangunan, layanan, bahan pustaka, dan program yang
untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan dimiliki oleh setiap perpustakaan yang dapat
warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. dimanfaatkan oleh pemustaka disabilitas dan dapat
Adapun jenis-jenis disabilitas dibagi ke dalam dijadikan untuk meningkatkan aksesibilitas yang
beberapa jenis, yaitu: dibutuhkan pemustaka di perpustakaan. Standar
1. Tunanetra, merupakan sebutan individu yang IFLA Checklist terbagi menjadi 3 yaitu akses fisik,
mengalami gangguan pada penglihatan (Smart, format media, layanan dan komunikasi. Dari tiga
2014: 36). standar tersebut dibagi menjadi beberapa poin seperti
2. Tunarungu, merupakan istilah yang dipakai untuk di bawah ini (Irval dan Gyda, 2005: 3-16).
menunjukan pada kondisi ketidakfungsian organ 1. Akses fisik di luar perpustakaan
pendengaran atau telinga seseorang (Cahya, 2013: 2. Masuk ke Perpustakaan
16). 3. Ruang fisik
3. Tunagrahita merupakan kata lain dari retardasi 4. Toilet
mental (mental retardation) yang berarti 5. Meja sirkulasi
keterbelakangan mental (Apriyanto: 2014, 28). 6. Meja referensi/informasi
4. Tunadaksa, berasal dari kata tuna dan daksa tuna 7. Departemen anak-anak
berarti rugi atau kurang dan daksa berarti tubuh. 8. Departemen untuk penyandang disabilitas
Istilah cacat tubuh atau cacat fisik dipakai untuk 9. Format media khusus bagi penyandang
seseorang yang memiliki kelainan pada anggota disabilitas
tubuhnya bukan cacat inderanya (Misbach, 2012: 10. Komputer
15) 11. Cara perpustakaan melatih pustakawan
5. Tunalaras merupakan sebutan untuk individu 12. Layanan khusus untuk pemustaka disabilitas
yang memiliki hambatan dalam mengendalikan 13. Cara perpustakaan memberikan informasi
emosi dan kontrol sosial. Penderita biasanya kepada penyandang disabilitas
menunjukan perilaku yang menyimpang dan tidak 14. Cara perpustakaan membuat informasi yang
sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku mudah dimengerti
disekitarnya (Smart, 2014: 53). 15. Situs Web
Keterbatasan yang dimiliki siswa disabilitas 16. Cara perpustakaan bekerjasama dengan
yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa menjadi organisasi dan individu disabilitas.
tantangan tersendiri bagi perpustakaan sekolah luar Standar di atas dapat dijadikan pedoman bagi
biasa untuk menyediakan fasilitas dan layanan yang sekolah luar biasa untuk penyelenggaran
dapat dimanfaatklan dengan mudah oleh semua siswa perpustakaan yang aksesibel bagi siswa disabilitas.
disabilitas. Berkaitan dengan hal tersebut, tentunya Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta
setiap sekolah luar biasa membutuhkan standar yang merupakan SLB yang telah bersertifikat ISO
dapat dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan 9001:2008 terkait penerapan Sistem Manajemen
perpustakaan bagi siswa disabilitas. Mutu (SMM) dari PT TUV Rheinland. PT TUV
Satu-satunya standar yang dapat digunakan Rheinland merupakan organisasi swasta di bidang
sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pengujian, inspeksi dan sertifikasi yang merupakan
perpustakaan yang ramah untuk penyandang anggota dari TUV Rheinland Group yang berkantor
disabilitas adalah standar internasional yang pusat di Cologne, Jerman (www.tuv.com). Sekolah
dikeluarkan oleh IFLA (International Federation of Luar Biasa ini juga merupakan sekolah yang telah
Association and Institution). IFLA merupakan terakreditasi A untuk semua jenjang yaitu, untuk
organisasi internasional yang terbentuk dari jenjang SD Luar Biasa, SMP Luar Biasa dan SMA
perkumpulan perpustakaan dan orang-orang yang Luar Biasa.
berprofesi sebagai pustakawan untuk menyusun Berdasarkan hasil observasi awal, Sekolah Luar
sebuah standar yang dapat digunakan dalam Biasa Negeri Pembina Yogyakarta telah memiliki
pengembangan perpustakaan umum, perguruan perpustakaan yang dapat dimanfaatkan oleh siswa
tinggi, sekolah, maupun perpustakaan khusus. disabilitas di Sekolah tersebut. Namun, ketika siswa
Standar-standar yang dibentuk oleh IFLA tentunya disabilitas memanfaatkan Perpustakaan SLBN
disesuaikan dengan kebutuhan perpustakaan agar Pembina Yogyakarta masih harus didampingi oleh
dimanfaatkan secara optimal. Salah satu Standarnya guru kelas mereka masing-masing. Selain itu, peneliti
melihat siswa disabilitas yang memiliki kecacatan di layanan Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta
bagian kaki mengalami kesulitan ketika ingin ini untuk memudahkan penarikan kesimpulan
menunjungi perpustakaan karena harus naik turun dalam setiap data yang diperoleh baik dari metode
tangga. observasi wawancara maupun studi dokumentasi,
Mengacu pada uraian di atas, tujuan dari selain data disajikan dalam bentuk narasi, data
penelitian ini adalah untuk mengetahui aksesibilitas juga disajikan dalam bentuk tabel.
layanan perpustakaan Sekolah Luar Biasa Negeri 3. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan
Pembina Yogyakarta bagi siswa disablitas. Tahap atau langkah terakhir dari kegiatan analisis
data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi
2. Metode Penelitian data. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif mulai memutuskan apakah arti sesuatu,
kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Penelitian mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,
kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data konfigurasi-konfigurasi, alur sebab akibat dan
deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, proposisi. Setelah melalui proses yang cukup
dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang panjang, dari langkah kesimpulan ini maka
yang diteliti (Taylor dan Bogdam dalam Hendrarso, didapatkan hasil sebuah penelitian. Dalam tahap
2011: 116). Sedangkan, penelitian deskriptif menurut ini peneliti mendapatan hasil dari penelitian
Sulistyo-Basuki (2006: 110) yaitu penelitian yang mengenai aksesibilitas layanan Perpustakaan
mencoba mencari deskripsi yang tepat dan cukup dari SLBN Pembina Yogyakarta.
semua aktivitas, objek, proses, dan manusia. Uji keabsahan dalam penelitian ini menggunakan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang, triangulasi. Triangulasi yang digunakan dalm
meliputi: 1 (satu) orang Kepala Perpustakaan SLBN penelitian ini adalah sebagai berikut.
Pembina Yogyakarta, 1 (satu) orang Koordinator 1. Triangulasi Sumber
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta, 2 (dua) Menurut Sugiyono (2011: 274), triangulasi
orang siswa disabilitas dan 3 (tiga) orang guru SLBN sumber dilakukan dengan cara mengecek data
Pembina Yogyakarta. yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Kemudian data yang berasal dari beberapa
wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data sumber tersebut disekripsikan, dikategorisasikan
dilakukan dengan tiga macam kegiatan, yaitu (Miles mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan
dan Huberman dalam Emzir (2012: 129-134): mana yang spesifik dari berbagai sumber data
1. Reduksi data tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti
Reduksi data dapat dipahami sebagai proses akan menghasilkan kesimpulan. Apabila sudah
pemilihan, pemokusan, penyederhanaan, menghasilkan kesimpulan, langkah selanjutnya
abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” kesimpulan tersebut dimintakan kesepakatan
yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan dengan beberapa sumber data yang digunakan
tertulis. Reduksi data dilakukan dengan tujuan oleh penelitian.
untuk mempertajam, memilih, memokuskan, Pada Penelitian ini triangulasi sumber akan
membuang, dan menyusun data dalam suatu cara dilakukan dengan mengecek data dari dari dua
dimana kesimpulan akhir dapat tergambarkan kelompok sumber data. Kelompok sumber data
dengan jelas. Tahap reduksi data dalam penelitian yang pertama adalah kelompok pengelola dan
ini adalah memilih, membuang, mengelompokkan orang yang bertanggung jawab atas perpustakaan,
dan sekaligus menganalisis jawaban dari setiap yaitu Kepala Sekolah dan Koordinator
informan berdasarkan hasil wawancara mengenai Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta.
aksesibilitas layanan Perpustakaan SLBN adapun kelompok sumber data yang kedua adalah
Pembina Yogyakarta. Selain itu pada reduksi data kelompok pemustaka, meliputi tiga guru dan dua
peneliti membuat ringkasan isi dari catatan data siswa SLBN Pembina Yogyakarta.
yang diperoleh di lapangan pada saat 2. Triangulasi Teknik
pengambilan data mengenai aksesibilitas layanan Trianguasi teknik adalah penggunaan beragam
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta. teknik pengungkapan data yang dilakukan kepada
2. Model Data/Data Display sumber data. Pengujian keabsahan data dengan
Model data (Data Display) dapat dipahami triangulasi teknik yaitu dengan cara mengecek
sebagai langkah penyajian data, dimana data yang data kepada sumber yang sama dengan teknik
telah selesai direduksi disajikan agar dapat yang berbeda (Sugiyono, 2011: 274).
dipahami untuk mendapatkan kesimpulan dan Dalam penelitian ini, untuk mengetahui
jawaban permasalahan penelitian. Peyajian data keabsahan data pada aksesibilitas layanan
dapat dilakukan dengan mengelompokan data perpustakaan Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina
yang sesuai dengan permasalahannya masing- Yogyakarta bagi siswa disabilitas, peneliti
masing. Pada umumnya dalam penelitian mengeceknya dari hasil wawancara, observasi dan
kualitatif data disajikan dalam teks yang bersifat dokumen yang memuat teori tentang aksesibilitas
naratif. Dalam penelitian mengenai aksesibilitas perpustakaan bagi pemustaka disabilitas.
3. Hasil dan Pembahasan luar perpustakaan juga belum terdapat telepon khusus
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang hasil yang dapat dimanfaatkan oleh pemustaka tunarungu.
penelitian yang telah dilakukan berdasarkan
observasi, wawancara dan studi dokumentasi. 1.1.2 Akses Masuk ke Perpustakaan
Penelitian dengan judul “Analisis Aksesibilitas Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta
Layanan Perpustakaan Sekolah Luar Biasa Negeri hanya menggunakan tangga dan tidak ada Lift serta
Pembina Yogyakarta” dilakukan dengan teknik jalan bukan tangga untuk menuju area perpustakaan.
analisis data kualitatif. Subjek dalam penelitian ini Jalan bukan tangga yang dimaksud Ibu Ni Nyoman
merupakan informan yang memberikan data saat adalah jalan miring atau yang sering dikenal dengan
wawancara yakni satu orang Kepala Sekolah SLBN sebutan ramp. Menurut PP No. 43 tahun 1998 dalam
Pembina Yogyakarta, satu orang koordinator Suhardi (2013: 136) Ramp merupakan jalur sirkulasi
perpustakaan, tiga orang guru di SLBN Pembina yang memiliki bidang kemiringan tertentu, sebagai
Yogyakarta dan dua orang siswa SLBN Pembina alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan
Yogyakarta. Adapun objek dalam penelitian ini tangga.
adalah aksesibilitas layanan perpustakaan di SLBN Area masuk Perpustkaan SLBN Pembina
Pembina Yogyakarta. Yogyakarta memiliki ruang yang cukup luas dan
1.1 Analisis Aksesibilitas Layanan memungkinkan para pengguna kursi roda dapat
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta berbalik arah atau memutar kursi roda. Area depan
1.1.1 Area di Luar Perpustakaan pintu masuk SLBN Pembina Yogyakarta memiliki
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta ukuran ± 525x140 cm. Adapun menurut Ernst
memiliki area parkir yang menyatu dengan area Neufert (2002: 201) ukuran kursi roda memiliki lebar
parkir SLBN Pembina Yogyakarta. Area parkir di 65-75 cm. Oleh sebab itu, dengan area depan pintu
SLBN Pembina Yogyakarta terdiri dari area parkir yang ada di SLBN Pembina Yogyakarta para
untuk umum dan guru yang berlokasi di depan pengguna yang memakai kursi roda dapat berputar
halaman gedung utama dan belakang gedung utama atau berbalik arah.
SLBN Pembina Yogyakarta. Area parkir di depan Begitu juga dengan lebar pintu Perpustakaan
halaman gedung biasanya dipakai untuk parkir mobil SLBN Pembina Yogyakarta yang dapat dilihat pada
sedangkan yang di belakang gedung merupakan area gambar 5.2. Lebar pintu SLBN Pembina Yogyakarta
parkir khusus guru yang menggunakan motor. Kedua yaitu, ±105 cm. Oleh karena itu, jika kita mengacu
area parkir memiliki ruang yang luas bagi warga pada ukuran kursi roda yang disebutkan oleh Ernst
sekolah untuk memarkirkan kendaraannya. Akan Neufret, pengguna kursi roda dapat melalui pintu
tetapi di area parkir tersebut belum terdapat simbol masuk dengan mudah karena ukuran pintu masuk
internasional bagi disabilitas. yang cukup lebar.
Pemustaka Perpustakaan SLBN Yogyakarta Untuk lebih jelas, Aksesibilitas Akses Masuk
sebagian besar merupakan warga di SLBN Pembina ruang Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta
Yogyakarta yaitu siswa, guru dan seluruh karyawan. dapat dilihat dari gambar di bawah ini.
Sehingga yang perlu diperhatikan adalah bukan
hanya jarak antara area parkir dengan perpustakaan
akan tetapi jarak antara perpustakaan dengan ruang
kelas tempat para siswa disabilitas belajar. Menurut
pengamatan peneliti, jarak antara perpustakaan
dengan kelas bermaca-macam ada yang dekat dan
jauh. Kelas yang jaraknya paling jauh dengan
perpustakaan adalah kelas rombongan belajar
kecantikan, menjahit dan otomotif yaitu sekitar ±200
meter dari perpustakaan. Kelas tersebut berada di
area paling belakang SLBN Pembina Yogyakarta.
Jalan yang dapat dilalui oleh siswa Disabilitas
dari arah luar menuju Perpustakaan SLBN Pembina Gambar 1. Area Masuk Perpustakaan
Yogyakarta hanya tangga. Tangga menuju ruang Dari gambar 1, dapat diketahui bahwa pintu
perpustakaan tidak terlalu curam dan terdapat yang ada di SLBN Pembina Yogyakarta merupakan
pegangan atau pagar di kedua sisinya sehingga dapat pintu yang dikombinasikan antara kayu dan kaca.
membantu pemustaka disabilitas ketika menaiki Pintu tersebut bukan merupakan pintu otomatis dan
tangga tersebut. Akan tetapi bagi pemustaka yang juga tidak disertai oleh petunjuk yang dapat
memiliki keterbatasan pada bagian kaki dan digunakan oleh pemustaka tunanetra. Dan di depan
menggunakan kursi roda akan kesulitan ketika pintu masuk Perpustkaan SLBN Pembina Yogyakarta
melewati jalan tersebut. Bahkan ketika peneliti belum terdapat alat keamanan koleksi atau yang lebih
melakukan observasi peneliti melihat pemustaka dikenal dengan sebutan security gate untuk
yang memiliki keterbatasan pada bagian kaki merasa mengurangi penyalahguaan koleksi atau pencurian
kesulitan ketika menuruni tangga. Selain itu, di area koleksi.
1.1.3 Akses Material (Ruang Fisik) Pembina Yogyakarta dapat dilihat pada gambar
Ruang Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta berikut ini.
terdapat tiga area yang dapat dimanfaatkan oleh
pemustaka disabilitas yaitu area reading corner, area
baca dan komputer serta area koleksi buku.
Berdasarkan hasil observasi peneliti di area reading
corner disediakan meja lesehan yang dapat
digunakan pemustaka untuk membaca sedangkan di
area baca dan komputer terdapat meja yang dan kursi
biasa serta di area koleksi buku terdapat rak-rak
untuk menyimpan beberapa koleksi yang dimiliki
oleh perpustakaan. Ketiga area tersebut cukup
memberikan kenyamanan bagi guru dan siswa
Gambar 2. Pintu Masuk Toilet
disabilitas untuk melakukan aktivitas di
perpustakaan.
Jarak rak buku di Perpustakaan SLBN Pembina
Yogyakarta terdapat dua jarak, yaitu jarak antara rak
dengan tembok dan jarak rak dengan rak yang
lainnyan. Jarak antara tembok dengan rak adalah ±75
cm sedangkan jarak antara rak satu dengan rak yang
lain yaitu ±45 cm sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengguna kursi roda dengan rata-rata standar ukuran
kursi roda yang dipakai adalah ±50-70 akan kesulitan
mengakses koleksi yang ada diantara rak yang satu
dengan yang lainnya. Akan tetapi aksesibilitas antara Gambar 3. Ruang Toilet
rak yang sempit belum menjadi masalah yang berarti Dari gambar 2 dan 3 dapat diketahui bahwa
di Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta Pintu toilet yang ada di perpustakaan lebar sehingga
mengingat bahwa siswa disabilitas di sekolah memungkin pengguna kursi roda mengakses toilet
tersebut hingga saat ini belum ada yang memakai tersebut, ukuran lebar pintu toilet yaitu ±75 cm.
kursi roda. Selain itu, keberadaan petugas Begitu juga dengan ruang toilet seluas ±245x210 cm
perpustakaan juga menjadi solusi bagi pemustaka sehingga memungkinkan pengguna kursi roda dapat
untuk diminta pertolongan dalam mencari dan berputar dan berbalik arah.
mengambilkan koleksi yang dibutuhkan.
Pelatihan mengenai keadaan darurat sering 1.1.5 Meja Sirkulasi
dilakukan di SLB Pembina Yogyakarta. Tidak ada Meja Sirkulasi di SLBN Pembina Yogyakarat
pelatihan tersendiri yang dilakukan pihak sekolah terletak di depan pintu masuk ruang perpustakaan.
kepada para staf perpustakaan. Akan tetapi pelatihan Meja yang digunakan merupakan meja biasa dengan
dilakukan oleh seluruh warga sekolah. Pelatihan ukuran tinggi ±68 cm. Dengan ukuran meja yang
mengenai keadaan darurat atau SLBN Pembina ada, pengguna kursi roda masih dapat menjangkau
menyebutnya pelatihan penanggulangan bencana meja tersebut, karena menurut Ernst Neufert (2002:
dilakukan secara rutin setiap enam bulan sekali. 201) ketingian kursi roda atau ukuran roda dari lantai
Pelatihan tersebut biasanya dilakukan dalam bentuk adalah 50 cm. Dengan perbandingan ukuran tinggi
simulasi dengan cara membunyikan alarm dari pusat kursi roda dan tinggi meja sirkulasi yang ada di
yang kemudian semua warga sekolah Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta, pemustaka
mengkondisikan untuk menyelamatkan diri dan disabilitas dapat dengan mudah mengakses dan
tentunya murid disabilitas dalam melakukan simulasi menggunakan meja sirkulasi tersebut.
ini selalu dibimbing oleh guru di kelas atau ketika di Untuk membantu pemustaka tunarungu,
perpustakan dibimbing oleh guru bersama para hendaknya meja sirkulasi disertai dengan sistem loop
petugas perpustakaan. induksi (induction loop system) yaitu sistem yang
yang dapat memperjelas suara di area yang dipasang
1.1.4 Toilet system dan digunakan oleh pengguna. Di
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta tidak
memiliki toilet yang dapat digunakan oleh pemustaka terdapat sistem seperti itu. Selain itu, di lokasi
ketika berkunjung ke perpustakaan. Toilet terletak sirkulasi perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta
satu lantai dengan ruang perpustakaan yaitu di lantai hanya terdapat kursi dan meja yang bisa
dua dan berada di area luar ruang perpustakaan. Jarak dimanfaatkan oleh petugas perpustakaan,
antara ruang perpustakaan dengan toilet dekat akan Perpustakaan tidak menyediakan kursi bagi
tetapi tidak ada penunjuk arah menuju ke ruang toilet. pemustaka disabilitas dan lansia ketika melakukan
Aksesibilitas toilet yang ada di Perpustakaan SLBN proses sirkulasi. Peminjaman atau pengembalian di
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta tidak harus
berlangsung di meja sirkulasi, sehingga walapun 1.1.9 Format Media Khusus bagi Pemustaka
tidak terdapat meja dan kursi yang disediakan Disabilitas
perpustakaan untuk pemustaka tidak menjadi masalah Koleksi yang dimiliki Perpustakaan SLBN
aksesibilitas. Adapun untuk proses sirkulasi yang Pembina Yogyakarta sebagian besar adalah koleksi
dilakukan di Perpustakaan SLBN Pembina tercetak seperti buku-buku tentang Pendidikan Luar
Yogyakarta masih dicatat oleh petugas dan belum Biasa yang dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai
menyediakan layanan sirkulasi mandiri. pedoman dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu,
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta memiliki
1.1.6 Meja Referensi atau Informasi koleksi buku cerita selain dalam bentuk buku biasa
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta pada umumnya, perpustakaan juga memiliki buku
tidak memiliki meja referensi khusus untuk melayani cerita dalam bentuk pop up. Buku pop up merupakan
para pemustaka. Untuk melayani pemustaka atau buku yang berbentuk tiga dimensi, pada buku
siswa-siswa disabilitas yang ingin bertanya tentang tersebut terdapat bagian gambar yang tampak timbul
sesuatu, biasanya para petugas perpustakaan dan dapat bergerak. Buku pop up dapat digolongkan
melayani di meja baca atau reading corner. Para kedalam buku bergambar taktil (tactile picture
petugas perpustakaan berusaha berbaur bersama books). Tactile Picture Book merupakan ilustrasi
anak-anak untuk melayani secara maksimal. Kegiatan gambar yang dibuat dengan bentuk relief yang dapat
referensi atau tanya jawab antara pemustaka dan dibaca dengan sentuhan jari. Tactile picture book
petugas perpustakaan dilakukan di tempat di mana dibuat untuk memudahkan tunanetra dalam
anak-anak atau murid tersebut berada. memahami ilustrasi gambar pada sebuah buku (Skold
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta dan Annisa, 2008: 3). Selain itu, Perpustakaan SLBN
tidak menyediakan meja khusus dan tentu Pembina Yogyakarta Juga memiliki koleksi braille,
perpustakaan tidak memiliki kursi, sistem antrian dan koleksi video, buku elektronik.
juga sistem loop induksi yang dapat dimanfaatkan
oleh para pemustaka tunarungu. Pelayanan referensi 1.1.10 Komputer
dimaksimalkan oleh para petugas Perpustakaan Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta
SLBN Pembina Yogyakarta yaitu dengan ikut memiliki tiga perangkat komputer yang dapat
berpartisipasi dalam kegiatan siswa disabilitas ketika dimanfaatkan oleh para pemustaka. Akan tetapi,
berkunjung ke perpustakaan. Mereka menjalin seperangkat komputer tersebut belum disertai dengan
komunikasi dan menjawab pertanya-pertanyaan yang layar dan keyboard yang aksesibel bagi pemustaka
dibutuhkan oleh para pemustaka langsung di tempat tunanetra dan tunarungu. Begitu juga dengan
mereka berada saat itu. Uraian diatas sesuai dengan software yang ada dikomputer belum terdapat
hasil observasi peneliti. Peneliti tidak menemukan software JAWS. JAWS adalah singkatan dari Job
meja referensi atau informasi bahkan di Perpustakaan Acces With Speech merupakan software pembaca
SLBN Pembina Yogyakarta belum terdapat area layar untuk membantu pemustaka dalam
khusus referensi. Begitu juga dengan koleksi-koleksi menggunakan komputer. Cara kerja software tersebut
referensi masih disimpan di rak-rak koleksi umum adalah ketika seseorang mengetikan sesuatu baik
lainnya. pada microsoft word, power point dan lain
sebagainya maka akan muncul suara yang dapat
1.1.7 Departemen Anak-anak didengarkan oleh pengguna tentang apa yang
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta diketiknya tersebut.
memang tidak memfokuskan pada sebuah
departemen atau membuat area untuk anak-anak. 1.1.11 Pelatihan Petugas Perpustakaan
Akan tetapi karena memang mayoritas pemustaka di Petugas perpustakaan yang bertanggung jawab
sana adalah anak-anak yang belajar di sekolah di perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta
tersebut, secara otomatis perpustakaan menyediakan merupakan guru dengan latar belakang pendidikan
layanan seperti koleksi dan kegiatan-kegiatan pun adalah pendidikan luar biasa, tentunya mereka dapat
yang berhubungan dengan anak-anak. mengetahui karakteristik pemustaka disabilitas
dengan baik. Sehingga ketika melayani pemustaka
1.1.8 Departemen untuk Penyandang Disabilitas tentu sudah dilakukan secara maksimal sesuai
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta karakteristik masing-masing. Petugas perpustakaan
memang secara struktural tidak memiliki departemen telah terbiasa melayani siswa disabilitas dan tentu
khusus. Namun dalam hal pelayanan baik itu koleksi, telah mengerti karakteristik dari masing-masing jenis
cara melayani dan sarana prasarana yang ada di disabilitas. Namun, yang menjadi kendala bagi
perpustakaan tersebut mempertimbangkan pada petugas perpustakaan adalah di bagian pengelolaan
kebutuhan pemustaka disabilitas. Karena keberadaan perpustakaan. Petugas perpustakaan yang tidak
perpustakan tersebut memang untuk menjadi sumber memiliki kompetensi di bidang ilmu perpustakaan
belajar dan pendukung bagi para siswa disabilitas menjadi tantangan tersendiri bagi petugas untuk
yang ada di sekolah tersebut. mempelajari cara pengelolaan perpustakaan. Salah
satu usaha untuk meningkatkan kompetensi di bidang
perpustakaan adalah dengan mengikuti diklat dan tidak dilakukan dalam bentuk teks. Biasanya
pelatihan yang diadakan oleh perpustakaan daerah perpustakaan memberikan informasi dengan cara
Yogyakarta. lisan. Adapun cara-cara yang dilakukan Perpustakaan
SLBN Pembina Yogyakarta dalam memberikan
1.1.12 Layanan Khusus untuk Pemustaka informasi kepada pemustaka disabilitas adalah
Disabilitas sebagai berikut.
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta 1. Melalui pengenalan lingkungan sekolah. Dalam
memiliki program dan layanan untuk menjangkau kegiatan ini siswa diajak untuk mengunjungi
semua pemustaka khususnya siswa disabilitas agar beberapa fasilitas, kelas-kelas yang ada di SLBN
memanfaatkan perpustakaan dengan maksimal. Pembina Yogyakarta termasuk perpustkaan.
Program yang dibuat oleh Perpustakaan SLBN Kegiatan pengenalan sekolah dilakukan saat Masa
Pembina Yogyakarta diantaranya adalah: Orientasi di Sekolah yang dilakukan saat menjadi
1. Jadwal literasi siswa baru di SLBN Pembina tersebut.
Jadwal Literasi yang di maksud adalah jadwal Perpustakaan menjadi salah satu tempat yang
kunjung perpustakaan. Program ini merupakan dikenalkan saat pengenalan lingkugan sekolah
program wajib yang harus diikuti oleh setiap tersebut. Pengenalan lingkungan sekolah juga
kelas yang ada di SLBN Pembina Yogyakarta. bukan hanya dilakukan kepada siswa akan tetapi
Layanan ini merupakan rutinitas yang harus kepada orang tua siswa. Jika mengacu pada
dilakukan oleh guru untuk mengajak siswanya di standar IFLA checklist kegiatan semacam ini bisa
perpustakaan dan memanfaatkan perpustakaan disebut dengan library tour dimana siswa dan
sebagai tempat dan sumber belajar. Akan tetapi orang tua dikenalkan kepada fasilitas-fasilitas
pada kenyataan ada beberapa kelas yang yang ada di perpustakaan dan kegiatan apa yang
mengalami beberapa kendala diakibatkan jarak selalu dilaksanakan di perpustakaan, dan lain
yang cukup jauh antara kelas dan perpustakaan. sebagainya terkait perpustakaan.
Misalnya ketika tejadi hujan padahal hari itu 2. Informasi melalui guru. Perpustakaan memberikan
jadwal kelas untuk belajar di perpustakaan. informasi yang ada di perpustakaan melalui guru
Karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk langsung ketika ada pertemuan atau rapat
mengunjungi perpustkaan akhirnya guru dan bersama. Biasa perpustakaan bekerjasama dengan
murid yang seharusnya memanfaatkan pihak sekolah untuk menyampaikan informasi-
perpustakaan pada hari itu tidak dilakukan dan informasi seperti akan diadkan lomba di
menunggu jadwal kunjung berikutnya. perpustakaan dan lain-lain. Jadi untuk informasi
2. Lomba-lomba tidak disampaikan langsung kepada siswa
Program rutin yang dilakukan perpustakaan untuk disabilitas. Dengan informasi yang disampaikan
meningkatkan kemampuan literasi siswa kepada guru, secara otomatis guru akan
disabilitas adalah mengadakan lomba-lomba yang menyampaikan informasi kepada anak-anak
berkaitan dengan literasi. Contoh lomba-lomba ketika di kelas. Selain itu, ketika salah satu kelas
yang pernah dilaksanakan adalah lomba membuat mendapatkan giliran untuk berkunjung ke
mading bertema, lomba mewarnai dan lomba perpustakaan, di kelas guru menyampaikan
resensi buku. Kegiatan lomba tersebut wajib pengaran kepada siswa tentang apa yang harus
diikuti oleh setiap kelas yang ada di SLBN mereka lakukan di perpustakaan. Sehingga ketika
Pembina Yogyakarta dengan bimbingan dari guru mereka berada di perpustakaan para siswa tidak
kelas masing-masing. Agar lomba tersebut rutin merasa kebingungan dan perpustkaan tidak perlu
dilakukan dan berjalan dengan masksimal, menyampaikan informasi lagi kepada siswa
biasanya lomba dilakukan bersamaan dengan tersebut.
pelaksanaan Perayaan Hari Besar Nasional 3. Melalui media komunikasi seperti Whatsap
(PHBN) dan tentunya bekerjasama dengan panitia kepada guru. Informasi yang disampaikan
PHBN di sekolah tersebut. Perpustakaan SLBN pembina Yogyakarta
3. Pojok Baca terkadang disampaikan secara personal melalui
Pojok baca merupakan upaya dari perpustakaan chat media sosial salah satunya adalah Whatsap
untuk menjangkau semua pemustaka yaitu dengan kepada guru yang kemudian harus menyampaikan
menyediakan rak-rak kecil di setiap sudut kelas. informasi yang berkaitan dengan siswa
Yang kemudian di rak tersebut diletakan buku- disampaikan kepada siswa ketika berada di kelas.
buku yang dapat dimanafaatkan baik oleh guru 4. Informasi disampaikan langsung oleh Kepala
sebagai pedoman pembelajaran ataupun untuk Sekolah. Kepala Sekolah yang bertanggung jawab
siswa untuk membaca koleksi. memimpin SLBN Pembina Yogyakarta memiliki
hak untuk membuat program yang dapat
1.1.13 Cara Perpustakaan dalam Memberikan meningkatkan kualitas dan prestasi siswa di
Informasi kepada Pemustaka Disabilitas sekolah tersebut. Kepala Sekolah SLBN Pembina
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta Yogyakarta mempunyai peranan yang penting
dalam memberikan informasi tentang perpustakaan dlam menyampaikan informasi tentang kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan si sekolah, salah 4. Simpulan
satunya adalah kegiatan di Perpustakaan SLBN Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis
Pembina Yogyakarta terkait lomba-lomba yang aksesibilitas layanan Perpustakaan Sekolah Luar
melibatkan seluruh siswa dan guru yang ada di Biasa Negeri Pembina Yogyakarta, dapat
sekolah. Dari Kepala Sekolah Informasi disimpulkan bahwa aksesibilitas yang ada di
disampaikan langusng kepada guru, yang perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta belum
kemudian dari guru akan menyampaikan kepada diprioritaskan untuk semua pemustaka disabilitas
siswa. Kemudian guru akan mengkoordinir dan dengan jenis disabilitas seperti tunanetra, tunarungu,
membimbing siswa untuk melaksanakan tunadaksa. Dikarenakan sementara ini siswa
kegiatan-kegiatan yang telah disampaikan oleh disabilitas yang ada di sekolah tersebut merupakan
Kepala Sekolah dan harus diikuti oleh semua siswa disabilitas dengan penyandang disabilitas
siswa yang ada di sekolah tersebut. tunagrahita. Yaitu siswa yang hanya memiliki
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keterbatasan intelektual dan tidak memiliki
Perpustakaan SLBN pembina Yogyakarta dalam keterbatasan fisik yang begitu fatal. Sehingga dengan
memberikan informasi kepada pemustaka langsung aksesibilitas yang ada saat ini di Perpustakaan SLBN
hanya dilakukan sekali ketika pengenalan lingkungan Pembina Yogyakarta para siswa disabilitas di sekolah
sekolah. Selebihnya pihak perpustakaan akan tersebut dapat mengakses dan menggunakan
menyampaiakan informasi yang berkaitan dengan perpustakaan dengan baik.
perpustakaan dengan cara menyampaikan langsung Adapun aksesibilitas layanan perpustakaan
kepada guru ketika ada pertemuan atau melalui media SLBN Pembina Yogyakarta bagi siswa Disabilitas
komunikasi. Dan perpustakaan lebih sering yaitu, terdapat area parkir yang luas dan dekat dengan
menyampaikan informasi dalam bentuk lisan ruang perpustakaan, area depan dan pintu masuk ke
dibandingkan melalui informasi tercetak seperti perpustakaan memiliki ukuran yang dapat dilalui oleh
pamflet, brosur , dan lain-lain. pengguna kursi roda, terdapat dua jenis meja baca,
staf perpustakaan dilatih untuk membantu pemustaka
1.1.14 Cara Perpustakaan Membuat Informasi dalam keadaan darurat, pintu dan ruang toilet yang
agar Mudah Dimengerti luas serta menggunakan toilet duduk sehingga dapat
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta digunakan oleh pengguna kursi roda, memiliki
tidak membuat informasi tercetak untuk disebarkan beberapa jenis koleksi seperti buku cerita dengan
kepada pemustaka disabilitas. Informasi hanya ilustrasi gambar, buku Braille, koleksi dengan format
disampaikan melalui lisan dan tidak menggunakan video, buku elektronik, buku pop up, memberikan
informasi tercetak seperti pamflet, poster atau brosur. layanan khusus bagi siswa disabilitas yaitu jadwal
literasi, lomba-lomba, pojok baca, menjalin
1.1.15 Situs Web Perpustakaan kerjasama dengan Perpustakan Daerah Provinsi
Perpustakaan SLBN Pembina Yogyakarta Yogyakarta, Dinas Pendidikan dan Penerbit.
belum memiliki situs web yang dapat akses oleh
pemustaka. Namun menurut pernyataan dari Kepala Daftar Pustaka
Sekolah SLBN Pembina Yogyakarta, web Apriyanto, Nunung. 2014. Seluk Beluk Tunagrahita
perpustakaan masih menyatu dengan web sekolah. dan Strategi Pembelajarannya. Jogjakarta:
Menurut hasil observasi peneliti ketika melakukan Javalitera.
pencarian melalui search engine dengan memasukan
kata kunci Sekolah Luar Biasa Negeri pembina Aziz, Safrudin. 2014. Perpustakaan Ramah
Yogyakarta, peneliti tidak menemukan website resmi Disabilitas. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
dari SLBN Pembina Yogyakarta.
1.1.16 Cara Perpustakaan Membuat Kerjasama Bafadal, Ibrahim. 2008. Pengelolaan Perpustakaan
dengan Organisasi dan Individu Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Disabilitas
Cahya, Laili S. 2013. Buku Anak untuk ABK.
Perpustakan SLBN Pembina Yogyakarta
Yogyakarta: Familia.
diantaranya adalah:
1. Perpustakaan Daerah Provinsi Yogyakarta. “Company Profile and History”.
kerjasama ini dilakukan oleh perpustakaan SLBN https://www.tuv.com/en/indonesia/about_us_i
Pembina Yogyakarta untuk mengikuti pelatihan- d/tuv_rheinland_indonesia/company_profile_i
pelatihan yang ada dilakukan oleh Perpusda dan d/company_profile.html. [Diakses, 23 Agustus
perpustakaan keliling yang ada mengunjungi 2017].
sekolah tersebut.
2. Dinas pendidikan. Kerjasama yang dilakukan Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif:
adalah bantuan buku sepeti buku pegangan untuk Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers.
pembelajaran dan buku braille.
3. Penerbit. Kerjasama dilakukan apabila ada Hendrarso, Emy Susanti. 2011. Metode Penelitian
perpustakaan akan melakukan pembelian buku. Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Grup.
Irval, Birgitta and Gyda Skat Nielse. 2005. “Access
to Library for Person with Disabilities-
CHECKLIST” dalam International
Federation of Library Association and
Institution IFLA Professional Report, No. 89.
https://www.ifla.org/publications/ifla-
professional-reports-89. [Diakses, 15 April
2017]

Misbach. 2012. Seluk Beluk Tunadaksa dan Strategi


Pembelajarannya. Jogjakarta: Javalitera.

Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid II Edisi 33.


Jakarta: Erlangga.

Republik Indonesia. 1989. Undang-undang No. 2


Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

. 2016. Undang-undang No. 8 Tahun 2016


tentang Penyandang Disabilitas. Jakarta:
Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia.

Skold, Beatrice Christensen dan Annica Norberd.


2008. “Tactile Picture Books for Blind and
Visually Impaired Children.” dalam
International Federation of Library
Association and Institution IFLA.
http://www.tactilebooks.org/making/tactile_pi
cture_books_20080109.pdf. [Diakses, 23
September 2017]

Smart, Aqila. 2014. Anak Cacat Bukan Kiamat:


Metode Pembelajaran dan Terapi untuk Anak
Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Katahati

Sugiyono. 2011. Memahami Penelitian Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suhardi, Bambang. dkk. (2013). Redesain Shelter


Bus Trans Jogja dengan Pendekatan
Antropometri dan Aksesibilitas. dalam Jurnal
Teknik Industri, Vol.12, No. 2, Desember
2013.

Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta:


Wedatama Widya Sastra.

Anda mungkin juga menyukai