Anda di halaman 1dari 12

PAPER  NAMA : MUHAMMAD

MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

LOW VI SI ON

Disusun oleh:

MUHAMMAD LUTHFI
120100145

Supervisor:
dr. Aryani A. Amra, M.Ked (Oph), Sp.M (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2017
PAPER  NAMA : MUHAMMAD
MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia- Nya
 Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Low
 Low
Vision”
Vision” ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Aryani A.
Amra, M. Ked (Oph), Sp.M (K) selaku supervisor pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi
mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan  Low Vision.
Vision. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses
 pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan
kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2017

Penulis

i
PAPER  NAMA : MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ...............................................................................................................i
Daftar Isi .......................................................................................................................ii
Daftar Gambar .............................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................... ..................................................1
1.2. Tujuan .............................................. ..........................................................2
1.3. Manfaat ............................................... .......................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definsi .......................................... .................................................. ............3
2.2. Epidemiologi .......................................... .................................................. ..3
2.3. Etiologi .................................................. ................................................... ..4
2.4. Klasifikasi ................................................... ...............................................8
2.5. Gejala Klinis .................................................. .............................................9
2.6. Penegakan Diagnosis ................................. .................................................9
2.6.1. Anamnesis ................................................. .....................................9
2.6.2. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan ................................. .................11
2.6.3. Tes Melakukan Aktivitas Visual ........................................... ........14
2.7. Penatalaksanaan ............................................... ........................................14
2.7.1. Alat Bantu Low Vision ..................................................................15

BAB 3 KESIMPULAN .................................................................. ............................21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... ............................23

LAMPIRAN

ii
PAPER  NAMA : MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR GAMBAR
 Nomor Keterangan Gambar Halaman

Gambar 1. Gambaran buram pada penderita katarak. 6


Gambar 2. Degenerasi makular yang mempengaruhi area sentral 7
dari retina, umumnya menyebabkan kehilangan penglihatan
area sentral secara progresif.
Gambar 3. Glaukoma umumnya dihubungkan dengan peningkatan 7
tekanan di dalam bola mata yang menyebabkan adanya
titik buta dan konstriksi penglihatan perifer.
Gambar 4. Penilaian ketajaman penglihatan dengan kartu ETDRS 12
 pada jarak 1 meter.
Gambar 5. Kartu pemeriksaan sensitivitas kontras. 12
Gambar 6. Gambaran macular perimetry pada skotoma parasentral 13
Gambar 7. Kacamata bantu penglihatan kurang. Pasien 16
memperlihatkan jarak membaca yang dekat
(dengan kacamata lentikular), tetapi dengan kedua tangan
 bebas memegang bahan bacaan.
Gambar 8. Jenis-jenis kaca pembesar. 17
Gambar 9. Teleskop untuk penglihatan kurang. 18

iii
PAPER  NAMA : MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
 Low vision adalah salah satu gangguan penglihatan berat selain dari kebutaan.
Menurut versi terakhir dari World Health Organization (WHO)  International
Classification of Diseases, ICD-10 tahun 2015, istilah low vision digolongkan sebagai
gangguan penglihatan kategori 1 atau 2 yang didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana ketajaman penglihatan terbaik seseorang lebih rendah dari 6/18 dan lebih baik
atau sama dengan 3/60 dengan keadaan kedua mata terbuka setelah pemberian
koreksi.1
Walaupun tidak sepenuhnya kehilangan kemampuan penglihatannya, orang
dengan low vision akan mengalami gangguan yang cukup bermakna dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari seperti membaca dan mengemudi.2
Di seluruh dunia, angka prevalensi kasus low vision diperkirakan mencapai 2%
dari total penduduk atau sekitar 124 juta kasus. Di Amerika Serikat pada tahun 2010
terdapat 2,9 juta kasus low vision  dengan 63% kasus ditemukan pada pasien
 perempuan. Angka ini mengalami peningkatan dari 2,4 juta kasus pada tahun 2000. Di
Indonesia sendiri setidaknya terdapat 2,1 juta kasus severe low vision pada tahun 2013.
Kasus ini dapat dijumpai pada hampir semua rentang usia, walaupun prevalensi
tertinggi diketahui terdapat pada rentang usia lanjut yaitu 65-74 tahun.3-5
Penatalaksanaan low vision yang efektif dimulai segera setelah pasien mengalami
kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Rencana penatalaksanaan harus
mempertimbangkan tingkat fungsi penglihatan, tujuan -tujuan intervensi yang realistis,
dan beragam alat yang dapat membantu. Pasien harus menghadapi kenyataan bahwa
 penurunan penglihatan biasanya bersifat progresif. Semakin c epat mereka beradaptasi
dengan alat bantu low vision, semakin cepat mereka dapat menyesuaikan diri dengan
teknik-teknik baru untuk menggunakan penglihatan tersebut. Evaluasi pasien low
vision tidak pernah boleh ditunda kecuali jika seseorang sedang berada dalam fase aktif
tindakan medis atau bedah.6

1
PAPER  NAMA : MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan teori-teori tentang
low vision, mulai dari definisi sampai diagnosis dan penatalaksanaannya. Penyusunan
makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelakasanaan kegiatan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan pemahaman
 penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami tentang low
vision, dan mampu melaksanakan diagnosis serta penatalaksanaan terhadap gangguan
ini sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia.

2
PAPER  NAMA : MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

c. Hipoplasia nervus optikus.


d. Albinisme.
e. Atrofi optik.
f. Infeksi kongenital.
Pada orang dewasa di Amerika Serikat, penyebab utama low vision diantaranya
adalah:8
a. Degenerasi makular yang terkait usia.
 b. Katarak.
c.  Diabetic eye (retinopati diabetik).
d. Glaukoma.
Secara umum di seluruh dunia, faktor-faktor etiologi low vision yang diketahui:8
a. Katarak.
 b. Glaukoma.
c. Degenerasi makular yang terkait usia.
d. Opasifikasi kornea.
e. Retinopati diabetik.
f. Trakoma.
Menurut penelitian oleh Wong, dkk tentang low vision  pada etnis Melayu di
Singapura, didapati katarak menjadi penyebab utama low vision (72,1%), diikuti oleh
retinopati diabetik (5,1%), degenerasi makular terkait usia (3,8%), glaukoma (2,9%)
serta penyebab-penyebab lainnya (16,1%) antara lain opasifikasi kapsul posterior,
lubang makular, jaringan parut kornea, dan amblyopia. Data yang tidak jauh berbeda
 juga didapati dari penelitian tentang etiologi low vision di Indonesia, dimana katarak
menjadi faktor penyebab utama dengan 61,3%, diikuti ambl yopia, degenerasi makular,
serta penyebab-penyebab lainnya yang tidak diketahui.9,10
a. Katarak
Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa sehingga cahaya tidak dapat
difokuskan dengan tepat kepada retina. Keluhan penurunan ketajaman penglihatan
akibat katarak sering dijumpai dengan mudah pada pasien saat anamnesis karena

5
PAPER  NAMA : MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

 pada umumnya pasien akan menjelaskan aktivitas-aktivitas yang harus dibatasi


 bahkan ditinggalkannya akibat penyakit ini. Tipe katarak yang berbeda akan
memiliki efek yang berbeda pula terhadap perubahan ketajaman penglihatan.11
Efek pada Efek pada
Laju
Silau Penglihatan Penglihatan
Perkembangan
Jauh Dekat
Kortikal Sedang Sedang Ringan Ringan
 Nuklear Lambat Ringan Sedang Tidak ada
Subkapsular posterior Cepat Bermakna Ringan Bermakna
Tabel 2. Katarak dan efeknya terhadap ketajaman penglihatan10

Gambar 1. Gambaran buram pada penderita katarak 8

 b. Retinopati Diabetik


Perubahan ketajaman penglihatan akibat retinopati diabetik awalnya disebabkan
oleh pembengkakan lensa setelah terpapar kadar gula yang tinggi secara
 berkepanjangan yang bersifat reversibel maupun ireversibel (menyebabkan
katarak). Sedangkan pada kasus diabetes yang kronis, akan terjadi kerusakan
 pembuluh darah di retina yang pada tahap akhir dapat menyebabkan kebocoran
darah ke retina dan vitreous, menyebabkan gangguan penglihatan.8

6
PAPER  NAMA : MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

c. Degenerasi Makular Terkait Usia


Merupakan penyakit yang disebabkan oleh degenerasi fotoreseptor dan epitel
 pigmen di area makula. Penyakit ini merupakan penyebab utama kehilangan
visualisasi sentral pada usia diatas 50 tahun.8

Gambar 2. Degenerasi makular yang mempengaruhi area sentral dari retina,


umumnya menyebabkan kehilangan penglihatan area sentral secara progresif 8

d. Glaukoma
Glaukoma adalah sekelompok kondisi yang bermanifestasi pada kerusakan saraf
optikus dan hampir selalu berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuli, atau
tekanan di dalam bola mata.8

Gambar 3. Glaukoma umumnya dihubungkan dengan peningkatan tekanan di dalam


 bola mata yang menyebabkan adanya titik buta dan konstriksi penglihatan perifer.8

7
PAPER  NAMA : MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Pada glaukoma tipe sudut tertutup, terjadi penyumbatan aliran sistem drainase mata.
Hal ini selanjutnya menyebabkan peningkatan tekanan di dalam bola mata secara
tiba-tiba, menyebabkan mata merah, mual, dan muntah. Penurunan penglihatan
terjadi akibat adanya pembengkakan dari kornea.12

2.4. Klasifikasi
The International Classification of Diseases, ICD-10, membagi
mengelompokkan gangguan penglihatan binokular menjadi 7 kategori sebagai
 berikut:1
Ketajaman penglihatan berdasarkan jarak
Kategori Lebih rendah daripada: Sama atau lebih baik
daripada:
Ringan atau tanpa 6/18
gangguan penglihatan 3/10 (0,3)
0 20/70
6/18 6/60
Gangguan visual sedang
3/10 (0,3) 1/10 (0,1)
1
20/70 20/200
6/60 3/60
Gangguan visual berat
1/10 (0,1) 1/20 (0,05)
2
20/200 20/400
3/60 1/60*
Kebutaan
1/20 (0,05) 1/50 (0,02)
3
20/400 5/300 (20/1200)
*
1/60
Kebutaan
1/50 (0,02) Persepsi cahaya
4
5/300 (20/1200)
Kebutaan
Tidak dijumpai persepsi cahaya
5
9 Tidak dapat ditentukan atau dikategorikan
*
 atau mampu menghitung jari pada jarak 1 meter
Tabel 2. Klasifikasi low vision berdasarkan ICD-10.1

Istilah low vision yang terdapat pada edisi revisi sebelumnya telah dirubah dan
sekarang low vision  didefinisikan sebagai gangguan mata kategori 1 dan 2 sesuai
dengan tabel di atas.1

8
PAPER  NAMA : MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. International statistical classification of diseases and


related health problems 10th revision.
Available at: apps.who.int/classification/icd10/browse/2015/en (Accessed 9
October 2017)
2. Arya, S. K., Kalia, A., Pant, K., Sood, S. Low vision devices. Nep J Oph. 2010.
2(3):74-77.
3. Final Report: Anec Report “New Standard for the Visual Accessibility of Signs
and Signage for People with Low Vision”. Universitair Ziekenhuis Gent. 2010.
4.  National Eye Institute. Low Vision.
Available at: https://www.nei.nih.gov/eyedata/lowvision#1 (Accessed 9 October
2017)
5. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
6. Faye E. E. 2010. Penglihatan Kurang. Dalam: Riordan-Eva, P., Whitcher, J. P.
Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.
7. Thomas, R., Barker, L., Rubin, G., Dahlmann-Noor, A. Assistive technology for
children and young people with low vision. Cochrane Database of Systematic
 Reviews 2015, Issue 6.
8. Schwartz, T. L. Causes of Visual Impairment: Pathology and Its Complications.
Dalam: Corn, A. L., Erin, J. N. Foundations of Low Vision, Clinical and
Functional Perspectives Second Edition. 2010. New York: AFB Press.
9. Wong, T. Y., Chong, E. W., Wong, W., Rosman, M., Aung, T., Loo, J., dkk.
Prevalence and Causes of Low Vision and Blindness in an Urban Malay
Population. Arch Ophthalmol . 2008. 126(8):1091-9.

23
PAPER  NAMA : MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA  NIM : 120100145
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

10. Saw, S-M., Husain, R., Gazzard, G. M., Koh, D., Widjaja, D., Tan, D. T. Causes
of low vision and blindness in rural Indonesia. Br J Ophthalmol . 2003. 87:1075-
8.
11. American Academy of Ophthalmology. Lens and Cataract –   Basic and Clinical
Science Course, Section 11. 2014-2015. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology.
12. Chan, E. C., Chiang P. P., Liao, J., Rees, G., Wong, T. W., Lam, J. S. Glaucoma
and Associated Visual Acuity and Field Loss Significantly Affect Glaucoma-
Specific Psychosocial Functioning. American Academy of Ophthalmology. 2015.
122:494-501.
13. American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics  –   Basic and Clinical
Science Course, Section 3. 2014-2015. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology.
14. Olusanya, B., Onoja, G., Ibraheem, W., Bekibele, C. Profile of patients
 presenting at a low vision clinic in a developing country. BMC Ophthalmology.
2012. 12:31.
15. Thapa, H. B., Gautam, P., Mahotra, N. B., Bajracharya, K. Clinical Profile of
Patients to Low Vision Clinic of a Tertiary Center in Western Region of Nepal.
 Journal of Universal College of Medical Sciences. 2014. 2(6):35-39.
16. Hamade, N., Hodge, W. G., Rakibuz-Zaman, M., Malvankar-Mehta, M. S. The
Effects of Low-Vision Rehabilitation on Reading Speed and Depression in Age
Related Macular Degeneration: A Meta-Analysis. PLoS ONE . 2016. 11(7):1-15.
17. Keeffe, J. Vision Assessment and Prescription of Low Vision Devices.
Community Eve Health. 2004. 17(49).
18. Khurana, A. K. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. 2007. New
Delhi: New Age International (P) Ltd., Publishers.

24

Anda mungkin juga menyukai