Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Asma merupakan suatu penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat

dan mempunyai populasi yang sangat meningkat. Kasus asma diseluruh dunia

menurut survey GINA (2014) mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada

tahun 2025 penderita asma bertambah menjadi 400 juta jiwa asma bronchial

merupakan masalah dunia, dengan adanya prevalensi baik pada anak maupun

dewasa. Pada tahun 2007 tercatat penderita asma bronchial diseluruh dunia

mencapai 300 juta orang. Di Indonesia di perkirakan 10% penduduknya

menderita asma, (Corwin, 2009).

Serangan asma umumnya timbul karena adanya pajanan terhadap faktor

pencetus, gagalnya upaya pencegahan atau gagalnya tata laksana asma jangka

panjang. Penderita asma akan mengalami gejala berupa batuk, sesak nafas,

mengi, rasa dada tertekan yang timbul dalam berbagai derajat dari ringan

sampai berat yang dapat mengancam jiwa (Sundaru H, 2008)

Beberapa individu, stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus

serangan asma dan bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.

Stress dapat menghantarkan seseorang pada tingkat kecemasan sehingga

memicu dilepaskannya histamine dan leokotrien yang menyebabkan

penyempitan saluran pernapasan dimana ditandai dengan sakit tenggorokan

dan sesak napas yang pada gilirannya bisa memicu serangan asma,

(Roma,2010).

1
Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia

maupun di Indonesia. Selama 15 tahun terakhir kasus asma di Negara maju

dan Negara berkembang menjadi pesat. Berdasarkan data WHO Non

Communicable Disease tahun 2010.

Di Asia tenggara di perkirakan bahwa 1,4 juta orang meninggal dunia

karena penyakit paru kronik dimana 86% disebabkan karena penyakit paru

obstruktifkronik, dan 7,8% disebabkan karna asma. WHO fact sheet 2011

menyebutkan bahwa terdapat 235 juta orang menderita asma di dunia, 80%

berada di Negara dengan pendapatan rendah dan menengah,termasuk

Indonesia. Penyakit saluran pernapasan yang menyebabkan kematian terbesar

adalah tuberkolosis (7,5%) dan lower tract respiratory disease (5,1%).

Berdasarkan data system informasi rumah sakit (SIRS) di Indonesia

didapatkan bahwa angka kematian akibat penyakit asma adalah sebanyak

63,584 orang (Depkes,2014). Dari data Riskesdas 2013,penderita asma di

Indonesia paling banyak di derita oleh golongan menengah kebawah dan

terbawa (tidak mampu), presentase untuk menengah kebawah sebanyak 4,7%

dan terbawah 5,8% (Depkes,2014).

Di Indonesia, berdasarkan riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun

2013 mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua

umur adalah 4,5% dengan prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi

Tengah (7,8%), di ikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), di Yogyakarta (6,9%)

dan Sulawesi Selatan (6,7%). Untuk Jawa Tengah memiliki prevalensi asma

sebesar (4,3%). Di sampaikan bahwa prevalensi asma lebih tinggi pada

perempuan dibandingkan pada laki-laki.

2
Prevalensi penyakit asma di provinsi NTT sebesar 4,7% (kisaran 1,4-

11,5%) tertinggi di Kabupaten Sumba Barat di ikuti Manggarai, Ende,

Manggarai Barat serta terdapat di semua Kabupaten atau Kota. Data yang di

peroleh dari dinas kesehatan Kabupaten Sumba Timur pada tahun 2014 di

dapatkan jumlah penderita asma berjumlah 1242, pada tahun 2015 berjumlah

1261 orang, dan pada tahun 2016 berjumlah 2253 orang.

( Dinas kesehatan kabupaten sumba timur, 2017)

Asma penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat

reversible dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap

berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas

yang luas dan derajatnya dapat berubah sewaktu- waktu secara spontan yang

dikeluhkan dengan mengi, batuk, dan sesak di dada penyebab penyumbatan

saluran napas. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya salah satu pada

pasien asma yaitu faktor ketidakstabilan dimana dapat munculnya serangan

asma. Gejala umum meliputi mengi, batuk, dada terasa berat, sesak nafas

dimana frekuensi pernafasan bisa sampai di atas 30x/menit (Henneberger,

dkk. 2011).

Penanganan yang tepat salah satunya obstruksi jalan napas dan

penurunan napas yang terbaik adalah dengan cara pemberia oksigen dan

pengobatan berulang. Oksigen diberikan minimal 94% kedalam tubuh yang

dianjurkan pada pasien dengan penderita asma, Pemberian oksigen dapat

dilakukan melalui masker RM atau NRM maupun kanul nasal sesuai dengan

kebutuhan dari pasien itu sendiri. Konsentrasi oksigen yang tinggi dalam

pemberian terapi dapat menyebabkan peningkatan kadar PCO2 dalam tubuh

3
pada pasien dengan asma. Walaupun pemberian terapi oksigen digunakan

secara sering dan luas dalam perawatan pasien asma, pemberian oksigen

seringkali tidak akurat, sehingga pemberian, monitoring, dan evaluasi terapi

tidak sesuai (Perrin et al, 2011).

Strategi pelaksanaan upaya yang paling penting dalam penyembuhan

dengan perawatan yang tepat merupakan tindakan yang utama dalam

menghadapi pasien penderita asma, untuk mencegah komplikasi yang lebih

fatal dan diharap pasien dapat segera sembuh kembali. Penanganan yang

utama pada penderita asma adalah memenuhi kebutuhan oksigen. Kerja sama

dengan tim medis serta melibatkan pasien dan keluarga sangat diperlukan

agar perawatan dapat berjalan dengan lancer (Harmoko, 2012). Serta

melakukan penanganan secara komprehensif melalui pemberian asuhan

keperawatan mulai dari pengkajian, penentuan diagnose, perencanaan

keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan

Berdasarkan fenomena diatas, maka penting untuk dilakukan penelitian


tentang Asuhan keperawatan Pada Pasien Asma Dengan Gangguan
Kebutuhan Oksigenasi Di rumah Sakit Kristen Lindimara Kabupaten
Sumba Timur.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut , maka penulis memutuskan

“Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma Dengan

Gangguan kebutuhan Oksigenasi di Ruang Samaria RSK Lindimara

4
1.3 TUJUAN LAPORAN KASUS

1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien asma dengan gangguan

oksigenasi di Ruang Samaria RSK Lindimara.

2. Tujuan khusus

1. Melakukan pengkajian Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi

pada pasien dengan Asma di Ruang Samaria Rumah Sakit Kristen

Lindimara

2. Membuat Diagnosa keperawatan Gangguan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien dengan Asma di Ruang Samaria Rumah Sakit

Umum Kristen Lindimara

3. Menentukan rencana keperawatan Gangguan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien dengan Asma di Ruang Samaria Rumah Sakit

Kristen Lindimara

4. Melakukan implementasi pada Gangguan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien dengan Asma di Ruang Samaria Rumah Sakit

Kristen Lindimara

5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan Gangguan pemenuhan

kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan Asma di Ruang Samaria

Rumah Sakit Kristen Lindimara

5
1.4 MANFAAT

1.4.1 Bagi masyarakat

Dapat membudidayakan pengelolaan pasien Asma dalam

pemenuhan kebutuhan oksigenasi

1.4.2 Bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan

dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien asma

1.4.3 Bagi penulis

Memperoleh pengalaman dan mengaplikasikan hasil riset

keperawatan, khususnya studi kasus tentang gangguan kebutuhan

oksigenasi pada pasien asma

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP ASMA B

2.1.1 Pengertian

Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai

sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai

tingkat obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan (Mansjoer,2001). Asma adalah

suatu penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih yang terjadi karena spasme

bronkus disebabkan oleh beberapa penyebab (allergen,infeksi,latihan). Asma

adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan karena

hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan

(Bruner & Suddarth,2000)

Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronis saluran nafas menyebabkan

peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodic berulang

berupa mengi (nafas bunyi ngik-ngik), sesak nafas dada terasa berat dan batuk-

batuk terutama malam menjelang dini hari. Dimana saluran nafas mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang

menyebabkan peradangandan penyempitan yang bersifat sementara. Gejala

tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksijalan nafas yang luas,bervariasi dan

seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan ( Sutanto,2007 )

7
Dari tiga pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa asma adalah gangguan

inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi,dimana

saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan

tertentu

2.1.2 Manifestasi Klinis

a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar atau tanpa stetoskop

b. Batuk produktif, sering pada malam hari

c. Napas atau dada sering tertekan

Tanda-tanda fisik yang ditemukan selama suatu eksaserbasi akut berat dapat

meliputi takikardi,takipnea, kegawatan sianosis. Ketidakmampuan untuk berbicara

dalam kalimat yang lengkap merupakan suatu tanda dari serangan asma yang berat.

Auskultasi dada akan ditemukan adanya suatu pengembangan paru-paru yang

berlebihan yang disertai mengi (Bruner & Suddart,2000)

2.1.3 Patofisiologi

Kelainan utama dari asma diduga disebabkan karena adanya hipersensitifitas

dari cabang-cabang bronchial tersebut akan terjadi sensitive terhadap rangsangan yang

diberikan kepadanya. Kerentanan dari suatu individu kemungkinan diturunkan secara

genetic. Munculnya kerentanan ini disebabkan oleh adanya perubahan terhadap

rangsangan yang berlebihan dengan factor lingkungan tertentu seperti pemaparan

dengan bahan allergen atau iritan (Bruner & Suddart,2000

8
2.1.4 Pathway Intrinsik (infeksi, psikososial, stress)
Ekstinsik (inhaled alergi)
Penurunan stimuli reseptor terhadap iritan pada
trakheobronkhial
Bronchial mukosa menjadi sensitif oleh Ig
E
Hiperaktif non spesifik stimuli penggerak dari cell mast
Peningkatan mast cell pada
trakheobronkhial Perangsang reflek reseptor
tracheobronkhial
Stimulasi reflek Pelepasan histamin terjadi
reseptor syarat stimuli bronchial smooth dan
stimulasi pada bronkial
parasimpatis pada kontraksi otot bronkhiolus
smooth sehingga terjadi
mukosa bronkhial kontraksi bronkus

Peningkatan permiabilitas
vaskuler akibat kebocoran
protein dan cairan dalam
jaringan

Perubahan jaringan, peningkatan lg E dalam


serum

Respon dinding bronkus

Hipersekresi mukosa
bronkuspasme
Edema mukosa

Penumpukaan secret kental


whezing Bronkus menyempit

Secret tidak keluar


Ventilasi terganggu

hipoksemia Bernapas Batuk tidak


Inteloransi melalui efektif
Gangguan aktivitas mulut
pertukaran gelisah
gas Bersihan
Keringnya
mukosa jalan nafas
tidak efektif

Resiko
infeksi

9
2.1.5 Klasifikasi

Brunner & suddarth (2002) menyampaikan asma sering di rincikan sebagai alergik,

idiopatik, nonalergik atau gabungan, yaitu :

a. Asma alergik

Disebabkana oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal (misal: serbuk sari,

binatang, amarah dan jamur ) kebanyakan alergen terdapat di udara dan

musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga

yang alergik dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis alergik, pejanan

terhadap alergen pencetus asma.

b. Asma idiopatik atau nonalergik

Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen spesifik

faktor-faktor, seperti comand cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi,

dan polutan lingkungan yang dapat mencetuskan rangsangan. Agen

farmakologis seperti aspirin danalergen anti inflamasi non steroid lainya,

pewarna rambut dan agen sulfit (pengawet makanan juga menjadi faktor).

Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan

dengan berlalunya waktu dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan

empizema.

c. Asma gabungan

Adalah asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari

bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.

10
2.1.6 Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor presdiposisi dan presipitasi timbulnya

serangan asma menurut Baratawidjaja (2000) yaitu :

a. Faktor presdiposisi

Berupa genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun

belum diketahui bagaimana cara penurunanya yang jelas. Penderita

denganpenyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga yang

menderita menyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat

mudah terkena penyakit asma jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu

hipersensitifitas saluran pernafasan juga bisa di turunkan.

b. Faktor presipitasi

1. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Inhalan yaitu yang masuk melalui salura pernafasan misalnya

debu, bulu binantang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan

polusi.

b. Ingestan yaitu yang masuk melalui mulut misalnya makanan dan

obat obatan.

c. Kontaktan yaitu yang masuk melalui kontak denga kulit misalnya

perhiasan, logam dan jam tangan.

2. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa penggunungan yang dingin sering mempengaruhi

asma. Atsmosfir yang mendadk dingin merupakan faktor pemicu terjadinya

serangan asma. Kadang kadang serangan berhubungan dengan musim,

11
seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan

dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

3. Stress

Stress atau gangguan emosi menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga

bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma

yang timbul harus segera diobati penderita asma yang alami stress perlu

diberi nasehat untuk menyelesaiakan masalah pribadinya. Karena juka

stresnya belum diatasi maka gejala asma belum bisa diobati

4. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.

Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja

di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes atau polisi lalul intas.

Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

5. Olah raga atau aktivitas yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan asma jika

melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling

mudah menimbulkan serangan asma.

Menurut NANDA (2013) etiologi asma adalah dari :

a. Lingkungan, yaitu berupa asap dan rokok

b. Jalan napas, yaitu berupa spasme inhalasi asap, perokok,pasif, sekresi

yang tertahan, dan sekresi di bronkus.

c. Fisiologi, yaitu berupa inhalasi dan penyakit paru obstruksi kronik

12
2.1.7 Manisfestasi Klinis

Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas,batuk-batuk dan mengi

telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui . batuk-batuk kronis dapat

merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat di dada.

Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi:

1. Asma tingkat 1

Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau

keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan

muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi

bronchial di laboratorium

2. Asma tingkat 2

Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada

kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran

pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.

3. Asma tingkat 3

Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik

dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa

tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.

4. Asma tingkat 4

Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu

dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi

Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan geala-gejala yang makin

banyak antara lain :

13
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus

b. Sianosis

c. Silent chest

d. Gangguan kesadaran

e. Tampak lelah

f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

5. Asma tingkat 5

Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa

serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang

lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam

kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

1. pemeriksaan sputum

pada pemeriksaan sputum ditemukan:

a. kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal

eosinofil

b. terdapatnya spiral curschman yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel

cabang bronkus

c. terdapatnya creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

d. terdapatnya netrofil eosinofil

14
2. pemeriksaan darah

pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinophil meninggi,

sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal,walaupun terdapat komplikasi

asma.

a. Gas analisa darah

b. Terdapat hasil aliran darah yang variable, akan tetapi bila terdapat

peninggian paCO2 maupun penurunan PH menunjukan prognosis yang

buruk.

c. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi

d. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari factor alergi dengan berbagai

alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif padatipe asma atopic.

3. Foto ronthgen

Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan

asma, gambaran ini menunjukan hiperinflasi paru berupa radiolusen yang

bertambah, dan pelebaran rongga intercostal serta diagfragama yang menurun.

Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:

a. Bila disertai dengan bronchitis, bercakan hilus akan bertamabah

b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang

bertambah

c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrate

pada paru

15
4. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas

tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru yakni :

a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis kekanan dan

rotasi searah jarum jam

b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni terdapat RBBB

c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES

atau terjadinya relative ST depresi.

2.1.9 Penatalaksanaan

Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non

farmakologik dan pengobatan farmakologik

1. Pengobatan Non Farmakologik

a. Penyuluhan

penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang

penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari factor-faktor

pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim

kesehatan

b. menghindari factor pencetus

klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada

pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi

factor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien

16
c. fisioterapi

fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini

dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada

d. pengobatan farmakologik

1. agonis beta

bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberikan 3-4 kali semprot

dan jarak anatara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.

Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (alupent,metrapel)

2. metil xantin

Golongan metil xantin adalah aminophilin dan teopilin, obat ini

diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang

memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empat

kali sehari

3. kromolin

kromolin merupakan obat pencegah asma, khusunya anak-anak.

Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari

4. ketotifen

efek kerja sama dengan kromalin dengan dosis 2x1 mg per hari.

Keuntungannya dapat diberikan secara oral

17
e. pengobatan selama serangan status astmatikus

1. infus RL : D5= 3:1 tiap 24 jam

2. pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

3. aminophilin bolus 5 mg /kg BB diberikan pelan-pelan selama 20

menit dilnjutkan drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit)

dengan dosis 20 mg /kg bb/24 jam

4. terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan

5. dexametason 10-20 mg/6 jam secara intra vena

6. antibiotic spectrum luas

18
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Fokus pengkajian

1. Anamnesis

Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk

mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi

pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada

diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali

sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran

Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan asma

bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi. Keluhan dan gejala tidak

ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah napas berbunyi, sesak, batuk

yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau

dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang

sama.

2. Pemeriksaan fisik

Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung

diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna

untuk mengetahui penyakit yang lain, juga berguna untuk mengetahui

penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan:

a. Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan

suara bicara, tekanan darah nadi, frekunsi pernapasan yang

meningkatkan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis

batuk dengan lender dan posisi istirahat klien

19
b. Integument

Dikaji adanya permukaan yang kasar,kering, kelainan pigmentasi,

turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,

pruritus, ensim serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis

pada rambut dikaji warna rambut, kelembapan dan kusam

c. Thorak

1. Inspeksi

Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan

adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot

interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekunsi

pernafasan

2. Palpasi

Pada palpasi dikaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan

taktil fremitus.

3. Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor

sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah

4. Auskultasi

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi

lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi

pernafasan dan whezzing

20
3. System pernafasan

a. Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin

keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula

encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau

putih tetapi juga bias kekuningan atau kehijauan terutama

kalau terjadi infeksi sekunder

b. Frekuensi pernapasan meningkat

c. Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi

d. Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang

memanjang disertai ronchi kering dan wheezing

e. Ekspirasi lebih dari 4 detik atau 3x lebih panjang dari pada

inspirasi bahkan mungkin lebih

f. Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:

1. Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan

diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi

terdengar hipersonor

2. Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan

pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,

sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi

suprasternal, supraclavukula dan sela iga serta

pernapasan cuping hidung

21
3. Implementasi Keperawatan

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang

telah dicatat dalam rencana perawatan pasien.Agar implementasi/ pelaksanaan

perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi

prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap

intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan intevensi

keperawatan.Implementasi, yang merupakan komponen dari proses

keperawatan, adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang

diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

keperawatan dilakukan dan diselesaikan(Wijayaningsih, 2013).

Intervensi keperawatanAda tiga tahap dalam tindakan keperawatan yaitu :

1. Tahap persiapan

Persiapan perlu dilakukan untuk menyiapkan semua hal yang diperlukan

dalam tindakan. Kegiatan tersebut meliputi :

1) Review tindakan keperawatan yang diidentikasi pada tahap

perencanaan. Tindakan keperawatan disusun untuk promosi,

mempertahankan dan memulihkan kesehatan klien. Kriteria

yang harus dipenuhi adalah :

a. Konsisten sesuai dengan rencana tindakan.

b. Berdasarkan prinsip – prinsip ilmiah.

c. Ditujukan kepada individu sesuai dengan kondisi klien.

d. Digunakan untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik

dan aman.

e. Memberikan penyuluhan dan pendidikan kepada klien.

22
2. Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang diperlukan.

Perawat harus mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan tipe ketrampilan

yang diperlukan untuk tindakan keperawatan.

1. Tahap perencanaa/intervensi

Fokus tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan

pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan

fisik emosional. Pendekatan tersebut meliputi : independen,

interdependen, dan dependen.

Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan

tanggung jawab perawat secara profesional sebagaimana terdapat

dalam standar praktek keperawatan.

1) Independen

Tindakan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang

dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari

dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tipe tindakan independen

keperawatan dikategorikan menjadi 4, yaitu :

a. Tindakan diagnostik : Tindakan ini ditujukan pada pengkajian

dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan, meliputi :

wawancara dengan klien, observasi dan pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium.

b. Tindakan terapeutik : ditujukan untuk mengurangi, mencegah

dan mengatasi masalah klien.

23
c. Tindakan edukatif : ditujukan untuk merubah perilaku klien

melalui promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada

klien.

d. Tindakan merujuk : tindakan ini lebih ditekankan pada

kemampuan perawat dalam mengambil suatu keputusan klinik

tentang keadaan klien dan kemampuan untuk melakukan kerja

sama dengan tim kesehatan lain.

2) Interdependen

Tindakan yang lebih memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga

kesehatan lain. Misalnya, ahli gizi, fisioterapi, tenaga sosial dan

dokter.

3) Dependen

Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksaan rencana tindakan

medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan

medis dilakukan.

4) Dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah dilakukan harus diikuti

dengan pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian

dalam proses keperawatan.Sistem pencatatan dan dokumentasi lebih

lanjut disampaikan pada bagian dokumentasi keperawatan.

24
4. Evaluasi Keperawatan

Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien

terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan.

Evaluasi terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya

adalah pada hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien

mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnose keperawatan

(Wijayaningsih, 2013).

Pada saat akan melakukan pendokumentasian, menggunakan SOAP, yaitu :

S : Data subyektif merupakan masalah yang diutarakan klien

O: Data obyektif merupakan tanda klinik dan fakta yang berhubungan

dengan diagnosa keperawatan

A : Analisis dan diagnosa.

P: Perencanaan merupakan pengembangan rencana untuk yang akan datang

dari Intervensi

25
2.3 Kerangka Operasional

Kerangka operasional merupakan langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah, mulai

dari penetapan populasi, sampel, dan seterusnya yaitu kegiatan sejak awal

dilaksanakannya penelitian

Subyek Studi Kasus Pasien Dengan Asma Di Ruang Samaria Rumah


Sakit Kristen Lindimara Waingapu

Fokus Studi Kasus: gangguan kebutuhan oksigenasi Pada Pasien


Dengan Asma Di Ruang Samaria Rumah Sakit Kristen Lindimara
Waingapu

PENGAKJIAN KEPERAWATAN

KLASIFIKASI DAN ANALISA DATA

MENENTUKAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

MELAKUKAN RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

MELAKUKAN IMPLEMENTASI

MELAKUKAN EVALUASI

MELAKUKAN ANALISIS MEMBANDINGKAN TEORI DAN PRAKTEK

26
BAB 3

METODOLOGI STUDI KASUS

3.1 Rancangan Studi Kasus

Rancangan Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan metode kualitatif

dengan Asuhan Keperawatan pada pasien asma dengan gangguan kebutuhan

oksigenasi di Ruang Samaria RSK Lindimara Waingapu

3.2 Subjek Studi Kasus

Subjek dipilih selama proses pengumpulan data. Penentuan pemilihan subjek

tergantung dari desain penelitian yang dipergunakan peneliti. (Nursalam, 2003)

Subjek studi kasus adalah 2 pasien Asma yang dirawat di Ruang Samaria Rumah

Sakit Kristen Lindimara Waingapu dan telah menyetujui pernyataan menjadi subjek

penelitian, yang memenuhi kriteria :

1) Inklusi

- Pasien asma yang dirawat di Ruang Samaria RSK Lindimara

- Perawatan minimal 3 hari di Ruang Samaria RSK Lindimara

- Pasien yang bersedia menjadi partisipan

2) Eklusi

- Pasien tidak melakukan Rawat Inap di Ruang Samaria RSK

Lindimara

- Tidak bersedia menjadi responden

27
3.3 Fokus Studi Kasus

Pemenuhan Kebutuhan oksigenasi pada pasien Asma

3.4 Definisi operasional studi kasus

1. Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara

fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional

mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh

karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan

sangat vital bagi tubuh, Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari

kondisi sisntem pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah

satu organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami

gangguan.

2. Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronis saluran nafas menyebabkan

peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodic

berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk

terutama menjelang dini hari.

3.5 Instrumen Studi Kasus

Instrument penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data.

Instrument penelitian dapat berupa : kuesioner (daftar pertanyaan), formulir

observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan

sebagainya

Apabila data yang akan dikumpulkan itu adalah data yang menyangkut pemeriksaan

fisik maka instrument penelitian ini dapat berupa: stetoskop, tensimeter, timbangan ,

28
meteran atau alat antropometri lainnya untuk mengukur status gizi, dan sebagainya.

(Notoatmojo,2012)

Dalam studi kasus ini instrument yang digunakan yaitu:

1. Wawancara

Alat dan bahan yang digunakan adalah :

a. Format pengkajian asuhan keperawatan

b. Bolpoin

c. Buku

d. Jam tangan

2. Observasi dan pemeriksaan fisik

Alat dan bahan yang digunakan yaitu:

a. Lembar observasi

b. Tensi meter

c. Stetoskop

d. Thermometer

e. Alat timbang berat badan

f. Alat pengukur berat badan

g. Midiline LILA

h. Reflek hammar

i. Jam tangan dengan petunjuk detik

j. Bengkok

29
3. Dokumentasi

Alat yang digunakan yaitu:

a. Status atau catatan pasien

b. Alat tulis

c. Rekam medis

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data –WOD

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data tergantung dari desain penelitian dan

teknik instrument yang dipergunakan (Nursalam,2003)

1. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk

mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau

informasi secara lisan dari seseorang sasaran penelitian (responden),

atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to

face). Studi kasus ini menggunakan wawancara bebas terpimpin yaitu

kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin.

Meskipun terdapat unsur kebebasan, tetapi ada pengaruh pembicaraan

secara tegas dan mengarah. Wawancara ini mempunyai ciri fleksibilitas

(keluwesan) tetapi arahnya yang jelas. (Notoatmodjo,2012)

30
2. Observasi dan pemeriksaan fisik

a. Metode observasi partisipatif (pengamatan terlibat)

Pada jenis pengamatan ini, pengamat (observer) benar-benar

mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

sasaran pengamatan (observe). Dengan kata lain, pengamat ikut aktif

berpartisipasi pada aktivitas dalam kontak social yang tengah

diselidiki. (Notoadmojo,2012)

b. Pemeriksann fisik

a) Inspeksi

Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan cara

melihat bagian tubuh, untuk mendeteksi bentuk,warna,

posisi, dan kesimetrisan

b) Palpasi

Pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan tangan atau

jari terhadap bagian tubuh, untuk mendeteksi adanya

benjolan konsistensi,ukuran dan nyeri tekan

c) Perkusi

Pemeriksaan yang dilakukan dengan mengetuk bagian tubuh

untuk membandingkan bagian tubuh kiri dan kanan dengan

tujuan menghasilkan suara. Biasanya juga menggunakan

hammer reflek

31
d) Auskultasi

Pemeriksaan yang dilakukan dengan mendengrkan, biasanya

menggunakan alat bantu stetoskop. Hal yang didengarkan :

bunyi jantung, bising usus, dan suara napas.

3. Dokumentasi dan angket

1. Dokumentasi

Merupakan hal-hal berupa catatan peristiwa yang sudah berlalu

yang berbntuk tulisan, atau karya-karya monumental dari

seseorang

2. Studi kepustakaan

Bahan – bahan pustaka yang sangat penting dan menunjang latar

belakang teoritis dari studi penelitian. (Notoatmodjo,2012)

3.7 Lokasi Dan Waktu Studi Kasus

1. Lokasi

Lokasi penelitian di Ruang Samaria Rumah Sakit Kristen Lindimara

Waingapu

2. Waktu

pelaksanaan asuhan keperawatan ini dimulai pada bulan februari-maret 2019

3.8 Analisis Data Dan Penyajian Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti dilapangan, sewaktu pengumpulan data

sampai dengan semua data terkumpul. Selanjutnya analisa data dilakukan dengan

cara mengemukakan fakta, dan membandingkan dengan teori yang ada dan

dituangkan dlam pembahasan. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh

peneliti dan studi dokumentasi yang mengahasilkan data untuk selanjutnya

32
diinterprestasikan dan disbanding ke teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan

rekomendasi dalam intervensi tersebut. Langkah dalam analisa data yaitu:

1) Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (Wawancara, Observasi, Dokumentasi).

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk

transkip. Data yang dikumpulkan berupa data pengkajian, diagnosis,

perencanaan, tindakan dan evaluasi

2) Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk cacatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokan menjadi data

subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostic

kemudian dibandingkan dengan nilai normal

3) Penyajian data

Data disajikan dalam bentuk deskriptif. Kerahasiaan klien dijamin dengan

jalan mengaburkan identitas dari klien.

33
3.9 Etika Studi Kasus

Etika penelitian digunakan dalam setiap penelitian atau studi kasus yang

melibatkan berbagai pihak yaitu pihak peneliti dan pihak yang diteliti dan

masyarakat yang memperoleh dampak dari hasil studi kasus tersebut, dalam

melaksanakan penelitian ini, peneliti menekankan masalah etika yang meliputi :

3.9.1 Lembar Persetujuan (Informed consent)

Beberapa informasi yang harus dalam informed consent tersebut

antara lain: partisipasi responden, tujuan dilakukannya tindakan, jenis

data yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah

dihubungi dan lain-lain.

3.9.2 Tanpa Nama (Anonymity)

Menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

responden, namun hanya menulis kode nama.

3.9.3 Kerahasiaan

Peneliti menjamin kerahasiaan semua informasi yang diberikan oleh

responden dan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan

penelitian.

34
35

Anda mungkin juga menyukai