Anda di halaman 1dari 29

ARTIKEL TEMA KEISLAMAN:

1. TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN


DALAM ISLAM
2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS)
5. AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM.

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Alya Septiana


NIM : E1A020004
Fakultas&Prodi : FKIP & Pend.Biologi
Semester : Ganjil/1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM

1
T.A. 2020/2021

2
Catatan:
Tema di atas bukan untuk dipilih salah satunya, dari nomor 1 s.d 5 harus dimuat di
dalam 1 artikel besar dengan BAB-BAB tersendiri.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini. Atas hidayah dan karunia-Nya telah memberikan penulis kesempatan untuk dapat
menyelesaikanartikel ini.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas syafaat dan risalah beliau lah yang bermanfaat bagi kita semua sebagai petunjuk
menjalani hidup.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam. Tanpa arahan
dan bimbingan beliau, mungkin saya tidak dapat menyelesaikan tugas artikel ini
dengan baik dan benar.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi pembaca dan bias menjadi
rujukan peneliti selanjutnya. Dengan kerendahan hati, saya memohon maaf apabila
ada kesalahan penulis. Kritik yang terbuka dan membangun sangat saya nantikan
demi kesempurnaan artikel.

Demikian kata pengantar ini saya sampaikan. Terimakasih atas semua pihak yang
sudah membantu penyusunan dan membaca artikel ini.

Penyusun, Mataram 16 oktober 2020

Nama : Alya Septiana


NIM : E1A020004

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER………………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………iii
BAB I. Tauhid: Keistimewaan&Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam………..1
BAB II. Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits………………………….8
BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits………………………………………...13
BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh (Referesnsi Al-Hadits)…………………15
BAB V. Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan serta
Keadilan Hukum dalam Islam…………………………………………………..18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….24

Ketentuan Penulisan:

Kertas A4
Margin: 3x3x3x3 cm
Spasi 1,5
Font: Arial 11
Jumlah halaman: Minimal 15
Jumlah Referensi Buku/Kitab/Web, situs, blog, dll: Minimal 10
Nomor Halaman Ketik di Sebelah pojok bawah sebelah kanan.

PERHATIAN:

Saat upload di scribd muncul form:

a. Form untuk diisi judul, maka ketik judul: Tauhid, Al-Qur'an&Hadits, Generasi
Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadilan dan Penegakan Hukum dalam
Islam, Dosen: Dr.Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos.
b. Form untuk diisi Diskripsi Dokumen/Informasi Dokumen maka ketik: Islam, Dr.
Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos, Universitas Mataram, Nama Fakultas, Nama
Prodi, Nama Kalian Sendiri.

iv
BAB 1

KEISTEMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

A. Filsafat Ketuhanan Dalam Islam

Siapakah Tuhan itu?

Tuhan (ilah) sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh


manusia sedekimian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-
Nya. Dipentingkan memliki arti secara luas, yaitu tercakup di dalmnya yang di
puja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemashlatan
atau kegembiraan dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut :

Al-ilah ialah yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-
Nya, merendahkan diri di hadapan-Nya, takut dan mengharapkan-Nya,
kepada-Nya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa dan
bertawakkal kepada-Nya untuk kemashalatan diri, meminta perlindungan dari-
Nya dan menimbulkan ketenanganndi saat mengingat-Nya dan terpaut cinta
kepada-Nya. (M.Imaduddin,1989:56)

Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bias berbentuk apa saja, yang
dipentingan manusia. Yang pasti manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin
tidak bertuhan. Berdasarkan Logika Al-Quran setiap manusia pasti ada
sesuatu yang dipertuhankannya Dengan begitu orang-orang komunis pada
hakikatnya bertuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideology atau angan-
angan (utopia) mereka.

Dalam ajaran islam diajarkan kalimat ”lailaaha illa Allah”. Susuna


kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan” kemudian
diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seseorang
muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu,
sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah swt.

Bukti keberadaan Allah dalam Al-quran :

1
‫د‬Jٌ ‫ك أَ َّن ُه َعلَى ُك ِّل َشيْ ٍء َش ِهي‬
َ ‫اق َوفِي أَ ْنفُسِ ِه ْم َح َّتى َي َت َبي ََّن لَ ُه ْم أَ َّن ُه ْال َح ُّق أَ َولَمْ َي ْكفِ ِب َر ِّب‬
ِ ‫يه ْم َءا َيا ِت َنا فِي اآْل َف‬
ِ ‫َس ُن ِر‬

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di


segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi
kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?”(QS. Fushilat
(41): 53)

Manusia sejak masih berada dalam alam ruh (arwah) telah ditanamkan
benih iman, kepercayaan dan penyaksian (syahadah) terhadap keberadaan
Allah swt. Dalam QS al-A’raf (7): 172 Allah menegaskan:

‫ت ِب َر ِّب ُك ْم َقالُوا َبلَى َش ِه ْد َنا أَنْ َتقُولُوا َي ْو َم‬


ُ ْ‫ُور ِه ْم ُذرِّ َّي َت ُه ْم َوأَ ْش َهدَ ُه ْم َعلَى أَ ْنفُسِ ِه ْم أَلَس‬ ُ َ ‫َوإِ ْذ أَ َخ َذ َرب‬
ِ ‫ُّك مِنْ َبنِي َءادَ َم مِنْ ظه‬
َ ‫ْالقِ َيا َم ِة إِ َّنا ُك َّنا َعنْ َه َذا غَافِل‬
‫ِين‬

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam


dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (QS al-A’raf:
172)

Pemikiran umat islam tentang Tuhan

Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan ilmu tauhid, ilmu kalam atau
ilmu usluhuddin di kalangan umat islam, timbul sejak wafatnya Nabi
Muhammad Saw. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal,
tradisonal, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya
aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami
Al-quran dan hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang
bersifat tradisonal. Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah
pemikiran ilmu ketuhanan dalam islam. Aliran tersebut yaitu :

a. Mu’tazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta


menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan
keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan
tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal
manzilatain).

2
Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika
Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan.
Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak rasional ialah muncul abad
kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan
akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum
Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah,
sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.

b. Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam


berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan
kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung
jawab atas perbuatannya.

c. Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia


tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua
tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.

d. Asy’ariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara Qadariah


dan Jabariah

Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam


kalangan umat islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut
di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat
Islam yang memilih aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai
teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam.
Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat
Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah
Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di antara aliran
tersebut yang nampaknya lebih dapat menunjang perkembangan ilmu
pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah aliran Mu’tazilah dan
Qadariah.

Beberapa dalil-dalil konsep ketuhanan dalam islam :

 Surat al-Anbiya, ayat 22

"Seandainya di langit dan di bumi terdapat beberapa Tuhan selain Allah,


niscaya keduanya akan rusak."

3
 Surat al-Mukminun, ayat 91

"Tidaklah Allah mempunyai anak dan tidak pula ada Tuhan disamping-Nya.
(karena jika mempunyai anak dan ada Tuhan selain-Nya), maka masing-
masing Tuhan akan membawa ciptaan-Nya sendiri dan sebagian akan lebih
unggul dari sebagian yang lainnya."

 Surat al-Qashash, ayat 71-72

"Katakanlah,’Tidakkah kalian perhatikan, jika Allah jadikan untuk kalian malam


terus menerus sampai hari kiamat, Siapakah Tuhan selain Allah yang akan
mendatangkan sinar terang kepada kalian?’ Maka apakah kalian tidak
mendengar ?"

"Katakanlah,’Tidakkah kalian renungkan, jika Allah jadikan untuk kalian siang


terus menerus sampai hari kiamat, Siapakah Tuhan selain Allah yang akan
mendatangkan malam kepada kalian untuk beristirahat?’ Tidakkah kalian
perhatikan?"

Perspektif Al Ghazali tentang konsep ketuhanan

Al-Ghazali mengatakan bahwa eksistensi Tuhan adalah sebagai Wajibul


Wujud yang tidak membutuhkan sesuatu apapun, maka ia adalah Zat Tuhan,
Zat ghair mutahajis artinya tidak memerlukan sesuatupun dalam eksistensi-
Nya.

Pengetahuan tentang Tuhan menurut Al-Ghazali diperoleh lewat cahaya.


Cahaya yang diberikan Allah adalah yang berupa citra akal pikiran manusia,
seketika menjadi jernih dan bersih tanpa adanya intervensi perasaan maupun
angan-angan. Manusia dapat memperoleh cahaya tersebut, sebab merupakan
makhluk Allah yang sesuai citra-Nya dan cahaya yang ada pada-Nya.

Ukuran kebenaran untuk memperoleh pengetahuan tentang Tuhan adalah


dengan cara bertasawuf. Tasawuf bagi Al-Ghazali dapat memberikan jawaban
yang memuaskan yaitu dalam usaha menempuh kehidupan menuju jalan
kepada Tuhan, maka pengetahuan-pengetahuan teoritis kaum sufi belum
cukup jika tidak disertai dengan pengalamannya. Jalan sufi dapat ditempuh
dengan beberapa cara, yaitu pertama, pengetahuan sufi dapat diperoleh

4
melalui akal pikiran. Kedua, berusaha memperoleh semua ilmu pegnetahuan
dengan latihan yang benar.

Konsep ketuhanan Al-Ghazali, membicarakan Tuhan adalah Hakikat


Segala Cahaya yang memiliki sifat wajibul wujud artinya wajib adanya dan
sebagai sebab pertama. Pengetahuan diri merupakan arah menuju Tuhan,
dalam arti barang siapa mengenal dirinya berarti akan mengenal Tuhannya.

Kalbu atau hati adalah sarana untuk mengenal Tuhan. Jiwa manusia
didalamnya terdapat dua potensi, pertama hati nurani yang berkecenderungan
ke arah hal-hal yang baik, kedua adalah hawa nafsu yang ebrkecenderungan
ke arah hal-hal yang buruk. Kedua potensi itu lebih dominan dalam jiwa
manusia tergantung dari keimanan dan ketakwaan masing-masing pribadi.

Tasawuf adalah jalan kebenaran untuk memperoleh pendekatan kepada


Tuhan yaitu dengan mahabah (cinta kepada Allah), syariat (melaksanakan
hukum-hukum Allah), tariqat (melalui jalan beribadah kepada Allah), dan
hakikat (menuju kepada yang hakiki) yaitu Tuhan.

Konsep Ketuhanan dalam Islam

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap
yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh
manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah
(tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan
selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda
seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai
ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165,
sebagai berikut:

ِ ‫ُون هَّللا ِ أَ ْندَ ًادا ُي ِحبُّو َن ُه ْم َكحُبِّ هَّللا ِ َوم َِن ال َّن‬
‫اس‬ ِ ‫َمنْ َي َّتخ ُِذ مِنْ د‬

“Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan
terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah”.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut


konsep tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui
dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun
acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi

5
Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia
mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya
nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab
sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha-besaran
Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Nabi Muhammad dalam
mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan
masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan
konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam


dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut:

‫أ َ َّنى‬JJ‫ولُنَّ هَّللا ُ َف‬JJُ‫ر َل َيق‬J


َ J‫مْس َو ْال َق َم‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
َّ ‫ َّخ َر‬J‫ض َو َس‬
َ J‫الش‬ َّ َ‫ق‬JJَ‫أ َ ْل َت ُه ْم َمنْ َخل‬J‫َولَئِنْ َس‬
ِ ‫ َم َوا‬J‫الس‬
َ ‫ي ُْؤ َف ُك‬
‫ون‬

“Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah”.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum


tentu berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik
dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui
oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam
adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam
semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah


sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah
pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-
Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran
manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-
Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.

Seorang muslim yang paripurna adalah yang nalar dan hatinya


bersinar, pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu
dalam berinteraksi dengan Allah dan dengan sesama manusia, sehingga sulit
diterka mana yang lebih dahulu berperan kejujuran jiwanya atau kebenaran
akalnya. Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu agama yang

6
membangun kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk
pola pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam
segi akidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat
dapat diterima sebagai ajaran akidah yang benar dan lurus.

Pilar akal dan rasionalitas dalam akidah Islam tercermin dalam aturan
muamalat dan dalam memberikan solusi serta terapi bagi persoalan yang
dihadapi. Selain itu Islam adalah agama ibadah. Ajaran tentang ibadah
didasarkan atas kesucian hati yang dipenuhi dengan keikhlasan, cinta, serta
dibersihkan dari dorongan hawa nafsu, egoisme, dan sikap ingin menang
sendiri. Agama seseorang tidak sempurna, jika kehangatan spiritualitas yang
dimiliki tidak disertai dengan pengalaman ilmiah dan ketajaman nalar.
Pentingnya akal bagi iman ibarat pentingnya mata bagi orang yang sedang
berjalan.

7
BAB 2

SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM AL-QURAN DAN AL-HADITS

Ilmu dalam pandangan islam mempunyai peranan yang sangat besar, dan memiliki
kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah. Bahkan islam identic dengan ilmu. Islam
menjadikan ilmu pengetahuan sebagai syarat dan tujuannya. Islam menyamakan
pencarian ilmu pengatahuan dengan ibadah. Islam memandang sains dan teknologi
terkait dengan konsep tauhid, yaitu merupakan satu kesatuan dengan cabang
pengetahuan lainnya. Dalam islam, alam tidak dilihat sebagai entitas terpisah,
melainkan sebagai bagian integral dari pandangan holistic islam tentang Tuhan,
manusia dan alam semesta. Keterkaitan ini menyiratkan kesakralan mencari ilmu alam
bagi umat islam. Karena alam sendiri dalam al-quran merupakan kumpulan ayat tanda-
tanda keberadaan Tuhan.

A. Biologi dalam Al-quran

“Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya
isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari
binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi
kejadian dalam tiga kegelapan[1306]. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah,
Tuhan kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia;
maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?”

Dalam tafsir dijelaskan dijelaskan bahwa tiga kegelapan itu ialah


kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput
yang menutup anak dalam rahim. Dalam Biologi dijelaskan bahwa sebenarnya
embrio dalam rahin mengalami tiga fase perkembangan yang disebut dengan
fase morula, blastula, gastrula. Perhatikan juga QS 23:12-14 yang berbicara
secara cukup detail mengenai proses penciptaan manusia.

8
“Dan sesungguhnya kami telahmenciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh(Rahim). Kemudian air mani itu kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka maha sucilah Allah, pencipta yang paling baik.

B. Fisika dalam Al-quran

Perhatikan firman Allah dalam QS 6:125

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,


niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan
barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya[503], niscaya Allah
menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit.
Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman”.

Secara Fisika, semakin ke atas (ruang angkasa) maka kandungan


oksigen semakin berkurang. Perhatikan juga QS67:3 tentang keseimbangan
sistem kosmos.

”Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”

C. Fisika, Biologi, Kimia dalam Islam

9
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman?”

D. Arsitektur dalam Al-quran

Perhatikan juga tentang megahnya kerajaan nabi Sulaiman pada QS 27:44,


yang dapat membangun istana yang begitu indah.

“Dikatakan kepadanya: "Masuklah ke dalam istana". Maka tatkala dia melihat


lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua
betisnya. Berkatalah Sulaiman: "Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat
dari kaca". Berkatalah Balqis: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat
zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah,
Tuhan semesta alam".

E. Informatika dalam Al-quran

Perhatikan firman Allah dalam QS 55:33.

“Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
kecuali dengan kekuatan”.

F. Matematika dalam Al-quran

Allah SWT berfirman dalam surat Al Ankabuut ayat 14. (QS 29:14)

10
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia
tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka
ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang- orang yang zalim”.

Dan dalam surat Al Kahfi ayat 25. (QS 18:25)

“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan
tahun (lagi)”.

Kemajuan yang telah diperoleh oleh bangsa-bangsa yang maju (bangsa barat)
dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi di abad modern ini,
sebenarnya merupakan kelanjutan dari tradisi ilmiah yang telah dikembangkan
oleh ilmuan-ilmuan muslim pada abad pertengahan atau dengan kata lain
ilmuan muslim banyak memberikan sumbangan kepada ilmuan barat.Hal ini
diakui oleh sebagian mereka.

Sains dan teknologi baik itu yang ditemukan oleh ilmuan muslim maupun oleh
ilmuan barat pada masa dulu, sekarang dan yang akan datang, semua itu bukti
kebenaran informasi yang terkandung di dalam Alquran, karena jauh sebelum
peristiwa penemuan- penemuan itu terjadi, Alquran telah memberikan isyarat-
isyarat tentang hal itu dan ini termasuk bagian dari kemukjizatan Alquran,
dimana kebenaran yang terkandung di dalamnya selalu terbuka untuk dikaji,
didiskusikan, diteliti, diuji dan dibuktikan secara ilmiah oleh siapa pun.

Alquran adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari
segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetahuan. Alquran adalah
buku induk ilmu pengetahuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang
terlewatkan, semuanya telah diatur di dalamnya, baik yang berhubungan
dengan Allah (hablum minallah) sesama manusia (hablum minannas) alam,
lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama,
umum dan sebagainya (dalam QS Al An’am: 38).

11
Surat Al-Alaq (Iqra’) termasuk ayat Al Qur’an pertama yang diturunkan,
termasuk ayat makiyyah, terdiri dari 19 ayat, 93 kalimat dan 280 huruf. Dalam
Surat Al Alaq dapatlah di lihat suatu gambaran yang hidup mengenai suatu
peristiwa terbesar yang pernah terjadi pada sejarah manusia, yaitu pertemuan
Nabi Muhammad SAW dengan Malaikat Jibril untuk pertama kali di Gua Hiro’
dan penerimaan wahyu yang pertama setelah Nabi berusia 40 tahun.

Surat Al-Alaq ayat 1-5 mengandung pengertian bahwa untuk memahami segala
macam ilmu pengetahuan, seseorang harus pandai dalam membaca. Dalam
membaca itu harus didahului dengan menyebut nama Tuhan,yaitu dengan
membaca “BasmAllah” terlebih dulu dan ingat akan kekuasaan yang dimiliki-
Nya, sehingga ilmu yang diperoleh dari membaca itu, akan menambah
dekatnya hubungan manusia dengan khaliq-nya.

12
BAB 3

GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADIST

Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para


Nabi yang diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah dating sebagai
yang terakhir diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak Umat
Rasulullah-lah yang akan memasuki Surga terlebih dahulu dibandingkan
dengan umat-umat lainnya.

Allah telah memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa


sallam, dalam firman-Nya :

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..”
(QS. Ali Imran : 110)

Tetapi diantara umat Rasulullah, terdapat beberapa generasi terbaik,


sebagaimana beliau sebutkan dalam sebuah hadist mutawatir, beliau
bersabda :

“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku (yakni sahabat),kemudian


orang-orang yang mengiringinya (yakni tabi’in), kemudian orang-orang yang
mengiringinya (yakni generasi tabi’ut tabi’un).” (mutawatir. HR.Bukhori dan
yang lainnya).

 Generasi Terbaik Umat Islam

Inilah beberapa generasi terbaik yang beliau sebutkan dalam hadist tersebut :

1. Sahabat

Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah


shallallahu alaihi wa sallam secara langsung serta membantu perjuangan
beliau. Menurut Imam Ahmad, siapa saja diantara orang beriman yang bertemu
dan melihat Rasulullah, baik sebulan, sepekan, sehari atau bahkan cuma
sesaat maka ia dikatakan sebagai sahabat. Derajatnya masing-masing
ditentukan dengan seberapa lama ia menyertai Rasulullah.

13
Para sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Diantara sahabat yang terbaik adalah
para Khulafaur Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat yang namanya
disebutkan oleh Rasulullah yang mendapatkan jaminan surge,

2. Tabi’in

Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau
setelah beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta
melihat para sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan
mewariskan ilmu dari para sahabat Rasulullah.

Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah
mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat,
tetapi tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah disebutkan
secara langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi tapi
terkenal di langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan
Ali, untuk mencari Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan
orang yang memiliki doa yang diijabah oleh Allah.

Adapun diantara orang-orang yang tergolong generasi tabi’in lainnya yakni


Umar bin Abdul Aziz, Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein,
Muhammad bin Al Hanafiyah, Hasan Al Bashri dan yang lainnya.

3. Tabi’ut Tabi’in

Tabi’ut Tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau
setelah mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu
dengan generasi tabi’in. Tabi’ut Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar
dan mewariskan ilmu dari para tabi’ut.

Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Imam Malik bin
Anas, Sufyan bin Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin Saad dan
yang lainnya.

Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai


umat muslim yang datang belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu
dari kitab-kitab yang telah mereka tuliskan. Semoga kita bisa mengikuti para
generasi terbaik umat ini.

14
BAB 4

PENGERTISN SALAF ( REFERENSI HADIST)

Salaf secara bahasa adalah jamak dari saalif, maknanya pendahulu.


Maka arti salaf adalah jama’ah yang terdahulu. Dalilnya adalah firman Allah
swt.

‫ين‬ ِ J‫َف َج َع ْل َنا ُه ْم َسلَ ًفا َو َمثَاًل ِلآْل ِخ‬


َ ‫ر‬J

“ Maka Kami jadikan mereka sebagai (kaum) terdahulu, dan pelajaran bagi
orang-orang yang kemudian” (QS. Az-Zukhruf : 56)

Imam Al Baghawi dalam tafsirnya berkata : “Dan mereka adalah orang


yang terdahulu dari kalangan nenek moyang, Kami jadikan mereka sebagai
pendahulu agar orang-orang yang dating kemudian mengambil pelajaran dari
mereka”.

Ibnu Atsir berkata : “ Salaf adalah orang yang terlebih dahulu meninggal dari
kalangan nenek moyang dan kerabatnya. Oleh sebab itu, generasi terdahulu
dari kalangan tabi’in disebut as-Salafus Shalih”.

Termasuk juga pengertian salaf secara bahasa adalah sabda Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wasallam kepada putri beliau, Fathimah az-Zahra
radhiyallahu ‘anha, “Sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu
adalah aku.” (HR. Bukhari & Muslim)

Allah swt berfirman :

ٍ ‫ان َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن ُه َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬


‫ت‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُو ُه ْم ِبإِحْ َس‬ ِ ‫ص‬َ ‫ين َواأْل َ ْن‬ َ ُ‫ون اأْل َوَّ ل‬
َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬ َ ُ‫َّابق‬
ِ ‫َوالس‬
‫َتجْ ِري َتحْ َت َها‬

ْ ‫ك ْال َف‬
‫و ُز‬JJ َ JJِ‫دا َذل‬JJ َ ‫د‬JJِ‫ا ُر َخال‬JJ‫اأْل َ ْن َه‬
ً ‫ا أَ َب‬JJ‫ِين فِي َه‬
‫ْال َعظِ ي ُم‬

Orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari


golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah,

15
dan Allah menyediakan bagi mereka surge-surga yang mengalir sungai-sungai
di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan
yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)

Seseorang yang mengikuti manhaj Salaf adalah orang yang berusaha


memahami al-Quran dan Sunnah Nabi shollallahu alaihi wasallam dengan
pemahaman para Ulama Salaf. Mereka mengikuti bimbingan para Ulama Salaf
dalam menjalani ajaran Dien ini. Bukan artinya mereka fanatik pada individu-
individu Ulama Salaf tersebut, karena secara person tiap mereka (selain Nabi)
tidaklah maksum (terjaga dari kesalahan). Namun, jika Ulama Salaf telah
sepakat (ijma’) tentang suatu permasalahan Dien, maka ijma’ mereka itu tidak
akan pernah salah. Karena umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam
tidak akan pernah bersepakat dalam sebuah kesalahan/ kesesatan. Para
Ulama Salafus Sholih adalah ‘al-Jamaah’ yang harus diikuti.

َ ‫هللا َعلَى ْال َج َم‬


‫اعة‬ َ ‫إِنَّ هللاَ َت َعالَى الَ َيجْ َم ُع أَ َّمتِي َعلَى‬
ِ ‫ضالَلَ ٍة َو َي ُد‬

“Sesungguhnya Allah swt. Tidaklah menggabungkan umatku di atas kesesatan.


Dan tangan Allah di atas al-jamaah (HR at-Thobarony dan lainnya dari Ibnu
Umar, dishahihkan al-Hakim dalam al-Mustadrak dan al-Albany dalam Shahilul
Jami’)

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah


shollallahu alaihi wasallam bersabda kepada Fatimah radhiyallahu anha:

ِ‫َفا َّتقِي هَّللا َ َواصْ ِب ِري َفإِ َّن ُه نِعْ َم ال َّسلَفُ أَ َنا لَك‬

“Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah, karena sesungguhnya aku adalah


salaf (pendahulu) terbaik bagimu”. (HR al-Bukhori dan Muslim).

Al-Imam Malik (salah seorang atbaut Tabi’in) rahimahullah pernah


menyebut kata Sholihus Salaf (Salaf yang sholeh/baik):

‫صالِ ُح ال َّسلَفِ ُي َعلِّم ُْو َن أَ ْواَل دَ ُه ْم حُبَّ أَ ِبي َب ْك ٍر َو ُع َم َر َرضِ ي هللاُ َع ْن ُه َما َك َما ُت َعلَّم ُْو َن الس ُّْو َرةُ أَ ِوال ُّس َّن ُة‬ َ ‫َك‬
َ ‫ان‬

Dulu para Sholihus Salaf (pendahulu yang sholih) mengajarkan anak-


anak mereka untuk mencintai Abu Bakr dan Umar radhiyallahu anhuma
sebagaimana mereka diajari surat (alQuran) atau Sunnah (Musnad al-
Muwattha’ karya Abul Qosim Abdurrohman bin Abdillah al-Jauhariy dan al-
Laalikaa-i dalam syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah wal Jamaah)

16
Seorang pengikut manhaj salaf yang haq tidak akan pernah mengklaim
bahwa ia dan orang-orang yang sekarang bersamanya pasti akan masuk
Jannah (surge). Karena tidak adan yang tahu akhir kehidupan seseorang
kecuali Allah. Ia tidak akan pernah tahu apakah ia akan terus menjadi pengikut
manhaj salaf hingga akhir hayatnya atau justru berakhir menjadi pengikut hawa
nafsu, wal iyaadzu billah.

Ia hanya bisa memastikan secara umum bahwa siapapun saja yang


mengikuti manhaj salaf pada hakikatnya adalah islam yang sebenarnya.
Adapun untuk orang perseorangan atau individu, ia tidak berani menyatakan
bahwa fulan pasti masuk neraka, kecuali orang-orang tertentu yang telah
dipastikan oleh Allah dan Rasul-Nya pasti masuk surga dan neraka.

Dakwah Salaf adalah ajakan kepada Sunnah, sehingga pada dasarnya


pengikut manhaj Salaf adalah Ahlussunnah. Dakwah Salaf bukanlah ajakan
pada pribadi atau kelompok maupun golongan tertentu secara ashobiyyah
(fanatik buta). Telah disampaikan di atas bahwa penamaan ‘Salaf’ bukanlah
penamaan yang mengada-ada, tapi sesungguhnya berasal dari ucapan Nabi,
Sahabat beliau, dan para Ulama Ahlussunnah setelahnya.

Saat orang-orang mulai banyak yang senang memahami dalil al-Quran


dan dalil Sunnah Nabi dengan pikirannya sendiri, atau pemikiran para tokoh-
tokoh kelompoknya, atau thoriqoh yang dipilihnya, maka saat itulah perlu
pembeda antara pengikut manhaj Salaf dengan yang bukan. Perlu pembeda
antara orang-orang yang memunculkan hal-hal baru dalam Dien ini dengan
orang-orang yang masih istiqomah tetap mengikuti ajaran Islam yang murni
terdahulu.

17
BAB 5

ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKKAN HUKUM

Berbagi merupakan indikator tingkat ketaqwaan seorang mukmin dan


salah satu perbuatan yang akan mendatangkan cinta Allah SWT sebagaimana
firman-Nya.

‫اس ۗ َوهّٰللا ُ ُيحِبُّ ْالمُحْ سِ ِني َْن‬


ِ ‫الَّ ِذي َْن ُي ْنفِقُ ْو َن فِى السَّرَّ آ ِء َوالضَّرَّ آ ِء َو ْال ٰكظِ ِمي َْن ْالغَ ْي َظ َو ْال َعافِي َْن َع ِن ال َّن‬

"(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang
lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan." (QS. Ali Imran 3: Ayat
134)

Berbagi mengindikasikan pengorbanan dan kerelaan untuk memberi.


Semakin banyak memberi, semakin tidak akan merasa kekurangan. Disinilah
keindahan berbagi daripada sekedar menerima. Ketika telah meraih
kesuksesan, kadang seseorang lupa daratan.

‫ِين آَ َم ُنوا ِم ْن ُك ْم َوأَ ْن َفقُوا َل ُه ْم أَجْ ٌر َك ِبي ٌر‬ َ ‫آَ ِم ُنوا ِباهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه َوأَ ْنفِقُوا ِممَّا َج َعلَ ُك ْم مُسْ َت ْخلَف‬
َ ‫ِين فِي ِه َفالَّذ‬

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian


dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-
orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya
memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al Hadiid: 7)

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa harta hanyalah titipan Allah karena
Allah Ta’ala firmankah (yang artinya), “Hartamu yang Allah telah menjadikan
kamu menguasainya.” Hakikatnya, harta tersebut adalah milik Allah. Allah
Ta’ala yang beri kekuasaan pada makhluk untuk menguasai dan
memanfaatkannya.Al Qurthubi rahimahullah menjelaskan, “Ayat ini merupakan
dalil bahwa pada hakekatnya harta itu milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-
apa melainkan apa yang Allah ridhoi. Siapa saja yang menginfakkan harta pada
jalan Allah, maka itu sama halnya dengan seseorang yang mengeluarkan harta
orang lain dengan seizinnya. Dari situ, ia akan mendapatkan pahala yang
melimpah dan amat banyak.

18
‫ا ُء‬J‫اعِ فُ ِل َمنْ َي َش‬J‫ُض‬َ ‫ة َح َّب ٍة َوهَّللا ُ ي‬J ْ ‫يل هَّللا ِ َك َم َث ِل َح َّب ٍة أَ ْن َب َت‬
ُ ‫ت َسب َْع َس َن ِاب َل فِي ُك ِّل ُس ْن ُبلَ ٍة ِم َئ‬ ِ ‫ون أَمْ َوالَ ُه ْم فِي َس ِب‬ َ ‫َم َث ُل الَّذ‬
َ ُ‫ِين ُي ْنفِق‬
‫َوهَّللا ُ َواسِ ٌع َعلِي ٌم‬

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan


hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)

Konsepsi keadilan dalam islam adalah menempatkan sesuatu pada


tempatnya, membebankan sesuatu sesuai daya pikul seseorang, memberikan
sesuatu yang memang menjadi haknya dengan kadar yang seimbang.

Allah swt. Memerintahkan kita untuk menegakkan keadilan seperti


termaktub dalam firman-Nya. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
melakukan perbuatan keji, kemunkaran, dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”(QS An-Nahl :
90).

Menegakkan keadilan dapat dilakukan siapa saja, bukan saja oleh


hakim di pengadilan,polisi, jaksa, ataupun pejabat Negara. Paling tidak, kita
bisa dengan selalu berkata benar, memberitakan atau memberikan keterangan
dan kesaksian yang benar dalam suatu perkara.

Al-quran menggunakan beberapa kata yang berbeda untuk makna


keadilan, yaitu kata qist, mizan, haq, wasatha, dan adl. Semua kata tersebut
dalam makna yang berbeda dapat ditujukan pada makna adil atau keadilan.

Dalam banyak ayat, Al-quran menerangkan bahwa salah satu bentuk


keadilan ialah keadilan terhadapTuhan sebagai pencipta, yaitu dengan
mengikuti jalan kebenaran dari Allah swt melalui wahyu-Nya yang diturunkan
kepada para nabi dan rasul-Nya. Allah swt mengutus para nabi dan rasul
dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Bersama mereka diturunkan kitab
dan neraca (mizan) supaya manusia dapat menegakkan keadilan (QS 57:25)

Allah mengingatkan : ”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu


orang-orang yang benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah,
biarpun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu/bapak atau kaum kerabatmu,

19
jika ia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti bahwa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan kata-kata karena tidak hendak
menjadi saksi maka sesungguhnya Allah maha mengetahui dengan segala apa
yang kamu lakukan” (QS. An-Nisa:135).

Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum
dan keadilan sosial. Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum
artinya setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Dengan kata
lain hukum harus diterapkan secara adil. Keadilan hukum ternyata sangat erat
kaitannya dengan implementasi hukum di tengah masyarakat. Untuk mencapai
penerapan dan pelaksanaan hukum secara adil diperlukan kesadaran hukum
bagi para penegak hukum.

Dengan demikian guna mencapai keadilan hukum itu, maka faktor


manusia sangat penting. Keadilan hukum sangat didambakan oleh siapa saja
termasuk penjahat (pembunuh, pemerkosa, dan koruptor). Jika dalam suatu
negara ada yang cenderung bertindak tidak adil secara hukum, termasuk
hakim, maka pemerintah harus bertindak mencegahnya. Pemerintah harus
menegakkan keadilan hukum, bukan malah berlaku zalim terhadap rakyatnya.
Keadilan sosial terdapat dalam kehidupan masyarakat, terdapat saling tolong-
menolong sesamanya dalam berbuat kebaikan. Terdapat naluri saling
ketergantungan satu dengan yang lain dalam kehidupan sosial
(interdependensi).

Karut-marut penegakkan hokum di negeri ini semakin menyadarkan


bahwa system politik dan hukum nyata-nyata gagal dalam mewujudkan
kemaslahatan. Selama manusia diberi hak untuk membuat hukum, hukum
hanya menjadi alat untuk mewujudkan “kepentingan kelompok berkuasa”,
bukan untuk mewujudkan apa yang benar-benar maslahat bagi manusia.

Hak untuk mengatur manusia dengan hukum tertentu mestinya


diserahkan kepada pihak yang paling mengerti jati diri manusia dan apa yang
paling baik bagi dirinya. Itulah Allah swt. Dialah zat yang menciptakan dan
mengatur manusia dan alam semesta. Menyematkan hak ini kepada selain
Allah swt adalah kesalahan mendasar dalam pengaturan urusan manusia, dan

20
sumber dari semua mafsadah. Alam semesta teratur karena berjalan di atas
hukum-Nya. Begitu pula manusia, kehidupannya pasti teratur takkala aturan
yang mengatur kehidupan mereka adalah hukum Allah swt.

Islam telah menggariskan sejumlah aturan menjamin keberhasilan


penegakkan hukum antara lain :

1). Semua produk hukum harus bersumber dari wahyu

Seluruh konstitusi dan perundangan yang diberlakukan dalam Daulah


Islamiyah bersumber dari wahyu. Ini bisa dipahami karena netralitas hukum
hanya bisa diwujudkan takkala hak penetapkan hukum tidak berada di tangan
manusia, tetapi di tangan zat yang menciptakan manusia. Menyerahkan hak ini
kepada manusia seperti yang terjadi dalam system demokrasi sekular sama
artinya telah memberangus “netralitas hukum”.

Dalam system islam, sekuat apapun uapaya untuk mengintervasi


hukum pasti akan gagal. Pasalnya, hukum Allah swt tidak berubah. Khalifah
dan aparat Negara hanya bertugas menjalankan hukum, dan tidak berwenang
membuat atau mengubah hukum. Mereka hanya diberi hak untuk melakukan
itjihad serta menggali hukum syariah dari al-Quran dan sunnah Nabi SAW.

2). Kesetaraan di depan hukum

Di mata hukum islam, semua orang memiliki kedudukan setara, baik ia


musim, non muslim, pria maupun wanita. Tidak ada diskriminasi, kekebalan
hukum, atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan criminal
(jarimah) dihukum sesuai dengan jenis pelanggarannya. Dituturkan dalam
riwayat sahih, bahwa pernah seorang wanita bangsawan dari Makhzum
melakukan pencurian. Para pembesar mereka meminta kepada Usamah bin
Zaid agar membujuk Rasulullah saw.agar memperingan hukuman. Rasulullah
saw. Murka seraya bersabda :

“ Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah


takkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; Jika orang lemah
yang mencuri, mereka menegakkan ha katas dirinya. Demi Zat yang jiwaku
berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri
niscaya akan aku potong tangannya” (HR al-Bukhari).

21
3). Mekanisme Pengadilan Efektif dan Efisien

Mekanisme pengadilan dalam system hukum islam efektif dan efisien.


Ini bisa dilihat dari beberapa hal berikut ini.

 Pertama, keputusan hakim di majelis pengadilan bersifat mengikat dan


tidak bisa dianulir oleh keputusan pengadilan manapun. Kaedah ushul fikih
menyatakan : “ Sebuah itjihad tidak bisa dianualir dengan itjihad lain.

Keputusan hakim hanya bisa dianualir jika keputusan tersebut menyalahi nas
syariah atau bertentangan dengan fakta. Keputusan hakim adalah hukum
syariah yang harus diterima dengan kerelaan. Oleh karena itu, pengadilan
islam tidak mengenal adanya keberatan (I’tiradh), naik banding (al-istinaf) dan
kasasi (at-tamyiiz). Dengan begitu penanganan perkara tidak berlarut-larut dan
bertele-tele. Khalifah Umar berkata “Yang itu sesuai keputusanku,sedangkan
yang ini juga sesuai keputusanku.”

 Kedua, mekanisme pengadilan dalam majelis pengadilah mudah dan


efisien.

Jika seseorang pendakwah tidak memiliki cukup bukti atas sangkaannya,


maka qadhi akan meminta terdakwah untuk bersumpah. Jika terdakwah
bersumpah,maka ia dibebaskan dari tuntutan dan dakwaan pendakwa. Namun,
jika ia tidak mau bersumpah maka terdakwah akan dihukum berdasarkan
tuntutan dan dakwaan tersebut. Sebab, sumpah (qasam) bisa dijadikan sebagai
alat bukti untuk menyelesaikan sengketa. Penghapusan sumpah sebagai salah
satu alat bukti (bayyinah) dalam system hukum sekuler menjadikan proses
pengadilan menjadi rumit.

 Ketiga, kasus-kasus yang sudah kadaluwarsa dipetiskan, dan tidak


diungkit kembali, kecuali yang berkaitan dengan hak-hak harta. Pasalnya,
kasus lama yang diajukan ke siding pengadilan ditengarai bermotifkan balas
dendam.
 Keempat, dalam kasus ta’zir, seorang qadhi diberi hak memutuskan
berdasarkan itjihad.

22
Penegakkan hukumdi sistem demokrasi secular hanyalah jargon khayali yang
tidak mungkin membumi. Sistem ini mulai pangkal hingga ujungnya
bermasalah. Menaruh harapan pada system ini jelas-jelas kesalahan besar.

Akhirnya, hanya dengan kembali pada syariah dan system Khalifah Islamiyah,
manusia akan mendapatkan apa yang selama ini merepa harapkan. Pasalnya,
syariah islam dan Khalifah Islamiyah adalah ketentuan yang ditetapkan Allah
swr, Zat yang paling memahami apa yang paling baik bagi manusia.

23
DAFTAR PUSTAKA

https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03

https://int.search.myway.com/search/GGm

http://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/tibyan/article/download/40/37

https://religidanbudaya.filsafat.ugm.ac.id/2017/10/23/pandangan-al-ghazali-tentang-
konsep-ketuhanan-dan-relevansinya-bagi-perwujudan-karakter-insan-kamil/

https://core.ac.uk/download/pdf/297921818.pdf

http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/sumbula/article/view/3976/2943

https://umma.id/article/share/id/1002/272772

https://bincangsyariah.com/kalam/siapa-generasi-islam-terbaik-itu/

http://digilib.uin-suka.ac.id/36253/

http://bmtitqan.org/artikel/detail/34/berbagi.html

https://rumaysho.com/1020-jangan-lupa-untuk-saling-berbagi.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Salaf

https://www.matamatapolitik.com/in-depth-mengupas-salafi-dan-wahhabi-dua-sisi-dari-
koin-yang-sama/

24

Anda mungkin juga menyukai