Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan tentang massa jenis dalam sebuah praktikum sangat penting
mengingat bahwa pengetahuan tentang massa jenis akan selalu dibutuhkan
dalam dunia farmasi terutama untuk mengetahui kemurniaan dari suatu zat.
Setiap zat memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik dari segi fisik
maupun kimia. Sifat fisik yaitu sifat yang dapat kita amati secara langsung
seperti Cairan, gas, dan padat, Serta sifatnya yang dapat diukur seperti massa
dan volume, dan warna. Sedangkan sifat kimia yaitu sifat yang tidak dapat
diamati secara langsung seperti seperti kelarutan, dan kerapatan.
Keadaan bahan secara keseluruhan dapat dibagi menjadi zat gas,padat,dan
fluida. Zat padat tentu mempertahankan bentuknya, sedangkan fluida tidak
mempertahankan bentuknya, serta gas mengembang menempati semua ruang
tanpa memperdulikan bentuknya.Teori fluida sangat kompleks, sehingga
dimulai dari yang paling dasar yaitu Penentuan Bobot jenis dan Kerapatan zat.
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat terhadap air dengan
volume yang ditimbang di udara pada suhu yang sama. Penetapan bobot jenis
digunakan hanya untuk senyawa berbentuk cairan, kecuali dinyatakan pada
perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis yaitu suhu dan konsentrasinya.
Adapun sifat dari zat cair diantaranya:
1. Bentuk mengikuti tempat dan volumenya tetap.
2. Molekulnya dapat bergerak tetapi tidak semudah gerak molekul gas.
3. Jarak partikelnya lebih dekat daripada gas sehingga lebih sukar di
mampatkan.
4. Dapat diuapkan dengan memerlukan energi.
Kerapatan adalah turunan besaran yang menyangkut satuan massa dan
volume. Kerapatan juga merupakan suatu sifat zat yang berbeda, misalnya Air
dan minyak ketika dicampur akan terjadi perbedaan kerapatan. Bila kerapatan
benda lebih besar dari kerapatan air, maka benda tersebut akan tenggelam
dalam air. Namun bila kerapatannya lebih kecil maka benda tersebut akan
mengapun. Selain itu peristiwa mengapung,melayang,dan tenggelam itu
dipengaruhi oleh perbandingan bobot jenis zat-zat tersebut. Untuk mengetahui
cara mengukur bobot jenis dan kerapatan zat pada beberapa sampel dengan
menggunakan piknometer.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa mampu menentukan density dan specific gravity dari beberapa
zat cair dan zat padat menggunakan piknometer.
BAB II
DASAR TEORI
A. TEORI UMUM
Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang
volumenya sama pada suhu yang sama dan dinyatakan dalam desimal. Penting
untuk membedakan antara kerapatan dan bobot jenis. Kerapatan adalah massa
per satuan volume, yaitu bobot zat per satuan volume. Misalnya, satu milliliter
raksa berbobot 13,6 g, dengan demikian kerapatannya adalah 13,6 g/mL. jika
kerapatan dinyatakan sebagai satuan bobot dan volume,maka bobot jenis
merupakan bilangan abstrak. Bobot jenis menggambarkan hubungan antara
bobot suatu zat terhadap sebagian besar perhitungan dalam farmasi dan
dinyatakan memiliki bobot jenis 1,00 sebagai perbandingan, bobot jenis
gliserin adalah 1,25,artinya bobot gliserin 1,25 kali bobot volume air yang
setara ,dan bobot jenis alkohol adalah 0,81 kali bobot volume air yang setara. (
Ansel, 2006).
Zat yang memiliki bobot jenis lebih kecil dari 1,00 lebih ringan daripada
air. Sedangkan zat yang memiliki bobot jenis lebih besar dari 1,00lebih berat
daripada air. Bobot jenis dinyatakan dalam desimal dengan beberapa angka di
belakang koma sebanyak akurasi yang diperlukan pada penentuannya. Pada
umumnya, dua angka di belakang koma sudah mencukupi. Bobot jenis dapat
dihitung atau untuk senyawa khusus dapat ditemukan dalam United States
Pharmacopeia (USP) atau buku acuan lain. Bobot jenis suatu zat dapat
dihitung dengan mengetahui bobot dan volumenya ( Ansel, 2006).
Bobot jenis suatu zat dapat di hitung dengan mengetahui bobot dan
volumenya melalui persamaan berikut (Ansel,2004).
Kerapatan adalah massa per unit volume suatu zat pada temperatur
tertentu. Sifat ini merupakan salah satu sifat fisika yang paling sederhana dan
merupakan salah satu sifat fisika yang paling definitive,dengan demikian
dapat digunakan untuk menentukan kemurniaan suatu zat (Ansel,2004).
Kerapatan atau densitas adalah massa per satuan. Satuan umumnya adalah
kilogram per meter kubik, atau ungkapan yang umum, gram per sentimeter
kubik, atau gram per milliliter.Pernyataan awal mengenai kerapatan adalah
bobotjenis.Satuannya sudah kuno dan sebaiknya tidak dipakai lagi. Penjelasan
berikut diberikan sebagai petunjuk (Brescia,1975) British standard 2955
(1958) mendefenisikan tiga istilah yang berlaku untuk partikel itu sendiri.
Partikel kepadatan massa partikel dibagi dengan volumenya.
Istilah yang berbeda muncul dari cara dimana volume didefenisikan (Gibson,
2004).
1. Kerapatan partikel sejati adalah ketika volume diukur tidak termasuk baik
terbuka dan tertutup pori-pori dan merupakan property fundamental dari
suatu material.
2. Kerapatan partikel jelas adalah ketika volume diukur meliputi intrapartikel
pori-pori
3. Kerapatan partikel yang efektif adalah volume dilihat oleh fluida bergerak
melewati partikel. Itu sangat penting dalam proses seperti sedimentasi atau
fluidization tetapi jarang digunakan dalam bentuk sediaan padat.
Ahli farmasi sering kali mempergunakan besaran pengukuran ini apabila
mengadakan perubahan antara massa dan volume. Kerapatan adalah turunan
besaran karena menyangkut satuan massa dan volume. Batasannya adalah
massa per satuan volume pada temperatur dan tekanan tertentu, dan
dinyatakan dalam sistem cgs dalam gram per sentimeter kubik (gram/cm3).
Berbeda dengan kerapatan, berat jenis adalah bilangan murni tanpa dimensi,
yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang
cocok. Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat
terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang
sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus. Istilah berat jenis, dilihat dari
definisinya, sangat lemah, akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai
kerapatan relatif ( Martin,1990).
b. Sampel
1 sampel –
A (20,1+20,1+20,1) (42,1+ 42,1+42,0) 21,96g Bobot
g= g=42,
3. 3 3 pikno
20,1g 06g kosong ) :
Bobot Vol. Pikno
Bobot rata-rata Bobot rata-rata pikno rata-rata
pikno kosong = + Alkohol 40%= 43g Alkohol = 22,85g
20,35g 40%= 25 ml
22,85g =
0,914g/ml
ρ Alkohol
40% =
0,914g/ml
Bobot
Bobot rata-rata Bobot rata-rata pikno rata-rata
pikno kosong = + Sorbitol= 54,52g Sorbitol=
21,09g 16,70g
1 sampel –
B 3. (20,5+20,5+20,5) (43+43+ 43) 22,5g Bobot
g= g= 43g
3 3 pikno
20,5g Bobot kosong ) :
Bobot rata-rata pikno rata-rata Vol. Pikno
Bobot rata-rata + Alkohol 50%= Alkohol
pikno kosong = 40,27g 50% = = 21,31g
18,96g 21,31g 25 ml
=
0,852g/ml
ρ Alkohol
50% =
0,852g/ml
ρ Alkohol
60% =
0,804g/ml
= 22,16g
25 ml
=
1. 21,7g
(41,2+ 41,2+41,2) 0,886g/ml
g=41,
3
2g ρ PEG =
0,886g/ml
K No Bobot Piknometer Bobot Piknometer + Bobot Densitas
E Kosong (A) Sampel (B) Sampel Sampel
L (B-A)
O (19,5+19,5+19,5) (41,2+41,2+41,2)g= 21g
g=19
3
M 2. 41,2g
,5g (40,3+40,3+40,29)g= 23,8g
P
O 40,29g
K Bobot rata-rata pikno Bobot
+ Propilenglikol rata-rata
1 (PEG) = 40,89g Propileng
A likol
(PEG)=
22,16g
K No Bobot Piknometer Bobot Piknometer + Bobot Densitas
E Kosong (A) Sampel (B) Sampel Sampel
L (B-A)
O
M
P
O
K
1
A
K No Bobot Piknometer Bobot Piknometer + Bobot Densitas
E Kosong (A) Sampel (B) Sampel Sampel
L (B-A)
O
M
P
O
K
1
A
1.
2.
3.
K No Bobot Piknometer Bobot Piknometer + Bobot Densitas
E Kosong (A) Sampel (B) Sampel Sampel
L (B-A)
O 1. (19,2+19,2+19,0)
g=
(42,5+42,4+ 42,4)
g=42,
23,3g Maka
3 3 densitas
M
19,1g 4g sampel =
P
O 2. (Bobot
(20,3 g+20,3+20,3) (41,2+ 41,2+41,2) 20,9g
g= g=41, Pikno
K 3 3
20,3g 2g berisi
1 sampel –
A 3. (20,1 g +20,0+20,1)
g=
(43+42,9+ 42,9) g
=42,9
22,8g Bobot
3 3
pikno
20g g Bobot kosong ) :
rata-rata Vol. Pikno
Bobot rata-rata Bobot rata-rata pikno CMC
pikno kosong = + CMC 0,7%= 0,7% = = 22,33g
19,8g 42,16g 22,33g 25 ml
=
0,893g/ml
ρ CMC
0,7% =
0,893g/ml
2. Pembahasan
a. Kelompok 1A:
Densitas (Massa Jenis Air = 0,998 g/ml
ρ Alko h ol 40 %
BJ Alkohol 40% = =
ρ Air
0,914 g/ml
=0,915 g /ml
0,988 g /ml
ρ Sorbitol 0,668 g /ml
BJ Sorbitol = =¿ =0,669 g/ml
ρ Air 0,988 g /ml
ρCMC 0,9 % 0,972 g /ml
BJ CMC 0,9% = =¿ =0,973 g/ml
ρ Air 0,988 g /ml
b. Kelompok 1B:
ρ Alko h ol 50 %
BJ Alkohol 50% = =
ρ Air
0,852 g /ml
=0,928 g/ml
0,918 g /ml
ρ Alko h ol 60 %
BJ Alkohol 60% = =
ρ Air
0,804 g/ ml
=0,926 g /ml
0,868 g / ml
ρ Propilenglikol
BJ Propilenglikol = =¿
ρ Air
0,886 g / ml
=1,020 g/ml
0,868 g / ml
Dari data hasil praktikum yang didapatkan dari bobot jenis Aquadest
kelompok 1A adalah 0,998 g/ml yang artinya dapat dibulatkan menjadi 1 g/ml,
bahwa bobot jenisnya jika disimpulkan sesuai dengan literatur yang didapatkan.
Kemudian pada bobot jenis sampel yakni Alkohol 40% menggunakan perhitungan
berdasarkan v /v yakni sebagai berikut : V1xN1=V2xN2 maka (…mlx70%)=(100
100 ml x 40 %
mlx40% )= =57,5 ml , merupakan volume yang digunakan untuk
70 %
mengencerkan alkohol 70% menjadi 40%. Setelah itu didapatkan hasil bobot jenis
alkohol 40% yakni 0,915 g/ml sedangkan menurut literatur alkohol 40% memiliki
BJ senilai 0,9473 g/ml. Maka dapat disimpulkan bahwa BJ alkohol yang
didapatkan kurang dari literatur (FI IV hal 1221). Kemudian Bobot Jenis untuk
Sorbitol didapatkan hasil yakni 0,669 g/ml sedangkan menurut literatur
(Handbook of Excipient, hal 679) adalah 1,49 g/ml. Maka disimpulkan bahwa
bobot jenis yang didapat kurang dari menurut literatur. Terakhir sampel yang
digunakan pada Kelompok 1A yakni CMC 0,9% yang dihitung terlebih dahulu
untuk menentukan berat CMC 0,9% yang akan ditimbang: CMC 0,9% =
0,9 g
=0,9 g(900 mg) selanjutnya dilakukan penaburan CMC tersebut di atas
100 ml
aquadest kira-kira 1/3 volume dari 100 ml yang dituang ke mortir lalu digerus ad
homogen, kemudian dimasukkan pada pikno yang selanjutnya akan ditimbang
sebanyak 3x replikasi seperti pada sampel sebelumnya. Setelah itu didapatkan BJ
CMC 0,9% yakni 0,973 g/ml, sedangkan menurut literatur adalah 0,52 g/ml
(Handbook of Excipients Ed. VI hal 78). Maka disimpulkan bahwa hasil bobot
jenis yang didapat lebih besar dibandingkan dengan literatur.
100 ml x 50 %
mlx70%)=(100 mlx50% ) = =71,4 ml , merupakan volume yang
70 %
digunakan untuk mengencerkan alkohol 70% menjadi 50%. Setelah itu didapatkan
hasil bobot jenis alkohol 50% yakni 0,928 g/ml sedangkan menurut literatur
alkohol 50% memiliki BJ senilai 0,9289 g/ml. Maka dapat disimpulkan bahwa BJ
alkohol yang didapatkan sesuai dari literatur (FI IV hal 1222). Kemudian Bobot
Jenis untuk Gliserin didapatkan hasil yakni 1,328 g/ml sedangkan menurut
literatur (FI IV hal 413) tidak kurang dari 1,249 g/ml. Maka dapat disimpulkan
bahwa hasil Gliserin yang didapat lebih besar dari literatur. Sampel terakhir yakni
CMC 0,5% yang dihitung terlebih dahulu untuk menentukan berat CMC 0,5%
0,5 g
yang akan ditimbang: CMC 0,5% = =0,5 g(500 mg) selanjutnya dilakukan
100 ml
penaburan CMC tersebut di atas aquadest kira-kira 1/3 volume dari 100 ml yang
dituang ke mortir lalu digerus ad homogen, kemudian dimasukkan pada pikno
yang selanjutnya akan ditimbang sebanyak 3x replikasi seperti pada sampel
sebelumnya. Setelah itu didapatkan BJ CMC 0,5% yakni 1,00 g/ml, sedangkan
menurut literatur adalah 0,52 g/ml (Handbook of Excipients Ed. VI hal 78). Maka
disimpulkan bahwa hasil bobot jenis yang didapat lebih besar dibandingkan
dengan literatur.
100 ml x 60 %
mlx60% ) = =85,7 ml , merupakan volume yang digunakan untuk
70 %
mengencerkan alkohol 70% menjadi 60%. Setelah itu didapatkan hasil bobot jenis
alkohol 60% yakni 0, 926 g/ml sedangkan menurut literatur alkohol 60% memiliki
BJ senilai 0,9076 g/ml. Maka dapat disimpulkan bahwa BJ alkohol yang
didapatkan lebih besar dari literatur (FI IV hal 1222). Kemudian Bobot Jenis
untuk Propilenglikol (PEG) didapatkan hasil yakni 1,020 g/ml sedangkan menurut
literatur (FI IV hal 712) antara 1,035-1037 g/ml g/ml. Maka dapat disimpulkan
bahwa hasil Propilenglikol (PEG) yang didapat kurang dari literatur. Sampel
terakhir yakni CMC 0,7% yang dihitung terlebih dahulu untuk menentukan berat
0,7 g
CMC 0,7% yang akan ditimbang: CMC 0,7% = =0,7 g(700 mg)
100 ml
selanjutnya dilakukan penaburan CMC tersebut di atas aquadest kira-kira 1/3
volume dari 100 ml yang dituang ke mortir lalu digerus ad homogen, kemudian
dimasukkan pada pikno yang selanjutnya akan ditimbang sebanyak 3x replikasi
seperti pada sampel sebelumnya. Setelah itu didapatkan BJ CMC 0,7% yakni
1,028 g/ml, sedangkan menurut literatur adalah 0,52 g/ml (Handbook of
Excipients Ed. VI hal 78). Maka disimpulkan bahwa hasil bobot jenis yang
didapat lebih besar dibandingkan dengan literatur.
BAB V
KESIMPULAN
1. Pada piknometer berisi Aquades didapatkan bobot jenis dan rapat jenis
dengan hasil rata-rata yaitu 0, 0,998 g/ml, 0,918 g/ml dan 0,868 g/ml.
2. Pada piknometer berisi Alkohol 40,50,60% didapatkan bobot jenis dan
rapat jenis dengan hasil rata-rata yaitu 0,915 g/ml, 0,928 g/ml dan
0,926 g/ml.
3. Pada piknometer berisi CMC 0,9%;0,5%;0,7% didapatkan bobot jenis
dan rapat jenis dengan hasil rata-rata yaitu 0,973 g/ml, 1,00 g/ml dan
1,028 g/ml.
4. Pada piknometer berisi Sorbitol,Gliserin dan Propilenglikol didapatkan
bobot jenis dan rapat jenis dengan hasil rata-rata yaitu 0,669 g/ml,
1,328g/ml dan 1,020 g/ml.
A. SARAN
1. Pada saat pengukuran suhu diharapkan penurunan atau kenaikan suhu
diperhatikan dengan seksama, karena jika suhu turun atau naik
melebihi dari ditentukan, tentu saja hasil yang diberikan akan
menyimpang.
2. Pada saat memegang piknometer sebaiknya menggunakan tissue atau
kain jangan menggunakan tangan secara langsung, karena
dikhawatirkan lemak yang terdapat pada tangan akan menempel di
piknometer sehingga akan menambah berat piknometer.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Petrucci, R. H., 1985. General Chemistry, Principles and Application 4th Ed.
Collier Mac Inc., New York.