Anda di halaman 1dari 3

Sejumlah narasi yang menghubungkan kemunculan virus Corona dengan

muslim Uighur marak beredar di media sosial. Akun Gamal Haris Iskan di


Facebook, misalnya, mengunggah sebuah tulisan pada 26 Januari 2020
yang menyebut bahwa wabah virus Corona di Kota Wuhan, Cina, muncul
akibat perlakuan negara itu terhadap muslim Uighur.

Enam paragraf pertama dalam tulisan yang disebut sebagai milik Ana
Nazahah berjudul "Uyghur vs Hantu Corona China" itu mengulas wabah
virus Corona yang sedang merebak di Tiongkok. Wabah itu membuat
pemerintah Cina mesti mengisolasi 13 kota dan 41 juta penduduk di
dalamnya.

"41 juta jiwa itu kini tengah gelisah, tak hendak pasrah. Kalut. Ketakutan
yang sangat. Ajal mereka ada di depan mata. Sementara mereka terkurung
di sana," tulis akun Gamal Haris Iskan.

Paragraf berikutnya menyinggung perlakuan Cina terhadap muslim Uighur,


disertai cuplikan sebuah kejadian dalam Al Quran yang merupakan azab
Tuhan kepada bangsa yang zalim. "Kaum Muslim percaya, tidaklah musibah
atau azab yang terjadi jika bukan atas kehendak-Nya. Termasuk musibah
virus Corona yang tengah menimpa China.

Berdasarkan penelusuran Tempo, klaim di atas tidak berdasarkan fakta-


fakta berikut ini:

Virus Corona jenis lain pernah menyebar sebelumnya


Virus Corona (2019 Novel Coronavirus atau 2019-nCoV) yang terutama
menyerang Kota Wuhan adalah keluarga dari virus Corona yang
menginfeksi manusia dan menyebabkan flu biasa hingga akut.
Sebelumnya, jenis lain dari virus Corona pernah mewabah  dan
menyebabkan kematian, yakni Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
dan Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus (MERS-CoV).

SARS pada mulanya menyebar di Provinsi Guangdong, Cina, pada


November 2002. Sedangkan MERS CoV pertama kali dilaporkan pada
September 2012 di Arab Saudi. Menurut data Centers for Disease Control
and Prevention (CDC), pada 2002-2003, SARS membunuh 770 dari sekitar
8 ribu orang yang terinfeksi. Sedangkan MERS membunuh sekitar 3-4 dari
10 orang yang terinfeksi.

Peneliti mikrobiologi dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu


Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sugiyono Saputra, menjelaskan tiga jenis
virus Corona yang bersifat mematikan itu berasal dari jenis hewan yang
sama sebagai perantara alaminya, yakni kelelawar.

Walaupun memungkinkan, interaksi langsung antara kelelawar dengan


manusia sebenarnya sangatlah jarang. "Tapi virus tersebut dapat pula
menginfeksi hewan lainnya, dan hewan perantara tersebutlah yang lebih
sering berinteraksi langsung dengan manusia," ujar Sugiyono pada 24
Januari 2020.

Pada kasus SARS, Sugiyono menjelaskan bahwa hewan perantaranya


adalah musang dan rakun, selain kelelawar itu sendiri. Pada kasus MERS,
hewan perantaranya adalah unta. "Sedangkan pada kasus terbaru, material
genetik dari 2019-nCoV merupakan rekombinasi dari material genetik virus
yang berasal dari kelelawar dan ular," katanya.

Taufiq Nugraha, peneliti satwa liar dari Pusat Penelitian Biologi LIPI
menambahkan, para ilmuwan menduga kemunculan zoonosis (penyakit
pada manusia yang ditularkan hewan) baru seperti kasus 2019-nCoV
adalah dampak tingginya frekuensi interaksi antara satwa liar dan manusia.
Dia menunjukkan contoh lain, yakni wabah Ebola di Afrika Barat pada 2014.

Sebaran virus Corona 2019 (2019-nCoV)


Virus Corona 2019 memang muncul pertama kali di Cina. Namun, hingga 24
Januari 2020, virus tersebut telah terkonfirmasi di tujuh negara lainnya .
Tujuh negara itu adalah Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Taiwan, Thailand,
Amerika Serikat, dan Singapura. Mereka yang terinfeksi adalah orang yang
telah bepergiaan ke Wuhan atau wisatawan asal Cina.

Kementerian Kesehatan Jepang, misalnya, mengkonfirmasi kasus pertama


pada 16 Januari. Seorang pria yang baru saja mengunjungi Wuhan mesti
dirawat di rumah sakit pada 10 Januari, empat hari setelah kepulangannya
ke Jepang.
Korsel melaporkan kasus pertamanya pada 20 Januari, seorang perempuan
35 tahun yang baru saja terbang dari Wuhan. Sementara Singapura
mengkonfirmasi kasus pertama pada 23 Januari 2020, seorang pria 66
tahun dari Wuhan yang tiba di Singapura bersama keluarganya pada 20
Januari.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa munculnya virus


Corona 2019 berkaitan dengan perlakuan Cina terhadap muslim Uighur
adalah klaim yang menyesatkan. Tidak ada kaitan sama sekali antara
kemunculan virus Corona dengan bagaimana Cina memperlakukan muslim
Uighur. Penyebaran virus Corona telah menjadi tantangan kesehatan global
setelah munculnya SARS pada 2002 dan MERS pada 2013.

Anda mungkin juga menyukai