Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN TASE KEPERAWATAN GADAR

DENGAN VULNUS LACERATUM

OLEH :
MARIANI, S. KEP
113063J1200

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2020
1. DEFINISI
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara
spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Vulnus dapat
dibedakan berdasarkan penyebabnya antara lain: disebabkan oleh trauma
benda tajam (paku, sisa pohon, kawat pagar dan sebagainya) atau benda
tumpul (batu, batang pohon, tali pelana dan sebagainya). Vulnus saddle druck
(luka dipunggung akibat pemasangan pelana yang tidak sempurna), vulnus
strackle (luka di bagian medial kaki), vulnus punctio (luka akibat tusukan
benda tajam), vulnus serrativa (luka akibat goresan kawat), vulnus incisiva
(luka akibat tusukan benda tajam), vulnus traumatica (luka akibat hantaman
benda tajam) (Suriadi, 2017).
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan Menurut
InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses
selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada
kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan
substansi jaringan (Mansjoer, 2018)

2. ETIOLOGI
a. Mekanik
 Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi
tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
 Benda tumpul
 Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
b. Non Mekanik
 Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
 Trauma fisika
 Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion
primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat
cramps.
 Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin
diantaranya hyperemia, edema dan vesikel,
 Luka akibat trauma listrik
 Luka akibat petir
 Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2017)
 Radiasi

3. Klasifikasi
a. Berdasarkan derajat kontaminasi
 Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,
yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut
berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,
traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian
kondisi luka tersebut tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%.
 Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka
tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka
sekitar 3% - 11%.
 Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka
menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka
karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun
luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
 Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung
jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen.
Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi.
Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.

b. Berdasarkan penyebab
1) Luka akibat kekerasan benda tumpul
 Vulnus kontusio/ hematom
Adalah luka memar yaitu suatu pendarahan dalam jaringan bawah
kulit akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh
kekerasan tumpul
 Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi)
adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan
dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak
dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas,
terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul. Walaupun
kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk
kemungkinan adanya kerusakan hebat pada alat-alat dalam tubuh.
Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam jenis:
 Luka lecet gores
Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan
permukaan kulit
 Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion)
Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan
permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/
miring terhadap kulit
 Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul
secara tegak lurus terhadap permukaan kulit.
 Vulnus laseratum (luka robek)
luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping
biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat
kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk
luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus
lapisan mukosa hingga lapisan otot.
2) Luka akibat kekerasan setengah tajam
 Vulnus Morsum
Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki
bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang
menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan
hewan tersebut
3) Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam
 Vulnus scisum (luka sayat atau iris)
Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis
lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada
aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda
tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur
 Vulnus punctum (luka tusuk)
Luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang
biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya
tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan
benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek
tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
4) Vulnus scloperotum (luka tembak)
Adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api
5) Luka akibat trauma fisika dan kimia
 Vulnus combutio
Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun
sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang
tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit
yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan
epitel kulit dan mukosa
Sumber lain menyatakan pembagian umum luka :
a. Simple, bila hanya melibatkan kulit.
b. Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.

Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam ( 50 %


) misalnya karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau
kecelakaan lalu lintas, trauma arteri dibedakan berdasarkan beratnya cidera
:
a. Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus
dinding.
b. Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka
dan biasanya menimbulkan pendarahan yang hebat.
c. Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis
menunjukan pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami
vasokontriksi dan retraksi sehingga masuk ke jaringan karen
elastisitasnya.

4. MANIFESTASI KLINIK
Menurut black (1993) manifestasi vulnus adalah sebagai berikut:
 Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi
seperti: rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang.
 Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
 Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
 Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
 Tenderness/keempukan
 Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
 Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
 Pergerakan abnormal
 Krepitasi
(Black, 1993).

a. Vulnus kontusio

 Luka Memar
 Pendarahan tepi : pendarahan tidak diumpai pada lokasi yang
bertekanan, tetapi pendarahan akan menepi sehingga bentuk
pendarahan akan menepi sesuai dengan bentuk celah antara kedua
kembang yang berdekatan
 Dilihat dari permukaan kulit tampak darah berwarna hitam kebiruan,
setelah sekitar dua hari terjadi perubahan pigmen darah menjadi warna
kuning.
b. Vulnus eksoriasi

 Luka lecet
 Hilangnya epitel dan lapisan dermis atau subkutan hal ini
menyebabkan luka tampak kuning, putih, merah muda atau berdarah
tergantung pada jaringan yang terekspos / rusak
c. Vulnus laseratum
 Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu
jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka
robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan
jaringan.
 Bentuk luka tidak beraturan
 Tepi tidak rata
 Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah
yang berambut
 Sering tampak luka lecet
 Memar disekitar luka

d. Vulnus morsum

 Luka mempunyai tepi rata


 Dapat berbentuk luka lecet tekan berbentuk garis terputus-putus
,hematoma atau luka robek dengan tepi rata
 Luka gigitan masih baik strukturnya sampai 3 jam pasca trauma,
setelah itu dapat berubah bentuk akibat elastisitas kulit
 Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat
berupa memar yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia
e. Vulnus scisum

 Luka sayat lebar tapi dangkal


 Luka menembus lapisan atas kulit atau lapisan dermis ke struktur yang
lebih dalam (Kartikawati, 2018)

f. Vulnus punctum

 Kedalaman luka melebihi panjang luka


 Kerusakan pembuluh darah tepi
g. Vulnus sclerotum

 Luka tembak menimbulkan kerusakan jaringan pada organ yang


berada dibawahnya
 Peluru dapat menghancurkan tulang dan menyebabkan cidera lebih
lanjut
 Peluru dari senapan menyebabkan kerusakan lebih besar
h. Vulnus combutio
 Luka bakar derajat 1
Kerusakan pada epidermis, kulit kering, kemerahan, nyeri sekali,
sembuh, dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut
 Luka bakar derajat 2
Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema,
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh
dalam, 28 hari tergantung komplikasi infeksi.
 Luka bakar derajat 3
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputih-putihan, dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang
rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skin graff.

5. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
 Pemeriksaan serum:
hal ini dilakukan karena
ada pada pasien dengan luka
bakar mengalami
kehilangan volume
 Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan dapat
dijumpai hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia,
dan anemia
 Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar mengalami
kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pump
 Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis
metabolisme dan kehilanga protein
 Faal hati dan ginjal
 CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan,
penuruan HCT dan RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC
yang rusak
 Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali
phosphate
 Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia
 Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap
dan menunjukkan faktor yang mendasari ; pada pasien vulnus morsum
biasanya terdapat emboli paru/edema paru
 ECG : untuk mengetahui adanya aritmia

6. PATOFISIOLOGI
Menurut Soejarto Reksoprodjo, dkk, 1995 ; 415) proses yang terjadi secara
alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :
1) Fase inflamsi atau “lagphase“ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka
terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit
mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam
amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus
dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi
Vasekontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar dari
pembuluh darah secara diapedisis dan menuju dareh luka secara
khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamine yang
menunggalkan peruseabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema.
Dengan demikian timbul tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan monosit
menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.
2) Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu.
Tersifat oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari
sel-sel masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak
perlu dihancurkan dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase
ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler
baru: membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata,
disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya
dan pindah menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan
kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan
jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan
mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka.
3) Fase “remodeling“ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan
berakhir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya
berwarna pucat, tipis, lemas,Etiologi
tidak adavulnus
rasa sakit maupun gatal

Mekanik : benda tajam,


benda tumpul, Non mekanik:
tembakan/ledakan, gigitan
binatang bahan kimia, suhu tinggi, radiasi

Kerusakan integritas
jaringan

Traumatic jaringan
Kerusakan pembuluh
Terputusnya kontinuitas darah
jaringan
Pendarahan berlebih
Kerusakan syaraf perifer

Keluarnya cairan tubuh


Stimulasi neurotransmitter
(histamine, prostaglandin,
bradikinin, prostagladin) Hipotensi, hipovolemi,

WOC hipoksia, hiposemi

Resiko syok :hipovolomik


Nyeri akut
ansietas

Pergerakan terbaras Gangguan pola tidur

Gangguan mobilitas
Kerusakan intergritas
kulit

Rusaknya barrier
pertahanan primer

Terpapar lingkungan

Resiko tinggi infeksi

7. KOMPLIKASI
 Kerusakan arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
 Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah
 Infeksi
 Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi
 Kontraktur
 Hipertropi jaringan parut

8. PENYEMBUHAN LUKA
a. Tipe Penyembuhan luka
Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini
dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu
penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi
luka biasanya dengan jahitan.
2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu
luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini
dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan
dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan
lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka
yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan
debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari).
Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir
(Mansjoer,2017).
b. Fase Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi,
proliferasi dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan
suatu kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
- Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari.
Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi
bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan
mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
- Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast
(sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase
proliferasi.
- Fase Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung
sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Dalam
fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan
jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi
vaskularitas luka (Mansjoer,2017).
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan
dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang
terjadi saling berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya
terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun
dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
- Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh
dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi,
oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit
penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis).
- Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang
dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi :
pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma
jaringan

d. Komplikasi Penyembuhan Luka


Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang
berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang
tidak adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak
adanya reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya
infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma,
nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga
infeksi luka
e. Penatalaksanaan/Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang
dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka,
penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan
pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan
atau larutan antiseptik seperti:
 Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2
menit).
 Halogen dan senyawanya
a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum
luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3
jam
b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan
kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak
merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil
karena tidak menguap.
c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya
untuk antiseptik borok.
d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa
biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna,
mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa,
dan baunya tidak menusuk hidung.
 Oksidansia
- Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak
lemah berdasarkan sifat oksidator.
- Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk
mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman
anaerob
 Logam berat dan garamnya
- Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur.
- Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara
merangsang timbulnya kerak (korts)
 Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
 Derivat fenol
Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik
wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
 Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),
merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam
konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah,
kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2017).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu
diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian
luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat
pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan
meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian
luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan
antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain
yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline
atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang
bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap
liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan
osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na + 154 mEq/l dan Cl-
154 mEq/l (ISO Indonesia,2000).

3. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka;
menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan
debris.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka
yaitu :
i. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk
membuang jaringan mati dan benda asing.
ii. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan
mati.
iii. Berikan antiseptik
iv. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan
pemberian anastesi lokal
v. Bila perlu lakukan penutupan luka
4. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta
berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan
sembuh per sekundam atau per tertiam.
5. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat
tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai
pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang
baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek
penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.

7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan
pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Identifikasi meliputi :
1. Tanggal masuk rumah sakit
2. Jam masuk rumah sakit
3. Nomer refistrasi
4. Jenis kasus (bedah non bedah)
5. Diagnose medis (diagnose medic saat klien masuk dan saat pengkajian)
6. Biodata
a) Identitas pasien
b) Identitas kelurga/pengantar
7. Riwayat kesehatan
a) Keluhan masuk
b) Keluhan masuk adalah keluhan yang mengirim klien dirawat di RS
c) Riwayat keluhan masuk
8. Primery survey
a) Airway :
(1) Apakah ada tanda-tanda sumbatan jalan nafas
(2) Apakah terdengar bunyi stridor
(3) Apakah ada tanda-tanda keberadaan benda asing, darah, muntah
dalam mulut
(4) Apakah jalan napas paten
b) Breathing
(1) Apakah ada hembusan udara dari hidung (fell)
(2) Pengembangan dada (look)
(3) Apakah terdengar suara nafas (listen)
(4) Frekuensi nafas
(5) Retraksi intercostals
(6) Bunyi nafas (ngorek, bersiul, megap, dll)
(7) Penggunaan otot-otot aksesoris pernafasan
(8) Suara nafas tambahan (ronchi, wheezing, rales, dll)
c) Circulation
(1)Apakah ada poendarahan/tidak
(2)Apakah ada pulsa karotis, nadi radial
(3)Apakah nadi teraba atau tidak
(4)Kualitas nadi (luat, lemah, kecil)
(5)Akral (hangat/dimgin)
(6)Pengisian kapiler ( < 3 detik / > 3 detik )
(7)Apakah ada tanda-tanda syok (nadi lemah dan cepat, nadi lebih
dari 100x/menit pada dewasa)
(8)Apakah kulit teraba dingin atau tidak
(9)Apakh kulit tanpak pucat atau kebiru-biruan
(10) Apakah pasien tidak sadar atau tampak mengantuk
d) Disability : gunakan AVPU
(1) A – Alert (jaga) : apakah klien memengerti apoa yang anda
sampaikan
(2) V – Voice (suara) : apakah klien bias berbicara kepada anda
(3) P – Pain (nyeri) : apakah klien berespon terhadap nyeri
(4) U – Unresponsive (tidak berespon) : apakah klien tidak sadar
atau berespon
(5) Cek ukuran , apakah ikuran sama atau tidak, apakah bereaksi
terhadap cahaya (mengecil)
(6) GCS (Glasgow Coma Scale)

9. Survey sekunder
a) AMPLE
(1) Alergi
(2) Medication
(3) Past history (riwayat singkat penyakit, kecelakaan, tindakan
pembedahan, dan perawatan selama sakit)
(4) Last time ate or drank (waktu terakhir makan dan minum)
(5) Event (apa yang menyebabkan terjadinya kecelakaan ?
kecelakaan kendaraan, luka bakar, dll)
b) Pemeriksaan fisik (ekposure)
(1) Keadaan umum:
Inspeksi saat kontak pertama dengan klien (tampak keadaan
umum tidak sakit, keadaan sakit ringan, sakit sedang, atau lemah)
(2) TTV
(3) Berat badan
(4) Tinggi badan
(5) Kepala
(a) Reaksi pupil terhadap cahaya, ukuran
(b) Apakah ada luka, deformitas/cacat, memar, pembengkakan,
tulang yang penyek kedalam
(c) Apakah ada cairan yang keluar dari telinga dan hidung
(d) Periksa adanya nyeri tekan
(e) Ukur GCS
(6) Leher
(a)Tanda-tanda injury spinal
(b)Apakah ada luka, deformitas/cacat, memar, pembengkakan
(c)Apakah ada distensi/penggembungan dari vena leher
(d)Perhatikan posisi trakhea-apakah ditengah-tengah atau
terdorong kesalah satu sisi
(e)Rasakan apakah ada udara di bawah kulit (empisema
subkutan)
(7) Dada
(a) Hasil pemeriksaan EKG
(b) Kecepatan nafas, upaya nafas
(c) Pengembangan data (simetris/tidak)
(d) Apakah ada luka, deformitas, memar, bengkak, atau depresi
tulang (tulang masuk ke dalam)
(e) Bunyi nafas
(8) Perut
(a) Apakah ada luka, memar, bengkak pada kulit atau
pembesaran pada seluruh perut (distensi)
(b) Apakah ada skar (bekas luka) yang lama, bising usus,
peristaltik usus.
(c) Nyeri pada kuadran abdomen, kekakuan atau tampak sikap
pada area perut yang mengindikasi pendarahan pada perut
(9) Pelvis, rektum dan genital
(a)Apakah ada luka, deformitas, memar
(b)Apakah ada perdarahan uretra
(c)Apakah ada perdarahan sekitar rectum, scrotum dan vagina
(d)Apakah ada fraktur atau dislokasi
(10) Lengan dan tungkai
(a) Apakah ada luka, deformitas, memar atau pembengkakan
(b) Apakah ada nyeri tekan ? apakah pasien dapat merasakan
sensasi sentuhan yang anda lakukan ? pergerakan sendi
(c) Nadi perifer ada/ tidak
(d) Suhu anggota gerak, tangan dan kaki ? panas atau dingin
(11) Punggung
(a) Apakah ada luka, deformitas, memar atau pembengkakan,
depresi tulang
(b) Apakah ada pendarahan yang berasal dari anus
(c) Apakah ada nyeri tekan
c) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan serum : hal ini dilakukan karena ada pada pasien
dengan luka bakar mengalami kehilangan volume
2. Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan
dapat dijumpai hipoprototrombinemia, trombositopenia,
hipofibrinogemia, dan anemia
3. Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar
mengalami kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pump
4. Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis
metabolisme dan kehilangan protein
5. Faal hati dan ginjal
6. Elektrolit terjadi penurunan calcium dan serum, peningkatan
alkali phosphate
7. Serum albumin: total protein menurun, hiponatremia
8. Rediologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas
asap dan menunjukan factor yang mendasari ; pada pasien
vulnus morsum biasanya terdapat emboli paru/edama paru
9. ECG : untuk mengatahui adanya aritmia

9. MASALAH KEPERAWATAN
Data Etiologi Masalah
DS: Benda tajam, tumpul, suhu Nyeri akut
Kien mengatakan tinggi, bahan kimia
nyeri ↓
Perlukaan pada kulit
DO: ↓
 Terdapat luka Proses inflamasi
pada bagian ↓
tubuh Pelepasan substansi kimia
 Grimace (histamine, bradikinin)
 Peningkatan ↓
RR & HR Stimulasi ujung saraf

nyeri
DS: Benda tajam, tumpul, suhu Kerusakan integritas
Klie n melaporkan tinggi, bahan kimia jaringan
nyeri pada daerah ↓
perlukaan Traumatic jaringan

DO: Kerusakan integritas jaringan
Kerusakan lapisan
dermis
Benda tajam, tumpul, suhu Resiko syok
tinggi, bahan kimia

Traumatic jaringan

Kerusakan pembuluh darah

Perdarahan berlebih

Keluarnya cairan tubuh

Resiko syok : hypovolemik
DS:- Perlukaan pada jaringan kulit Resiko infeksi

DO: Kerusakan epidermis, dermis
Tampak adanya ↓
luka pada kulit Fungsi kulit sebagain
pertahanan primer hilang

Terpapar lingkungan

Resiko infeksi

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Nyeri akut berhubungan
b. Kerusakan integritas jaringan
c. Resiko syok
d. Resiko infeksi

11. TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa 1 nyeri akut
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam nyeri terkontrol
KH: Melaporkan nyeri terkontrol/ berkurang, ekspresi wajah rileks, mampu
menggunakan tehnik relaksasi
Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda vital (TD,suhu, Nyeri cenderung membuat TD,
Nadi,RR) suhu,nadi, dan RR meningkat
Kaji keluhan nyeri termasuk lokasi, Pengkajian berkelanjutan membatu
karateristik, durasi, frekuensi, dan meyakinkan bahwa penanganan dalam
identifikasi faktor yang memperberat memenuhi kebutuhan pasien dalam
dan menurunkan nyeri mengurangi nyeri
Berikan tindakan kenyamanan dasar Menurunkan ketegangan otot
(mis pijatan pada erea yang tidak sakit)
Ajarkan tehnik relaksasi (mis nafas Memfokuskan kembali perhatian,
dalam) meningkatkan relaksasi, dan
meningkatkan rasa control yang dapat
menurunkan ketergantungan
farmakologis
Berikan obat analgesik sesuai indikasi. Membantu menurunkan intensitas
Pantau adanya reaksi yang tidk nyeri. Untuk menentukan keefektifan
diinginkan terhadap obat obat

Diagnos 2 : kerusakan integritas jaringan


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kerusakan
integritas jaringan pasien teratasi
 KH:
 Perfusi jaringan normal
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
 Ketebalan dan tekstur jaringan normal
 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cidera berulang
 Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

Intervensi Rasional
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan Memeriksa adanya kemungkinan
infeksi berlanjut
Monitor aktivitas dan mobilitas klien Mobilitas yang terlalu berlebihan akan
menghambat penyembuhan luka
Observasi luka : lokasi, dimensi, Menunjukkan perkembangan luka dan
kedalaman luka, karakteristik,warna
keefektifan terapi serta kemungkinan
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal, formasi infeksi berlanjut
traktus
Periksa luka secara teratur, catat Pengenalan akan adanya proses
karateristiknya kegagalan penyembhan luka/
perkembangannya
Berikan penguatan pada balutan awal/ Melindungi luka dari perlukaan
penggantian sesuai indikasi mekanis dan kontaminasi
Pastikan daerah luka kering dan bersih Merangsang proses penyembuhan luka
dan berikan rangsangan peningkatan secara alami
sirkulsi ke daerah sekitar luka
Tingkatkan hidrasi adekuat Untuk mencegah kehilangan cariran via
transepidermal
Monitor status nutrisi pasien Nutrisi juga menentukan tingkat masa
penyembuhan luka
kolaborasi : diet TKTP dan pemberian Mempercepat tingkat penyembuhan
vitamin
luka
Ajarkan pada keluarga tentang luka dan Memandirikan keluarga pasien dalam
perawatan luka
intervensi keperawatan pasien jika nanti
sudah pulang
Berikan posisi yang mengurangi Menghindari komplikasi lebih lanjut
tekanan pada luka

Diagnos 3 : resiko syok


Tujuan: dalam 2x60 menit resiko syok tidak terjadi
KH: suhu normal 36,5-37,5c, tidak terjadi hipotensi akut (TD normal),
perdarahan berhasil di atasi, pasien mulai tenang
Intervensi Rasional
Monitor keadaan umum pasien. Untuk memantau kondisi pasien selama
masa perawatan teruta-ma saat terjadi
perdarahan. 
Dengan memonitor keadaan umum
pasien, perawat dapat segera me-
ngetahui jika terjadi tanda-tanda pre
syok/syok sehingga dapat se-gera di
tangani.

Observasi tanda-tanda vital tiap      2-3 Tanda vital dalam batas normal
jam. menandakan keadaan umum pasien
baik, perawat perlu terus mengob-
servasi tanda-tanda vital selama pasien
mengalami perdarahan un-tuk
memastikan tidak terjadi pre syok/syok.
Monitor tanda-tanda perdarahan Perdarahan yang cepat diketahui dapat
segera diatasi, sehingga pasi-en tidak
sampai ke tahap syok hi-povolemik
akibat perdarahan he-bat.
Jelaskan pada pasien/keluarga tentang Dengan memberi penjelasan & me-
tanda-tanda perdarahan yang mungkin
libatkan keluarga diharapkan tan-da-
dialami pasien
tanda perdarahan dapat diketa-hui lebih
cepat & pasien/ keluarga menjadi
kooperatif se-lama pasien di rawat.
Anjurkan pasien/keluarga untuk se-gera Keterlibatan keluarga untuk segera
melapor jika ada tanda-tanda melaporkan jika terjadi perdarahan
perdarahan. terhadap pasien sangat membantu tim
perawatan untuk segera mela-kukan
tindakan yang tepat.
Pasang infus, beri terapi cairan in- Pemberian cairan intravena sangat
travena jika terjadi perdarahan diperlukan untuk mengatasi kehi-langan
(kolaborasi dengan dokter). cairan tubuh yang hebat yai-tu untuk
mengatasi syok hipovo-lemik. 
Pemberian infus dilakukan dengan
kolaborasi dokter.
Cek Hb, Ht, trombosit (sito). Untuk mengetahui tingkat kebo-coran
pembuluh darah yang di alami pasien &
untuk acuan me-lakukan tindakan lebih
lanjut terhadap perdarahan tersebut.
Perhatikan keluhan pasien seperti mata Untuk mengetahui seberapa jauh
berkunang-kunang, pusing, lemah, pengaruh perdarahan tersebut pada
ekstremitas dingin, sesak nafas. pasien sehingga tim kesehatan le-bih
waspada.
Berikan tranfusi sesuai dengan program Untuk menggantikan volume darah
dokter. serta komponen darah yang hilang.
Monitor masukan & keluaran, catat & Pengukuran & pencatatan sangat
ukur perdarahan yang terjadi, produksi penting untuk mengetahui jumlah
urin. perdarahan yang dialami pasien.  Untuk
mengetahui keseimbangan cairan
tubuh.  Produksi urin yang lebih pekat
& lebih sedikit dari normal (sangat
sedikit) menunjukkan pasien
kekurangan cairan & mengalami syok. 
Hati-hati terha-dap perdarahan di
dalam.
Berikan obat-obatan untuk me-ngatasi memandirikan keluarga pasien dalam
perdarahan sesuai dengan program intervensi keperawatan pasien jika nanti
dokter. sudah pulang
Berikan terapi oksigen sesuai dengan Pemberian O2  akan membantu ok-
kebutuhan. sigenasi jaringan, karena dengan
terjadinya perdarahan hebat maka
suplai oksigen ke jaringan terganggu.

Segera lapor dokter jika tam-pak tanda- Untuk mendapatkan penanganan lebih
tanda syok hipovolemik & observasi lanjut sesegera mungkin.
ketat pasien serta perce-pat tetesan
infus sambil menunggu program dokter
selanjutnya

4. resiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, pasien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Suhu dalam rentang 36,5-37,5 °C
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Keadaan luka bersih
Intervensi Rasional

1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Untuk


sistemik dan lokal menentukan intervensi yang akan
2. Kaji suhu badan pada pasien dilakukan
neutropenia setiap 4 jam dan 2. Mengeta
laporkan jika di atas 38,50C hui kenaikan suhu dan mencegah
3. Pertahankan teknik aseptif keadaan penyakit yang lebih serius
4. Batasi pengunjung bila perlu 3. Memperk
5. Cuci tangan setiap sebelum dan ecil resiko komplikasi lebih lanjut
sesudah tindakan keperawatan, 4. Pengunju
ajarkan dan anjurkan pasien untuk ng yang keluar masuk mempertinggi
melakukan hal yang sama. transmisi bakteri
6. Gunakan baju, sarung tangan Mencegah pemasukan bakteri dan
sebagai alat pelindung infeksi/sepsis lebih lanjut
7. Ganti letak IV perifer dan dressing 5. Mempert
sesuai dengan petunjuk umum ahankan prinsip steril
8. Gunakan kateter intermiten dan Menghilangkan kontak dengan
teknik steril pemasangannya selama kuman penyakit, dan memandirikan
perawatan di RS klien dalam perawatan diri
9. Kolaborasi terapi antibiotik 6. Untuk
10. Pantau dan laporkan tanda dan upaya meproteksi diri tenaga
gejala ISK (Infeksi Saluran Kemih), kesehatan
lakukan tindakan untuk mencegah 7. Untuk
ISK. mengurangi resiko infeksi lebih
11. Inspeksi kulit dan membran mukosa lanjut
terhadap kemerahan, panas, 8. untuk
drainase menurunkan infeksi kandung
12. Monitor adanya luka kencing, Mencegah pemasukan
13. Dorong istirahat bakteri dan infeksi/sepsis lebih
14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda lanjut
dan gejala infeksi 9. untuk
mengurangi infeksi yang terjadi
10. ISK
adalah salah satu komplikasi BPH
yang perlu ditangani lebih lanjut
11. Kemerah
an, panas, kondisi drainase adalah
indicator perkembangan kondisi
infeksi
12. Bagi
pasien BPH, luka baik dari
pemasangan kateter, tirah baring,
pemasanagan IV perlu diperhatikan
untuk mengantisipasi komplikasi
infeksi lebih lanjut
13. Istirahat
yang cukup akan mempercepat
penyembuhan
14. Memandi
rikan klien dan keluarga dalam
perawatan diri klien

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Murr. 2016.
Nursing Diagnosis Manual : Planning, Individualizing, and Documenting
Client Care. Philadelphia : F.A Davis Company
Mansjoer, Arif.,dkk. 2018. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius
NANDA. Nanda International Nursing Diagnosis : Definitions and
Classification. West Ssussex-United Kingdom : Wiley-Blackwell
David S Perdanakusuma, 2017, Anatomi fisiologi dan Penyembuhan Luka, Short
Course wound care update., JW Marriot Surabaya.
Idral Darwis dan Widasari Sri Gitarja. 2018. Indonesia Enterostomal Therapy
Education Programme, Bogor, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai