Oleh : Sudrajat 2)
I. P E N D A H U L U A N
biasanya memiliki ratusan jenis yang saling dipertautkan oleh kebiasaan makan.
Istilah-istilah produsen, herbivora, karnivora primer, karnivora sekunder dan
perombak menunjukkan tingkat-tingkat tropik (trophic levels).
Dengan demikian tampak bahwa di dalam suatu ekosistem terjadi aliran energi
dalam bentuk rantai makanan (food chains).Aliran energi itu berlangsung dari satu
organisme ke organisme lain, atau dari satu tingkat makanan ke tingkat makanan yang
lain (trophic level) membentuk rantai energi atau rantai makanan.
Bermula dari energi sinar Matahari yang jatuh ke bumi, oleh tumbuhan hijau
baik tumbuhan berupa pohon raksasa di hutan tropis ataupun oleh tumbuhan berukuran
sangat kecil (fitoplankton) di perairan, energi itu dirubah menjadi energi kimia dalam
bentuk makanan .Kemampuan tumbuhan hijau membuat energi makanan sendiri itu
disebut produktivitas primer. Tumbuhan tersebut disebut sebagai Produsen dimakan
oleh hewan (heterotroph = memakan makanan yang sudah jadi dari organisme lain)
herbivora atau disebut Konsumen I, konsumen I dimakan oleh hewan pemakan
hewan (karnivora) atau Konsumen II. Konsumen II dapat pula dimakan oleh
konsumen III, Konsumen IV dan seterusnya. Baik Produsen, Konsumen I,
Konsumen II, Konsumen III setelah mati akan dimakan oleh jenis Mikroorganisme
berupa Bakteri, Jamur dan Invertebrata tertentu (Dekomposer) dengan menguraikan
makanan tersebut.Dari bentuk substansi organik menjadi Detritus, unsur organik dan
mineral-mineral. Hasil penguraian tersebut dimanfaatkan lagi oleh produsen, sehingga
terjadi daur energi di dalam rantai makanan tersebut.
Urutan rantai makanan : P -----> K I -------> K II -----> K III -------> K
IV ----------> Dekomposer , dapat berubah, karena misalnya K IV tidak hanya
memangsa K III, tetapi juga memakan P atau K lainnya- demikian pula K III
memangsa juga P , sehingga terjadilah Jaring-jaring makanan. Jaring-jaring hara
adalah satuan dasar ekologis ekosistem, sebab di sekitar itulah alih energi dan alih
hara terjadi.Gambar 5. memperlihatkan pola dasar alih energi dan alih hara dalam
ekosistem yang digeneralisasikan. Herbiovora dan karnivora digabungkan menjadi
konsumen (consumers) atau biofag (biophage) yang makan organisme hidup, untuk
dibedakan dari pengurai (consumers) atau saprofag (saprophage) yang makan bahan
organik mati. Gerakan energi dan gerakan hara mempunyai pola hubungan dengan
lingkungan abiotik dan dengan batas ekosistem yang sangat berbeda. Energi mengalir
di dalam ekosistem, karena diperoleh dari luar seperti energi cahaya dari matahari dan
akhirnya hilang dari ekosistem sebagai panas yang dilepaskan melalui pernapasan
pada semua anggota komunitas.Sebagian hara berputar dalam ekosistem. Tumbuhan
memperoleh hara dari lungkang (pool) lingkungan anorganik dalam atmosfer, air,
tanah, atau endapan di dalam ekosistem. Hara-hara ini lewat di sekitar jaring-jaring
hara dalam bentuk molekul organik, tetapi sebagian besar akhirnya kembali ke
lungkang anorganik dengan hancurnya bahan organik yang mati.Sementara itu bahan
organik dan anorganik dipindahkan dari satu ekosistem ke ekosistem lain dan ekspor
dan impor yang demikian biasanya disejajarkan dengan perpindahan dalam ekosistem.
Rantai makanan dan jaring-jaring makanan itu terdapat di darat maupun di
perairan. Di darat dapat berupa Tanaman ---------> Serangga -------> Burung --------->
Musang ------> Serigala ----->Harimau ; di perairan biasanya berupa fitoplankton ------>
Zooplankton ---------> Ikan kecil ---------> Ikan besar --------> Burung / Linsang/
Mammalia Air (Pesut). Gangguan terhadap salah satu rantai makanan tersebut, akan
merusak ekosistem dan menimbulkan dampak beruntun. Di dalam tubuh organisme
(termasuk manusia), dalam kegiatan kehidupannya (metabolisme tubuhnya), selain
mengumpulkan makanan, juga dengan tidak disengaja mengumpulkan substansi
beracun berupa unsur kimia yang terbawa bersama makanan.Proses pengumpulan
bahan beracun ini di dalam tubuh diberi istilah bioaccumulation (Akumulasi secara
biologis). Dengan demikian pada tingkat rantai atau jaring makanan, terjadi
peningkatan jumlah substansi beracun pada tingkat makanan di ujung rantai, keadaan
ini disebut dengan penggandaan secara biologis (Biological Magnification).Pada
Ikan diduga jumlah unsur kimia yang tergandakan secara biologis mempunyai
konsentrasi sebanyak 10 (100.000) kali sebanyak konsentrasi unsur-unsur kimia
beracun tersebut di perairannya. Dapat dibayangkan jumlah unsur tersebut di dalam
tubuh orang yang memakan ikan tadi. Demikianlah, terjadinya Kasus Penyakit
Minamata yang terkenal di Negara Jepang itu.
Sebagian besar ekosistem berubah-ubah dari waktu ke waktu, kadang- kadang
sangat cepat. Satu aliran lava gunung berapi yang baru akan segera dihuni oleh
tumbuhan dan binatang dan dapat berkembang menjadi sebuah hutan hujan jika
iklimnya cocok. Perubahan demikian disebut dengan suksesi (succession). Selama
terjadinya suksesi, biota berubah dalam komposisi jenis-jenisnya, dan lingkungan
abiotik termodifikasi oleh interaksi antara faktor fisik serta faktor kimia dan orga-
nisme. Misalnya, batuan menjadi tanah. Selama perubahan ini, tidak dapat dihindarkan
lagi terjadi pula perubahan pola dan besarnya energi serta perubahan alih hara.
Unsur-unsur kimia yang penting bagi kelangsungan kehidupan mengalami daur
di dalam biosfer melalui jalur-jalur tertentu, dari lingkungan ke organisme dan dari
organisme kembali ke lingkungan. Dengan demikian unsur kimia itu dari lingkungan
(udara, air, tanah) memasuki organisme hidup melalui rantai dan jaring makanan dan
kembali ke lingkungan.Ditinjau dari unsur kimia , organisme hidup disusun oleh 6
unsur kimia yang merupakan 95 % dari massa organisme, yaitu C,O,H,N,P,S. Ada 40
unsur kimia lain penyusun organisme hidup antara lain Ca, Mg, K. Aliran dalam
bentuk daur ini disebut dengan Daur Biogeokimia. Karena rantai makanan
merupakan saluran dari aliran energi, maka daur Biogeokimia dan Aliran Energi
merupakan dua proses utama yang terjadi di dalam suatu ekosistem.
Daur Biogeokimia dapat dibadakan atas 3 macam daur, yakni :
a) Daur Gas : C, O, N ;
b) Daur Sedimenter : P dan S ;
c) Daur Hidrologi : Perputaran Air.
Bioma Hutan hujan tropis yang merupakan suatu ekosistem yang merupakan
unit komunitas terbesar dan mudah dikenali terdiri atas formasi vegetasi dan hewan
serta organisme lain.Di Indonesia dapat dikenal beberapa bioma, yaitu (a) Hutan
hujan ; (b) hutan musim ; (c) savana dan (d) padang rumput.
Berdasarkan atas sifat-sifat ; bentuk bentangan geografis, habitat dan ciri khas
komunitas penyusunnya , Wirakusumah ( 1976) membedakan tipe-tipe ekosistem
yang ada di Kalimantan Timur dapat dibedakan atas 14 tipe yakni :
1.Ekosistem Danau ;
2.Ekosistem Rawa Kumpai;
3.Ekosistem Hutan Air Tawar;
4.Ekosistem Hutan Kerangas ( heath forest);
5.Ekosistem Batu Kapur;
6.Ekosistem Hutan Dipterocarpacea dataran rendah (dibawah 500m;)
7.Ekosistem Hutan Dipterocarpacea bukit ( 500 - 1000 m);
8.Ekosistem Hutan Dipterocarpacea pegunungan ( di atas 1000 m);
9.Ekosistem Hutan Agathis;
10.Ekosistem Belukar;
11.Ekosistem Alang-alang;
12.Ekosistem Hutan Gambut;
13.Ekosistem Hutan Mangrove dan
14.Ekosistem Litoral dan Pulau-pulau
tumbuhan pemanjat dan epifit. Pohon-pohon dalam masyarakat hutan tropis basah
banyak sekali jenisnya dan bervariasi ukurannya .Pohon-pohon besar mempunyai
tinggi antara 46 - 55 m, walapun ada diantaranya yang melebihi 60 m ( Richards, 1964).
Hutan alam di Kalimantan (Timur) termasuk ke dalam formasi hutan tropis
Indo-Malaya yang merupakan salah satu formasi hutan tropis yang terdapat di dunia
(Whitmore, 1975). Hujan yang terjadi terus menerus di sepanjang tahun dan suhu tinggi
di lantai hutan. Kondisi ini menyebabkan pelapukan bahan organik terjadi dengan
cepat yang kemudian diikuti oleh pencucian hara. Produksi serasah sangat tinggi
disertai proses dekomposisi dan penyerapan hara kembali oleh tumbuhan yang cepat.
Karena iklim yang mantap, putaran hara yang tertutup disertai waktu yang cukup
lama, maka dimensi pohon di hutan hujan tropis biasanya tinggi dan besar. Kondisi
pohon di hutan tropis tersebut memberi kesan seolah-olah tingkat kesuburan tanah
yang mendukung hutan ini sangat tinggi (Brotokusumo,1985).
Hutan hujan tropis dataran rendah sangat kaya akan jenis tumbuhan.Dari
20.000 jenis pohon yang ada di kawasan hutan Malayasia yang meliputi kawasan
semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, Philipina sampai Papua Nugini
diantaranya 4.000 jenis terdapat di Pulau Kalimantan.Kawasan hutan Malayasia ini
umumnya didominir oleh jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae, yang menurut
Ashton (1982) terdapat sekitar 380 spesies tersebar di seluruh kawasan dan di-
antaranya 300 spesies terdapat dalam hutan primer di Kalimantan.
berada di Kabupaten Kutai yang luas sungai dan rawa-rawanya ditaksir 1.582.576
ha dan danaunya 91.120 ha. Data pada tahun 1992, luas perairan umum di Kabupaten
Kutai mencapai 199.407,32 ha dan 48 % diantaranya merupakan perairan danau yang
jumlahnya 76 buah dan tersebar di wilayah DAS Mahakam bagian tengah.Untuk
keperluan perikanan diperkirakan hanya 40 % dari areal perairan umum itu yang
bersifat produktif.
Perairan danau yang luas di Kabupaten Kutai yakni Danau Semayang, Danau
Melintang, Danau Jempang merupakan cekungan aluvial yang cukup luas (Singgih,
dkk, 1992).Keadaan debit airnya berfluktuasi ditentukan oleh musim dan pasang surut
sungai Mahakam, begitu juga dengan kualitas airnya dengan pH 5-6,air berwarna
coklat kekuning-kuningan/cerah.Keadaan pH ini diduga mempengaruhi pergerakan
masuk keluarnya ikan-ikan tertentu dan pesut Mahakam dari Sungai Mahakam ke
Danau Semayang, Danau Melintang dan sebaliknya.
Curah hujan rata-rata di DAS Mahakam ini dari tahun 1987-1991 sebesar 1.879
mm, rata-rata hari hujan 92 hari dengan kondisi iklim termasuk tipe iklim basah dari
Schmidt dan Ferguson.Pada saat musim kemarau sebagian rawa menjadi kering dan
danau-danau menjadi dangkal, bahkan pada puncak musim kemarau kedalaman
danau hanya mencapai 0.5-1.0 m, sebagian besar Danau mengalami kekeringan,
hanya tersisa alur-alur air di tengahnya.
Jenis fauna yang menggunakan ekosistem danau sebagai habitatnya adalah
terutama pesut Mahakam, burung dan beberapa jenis ikan (4 jenis dari familia
Anabantidae; 2 Ophiocephaloidei; 3 Ariidae; 1 Bagridae, 2 Pangasidae; 2 Clariidae;
Mastacembelidae; 10 Cyprinidae; 1 siluridae;1 Bagridae dan 1 jenis dari Scorpaenidae)
(Anonim, 1993).
Stratifikasi Danau di daerah ini dibedakan atas epilimnion; lapisan metali-
mnion dan hipolimnion.Di daerah ini dapat jelas adanya mintakat litoral, mintakat
limnetik dan mintakat profundal. Mintakat litoral adalah wilayah berair dangkal
dimana penetrasi cahaya dapat mencapai dasar perairan. Cirikhasnya adalah ter-
dapatnya vegetasi berakar di danau-danau alam. Mintakat limnetik adalah wilayah
perairan yang terbuka (tidak dibatasi tepian danau) dari permukaan air sampai
kedalaman konpensasi, yaitu kedalaman dimana intensitas cahaya mencapai nilai
dimana fotosintesis seimbang dengan respirasi.Pada umumnya nilai ini sama dengan
1 % intensitas cahaya matahari yang mencapai permukaan air. Komunitas jasad di sini
terdiri plankton, nekton dan kadang-kadang nueston.Sedangkan mintakat profundal
merupakan dasar perairan yang lapisan air di atasnya tidak lagi mengalami penetrasi
cahaya matahari yang efektif, sehingga pada daerah ini sangat terbatas kehidupan.Hasil
produksi perikanan dari perairan Danau, Sungai dan rawa yang luasnya 104.707 ha,
pada waktu musim hujan dan ditambah pula dengan + 500.000 ha daerah banjir
diperkirakan mampu menghasilkan ikan sebanyak 20.000 - 35.000 ton per tahun dengan
taksiran pendapatan dari daerah ini mencapai lebih dari 4 milyar rupiah per tahun
(TAD, 1987). Fauna yang terdapat di perairan umum yang terpenting ialah jenis-jenis
ikan, kura-kura air tawar, ular air/besisi, ikan hias dan pesut (Orcaella brevirostris).
Jenis-jenis ikan Kalimantan Timur telah lama menjadi sumber ekonomi yang
penting bagi rakyat. Selain dikonsumsi di Kalimantan Timur sendiri dipasarkan juga
diekspor ke luar negeri. Jenis-jenis ikan ekonomis penting tersebut berupa udang
(antara lain udang galah atau Macrobrachium sp.), patin ( Helicophagus typus), gabus
(Ophiocephalus striatus), repang (Puntius javanicus), baung (Macrones nemurus),
kendia (Thynichthys vailanti), jelawat (Leptobarbus hoeveni), sepat siam
(Trichogaster pectoralis), biawan (Helostoma teminci), dll Jenis-jenis ikan hias belum
banyak diteliti di Kalimantan Timur. Akan tetapi dari pengamatan-pengamatan serta
referensi yang ada diketahui bahwa Kalimantan Timur mengandung potensi jenis-
jenis ikan hias air tawar. Jenis-jenis ikan hias ini terdapat di perairan sungai Muara
Kaman sampai Muara Ancalong serta di daerah Hulu Mahakam yang terdapat banyak
riamnya Jenis-jenis buaya terdapat pada perairan sungai banyak ditemukan di rawa-
rawa, akan tetapi juga sering ditemukan di muara-muara sungai. Juga penelitian
tentang buaya di Kalimantan Timur belum banyak dilakukan.Jenis-jenis buaya
yang ada ialah buaya hitam dan buaya kuning.
Beberapa puluh tahun yang lalu banyak sekali ditemukan, namun saat ini sudah
jarang bahkan sangat sukar sekali ditemukan.Hal ini akibat perburuan terhadap buaya
ini meningkat untuk diekspor kulitnya. Jenis kura-kura air tawar yang dikenal
masyarakat terdapat di sungai-sungai Kecamatan Pasir Belengkong, Kabupaten
Pasir dan Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai untuk diambil telurnya.
3.4.Ekosistem-ekosistem Pesisir/Pantai
Wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan ( interface) antara darat dan laut;
ke arah darat, ditentukan sebagai wilayah daratan yang tergenang ataupun tidak
tergenang yang dipengaruhi oleh proses-proses kelautan seperti pasang, angin laut, dan
intrusi garam ; ke arah laut, ditentukan sebagai wilayah laut yang dipengaruhi oleh
proses-proses alami daratan (land base) seperti sedimentasi, masuknya air tawar,
dan kegiatan-kegiatan manusia seperti pencemaran dan penebangan hutan
(Kosoebiono,dkk,1982 dalam Dahuri dan Lestari, 1993).
Secara khas wilayah pesisir merupakan sebuah tempat dari beberapa
ekosistem, yang keberadaanya tidak terisolasi antar satu dengan yang lainnya
melainkan merupakan satu matarantai. Hal ini disebabkan oleh adanya aliran energi
dan aliran makanan diantara ekosistem-ekosistem tersebut, ketergantungan fisik,
persamaan dalam toleransi fisik antara satu sistem dengan yang lainnya serta ter-
dapatnya organisme-organisme yang mendiami satu ekosistem akan tetapi
menghabiskan sebagian daur hidupnya pada ekosistem yang lain (Burbridge dan
Maragos, 1985). Contoh seperangkat ekosistem yang saling berhubungan di wilayah
pesisir negara-negara tropis adalah mata rantai antara hutan mangrove, padang lamun,
serta terumbu karang. Terdapat lima jenis interaksi utama antar ketiga ekosistem
yang kompleks ini, yaitu : faktor fisika, aliran makanan dan bahan organik terlarut
(dissolve organic matter), aliran partikel bahan organik (particulate organic matter),
migrasi hewan serta adanya akibat dari kegiatan manusia (Ogden dan Gladfelter,
1983).
Perpindahan materi dan energi di antara ekosistem-ekosistem di dalam
wilayah pesisir ini baik antara wilayah pesisir dengan sistem lahan atas ataupun
dengan sistem lepas pantai hampir keseluruhannya melalui perairan. Selain itu juga
dipergunakan di dalam setiap kegiatan ekonomi, budidaya pertanian, budidaya
perikanan, pengangkutan, rekreasi dan turisme, serta sebagai tempat pembuangan
limbah.Jadi perairan dapat dipertimbangkan sebagai suatu sistem kekuatan terpadu
yang besar bagi wilayah pesisir (Clarck, 1985).
hulu kemudian dihuni Rhizopora mucronata yang memiliki volume kayu komersil
tertinggi di bandingkan dengan Bruguera parvifolia dan Bruguera sexagulata. Pada
dataran lumpur yang kosong di pelopori oleh Sonneratia, kemudian diikuti tegakan
Avicenia yang makin jauh ke dalam makin padat sampai pada jarak tertentu menipis
lagi dan mulai bercampur dengan Acrostichum. Di belakangnya baru terdapat nipah
atau spesies lain.
4.1.Dimensi Ekologis
Setiap ekosistem alamiah memiliki empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia
adalah :
(1) jasa-jasa pendukung kehidupan,
(2) jasa-jasa kenyamanan,
(3) penyedia sumberdaya alam, dan
(4) penerima limbah ( Ortoland, 1984).
menunjukan bahwa sapi yang makan rumput yang terkontaminasi pestisida diel drin
setelah 100 hari susu sapi tersebut tercemar oleh pestisida tersebut. Pestisida dapat
menimbulkan pengaruh sampingan terhadap lingkungan antara lain :
- Tumbuhnya resistensi hama.
- Musnahnya predator hama.
- Hilangnya organisme yang bermanfaat.
- Kepunahan sumber daya nutfah.
- Peledakan kembali hama.
- Peledakan hama sekunder, dan yang lain-lain.
c. Hutan Kerangas
Hutan kerangas terdapat di daerah bertanah podsol dari bahan induk silika bertekstur
kasar yang sangat asam dan mempunyai drainase kurang bagus. Jenis-jenis
penyusun antara lain Tristania obovata, Agathis dammara dan borneensis.Karena
kondisi habitat tempat tumbuhnya yang spesifik dengan keanekaragaman jenis yang
relatif rendah, maka hutan kerangas sangat rawan terhadap penebangan dan
kebakaran. Penebangan hutan kerangas lebih banyak memberikan kerugian
dibanding keuntungan. Untuk membuat hutan baru sangat sulit, biasanya cenderung
menjadi padang alang-alang.
d. Hutan Pegunungan
Hutan yang berada dipegunungan terdiri dari jenis yang secara genetis dan
lingkungan, mampu tumbuh dengan suhu rendah, intensitas cahaya rendah dan
sebaliknya kelembaban tinggi. Jenis-jenis yang spesifik antara lain Agathis
loranthifolia, dan Pinus merkusii yang dapat mengakibatkan lapangan tumbuh
menjadi sangat masam. Hutan ini sangat rawan terhadap pengaruh angin, erosi dan
tanah longsor. Hutan pegunungan yang terdiri atas jenis campuran biasanya akan
lebih baik jika dibandingkan dengan satu jenis. Hutan dengan banyak jenis,
mempunyai fungsi konservasi terhadap tanah, air yang lebih baik, disamping tingkat
kerawanannya rendah.
f. Hutang Mangrove
Hutan mangrove terbentuk oleh karena keadaan tempat tumbuh, berupa pantai
berkadar garam tertentu dan berlumpur. Perairan di pantai yang sifat airnya payau
ini diketemukan jenis yang jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan jenis
hutan daratan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaannya adalah :
a. Perubahan kadar garam tertentu, sebagai akibat curah hujan yang membawa
lumpur dan merubah muara (estuari).
b. Adanya gangguan dari berbagai jenis benthos, dengan demi- kian dapatlah
dikatakan bahwa faktor yang dapat mendorong terjadinya kerawanan perubahan
pH air, kandungan NaCl sedimen dan pencemaran air.
kalong, yang berperan dalam proses penyerbukan dan penyebaran biji, maka reproduksi
tumbuhan yang ada hubungannya juga terlambat.
Hanya 15% saja biji pepohonan tropis yang disebarkan oleh angin, sebagian
besar tergantung kepada hewan, sehingga apabila hewan-hewan ini punah, juga akan
mengakibatkan punahnya jenis-jenis pohon yang berhubungan.
Demikian juga sebaliknya, apabila rusaknya habitat dalam skala besar, riskan
akan kepunahan hewan-hewan tersebut. Kepunahan jenis yang demikian tidak dapat
dilihat secara langsung, tetapi hanya nampak pada saat masing-masing pohon/jenis
tanaman yang mengalami proses penyebaran biji dimasa lalu menjadi mati dengan
sendirinya. Hal yang sama juga terjadi pada jenis hewan yang berperan sebagai
polinator. Apabila habitat alamiah, seperti sarang terancam, akan membahayakan
kehidupan jenis tanaman yang tergantung kepadanya.
Hutan tropis dominansi tanaman angiospermae, sangat tergantung pada hewan
penyerbukannya, selain mamalia dan burung-burung yang berperan ekologis penting.
disebabkan oleh Methyl mercurie chlorid .Perlu diketahui bahwa kasus ini baru
terungkap setelah 26 tahun sejak awal limbah kimia yang mengandung air raksa itu
dibuang (1930 dibuang dan baru dikenal pada tahun 1956/1960) Begitu juga dengan
penyakit Itai-itai yang disebabkan oleh Cd.
Limbah panas dapat menimbulkan thermal schock, meningkatkan kepekaan
organisme akuatik terhadap parasit, penyakit dan toksin kimia, perubahan pola migrasi,
menurunnya kadar DO, meningkatkan keperluan oksigen, menimbulkan eutrofikasi,
menurunkan produksi telur dan kemampuan bertahannya hidup larva ikan,
terganggunya rantai makanan akuatik, berubahnya komposisi spesies.
Kejadian munculnya penyakit yang disebabkan oleh dampak limbah panas
Industri telah diketahui dari kasus di Teluk Ciguatera, USA.Penyakit ini disebabkan
oleh racun Ciguatoksin yang dibawa oleh Bakteri Toksis/virus yang terdapat pada
selubung polisakarida Alga Cyanophyceae.Seperti diketahuan, peningkatan suhu air
laut akan memacu perkembangan populasi Cyanophyceae dan dengan demikian akan
menimbulkan penyakit Ciguatera.Penyakit ini ditandai dengan kelemahan otot,
bibir,tangan dan kaki kaku dan gemetar, panas-dingin, mual linu-linu pada persendian
dan gatal-gatal.
Komponen satwa liar yang terkena dampak kegiatan HPH meliputi habitat,
kelimpahan satwa yang dilindungi dan keanekaragaman jenisnya. Kegiatan-
kegiatan yang potensial sebagai sumber dampak adalah penebangan, penyaradan,
pengangkutan kayu, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan
hutan.
Tujuan pokok dari perlindungan alam menurut UNCN - UNCP - WWF (1980)
pada hakekatnya adalah sebagai pengelolaan oleh manusia dalam memanfaatkan
biosfer, ekosistem dan jenis-jenis yang menyusunnya, untuk menghasilkan suatu
keuntungan yang berkesinambungan bagi generasi sekarang serta memelihara potensi
sumber daya alam itu untuk memenuhi kepentingan generasi yang akan datang. Aspek
utama penekanan dari perlindungan alam menurut IUNC - UNFP - WWF (1978)
adalah :
1. Penduduk dapat memperoleh keuntungan langsung perlindungan alam. Perlindungan
alam suatu usaha untuk mengatur dalam penggunaan lingkungan, agar generasi
sekarang mendapat keuntungan maksimal dari potensi sumber alam hayati dan hasil
sejumlah besar macam pelayanan yang baik dari alam (seperti ekologi, ekonomi,
etika dan budaya, ilmu pengetahuan dan intelektual). Oleh karena itu perlindungan
alam merupakan bagian integral untuk dapat menyokong pembangunan.
2. Perlindungan alam berorientasi kepada dua kerangka waktu :
a. Untuk generasi sekarang agar mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya dari
sumber alam yang ada.
b. Untuk generasi yang akan datang, menerima pemeliharaan potensi sumber alam
itu agar dapat meneruskan apa saja yang menjadi kebutuhan dan aspirasi yang
akan datang.
3. Menjaga kepunahan berbagai jenis atau spesies
4. Perlindungan suatu ekosistem atau fungsinya, seperti dapat meramalkan pemidahan
suatu energi, nutrisi dan material antara organisme dan lingkungannya.
5. Perlindungan ekosistem atau species merupakan suatu aspek pokok usaha yang lebih
luas dan keras dari rencana-rencana dan peraturan manusia dalam menggunakan
sumber alam.
6. Perlindungan alam selain terhadap sumber daya hayati juga memperhatikan pula
sumber daya non hayati seperti, air, tanah, unsur hara dan atmosfir.
Dari daftar yang dikeluarkan Direktorat PPA tahun 1978, terdapat kurang lebih
135 marga dari 62 familia yang termasuk langka. Jenis binatang yang dilindungi
berdasarkan Peraturan Pemerintah dan Surat Keputusan menteri Pertanian tahun 1970,
1972, 1973, 1977, 1978, 1978, 1979, 1980, seluruhnyya tercatat kurang lebih 600 jenis.
yang ditanam adalah jenis pakan dan cover, antara lain : meranti, keladus, kapur
dan keruing (pucuk dan tunas untuk pakan Owa-Owa), merkunyit,
mendarahan, kapol dan rotan (daun,pucuk untuk pakan, pohon untuk cover
beruk), beringin, dahu,ebony (buah, daun untuk pakan, pohon untuk Macaca
fascicularis ), bengkirai, trema, kujijang ( daun, pucuk untuk pakan kancil dan
kijang) dan jenis-jenis dipterocarpaceae yang menjadi cover dan pakan burung
rangkong, burungmadu serta kuau.
(b) Memelihata arean Virgin forest sebagai areal pengungsian satwa dengan
memperhatikan dinamika populasi dan komposisi herbivora -carnivora. kegiatan
pokok pemeliharaan berupa inventarisasi jenis flora dan fauna serta
pengamatan arah penyebaran satwa.
(c) Pemasangan papan larangan berburu satwa dilindungi di areal hutan baik
kawasan lindung maupun areal produktif.
(d) Pengelolaan kawasan lindung yang meliputi areal berlereng > 40 %, areal
pengugsian satwa, sempadan sungai dan hutan lindung secara khusus untuk
perlindungan keanekaragaman dan kelimpahan satwaliar.
5.3.Pendekatan Institusi
Pendekatan ini adalah mekanisme kelembagaan yang ditempuh pemrakarsa
dalam rangka menanggulangi dampak penting. Kegiatan ini dapat dicapai melalui
langkah-langkah berikut :
- Membentuk divisi pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam struktur
organisasi HPH dengan kedudukan sejajar divisi Pembinaan Hutan dan Divisi
Logging.
- Kerjasama dengan instansi terkait yang berkepentingan dan berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup, misalnya instansi vertikal maupun horizontal
( dengan Kanwil Dephut, BBLH Tk I , Pemda TK II, dan lainnya).
- Pengawasan terhadap hasil unjuk kerja pengelolaan lingkungan oleh instansi yang
berwenang;
- Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan secara berkala kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
BAHAN ACUAN
Deshmukh Ian, 1992. Ekologi dan Biologi Tropik. Yayasan Obor, Jakarta.